7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bendungan P
Bendungan merupakan konstruksi yang berfungsi menahan laju air.
Bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air kesebuah Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA).
Bendungan dan bendung berbeda. Bendung memiliki struktur
bendungan berkepala rendah yang dan berfungsi menaikan permukaan air
bisanya terdapat di sungai. Air sungai yang permukaanya dinaikan akan
melimpas sehingga dapat digunakan pengukur kecepatan aliran sungai.
Bendungan dapat digunakan untuk irigasi keitka permukaan tanah yang di aliri
lebih rendah dari permukaan air sungai.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Bendungan)
Gambar 2.1 Bendungan
(Sumber : https://www.tneutron.net)
8
2.2. Profil Bendungan
Gambar 2.2 Denah Bendungan
(sumber : http://bwsnt2.org/web/?q=node/52)
1) Daerah Aliran Sungai (DAS)
Luas : 38,34 km2
Panjang Sungai : 15,71 km
Debit rata-rata musim hujan : 1.680 m3/dt (November-April)
Debit rata-rata musim kemarau : 0,032 m3/dt (Mei-Oktober)
2) Tipe Bendungan : Timbunan Zonal Inti Miring
3) Tinggi Bendungan : 36,20 m
4) Lebar Bendungan : 10,00 m
5) Panjang Bendungan : 438,00 m
9
6) Tampungan Total : 14.090.000 m3
7) Tampungan Efektif : 12.070.000 m3
8) Tampungan Mati : 2.020.000 m3
9) Luas Genangan Maksimum : 197 hektar
2.3. Katup
Merupakan alat yang digunakan untuk membuka, mengatur dan
menutup aliran dengan cara memutar dan menggerakannya ke arah melintang
atau memanjang didalam saluran air. (Soedibyo, 2003 : 359)
Beberapa jenis katup yang sering digunakan yaitu :
A. Butterfly Valve
B. Pressure Reducing Valve
C. Ring Jet Valve
D. Jet Flow Gate
2.4. Hollow Jet Valve
Katup ini paling banyak digunakan pada bendungan. Bentuk katup
mirip Hollow Cone Valve dengan perbedaan terletak didalam seperti jarum dan
memiliki sirip yang berguna mengarahkan air. (Andrijianto, 2009
https://jatiluhurdam.wordpress.com/2009/12/14/hollow-jet-valve/).
Keunggulan Hollow Jet Valve sebagai terminal pelepasan aliran (Lewin, J,
2001)
Hollow jet valve telah di tetapkan paten pada Byron H staats No
2.297.082 yang diterbitkan 29 September tahun 1942. Hollow jet valve di
operasikan dari menutup atau membuka dengan cara pengaturan bevel gear /
roda gigi kerucut. Untuk merencanakan ukuran yang tepat pada sebuah
transmisi dan poros, maka katup / valve di rancang sedemikian rupa sehingga
gaya statis hidrolik pada katup seimbang. Hollow jet valve bisa digerakan
secara manual atau menggunakan daya motor. Daya yang diperlukan harus
10
cukup besar untuk menahan gaya gesek dan gaya hidrodinamik pada valve.
(california patent No 2.784.730, 1957)
Gambar 2.3 Hollow Jet Valve
(Sumber : california paten no 2.784.730, 1957)
Gambar 2.4 Skema Instalasi Hollow Jet Valve
(Sumber : Lewin, J, 2001)
2.5. Koreksi Kecepatan, Luas Arus Dan Debit
Secara teoritis pancaran air akan sama tinggi dengan energi, tetapi
dalam praktek hal ini disebut tidak mungkin terjadi dikarenakan adanya
beberapa hal yang berhubungan dengan sifat – sifat zat cair. Untuk sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya maka rumus – rumus yang didapatkan secara
11
teoritis harus diberi koefisien koreksi. Ada tiga macam koefisien lubang
“orifice coefficients” yang dominan yaitu : (Yuwono, 1984 : 52)
2.5.1. Koefisien Konstraksi (coefficient of contraction)
Koefisien konstraksi adalah nilai banding antara luas arus pada batas
konstraksi (vena contracta) dengan luas lubang.
𝐶𝑐 =𝐴𝑐
𝐴
Dimana :
Cc = Koefisien konstraksi
Ac = Luas arus pada batas konstraksi (m)
A = Luas lubang (m)
Nilai Cc biasa diambil : 0,64
2.5.2. Koefisien Kecepatan (coefficient of velocity)
Koefisien kecepatan adalah nilai banding antara kecepatan arus pada
batas konstraksi dengan kecepatan teoritis.
𝐶𝑣 =𝑉𝑐
𝑉𝑡ℎ
Dimana :
Cv = Koefisien kecepatan
Vc = Kecepatan arus pada batas konstraksi (m/s)
Vth = Kecepatan teoritis (m/s)
= √2. 𝑔. ℎ
𝑉𝑐 = 𝐶𝑣. √2. 𝑔. ℎ
Besarnya koefisien kecepatan tergantung kepada :
Tinggi air terhadap lubang (head)
12
Letak lubang
Ukuran dan bentuk lubang
Tabel Cv berikut ini diberikan oleh Weisbach
(Cv untuk lubang tajam Ø =1 cm)
H 2 cm 50 cm 3.5 m 17 m 102 m
Cv 0,959 0,967 0,957 0,991 0,994
Nilai Cv biasa diambil 0,97
2.5.3. Koefisien Debit (coefficient of discharge)
Koefisien debit yaitu nilai antara debit yang sebenarnya dengan
debitpteoritis.
𝐶𝑑 =𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑑𝑖𝑠𝑐ℎ𝑎𝑟𝑔𝑒
𝑇ℎ𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑑𝑖𝑠𝑐ℎ𝑎𝑟𝑔𝑒
𝑄 = 𝐶𝑣. 𝐶𝑐
𝑄 = 𝐶𝑣. 𝐶𝑐. √2. 𝑔. ℎ. 𝐴
𝑄 = 𝐶𝑑. 𝐴. √2. 𝑔. ℎ
Dimana :
Q = Debit sebenarnya (m3/s)
Cd = Koefisien debit (Cv.Cc)
A = luas permukaan penstock (m)
h = Tinggi air (m)
2.6. Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang terjadi dibawah air. Tekanan
ini diakibatkan gaya pada zat cair terhadap suatu luas bidang tekan pada
kedalaman tertentu.
P = h x ᵧ ...........................................(Yowono, 1984:15)
13
Dimana :
P : Tekanan hidrostatis (Kg/m2)
h : Tinggi tekan air (m)
ᵧ : Berat jenis air (Kg/m3)
2.7. Tekanan pada bidang horizontal
Besar tekanan dapat didefinifiskan gaya sebesar F tegak lurus dan
merata pada permukaan bidang A,
F =P.A (Kg) ......................... (Maryono, 2003:30)
Dimana :
P : Tekanan hidrostatis (Kg/m2)
F : Gaya (Kg)
A : Luas bidang (m2)
2.8. Gaya Gesek
Gaya yang memiliki arah melawan gerak benda. Gaya gesek muncul
apabila dua buah benda bersinggungan.
Gambar 2.5 Gaya gesek
(https://id.wikipedia.org/wiki/Gaya_gesek)
14
Gaya gesek dapat dicari dengan rumus :
Ff = µ x N (Kg)
Dimana :
Ff : Gaya Gesek (Kg)
µS : Koefisien Gaya Gesek
N : Gaya Normal (Kg)
2.9. Tekanan Pancar
Jika nilai gaya sama besar dengan nilai arah yang berlawanan, maka
kecepatan arah juga akan berubah. sehingga gaya pancaran mengenai suatu
penghalang, maka pancaran tersebut memiiki gaya FR terhadap penghalang
tersebut.
Gambar 2.6 Tekanan Pancar
(Sumber : Maryono, 2001)
Fr = ρ.Q.v.(1 – cosα) (Kg) (Maryono, 2001)
Dimana:
ρ : Massa jenis air (1.000 kg/m3)
Q : Debit air (m3/s)
v : Kecepatan aliran air (m/s)
α : Besar sudut penghalang (42˚)
Untuk mencari Kecepatan aliran air bisa menggunakan persamaan :
v = Q
A (m/s) (Maryono, 2001)
15
2.10. Poros Ulir Pendorong
Poros ulir pedorong berfungsi untuk menggerakan katup maju dan
mundur sesuai dengan putaran pada poros ulir, ketika poros berputar kearah
kanan maka katup (valve) akan bergerak mundur (membuka) begitu juga
sebaliknya apabila poros berputar kearah kiri maka katup akan maju
kedepan (menutup).
Tegangan pada ulir
Tegangan yang terjadi pada ulir pendorong atau pengangkat
diakibatkan oleh beban aksial dan torsi pada sekrup. Macam – macam
tegangan tersebut adalah :
Tegangan normal
Tegangan puntir
Tegangan geser akibat beban aksial
Tekanan bidang
2.10.1. Tegangan Normal
Tegangan normal berupa tarikan atau tekanan yang besar nya
sebagai berikut :
σ = 𝑊
𝐴𝑐 (kg/mm2)
Ac = 𝜋
4 dc2 (mm2)
Dimana
σ = Tegangan tarik atau tekan (kg/mm2)
W = Beban (Kg)
Ac = Luas penampang ulir (mm2)
dc = Diameter inti luar (mm)
2.10.2. Tegangan Geser Akibat Beban Aksial
Tegangan geser akibat beban aksial terjadi pada ulir baik pada ulir
luar (sekrup) atau ulir dalam (mur)
16
Tegangan Geser Pada Ulir Luar
𝜏 (sekrup) = 𝑊
𝜋.𝑑𝑐.𝑛.𝑡 (kg/mm2)
Dimana
w : Beban aksial (Kg)
n : Jumlah ulir
dc : Diameter inti ulir (mm)
t : Tebal ulir (mm)
Tegangan Geser Pada Ulir Dalam
𝜏 (mur) = 𝑊
𝜋.𝑑.𝑛.𝑡 (kg/mm2)
Dimana
w : Beban aksial (Kg)
n : Jumlah ulir
d : Diameter luar (mm)
t : Tebal ulir (mm)
2.10.3. Tekanan Permukaan Bidang
Tekanan tergantung pada pelumasan bidang kontak ulir. Maka unruk
mencari tekanan permukaan (qa) sebagai berikut :
qa = 𝑊
𝜋
4 (𝑑2−𝑑𝑐2)
(Kg/mm2)
Dimna :
qa : Tekanan permukaan bidang ulir (Kg/mm2)
W : Beban (Kg)
n : Jumlah ulir
dc : Diameter inti ulir (mm)
d : diameter luar (mm)
Perlu diketahui bahwa :
17
𝜋
4 (𝑑2 − 𝑑𝑐2) =
𝑑−𝑑𝑐
2
𝑑−𝑑𝑐
2
= 𝑑1 𝑝
2
= 𝑑1 𝑡
Sehingga persamaan menjadi :
qa = 𝑊
𝜋.𝑑1.𝑡.𝑛 (Kg/mm2)
Dimana :
qa : Tekanan permukaan bidang (Kg/mm2)
W : Beban (Kg)
n : Jumlah ulir
d1 : Diameter rata –rata (mm)
t : Tebal ulir (mm)
p : Jarak bagi (mm)
Tabel 2.1 Tekanan Permukaan
(Sularso dan suga, 1978)
18
Tabel 2.2 Tekanan permukaan dan kecepatan
(Sumber : Sularso dan suga, 1978)
2.10.4. Torsi Pada Poros
Untuk merencanakan transmisi penggerak perlu diketahui sebuah
poros ulir yang mendorong suatu valve agar bisa menahan gaya teknanan
dari air. Untuk mencari torsi pada poros dapat menggunakan persamaan
berikut :
T = W.tg ( α +Ø ) 𝑑1
2 .................. (Timoshenko,1987:79)
Dimana :
T : Torsi (Kg.mm)
W : beban (Kg)
α : sudut ulir
Ø : sudut gesek
d1 : diameter rata – rata (mm)
2.10.5. Tegangan Geser Pada Torsi
Apabila torsi (T) dibebankan pada suatu diameter poros, maka Tegangan
geser yang terjadi dapat di ketahui menggunkan persamaan berikut :
(Sularso dan suga, 1978)
τg =
16.𝑇
𝜋.𝑑3 (Kg/mm2) (Sularso dan suga, 1978)
19
dimana :
τg : Tegangan geser (Kg/mm2)
d : Diameter poros (mm)
T : Torsi (kg.mm)
2.11. Roda Gigi
Bagian suatu mesin yang berputar, roda gigi juga berfungsi untuk
meneruskan daya. Roda gigi mempunyai gigi – gigi yang saling
bersinggungan dengan roda gigi yang lain. (Sularso dan suga,1978:211)
Gambar 2.7 Klasifikasi Roda Gigi
(Sumber : Sularso dan suga, 1978:213)
Jenis – jenis Roda gigi :
1. Roda gigi lurus (spurs gear)
2. Roda gigi miring (helical)
3. Roda gigi cacing
4. Roda gigi kerucut
5. Roda gigi miring sliding
20
2.11.1. Profil Roda Gigi Kerucut Lurus
Roda gigi kerucut yang berkait dapat diwakili oleh dua bidang
kerucut dengan titik puncak berhimpit dan saling menggelinding tanpa
terjadi slip. Roda gigi kerucut yang memiliki alur gigi lurus dan mengarah
ke puncak disebut “roda gigi kerucut” berikut adalah nama bagian roda gigi
kerucut :
sumbu poros roda gigi kerucut umumnya berpotongan pada sudut
900 bentuknya seperti “roda gigi militer” yang memiliki sudut kerucut
sebesar 450 dan roda gigi mahkota yang memiliki sudut kerucut jarak bagi
900. (Sularso dan suga, 1978:267)
Gambar 2.8 Roda Gigi Kerucut Istimewa
(Sularso dan suga, 1978: 267)
21
Untuk menghitung sudut puncak pada roda gigi kerucut dapat
menggunkana persamaan berikut :
tan 𝛾 = 𝑁𝑝
𝑁𝐺 dan tan Г =
𝑁𝐺
𝑁𝑝
dimana :
NP : Jumlah gigi pinion
NG : Jumlah gigi roda gigi
𝛾 : sudut puncak pinion
Г : sudut puncak roda gigi
Gigi lurus standar dari roda gigi kerucut ditpotong menggunakan
sudut tekan 200 dengan addendum dan dedendum yang tidak sama, dan juga
kedalaman gigi yang penuh. Hal ini akan menambah perbandingan kontak,
menghindari kurang potong, dan menambah kekuatan dari pinyon.
2.12. Pasak
Pasak ialah bagian dari mesin yang berfungsi menjaga hubungan
putaran relatif antara poros. (Sularso dan suga, 1978:23) Perhitungan dari
pasak dilakukan berdasarkan besarnya torsi dan jenis pasak yang dipilih.
Untuk membantu perhitungan, maka menggunakan tabel ukuran pasak.
Macam – macam jenis pasak :
1. Pasak memanjang
Pasak mememanjang biasanya disebut spie, spie menerima gaya
pasak atau gaya yang bekerja terbagi secara merata.(Niemann, G, 1992)
2. Pasak melintang
Pasak melintang biasanya disebut dengan pena, pena menerima
gaya melintang penampang pena. Niemann, G, 1992)
22
Perhitungan kekuatan pasak memanjang
Gambar 2.9 Pasak Memanjang
Kekuatan pasak dapat ditinjau terhadap tegangan geser dan kekuatan bidang
2.11.1. Tegangan Geser
Besarnya torsi (T) dan gaya (F) dihitung berdasarkan daya (P) dan
putaran (n) yang di teruskan oleh poros
T = 60.𝑃
2.𝜋.𝑛 (Kg.mm) dan F =
𝑇
𝑑/2 (Kg)
Gaya (F) menimbulkan tegangan geser pada luas penampang pasak (A =
bxl) gaya dapat dinyatakan sebagai :
F = 𝜏𝑔.b.L (Kg)
Dimana :
F : Gaya tangensial (Kg)
T : Torsi (Kg.mm)
n : Jumlah putaran (rpm)
d : Diameter poros (mm)
h : Tinggi (mm)
p : Daya (watt)
τg :Tegangan geser (Kg/mm2)
2.11.2. Tekanan Bidang Permukaan
Bidang pada sisi pasak dengan poros dan naf mengalami tekanan
akibat gaya (F). Besarnya tekanan bidang sisi pasak dan naf dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
23
Pa = 𝐹
𝐿.ℎ1 (Kg/mm2)
Dimana :
Pa : Tekanan bidang (Kg/mm2)
F : Gaya (Kg)
h1 : Tinggi pasak bagian atas (mm)
L : Panjang pasak (mm)
Besar sebuah pasak tidak boleh meliebihi tekanan (Pa) yang
terlemah agar sambungan tetap aman. Karena pasak dan juga naf tidak
selalu dibuat dengan bahan yang sama. Bahan yang digunakan untuk
membuat naf biasanya adalah besi tuang dan baja tuang dan bahan pasak
adalah baja.
Bidang pada sisi pasak dan poros juga mengalami tekanan bidang Pa
yang besarnya bisa dicari melalui persamaan berikut :
Pa = 𝐹
𝐿.ℎ2 (Kg/mm2)
Dimana :
Pa : Tekanan bidang (Kg/mm2)
h2 : Tinggi pasak bagian bawah (mm)
L : Panjang pasak (mm)
Besarnya tekanan bidang, berdasarkan distribusi tekanan bidang
adalah setengah dari tekanan bidang maksimum. Dapat di cari melalui
persamaan berikut :
Pa = 1
2 Pa maks (Kg/mm2)
Dimana :
24
Pa = Tekanan bidang (Kg/cm2)
Pa maks = Tekanan bidang maksimum (Kg/cm2)
Persamaan diatas menghasilkan rumus :
F = 2
3 𝑏.𝐿
ℎ b1
1
2 Pa maks (Kg)
Besarnya tekanan bidang (Pa) pada besi tuang 300 – 600 kg/cm2 dan
pada baja tuang 400 – 800 kg/cm2. Harga terkecil untuk pembebanan berubah
dan harga terbesar untuk pembebanan statis.
Tabel 2.3 tabel ukuran pasak
(Sumber : Khurmi dan gupta, 1982)