5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit jeruk
Jeruk merupakan buah yang banyak digemari oleh masyarakat dan memiliki banyak
manfaat bagi kesehatan, kecantikan dan kebutuhan industri. Begitu pula dengan kulit jeruk.
Kulit jeruk mengandung berbagai zat, yang paling dominan adalah minyak atsiri dan pektin
(Friatna dkk, 2011)
Minyak atsiri mempunyai sifat berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya.
Bau wanginya yang pekat dapat digunakan sebagai bahan pembuat parfum, pengharum
ruangan, dan penambah citra rasa makanan.
Kandungan minyak atsiri pada kulit jeruk sebesar 2,49%. Secara kimiawi, kulit jeruk
mengandung atsiri yang terdiri atas komponen seperti terpen, sesquiterpen, aldehida, ester dan
sterol. Kandungan terbesar yang ada pada minyak atsiri jeruk adalah limonen sebanyak 70-92%
tergantung dari jenis jeruknya. Kandungan minyak atsiri pada pembuatan kemasan tidak
diperlukan karena dapat mempengaruhi bau dan menyebabkan keretakan kemasan sehingga
perlu dihilangkan (Naibaho, 2010).
Kulit jeruk juga mengandung pektin sebesar 15-25% (Regiandira, 2015). Pektin
merupakan polimer asam yang ada pada kulit buah. Pektin dapat membentuk gel bila dicampur
dengan gula pada suhu tinggi . Nilai kandungan pektin dan limonen yang ada pada berbagai
jenis kulit jeruk disajikan pada Tabel 2.1
Jeruk manis memiliki kandungan pektin yang lebih besar dibanding jeruk Mandarin,
Bali dan Lemon. Kandungan limonen tertinggi dimiliki oleh jeruk bali kemudian jeruk manis,
mandarin dan lemon. Dari sisi ketersediaannya, jeruk mandarin paling banyak tersedia di
pasaran dibanding jeruk lainnya. Dari keempat jenis jeruk tersebut jeruk mandarin digunakan
pada penelitian ini. Adapun gambar buah jeruk mandarin disajikan pada Gambar 2.1
6
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
Gambar 2. 1 Jeruk mandarinSumber gambar : Bibit Bunga
Jeruk Mandarin termasuk ke dalam jenis yang sama dengan jeruk keprok. Kedua buah
jeruk tersebut memiliki karakteristik kulit yang mudah dikupas dan memiliki daging buah
oranye tua apabila sudah matang (Nurwahyuni,2016)
Menurut Backer dan Bakhhuizen (1965), Klasifikasi jeruk Mandarin termasuk dalam
kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, keluarga Rutaceae, genus Citrus dan spesies Citrus
reticulate.
2.2 Kulit pisangKulit pisang merupakan buangan dari limbah buah pisang yang belum banyak
termanfaatkan. Kulit pisang mengandung senyawa pati, protein, sukrosa, serat, air, gula
pereduksi, dan pektin. Kandungan lainnya yang terdapat pada kulit pisang disajikan dalam
Tabel 2.2
7
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
Kulit pisang memiliki kandungan pati sebanyak 18,50% dari 100 gram. Kulit pisang
juga memiliki kandungan pektin sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama
pembuatan edible film (Nurfajrin, 2015). Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat
yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosidik (Kaban, 2012). Kandungan pektin pada berbagai
jenis pisang disajikan dalam Tabel 2.3Tabel 2.3 Kandungan pektin Kulit Pisang
Penggunaan pektin yang paling umum adalah sebagai bahan perekat. Pemanfaatannya
meluas menjadi bahan baku pembuatan kemasan pangan. Kulit pisang tidak dapat membentuk
kemasan pangan apabila tidak ditambahkan bahan polimer alam lainnya, karena sifat
mekaniknya akan rapuh, tipis dan mempunyai kualitas yang buruk. Pisang ambon memiliki
kandungan pektin paling besar, sehingga memungkinkan pembentukan gel pada pembuatan
kemasan lebih kuat. Gambar pisang Ambon disajikan pada Gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Pisang AmbonSumber Gambar : Kerjanya.net
Menurut Satuhu dan Supriyadi (2008), klasifikasi tanaman pisang Ambon termasuk
dalam divisi Mahnoliophyta, kelas Liliopsida keluarga musaceae, genus Musa dan spesies
Musa paradisiaca var. sapientum
2.3 Kemasan panganKemasan pangan diperlukan sebagai wadah atau pembungkus pangan. Peran kemasan
pangan lainnya yaitu untuk melindungi bahan pangan dari bahaya pencemaran lingkungan luar
8
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
dan memudahkan untuk dibawa. Jenis-jenis kemasan pangan yang paling umum digunakan
adalah kemasan kertas dan plastik.
1) Kemasan kertas
Kemasan kertas adalah kemasan yang terbuat dari bahan dasar kayu. Kayu terdiri dari
50% selulosa, 30% lignin, dan 20% karbohidrat, resin, tannin dan gum. Penggunaannya yang
fleksibel, kuat serta ramah lingkungan membuat kemasan kertas banyak digunakan. Terdapat
berbagai jenis kemasan kertas seperti kertas minyak, kertas perkament dan karton (paper
board). Kertas minyak tahan terhadap minyak sehingga dapat digunakan untuk mengemas
makanan seperti keju. Kertas perkament bersifat tahan terhadap lemak dan bersifat lebih kasar
dari kertas minyak, biasanya digunakan sebagai pengemas daging. Kertas karton (paper board)
bentuknya lebih tebal, biasanya digunakan sebagai pembuatan dus (box) dengan berbagai
bentuk. Kelebihan dari kemasan kertas yaitu harganya yang murah, mudah diperoleh, dapat
dibentuk dan dibuat desain menarik. Kekurangannya yaitu sensitif terhadap air sehingga
kemasan kertas tidak cocok dalam mengemas produk cair (Zulkarnain, 2015). Persyaratan mutu
kertas dan karton untuk kemasan pangan dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Syarat mutu kertas dan karton untuk kemasan pangan
9
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
2) Kemasan PlastikKemasan plastik memiliki sifat ringan, mudah dibentuk dan tahan terhadap air.
Kelebihan dari penggunaan kemasan plastik ini yaitu bentuknya yang fleksibel dan harganya
relatif murah tergantung dari jenis plastiknya. Kekurangannya yaitu sifatnya yang tidak tahan
panas dan berpotensi melepaskan migran berbahaya yang berasal dari sisa monomer polimer
plastik, serta bahannya yang sulit terdegradasi (Tabel 1.1), sehingga dapat mencemari
lingkungan. Jenis-jenis kemasan plastik diantaranya polietilen (PE), polietilen tereftalat (PET),
polipropilen (PP), polivinil klorida (PVC), polistiren (PS) (Zulkarnain, 2015). Kode plastik dan
penggunaannya disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Kode daur ulang plastik dan penggunaannya
Salah satu jenis kemasan yang cukup banyak digunakan di kalangan masyarakat adalah
jenis polistirena terutama postirena foam atau yang dikenal dengan nama styrofoam. Styrofoam
dapat digunakan untuk kemasan makanan maupun kemasan barang. Styrofoam kurang baik
digunakan sebagai kemasan makanan karena terdapat migrasi monomer stirena. Laju migrasi
monomer stirena lebih tinggi pada makanan berlemak dibanding makanan berair, akibat sifat
stirena yang larut dalam lemak dan alkohol. Makanan atau minuman yang memiliki nilai lemak
tinggi tidak cocok dikemas menggunakan styrofoam (Ilsi, 2002). Karakteristik styrofoam dapat
dilihat pada Tabel 2.6
10
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
Tabel 2.6 Karakteristik styrofoam
Styrofoam merupakan plastik yang memiliki karakteristik khusus seperti sifatnya yang
sangat ringan, kaku, tahan bocor dan murah. Umumnya styrofoam digunakan sebagai kemasan
makanan siap saji. Styrofoam memiliki kemampuan untuk mempertahankan pangan yang panas
atau dingin, mempertahankan kesegaran dan keutuhan pangan yang dikemas, kenyamanan
ketika dipegang, serta sifatnya yang inert (Ramadhani, 2016). Styrofoam dapat
mempertahankan suhu karena memiliki sifat insulator, hal ini disebabkan oleh struktur yang
tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah dan terdapat ruang antar butiran yang berisi
udara yang tidak dapat menghantarkan panas (Arifiya, 2013). Sifat inert pada penggunaaan
styrofoam tidak berbahaya bagi kesehatan, namun terdapat kemungkinan terjadinya migrasi
dari monomer stirena ke dalam pangan yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan, seperti
gangguan pada reproduksi, kanker dan penurunan daya pikir (Rahardjo,2008). Penggunaan
styrofoam pun dapat mencemari lingkungan, karena sifatnya yang sulit terdegradasi.
Semakin tinggi suhu, lama kontak dan kadar lemak suatu pangan yang dikemas oleh
styrofoam, akan semakin besar migrasinya. Minuman beralkohol atau bersifat asam juga dapat
meningkatkan laju migrasi. Monomer stirena ditemukan dalam minuman yoghurt yang
menggunakan kemasan polistirena dengan kadar 0,0025-0,0346 ppm, semakin lama yoghurt
disimpan dalam kemasan ini maka kadar stirena akan terus bertambah. Kadar stirena sebesar
0,0592 ppm ditemukan dalam krim mentega setelah 24 hari disimpan dalam kemasan
11
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
polistirena, 0,0093 ppm dalam keju setelah disimpan 27 hari dan 0,0227 ppm dalam madu
setelah disimpan 120 hari. Migrasi terbesar yaitu 0,235 ppm ditemukan dalam sampel krim
asam yang dikemas dalam polistirena kaku (styrofoam). (BPOM RI 2008 dalam Arifiya, 2013)
3) Kemasan pangan biodegradableKemasan biodegradable atau kemasan bioplastic merupakan kemasan yang dapat
didaur ulang atau dapat dihancurkan secara alami oleh mikroorganisme. Kemasan
biodegradable atau disebut juga kemasan yang ramah lingkungan dibuat dari bahan yang
berasal dari bahan-bahan biodegradable, sehingga pengolahan atau penguraiannya pun ramah
lingkungan karena dapat terdegradasi oleh tanah. (Matondang, 2013). Kemasan tersebut dapat
menggantikan kemasan makanan saat ini yang kurang aman terhadap kesehatan dan berdampak
buruk pada lingkungan karena sulit terdegradasi.
Kemasan dapat terbentuk karena adanya ikatan polimer didalamnya. Pada kemasan
biodegradable, polimer yang digunakan berasal dari bahan alam, seperti kitosan, karagenan,
tepung, dan bahan perekat lainnya yang bisa menyusun dan mengikat rantai polimer.
Sifat mekanik kemasan biodegradable yang umum dijadikan standar kekuatan dari
kemasan adalah uji tarik. Uji tarik digunakan untuk menentukan seberapa kuat kemasan dalam
menahan beban. Kekuatan tarik suatu bahan merupakan parameter mutu bahan secara mekanik
(Dwiputri, 2015).
Untuk mengetahui sifat biodegradable dari kemasan dilakukan pengujian uji
biodegradabilitas menggunakan enzim, mikroorganisme atau penguburan. American Society
for Testing Metrials (ASTM) mengeluarkan standar spesifikasi untuk plastik yang dapat
dikompos (D6400-99), termasuk di dalamnya nilai biodegradasi yang sebanding dengan bahan
yang diketahui dapat dikompos. Menurut standar kemasan internasional (ASTM 5336),
lamanya kemasan untuk dapat terurai sempurna suatu kemasan membutuhkan waktu 60 hari.
2.4 Bahan pembuatan kemasan biodegradable/ramah lingkungan
1) Tepung tapiokaTepung tapioka atau biasa dikenal tepung kanji adalah tepung yang diperoleh dari umbi
akar ketela pohon (singkong). Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan
bahan pengikat dalam industri pangan, industri farmasi, dan lain sebagainya. Tapioka juga
banyak digunakan sebagai bahan baku pewarna putih alami pada industri pangan dan industri
tekstil.
12
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
Tapioka adalah nama yang diberikan untuk produk olahan dari akar ubi kayu (cassava).
Analisis terhadap akar ubi kayu yang khas mengidentifikasikan kadar air 70%, pati 24%, serat
2%, protein 1% serta komponen lain (mineral, lemak, gula) sebesar 3% (Sihombing, 2014).
Kandungan nutrisi yang terdapat pada tepung tapioka disajikan pada Tabel 2.7
Tabel 2.7 Kandungan nutrisi Tepung Tapioka
Kandungan pati pada tepung tapioka cukup besar, sehingga sering digunakan dalam
industri makanan dan farmasi. Terdapat dua jenis pati, yaitu pati alami dan pati termodifikasi.
Pati dalam bentuk alami adalah pati yang belum mengalami perubahan sifat fisik dan kimia
atau diolah secara kimia-fisika. Pati alami dapat menyebabkan permasalahan yang berhubungan
dengan kestabilan rendah, sehingga dilakukan modifikasi pati secara fisik maupun kimia.
Menurut Wurzburg dalam Amrinola (2015), modifikasi pati adalah pati yang diberi perlakukan
tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat
sebelumnya atau merubah beberapa sifat lainnya.
Pati seringkali pula digunakan sebagai bahan polimer alami dalam pembuatan kemasan
pangan karena penggunaannya sebagai bahan pengental dan pengikat dimana kandungan
didalamnya terdapat amilosa yang memberikan sifat keras dan amilopektin yang menyebabkan
sifat lengket. Amilosa berperan lebih penting dan berpotensi sebagai bahan pendukung dalam
pembuatan kemasan pangan, karena pembentukan gelnya yang kuat (Patriani, 2016).
13
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
2) KaragenanKaragenan adalah senyawa hidrokoloid yang merupakan polisakarida rantai panjang
yang diekstraksi dari rumput laut jenis karaginofit. Karagenan merupakan polisakarida atau
molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa (Lubis, 2013).
Dalam produk pangan, karagenan memiliki sifat sebagai pencegah kristalisasi,
pengemulsi, pembentukan gel, pengental, dan penggumpal. Kelarutan karagenan dalam air
dipengaruhi temperatur, pH, dan zat-zat terlarut lainnya. Karagenan dapat membentuk gel
secara reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada
saat dipanaskan. Daya kelarutan karagenan pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel 2.8
Tabel 2.8 Daya kelarutan karagenan pada berbagai media
Karagenan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kemasan pangan. Upaya tersebut
dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan karagenan. Karagenan dapat membentuk gel yang
baik, elastis, dan dapat dimakan. Disamping kelebihan, karagenan memiliki kelemahan yaitu
kemampuannya yang rendah terhadap transfer uap air.
Daya kelarutan karagenan berpengaruh pada pembuatan kemasan. Karagenan jenis
kappa bersifat kurang hidrofilik dibandingkan dengan iota dan lamda. Hidrofilik merupakan zat
yang dapat dilarutkan dalam air (Sridianti, 2017). Kurang hidrofilik berarti kurang untuk dapat
dilarutkan dalam air, hal ini dapat mempengaruhi pembuatan kemasan. Karagenan kappa dapat
membentuk gel yang lebih banyak dibandingkan karegenan iota dan lamda.
14
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
3) KitosanKitosan merupakan senyawa polimer alam turunan kitin yang dipisahkan dari limbah
perikanan, seperti kulit udang yang memiliki kandungan kitin 15-20% (Mardiyah, 2013).
Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopolimer
berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning dan tidak berbau. Kitosan dapat
diaplikasikan dalam bidang farmasi, pertanian, lingkungan industri dan pangan.
Rismana dalam Rahman (2012) menyatakan bahwa sifat-sifat kimia kitosan antara lain
mempunyai gugus amino aktif dan mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam. Kitosan
memiliki sifat basa, sehingga bisa menjadikan kitosan larut dalam media asam encer
membentuk larutan kental dan membentuk gel. Sifat-sifat biologi kitosan antara lain bersifat
biokompatibel artinya sebagai polimer alami tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun,
tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba. Sifat fisiknya yaitu mudah dibentuk
menjadi larutan, pasta, serat, spons.
Kitosan dapat digunakan sebagai bahan pelapis suatu bahan pangan, sifatnya yang
merupakan antimikrobakterial dan merupakan bahan pengawet dari bahan alam sehingga
kitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pendukung pembuatan kemasan pangan. Kitosan
juga mudah untuk terdegradasi dan mudah digabungkan dengan materi lainnya (Hartatik,2014).
Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari 6,5,
sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan tidak larut dalam air, aseton dan
alkohol, tetapi lebih larut dalam asam asetat dan asam formiat encer. Kelarutan kitosan dalam
asam lainnya disajikan pada Tabel 2.9Tabel 2.9 Kelarutan kitosan dalam larutan asam
15
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
4) Asam asetatAsam asetat atau lebih dikenal dengan asam cuka (CH3COOH) adalah suatu senyawa
berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut
di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter.
Asam asetat adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam
asetat mudah bercampur dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform, dan
heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan
secara luas dalam industri kimia dan laboratorium (Hasibuan, 2015).
Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa
asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Asam asetat digunakan
sebagai pengatur keasaman dalam industri makanan. Asam asetat dapat digunakan pula sebagai
bahan pengawet untuk beberapa jenis makanan dan merupakan pengawet makanan secara
tradisional.
2.5 Metode pengolahan1) Distilasi uap
Terdapat beberapa metode penghilangan minyak atsiri yaitu dengan cara pengepresan,
leaching dan distilasi uap. Berdasarkan penelitian Kurniawan (2008), perbandingan hasil
metode penghilangan minyak atsiri pada distilasi uap sebanyak 94,70%, pengepresan 1,453%
dan leaching sebanyak 0,013% . Oleh karena itu, metode yang digunakan untuk menghilangkan
minyak atsiri pada kulit jeruk adalah distilasi uap. Distilasi uap merupakan suatu metode
pemisahan bahan kimia berdasarkan berbedaan kecepatan atau kemudahan menguap bahan
(Putra, 2014). Proses destilasi uap lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan
terhadap suhu tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan. Pada umumnya
lebih banyak digunakan untuk minyak atsiri. Keuntungan dari metode ini antara lain adalah
kualitas ekstrak yang dihasilkan cukup baik, suhu dan tekanan selama proses ektraksi dapat
diatur serta waktu yang diperlukan singkat (Nurcahyo, 2015).
2) PencampuranPencampuran merupakan proses tercampurnya suatu bahan ke bahan lain untuk
menghasilkan larutan yang homogen. Berdasarkan sifat bahannya pencampuran terbagi
menjadi pencampuran bahan cair, pencampuran bahan viskos dan pencampuran bahan padat.
Pencampuran bahan cair memiliki karakteristik bahan yang dicampur air, saat melakukan
16
Pemanfaatan Kulit Jeruk dan Kulit Pisang sebagai Alternatif Bahan Kemasan PanganRamah Lingkungan, Juli 2017
proses pencampuran, tidak membutuhkan tenaga yang lebih besar. Pencampuran bahan viskos
memiliki karakteristik viskositas bahan yang tinggi, sehingga tenaga yang diperlukan saat
melakukan pencampuran cukup besar. Pencampuran bahan padat memiliki karakteristik yang
sama seperti cair, sehingga tidak membutuhkan tenaga yang lebih besar saat melakukan proses
pencampuran. (Ediamanta,2015)