Download - Bab II Phbs Ctps
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Data Geografi Puskesmas Pagatan
Puskesmas Perawatan Pagatan terletak di desa Pasarbaru, Kecamatan
Kusan Hilir yang terhampar dari 03033’11”- : 03038’14” LS dan 115047’4”-
115094’43”BT dan Jarak antara Puskesmas Perawatan Pagatan dengan Ibu Kota
Kabupaten ± 21 km.
Batas Wilayah kerja Puskesmas Perawatan Pagatan adalah:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Batulicin
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sei.Loban dan Puskesmas Pulau
Tanjung
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Laut
7
Luas wilayah Kerja Puskesmas Peawatan Pagatan Kecamatan Kusan Hilir
202,25 Km2 dengan jumlah 27 desa 1 kelurahan.
2.2 Data Demografi Puskesmas Pagatan
Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Pagatan
Kecamatan Kusan Hilir 36.831 jiwa, jumlah KK 10024, terdiri dari laki-laki
18.450 jiwa dan perempuan 18.381 jiwa. Data penduduk perdesa / kelurahan
seperti data tabel di bawah ini
Tabel 1. Data penduduk wilayah puskesmas Pagatan Tahun 2014
NO Kecamatan Jumlah Penduduk1 Kota Pagatan 3.0442 Kampung Baru 1.9923 Tanete 6284 Penyalongan 4815 Muara Pagatan 8746 Muara Tengah 7267 Mudalang 1.8388 Pulau Satu 9689 Rantau Panjang Hulu 42710 Rantau Panjang Hilir 1.02511 Api-api 1.05212 Saring Sei Bubu 1.17513 Pakatellu 78614 Manurung 1.55115 Batarang 42116 Mekar Jaya 41617 Betung 1.10018 Pulau salak 45019 Beringin 55920 Sei Lembu 1.02321 Gusunge 79122 Wiritasi 1.90223 Juku eja 1.41124 Pejala 1.78125 Pasarbaru 2.90326 Batuah 4.89627 Pagaruyung 1.89128 Barugelang 1.020
Jumlah 36.831
8
2.3 Sumber Daya dan Sarana Kesehatan Puskesmas Pagatan
Sumber daya manusia (SDM) Puskesmas Perawatan Pagatan berjumlah
93 Orang. Sarana Kesehatan yang ada di wilayah Kecamatan Perawatan Pagatan
terdiri dari : Puskesmas Induk beserta tempat ruang rawat inap, Puskesmas
Pembantu 3 buah, Poskesdes 16 buah, Polindes 2 buah, Posyandu 28 buah,
Posyandu Lansia 4 buah.
2. 4 Sarana Pendidikan Puskesmas Pagatan
Tingkat pendidikan masyarakat akan mempunyai pengaruh terhadap
pelaksanaan program. Dengan tingkat pendidikan yang cukup program-program
yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang optimal. Begitu juga sebaliknya.
Sarana- sarana pendidikan yang ada di wilayah Puskesmas Perawatan Pagatan
yaitu :
1. SMA Negeri : 1 buah
2. SMK Negeri : 1 buah
3.Madrasah Aliah Negeri : 1 buah
3. SMA Swasta : 1buah
4. Madrasah Tsanawiah Negeri : 1 buah
5. SMP Negeri : 5 buah
6. SMP Swasta : 1 buah
5. Madrasah Sanawiah Swasta : 1 buah
6. Sekolah Dasar / Sederajat : 28 buah
8. Taman Kanak-Kanak : 25 buah
Sumber : UPK 2014
9
2.5 Program PHBS
Tabel 2. Rekapitulasi PHBS 4 Tatanan Wiayah Kerja Puskesmas Perawatan Pagatan Tahun 2013
NO TATANAN PHBS1. SEKOLAH
a. SDN MUDALANG Tidakb. SDN BATUAH 3 Tidakc. SDN BATUAH 1 Tidakd. SDN BATUAH 2 YAe. SDN KOTA PAGATAN 1 Tidakf. SDN KOTA PAGATAN 2 Tidakg. SMKN 1 KUSAN HILIR Tidakh. SDN MUHAMADIYAH YAi. SDN PASAR BARU 1 YAj. SDN PASAR BARU 2 YA
2. TEMPAT-TEMPAT UMUMa. Warung Darma Tidakb. Kios Batarang Tidakc. Warung makan mama lina Tidakd. Langgar Desa Mekar jaya Tidake. Pasar Tradisional Tidak
3. TEMPAT-TEMPAT KERJAa. KANTOR KEPALA DESA MUDALANG Yab. KANTOR KEPALA DESA MEKAR JAYA Tidakc. KANTOR KEPALA DESA BATUAH Yad. KANTOR KEPALA DESA BATARANG Tidake. KANTOR KEPALA DESA JUKU EJA Tidak
4. INSTITUSI KESEHATANa. PKD BATUAH YAb. PKD MEKAR JAYA YAc. PKD MUDALANG YAd. PKD BATARANG YAe. PUSKESMASPERAWATAN PAGATAN YA
10
2.6 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2.6.1 Definisi
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup yang dapat
diamati secara langsung maupun tidak langsung yang dapat diamati oleh pihak
luar. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang
berhubungan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan,
minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan
kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007).
Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih dengan
segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang disebut kurikulum.
Sekolah adalah tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar secara formal,
dimana terjadi transformasi ilmu pengetahuan dari para guru atau pengajar kepada
anak didiknya. Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak, maka disamping keluarga sebagai pusat
pendidikan, sekolah juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk
pembentukan pribadi anak (Adznan, 2013).
PHBS di sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan
masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktekkan
PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sekolah adalah
11
lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih dengan segala aktifitasnya
direncanakan dengan sengaja disusun yang disebut kurikulum (Adznan, 2013).
PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk
menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun
pada keluarga, artinya harus ada komunikasi antara kader dengan
keluarga/masyarakat untuk memberikan informasi dan melakukan pendidikan
kesehatan (Depkes RI, 2007)
2.6.2 Tujuan PHBS
PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan,
keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi,
memberikan informasi dan edukasi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku melalui pendekatan advokasi, bina suasana (social support), dan gerakan
masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat
dalam rangka menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Aplikasi paradigma hidup sehat dapat dilihat dalam program Perilaku Hidup
Bersih Sehat (Depkes RI, 2008).
Kebijakan pembangunan kesehatan ditekankan pada upaya promotif dan
preventif agar orang yang sehat menjadi lebih sehat dan produktif. Pola hidup
sehat merupakan perwujudan paradigma sehat yang berkaitan dengan perilaku
perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang berorientasi sehat dapat
meningkatkan, memelihara, dan melindungi kualitas kesehatan baik fisik, mental,
spiritual maupun sosial (Ningrum, 2012).
12
Perilaku hidup sehat meliputi perilaku proaktif untuk:
a. Memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan cara olah raga teratur dan
hidup sehat
b. Menghilangkan kebudayaan yang berisiko menimbulkan penyakit
c. Usaha untuk melindungi diri dari ancaman yang menimbulkan penyakit
d. Berpartisipasi aktif daalam gerakan kesehatan masyarakat.
2.6.3 Sasaran PHBS
Sasaran PHBS menurut Depkes RI 2008 dikembangkan dalam lima
tatanan yaitu di rumah atau tempat tinggal, di tempat kerja, di tempat-tempat
umum, institusi pendidikan, dan di sarana kesehatan. Sedangkan sasaran PHBS di
institusi pendidikan adalah seluruh warga institusi pendidikan yang terbagi dalam:
a. Sasaran primer
Yaitu sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah
perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu/kelompok dalam
institusi pendidikan yang bermasalah).
b. Sasaran sekunder
Yaitu sasaran yang mempengaruhi individu dalam
institusi pendidikan yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang
tua murid, kader kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan
lintas sektor terkait.
13
c. Sasaran tersier
Merupakan sasaran yang diharapkan menjadi pembantu dalam mendukung
pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di
institusi pendidikan seperti, kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas,
Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.
2.6.4 Strategi PHBS
Kebijakan Nasional Promosi kesehatan menetapkan tiga strategi dasar
promosi kesehatan dan PHBS yaitu:
a. Gerakan Pemberdayaan (Empowerment)
Merupakan proses pemberian informasi secara terus menerus dan
berkesinambungan agar sasaran berubah dari aspek knowledge, attitude, dan
practice. Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga,
serta kelompok masyarakat.
b. Bina Suasana (Social Support)
Adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu
anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan.
Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana antara lain:
1. Pendekatan individu
2. Pendekatan kelompok
3. Pendekatan masyarakat umum
c. Advokasi (Advocacy)
Adalah upaya yang terencana untuk mendapatkan dukungan dari pihak-
pihak terkait (stakeholders). Pihak-pihak terkait ini dapat berupa tokoh
14
masyarakat formal yang berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan
dan penyandang dana pemerintah. Selain itu, tokoh masyarakat informal
seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan lain sebagainya dapat berperan
sebagai penentu kebijakan tidak tertulis dibidangnya atau sebagai
penyandang dana non pemerintah. Sasaran advokasi terdapat tahapan-tahapan
yaitu: (Ningrum, 2012)
1. Mengetahui adanya masalah
2. Tertarik untuk ikut menyelesaikan masalah
3. Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan
alternatif pemecahan masalah
4. Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu
alternatif pemecahan masalah
5. Memutuskan tindak lanjut kesepakatan
2.6.5 Manfaat PHBS
Manfaat PHBS di lingkungan sekolah yaitu agar terwujudnya sekolah
yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah
terlindungi dari berbagai ancaman penyakit, meningkatkan semangat proses
belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa, citra sekolah
sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat
orang tua dan dapat mengangkat citra dan kinerja pemerintah dibidang
pendidikan, serta menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain (Depkes RI,
2008).
15
2.6.6 Indikator PHBS
Beberapa indikator PHBS di lingkungan sekolah antara lain:
A. Mencuci Tangan dengan Air yang Mengalir dan Menggunakan Sabun
Perilaku cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun
mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, typus, cacingan,
penyakit kulit, hepatitis A, ispa, flu burung, dan lain sebagainya. WHO (World
Health Organization) menyarankan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
karena dapat meluruhkan semua kotoran yang mengandung kuman. Cuci tangan
ini dilakukan pada saat sebelum makan, setelah beraktivitas diluar sekolah, setelah
menyentuh hewan, dan sehabis dari toilet. Usaha pencegahan dan penanggulangan
ini disosialisasikan di lingkungan sekolah untuk melatih hidup sehat sejak usia
dini. Anak sekolah menjadi sasaran yang sangat penting karena diharapkan dapat
menyampaikan informasi kesehatan pada keluarga dan masyarakat. (World Health
Organization, 2009)
B. Mengkonsumsi Jajanan Sehat di Kantin Sekolah
Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung
pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam
masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak
tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama
dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. (Judarwanto,
2010)
Di sekolah siswa dan guru membeli atau konsumsi makanan/jajanan yang
bersih dan tertutup di warung sekolah sehat, hal ini dilakukan untuk mencegah
16
agar anak tidak sembarang jajan. Makanan yang sehat mengandung karbohidrat,
protein, lemak, mineral dan vitamin. Makanan yang seimbang akan menjamin
tubuh menjadi sehat. Makanan yang ada di kantin sekolah harus makanan yang
bersih, tidak mengandung bahan berbahaya, serta penggunaan air matang untuk
kebutuhan minum (Judarwanto, 2005; Adznan, 2013)
C. Menggunakan Jamban yang Bersih dan Sehat
Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang mencegah kontak
antara manusia dan tinja, membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga
serta binatang lainnya, mencegah bau yang tidak sedap dan konstruksi
dudukannya dibuat dengan baik, aman, dan mudah dibersihkan (STBM, 2009)
Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah jamban yang
memenuhi syarat kesehatan (leher angsa dengan septictank, cemplung tertutup)
dan terjaga kebersihannya. Jamba leher angsa (angsa latrine) adalah jamban leher
lubang closet berbentuk lengkung dengan demikian akan terisi air gunanya
sebagai sumbat sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-
binatang kecil. Jamban model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan
dalam kesehatan lingkungan. Jamban yang sehat adalah yang tidak mencemari
sumber air minum, tidak berbau kotoran, tidak dijamah oleh hewan, tidak
mencemari tanah disekitarnya, mudah dibersihkan dan aman digunakan (Hamzah,
2014)
D. Olahraga yang Teratur
Aktivitas fisik adalah salah satu wujud dari perilaku hidup sehat terkait
dengan pemeliharaan dan penigkatan kesehatan. Kegiatan olah raga disekolah
17
bertujuan untuk memelihara kesehatan fisik dan mental anak agar tidak mudah
sakit. Anak-anak harus dibiasakan atif ketika di sekolah baik ketika sebelum
masuk sekolah, istirahat, maupun ketik mengikuti pelajaran di sekolah khususnya
pelajaran pendidikan jasmani. Orang tua harus sadar bahwa anak yang tidak
mempunyai tingkat kebugaran jasmani yang baik dimungkinkan akan
mempengaruhi pretasi belajar di sekolah (Adi, 2010)
Dalam rangka meningkatkan kesegaran jasmani, perlu dilakukan latihan
fisik yang benar dan teratur agar tubuh tetap sehat dan segar. Dengan melakukan
olahraga secara teratur akan dapat memberikan manfaat antara lain: meningkatkan
kemampuan jantung dan paru, memperkuat sendi dan otot, mengurangi lemak
atau mengurangi kelebihan berat badan, memperbaiki bentuk tubuh, mengurangi
risiko terkena penyakit jantung koroner, serta memperlancar peredaran darah
(Adznan, 2010)
E. Memberantas Jentik Nyamuk
Kegiatan ini dilakukan dilakukan untuk memberantas penyakit yang
disebabkan oleh penularan nyamuk seperti penyakit demam berdarah.
Memberantas jentik nyamuk dilingkungan sekolah dilakukan dengan gerakan 3 M
(menguras, menutup, dan mengubur) tempat-tempat penampungan air (bak mandi,
drum, tempayan, ban bekas, tempat air minum, dan lain-lain) minimal seminggu
sekali. Hasil yang didapat dari pemberantasan jentik nyamuk ini kemudian di
sosialisasikan kepada seluruh warga sekolah (Merdawati, 2010).
18
F. Tidak Merokok di Sekolah
Kebiasaan merokok sudah menjadi budaya pada bangsa Indonesia.
Remaja, dewasa, bahkan anak-anak sudah tidak asing lagi dengan benda
mematikan tersebut. Perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja sering kita
lihat di berbagai tempat, misalnya di warung dekat sekolah, perjalanan menuju
sekolah, halte bus, kendaraan pribadi, angkutan umum, bahkan di lingkungan
rumah. Riset WHO memperkirakan bahwa orang yang mulai merokok pada usia
remaja (70% perokok pada usia dini) dan terus menerus merokok sampai 2 dekade
atau lebih, akan meninggal 20-25 tahun lebih awal dari orang yang tidak pernah
menyentuh rokok (Fahrosi, 2013).
Indikator PHBS adalah siswa dan guru tidak ada yang merokok di
lingkungan sekolah. Timbulnya kebiasaan merokok diawali dari melihat orang
sekitarnya merokok. Di sekolah siswa dapat melakukan hal ini mencontoh dari
teman, guru, maupun masyarakat sekitar sekolah. Banyak anak-anak menganggap
bahwa dengan merokok akan menjadi lebih dewasa. Merokok di lingkungan
sekolah sangat tidak dianjurkan karena rokok mengandung banyak zat berbahaya
yang dapat membahayakan kesehatan anak sekolah (Adznan, 2013).
G. Menimbang Berat badan dan mengukur tinggi badan
Siswa menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
Kegiatan penimbangan berat badan di sekolah untuk mengetahui pertumbuhan
dan perkembangan anak serta status gizi anak sekolah. Hal ini dilakukan untuk
deteksi dini gizi buruk maupun gizi lebih pada anak usia sekolah (Adznan, 2013)
19
H. Membuang sampah pada tempatnya
Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya. Mendidik anak untuk selalu membuang sampah pada
tempatnya akan dapat menekan angka penyakit yang dapat muncul di lingkungan
sekolah (Silalahi, 2010).
Sampah dibedakan menjadi:
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya.
a) Sampah anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan plastik
b) Sampah Organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan
sebagainya
2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
a) Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu
b) Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas
3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk
a) Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging
b) Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng, kaca (Silalahi, 2010).
Membuang sampah yang benar adalah dengan memisahkan sampah
menjadi 3 bagian yaitu:
(1) Sampah organik seperti buah atau makanan yang cepat busuk.
(2) Sampah non organik seperti botol plastik, kaleng minuman,kaca
(3) Sampah yang mudah terbakar seperti kertas atau plastik
20
2. 7. Cuci Tangan Pakai Sabun
2.7.1. Definisi
Mencuci tangan adalah perlakuan kepada tangan menggunakan air yang
bertujuan untuk mengurangi flora transien tanpa mempengaruhi flora residen pada
kulit. Penggunaan sabun dan/atau deterjen yang mengandung agen antiseptik
dapat digunakan untuk membantu efektifitas mencuci tangan. Cuci tangan
berguna untuk membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah
tangan dengan memakai sabun dan air. Kesehatan dan kebersihan tangan secara
bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua
tangan dan lengan serta mengurangi kontaminasi silang. 8
2.7.2. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
Perilaku cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang
penting. Mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun secara
bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian
dibilas di bawah air yang mengalir.9
Dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman
patogen melalui tangan. Peran tangan sebagai sarana transmisi kuman patogen
telah disadari sejak tahun 1840-an. Sejak itu banyak penelitian yang memastikan
bahwa dokter yang membersihkan tangannya dari kuman sebelum dan sesudah
memeriksa pasien dapatmengurangi angka infeksi di rumah sakit. Cuci tangan
menggunakan air saja tidaklah cukup untuk melindungi seseorang dari kuman
penyebab penyakit yang merugikan kesehatan. Dari berbagai riset, risiko
penularan penyakit dapat berkurang dengan adanya peningkatan perilaku hidup
21
bersih dan sehat, perilaku kebersihan, seperti cuci tangan pakai sabun. Perilaku
cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan
efektif dibandingkan dengan intervensi kesehatan dengan cara lain.10
2.7.3. Teknik Mencuci Tangan Yang Baik dan Benar dan Penggunan Sabun
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka mencuci tangan
haruslah dengan air bersih yang mengalir, baik itu melalui kran air atau
disiram dengan gayung, menggunakan sabun yang standar, setelah itu keringkan
dengan handuk bersih atau menggunakan tisu. Untuk penggunaan jenis sabun
dapat menggunakan semua jenis sabun karena semua sabun sebenarnya
cukup efektif dalam membunuh kuman penyebab penyakit. Teknik mencuci
tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir
dengan langkah- langkah sebagai berikut :2
1) Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.
2) Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan, akan lebih baik jika
sabun yang mengandung antiseptik.
3) Gosokkan pada kedua telapak tangan.
4) Gosokkan sampai ke ujung jari.
5) Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya)
dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan
tangan kiri, gosokkan sela-sela jari tersebut. Hal ini dilakukan pada kedua
tangan.
22
6) Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling
mengunci.
7) Usapkan ibu jari tangan kanan dengan punggung jari lainnya dengan
gerakan saling berputar, lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.
8) Gosokkan telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan
gerakan kedepan, kebelakang, berputar. Hal ini dilakukan pada kedua
tangan.
9) Pegang pergelangan kanan dengan pergelangan kiri dan lakukan gerakan
memutar. Lakukan pula pada tangan kiri.
10) Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
11) Keringkan tangan dengan menggunakan tissue atau handuk,
jika menggunakan kran, tutup kran dengan tisu
2.1 Gambar Langkah-langkah Mencuci Tangan
23
Karena mikroorganisme tumbuh berkembang biak di tempat basah dan di
air yang menggenang, maka apabila menggunakan sabun batangan sediakan
sabun batangan yang berukuran yang kecil dalam tempat sabun yang kering.
Hindari mencuci tangan di waskom yang berisi air walaupun telah
ditambahkan bahan antiseptik, karena mikroorganisme dapat bertahan dan
berkembang biak pada larutan ini. Apabila menggunakan sabun cair jangan
menambahkan sabun apabila terdapat sisa sabun pada tempatnya, penambahan
dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang baru dimasukkan.
Apabila tidak tersedia air mengalir, gunakan ember dengan kran yang dapat
dimatikan sementara menyabuni kedua tangan dan buka kembali untuk membilas
atau gunakan ember dan kendi/teko.
2.7.4. Manfaat Mencuci Tangan
Cuci tangan dapat mencegah beberapa penyakit. Berikut adalah penyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan memakai sabun:
1) Diare
Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum
ntuk anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian
terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat menurunkan
angka kejadian diare hingga 50%. Penyakit diare seringkali diasosiasikan
dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga
penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-
24
kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-
kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika mereka masuk mulut
melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang terkontaminasi,
makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau
terkontaminasi. Tingkat keefektifan mencuci tangan dengan sabun dalam
penurunan angka penderita diare dalam persen menurut tipe inovasi
pencegahan adalah: Mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air
olahan (39%), sanitasi (32%), pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air
(25%), sumber air yang diolah (11%).2
2) Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab kematian utama anak-
anak balita. Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi
saluran pernafasan ini dengan dua langkah : 1) dengan melepaskan patogen-
patogen pernafasan yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan,
2) dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus
entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gejala
penyakit pernafasan lainnya. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktik-
praktik menjaga kesehatan dan kebersihan seperti mencuci tangan sebelum
dan sesudah makan/buang air besar/kecil dapat mengurangi tingkat infeksi
hingga 25%. Penelitian lain di Pakistan menemukan bahwa mencuci tangan
dengan sabun mengurangi infeksi saluran pernafasan yang berkaitan dengan
pnemonia pada anak-anak balita hingga lebih dari 50 %.11
3) Infeksi cacing, infeksi mata, dan infeksi kulit
25
Penelitian juga telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran
pernafasan penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian
penyakit kulit, infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk
ascariasis dan trichuriasis.12
2.8. Konsep Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang dapat diamati pihak luar. Perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), oleh
karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
kemudian organisme tersebut merespons. 13
Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk
mencegah penyakit, kebersihan perorangan, dan sebagainya .13
Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap sehat sakit, seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan
kesehatan. Pengertian lain dari perilaku kesehatan adalah semua aktivitas
seseorang baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang
berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.13
26
2.8.1. Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) adalah perilaku
atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar
tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. Perilaku
pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek:13
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
c. Perilaku gizi (makanan dan minuman).
Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (Heath Seeking
Behavior) adalah upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati
sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.13
Perilaku kesehatan lingkungan merupakan perilaku bagaimana
seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.13
Selain klasifikasi di atas, terdapat klasifikasi perilaku kesehatan yang lain,
yaitu: 13
a. Perilaku hidup sehat
Merupakan perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
27
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini
mencakup antara lain : menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak
minum-minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup, mengendalikan stres
dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan
b. Perilaku sakit
Mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit. Persepsinya
terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, dan
pengobatan penyakit.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Perilaku ini mencakup tindakan untuk memperoleh kesembuhan,
mengenal/mengetahui fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan penyakit
yang layak dan mengetahui hak, misalnya hak memperoleh perawatan dan
pelayanan kesehatan.
2.9. Sekolah
2.9.1. Definisi Sekolah
Sekolah menurut Wikipedia adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk
pengajaran siswa/murid dibawah pengawasan guru. Sebagian besar Negara
memiliki system pendidikan formal, yang umumnya wajib.14
28
2.9.2. Pembagian Sekolah
Menurut status sekolah terbagi dari:
Sekolah negeri, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah,
mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan
perguruan tinggi.14
Sekolah dasar (disingkat SD; bahasa Inggris: Elementary School) adalah
jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar
ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Saat ini murid
kelas 6 diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (Ebtanas) yang mempengaruhi
kelulusan siswa. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah
menengah pertama (atau sederajat). Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12
tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah
menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.14
Sekolah menengah pertama (disingkat SMP, Bahasa Inggris: junior high
school) adalah jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia
setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh
dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Pada tahun ajaran
1994/1995 hingga 2003/2004, sekolah ini pernah disebut sekolah lanjutan tingkat
pertama (SLTP). Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6
tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.14
29
Sekolah menengah atas (disingkat SMA; bahasa Inggris: Senior High
School), adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di
Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sekolah
menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas
12. (Kementerian Pendidikan Indonesia)
Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara
pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa,
sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen. Menurut
jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua, negeri dan swasta.14
30
Konsep perubahan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
A. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
1. Pengetahuan
Menurut Notoatmojo, pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil penilaian
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimiliki. Pengetahuan memiliki 6 tingkatan yaitu sebagai
berikut (25,26):
a. Tahu (Know). Tahu diartikan hanya sebagai recall (mengulang) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (Comprehension). Memahami diartikan seseorang harus dapat menginterprestasikan
secara benar tentang objek yang diketahuinya.
c. Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan bahwa obyek dapat menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis). Analisis diartikan sebagai kemampuan menjabarkan materi atau objek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu
sama lain.
e. Sintesis (Syntesis). Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap sesuatu materi atau objek.
Masyarakat sedini mungkin perlu diberi pengetahuan tentang bahaya dari rokok melalui
pendidikan kesehatan. Dari hasil analisis pretest dan posttest pada penelitian yang dilakukan
oleh Mariyam dan Nuradita (2013) diperoleh bahwa dari 56 responden sebanyak 33 responden
(58,9%) mengalami peningkatan pengetahuan tentang bahaya rokok setelah diberi pendidikan
kesehatan (27).
2. Sikap
31
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Menurut Notoadmodjo (2007), sikap terdiri
dari 3 komponen pokok, yaitu (28):
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, suatu keyakinan dan
pendapat seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya cara penilaian orang terhadap
suatu obyek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave), artinya sikap merupakan komponen yang
mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Sikap masyarakat terhadap rokok tidak begitu saja muncul. Faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap merokok pada seseorang adalah faktor orang tua atau keluarga, rasa ingin tahu, lingkungan, serta
dorongan dari orang lain. seseorang melihat rokok atau melihat orang lain merokok, akan menimbulkan
suatu respon sehingga dapat menimbulkan sikap setuju atau tidak setuju (25,29). Menurut Sandek
(2012) sikap negatif terhadap perilaku merokok akan meningkatkan kemungkinan seseorang berhenti
merokok (30).
3. Perilaku
Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap
lingkungannya. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme dipengaruhi oleh
faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Hereditas atau faktor keturunan merupakan konsep dasar
atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup selanjutnya. Sedangkan lingkungan
merupakan kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (28).
Perilaku merokok pada seseorang tidak terlepas dari pengetahuan, persepsi atau nilai yang
diyakini yang akan mempengaruhi kepribadian seseorang yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun
eksternal (23). Pola perilaku konsumsi rokok yang cenderung tinggi secara nasional digambarkan pada
pengeluaran konsumsi dalam sebulan untuk kelompok barang tembakau dan sirih menempati urutan
ketiga setelah makanan dan minuman jadi serta padi-padian (31). Dari pengamatan tentang kebiasaan
32
merokok remaja disebabkan oleh faktor ingin mencoba-coba, juga karena persepsi atau kepercayaan
(32).
Pendekatan perilaku dengan konseling ataupun dengan pemberian pengetahuan pada perokok
memberikan 2 pilihan yaitu berhenti seketika (cold turkey) atau berhenti bertahap melalui pengurangan
bertahap dari jumlah rokok yang diisap dan penundaan waktu mulainya merokok setiap hari. Hasil studi
Universitas Gajah Mada tahun 2001 pada perokok kelas menengah ke bawah di beberapa desa di Jawa
Tengah menunjukkan keberhasilan metode konseling atau pemberian pengetahuan saja tanpa terapi
farmakologis adalah sebesar 17%. Tingkat kesuksesan biasanya dihitung 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun
setelah intervensi (33).
Menurut Prochasca dan Diclemente, berdasarkan konsep transtheoritical model perilaku
dikatakan berubah apabila telah diamati minimal selama 6 bulan. Perilaku merokok dikatakan baik jika
selama 6 bulan seseorang tidak mengkonsumsi rokok. Keberhasilan perubahan perilaku juga dapat
diamati dalam kurun waktu 3 bulan, dengan melihat arah perubahan perilaku seseorang tersebut positif
atau negatif (34).
DAFTAR PUSTAKA
1. Azwa, Fariza. Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Sains Hulu Selangor Mengenai Efek Rokok Terhadap Kesehatan. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2010.
2. Loren. Jeff. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Terhadap Rokok. Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. Solicha, RA. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pengunjung di Lingkungan RSUP dr. Kariadi Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro, 2012.
4. Julia, Anita. Perbandingan Kejadian ISPA Balita Pada Kepala Keluarga yang Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah Dengan di Luar Rumah di Jorong Saroha Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011. Tesis. Padang: Universitas Andalas, 2011.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Fakta Tembakau 2012. Jakarta, 2012.
6. Trisnawanti, Yuli. Juwarni. Hubungan Perilaku MerokokOrang Tua Dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga 2012. Artikel Publikasi. Purwokerto: Akademi Kebidanan YLPP, 2012.
33
7. Trihono. Kajian perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.
8. Arifin, Syamsul., dkk. Kajian kultur masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan di Kalimantan Selatan. Badan penelitian dan pengembangan daerah provinsi Kalimantan Selatan. 2013.
9. Fikriyah, Samrotul., Febrijanto, Yoyok. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Pada Mahasiswa Laki-Laki di Asrama Putra. Jurnal Stikes. Volume 5, No. 1, 2012.
10. Ramdhani, Meirina. Penerapan Teknik Kontrol Diri Untuk Mengurangi Konsumsi Rokok Pada Kategori Perokok Ringan. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi. Volume 1 (3): 240-254
11. Sidy, YN. Analisis Pengaruh Peran Pengawas Menelan Obat Dari Anggota Keluarga Terhada Kepatuhan Pengobatan Penderita Tuberkulosis di Kota Pariaman Tahun 2010-2011. Tesis. Depok: Universitas Indonesia, 2012.
12. Istiawan R, Sahar J, Bachtiar A. Hubungan peran pengawas minum obat oleh keluarga dan petugas kesehatan terhadap pengetahuan, perilaku pencegahan dan kepatuhan klien TBC dalam konteks keperawatan komunitas di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Keperawatan Soedirman 2006; 2(1): 1-9.
13. Budiman., Mauliku, NE., Anggraeni D., Analisis Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru Pada Fase Intensif fi Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi. Cimahi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesesehatan A. Yani, 2013.
14. Pinandari, AW, dkk. Penerapan Metode Petugas Pengawas Perokok (P3) Dalam Upaya Menurunkan Jumlah Batang Rokok Yang Dikonsumsi Dan Hubungannya Dengan Kejadian ISPA Pada Masyarakat Mandiangin Timur. Laporan Pelaksanaan Belajar Lapangan. Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat, 2009.
15. Anonim. Gambaran Kadar Haemoglobin Pada Mahasiswa DIII Analis Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang yang Merokok. Skripsi. Semarang: Universitas Muhamamdiyah Semarang, 2011.
16. Adetia, Sharly. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Bahaya Rokok Terhadap Kehamilan Dan Janin di Desa Siumbut Baru Kecamatan Kota Kisaran Timur Kabupaten Asahan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2013.
17. Komala, Wenti. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Hairy Tongue di Kelurahan Indra Kasih Kecamatan Medan Tembung. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
18. Kang, KZ. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Stomatitis Nikotina Pada Pegawai Non-Akademik Universitas Sumatera Utara. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2012.
19. Sitepu, LS. Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap Terjadinya Smoker’s Melanosis di Kalangan Mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. . Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
34
20. Emilia, Putri. Efek Merokok Terhadap Kondisi Periodontal Pada Tukang Becak di Kelurahan Tanjung Rejo Kota Medan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2009.
21. Husaini, Aiman. Tobat Merokok. Bandung: Pustaka Iman, 2007.
22. Ivon, Sri. Gambaran kadar SGOT pada perokok aktif usia lanjut di daerah Ngaliyan Semarang. Tesis. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang, 2011.
23. Nasution, IK. Perilaku Merokok Pada Remaja. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2007.
24. Suhaimi, Raziah. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di Desa Sei. Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2012.
25. Nurhayati, Rahmah. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dan Motivasi Terhadap Minat Bidan Mengikuti Uji Kompetensi Di Kota Semarang Tahun 2007. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro, 2007.
26. Aritonang, Edwin Sovvan. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Pasangan Usia Subur Tentang Gangguan Kesehatan Reproduksi Akibat Merokok di Kelurahan Sibuluan Indah Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008. Fakultas Masyarakat Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2008.
27. Mariyam., Nuradita, Elok. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan tentang bahaya rokok pada remaja di SMP Negeri 3 Kendal. Jurnal keperawatan anak. Volume 1, No. 1, 2013: 44-48
28. Sumarna, Riny. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Merokok Pada Mahasiswi Ekstensi Angkatan 2007 di FISIP UI Tahun 2009. Tesis. Depok: Universitas Indonesia, 2009.
29. Wahyuni, Dwi., Sudaryanto, Agus. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Sikap Merokok Pada Remaja di Desa Karang Tengah Kecamatan Sragen. Artikel Publikasi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2013.
30. Sandek, Rudi., Astuti, Kamsih. Hubungan Antara Sikap Terhadap Perilaku Meroko dan Kontrol Diri Dengan Intensi Berhenti Merokok. Artikel Publikasi. Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala, 2012.
31. Mulya, Yudhia., Ramdani, SH., Analisis Perilaku Konsumen Rokok di Kalangan Mahasiswa Universitas Pakuan. Jurnal Ilmiah Magister Managemen.2012
32. Fuadah, Maziyyatul. Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Pada Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2009. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia, 2011.
33. World Health Organization. Kesadaran Masyarakat, Pendidikan, dan Program Berhenti Merokok. Tobacco Initiative: 123-125
34. Odgen, Jane. Health Psychology. New York: Open University Press, 2007.
35
35. Hapsari, JR. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru Strategi DOTS di RSUD Dr. Moewaedi Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010.
36. Amir, Aswita. Pengaruh penyuluhan model pendampingan terhadap perubahan status gizi anak usia 6-24 bulan. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro, 2008.
37. Profil Desa Antasan Senor Tahun 2013
38. Sari, Rininta. Comparing the Performance of Sith VCO Body Balm to Body Shop Body Butter Using Blind-Test Method. Bandung: Institut Teknologi Bandung, 2012.
36