Download - BAB II penelitian

Transcript
Page 1: BAB II penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tempurung Kelapa

Pohon kelapa atau sering disebut pohon nyiur biasanya tumbuh pada daerah

atau kawasan tepi pantai. Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung,

kulit daging (testa), daging buah, air kelapa dan lembaga. Buah kelapa yang sudah

tua memiliki bobot sabut (35%), tempurung (12%), endosperm (28%) dan air

(25%) (Setyamidjaja, D., 1995). Tempurung kelapa adalah salah satu bahan

karbon aktif yang kualitasnya cukup baik dijadikan arang aktif. Bentuk, ukuran

dan kualitas tempurung kelapa merupakan hal yang harus diperhatikan dalam

pembuatan arang aktif. Kualitas tempurung kelapa dan proses pembakaran sangat

menentukan rendemen karbon aktif yang dihasilkan.

Secara fisologis, bagian tempurung merupakan bagian yang paling keras

dibandingkan dengan bagian kelapa lainnya. Struktur yang keras disebabkan oleh

silikat (SiO2) yang cukup tinggi kadarnya pada tempurung kelapa tersebut. Berat

dan tebal tempurung kelapa sangat ditentukan oleh jenis tanaman kelapa. Berat

tempurung kelapa ini sekitar (15 – 19) % dari berat keseluruhan buah kelapa,

sedangkan tebalnya sekitar (3 – 5) mm.

Gambar 2.1. Tempurung Kelapa

Page 2: BAB II penelitian

Dari segi kualitas, tempurung kelapa yang memenuhi syarat untuk dijadikan

bahan arang aktif adalah kelapa yang benar-benar tua, keras, masih utuh dan

dalam keadaan kering. Untuk membuat arang aktif yang benar-benar berkualitas,

tempurung kelapa harus bersih dan terpisah dari sabutnya. Sedangkan untuk

mengetahui kualitas yang baik dari arang tempurung kelapa, pembakarannya

menghasilkan arang yang tampak hitam, mengkilap, utuh, keras dan mudah

dipatahkan. (Mecoho, 2009).

Komposisi atau kandungan zat yang terdapat dalam tempurung kelapa dapat

dilihat pada tabel berikut ini: Tempurung kelapa memiliki kadar air mencapai ± 8,

jika dihitung berdasarkan berat kering atau setara dengan 12% dari berat kelapa.

Sedangkan abu merupakan komposisi terendah yang terdapat pada tempurung

kelapa.

Tabel 1. Komposisi Tempurung Kelapa No. Komposisi Presentase (%)1 Lignin 29,402 Pentosan 27,703 Selulosa 26,604 Air 8,005 Solvent Ekstraktif 4,206 Uronat Anhidrat 3,507 Abu 0,608 Nitrogen 0,10

(Sumber : Ibnusantoso, G., 2001)

B. Asap Cair (LVM)

Asap cair merupakan salah satu hasil pirolisis tanaman atau kayu pada suhu

sekitar 400ºC (Soldera, 2008). Penggunaan asap cair mempunyai banyak

Page 3: BAB II penelitian

keuntungan dibandingkan metode pengasapan tradisional, yaitu lebih mudah

diaplikasikan, proses lebih cepat, memberikan karakteristik yang khas pada

produk akhir berupa aroma, warna, dan rasa, serta penggunaannya tidak

mencemar lingkungan (Pszczola 1995). Selain itu, beberapa senyawa toksik,

terutama Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) yang dihasilkan dari proses

pembakaran lebih mudah dikontrol (Guillen, dkk. 2000; Hattula, dkk. 2001;

Simko, 2002).

Pirolisis tanaman atau kayu dapat menghasilkan senyawa kimia yang

kompleks. Senyawa kimia yang kompleks tersebut mengandung berbagai

kelompok senyawa dan beberapa metode pemisahan telah banyak dilakukan untuk

memisahkan komponen senyawa tersebut berdasarkan polaritas, tingkat

keasaman, dan volatilitas (Putnam, dkk. 1999).

Beberapa penelitian telah melaporkan potensi mutagenik senyawa kimia

hasil pirolisa (Braun, dkk. 1987) melaporkan bahwa senyawa kimia dalam ekstrak

asap kayu bersifat mutagenik pada kelenjar limpa manusia, tetapi tidak

mempunyai potensi mutagenik dalam pengujian menggunakan bakteri (Putnam,

dkk. 1999) melaporkan bahwa asap kayu bersifat mutagenik terhadap Salmonella.

Potensi mutagenik dari senyawa kimia hasil pirolisis sangat dipengaruhi oleh

bahan atau jenis kayu yang digunakan dan metode yang digunakan untuk

menghasilkan senyawa kimia tersebut.

Meskipun potensi mutagenik dari asap kayu telah dilaporkan, tetapi belum

ada studi tentang toksisitas dari asap cair, terutama asap cair yang berasal dari

Page 4: BAB II penelitian

hasil pirolisis tempurung kelapa. Penelitian mengenai toksisitas dari asap cair ini

sangat penting mengingat saat ini asap cair telah digunakan secara komersial oleh

industri pangan (Guillen, dkk. 1995; Guillen dan Manzanos, 1997; Guillen dan

Ibargoitia, 1998; Soldera, dkk. 2008).

Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil kondensasi asap tempurung

kelapa melalui proses pirolisis pada suhu sekitar 400ºC. Asap cair mengandung

berbagai komponen kimia seperti fenol, aldehid, keton, asam organik, alkohol dan

ester (Guillen, dkk. 1995; Guillen, dkk. 2000; Guillen, dkk. 2001). Berbagai

komponen kimia tersebut dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikroba

serta memberikan efek warna dan citarasa khas asap pada produk pangan

(Karseno, dkk. 2002). Namun, salah satu komponen kimia lain yang dapat

terbentuk pada pembuatan asap cair tempurung kelapa adalah Polycyclic

Aromatic Hydrocarbons (PAH) dan turunannya. Beberapa diantara komponen

tersebut bersifat karsinogenik (Stolyhwo dan Sikorski, 2005). Benzo[a]pyrene

merupakan salah satu senyawa PAH yang diketahui bersifat karsinogenik dan

biasa ditemukan pada produk pengasapan (Guillen, dkk. 1995; Guillen, dkk. 2000;

Kazerouni, dkk. 2001; Stolyhwo dan Sikorski, 2005).

Kandungan benzo[a]pyrene pada asap cair juga sangat rendah, bahkan

menurut (Guillen, dkk. 2000) penggunaan asap cair memungkinkan untuk

menghasilkan produk asap yang tidak mengandung benzo[a]pyrene dan senyawa

karsinogenik lainnya. Faktor yang menyebabkan terbentuknya senyawa PAH

adalah suhu pengasapan dan benzo[a]pyrene tidak terbentuk jika suhu pirolisis

Page 5: BAB II penelitian

dibawah 425ºC (Guillen, dkk. 2000; Stolyhwo & Sikorski, 2005).

Selain studi tentang toksisitas, keamanan dari asap cair tersebut tidak

terlepas dari komposisi senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Asap cair

yang berasal dari bahan baku berbeda dan metode pirolisis yang berbeda, akan

menghasilkan komponen kimia yang berbeda (Guillen, dkk. 1995; Guillen dan

Ibargoitia, 1998; Guillen, dkk. 2001). Komposisi dari asap cair sangat kompleks

dan terdiri dari komponen yang berasal dari kelompok senyawa kimia yang

berbeda, seperti aldehid, keton, alkohol, asam, ester, turunan furan dan pyran,

turunan fenolik, hidrokarbon, dan nitrogen (Soldera, dkk. 2008).

Asap merupakan dipersi uap dalam udara yang dihasilkan dari proses

distilasi kering atau pirolisa biosama seperti kayu, kulit kayu, tempurung, sabut,

bambu, daun, dan lain sebagainya. Proses pirolisa ini berjalan secara bertahap

diawali dari tahap pertama penghilangan asap cair biosama pada suhu 120 º-150ºC,

diikuti tahap kedua pirolisa hemiselulosa pada suhu 150º-200ºC, kemudian tahap

ketiga proses pirolisa selulosa pada suhu 250º-300ºC, dilanjutkan tahap keempat

proses pirolisa tignin pada suhu 400ºC. Pada tahap lebih lanjut proses pirolisa

akan menghasilkan senyawa-senyawa baru hasil pirolisa produk kondensasi

seperti fenol, tar, dan senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang

terjadi pada suhu >500ºC (Girrard, 1992; Young Hun-Park, dkk., 2008).

Page 6: BAB II penelitian

C. Komponen dan Senyawa Penyusun Liquid Volatile Matter

Asap cair memiliki banyak manfaat, sebenarnya ada kandungan apa dalam

asap cair tersebut. berikut komponen-komponen penyusun asap cair yang

meliputi:

1. Senyawa-Senyawa Fenol

Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat

memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam

asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girard (1992),

kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa

jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan

siringol. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya

hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus

hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-

gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).

2. Senyawa-Senyawa Karbonil

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan

dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma

karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara

lain adalah vanilin dan siringaldehida.

Page 7: BAB II penelitian

3. Senyawa-Senyawa Asam

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan

membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam

asetat, propionat, butirat dan valerat.

4. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatis

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses

pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan

senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard,

1992).

Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA

selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis,

waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara

dalam kayu.

Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya

partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses

tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

5. Senyawa benzo(a)pirena

Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310oC dan dapat menyebabkan

kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses

yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Winaprilani, 2003).

Page 8: BAB II penelitian

Hemiselulosa tersususn dari pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5).

Pirolisa pentosan akan menghasilkan furfural, furan, dan derivatnya bersama-

sama dengan rantai yang panjang asam karboksilat sedangkan pirolisa heksosan

bersama-sama dengan selulosa membentuk asam asctat dan homolognya (Girrard,

1992; Young Hun-Park, dkk., 2008).

Selulosa merupakan rantai panjang lurus molekul gula atau polisakarida

yang tersusun dari unit glukosa sebagai polimer selulosa. Pirolisa selulosa tahap

pertama menghasilkan glukosa, dan reaksi kedua adalah pembentukan asam asetat

dan homolognya bersama-sama dengan air dan kadang-kadang bersama-sama

lignin membentuk furan dan fenol.

Lignin terdiri dari sistem aromatik tang tersusun atas unit-unit fenilpropana.

Pirolisa lignin cikup penting karena menghasilkan flavor yang dihasilkan oleh

adanya senyawa-senyawa derivat yang termasuk fenol dan ester fenolik seperti

guaikol dan siringol bersama-sama dengan homolog dan derivatnya.

Dari hasil pirolisa hemiselulosa, selulosa dan lignin tersebut didapatkan

lebih dari 400 senyawa, diantara senyawa-senyawa tersebut terdapat 48 jenis

asam, 21 jenis alcohol, 131 jenis karbonil, 22 jenis ester, 46 jenis furan, 16 jenis

keton, dan 71 jenis fenol (Maga, 1988).

D. Pirolisis

Pirolisis adalah proses fraksinasi material oleh suhu. Proses pirolisis dimulai

pada temperatur sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal,

Page 9: BAB II penelitian

dan volatile matters pada sampah akan pecah dan menguap bersamaan dengan

komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung tar dan polyaromatic

hydrocarbon. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas (H2, CO,

CO2, H2O, dan CH4), tar (pyrolitic oil), dan arang. Parameter yang berpengaruh

pada kecepatan reaksi pirolisis mempunyai hubungan yang sangat kompleks,

sehingga model matematis persamaan kecepatan reaksi pirolisis yang

diformulasikan oleh setiap peneliti selalu menunjukkan rumusan empiris yang

berbeda (Trianna dan Rochimoellah, 2002). Selain itu, plastik merupakan polimer

yang berat molekulnya tidak bisa ditentukan, ataupun dihitung. Karena itu,

kecepatan reaksi dekomposisi didasarkan pada perubahan massa atau fraksi massa

per satuan waktu. Produk pirolisis selain dipengaruhi oleh suhu dan waktu, juga

oleh laju pemanasan.

Pyrolisis dapat juga di bedakan berdasarkan presentase produk yang di

hasilkan, yang di tunjukkan pada tabel 4 berikut.

Tabel 2. Presentase produk dari jenis pyrolisis (Stefan Kzernick, 2002)Jenis pyrolisis Produk

Liquid (%) Tar (%) Gas (%)Fast pyrolisis 75 12 13Karbonasi 30 35 35Gasifikasi 5 10 85

Prinsip dasar dari proses fast-pyrolisis ini adalah degradasi ikatan kimia

pada umpan yang terjadi akibat pemanasan yang cepat (dengan temperatur tinggi)

tanpa kehadiran oksigen. Struktur asli dari umpan akan mengalami

Page 10: BAB II penelitian

perengkahansehingga terbentuk beberapa fragmen yang terdapat pada fasa cair,

gas atau padat.

Perengkahan struktur tersebut dapat di lihat pada gambar 2.3 berikut :

Gambar 2.2 Perengkahan struktur bahan pada pyrolisis (Wolter Prins, 2009)

Dari hasil perengkahan stuktur umpan tersebut, maka dihasilkan senyawa-

senyawa tertentu pada biooil (fenol, air, levoglucosan, hidrosiaksetaldehida), gas

(metana, hidrogen, karbonmonoksida), dan arang (cincin aromatik dan lain-lain).

Parameter-parameter yang mempengaruhi produk pyrolisis adalah

temperatur, laju alir gas inert, dan ukuran partikel umpan masuk (AV Bridgwater,

1999). Selain itu, komposisi kandungan kimia penyusun biomassa (seperti

kandungan lignin, selulosa, kandungan air, dan kandungan abu) juga akan

menghasilkan produk yang bervariasi. Misalnya, jika biomassa mengandung

banyak lignin, maka produk yang dihasilkan mengandung banyak unsur fenol.

Apabila banyak mengandung banyak selulosa maka akan semakin tinggi

kemungkinan di hasilkannya biooil. Kandungan air umpan biomassa akan

mempengaruhi nilai kalor dari biooil dimana semakin tinggi kandungan airnya

Page 11: BAB II penelitian

maka akan semakin rendah nilai kalor yang di hasilkan. Sementara itu apabila

semakin tinggi kadar abunya maka akan produksi arang akan tinggi pula.

Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya berdasarkan tabel 2.4 pyrolisis

merupakan salah satu teknologi yang dipakai untuk mendapatkan LVM (biooil).

Pyrolisis ini akan menghasilkan biooil hingga 80% (Kzernick, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pirolisis adalah :

a. Waktu

Waktu berpengaruh pada produk yang akan dihasilkan. Karena, semakin

lama waktu proses pirolisis berlangsung. produk yang dihasilkannya (residu

padat, tar, dan gas) makin naik. Kenaikan itu sebatas sampai dengan waktu tak

hingga yaitu waktu yang diperlukan sampai dengan hasil padatan residu, tar, dan

gas mencapai konstan.

b. Suhu

Suhu sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, suhu makin tinggi

nilainya konstanta dekomposisi termal makin besar akibatnya laju pirolisis

bertambah dan konversi naik. Pada proses pirolisis suhu rendah (<700) dimulai

pada suhu antara 225-2750C (Bilbao and Salvador, 1995). Untuk itu, variasi

percobaan agar reaksi pirolisis benar - benar telah terjadi maka diambil kisaran

suhu yaitu 400-700oC.

Page 12: BAB II penelitian

Gambar 2.3 gambar skema alat pirolisis

Keterangan:

1. Tabung gas

2. Nozzle tabung

3. Pengukur berat bahan

4. Reaktor pirolisis

5. Pemanas reaktor

6. Wadah penampung arang

7. Termocouple

8. Kondensor

9. Kipas pengisap

10. Wadah penampung asap cair

Berdasarkan gambar 2.3 diatas, proses pirolisis biomassa secara ringkas di

mulai dengan memasukkan sampel kedalam reaktor pirolisis dan di tutup rapat.

Reaktor kemudian di panaskan. Setelah reaktor di panaskan, maka akan ada

destilat yang keluar dari reaktor yang ditampung dalam dua wadah. Wadah

pertama yaitu untuk fraksi berat (tar) dan wadah kedua untuk menanpung fraksi

ringan (LVM). Fraksi ringan ini diperoleh setelah di lewatkan pada kondensor.

Kondensor digunakan pada proses kondensasi uap untuk menghasilkan produk

cair. Pendinginan yang cepat juga akan mempengaruhi kualitas produk cair yang

di peroleh.

Untuk kondisi operasi proses pyrolisis, pada temperatur dibawah 300oC,

maka reaksi yang dominan adalah dehidrasi. Disini akan banyak di hasilkan gas

Page 13: BAB II penelitian

CO2 air, dan CO. Produk utama ynag dihasilkan adalah arang. Pada temperatur

diatas 400oC, terjadi depolimerisasi yang menghasilkan levoglucosan. Pemanasan

yang tinggi mengakibatkan reaksi dehidrasi sangat kecil terjadi sehingga hasil

utamanya berupa cair.

Mekanisme reaksi pada proses pyrolisis ini berbeda pada setiap

komponennya untuk menghasilkan produk yang beragam. Prinsip kerja dari

pirolisis adalah mengubah komponen zat kimia yang terkandung pada bahan

melalui proses pemanasan dengan menggunakan sedikit oksigen. Apabila jumlah

oksigen terlalu banyak pada saat pirolisis maka akan terjadi pembakaran

sempurna. Prinsip fisika yang terjadi pada proses pirolisis adalah konversi panas

pada reaktor pirolisis yang tertutup yang menyebabkan adanya uap air.

E. Transfer Panas

Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran

kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur

lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal. Proses perpindahan panas

ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi.

Dalam industri pangan ada proses yang dapat dimasukkan ke dalam industri

proses yang berkelanjutan (steady state) dan proses unsteady state atau yang

sering disebut sebagai batch system. Dalam proses steady state tersebut kondisi

disetiap titik selalu tetap, meskipun dalam waktu yang berbeda. Contohnya proses

dalam bejana atau tangki dan lain sebagainya (Winarno, 2007).

Page 14: BAB II penelitian

Mekanisme panas sangat tergantung dengan sifat bahan pangan secara alami

dan hal itu tunduk pada fenomena energi. Dengan peningkatan pemberian energi

pemasakan menyebabkan pergerakan molekul akan terjadi lebih cepat.

Mekanisme molekuler, energi knetik molekul sesuai dengan energi yang diserap.

Panas ditransfer bila molekul yang bergerak cepat menabrak molekul lain yang

lebih lambat. Pada kondisi tersebut dua peristiwa yang secara serentak terjadi

sekaligus, yaitu molekul bergerak cepat saat menabrak molekul lain akan

kehilangan energi dan molekul lain yang bergerak lambat setelah tertabrak akan

menerima tambahan energi. Jadi mekanisme heat transfer molekuler merupakan

manifestasi energi panas dalam sekelompok molekul (kern 1950)

(http://yanuwarti.blogspot.com).

Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke

tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut.

Perpindahan panas dapat berlangsung dengan beberapa cara seperti:

1. Konduksi

Merupakan proses transpor panas dari daerah bersuhu tinggi ke daerah

bersuhu rendah di dalam medium (padat, cair, gas) atau antara medium yang

bersinggungan langsung.

2. Konveksi

Merupakan proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi

panas, penyimpan energi dan proses mencampur. Proses ini terjadi pada

permukaan padat, cair dan gas.

Page 15: BAB II penelitian

3. Radiasi

Merupakan proses transport panas dari benda bersuhu tinggi ke benda

bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam suatu ruangan bahkan bila

terdapat suatu ruang hampa diantara benda-benda tersebut.

(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-syamsudinr-5219-2-

bab2.pdf).

F. Kondensasi

Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud

yang lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan. Kondensasi terjadi ketika

uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap

dikompresi (yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami

kombinasi dari pendinginan dan kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari

uap disebut kondensat.

Kondensasi uap menjadi cairan adalah lawan dari penguapan (evaporasi)

dan merupakan proses eksothermik (melepas panas). Air yang terlihat di luar

gelas air yang dingin di hari yang panas adalah kondensasi.

Molekul air mengambil sebagian panas dari udara. Akibatnya, temperatur

atmosfer akan sedikit turun. Di atmosfer, kondensasi uap airlah yang

menyebabkan terjadinya awan. Molekul kecil air dalam jumlah banyak akan

menjadi butiran air karena pengaruh suhu, dan tapat turun ke bumi menjadi hujan.

Inilah yang disebut siklus air.

Page 16: BAB II penelitian

Gambar 2.4. Gambar siklus air

Uap air di udara yang terkondensasi secara alami pada permukaan yang

dingin dinamakan embun. Uap air hanya akan terkondensasi pada suatu

permukaan ketika permukaan tersebut lebih dingin dari titik embunnya, atau uap

air telah mencapai kesetimbangan di udara, seperti kelembapan jenuh. Titik

embun udara adalah temperature yang harus dicapai agar mulai terjadi kondensasi

di udara. (http://versesofuniverse.blogspot.com).

F. Gas Kromatografi

Kromatografi gas (GC) adalah jenis umum dari kromatografi yang

digunakan dalam kimia analitik untuk memisahkan dan menganalisis senyawa

yang dapat menguap tanpa dekomposisi. GC dapat digunakan untuk  pengujian

kemurnian zat tertentu, atau memisahkan komponen yang berbeda dari campuran

(jumlah relatif komponen tersebut juga dapat ditentukan). GC dapat digunakan

dalam mengidentifikasi suatu senyawa.

Kromatografi gas, berdasarkan fasa gerak dan fasa diamnya merupakan

kromatografi gas-cair. Dimana fasa geraknya berupa gas yang bersifat inert,

Page 17: BAB II penelitian

sedangkan fasa diamnya  berupa cairan yang inert pula, dapat berupa polimer

ataupun larutan. Adapun gambaran umum dari GC adalah sebagai berikut :

Gambar 2.5. Skema Peralatan Kromatografi Gas

Cara kerja alat:

1. Sebelum dioperasikan, instrument diperiksa; apakah kolomnya sudah sesuai

yang diinginkan. Apakah septum di injection port masih baik atau tidak

bocor. Apakah detector sudah terpasang sesuai yang dikehendaki, dll.

2. Aliran gas dimulai dengan kecepatan alir yang rendah dengan membuka

katup utama dan sekunder pada tangki gas pembawa hingga menunjukkan

jarum 15 psi, ini memungkinkan aliran gas pembawa 2-5 ml/menit untuk

kolom paking atau 0,5 ml/menit untuk kolom kapiler. Selanjutnya diperiksa

ada tidaknya kebocoran gas pada sambungan ke kolom dan keluar kolom

menggunakan semprotan sabun.

3. Kolom dipanaskan hingga suhu awal yang dikehendaki, suhu detector diatur

10-25ºC lebih tinggi dari suhu kolom, demikian juga injection port.

4. Kecepatan (laju) aliran gas kemudian dinaikkan hingga 25-30 ml/menit

kolom paking kolom hingga dicapai kecepatan alir gas optimum.

Page 18: BAB II penelitian

5. Bila digunakan detector ionisasi nyala perlu diperhatikan adanya gas hidrogen

dan udara yang mengalir ke detector tersebut.

6. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap, volume sampel yang

diinjeksikan tergantung jenis detector yang digunakan. (TCD≥ 10 μl, FID = 1-

10μ l, BCD = 0,1-5 μl, dengan micro syringe). Selama elusi yaitu selama

perjalanan sampel dari injection port hingga detector, jika suhu kolom

dipertahankan tetap, maka elusi demikian disebut Elusi isothermal.

Sedangkan Elusi dengan suhu terprogram (temperature programming) adalah

senyawa elusi suhu kolom diatur naik bertahap dengan kecepatan tertentu,

atau diatur naik pada suhu tertentu kemudian dan ditahan suhunya (linear dan

kenaikkan divariasikan).

7. Signal dari detector ini akan direkam sebagai kromatogram pada rekorder

sederhana atau yang diolah mikroprosesor ditampilkan pada layar monitor.

Pada kromatogram yang ditampilkan oleh mikroprosesor sekaligus dapat

diketahui tiap komponen.

(http://indonesiakimia.blogspot.com/2011/05/gas-chromatography-gc.html)


Top Related