11
BAB II
KONSEP DIRI ANAK YATIM USIA REMAJA
A. KONSEP DIRI
1. Pengertian Konsep Diri
Dasar bagi penyesuaian bagi dirinya individu adalah kesadaran akan
diri dan penilaian, kesadaran akan diri mengacu pada gambaran tentang diri
dan penilaian pada diri sendiri. Sedangkan kesadaran terhadap lingkungan
mengacu pada persepsi individu terhadap lingkungan sosial, non fisik, fisik
maupun psikologis.1 Gambaran dan penilaian terhadap diri dan lingkungan ini
disebut dengan konsep diri.
Dalam pengertian konsep diri, ada beberapa ahli yang memberikan
penjelasan mengenai hal tersebut yang menyampaikan definisi yang antara
lain sebagai berikut:
a. William D. brooks yang dikutip Jalaluddin Rahmad. Konsep diri adalah
pandangan dan perasaan tentang diri sendiri (persepsi diri). Persepsi diri
tersebut dapat bersifat sosial, fisik dan psikis.2
b. Musthofa Fahmi menyatakan; konsep diri adalah sekumpulan pengenalan
orang terhadap dirinya dan penilaiannya terhadap dirinya itu.3
c. Carles Haston Cooley; konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari
interaksi sosial individu dengan orang lain.4
d. Clara R. Pudjiyo Yanti konsep diri merupakan sikap, pandangan, atau
keyakinan seseorang terhadap keseluruhan dirinya. Bagaimana individu
memandang dan menilai seluruh keadaan dirinya baik fisik, psikis maupun
1 Muntholiah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: gunung Jati
Offset, 2002), hlm.27. 2 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991), hlm.
99. 3 Musthafa Fahmi, Penyesuaian Diri, terj. Zakiyah Drajat, (Jakarta: Bulan Bintang,
1982), hlm. 111. 4 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (bandung: Remaja Rosdakarya,
2004), hlm. 73.
12
sosial akan muncul dalam penilaian individu. Perilaku yang ditampilkan
oleh individu menunjukkan arah konsep diri yang dimiliki.5
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep
diri merupakan sikap penanganan gambaran dan penilaian yang dimiliki oleh
seseorang tentang dirinya sendiri yang meliputi karakter fisik, dan sosial yang
diperoleh dari pengalaman-pengalaman dan interaksi dari seseorang dengan
orang lain.
Konsep diri juga merupakan variabel yang dapat diamati dan
merupakan unsur pengenalan diri sebagai hasil observasi terhadap diri sendiri
saat sekarang dan saat lalu, kemudian berbentuk keyakinan diri dan
sebagainya.
2. Aspek-aspek Konsep Diri
Konsep diri itu terbagi dari beberapa aspek yaitu:
a. Aspek kognitif, merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya
yang akan memberi gambaran tentang diri dan akan membentuk citra diri
(self image), misalnya ‘saya seorang pelajar”.
b. Aspek afektif, merupakan penilaian individu terhadap diri sendiri,
penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (self esteem)
atau harga diri individu, misalnya saya pemalu.6
c. Aspek fisik, yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatu yang
dimilikinya tentang penampilannya, arti penting tumbuh dalam hubungan
dengan perilaku dan gengsi yang diberikan hubungan di mata orang lain.
d. Aspek psikis, yaitu meliputi pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap
dirinya tentang kemampuan dan ketidakmampuan harga dirinya dan
hubungan dengan orang lain.
e. Aspek sosial, yaitu bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh
individu dan penilaian individu terhadap peran tersebut.
5 Clara R. Pudjiyog Yanti, Konsep Diri dalam Belajar Mengajar, (Jakarta: Arcan, 1985),
hlm.3 6 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, op. cit., hlm. 100.
13
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep diri tidak terlepas
dari masalah gambaran diri, citra diri, harga diri, fisik, psikis dan sosial,
selanjutnya jika ia mempunyai penilaian bahwa ia puas dengan keadaannya,
maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut menilai dirinya baik menerima
dirinya dan mempunyai konsep diri yang positif.
Dari beberapa aspek di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
beberapa aspek yang penting pada konsep diri yang nantinya akan digunakan
oleh penulis dalam membaut angket penelitian, aspek-aspek tersebut adalah
aspek fisik, psikis dan sosial.
3. Faktor-faktor Pembentuk Konsep Diri
Pada dasarnya konsep diri terbentuk sejak seseorang dilahirkan yang
terbentuk secara bertahap melalui interaksi dengan lingkungan, konsep diri
bukan merupkan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor dipelajari
dan terbentuk dari individu dalam hubungan dengan individu lain. Konsep diri
seseorang tidak akan lepas dari pengaruh atau penilaian orang lain terhadap
diri seseorang, walaupun tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang
sama terhadap individu seseorang. Disamping itu pembentukan konsep diri
seseorang juga banyak dipengaruhi oleh pribadi atau pembawaan dari individu
tersebut.7
Terbentuknya konsep diri adalah karna interaksi individu dengan
orang-orang disekitarnya, segala sesuatu yang menjadi persepsi orang lain
mengenai diri individu tersebut tidak terlepas dari struktur, peran dan status
sosial.8 Konsep diri juga terbentuk berdasarkan persepsi seseorang mengenai
sikap-sikap orang lain berhadap dirinya.9 Lebih lanjut diuraikan bahwa
terbentuknya konsep diri merupakan gejala yang dihasilkan dai adanya
interaksi antara individu dengan keluarga atau kelompok dengan kelompok.
7 Muntholiah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, op. cit., hlm. 29. 8 Clara R. Pudjiyog Yanti, Konsep Diri dalam Belajar Mengajar, op. cit., hlm. 21. 9 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2004), hlm. 238.
14
Konsep diri terbentuk dalam waktunya lama. Pembentukan konsep
diri terjadi karna adanya reaksi dari individu dengan orang lain, lebih lanjut
diuraikan reaksi yang ditimbulkan akan mempunyai banyak arti bagi diri,
individu serta orang lain, perhatian yang diperoleh individu dari orang lain
tersebut, maka dirinya akan merasakan memiliki arti bagi orang lain. Reaksi
ini mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap konsep diri seseorang.
Menurut G.W Allport ciri-ciri terbentuknya konsep diri adalah:
a. penerimaan diri sendiri (extension of the self), pemekaran diri sendiri
ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal
lain sebagai bagian dari dirinya.
b. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara obyektif (self
objectification) ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan
tentang diri sendiri (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor
(sense of humor) termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai
sasaran.
c. Memiliki filsafat hidup tertentu (unifying philosophy of life). Orang
tersebut tidak mudah terpengaruh dan pendapat-pendapatnya serta sikap
jelas dan tegar.10
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
diri terbentuk sejak manusia dilahirkan dan secara bertahap melalui interaksi
dengan lingkungan sekitarnya.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri seseorang dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain sebagai berikut:
Citra diri. Penilaian positif terhadap konsep fisik seseorang, baik dari diri
sendiri maupun dari orang lain, sangat membantu perkembangan konsep
diri ke arah yang positif. Hal ini disebabkan penilaian positif dan diri
sendiri maupun orang lain akan menumbuhkan rasa puas terhadap keadaan
10 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), hlm. 71-72.
15
dirinya. Rasa puas ini merupakan awal dari sikap positif terhadap diri
sendiri.
Jenis kelamin. Dikatakan bahwa laki-laki mempunyai sumber konsep diri
yang berbeda dari wanita, konsep diri pada laki-laki bersumber pada
keberhasilan pekerjaan, persaingan dan kekuasaan, sedangkan konsep diri
pada wanita bersumber dari keadaan fisiknya serta popularitas dirinya.
Peran perilaku orang tua dan lingkungan keluarga. Individu yang
menanggapi perilaku keluarga seseorang dalam lingkungan, maka dapat
dikatakan bahwa lingkungan keluarga ajang individu dalam pembentukan
konsep diri. Cara orang tua memenuhi kebutuhan fisik, psikis, merupakan
faktor yang sangat berpengaruh terhadap seluruh perkembangan perilaku
anak. Pengalaman dalam berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga
merupakan penentu. Jika dalam berinteraksi dengan orang lain. Dikatakan
bahwa kondisi keluarga yang buruk dapat menyebabkan konsep diri yang
rendah pada anak.
Peran faktor sosial, konsep diri terbentuk karna adanya interaksi individu
dengan orang disekitarnya. Apa yang di persepsi individu lain mengenai
dirinya tidak terlepas dari struktur peran dan status sosial yang dipandang
individu.11
Reaksi orang lain. Dalam hal ini remaja terhadap respon orang lain, remaja
dapat mempelajari diri sendiri, segala sanjungan, senyuman, pujian dan
penghargaan akan menyebabkan penilaian positif terhadap diri remaja.
Selain itu ejekan dan cemoohan dan hardikan akan menyebabkan penilaian
negatif terhadap diri remaja.
Perbandingan dengan orang lain, konsep diri sangat tergantung kepada
cara bagaimana remaja membandingkan dirinya dengan orang-orang yang
hampir semua sama dengan dirinya.
Konsep diri tidak lepas dari pengamatan individu dalam melihat
kelebihan dan kelemahannya terhadap orang lain sehingga cenderung untuk
membandingkan dirinya dengan orang lain.
11 Clara R. Pudjiyog Yanti, Konsep Diri dalam Belajar Mengajar, op. cit., hlm. 24.
16
Peran seseorang. Setiap individu memainkan peran yang berbeda-beda. Di
dalam setiap peran tersebut individu diharapkan akan melakukan
perbuatan dengan cara itu. Dengan peran yang berbeda-beda akan
berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.
Identifikasi terhadap orang lain-kalau anak mengagumi orang dewasa
tersebut dengan cara meniru beberapa nilai kebaikan dan perbuatan
menunjukkan bahwa anak memiliki harga diri yang tinggi biasanya
memiliki orang tua yang juga memiliki harga diri yang tinggi pula.12
Disamping faktor-faktor ini, ada pula beberapa faktor spesifik lainnya
yang berkaitan erat dengan macam konsep diri yang bagaimana yang akan
dikembangkan oleh seseorang remaja. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah:
Usia kematangan. Remaja yang matang lebih awal biasanya
mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga akan dapat
menyesuaikan diri yang baik.
Penampilan diri. Daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang
menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.
Kepatuhan seks. Meliputi dari penampilan diri, minat dan perilaku.
Nama julukan. Peka dan malu bicara nama remaja dicemooh atau
dikatakan buruk. Nam-nama atau panggilan t6ertentu yang akhirnya
menjadi bahan tertawaan akan membawa seorang remaja kepada
pembentukan yang lebih negatif. Sebaiknya nama dan julukan yang
bernada lebih positif dapat merubah konsep diri seseorang ke arah yang
lebih positif dapat mempunyai pengaruh yang positif terhadap
perkembangan konsep diri seorang remaja.
Hubungan keluarga. Hubungan yang erat dengan seorang anggota
keluarga akan menyebabkan remaja mengidentifikasikan dirinya dan
mengembangkan pola kepribadian yang sama.
12 Malcolm Hardy and Heyes, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga Press, 1988),
hlm. 140
17
Teman sebaya. Konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggota yang
konsep teman-teman tentang dirinya. Remaja biasanya dalam tekanan
untuk membedakan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.
Kreativitas. Dalam hal ini remaja mengembangkan perasaan individualitas
dan identitas
Cita-cita yang realistis, akan menyebabkan remaja percaya diri dari puas
terhadap dirinya sendiri.13
Dari beberapa faktor di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah, citra diri, jenis kelamin, peran
perilaku orang tua, lingkungan keluarga satu peran faktor sosial.
Di dalam kehidupan sehari-hari seringkali seseorang menyatakan
perasaan bahwa ia berbeda atau mempunyai ciri-ciri khusus dari orang lain,
yang demikian itu menyebabkan seseorang lebih mengenal akan dirinya
sendiri tentang segala kekurangan dan kelebihannya. Sebagai akibatnya
seseorang akan mempunyai sikap atau pandangan yang positif atau pandangan
yang negatif terhadap dirinya.
Konsep diri yang positif atau konsep diri tinggi pada anak dapat
tercipta, apabila kondisi keluarga ditandai dengan adanya integritas dan
tenggang rasa yang tinggi antar anggota keluarga. Adanya integritas dan
tenggang rasa serta sikap positif orang tua akan menyebabkan anak
memandang orang tuanya sebagai figur yang berhasil dan menganggap ayah
sebagai teman karib atau orang yang dapat dipercaya.
Dengan kata lain kondisi keluarga yang demikian akan membuat anak
menjadi lebih percaya dalam membentuk seluruh aspek dirinya karena ia
mempunyai modal yang dapat dipercaya. Anak juga merasa bahwa dirinya
mendapatkan dukungan dari orang tua, sehingga ia mampu memecahkan
masalahnya. Tingkat kecemasan merak menjadi berkurang dan menjadi
bersikap lebih positif serta realitas dalam memandang lingkungan dan dirinya.
Untuk lebih jelasnya mengenai konsep diri yang positif ataupun yang
negatif, maka harus mengetahui ciri-ciri konsep diri tersebut.
13 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm. 235
18
Adapun ciri-ciri konsep diri yang positif menurut William D. Broke
yang dikutip Jalaluddin Rakhmad adalah sebagai berikut:
a. Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
b. Ia merasa setara dengan orang lain
c. Ia menerima pujian tanpa merasa malu
d. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai perasaan, keinginan dan
perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat
e. Mampu memperbaiki dirinya, karena sanggup mengungkapkan aspek-
aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha merubahnya.14
Sedangkan Burns mengemukakan bahwa seseorang yang merasa
dirinya termasuk orang yang memiliki konsep diri positif berarti dia memiliki
konsep diri yang sehat, mempunyai harga diri, orang yang berkompetensi,
dirnya cukup memadai dan dirinya cukup mempunyai rasa percaya diri.15
Dengan kata lain bahwa orang yang memiliki konsep diri positif akan
menunjukkan karakteristik bersikap konsisten, berperilaku di dalam cara-cara
konsisten dan mengesampingkan pengalaman yang merugikan. Sebaliknya,
ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri yang negatif menurut Brooks yang
dikutip Jalaluddin Rakhmat adalah:
Pertama. Peka terhadap kritik orang, orang tersebut sangat tidak tahan
terhadap kritik yang diterimanya, mudah marah dan naik pitam. Bagi individu
ini koreksi cenderung dipersepsikan sebagai ancaman untuk menjatuhkan
harga dirinya.
Kedua. Responsif terhadap pujian, segala macam yang menunjang
harga dirinya akan menjadi perhatian utamanya.
Ketiga. Hiperkritik terhadap orang lain. Seseorang selalu mengeluh,
mencela atau meremehkan apapun dan siapapun, mereka tidak pandai dan
tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau kelebihan pada orang lain.
Keempat. Cenderung tidak disenangi orang lain. Dalam hal ini
seseorang merasa tidak diperhatikan oleh orang lain. Hal tersebut disebabkan
14 Jalaluddin Rakhmad, op.cit., hlm. 105 15 Muntholi’ah, op.cit., hlm. 41
19
karena aksi orang lain dianggap sebagai musuh, sehingga tidak dapat
melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.
Kelima. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Menganggap tidak
berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.16
Ketika memasuki masa remaja, tingkat pertumbuhan fisik dapat
menjadi sumber kegelisahan yang besar, apakah itu berlangsung terlalu lambat
ataupun terlalu cepat. Kecepatan perkembangan fisik seorang remaja di
bandingkan dengan remaja-remaja lainnya di dalam kelompok sebayanya
sangat mempengaruhi bagaimana perasaan remaja-remaja tersebut terhadap
dirinya.17
Keadaan fisik ataupun citra tubuh remaja yang meliputi tinggi tubuh,
berat tubuh dan corak kulit dikatakan positif jika sesuai dengan norma-norma
budaya yang ideal mengenai perkembangan fisik. Jika perkembangan fisik
remaja tidak sesuai dengan norma yang diharapkan, remaja akan merasa
mengalami penghinaan diri yang dapat menurunkan kepercayaan dirinya.
Penampilan seperti dalam hal berpakaian dipergunakan sebagai
ukuran ekspresi diri, pencarian perhatian dan untuk mendapatkan perasaan
harga diri. Bagi remaja laki-laki perasaan harga diri secara positif dikaitkan
dengan penggunaan pakaian yang estetik dan menarik perhatian dan bagi
remaja perempuan hal tersebut dikaitkan dengan segi-segi penggunaan yang
bersifat estetik, menarik perhatian, minat dan pengelolaannya.18
Artinya bahwa bagi remaja ketika merasa aman dalam hal
berpenampilan dan sesuai dengan norma-norma yang ada maka cenderung
mempunyai tingkat perasaan harga diri yang lebih tinggi atau mempunyai
perasaan yang lebih positif tentang dirinya.
Pada hakekatnya bila seseorang diterima, disetujui dan disukai tentang
sebagai apa dia dan dia sadar akan hal ini, maka suatu konsep diri yang positif
menjadi miliknya. Bila orang lain memperolok-olok, meremehkan, menolak,
16 Jalaluddin Rakhmad, op.cit., hlm. 105 17 Burns, Konsep Diri Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku, (Jakarta: Arcan,
1993), hlm. 228 18 Ibid., hlm. 229
20
mengkritik mengenai tingkah laku atau keadaan fisiknya, maka penghargaan
terhadap diri atau harga diri sangat kecil, maka suatu konsep diri yang negatif
menjadi miliknya.19
Ketika konsep diri negatif tumbuh, maka akan terjadi perubahan
kepribadian. Terjadi pergeseran bertahap pada cara anak itu menilai dirinya
sendiri. Ia mulai melihat dirinya mempunyai banyak sifat yang negatif dari
pada yang positif. Ia menganggap kawan sebayanya lebih mampu, sehingga
mengakibatkan makin kurang rasa bangga diri dan kurang percaya diri. Anak
yang mempunyai konsep diri negatif biasanya mencoba menghindarkan situasi
yang mungkin menghasilkan kegagalan, frustasi, akibatnya mereka tidak mau
mencoba jika diragukan kemungkinan sukses.
Dalam kenyataannya memang tidak ada seseorang yang benar-benar
sepenuhnya mempunyai konsep diri yang positif dan konsep diri yang negatif.
Untuk memperoleh kebutuhan konsep diri yang positif maupun konsep diri
yang negatif. Untuk memperoleh kebutuhan konsep diri yang positif maupun
konsep diri yang negatif, individu perlu didapatkan sebanyak mungkin tanda-
tanda tentang ciri individu dengan konsep diri yang positif maupun negatif.
B. REMAJA
1. Pengertian dan Ciri-cirinya
Berbicara tentang remaja adalah merupakan hal yang sangat menarik
dan unik. Masa remaja mempunyai berbagai macam keistimewaan dan ciri
yang sangat mempengaruhi sikap, jiwa dan tidakannya. Apalagi masa remaja
merupakan satu masa pertumbuhan yang dilalui oleh setiap manusia dewasa.
Belum ada kesepakatan mengenai pengertian tentang remaja.
Meskipun batasan yang diberikan oleh para ahli ilmu jiwa itu satu sama
lainnya tidak jauh berbeda.
Dr. Sarlito Wirawan Sarwono menyatakan bahwa remaja adalah
periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa atau masa belasan
19 Ibid., hlm. 234
21
tahun atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah
diatur, mudah terangsang, penarasan, dan sebagainya.20
Pada masa ini, hidupnya terasa terombang-ambing, kebingungan, labil
dan tidak mantap, karena ia dihadapkan pada permasalahan-permasalahan
baru, sehingga ia merasa takut, berani, maju mundur, tenang, berontak, dan
akhirnya sampai kepada selamat, hidup teguh, kuat dan mampu memikul
tanggung jawab sendiri.
Menurut Zakiah Drajat masa remaja adalah masa peralihan antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa, dimana anak-anak mengalami
pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik
dalam bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, tapi bukan pula orang
dewasa yang telah matang.21
Dan juga menurut Drs. Hasan Basri berpendapat bahwa remaja adalah
mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan
ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.22
Dari pendapat di atas dijelaskan bahwa menginjak suatu remaja itu
adalah meninggalkan masa kanak-kanak dan menuju pada masa pembentukan
dan mempunyai rasa tanggungjawab, juga masa remaja itu ditandai dengan
pengalaman-pengalaman yang baru yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Dalam fisik, biologis maupun pikir (kejiwaan). Menstruasi pertama yang
dialami oleh seorang perempuan dan keluarnya sperma dalam mimpi basah
pertama bagi laki-laki.23
Ditinjau dari sudut pandang psikologis, masa remaja itu adalah
peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yaitu saat-saat tidak mau lagi
diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari fisiknya ia belum dapat
dikatakan orang dewasa.24
20 Sarlito Wirawan Sarwono, op.cit., hlm. 2 21 Zakiah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), hlm. 101 22 Hasan Basri, Remaja Berkualitas, Problematika Remaja dan Solusinya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar), hlm. 4 23 Ibid 24 Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1987), hlm. 63
22
Dari beberapa pengertian remaja tersebut, kiranya dapat diambil
kesimpulan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa tetapi belum sebagai orang dewasa dan menuju masa
pembentukan tanggung jawab.
Batas usia remaja secara global berlangsung antara usia 11 dan 21
tahun, dengan pembagian 11-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa
remaja pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir.25
Berkaitan dengan penelitian, maka yang dimaksudkan usia remaja
adalah yang berumur 11-15 tahun, yakni remaja awal.
Dalam masa remaja awal terdapat ciri-ciri yang khas, adapun ciri-
cirinya sebagai berikut:
Ketidakstabilan keadaan perasaan yang emosi. Tidak aneh lagi bagi orang
yang mengerti kalau sikap remaja yang sesekali bergairah dalam bekerja
tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih
yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan.
Hal sikap dan moral, terutama menonjol menjelang akhir masa remaja
awal (15-17 tahun). Organ-organ seks yang telah matang mendekati
remaja lawan seks. Ada dorongan-dorongan seks dan kesenjangan untuk
itu, sehingga kadang-kadang dinilai oleh masyarakat tidak sopan.
Hal kecerdasan atau kemampuan mental. Kemampuan mental dan
kemampuan berpikir remaja awal mulai sempurna. Keadaan ini terjadi
dalam usia antara 12-16 tahun.26
Hal status remaja awal sangat sulit ditentukan. Status remaja awal tidak
saja sangat sulit ditentukan, bahkan membingungkan. Perlakuan yang
diberikan oleh orang dewasa terhadap remaja awal sering berganti-ganti.
Ada keraguan orang dewasa untuk memberi tanggung jawab kepada
remaja dengan dalih mereka masih kanak-kanak.
25 F.J. Monks A.M., P. Knoers, Siti Rahayu Hajitono, Psikologi Perkembangan;
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999), hlm. 262
26 Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999), hlm. 262
23
Remaja awal banyak masalah yang dihadapi, antara lain tersebab ciri-ciri
tersebut diatas, menjadikan remaja awal sebagai individu yang banyak
masalah yang dihadapinya. Sebab-sebab lain adalah sifat emosional
remaja awal. Kemampuan berpikir lebih dikuasai oleh emosionalitasnya
sehingga kurang mampu mengadakan konsensus dengan pendapat orang
lain yang bertentangan dengan pendapatnya. Akibatnya masalah yang
menonjol adalah pertentangan sosial.27
Masa remaja awal adalah masa yang sangat kritis. Dikatakan kritis sebab
pada masa ini remaja dihadapkan pada pertanyaan apakah ia akan dapat
menghadapi atau memecahkan masalahnya atau tidak. Kadang mereka
bisa menghadapi masalahnya dengan baik, menjadi modal dasar dalam
menghadapi masalah-masalah selanjutnya, sampai ia dewasa.28
Itulah ciri-ciri umum remaja awal yang harus dimengerti dan
mendapat perhatian yang serius terus menerus dari setiap orang yang dianggap
dewasa guna mampu memahami, memberikan bimbingan dan mampu
membantu memecahkan segala problem yang dihadapi remaja itu.
2. Perkembangan Remaja
Dalam perkembangan kepribadian seseorang, maka remaja
mempunyai arti yang khusus. Namun begitu masa remajanya mempunyai
tempat yang tidak jelas dalam rangkaian perkembangan seseorang. Secara
tidak jelas masa remaja dapat dibedakan dari masa dewasa dan masa tua. Masa
dewasa dapat dikatakan sudah berkembang penuh, ia dapat menguasai
sepenuhnya fungsi-fungsi fisik dan psikisnya. Pada masa tua merupakan masa
kemunduran terutama dalam fungsi fisiknya.29
Dalam perkembangan remaja merupakan pilar utama dalam
membentuk kepribadian yang akan menjadikan sifat dan tingkah laku
seseorang, dimana dewasanya kelak. Remaja dalam pertumbuhannya akan
mengalami berbagai konflik pribadi yang menyebabkan kenakalan yang
27 Ibid., hlm. 34 28 Ibid., hlm. 35 29 F.J. Monks, Knoers, Siti Rahayu, op.cit., hlm. 258
24
mungkin muncul dalam pribadi itu sendiri. Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa pertumbuhan itu adalah suatu proses perubahan yang berangsur-angsur.
Adapun perkembangan remaja dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Perkembangan Fisik
Manifestasi adanya segala perubahan dapat kita amati dalam berbagai
cara, bentuk dan jenis yang kesemuanya menunjukkan adanya perbedaan
antara individu yang satu dengan individu yang lain. Hal ini disebabkan
karena perbedaan jenis kelompok atau lingkungan hidup tepat remaja itu
tumbuh. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja bukan hal yang
menyangkut pada bidang psikolog saja, namun perubahan itu terjadi pula
pada fisik atau jasmani.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada anak perempuan adalah:
1. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi dan anggota badan
menjadi panjang)
2. Pertumbuhan payudara
3. Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan
4. Mencapai ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya
5. Bulu kemaluan menjadi kriting
6. Haid atau menstruasi
7. Tumbuh bulu-bulu ketiak
Sedangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada anak laki-laki:
1. Pertumbuhan tulang-tulang
2. Testis (buah pelir) membesar
3. Tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus dan berwarna gelap
4. Awal perubahan suara
5. Ejakulasi (keluarnya sperma)
6. Bulu kemaluan menjadi kriting
7. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimal setiap
tahunnya.
8. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot)
9. Tumbuh bulu ketiak
25
10. Akhir perubahan suara
11. Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap
12. Tumbuh bulu di dada.30
Pada masa ini juga terjadi perubahan pada tinggi dan berat badan. Oleh
karena masa puber wanita lebih awal dari pada laki-laki, maka perubahan
dalam lajunya pertumbuhan ini lebih cepat.
Menurut penelitian Nicolsen dan Hanley pertumbuhan maksimum yang
dicapai wanita adalah pada usia 11,5 tahun dan untuk laki-laki 13,5 tahun.
Artinya pertumbuhan pada usia tersebut merupakan penambahan ukuran
tinggi dan berat badan yang paling cepat. Di samping itu, pertumbuhan
badan yang lain juga terdapat pada lengan dan kaki lebih besar dan
panjang untuk laki-laki. Bahu anak laki-laki lebih besar seperti halnya
pertumbuhan pinggang pada anak wanita perbedaan dalam lajunya
pertumbuhan serta usia kematangan mempengaruhi bentuk tubuhnya. Hal
ini berpengaruh pada kegiatan-kegiatan serta minat-minat dan ada
hubungannya dengan perbedaan-perbedaan kepribadian.31
Masa remaja awal ini juga ditandai oleh perkembangan tenaga fisik yang
melimpah-limpah. Keadaan tersebut menyebabkan tingkahlaku anak-anak
kelihatan kasar, canggung, berandalan, kurang sopan, liar, dan lain-lain.
Pada masa ini pertumbuhan jasmani sangat pesat. Anak jadi cepat besar,
bobot badannya naik dengan pesat, dan tubuhnya bertambah panjang
dengan cepat. Makannya banyak sekali terutama anak laki-laki dan
aktivitasnya makin meningkat.
b. Perkembangan Psikis
Masa remaja berkaitan erat dengan perkembangan “sense of identity us
role confusion”, yaitu perasaan atau kesadaran akan jati dirinya. Remaja
dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang menyangkut keberadaan
30 Sarlito Wirawan Sarwono, op.cit., hlm. 52-53 31 Dadang Sulaiman, Psikologi Remaja, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm. 25
26
dirinya dan masa depannya dan peran-peran sosialnya dalam keluarga dan
masyarakat.32
Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang
sensitive dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau
situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah
tersinggung atau marah, mudah sedih dan murung), tidak berusaha
mengendalikan perasaannya.33
Perasaan atau emosi remaja awal telah ada, dan berkembang semenjak ia
bergaul dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan
kelompok teman sebaya. Apabila lingkunga tersebut kondisinya cukup
diwarnai oleh hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling
menghargai dan penuh tanggung jawab, maka sikap perasaan/emosi
remaja itu berkembang. Sebaliknya apabila kurang dipersiapkan untuk
memahami peran-perannya dan kurang mendapatkan perhatian dan kasing
saying dari orang tua atau teman sebaya, mereka akan cenderung
mengalami kecemasan, perasaan tertekan.
Perasaan yang sangat ditakuti oleh remaja, bahwa mereka sangat takut
terkucil atau terisolir dari kelompoknya. Hal ini menyebabkan remaja
sangat intim dan bersikap perasaan terikat dengan teman sepergaulannya,
sehingga ia merasa dibutuhkan, merasa berharga dalam situasi pergaulan.
Perasaan dibutuhkan dan berharga menimbulkan kesukarelaannya untuk
menyumbangkan sesuatu kepada teman sepergaulannya. Kemudian teman
sepergaulannya merasa pula dibutuhkan dan merasa berharga. Demikian
seterusnya hingga terjadi jalinan keintiman.34
Rasa sedih merupakan sebagian emosi yang sangat menonjol dalam masa
remaja awal. Remaja sangat peka terhadap ejekan-ejekan yang dilontarkan
kepada diri mereka. Sebaliknya perasaan gembira biasanya akan nampak
manakala si remaja mendapat pujian, terutama pujian terhadap diri atau
32 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm. 188 33 Ibid., hlm. 197 34 Andi Mappiare, op.cit., hlm. 59
27
hasil usahanya. Perasaan-perasaan gembira yang didapat si remaja akibat
penghargaan terhadap diri dan hasil usahanya (prestasinya) memegang
peranan penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri mereka.
c. Perkembangan Sosial
Perkembangan kea rah masa remaja diiringi dengan bertambahnya minat-
minat terhadap penampilan diri serta kegiatan kelompok sosial lainnya
yang anggotanya terdiri dari jenis kelamin yang sama atau berlainan. Pada
umumnya remaja mulai melepaskan diri dari rumah dan berhubungan
dengan masyarakat. Dia mencari sosok yang dapat dijadikan contoh.35
Remaja sebagai penerus bangsa diharapkan mampu untuk mencapai
perkembangan secara matang, dalam arti ia memiliki penyesuaian sosial
(social adjustment) yang tepat. Artinya, remaja diharapkan mampu
mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, dan relasi. Kemampuan
untuk menyesuaikan ini meliputi tiga bidang yakni keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Penyesuaian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Di lingkungan Keluarga
a. Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga
b. Menerima otoritas ortu (mau menaati peraturan orang tua)
c. Menerima tanggungjawab dan batasan-batasan (norma keluarga)
2. Di lingkungan Sekolah
a. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah
b. Berpartisipasi dalam kegiatan dakwah
c. Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah
d. Bersikap hormat terhadap guru atau pemimpin sekolah atau staf
lainnya
e. Membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya
3. Di lingkungan Masyarakat
a. Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain
b. Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain
35 Abdul 'Aziz el-Qudsy, terj. Zakiah Darajat, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental,
(Jakarga: Bulan Bintang, 1974), hlm. 210
28
c. Bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain
d. Bersikap respek terhadap nilai-nilai tradisi dan kebijakan-kebijakan
masyarakat.36
Dalam perkembangan sosialnya komunikasi dengan orang lain adalah
sangat penting. Perkembangan sosial remaja awal adalah sebagai
berikut:
1. Perhatian/minat bervariatif dan tidak tetap (berubah-ubah)
2. Banyak bicara, ribut dan menunjukkan sikap berani dalam setiap
tindakannya
3. Mencari status di antara teman sebaya dengan rasa hormat yang
tinggi pada “nilai” kelompok sebayanya
4. Adanya keinginan untuk mengidentifikasi diri dengan
kelompoknya, sebagai kelompok anak laki-laki dan anak
perempuan
5. Membuat status keluarga dimana faktor hubungan kekeluargaan
tidak menjadi penting, hal ini merupakan sesuatu yang dapat
mempengaruhi pemilihan relasi dan kerjasama.
6. Banyak melakukan kegiatan sosial yang informal seperti pesta
7. Jarang mengadakan kencan
8. Menitikberatkan pada membangun hubungan dengan anak laki-laki
dan anak perempuan
9. Membuat pertamanan sementara
10. Mempunyai banyak teman
11. Adanya kemampuan untuk menerima berbagai kegiatan dalam
kesempatan untuk hubungan sosial
12. Hanya sedikit penghayatan pada diri sendiri maupun orang lain
13. Menerima peraturan-peraturan yang diberikan oleh orang dewasa
sebagai sesuatu pengaruh yang penting dan seimbang
36 Syamsu Yusuf, op.cit., hlm. 199
29
14. Adanya “pertentangan” dalam menerima kekuasaan orang
dewasa.37
C. Anak Yatim
1. Pengertian
Pengertian yatim menurut bahasa yakni “yatama” atau “aitam” adalah
anak yang bapaknya telah meninggal dan belum baligh (dewasa), baik ia kaya
atau miskin, laki-laki atau perempuan. Adapun anak yang bapak dan ibunya
telah meninggal termasuk juga dalam kategori yatim dan biasanya disebut
yatim piatu. Istilah piatu ini hanya dikenal di Indonesia, sedang dalam
literatur fiqih klasik hanya dikenal istilah yatim saja.38
Menurut Imam Musthofa al-Maraghi, yatim adalah:
.اليتيم لفة من مات ابوه مطلقا لكن العرف حصصه مبن مل يبلغ مبلغ الرجال
“yatim secara bahasa adalah orang yang ditinggal mati bapaknya secara mutlak, sedangkan menurut pengertian ‘urf (adat) dikhususkan untuk anak-anak yang belum mencapai urusan dewasa”.39
Sedangkan menurut Muhammad Rasyid Ridlo adalah:
هو من الناس من فقد اباه قبل بلوغة احليس الىت يستفحن فيهامن كفا لته ومن
. اناث احليوان هي اليت تكفد صغارهااحليوان من فقد امه صغريالءن
“sebutan yatim untuk golongan manusia adalah anak yang ditinggal mati orang tuanya (bapak) sampai ia mencapai usia dewasa, yang dalam usia tersebut membutuhkan asuhannya, sedangkan untuk golongan hayawan adalah anak hewan yang ditinggal mati induknya semasa masih kecil, karena induk hewan itu yang mengasuh anaknya yang masih kecil”.40
Berikut beberapa pendapat para ahli tentang pengertian anak yatim:
37 Dadang Sulaiman, op.cit., hlm. 30-32 38 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar
Jilid 6, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), hlm. 61 39 Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Juz IV, (Beirut: Darul Fikri), hlm. 178 40 Muhammad Rasyid Ridlo, Tafsir al-Manar Juz IV, (Beirut: Darul Ma'arif), hlm. 23
30
b. “yatim adalah anak-anak yang ayahnya telah meninggal dunia dalam
keadaan belum dewasa”.41
c. “yatim adalah anak-anak yang kedua orangtuanya telah meninggal
dunia”.42
d. “yatim adalah anak yang bapak atau orang tuanya meninggal dunia”.43
e. “yatim atau piatu adalah anak yang kematian ayah”.44
Dengan demikian berdasarkan dari berbagai definisi dan pandangan
para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bah yang dimaksud anak yatim
adalah anak yang telah ditinggal mati oleh salah satu atau kedua orang tua
baik laki-laki ataupun perempuan, baik kaya atau miskin sehingga
membutuhkan bimbingan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan material
maupun non material.
Sedangkan anak yang ditinggal mati orang tuanya dalam keadaan
dewasa dan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, tidak disebut yatim
lagi.
2. Perhatian al-Qur’an terhadap Anak Yatim
Anak yatim adalah sosok manusia yang mendapat kedudukan khusus
dan mulia di sisi Allah. Perhatian Allah begitu besar kepada mereka,
sebagaimana tercermin dari banyaknya ayat dalam al-Qur’an yang
membicarakan anak yatim. Al-Qur’an menaruh perhatian besar terhadap anak
yatim karena kelemahannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuk
kepedulian yang dapat diberikan kepada anak-anak yatim antara lain; berbuat
baik kepada anak yatim:
وبالوالدين إحسانا وبذي القربى واليتامى
41 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), hlm. 1962 42 Muhsin MK., Mari Mencintai Anak Yatim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 25 43 Ibid., hlm. 26 44 Fahruddin HS. Ensiklopedia al-Qur'an Jilid II, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 568
31
“Dan berbuatlah kepada ibu bapak, kerabat dan anak-anak yatim”.
(QS. An-Nisa’: 36).45
Ayat ini memerintahkan untuk berbuat baik kepada anak-anak yatim
dalam berbagai hal yang dapat menjadikan hidup mereka menjadi tenang,
sejahtera dan bahagia. Berbuat baik kepada mereka dapat membantu
meringankan atau menghilangkan kesengsaraan dan penderitaan yang dialami
sejak kecil, menyangkut harkat dan martabat mereka, serta dapat
meningkatkan semangat mereka untuk menghadapi hidup dan masa depan.46
Islam juga memperhatikan masa depan anak-anak yatim. Mereka
diharapkan mempunyai masa depan yang baik, cerdas dan bahagia. Meski
ditinggal harta benda, namun tanpa bimbingan orang tua, mereka akan
mengalami kesulitan dalam mencapai masa depan. Anak yatim membutuhkan
bimbingan yang penuh cinta kasih. Sebab cinta kasih merupakan bagian
integral dari kebutuhan seorang anak.
3. Menyampaikan harta benda anak yatim
Materi atau harta benda adalah sarana yang menunjang kehidupan
manusia agar semua kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan layak. Manusia
tidak bisa lepas dari tuntutan pemenuhan kebutuhan materi. Demikian halnya
dengan anak yatim yang perlu mendapatkan perlindungan hak atas harta
mereka.
Islam menjamin dan memberikan perlindungan harta benda anak-anak
yatim sebagai peninggalan atau warisan orang tua mereka. Harta benda
mereka mendapat perlindungan dari orang-orang yang mendapat amanah
untuk memelihara dan mengasuh anak-anak itu sejak kecil. Perlindungan ini
mencakup antara lain untuk tidak dapat menyalahgunakan, memakan dan
menukar yang baik dengan yang buruk, menjaga kebutuhan dan keberadaan
harta mereka, serta membantu dan menjaga kerahasiaan harta benda milik
mereka.
45 Seonardjo dkk., Al-Qur'an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI., (Semarang: Toha Putra, 1995), hlm. 456
46 Muhsin MK., op.cit., hlm. 6
32
Setelah anak-anak yatim itu tumbuh dewasa dan cerdas, barulah harta
benda itu dikembalikan kepada maraca sebagai milik yang sah, dalam
keadaan baik dan utuh. Dengan demikian, perlindungan terhadap harta benda
mereka pun selesai.
Allah berfirman:
لخبيث بالطيب وال تأكلوا أموالهم إلى أموالكم وآتوا اليتامى أموالهم وال تتبدلوا ا
.إنه كان حوبا كبريا
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, janganlah kamu menukar dengan yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa besar”. (QS. An-Nisa’: 2)47
Dalam ayat ini tertuang tentang tata aturan dalam memelihara anak-
anak yatim, termasuk menjaga harta benda mereka sebagaimana tuntunan
dalam agama Islam.48
Dari uraian di atas jelaslah bahwa memelihara, memberikan harta
kepada anak yatim adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh para wali
orang-orang yang jujur dalam memelihara dan menjaga harta benda anak-
anak yatim akan berusaha memberikan simpanan itu tetap dalam keadaan
yang baik, utuh dan tidak berkurang sedikit pun nilainya. Disamping itu,
mereka akan berusaha untuk tidak memakan, menukar dan mengembalikan
harta itu sebelum anak-anak yatim berusia baligh (dewasa) dan mampu
mempergunakan harta itu dengan baik.
4. Pemenuhan kebutuhan anak yatim
Manusia adalah makhluk yang memiliki keinginan dan kebutuhan
yang tidak terhingga. Jika sebagian saja dari keinginannya tidak terpenuhi,
maka kehidupannya akan berada dalam kondisi yang membahayakan dan
47 Soenardjo dkk., op.cit., hlm. 114 48 Muhsin MK., op.cit., hlm. 69
33
menjadi sarana berbagai bencana. Dalam menghadapi kebutuhan hidup,
sebagian ada yang mampu bertahan dalam waktu relatif lama, namun ada
pula yang tidak sanggup. Setiap individu memiliki kebutuhan tertentu yang
harus dipenuhi dan dicukupi dengan cara yang stabil dan seimbang,
kebutuhan-kebutuhan itu antara lain:
a. Kebutuhan Jasmani
Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan yang paling penting dan
utama bagi manusia sejak masa kelahiran sampai akhir kehidupan, mungkin
seseorang yang tidak dapat merasakan keceriaan dan kegembiraan masih
dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang, meskipun takkan sempurna.
Akan tetapi jika kebutuhan jasmaniah nya tidak terpenuhi, ia takkan mampu
melangsungkan kehidupannya.
Demikian halnya dengan anak yatim yang kebutuhan hidupnya kurang
begitu terjamin lantaran kematian orang tuanya, maka sudah sewajarnya jika
semua orang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak yatim.
Kebutuhan jasmani ini mencakup makan, minum, tidur, beristirahat,
tempat tinggal dan pakaian yang layak serta kesehatan dan kebersihan.
Seorang anak memerlukan kesehatan dan pertumbuhan yang sempurna, ini
dapat terpenuhi mengenai pemberian menu makanan yang tepat dan bersih
serta pola hidup yang teratur.
Adapun aspek jasmaniah ini, adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kebersihan dan kesehatan
2. Membiasakan makan makanan yang baik, sekedar mencukupi kebutuhan
badan dan menguatkan
3. Bermain dan berolahraga.49
Dengan demikian pemenuhan kebutuhan jasmani bertujuan untuk
menjaga kelangsungan hidup manusia agar mampu untuk tumbuh dan
berkembang secara wajar, sehingga potensi dapat tergali dengan baik.
Kondisi fisik anak yatim berhubungan erat dengan perawatan kesehatan
49 Zainuddin dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990),
hlm. 128-129
34
dengan baik, ditandai dengan kebugaran jasmani yang memuaskan, jauh dari
penyakit yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
b. Kebutuhan Psikis
Kebutuhan fisik berpengaruh pada timbal balik dengan faktor psikis,
misalnya perasaan sakit-sakitan, lemah, lesu dan tidak ada gairah untuk
melakukan sesuatu, keluhan yang berpindah-pindah yang mungkin dari sudut
fisiknya sebenarnya tidak apa-apa, tetapi justru berpengaruh pada psikis.
Alam pikiran, emosi, dan kondisi kejiwaan seorang adalah dasar dalam
bertingkahlaku, berinteraksi dengan orang lain. Kondisi psikis ini ditandai
oleh rasa puas, bahagia, dalam kehidupan sehari-hari, menerima keadaan
sebagaimana adanya, menerima hasil atau prestasi dari usaha dan cita-cita
atau keinginannya tanpa ada frustasi yang berkepanjangan, adalah faktor-
faktor yang berpengaruh besar terhadap kondisi psikis seseorang.50
Kebutuhan psikis ini meliputi; kebutuhan akan rasa kasih sayang,
aman, harga diri, kebebasan, kesuksesan, dan kebutuhan mengenal.51
c. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan anak untuk bergaul dan
berinteraksi dengan anak lain. Karena anak merupakan makhluk sosial yang
mempunyai potensi untuk hidup bermasyarakat, sedangkan potensi-potensi
yang dibawa sejak lahir itu baru bisa berkembang melalui pergaulan dengan
sesama. Proses perkembangan pada dasarnya merupakan proses penyiapan
diri sebagai makhluk sosial kultural dalam menghadapi masa depan, oleh
sebab itu tugas masa depan perlu dipertimbangkan dalam proses pertumbuhan
anak.
Diantara kebutuhan sosial penting setiap individu adalah bergaul,
dimana untuk memenuhinya harus didasarkan pada nilai-nilai akhlak,
ketentuan agama dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sebelum
anak terjun dalam lingkungan yang luas, maka terlebih dahulu harus dibekali
50 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Anak Remaja dan Keluarga, (Jakarga: Bpk. Gunung
Mulia, 2004), hlm. 211-212 51 Zakiah Darajat, op.cit., hlm. 71
35
dengan pendidikan sosial, agar memahami tentang adab, sopan santun, dan
norma-norma sosial lainnya.52
Mengenai kebutuhan sosial ini, al-Qur’an menjelaskan: manusia itu
pasti memerlukan pergaulan dengan orang lain yang dianggap sebagai sejenis
dengan dirinya. Oleh sebab itu, manusia perlu mempelajari norma-norma
kesopanan dalam pergaulan. Setiap orang yang bergaul dengan satu macam
golongan, tentu ada cara dan peraturannya sendiri-sendiri.53
Demikian halnya dengan anak yatim yang juga memerlukan
pemenuhan kebutuhan sosial dan berinteraksi, baik dengan sesama maupun
dengan lingkungan. Setelah kematian orang tuanya, anggota rumah tangga
dan sanak saudara haruslah secepat mungkin mengisi kekosongan tersebut.
Selain itu, si anak yatim tersebut juga ingin menjalin hubungan lebih akrab
dengan teman-teman sebayanya dapat mengalihkan perhatian untuk
sementara waktu dan menghibur kehampaan hidupnya.
d. Kebutuhan Agama
Kebutuhan agama yaitu kebutuhan manusia terhadap kebutuhan hidup
yang dapat menunjukkan jalan ke arah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.54
Dalam diri setiap insan, terdapat suatu kecenderungan yang terpendam
yakni kecenderungan untuk berdoa dan beribadah kepada Allah yang Maha
Tinggi, serta berserah diri pada keadilan absolut dan undang-undang-Nya.
Masalah ini merupakan masalah yang bersifat fitrah.
Anak-anak yatim disamping membutuhkan bantuan dari orang lain
agar tetap survive, mereka juga memiliki keinginan untuk bersandar yang
kuat, yang dapat melindungi sewaktu dirinya berada dalam keadaan yang
membahayakan. Manakala menghadapi kesulitan, ia akan mengeluhkan
kesulitan tersebut serta memohon pertolongan dari-Nya, untuk kemudian
tenggelam dalam lautan cinta dan kasih sayang-Nya yang abadi.
52 Soenardjo dkk., op.cit., hlm. 122-123 53 Zainuddin dkk., op.cit., hlm. 122-123 54 Ibid., hlm. 192
36
Islam memberikan perhatian yang semestinya pada aspek spiritual.
Kehidupan yang sabar, ridlo, dan tawakkal. Ketika berada dalam masalah,
seseorang diseru untuk kembali kepada Allah.
Dengan demikian, setiap individu memerlukan kebutuhan spiritual dan
merasakan betapa besar pengaruh kepercayaan kepada Tuhan, untuk
menenangkan jiwa seseorang yang goncang akibat tidak mengerti akan
sesuatu yang sangat penting artinya bagi dirinya, termasuk di sini adalah anak
yatim yang membutuhkan sandaran sehingga dirinya dapat berjalan di atas
nilai-nilai maknawiah (spiritual).
5. Konsep Diri Anak Yatim Usia Remaja
Yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati
orang tuanya (bapak atau ibunya) sebelum mencapai usia dewasa.55 Yang
dalam usia tersebut membutuhkan bimbingan dan asuhan dari orang lain
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tidak dapat disangkal bahwa pada umumnya kematian salah seorang
atau kedua orang tua akan memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan
seorang anak, terutama bila anak itu berada pada usia remaja (11-15 tahun),
suatu tahap-tahap usia yang dianggap rawan dalam perkembangannya, lebih-
lebih pada masalah konsep diri, yang menyangkut citra diri, harga diri, dan
kepercayaan diri.
Gambaran seorang anak yang kehilangan pelindung dan rasa aman,
serta terbentang di hadapannya samudera kesengsaraan potensial sering kali
mewarnai anggapan dan pandangan mengenai keadaan kehidupannya yang
kemudian menumbuhkan citra diri yang kurang menguntungkan bagi
perkembangannya.56
Sebagai orang yang ditinggal dan tidak lagi punya bapak atau orang
tua, anak yatim telah kehilangan tempat bernaung dan mendapatkan
perlindungan dari orang tua. Ketika anak yatim tidak mendapatkan kasih
55 Muhammad Rasyid Ridlo, op.cit., hlm. 23 56 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar Offset, 1995), hlm. 171
37
sayang dan perhatian, maka dengan sendirinya kondisi tersebut akan
menimbulkan berbagai macam problem pada anak-anak yatim, lebih-lebih
jika mereka masih remaja, baik problem fisik, psikis maupun sosial dan
menjadikan mereka kurang percaya diri.
Macam-macam problem yang terjadi pada masa-masa menjadi yatim
bukanlah suatu hal yang buruk, sebab dengan adanya berbagai macam
problem tersebut, seorang remaja yatim akan meneliti sikap hidup lama dan
mencoba-coba yang baru dalam rangka menemukan dirinya sendiri untuk
menjadi pribadi yang dewasa. Lebih lanjut dikatakan bahwa masalah yang
muncul dalam masa-masa ini akan membuat remaja mampu berpikir konkrit
sehingga dapat membantu dirinya dalam perkembangannya.
Remaja akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan memiliki
konsep diri yang matang apabila diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan
keluarga yang sehat, utuh dan bahagia. Keluarga adalah suatu unit sosial yang
paling kecil dan paling utuh. Keluarga yang beranggotakan ayah, ibu, dan
anak, suatu keseluruhan yang saling mempengaruhi. Bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga akan mempengaruhi suasana keluarga secara
keseluruhan dan sebaliknya, perubahan suasana akan menimbulkan dampak
pada perasaan, pemikiran dan perilaku anggota-anggotanya, terutama
terhadap anak yang ditinggalkan.57
Kematian senantiasa menimbulkan suasana murung, suasana perasaan
itu bisa berlangsung wajar dan bisa berlangsung lama. Makin berlarut-larut
suasana murung dan berkabung itu makin besar kemungkinan timbulnya
dampak negatif pada keluarga tersebut. Kematian ayah sebagai pelindung dan
pencari nafkah keluarga, demikian pula kematian ibu sebagai sumber kasih
sayang yang paling murni, apalagi kematian keduanya, jelas akan
menimbulkan goncangan pada anak-anak yang ditinggalkan.58
Anak-anak yang ditinggalkan akan mengalami kesulitan atas beberapa
kebutuhan diantaranya kebutuhan fisik seperti; sandang, pangan, makin
57 Ibid. 58 Ibid., hlm. 172
38
menurunnya kondisi kesehatan, kebutuhan psikis seperti; kurangnya kasih
sayang, rasa tidak aman, hampa, bahkan mungkin pula mereka akan merasa
terpencil dan terkucilkan oleh lingkungan sekitar.
Bahkan dalam kenyataannya banyak anak-anak yatim yang terlantar
hidupnya dan menunjukkan bermacam-macam perilaku menyimpang, seperti;
mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, mencuri, berkelahi, dan
sebagainya. Yang akhirnya tidak disenangi dan diterima orang lain karena
tingkah lakunya.
Konsep diri merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah
remaja akan berperilaku menyimpang atau tidak, sebab perilaku menyimpang
merupakan perwujudan adanya gangguan dalam usaha pencapaian harga
diri.59
Bila remaja gagal dalam mencapai harga diri, maka remaja akan
merasa kecewa terhadap keadaan dirinya dan lingkungannya. Akibatnya
remaja memandang dirinya dengan negatif. Sebaliknya bila remaja berhasil
dalam mencapai harga diri, maka remaja akan puas terhadap dirinya dan
lingkungan.
Konsep diri yang negatif dapat menghancurkan kehidupan remaja,
karena ia berada dalam keadaan tidak berdaya dalam menghadapi berbagai
tantangan dan masalah yang ditimbulkan oleh kenyataan ketika menjadi
yatim. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia terlalu menyerah dengan
keadaan tanpa berbuat apa-apa, ia putus asa dan pesimis menghadapi masa
depannya.60 Dalam hal ini biasanya ia akan cenderung mengalami kegagalan,
dan oleh karena itu terus menerus mendapat kritik yang dapat merusak
konsep dirinya.
Ada juga remaja yatim yang mempunyai konsep diri yang matang dan
dikatakan positif. Sejalan dengan tidak terbebasnya dari kematian, demikian
pula setiap orang tidak dapat menghindarkan diri dari kemungkinan menjadi
59 Jalaluddin Rahmat, op.cit., hlm. 129 60 Muhammad Surya, Bina Keluarga, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 233
39
yatim. Ini adalah proses alamiah (sunatullah) yang akan dialami oleh setiap
insan.61
Keyatiman dan (juga musibah-musibah lainnya) justru akan membuat
si yatim kuat dan tahan menderita serta memberi peluang untuk
mengembangkan konsep dirinya dengan sikap mandiri. Dengan kata lain
keyatiman merupakan kondisi potensial untuk mengembangkan kedewasaan
secara lebih cepat dan mantap.62
Terutama yang sudah remaja, terhadap kenyataan bah maraca adalah
yatim. Keyatiman adalah kenyataan yang tidak dapat diubah lagi, yang dapat
diubah dan dikembangkan adalah sikap menghadapinya, yakni menerima
dengan penuh ketabahan dan keberanian menghadapi fakta hidup ini.
Biasanya kebanyakan dari maraca memiliki sifat-sifat kemandirian
yang tinggi, mampu melihat kenyataan, memiliki tanggung jawab yang
tinggi, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, hubungan yang baik dan
terpelihara dan karakteristik lainnya dengan tujuan demi mencapai masa
depan yang gemilang.63
Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa pada umumnya konsep
diri anak yatim usia remaja itu tidak semuanya bersifat pesimis atau negatif,
tapi juga ada yang bersifat optimis atau positif.
61 Hanna Djumhana Bastaman, op.cit., hlm. 172 62 Ibid. 63 Muhammad Surya, op.cit., hlm. 232