7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Disiplin Kerja
2.1.1. Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin adalah suatu hal yang sangat penting untuk pertumbuhan
organisasi, terutama digunakan untuk memotivasi pegawai agar mendisiplinkan
diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun secara
kelompok. Disamping itu, disiplin juga bermanfaat untuk mendidik karyawan
dalam mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, serta kebijakan yang ada
sehingga menghasilkan kinerja yang baik.
Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang pengertian disiplin kerja,
dan setiap ahli menjelaskannya secara berbeda sehingga dibawah ini penulis
mencantumkan beberapa pengertian dari beberapa ahli diantaranya:
Menurut Handoko dalam Hamali (2016:213) menyatakan bahwa ”disiplin
adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional”.
Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2017:86) menyatakan bahwa:
Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi
dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin
karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan
disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat
pencapaian tujuan perusahaan.
Menurut Ndraha dalam Sinambela (2016:335) menyatakan bahwa:
Kerja adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
nilai positif dari aktivitas tersebut. Kerja diartikan sebagai proses
penciptaan atau pembentukan nilai baru pada suatu unit sumber karya,
pengubahan atau perubahan nilai pada suatu unit alat pemenuh kebutuhan
yang ada.
8
Menurut Hasibuan dalam Sinambela (2016:335) “Disiplin kerja adalah
kemampuan kerja seseorang untuk secara teratur, tekun secara terus-menerus dan
bekerja sesuai dengan aturan-aturan berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan
yang sudah ditetapkan”.
Menurut Sinambela (2018:335) menyimpulkan bahwa:
Disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan pegawai menaati semua
peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Dengan
demikian, disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan pimpinan
untuk berkomunikasi dengan pegawai agar mereka bersedia untuk
mengubah perilaku mereka mengikuti aturan main yang ditetapkan.
Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi. Artinya, tanpa
dukungan disiplin kerja pegawai yang baik, sulit bagi organisasi terebut
untuk mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa disiplin kerja adalah tindakan manajemen untuk mendorong agar para
anggota organisasi memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku
berupa tata tertib dan adanya sanksi bagi yang melanggarnya.
2.1.2. Jenis Disiplin Kerja
Menurut Mangkunegara dalam Sinambela (2016:336) terdapat dua jenis
bentuk disiplin kerja yaitu:
1. Disiplin Preventif
Disiplin Preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai untuk
mengikuti dan mematuhi pedoman dan aturan kerja yang ditetapkan oleh
organisasi. Disiplin preventif bertujuan untuk menggerakkan dan
mengarahkan agar pegawai bekerja dan berdisiplin.
2. Disiplin Korektif
Disiplin Korektif adalah suatu upaya penggerakan pegawai dalam
menyatukan suatu peraturan dan mengarahkannya agar tetap mematuhi
9
berbagai peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada organisasi.
Dalam disiplin korektif pegawai yang melanggar displin akan diberikan
sanksi yang bertujuan agar pegawai tersebut dapat memperbaiki diri dan
mematuhi aturan yang ditetapkan.
2.1.3. Tujuan Dan Manfaat Disiplin Kerja
Menurut Simamora dalam Sinambela (2016:339) menyatakan bahwa
”tujuan utama tindakan pendisiplinan adalah memastikan bahwa perilaku-perilaku
pegawai konsisten dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh organisasi”.
Menurut Siswanto dalam Sinambela (2016:340) menguraikan bahwa
maksud dan sasaran dari disiplin kerja adalah terpenuhinya beberapa tujuan
seperti:
1. Tujuan umum disiplin kerja
Tujuan umum disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai
dengan motif organisasi bagi yang bersangkutan baik hari ini, maupun hari
esok.
2. Tujuan khusus disiplin kerja
Tujuan khusus antara lain:
a) Untuk para pegawai menempati segala peraturan dan kebijakan
ketenagakerjaan maupun peraturan, serta kebijakan perusahaan yang
berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, serta melaksanakan
perintah manajemen
b) Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, serta mampu
memberikan servis yang maksimum pada pihak tertentu yang
10
berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang
diberikan kepadanya
c) Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana barang dan jasa
perusahaan dengan sebaik-baiknya
d) Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku
pada perusahaan
e) Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai
dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Menurut Sutrisno dalam Hamali (2016:219) faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin kerja karyawan adalah:
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi
Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para
karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, jika karyawan
merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya
yang telah dikontribusikan bagi perusahaan.
2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan
perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana
pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana pimpinan dapat
mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat
merugikan aturan disiplin yang ditetapkan.
11
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, jika tidak
ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama.
Disiplin tidak mungkin ditegakkan jika peraturan yang dibuat hanya
berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi
dan situasi.
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan
Keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan sangat diperlukan ketika ada
seorang karyawan yang melanggar disiplin, yang sesuai dengan tingkat
pelanggaran yang dibuatnya. Tindakan tegas yang diambil oleh seorang
pemimpin akan membuat karyawan merasa terlindungi dan membuat
karyawan merasa terlindungi dan membuat karyawan berjanji tidak akan
mengulangi kesalahan yang telah dilakukan.
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini
tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini
disebabkan para atasan langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat
dengan para karyawan yang ada dibawahnya. Pengawasan yang dilaksanakan
atasan langsung ini sering disebut waskat. Seorang pemimpin bertanggung
jawab melaksanakan pengawasan melekat ini pada tingkat manapun, sehingga
tugas-tugas yang dibebankan kepada bawahan tidak menyimpang dari apa
yang telah ditetapkan.
12
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan
Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan
akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Seorang pemimpin tidak
hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak dekat dalam
artian batin. Pimpinan yang mau memberikan perhatian kepada karyawan
akan selalu dihormati dan dihargai oleh para karyawan sehingga akan
berpengaruh besar kepada prestasi, semangat kerja, dan moral kerja
karyawan.
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin, antara
lain:
a) Saling menghormati bila bertemu di lingkungan kerja
b) Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya sehingga para
karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut
c) Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi
pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan karyawan
d) Memberitahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan kerja.
Dengan menginformasikan ke mana dan untuk urusan apa, walaupun
kepada bawahan sekalipun.
Menurut Siswanto dalam Sinambela (2016:356) berpendapat bahwa
faktor-faktor dari disiplin kerja itu ada lima yaitu:
1. Frekuensi kehadiran. Salah satu tolok ukur untuk mengetahui tingkat
kedisiplinan pegawai adalah semakin tinggi frekuensi kehadirannya atau
rendahnya tingkat kemangkiran maka pegawai tersebut telah memiliki
disiplin kerja yang tinggi.
13
2. Tingkat kewaspadaan. Pegawai yang dalam melaksanakan pekerjaannya
selalu penuh perhitungan dan ketelitian memiliki tingkat kewaspadaan yang
tinggi baik terhadap dirinya maupun terhadap pekerjaannya.
3. Ketaatan pada standar kerja. Dalam melaksanakan pekerjaannya, seorang
pegawai diharuskan menaati semua standar kerja yang telah ditetapkan sesuai
dengan aturan dan pedoman kerja agar kecelakaan kerja tidak terjadi atau
dapat dihindari.
4. Ketaatan pada peraturan kerja. Hal ini dimaksudkan untuk kenyamanan dan
kelancaran dalam bekerja
5. Etika kerja. Etika kerja diperlukan oleh setiap pegawai dalam melaksanakan
pekerjaannya agar tercipta suasana harmonis, saling menghargai antar sesama
pegawai.
2.1.5. Indikator-Indikator Dalam Disiplin Kerja
Menurut Hasibuan (2017:194) Pada dasarnya banyak indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai suatu organisasi diantaranya:
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal, serta cukup
menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan
(pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan
kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja dengan sungguh-
sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
14
2. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai
karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
Pimpinan harus memberi contoh yang baik, seperti berdisiplin, jujur, adil,
serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik,
kedisiplinan bawahan pun akan baik. Sebaliknya, apabila teladan pimpinan
kurang baik (kurang disiplin) maka para bawahan pun akan kurang disiplin.
3. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai
karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan
terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik
terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Balas jasa
berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. Artinya, semakin
besar balas jasa maka semakin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya,
apabila balas jasa kecil maka kedisiplinan karyawan menjadi rendah.
Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan
primernya tidak terpenuhi dengan baik.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan
sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan
sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan
dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang
terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Seorang manajer yang cakap
dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya.
15
Dengan keadilan yang baik, akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.
Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan agar
kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam
mewujudkan kedisiplinan pegawai perusahaan. Dengan waskat berarti atasan
harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, semangat kerja,
dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir di
tempat kerja untuk mengawasi dan memberikan petunjuk jika ada
bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Waskat lebih efektif dalam merangsang kedisiplinan dan moral kerja
karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk,
pengarahan dan pengawasan dari atasannya.
6. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat maka karyawan akan semakin
takut melanggar peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner
karyawan akan berkurang.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas,
bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan
sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas
menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan
16
diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan
memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-
hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct
single relationship, direct group relationship, dan cross relationship
hendaknya berjalan harmonis. Manajer harus berusaha menciptakan suasana
hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun
horizontal diantara semua karyawannya. Terciptanya human relationship
yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman.
Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi,
kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam
organisasi tersebut baik.
2.2. Kinerja
2.2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan wujud nyata dari kemampuan seseorang atau
merupakan hasil kerja yang dicapai karyawan dalam mengemban tugas dan
pekerjaan yang diberikan perusahaan.
Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang pengertian kinerja, dan
setiap ahli menjelaskannya secara berbeda sehingga dibawah ini penulis
mencantumkan beberapa pengertian dari beberapa ahli diantaranya:
17
Menurut Benardin dan Russel dalam Priansa (2017:48) menyatakan bahwa
“kinerja merupakan hasil yang diproduksi oleh fungsi pekerjaan tertentu atau
kegiatan pada pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu. Hasil kerja
tersebut merupakan hasil kemampuan, keahlian, dan keinginan yang dicapai".
Menurut Sinambela, dkk dalam Priansa (2017:48) meyatakan bahwa:
Kinerja adalah kemampuan pegawai dalam melakukan keahlian tertentu.
Kinerja pagawai sangatlah perlu sebab dengan kinerja ini akan diketahui
seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Untuk itu, diperlukan penentuan kriteria yang jelas
dan terukur, serta ditetapkan secara bersama-sama yang dijadikan sebagai
acuan.
Menurut Harsuko dalam Priansa (2017:49) meyatakan bahwa:
Kinerja adalah sejauh mana seseorang telah melaksanakan strategi
perusahaan, baik dalam mencapai sasaran khusus yang berkaitan dengan
peran perseorangan dan/atau dengan memperlihatkan kompetensi yang
dinyatakan relevan bagi perusahaan. Kinerja dalah konsep
multidimensional yang mencakup tiga aspek, yaitu sikap (attitude),
kemampuan (ability), dan prestasi (accomplishment).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa kinerja karyawan adalah suatu tingkat pencapaian hasil kerja
seseorang dalam suatu perusahaan dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan
perusahaan.
2.2.2. Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai beberapa tujuan seperti yang
telah dinyatakan oleh Werther dan Davis dalam Priansa (2017:62), yaitu:
1. Peningkatan kinerja (performance improvement)
Memungkinkan pimpinan dan pegawai untuk mengambil tindakan yang
berhubungan dengan peningkatan kinerjanya.
18
2. Penyesuaian kompensasi (compensation adjustment)
Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang
berhak menerima kenaikan kompensasi, demikian pula sebaliknya.
3. Keputusan penempatan (placement decision)
Menentukan promosi, transfer, dan demosi yang berlaku bagi pegawai yang
dapat diperoleh dari hasil penilaian kerja.
4. Kebutuhan pelatihan (training needs)
Mengevaluasi kebutuhan pelatihan bagi pegawai dalam rangka meningkatkan
kinerjanya agar lebih optimal.
5. Perencanaan dan pengembangan karier (career planning and development)
Memadu perusahaan untuk menentukan jenis karier dan potensi karier yang
dapat dicapai oleh pegawai.
6. Proses perekrutan pegawai (staffing process deficiencies)
Penilaian kinerja mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai yang
digunakan oleh perusahaan.
7. Ketidakakuratan informasi dan kesalahan desain pekerjaan (informational
inaccuracies and job-design errors)
Membantu menjelaskan kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen SDM,
terutama dalam bidang informasi analisis pekerjaan, desain pekerjaan, dan
sistem informasi manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang berlaku
dalam perusahaan.
19
8. Kesempatan pegawai yang sama (equal employment opportunity)
Menunjukkan bahwa keputusan penempatan tidak diskriminatif, artinya
setiap pegawai memiliki kesempatan yang sama untuk jabatan tertentu sesuai
dengan kebutuhan perusahaan.
9. Tantangan eksternal (eksternal challenges)
Kinerja pegawai dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, misalnya
keluarga, kesehatan, dan lingkungan kerja.
10. Umpan balik (feedback)
Hasil penilaian kinerja memberikan umpan balik bagi kepegawaian
ataupun bagi pegawai itu sendiri.
2.2.3. Kriteria – Kriteria Kinerja Pegawai
Menurut Schuler dan Jackson dalam Priansa (2017:49) menyebutkan tiga
kriteria yang berhubungan dengan kinerja sebagaimana dijelaskan dalam tabel
berikut:
Tabel II.1.
Kriteria – Kriteria Kinerja Karyawan
No Kriteria Penjelasan
1. Sifat Kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada
karakteristik pribadi seseorang karyawan. Loyalitas,
keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan
memimpin merupakan sifat – sifat yang sering dinilai
selama proses penilaian. Jenis criteria ini memusatkan diri
pada cara kerja seseorang, bukan pada yang dicapai atau
tidak dicapai seseorang dalam pekerjaannya
2. Perilaku
Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada cara pekerjaan
dilaksanakan. kriteria ini penting sekali bagi pekerjaan
yang membutuhkan hubungan antar personal pegawai. Sebagai contoh, apakah pegawanya ramah atau
menyenangkan.
20
3. Hasil Kriteria berkenaan dengan hasil semakin popular dengan
semakin ditekannya produktivitas dan daya saing
internasional. kriteria ini berfokus pada apa yang telah
dicapai atau dihasilkan daripada bagaimana sesuatu
dicapai atau dihasilkan.
Sumber: (Priansa 2017:49)
2.2.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson dalam Priansa (2017:50) faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan individual
Mencakup bakat, minat, dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan
merupakan bahan mentah yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis.
Dengan demikian, kemungkinan seorang pegawai mempunyai kinerja yang
baik, jika kinerja pegawai tersebut memiliki tingkat keterampilan yang baik,
pegawai tersebut akan menghasilkan yang baik pula.
2. Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan bagi pegawai adalah ketika kerja, kehadiran dan
motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi yang
diperlihatkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Oleh
karena itu, jika pegawai memiliki tingkat keterampilan untuk mengerjakan
pekerjaan, ia tidak akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya. Hal ini
berkaitan dengan perbedaan antara tingkat keterampilan dan tingkat upaya.
Tingkat keterampilan merupakan cerminan dari kemampuan yang dilakukan,
sedangkan tingkat upaya merupakan cerminan dari sesuatu yang dilakukan.
21
3. Lingkungan organisasional
Di lingkungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi pegawai
yang meliputi pelatihan dan pengembangan peralatan, teknologi, dan
manajemen.
2.2.5. Indikator Kinerja
Menurut Moheriono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016), yaitu:
1. Efektif, indikator ini mengukur derajat kesesuaian yang dihasilkan dalam
mencapai sesuatu yang diinginkan.
2. Efisien, indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan
output dengan menggunakan biaya serendah mungkin.
3. Kualitas, indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk
atau jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen.
4. Ketepatan waktu, indikator ini mengukur apakah pekerjaan telah diselesaikan
secara benar dan tepat waktu.
5. Produktivitas, indikator ini mengukur tingkat efektivitas suatu organisasi.
6. Keselamatan, indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara keseluruhan
serta lingkungan kerja para karyawan ditinjau dari aspek kesehatan.
2.2.6. Meningkatkan Kinerja
Menurut Tyson dan Jackson dalam Priansa (2017:52) “meningkatkan
kinerja merupakan konsep sederhana, tetapi penting. Konsep tersebut didasarkan
pada ide bahwa sebuah tim akan meningkat dengan cepat dan terus-menerus
dengan cara meninjau keberhasilan dan kegagalannya”.
Ada empat tahap dalam rencana kerja meningkatkan kinerja menurut
Tyson dan Jackson dalam Priansa (2017:52), yaitu :
22
1. Memulai tugas-tugas yang telah dikerjakan oleh kelompok dan membiarkan
tim mengindentifikasi faktor-faktor signifikan yang telah memberikan
kontribusi terhadap keberhasilan dan tugas-tugas yang merintangi
keberhasilan.
2. Dari faktor-faktor keberhasilan dan kegagalan, pilihlah yang praktis dan
buang yang tidak mempunyai nilai.
3. Kelompok menyetujui cara membuat faktor-faktor tersebut dengan tepat dan
menyingkirkan yang lain.
4. Analisis tersebut tidak hanya dilakukan pada tingkat kelompok, tetapi juga
pada tingkat individual.
2.3. Konsep Dasar Operasional Dan Perhitungan
2.3.1. Kisi-Kisi Operasional Variabel
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Menurut Arikunto dalam Sujarweni (2014:76), menyatakan bahwa ”variasi
jenis instrument penelitian adalah angket, ceklis (check-list), atau daftar centang,
pedoman wawancara, pedoman pengamatan”.
23
Tabel II.2.
Kisi-Kisi Instrumen Disiplin Kerja (Variabel X)
Variabel Dimensi Indikator Butir Item
Disiplin Kerja
(X)
Tujuan dan
Kemampuan
1. Kejelasan
Tujuan
2. Beban Kerja
1,2
Keteladanan
Pimpinan
1. Keteladanan
pimpinan
3
Balas Jasa 1. Kepuasan
terhadap balas
jasa yang
diberikan
4
Keadilan 1. Adanya
persamaan hak
dan kewajiban
5
Waskat 1. Keaktifan
pimpinan
dalam
melakukan
pengawasan
6
Sanksi Hukuman 1. Pelaksanaan
hukuman
ketika
melakukan
kesalahan
7
Ketegasan 1. Penindakan
yang konsisten
dalam
melaksanakan
peraturan
8,9
Hubungan
Kemanusiaan
1. Keharmonisan
hubungan
10
Sumber: Hasibuan dalam (Irawan & Handayani : 2018)
24
Tabel II.3.
Kisi-Kisi Instrumen Kinerja Karyawan (Variabel Y)
Variabel Indikator Dimensi Butir
Pernyataan
Kinerja
Karyawan
(Y)
Efektif 1. Hasil kinerja karyawan 1
Efisien 2. Pekerjaan sesuai dengan
target 2
Kualitas
3. Hasil kerja karyawan
4. Kualitas produk atau
jasa sama dengan
harapan konsumen
3,4
Ketepatan waktu
5. Mengukur kinerja
karyawan telah selesai
secara benar dan tepat
waktu
5
Produktivitas
6. Para karyawan bekerja
dengan benar
7. Inisiatif karyawan
8. Kerjasama karyawan
6,7,8
Keselamatan
9. Kesehatan organisasi
secara keseluruhan serta
lingkungan kerja para
karyawan
10. Asuransi karyawan
9,10
Sumber : Abdullah dalam (Yuliantari & Ulfa : 2016)
2.3.2. Uji Instrumen Penelitian
Uji instrumen penelitian terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas, yang
masing-masing memiliki penjelasan, yaitu:
1. Uji Validitas
Menurut Sujianto dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016), Validitas bertujuan
untuk menguji apakah tiap item atau instrumen benar – benar mampu
mengungkap faktor yang akan diukur atau konsisten internal tiap item alat ukur
alat ukur dalam mengukur suatu faktor. Metode yang sering digunakan untuk
memberikan penilaian terhadap validitas kuesioner adalah korelasi antara skor tiap
butir pertanyaan dengan skor total, sehingga sering disebut dengan inter-item total
25
correlation. Nilai korelasi yang diperoleh lalu dibandingkan dengan tabel nilai
korelasi (r). Jika hitung > r tabel pada taraf kepercayaan tertentu, berarti instrumen
tersebut memenuhi kriteria validitas.
Menurut Sugiyono dalam (Pramularso, 2018), menyatakan bahwa “dalam
perhitungan validitas menggunakan teknik korelasi person product moment
dengan program SPSS. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi
syarat adalah kalau r = 0,3. Jadi kalau relasi antar butir dengan skor total kurang
dari 0,3 maka butir dalam instrumen dinyatakan tidak valid”.
2. Uji Reliabilitas
Menurut Noor dalam (Pramularso, 2018), menyatakan bahwa “perhitungan
untuk reliabilitas menggunakan rumus Alpha Chronbach’s juga dengan program
SPSS. Jika nilai Alpha > 0,60, disebut reliabel”.
Tabel II.4.
Skala Alpha Cronchbach’s
Sumber : Triton dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016)
2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan
Konsep dasar perhitungan yang penulis gunakan dalam penelitian ini,
yaitu:
1. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2017:80) mengatakan bahwa “populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
Nilai Alpha Cronchbach’s Keterangan
0,00-0,20 Kurang reliabel
0,21-0,40 Agak reliabel
0,41-0,60 Cukup reliabel
0,61-0,80 Reliabel
0,80-1,00 Sangat reliabel
26
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya”.
Menurut Sugiyono (2017:81) mengatakan bahwa “sampel adalah bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.
Dalam pengambilan sampling menggunakan teknik sampel jenuh (total
sampling), yaitu seluruh populasi mewakili sampel.
Menurut Sugiyono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016), mengemukakan
bahwa “sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel”.
2. Skala Likert
Menurut Sugiyono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016) skala likert
digunakan digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena
sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya
disebutkan sebagai variabel penelitian. Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan skala likert mempunyai gradiasi dari sangat positif sampai sangat
negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain:
Tabel II.5.
Klasifikasi Jawaban dan Besarnya Skor
Alternatif Jawaban Skor Kode
Sangat Setuju 5 SS
Setuju 4 S
Ragu-ragu 3 RG
Tidak setuju 2 TS
Sangat Tidak setuju 1 STS
Sumber: Sugiyono(Yuliantari & Ulfa, 2016)
27
3. Uji Koefisien Korelasi
Menurut Siregar (2013:251), “koefisien korelasi adalah bilangan yang
menyatakan kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih atau juga dapat
menentukan arah dari kedua variabel”. Nilai korelasi: (r) = (-1 ≤ 0 ≤ 1).
Tabel II.6.
Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan
Nilai Korelasi Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 0,599 Cukup
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 0,100 Sangat kuat Sumber : Siregar (2013)
4. Uji Koefisien Determinasi
Menurut Siregar (2013:252), “koefisien determinasi adalah angka yang
menyatakan atau digunakan untuk mengetahui kontribusi atau sumbangan yang
diberikan oleh sebuah variabel atau lebih X (bebas) terhadap variabel Y (terikat)”.
Dengan rumus: KD = (r)² x 100%
Keterangan:
KD : Koefisien Determinasi
r : Koefisien Korelasi
5. Persamaan Regresi
Menurut Sugiyono dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016), mengemukakan
bahwa “regresi Sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal
satu variabel independen dengan satu variabel dependen”. Secara umum
persamaan regresi sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = a + b.X
28
Keterangan:
Y : Variabel terikat yang diproyeksikan
a : Nilai harga konstan Y jika= 0
b : Koefisien regresi atau nilai arah sebagai penentu prediksi yang
menunjukkan nilai peningkatan atau penurunan variabel terikat
X : Variabel bebas