5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Teknologi Informasi dan Sistem Informasi
2.1.1. Teknologi Informasi
Teknologi informasi dapat didefinisikan sebagai teknologi yang digunakan
untuk memperoleh, menyimpan dan memproses data dan informasi menjadi
bentuk yang dapat digunakan serta menyebar luaskan data yang telah diproses
tersebut (V.Rajaraman, 2004).
Sedangkan berdasarkan Information Technology Association of America
(ITAA 2009, June 17th), definisi teknologi informasi adalah “ the study, design,
and development, implementation, support or management of computer-based
information systems, particulary software application and computer hardware.”
2.1.2. Sistem Informasi
Secara konteks kalimat sistem informasi terdiri dari dua kata, yaitu sistem
dan informasi, dimana masing-masing memiliki arti tersendiri. Sistem adalah
sekumpulan obyek yang terdiri dari orang, sumber daya, konsep dan prosedur –
prosedur yang melakukan suatu fungsi spesifik untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan demikian, pengertian sistem informasi adalah kumpulan, proses,
penyimpanan, analisa, dan penyebaran informasi untuk maksud khusus (Turban,
2003).
6
Sistem merupakan sekumpulan elemen atau komponen yang berinteraksi
satu sama lain untuk mencapai tujuan tertentu. Elemen – elemen tersebut dan
hubungan di antaranya mendefinisikan bagaimana sistem bekerja. Sistem
memiliki input, mekanisme proses, output dan feedback. Dengan demikian sistem
informasi merupakan interaksi antar komponen untuk memproses informasi
dengan cakupan tertentu sehinggal menghasilkan data yang dapat digunakan
untuk proses selanjutnya (Ralph M. Stair, 2009).
2.2. Kegunaan Sistem Informasi
Menurut Romney & Steinbart (1995,p15) terdapat enam karakteristik agar
informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dapat meningkatkan efektifitas
bagi penerima bisnis proses dalam menjalankan bisnis proses, antara lain :
a) Relevan
Informasi yang didapat harus mengurangi ketidakpastian,
meningkatkan kemampuan pengambil keputusan untuk membuat
prediksi.
b) Reliable
Informasi yang didapat bersifat akurat dan terbebas dari bias.
c) Complete
Informasi yang didapat harus lengkap, tanpa menghilangkan aspek –
aspek penting atas kegiatan atau event yang sedang diukur.
d) Timely
Informasi yang didapat dapat tersedia tepat waktu.
e) Understandable
7
Informasi yang didapat harus dapat dimengerti sehingga dapat berguna
bagi pemakainya.
f) Verifiable
Informasi yang didapat, dapat memberikan perspektif yang sama bagi
para pengguna informasi.
2.3. J.D POWER
J.D POWER adalah suatu badan survey independent yang didirikan pada
tahun 1968 yang mengadakan survey mengenai kepuasan pelanggan, kualitas
produk dan buyer behavior. Dimana J.D POWER mempunyai variabel yang
dapat merepresentasikan sales satisfaction index (SSI), antara lain: Delivery
Process, Delivery Timing, Deal, Dealer Facility, Salesperson, Paperwork, Sales
Initiation ataupun customer service index (CSI), antara lain : Service Quality,
Vehicle Pickup, Service Initiation, Service Facility, Service Advisor. Yang
selanjutnya akan diteliti lebih lanjut sebagai variabel dalam thesis ini.
2.4. Sales Satisfaction Index (SSI)
Sales Satisfaction Index (SSI) adalah suatu indeks yang dapat mengukur
dan mengkaji kemampuan elemen yang berada pada dealer untuk memanage sales
proses, dimulai dari product knowledge, presentasi produk, negosiasi harga,
pemesanan kendaraan, sampai pada saat deliverable (JDPower, 2009). Selama ini
tingkat kepuasan pelanggan sangat relative dan sulit untuk diukur, dengan adanya
SSI, seluruh aspek yang berdampak pada kepuasan pelanggan terutama dalam
lingkup proses sales dari proses pemesanan kendaraan, proses deliverable, sampai
follow up yang bersinggungan langsung dengan customer. SSI bahkan dapat
8
digunakan untuk mengukur performa dari karyawan. Hakikatnya, setiap
perusahaan harus mampu memuaskan dan mempertahankan customer satisfaction.
Hal ini adalah kunci untuk mempertahankan kinerja bisnis dan mengungguli para
pesaing bisnis lainnya.
Gambar 2.1. Variabel SSI (Source: J.D. Power Asia Pacific Indonesia Sales Satisfaction Index (SSI) StudySM)
Variabel Sales Satisfaction Index (SSI) antara lain :
a) Delivery Process
Merupakan proses ketika penyerahan kendaraan :
Apakah wiraniaga bertemu langsung dengan customer secara langsung?
Apakah wiraniaga menjelaskan buku manual pemilik kendaraan?
9
Apakah wiraniaga menjelaskan buku jaminan dan perawatan?
Apakah wiraniaga menjelaskan fitur-fitur kendaraan?
Apakah wiraniaga memberikan nama petugas bengkel?
Kemampuan wiraniaga dalam menjawab pertanyaan selama proses
penyerahan.
Kondisi interior dan eksterior kendaraan bermotor yang diserahkan.
b) Delivery Timing
Merupakan mengenai ketepatan waktu dalam penyerahan kendaraan:
Kapan waktu pemesanan kendaraan.
Apakah waktu pengiriman sesuai dengan waktu yang dijanjikan?
Kesanggupan wiraniaga dalam memenuhi janji dalam penyerahan
kendaraan.
c) Deal
Kesesuaian harga yang dibayarkan dengan perkiraan.
Kemudahan proses negosiasi dan transparansi transaksi
d) Dealer Facility
Kenyamanan display kendaraan dalam showroom
Ketersediaan informasi produk
e) Salesperson
Penampilan fisik wiraniaga
10
Sikap wiraniaga selama proses pembelian
Inisiatif wiraniaga terhadap kebutuhan pengguna
Kemampuan wiraniaga untuk menjelaskan keunggulan produk
f) Paperwork
Cara pembayaran produk
Informasi yang lengkap dan kemudahan pengisian formulir pembelian.
Kecepatan dalam pemrosesan kredit
Kemudahan dalam pemrosesan kredit
g) Sales Initiation
Kesanggupan wiraniaga untuk memenuhi janji bertemu
Keaktifan wiraniaga untuk menindaklanjuti permintaan sebelum
pembelian.
2.5. Customer Service Index (CSI)
Customer Service Index (CSI) adalah suatu indeks yang dapat mengukur
dan mengkaji tingkat kepuasan pelanggan baik dari sisi maintanance, perbaikan
pelayanan, ataupun layanan purnajual (JDPower, 2009).
11
Gambar 2.2. Variabel CSI Source: J.D. Power Asia Pacific Indonesia Customer Service Index (CSI) StudySM
a) Service Quality
Adanya pemberitahuan waktu untuk melakukan perawatan berkala.
Tingkat kepuasan dalam penjadwalan service appointment.
Lamanya waktu menunggu hingga berbicara langsung dengan service
advisor.
b) Vehicle Pickup
Informasi kendaraan telah selesai diperbaiki
12
Ketepatan dalam memenuhi jangka waktu service yang telah
dijanjikan.
Tingkat kepuasan dalam penjelasan service yang telah dilakukan.
Lamanya waktu proses penyerahan kendaraan sejak pemberitahuan
kendaraan selesai di-service hingga waktu serah terima kendaraan.
c) Service Initiation
Adanya pemberitahuan waktu untuk melakukan perawatan berkala.
Tingkat kepuasan dalam penjadwalan service appointment.
Lamanya waktu menunggu hingga berbicara langsung dengan service
advisor.
d) Service Facility
Kemudahan mencari alamat bengkel.
Kebersihan area bengkel.
Kenyamanan fasilitas bengkel seperti TV, makanan, minuman, dll.
e) Service Advisor
Kerapihan dan keramahan SA.
Keaktifan SA dalam menangani kendaraan.
Kemampuan menjelaskan jenis pekerjaan dan biaya yang diperlukan.
2.6. System Development Life Cycle (SDLC)
Berdasarkan (Richard l.Van Horn, 2005) pengertian System Development
Life Cycle (SDLC) adalah “ The overall process for developing information
systems from planning and analysis through implementation and maintenance. “
Yang berarti System Development Life Cycle (SDLC) keseluruhan proses dari
13
suatu pengembangan sistem informasi dari mulai tahap perencanaan dan analisis
hingga keseluruhan proses implementasi dan pemeliharaan.System Development
Life Cycle (SDLC) terdiri dari 7 tahap, yakni : planning, system analysis, system
design, system development, testing, implementation, maintance.
Gambar 2.3. System Development Life Cycle
Planning Phase
Fase perencanaan awal dimana memberikan “bird eye view” dari
sistem yang akan diimplementasikan, yang akan digunakan sebagai
landasan dari planning yang akan digunakan untuk perencanaan
berikutnya dan menentukan project goal.
Analysis Phase
14
Fase analysis end user business requirements dan bagaimana
menuangkan project goal ke dalam fungsi – fungsi sistem yang
akan diimplementasi.
Design Phase
Fase dalam menjabarkan fitur- fitur yang diinginkan dalam bentuk
rancangan layar, business rule, flow chart, pseudocode.
Development Phase
Fase dalam membangun detail design – design yang telah
dijabarkan pada fase perancangan dan mentransformasikan ke
dalam actual system.
Testing Phase
Fase membawa sistem yang telah dibangun dalam fase
development ke dalam suatu lingkungan pengetesan, untuk
mendapatkan errors, bugs dan segala kekurangan yang ada
sehingga sistem yang dibangun dapat menemui business
requirement pada fase analysis.
Implementation Phase
Fase menempatkan sistem yang telah melewati fase testing ke
dalam sistem sesungguhnya (production environment) sehingga
pengguna dapat menggunakan dalam bisnis operasional.
15
Maintenance Phase
Fase dalam mengevaluasi implementasi, menangkap perubahan
yang terjadi, penambahan fungsi untuk menyakinkan bahwa sistem
dapat secara kontinu memenuhi business goals.
2.7. Dealer Management System (DMS)
Dealer Management System (DMS) adalah sebuah sistem informasi
manajemen yang dibuat khusus untuk industri otomotif atau manufaktur (Fortier,
2007). Modul-modul yang dicakup dalam DMS antara lain:
- Pelacakan inventory kendaraan
- Pelacakan penjualan
- Keuangan dan perhitungan asuransi
- Sistem penjualan
- Pelacakan pelanggan dan Follow Up pelanggan
- Akuntansi
- Mengelola website dealer
- Menghitung komisi karyawan
- Pelacakan purchase order
- Persediaan suku cadang
- Manajemen workorder
- Penjadwalan Appointment
16
2.8. Teori Sampling
Dalam menentukan responden penelitian dapat menggunakan teori
sampling. Berdasarkan Levine(2005) terdapat 2 (dua) teknik sampling dapat
digunakan dalam menentukan populasi koresponden, yaitu :
Non random sampling
Dalam pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu baik
secara subyektif ataupun dengan menggunakan kriteria tertentu.
Random sampling
Dalam pemilihan sampel dilakukan secara acak (random), berarti
setiap bagian dari populasi mempunyai probability yang sama.
Sampel adalah subset atau bagian kecil dari populasi yang dipilih untuk
mewakili populasi tersebut. Penentuan jumlah sampel menggunakan metode
Slovin (Ariola, Et Al., Principles and Methods of Research,2006), yaitu sebagai
berikut:
Dimana n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = batas kesalahan sampel yang dapat ditoleransi
17
2.9. Pengujian Kelayakan
2.9.1. Uji Validitas
Definisi validitas merujuk pada kecocokan antara suatu konstruk atau cara
seorang peneliti mengkonseptualisasikan ide dalam sebuah definisi dan
pengukuran konseptual (Neuman, 2000). Validitas menunjuk sejauh mana suatu
alat pengukur itu mampu mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2003).
Macam validitas umumnya digolongkan dalam tiga kategori besar, yaitu
validitas isi, validitas berdasarkan kriteria dan validitas konstruk.
Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel dengan
skor total variabel. Cara mengukur validitas konstruk salah satunya yaitu dengan
mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total
menggunakan rumus teknik korelasi “product moment”, yakni:
Keterangan:
r = Korelasi product momen
X = Skor pertanyaan
Y = Skor total seluruh pertanyaan
XY = Skor pertanyaan dikalikan skor total
N = Jumlah responden
Kriteria validasi suatu pertanyaan dapat ditentukan jika:
r hitung < r table, maka pertanyaan yang diajukan dinyatakan tidak valid
r hitung > r table, maka pertanyaan yang diajukan dinyatakan valid.
18
2.9.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan memberikan
pengukuran yang konsisten (Umar, 2003). Setiap alat pengukur seharusnya
memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relative yang
konsisten dari waktu ke waktu. Cara mencari reliabilitas untuk keseluruhan
variabel adalah dengan mengkoreksi angka korelasi yang diperoleh menggunakan
rumus:
di mana, = angka reabilitas keseluruhan variabel
= angka reabilitas belahan pertama dan kedua
2.10. Analisisa Statistik
2.10.1. Pearson Correlation Coefficient
Korelasi antara variabel satu dengan variabel lainnya pada dasarnya adalah
untuk menentukan apakah kedua variabel ini secara statistik independent/bebas.
Produk Pearson Moment adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengukur
nilai korelasi dari satu faktor ke faktor lain. Formula koefisien kolerasi pearson
product moment ialah:
r = sample koefisien kolerasi (koefisien kolerasi pearson product moment)
SP = jumlah dari produk = 𝛴(Xi – X)(Yi – Y)
19
SSx = jumlah kuadrat dari variabel X = 𝛴 (Xi - X)²
SSy = jumlah kuadrat dari variabel Y = 𝛴 (Yi - Y)²
Nilai korelasi digunakan untuk mengetahui sedekat apa hubungan antara
dua faktor tersebut. Nilainya antara -1 dan +1. Nilai positif memperlihatkan
hubungan yang positif, yang artinya semakin tinggi nilai dari faktor X akan
menghasilkan nilai yang tinggi juga pada faktor Y, nilai negatif memperlihatkan
sebaliknya. Nilai -1 memperlihatkan hubungan negatif yang kuat, 0
memperlihatkan tidak adanya relasi, dan +1 memperlihatkan hubungan positif
yang kuat. “Hubungan antara kedua variabel adalah suatu ukuran dari derajat
asosiasi linear antara dua variabel” (Aczel, 1999).
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel X terhadap Y,
digunakan rumus koefisien determinasi (R²) dengan cara ”mengkuadratkan nilai
koefisien korelasi (r) yang telah dihitung”, dengan rumus:
R² = r²
Keterangan :
R = Koefisien Determinasi
r = Koefisien Korelasi
2.10.2. Multiple Regression Analysis
Multiple regression analysis merupakan metode untuk menganalisa
perubahan dari satu variabel (dependent variable) dengan menggunakan satu set
dari variabel lainnya yang sudah diketahui sebelumnya (independent variables),
20
untuk memprediksi atau meramalkan arti nilai dari variabel bebas berdasarkan
nilai yang diketahui dari variabel tidak bebas.
Hasil dari multiple regression analysis ialah R-kuadrat dan multiple
koefisien determinasi. Koefisien R-kuadrat mengukur bagaimana persamaan
regresi cocok dengan data. Multiple regresi melibatkan model yang mempunyai
dua atau lebih variable tidak bebas dan satu variable bebas (Timothy C Urdan,
2005).
Analisis ini juga menggunakan F-test dan T-test. T-test digunakan untuk
menemukan korelasi antara masing-masing variabel bebas dengan sebuah variabel
tidak bebas. Timothy C Urdan (2005) menjelaskan bahwa t-test ialah sebuah F-
Test memberikan gambaran bagaimana hubungan linear antara variable tidak
bebas dengan variable yang bebas.
Hyphothesis statistik untuk F-test:
H0: ß1 = ß2 = ß3 = … ßi = 0
H1: tidak semua ßi (i = 1,2,3,…,k) = 0
F-measure formula:
dimana,
MSR = mean square of regression
MSE = mean square of error
SSR = sum square of regression
21
SSE = sum square of error
k = jumlah variabel tidak bebas
2.11. Kepuasan Pengguna
Pengguna akan menentukan tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan
pengguna dan tingkat kinerja sistem dalam setiap variabel. Kepuasan pengguna
dapat tercapai apabila sistem yang digunakan oleh pengguna sesuai dengan
harapan (Kotler, 2003). Berikut ini merupakan matriks atau kuadran analisis
kepentingan dan kinerja :
Gambar 2.4. Matriks Analisis Kinerja dan Kepentingan. .(Sumber : Kotler, 2003)
Kuadran A :
Kuadran A menunjukkan bahwa tingkat kepentingan variabel Dealer
Management System (DMS) masih tinggi sedangkan kinerja dari sistem
masih kurang, sehingga jika berada dalam kuadran ini peningkatan
kualitas dari kinerja sistem menjadi prioritas utama.
22
Kuadran B :
Kuadran B menunjukkan bahwa tingkat kepentingan variabel Dealer
Management System (DMS) tinggi dan kinerja dari sistem juga tinggi.
Kuadran C :
Kuadran C menunjukkan bahwa tingkat kepentingan variabel Dealer
Management System (DMS) rendah dan kinerja dari sistem juga
rendah.
Kuadran D
Kuadran D menunjukkan bahwa tingkat kepentingan variabel Dealer
Management System (DMS) rendah sedangkan kinerja dari sistem
sudah tinggi.
2.12. Importance Performance Analysis (IPA)
Metode Importance Performance Analysis (IPA) telah diterima secara
umum dan dipergunakan pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk
diterapkan dan tampilan hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja
(Martinez, 2003).
IPA menggabungkan pengukuran faktor tingkat kepentingan dan tingkat
kinerja dalam grafik dua dimensi yang memudahkan penjelasan data dan
mendapatkan usulan praktis.
Interpretasi grafik IPA sangat mudah, dimana grafik IPA dibagi menjadi empat
buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran importance-performance.
Ada dua macam metode untuk menampilkan data IPA (Martinez, 2003)
yaitu: pertama menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata pada
sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penangganan dengan tujuan untuk
23
mengetahui secara umum penyebaran data terletak pada kuadran berapa, kedua
menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil pengamatan
pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penangganan dengan tujuan
untuk mengetahui secara spesifik masing-masing faktor terletak pada kuadran
berapa. Metode yang kedua lebih banyak dipergunakan oleh para peneliti.
Berikut prosedur berkaitan dengan penggunaan metode IPA:
Penentuan faktor-faktor yang akan dianalisa.
Melakukan survey melalui penyebaran kuesioner.
Menghitung nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja,
Membuat grafik IPA.
Melakukan evaluasi terhadap faktor sesuai dengan kuadran masing-
masing.
2.13. End User Computing Satisfaction
End User Computing Satisfaction (EUCS) adalah metode untuk mengukur
tingkat kepuasan dari pengguna suatu sistem aplikasi dengan membandingkan
antara kepentingan dan kenyataan dari sebuah sistem informasi. Definisi End
User Computing Satisfaction terhadap sebuah sistem informasi adalah evaluasi
secara keseluruhan dari para pengguna sistem informasi yang berdasarkan
pengalaman mereka dalam menggunakan sistem tersebut (Jaoquim Filipe, Jose
Cordeiro,2009). Evaluasi dengan menggunakan model ini lebih menekankan
kepuasan pengguna terhadap aspek teknologi, dengan menilai isi, keakuratan,
format, waktu dan kemudahan penggunaan dari sistem.
24
Gambar 2.5. Model Evaluasi End User Computing Satisfaction
Berikut ini adalah penjelasan dari tiap dimensi yang diukur dengan metode
End User Computing Satisfaction, antara lain :
Dimensi Content
Dimensi yang mengukur kepuasan pengguna ditinjau dari sisi isi dari
suatu sistem. Isi dari sistem biasanya berupa fungsi dan modul yang
dapat digunakan oleh pengguna sistem dan juga informasi yang
dihasilkan oleh sistem. Dimensi content juga mengukur apakah sistem
menghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Semakin lengkap modul dan informative sistem, maka tingkat
kepuasan pengguna akan semakin tinggi.
Dimensi Accuracy
Dimensi yang mengukur kepuasan pengguna dari sisi keakuratan data,
ketika sistem menerima input kemudian mengolahnya menjadi
25
informasi. Keakuran sistem diukur dengan melihat seberapa sering
sistem menghasilkan output yang salah ketika mengolah input dari
pengguna, selain itu dapat dilihat pula seberapa sering terjadi error
atau kesalahan dalam proses pengolahan data.
Dimensi format
Dimensi yang mengukur kepuasan pengguna dari sisi tampilan dan
estetika dari antarmuka sistem, format dari laporan atau informasi
yang dihasilkan oleh sistem apakah antarmuka dari sistem itu menarik
dan apakah tampilan dari sistem memudahkan pengguna ketika
menggunakan sistem sehingga secara tidak langsung dapat
berpengaruh terhadap tingkat efektifitas dari pengguna.
Dimensi Ease of Use
Dimensi yang mengukur kepuasan pengguna dari sisi kemudahan
penggunaan atau user friendly dalam menggunakan sistem seperti
proses memasukkan data, mengolah data dan mencari informasi yang
dibutuhkan.
Dimensi Timeliness
Dimensi yang mengukur kepuasan pengguna dari sisi ketepatan waktu
sistem dalam menyajikan atau menyediakan data dan informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna. Sistem yang tepat waktu dapat
dikategorikan sebagai sistem real-time, berarti setiap permintaan yang
26
dilakukan oleh pengugna akan dapat langsung diproses dan
menampilkan output secara cepat.
2.14. Pengukuran Efektivitas Implementasi
Menurut Delone and McLean (2004) melakukan pengkajian terhadap
berbagai faktor untuk mengukur efektivitas sebuah sistem informasi. Mereka
menemukan saling keterkaitan diantara 6 (enam) faktor yaitu : kualitas informasi,
kualitas sistem, penggunaan, kepuasaan pengguna, pengaruh pada individual dan
pengaruh terhadap organisasi.
Peningkatan Customer Service Index (CSI) dan Sales Satisfaction Index
(SSI) akan terpenuhi apabila implementasi (Dealer Management Systems (DMS)
sesuai dapat meningkatkan variabel-variabel yang mendukung CSI dan SSI.
Terdapat 5 perbedaan (gap) terhadap apa yang dipersepsikan oleh
pengguna menurut Michael Porter, yaitu :
Gap antara harapan pengguna dan persepsi perancang sistem
Gap ini muncul sebagai akibat dari ketidaktahuan perancang
sistem tentang kualitas sistem seperti apa yang sebenarnya
diharapkan pengguna. Yang mengakibatkan desain dan standar
sistem yang diimplementasikan menjadi tidak seperti yang
diharapkan oleh pengguna.
Gap antara persepsi perancang sistem dan harapan pengguna
tentang spesifikasi kualitas sistem.
Gap ini muncul karena perancang sistem menetapkan kualitas
sistem berdasarkan pada kualitas teknis, sebaliknya berdasarkan
27
pengguna kualitas yang berkaitan dengan penyajian jasa dianggap
lebih penting. Gap dikarenakan kurangnya interaksi langsung
maupun komunikasi antara perancang sistem dengan pengguna.
Gap antara spesifikasi kualitas sistem dan sistem yang di-deliver
Gap ini dikarenakan para perancang mengalami kesulitan dalam
menterjemahkan pemahaman mereka terhadap pengguna ke dalam
spesifikasi kualitas sistem. Oleh karena itu diperlukan adanya
desain dan standar kerja sistem yang mencerminkan persepsi yang
akurat tentang harapan pengguna.
Gap antara penyampaian sistem secara actual dan komunikasi
eksternal kepada pengguna. Janji yang disampaikan secara
potensial meningkatkan harapan yang akan dijadikan sebagai
standar kualitas sistem yang akan di-deliver. Kegagalan memenuhi
jasa yang dijanjikan akan memperlebar gap ini.
Gap antara sistem yang diharapkan dan sistem actual yang
diterima atau digunakan pengguna.
Gap ini mencerminkan perbedaan antara actual yang diterima
pengguna dan unjuk kerja yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan
kepuasan pengguna, unjuk kerja actual yang lebih besar dari
harapan mencerminkan bahwa pengguna berada dalam terpuaskan.
2.15. Transformasi Interval (Lykert scale)
Lykert scale didefinisikan juga sebagai metode transformasi yang digunakan
untuk mengubah data ordinal menjadi data interval berdasarkan pada asumsi
28
bahwa setiap item dalam skala tertentu memiliki nilai umum, kepentingan dan
bobot yang sebanding dalam merefleksikan kebiasaan masalah dalam pertanyaan
(Ranjit Kumar, 2005).
Pada umumnya jawaban responden yang diukur dengan menggunakan
skala likert (Lykert scale) diadakan scoring yakni pemberian pembobotan nilai
numerikal 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya. Setiap skor yang diperoleh akan memiliki
tingkat pengukuran ordinal. Nilai numerikal tersebut dianggap sebagai objek dan
selanjutnya melalui proses transformasi ditempatkan ke dalam interval.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Untuk setiap pertanyaan, hitung frekuensi jawaban setiap kategori (pilihan
jawaban).
2) Berdasarkan frekuensi setiap kategori dihitung proporsinya.
3) Dari proporsi yang diperoleh, hitung proporsi kumulatif untuk setiap
kategori.
4) Tentukan pula nilai batas Z untuk setiap kategori.
5) Hitung scale value (interval rata-rata) untuk setiap kategori melalui
persamaan berikut:
Hitung nilai hasil transformasi untuk setiap kategori melalui persamaan:
score = scaleValue + | scaleValuemin | + 1
Dengan demikian, setiap data olahan kuesionerharus diubah terlebih dahulu untuk
keperluan perhitungan statistik regresi dengan menggunakan skala Likert.