BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pasar Modal
2.1.1 Pengertian Pasar Modal
Sunariyah (2011:4) mengemukakan pengertian pasar modal adalah
sebagai berikut:
“Pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang
terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan
semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan
surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal
adalah suatu pasar (tempat berupa gedung) yang disiapkan guna
memperdagangkan saham-saham, obligasi, dan jenis surat berharga
lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek”.
Selain itu pengertian pasar modal menurut Tandelilin (2010:26) adalah
sebagai berikut:
“Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara
memperjual belikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga
bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang
umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan
obligasi”.
Pengertian pasar modal di sini adalah tempat bertemunya antara
penawaran dan permintaan terhadap surat-surat berharga yang termasuk di dalam
instrumen keuangan seperti saham, obligasi, kontrak berjangka dan lain-lain. Para
pelaku pasar yang memiliki kelebihan dana atau surplus fund akan melalukan
investasi berbentuk surat berharga terhadap pihak yang mengeluarkan surat
berharga tersebut yaitu emiten/perusahaan. Sebaliknya pihak yang membutuhkan
dana perusahaan/emiten menawarkan surat berharga ke dalam pasar modal kepada
para investor dengan melakukan listing terlebih dahulu ke bursa efek.
2.1.2 Peranan Pasar Modal
Peranan pasar modal memiliki peran yang penting dalam perekonomian di
suatu Negara. Pasar modal dapat menjadi suatu wadah bagi keperluan industri dan
sejenisnya dalam suatu Negara untuk keperluan penawaran dan permintaan
modal.
Berikut lima segi peranan pasar modal suatu Negara menurut Sunariyah
(2011:7).
1. Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual untuk
menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjual-belikan.
2. Pasar modal memberi kesempatan kepada para pemodal untuk menentukan
hasil (return) yang diharapkan. Keadaan tersebut akan mendorong
perusahaan (emiten) untuk memenuhi keinginan para pemodal.
3. Pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual kembali
saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya.
4. Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarkat untuk
berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian.
5. Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.
Tandelilin (2010:26) mengemukakan bahwa pasar modal dapat juga
berfungsi sebagai lembaga perantara (intermediaries). Fungsi ini menunjukan
peran penting pasar modal dalam menunjang perekonomian karena pasar modal
dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang
mempunyai kelebihan dana. Di samping itu, pasar modal dapat mendorong
terciptanya alokasi dana yang efisien, karena dengan adanya pasar modal maka
pihak yang kelebihan dana (investor) dapat memilih alternative investasi yang
memberikan return yang paling optimal. Asumsinya, investasi yang memberikan
retun relatif besar adalah sector-sektor yang paling produktif yang ada di pasar.
Dengan demikian, dana yang berasal dari investor dapat digunakan secara
produktif oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
2.1.3 Jenis-Jenis Pasar Modal
Saham-saham, obligasi dan sekuritas lainnya yang akan dijual kepada
masyarakat dapat dilakukan berbagai cara dalam pasar modal, dilakukan sesuai
jenis sekuritas dan bentuk pasar modal.
Jenis-jenis pasar modal menurut Sunariyah (2011:12) adalah sebagai
berikut:
1. Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana adalah penawaran saham dari perusahaan yang
menerbitkan saham (emiten) kepada pemodal selama waktu yang
ditetapkan oleh pihak sebelum saham tersebut diperdagangkan di
pasar sekunder.
Pengertian tersebut menunjukan, bahwa pasar perdana merupakan
pasar modal yang memperdagangkan saham-saham atau sekuritas
lainnya yang dijual untuk pertama kalinya (penawaran umum)
sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa.
2. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder didefinisakan sebagai perdagangan saham setelah
melewati masa penawaran pada pasar perdana. Jadi pasar sekunder
dimana saham dan sekuritas lain diperjual-belikan secara luas, setelah
melalui masa penjualan di pasar perdana. Harga saham di pasar
sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli
dan penjual.
3. Pasar Ketiga (Third market)
Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain di
luar bursa (over the counter market). Bursa pararel merupakan suatu
sistem perdagangan efek yang terorganisasi di luar bursa efek resmi,
dalam bentuk pasar sekunder yang diatur dan dilaksanakan oleh
Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek dengan diawasi dan dibinai
oleh Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan.
4. Pasar Keempat (Fourth Market)
Pasar keempat merupakan bentuk peragangan efek antar pemodal atau
dengan kata lain pengalihan saham dari suatu pemegang saham ke
pemegang lainnya tanpa melalui perantara pedagang efek.
2.1.4 Fungsi Pasar Modal
Dalam rangka perekonomian secara nasional (tinjauan secara Makro
Ekonomi) atau dalam kehidupan sehari-hari, pasar modal mempunyai peranan
yang lebih luas jangkauannya. Peranan pasar modal dalam suatu perekonomian
Negara adalah sebagai berikut menurut Sunariyah (2011:9)
1. Fungsi tabungan (Saving Function)
Menabung dapat dilakukan di bawah bantal, celengan atau di bank, tetapi
harus diingat bahwasannya nilai mata uang cenderung akan turun di masa
yang akan datang. Apabila seseorang ingin mempertahankan nilai
sejumlah uang yang dimilikinya, maka dia perlu mempertimbangkan agar
kerugian yang tetap dideritanya tetap minimal. Surat berharga yang
diperdagangkan di pasar modal memberi jalan yang begitu murah dan
mudah.
2. Fungsi Kekayaan (Wealth Funtion)
Pasar modal adalah suatu cara untuk menyimpan kekayaan dalam jangka
panjang dan jangka pendek sampai dengan kekayaan tersebut dapat
dipergunakan kembali. Cara ini lebih baik karena kekayaan itu tidak
mengalami depresiasi (penyusutan) seperti aktiva lain. Surat berharga
mewakili kekuatan beli (purchasing power) pada masa yang akan datang.
3. Fungsi Likuiditas (Liquidity Funtion)
Kekayaan yang disimpan dalam surat berharga, bisa dilikuidasi melalui
pasar modal dengan resiko yang sangat minimal dibandingkan dengan
aktiva lain. Proses likuidasi surat berharga dengan biaya yang relatif
murah dan lebih cepat. Meskipun apabila dibandingkan dengan uang,
masih lebih likuid uang.
Uang mempunyai tingkat likuiditas yang paling sempurna, tetapi
kemampuannya menyimpan kekayaan lebih rendah dibandingkan surat
berharga.
4. Fungsi Pinjaman (Credit Function)
Pasar modal merupakan fungsi pinjaman untuk konsumsi atau investasi.
Pasar modal bagi suatu perekonmian Negara merupakan sumber
pembiayaan pembangunan dari pinjaman yang dihimpun dari masyarakat.
Pemerintah lebih mendorong pertumbuhan pasar modal untuk
mendapatkan dana yang lebih mudah dan lebih murah. Dana tersebut dapat
dipakai untuk ekspansi atau sebagai jaminan deviden terhadap pemegang
saham.
2.2 Investasi
2.2.1 Pengertian Investasi
Dalam melakukan suatu aktivitas investasi sebelumnya kita mengetahui
salah satu konsep terpenting dalam ilmu ekonomi adalah konsep modal (capital).
Menurut Case and Ray (2007:268) modal (capital) adalah barang yang
diproduksi oleh sistem ekonomi yang digunakan sebagai input untuk
memproduksi barang dan jasa lain di masa depan.
Definisi Investasi menurut Tandelilin (2010:2)
“Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya
lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan di masa datang”.
Menurut Winarno dan Sujana (2010:267) dalam kamus besar ekonomi
pengertian investasi adalah:
“Penanaman modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk
memperoleh keuntungan, biasanya dalam jangka panjang”.
Sedangkan menurut Murni (2009:55) investasi dapat diartikan sebagai
pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan sector bisnis/pengusaha swasta (RTP)
dan bisa juga dilakukan oleh pemerintah (RTN) untuk membeli barang-barang
modal ataupun peralatan-peralatan produksi. Tujuannya untuk mengganti atau
untuk menambah barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk
mempertahankan atau memperbesar jumlah produksi di masa yang akan datang.
Investasi merupakan penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva
dengan harapan akan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.
Biasanya investasi berjangka panjang untuk waktu yang lama.
2.2.2 Faktor Terjadinya Investasi
Faktor-faktor yang menentukan terjadinya suatu investasi menurut Murni
(2009:58) adalah sebagai berikut:
- Perkembangan tingkat bunga. Bila tingkat bunga naik, investasi menurun.
Sebaiknya bila tingkat bunga turun investasi meningkat. Kondisi ini terjadi
karena investasi selalu bertujuan untuk mencari laba di masa depan (profit
motive).
- Perkembangan teknologi. Kemajuan teknologi akan meningkatkan
efisiensi dan mengurangi biaya dalam berproduksi. Turunnya biaya
produksi mendorong keinginan untuk memperluas usaha dan melakukan
investasi.
- Ekspektasi kegiatan ekonomi di masa depan. Perkiraan atau ramalan
keadaan perekonomian masa depan suatu Negara akan sangat menentukan
kondisi investasi saat ini. Di samping perkiraan ekonomi, kondisi
perkembangan politik yang terjadi di suatu Negara juga sangat
mempengaruhi perkembangan investasi.
2.2.3 Risiko Investasi
Setiap investasi instrumen keuangan yang ada di pasar modal terutama
dalam bentuk saham sangat erat kaitan dengan adanya risiko. Risiko saham di
dalam pasar modal tidak bisa dihilangkan. Berikut adalah penjelasan resiko
investasi.
Pengertian dari risiko itu sendiri Menurut Tandelilin (2010:10)
“Risiko bisa diartikan sebagai kemungkinan return aktual yang
berbeda dengan return harapan. Secara spesifik, mengacu pada
kemungkinan realisasi return aktual lebih rendah dari return
minimum yang diharapkan”.
Return harapan (expected return) merupakan tingkat return yang
diantisipasi investor di masa datang. Sedangkan return yang terjadi atau return
actual merupakan tingkat return yang telah diperoleh investor pada masa lalu.
Kodrat dan Kurniawan (2010:254) risiko didefinisikan sebagai the
possibility of suffering harm or loss (The American Heritage Dictionary). Dalam
konteks investasi, kondisi harm atau loss dapat berupa kondisi di mana investor
menerima keuntungan yang lebih kecil dari yang disyaratkan. Risiko timbul dari
ketidakpastian.
a. Risiko Tidak Sistematis
Sunariyah (2011:190) berpendapat bahwa resiko sistematis adalah
sebagai berikut.
“Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang terkait dengan
suatu saham tertentu yang umumnya dapat dihindari atau
diperkecil melalui diversifikasi”.
Menurut Kodrat dan Kurniawan (2010:264) resiko ini merupakan
probabilitas keuntungan berada di bawah keuntungan yang diharapkan
yang disebabkan oleh faktor-faktor yang hanya ada pada suatu perusahaan.
Misalnya, pemogokan buruh, perubahan manajemen, inovasi, kebakaran,
dsb.
b. Risiko Sistematis
Risiko sistematis yang dikemukakan oleh Sunariyah (2011:190)
adalah sebagai berikut.
“Risiko sistematis merupakan risiko pasar yang bersifat umum
dan berlaku bagi semua saham dalam pasar modal yang
bersangkutan. Risiko ini tidak mungkin dapat dihindari oleh
pemodal melalui diversifikasi manapun”.
Menurut Kodrat dan Kurniawan (2010:264) risiko sistematis ini
merupakan probabilitas bahwa keuntungan perusahaan berada di bawah
keuntungan yang diharapkan karena adanya faktor-faktor yang membawa
dampak bagi seluruh perusahaan yang berada dalam suatu perekonomian.
Misalnya peraturan pemerintah, kenaikan pajak, resesi, evaluasi dan
sebagainya. Dengan kata lain, risiko sistematis merupakan tingkat
minimum risiko yang dapat diperoleh bagi suatu portofolio melalui
diversifikasi sejumlah besar aktiva yang dipilih secara acak.
2.3 Saham
2.3.1 Pengertian Saham
Sunariyah (2011:125) mengemukakan bahwa saham adalah surat
berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi yang
dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian
dari perusahaan tersebut.
Dalam penelitian Istanti (2009) Harga saham dapat dikatakan sebagai
indikator keberhasilan pengelolaan perusahaan, dimana kekuatan pasar
ditunjukkan dengan terjadinya transaksi perdagangan saham perusahaan di pasar
modal. Terjadinya transaksi tersebut didasarkan pada hasil pengamatan para
investor terhadap prestasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
(informasi-informasi yang dimiliki oleh pemegang saham). Pada prinsipinya
semakin baik prestasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, akan
meningkatkan permintaan saham perusahaan yang bersangkutan sehingga harga
pasar saham akan mengalami peningkatan. Apabila keadaan yang terjadi adalah
sebaliknya maka hal ini akan menurunkan harga pasar saham perusahaan yang
bersangkutan.
2.3.2 Nilai Saham
Nilai saham berdasarkan fungsinya menurut Sunariyah (2011:126) adalah
sebagai berikut.
a. Nilai Nominal (Par Value)
Harga saham pertama yang tercantum pada sertifikat badan usaha. Harga
saham tersebut merupakan harga yang sudah diotorisasi oleh rapat umum
pemegang saham (shareholder).
b. Nilai Buku (Book Value)
Nilai saham akan bermacam-macam dari waktu perusahaan didirikan, nilai
saham tersebut berubah karna adanya kenaikan atau penurunan harga
saham dan adanya laba ditahan. Jumlah laba ditahan, par value saham, dan
modal selain par value adalah nilai buku.
c. Nilai Dasar (Base Price)
Nilai dasar ini merupakan harga perdana saham tersebut. Nilai dasar ini
juga digunakan dalam perhitungan indeks harga saham sehingga akan
terus berubah.
d. Nilai Pasar (Market Price)
Nilai pasar saham adalah harga suatu saham pada pasar yang sedag
berlangsung di bursa efek.
2.3.3 Jenis Saham
a. Saham Biasa (Common Stock)
Menurut Case and Ray (2007:274) saham biasa adalah sertifikat
yang mewakili kepemilikan saham suatu perusahaan, yang biasanya
adalah PT (korporasi). Selain itu saham biasa menurut Sunariyah
(2011:48) saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau
pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan.
Hak pemegang saham biasa menurut Sunariyah (2011:127) adalah
sebagai berikut :
- Setiap pemegang saham mempunyai hak suara pada Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Umum Luar Biasa (RULBS).
Ketentuannya adalah satu saham satu suara.
- Sebagai pemegang saham, mempunyai wewenang untuk memilih
direktur perusahaan, memilih manajemen seperti komisaris dan
direksi perusahaan, dimana tugas komisaris antara lain mewakili
para pemegang saham dalam mengatasi pekerjaan dan tugas
direksi.
- Mempunyai hak terlebih dahulu untuk membeli saham pada
perusahaan yang bersangkutan sebelum dibeli oleh investor baru.
- Pemegang saham diberi hak atas laba bersih perusahaan sebagai
hasil atas dana yang diinvestasikan.
- Pada saat likuidasi pemegang saham biasa bertanggung jawab
sebesar jumlah saham yang dimiliki atas kewajiban-kewajiban
perusahaan.
- Pemegang saham biasa mempunyi hak melihat atau mengetahui
hasil rapat umum pemegang saham dan daftar para pemegang
saham suatu perusahaan.
- Pemegang saham biasa mempunyai akses tidak terbatas atau bebas
sepenuhnya untuk akses pembukuan keuangan, kecuali kalau
dibatasi oleh suatu keadaan tertentu.
- Risiko pemegang saham terbatas sesuai dengan modal yang
ditanam dalam perusahaan tersebut.
b. Saham Preferensi ( Preferred Stock)
Saham preferen menurut Sunariyah (2011:49) merupakan saham
yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa,
karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi
juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.
“Disebut preferensi karena pemegang saham preferensi
mempunyai hak keistimewaan diatas pemegang saham biasa,
untuk hal-hal tertentu yang diperjanjikan saat emisi saham”.
(Sunariyah, 2011:130)
Hak pemegang saham preferensi menurut Sunariyah (2011:131)
adalah sebagai berikut :
- Masing-masing pemegang saham preferensi mempunyai dividen
yang ditentukan dan disutujui oleh kedua belah pihak yaitu
pemegang saham dan manajemen.
- Dalam hal pembagian dividen, pemegang saham preferensi
mempunyai hak untuk memerima dividen terlebih dahulu sebelum
pemegang saham biasa dibayarkan. Pemegang saham preferensi
didahulukan dalam hal pembayaran dividen sebelum pemegang
saham biasa, sepanjang hai itu dinyatakan dalam emisi saham.
- Pada kasus likuidasi, pemegang saham preferensi mempunyai hak
klaim terlebih dahulu sebelum pemegang saham biasa. Pemegang
saham preferensi mempunyai hak untuk dibayar sesudah kewajiban
dari kreditur berhasil dilunasi perusahaan. Pemegang saham
preferensi dibayar sesuai nilai investasinya. Sisa kekayaan
perusahaan setelah digunakan untuk membayar saham preferensi,
baru digunakan untuk membayar kepada pemegang saham biasa.
- Pemegang sham preferensi tidak mempunyai hak suara (voting).
Walaupun pemegang saham preferensi diperbolehkan hadir dalam
rapat umum pemegang saham akan tetapi pemegang sham
preferensi tidak mempunyai hak suara apapun untuk
mempengaruhi segala kebijakan perusahaan.
2.3.4 Kelompok Saham
Ditinjau dari segi kinerja perdagangaan di Bursa Efek Indonesia, saham
dapat dikelompokan menjadi 5 menurut Sunariyah (2011:132) yaitu:
1. Blue chip stocks, yaitu saham yang memiliki reputasi tinggi, sebagaimana
pemimpin dalam industrinya, memiliki pendapatan yang stabil dan
konsisten dalam membayar dividen.
2. Income stock, saham suatu emiten dengan kemampuan membayarkan
dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun
sebelumnya.
3. Growth stock, saham suatu emiten yang masih dalam pertumbuhan
perusahaan yang sedang meningkatkan penghasilan dari omzet serta
keuntungan.
4. Speculative stocks, saham yang secara konsisten memperoleh dari tahun
ke tahun, sehingga mempunyai kemungkinan penghasilan yang lebih
tinggi di masa mendatang, namun belum pasti.
5. Counter cyctical stock. Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi
ekonomi makro aupun situasi bisnis secara umum.
2.3.5 Indeks Harga Saham
Pengambilan keputusan membutuhkan data historis mengenai berbagai
kejadian di masa lalu. Semakin detail dan terinci data yang diperoleh, pengambil
keputusan dapat merumuskan kebijakannya dengan lebih tepat.
Keputusan investor memilih suatu saham sebagi objek investasinya
membutuhkan data historis terhadap pergerakan saham yang beredar di bursa.
Baik secara individual, kelompok, maupun gabungan. Mengingat transaksi
investasi saham terjadi pada setiap saham dengan variasi permasalahan yang
sangat rumit dan berbeda-beda, pergerakan harga saham memerlukan identifikasi
dan penyajian informasi dan bersifat spesifik. (Sunariyah, 2011:136).
Menurut Tandelilin (2010:86) mengemukakan bahwa informasi mengenai
kinerja pasar saham seringkali diringkas dalam suatu indeks yang disebut indeks
pasar saham (stock market index). Indeks pasar saham merupakan indikator yang
mencerminkan kinerja saham-saham di pasar.
Berbagai penyajian informasi indeks tersebut bersifat spesifik agar
investor dapat memanfaatkannya dalam strategi investasi di bursa saham.
2.3.6 Jenis-Jenis Indeks Harga Saham
Berikut diantaranya jenis-jenis indeks harga saham menurut Sunariyah
(2011:137) adalah sebagai berikut:
1. Indeks Harga Saham Individual
Indeks harga saham individual menggambarkan suatu rangkaian
informasi historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham,
sampai pada tanggal tertentu. Biasanya pergerakan harga saham tersebut
disajikan setiap hari, berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari
tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk periode tertentu. Yang dalam hal
ini mencerminkan suatu nilai yang berfungi sebagai pengukuran kinerja
suatu saham di bursa efek.
Di Indonesia indeks harga saham untuk pertama kalinya,
diperkenalkan pada tanggal 15 April 1983 dan mulai dicantumkan dalam
kurs efek harian sejak tanggal 18 April 1983. Pada mulanya hanya
merupakan indeks harga saham individual, mengingat jumlah emiten yang
mencatatkan sahamnya di bursa masih relatif sedikit. Indeks ini untuk
pertama kalinya ditentukan sebesar 100%, dengan dasar harga pertama
adalah harga perdana.
2. Indeks Harga Saham Gabungan (Composite Stock Price Index)
- Seluruh Saham
Indeks Harga Saham Gabungan Seluruh Saham menggambarkan suatu
rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham
gabungan seluruh saham, sampai pada tanggal tertentu. Indeks harga
saham gabungan seluruh saham adalah suatu nilai yang digunakan
untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di
suatu bursa efek. Maksud dari gabungan seluruh saham ini adalah
kinerja saham yang dimasukan dalam perhitungan seluruh saham yang
tercatat di bursa tersebut.
- Indeks Harga Saham Kelompok
Indeks Harga Saham Kelompok menggambarkan suatu rangkaian
informasi historis mengenai pergerakan harga saham kelompok suatu
saham, sampai pada tanggal tertentu. Indeks Harga Saham Kelompok
adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja kelompok
saham yang tercatat di suatu bursa efek. Indeks harga saham gabungan
kelompok sham di Indonesia ada dua yaitu:
a. Indeks LQ 45
Indeks ini terdiri dari 45 saham dengan likuiditas tinggi, yang
diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas
likuiditas, seleksi atas saham-saham tersebut mempertimbangkan
kapitalisasi pasar.
Bursa efek Indonesia secara rutin memantau perkembangan
kinerja komponen saham yang masuk dalam perhitungan indeks LQ
45 ini. Penggantian saham akan dilakukan setiap enam bulan sekali.
Apabila terdapat saham yang tidak memenuhi kriteria seleksi indeks
LQ 45 maka saham tersebut dikeluarkan dari perhitungan indeks dan
diganti dengan saham lain yang memenuhi kriteria.
Tandelilin (2010:87) Kriteria-kriteria berikut digunakan untuk
memilih ke-45 saham yang masuk dalam indeks LQ 45.
- Masuk dalam urutan 60 terbesar dari total transaksi saham di
pasar regular (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan
terakhir).
- Urutan berdasarkan kapitalisasi pasar (rata-rata nilai
kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir).
- Telah tercatat di BEI selama paling sedikit 3 bulan.
- Kondisi keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan
frekuensi dan jumlah hari transaksi di pasar keuangan.
b. Jakarta Islamic Index
Jakarta Islamic index terdiri dari 30 saham yang dipilih dari
saham-saham yang sesuai dengan syariah islam. Penentuan kriteria
pemilihan saham dalam Jakarta Islamic index melibatkan pihak
dewan pengawas syariah PT Danareksa Investment Management.
Jakarta Islamic index dimaksudkan untuk digunakan sebagai
tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada
saham dengan basis syariah. Melalui indeks diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi
secara syariah.
2.4 Volatilitas Harga Saham
2.4.1 Pengertian Volatilitas Harga Saham
Menurut Firmansyah (2006) dalam Tim Studi Volatilitas Pasar Modal
Indonesia dan Perekonomian Dunia (2011), volatilitas merupakan pengukuran
statistik untuk fluktuasi harga suatu sekuritas atau komoditas selama periode
tertentu. Mengingat volatilitas dapat direpresentasikan dengan simpangan baku
(standard deviation), publik juga mempersepsikan volatilitas sebagai risiko.
Semakin tinggi tingkat volatilitas, semakin tinggi pula tingkat ketidakpastian dari
imbal hasil (return) saham yang dapat diperoleh. Salah satu dari sepuluh prinsip
manajemen keuangan menyatakan bahwa investor tidak akan mau mengambil
risiko yang lebih tinggi kecuali apabila dapat memperoleh kompensasi berupa
return yang lebih tinggi (high risk, high return) (Keown et al., 2003).
Volatilitas Harga Saham/Stock Price Volatility (PV). yaitu ukuran statistik
untuk fluktuasi harga selama periode tertentu (Firmansyah, 2006). Menurut
Lorie (1985:184) dalam penelitian Napitupulu dan Syahyunan (2012)
volatilitas adalah bagian dari variabilitas total akibat sensitivitas terhadap
perubahan pasar yang merupakan risiko sistematis dan tidak dapat dihindari. Hal
ini diukur dengan koefisien beta.Portofolio yang efisien tidak memiliki risiko
tambahan, dan volatilitas adalah satu-satunya sumber variabilitas tingkat
pengembalian. Volatilitas merupakan ukuran terhadap sebaran/dispersi di sekitar
rata-rata hasil dari sebuah sekuritas.
Satu cara untuk mengukur volatilitas adalah dengan menggunakan standar
deviasi, yang akan menjelaskan seberapa ketat harga suatu saham dapat
dikelompokkan di seputar rata-rata (mean) atau rata-rata bergerak (moving
average/MA). Ketika harga-harga bergerak sangat ketat dalam satu gerombolan,
standar deviasinya sangat kecil. Ketika pergerakan harga sangat tersebar, standar
deviasi akan relatif besar.
2.4.2 Jenis Volatilitas
Menurut Schwert dan W. Smith, Jr. (1992) dalam penelitian Hugida,
Lydianita dan Syuhada Sofian terdapat lima jenis volatilitas dalam pasar
keuangan, yaitu :
1. Future Volatility
Future volatility adalah apa yang hendak diketahui oleh para pemain
dalam pasar keuangan (trader).
2. Historical Volatility
Untuk dapat mengetahui masa depan maka perlu mempelajari masa lalu.
Hal ini dilakukan dengan membuat suatu permodelan dengan teori pricing
berdasarkan data masa lalu untuk dapat meramalkan volatilitas pada masa
yang akan datang.
3. Forecast Volatility
Seperti halnya terdapat jasa yang berusaha meramalkan pergerakan arah
masa depan harga suatu kontrak demikian juga terdapat jasa yang berusaha
meramalkan volatilitas masa depan suatu kontrak.
4. Implied Volatility
Implied volatility merupakan volatilitas yang harus kita masukkan ke
dalam model teoritis pricing untuk menghasilkan nilai teoritis yang identik
dengan harga option di pasar.
5. Seasonal Volatility
Komoditas pertanian tertentu seperti jagung, kacang, kedelai, dan gandum
sangat sensitive terhadap faktor-faktor volatilitas yang muncul dari kondisi
cuaca musim yang jelek.
2.4.3 Rumus Volatilitas Harga Saham
Volatilitas harga saham dalam penelitian ini termasuk dalam jenis
historical volatility, karna peneliti mengunakan data-data masa lalu secara historis
mengenai harga sham yang menjadi sample pada indeks LQ45dari periode 2010-
2013 untuk dapat meramalkan tingkat volatilitasnya.
Secara matematis, historical volatility untuk setiap saham dapat dihitung
dengan rumus berikut (Parkinson, 1980) dalam penelitian Hugida, Lydianita dan
Syuhada Sofian:
√
∑
Keterangan :
𝜎PV : High-Low Volatility Estimator
ln : logaritma natural
n : jumlah observasi
Hi : Intraday High Price, Li : Intraday Low Price
2.4.4 Faktor Terjadinya Volatilitas Harga Saham
Sukamulja (2011) dalam penelitian Tim Studi Volatilitas Pasar Modal
Indonesia dan Perekonomian Dunia (2011) mengajukan proposisi bahwa
volatilitas return saham di pasar modal Indonesia turut ditentukan oleh faktor-
faktor sebagai berikut:
1. Investor yang tidak memperoleh informasi yang memadai, sehingga
menimbulkan kesalahan penentuan harga (mispricing).
2. Investor yang bereaksi berlebihan terhadap suatu informasi.
3. Investor yang bertransaksi dengan motif spekulasi.
4. Investor domestik yang cenderung mengikuti pola transaksi investor asing
(herding behavior).
5. Trading noise seperti rekomendasi analis, rumor, dan hari libur bursa.
6. Ketersediaan data dan aksesibilitas data.
7. Faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi dari luar Indonesia.
2.5 Volume Perdagangan
2.5.1 Pengertian Volume Perdagangan
Volume perdagangan saham merupakan jumlah lembar saham yang
diperdagangkan secara harian. Adapun volume perdagangan adalah jumlah lembar
saham suatu perusahaan yang diperdagangkan dalam waktu tertentu. Volume
perdagangan saham adalah keseluruhan nilai transaksi pembelian maupun
penjualan saham oleh investor dalam mata uang.
Menurut Profits Buletin Vol. XIII (2013) pengertian volume
perdagangan adalah sebagai berikut.
“Volume perdagangan adalah banyaknya lembaran saham suatu
emiten yang diperdagangkan di pasar modal, artinya semakin besar
volume perdagangan, maka semakin sering saham tersebut
diperjualbelikan. Hal ini mengindikasikan bahwa saham tersebut
aktif dan diminati oleh para investor sehingga dapat mengalami
kenaikan harga”.
Menurut penelitian Lydianita Hugida (2011) Kinerja suatu saham dapat
diukur dengan volume perdagangannya. Semakin sering saham tersebut
diperdagangkan mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif dan diminati oleh
para investor. Volume perdagangan saham adalah banyaknya lembaran saham
suatu emiten yang diperjualbelikan di pasar modal setiap hari dengan tingkat
harga yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli saham (Wiyani, 2005).
Volume perdagangan ini seringkali dijadikan tolok ukur (benchmark) untuk
mempelajari informasi dan dampak dari berbagai kejadian. Efek volatilitas
aktivitas perdagangan terhadap expected stock return didorong oleh adanya
elemen risiko dan variabilitas dalam likuiditas sehingga saham dengan variabilitas
yang tinggi memiliki expected return yang tinggi pula(Chordia, 2001). Aktivitas
volume perdagangan digunakan untuk melihat penilaian suatu info oleh investor
individual dalam arti info tersebut membuat suatu keputusan perdagangan ataukah
tidak. Hal ini berkaitan dengan salah satu motivasi investor
Dalam penelitian Istanti (2009) perdagangan saham akan relatif besar
bila investor percaya bahwa mereka memiliki informasi khusus yang tidak
dimiliki oleh dealer atau investor lain. Jika investor percaya bahwa mereka
memiliki informasi khusus yang tidak dimiliki oleh dealer dan investor lain,
perdagangan akan terkonsentrasi pada saham tertentu yang informasinya dimiliki
oleh para investor tersebut. (Stoll dalam Fatmawati, 1999).
Aktivitas volume perdagangan digunakan untuk melihat penilaian suatu
informasi oleh investor individual dalam arti informasi tersebut membuat suatu
keputusan perdagangan atau tidak. Hal ini berkaitan dengan salah satu motivasi
investor dalam melakukan transaksi jual beli saham yaitu penghasilan yang
berkaitan dengan capital gain. Volume perdagangan yang kecil menunjukkan
investor yang sedikit atau kurang tertarik dalam melakukan investasi di pasar
sekunder, sedangkan volume yang besar menunjukkan banyaknya investor dan
banyaknya minat untuk melakukan transaksi jual dan beli saham .
2.5.2 Rumus Perhitungan Volume Perdagangan
Napitupulu, Veronica dan Syahyunan Besarnya variabel volume
perdagangan diketahui dengan mengamati kegiatan perdagangan saham yang
dapat dilihat melalui indikator aktivitas volume perdagangan (Trading Volume
Activity / TVA). Trading Volume Activity (TVA) merupakan suatu indikator yang
dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui
parameter pergerakan aktivitas volume perdagangan saham di pasar modal.
Dalam Istanti (2009) Rumus volume perdagangan untuk Perhitungan
Trading Volume Activity dilakukan dengan membandingkan jumlah saham
perusahaan yang diperdagangkan dalam suatu periode tertentu dengan
keseluruhan jumlah saham beredar perusahaan tersebut pada kurun waktu yang
sama adalah sebagai berikut (Hanafi, 1997:76):
Keterangan:
TVA i,t : Trading Volume Activity pada perusahaan tertentu dan
waktu tertentu.
2.6 Inflasi
2.6.1 Pengertian Inflasi
Inflasi adalah tingkat kenaikan harga barang secara umum yang terjadi
Secara terus menerus. Tingkat inflasi yang digunakan adalah tingkat inflasi yang
diperoleh dari Indeks Harga Konsumen (IHK). Menurut Kamus Besar Ekonomi,
Winarno dan Sujana (2010:253) pengertian inflasi adalah sebagai berikut:
“Kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya uang (kertas)
yang beredar sehingga harga barang mengalami peningkatan;
keadaan yang menunjukan berkurangnya daya beli masyarakat
dalam masa tertentu karena besarnya jumlah uang (kertas) yang
beredar melebihi jumlah barang dan jasa yang tersedia”.
Selanjutnya pengertian inflasi yang dikemukakan oleh Tandelilin
(2010:342) sebagai berikut.
“Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-
produk secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya
dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated).
Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang
melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga
cenderung mengalami kenaikan”.
Menurut Sunariyah (2011:23) Inflasi yang tinggi menyebabkan
menurunnya profitabilitas suatu perusahaan, sehingga akan menurunkan
pembagian dividen dan daya beli masyarakat juga menurun. Sehingga inflasi yang
tinggi, mempunyai hubungan negetiv dengan pasar ekuitas.
Laju inflasi menurut Murni (2009:196) merupakan tingkat perubahan
harga secara umum untuk berbagai jenis produk dalam rentang waktu tertentu
misalnya per bulan, per triwulan atau per tahun.
Indikator untuk menghitung laju inflasi adalah indeks konsumen
(consumers price index), indeks harga produsen atau pedagang besar (wholesale
price index), dan indeks harga implisit (Gross National Product/GDP deflator).
2.6.2 Jenis Inflasi
Menurut Winarno dan Sujana (2010:254) berdasarkan parah/tidaknya
inflasi yang terjadi, jenis inflsi dapat dibedakan menjadi:
1. Inflasi ringan (di bawah 10%/tahun).
2. Inflasi sedang (antara 10 - 30%/tahun).
3. Inflasi berat (antara 30 – 100%/tahun).
4. Inflasi sangat tinggi atau hiperinflasi (di atas 100%/tahun).
Adapun berdasarkan sebab musababnya, inflasi dibedakan atas dua jenis.
1. Inflasi karena tarikan permintaan (demand pull inflation) timbul karena
tingginya permintaan masyarakat terhadap berbagai barang.
2. Inflasi karena naiknya biaya produksi (cost push inflation). Perbedaannya
dengan demand pull inflation terletak pada akibatnya.
Berdasarkan asalnya, inflasi dibedakan menjadi berikut ini.
1. Inflasi dari dalam negri: inflasi ini terjadi akibat adanya defisit anggaran
yang disebabkan pencetakan uang baru, kegagalan panen, dan sebagainya.
2. Inflasi dari luar negri: inflasi ini terjadi akibat adanya inflasi dari luar negri
yang memicu terjadinya kenaikan harga barang impor, dan kenaikan harga
barang impor ini menyebabkan:
a. Secara langsung, naiknya indeks biaya hidup karena sebagian barang
yang tercangkup di dalamnya berasal dari impor.
b. Secara tidak langsung, menaikkan indeks biaya melalui kenaikan
ongkos produksi dari berbagai barang yang menggunakan bahan
mentah yang harus diimpor, dan kenaikan barang impor
mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang
berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut.
2.6.3 Dampak Inflasi
Menurut Murni (2009:199) inflasi yang tinggi tingkatannya tidak akan
mengalahkan perkembangan ekonomi suatu Negara. Hal-hal yang mungkin
timbul antara lain sebagai berikut:
- Ketika biaya produksi naik akibat inflasi, hal ini akan sangat merugikan
pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi beralih pada kegiatan
yang kurang mendorong produk nasional, seperti tindakan para spekulan
yang ingin mencari keuntungan sesaat.
- Pada saat kondisi harga tidak menentu (inflasi) para pemilik modal lebih
cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk pembelian tanah, rumah,
dan bagunan. Pengalihan investasi seperti ini akan menyebabkan investai
produktif berkurang dan kegiatan ekonomi menurun.
- Inflasi menimbulkan efek yang buruk pada perdagangandan mematikan
pengusaha dalam negri. Hal ini dikarenakan kenaikan harga menyebabkan
produk-produk dalam negri tidak mampu bersaing dengan produk Negara
lain sehingga kegiatan ekspor turun dan impor meningkat.
- Inflasi menimbulkan dampak yang buruk pula pada neraca pembayaran.
Kaarena menurunnya ekspor dan meningkatnya impor menyebabkan
ketidakseimbangan terhadap dana yang masuk dan keluar negri. Kondisi
neraca pembayaran akan memburuk.
Dampak buruk dari inflasi dapat pula ditinjau dari tingkat kesejahteraan
masyarakat, yakni sebagai berikut:
- Inflasi akan menurunkan pendapatan rill yang diterima masyarakat, dan ini
sangat merugikan orang-orang yang berpenghasilan tetap. Pada saat
inflasi, kenaikan tingkat upah tidak secepat kenaikan harga barang yang
diperlukan dan dijual di pasar.
- Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Seperti
tabungan masyarakat di bank nilai rillnya akan menurun.
- Inflasi akan memperburuk pembagian kekayaan, karna bagi masyarakat
yang berpenghasilan tetap dan mempunyai kekayaan dalam bentuk uang
bisa-bisa jatuh miskin. Tetapi bagi masyarakat yang menyimpan kekayaan
dalam bentuk tanah atau rumah akan terjadi peningkatan kekayaan baik
secara rill maupun secara nominal.
Menurut pendapat dari Murni (2009:200) megemukakan bahwa idealnya
agar laju inflasi bisa meningkatkan kegiatan ekonomi adalah sekitar dibawah 5%.
Inflasi yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi adalah inflasi yang laju
inflasinya relatif tetap dan bila ada perubahan akan dapat di prediksi.
2.6.4 Rumus Perhitungan Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi yang digunakan dalam penelitisn ini menggunakan tingkat
inflasi yang diperoleh dari Indeks Harga Konsumen (IHK). Rumus untuk
menghitung inflasi dari www.bps.go.id adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Inflasi n : Inflasi pada periode ke-n
IHKn : Indeks Harga Konsumen pada periode ke-n
IHKn-1 : Indeks Harga Komsumen pada periode ke-n-1
2.7 Nilai Tukar
2.7.1 Pengertian Nilai Tukar
“Menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus
diperuntukan untuk memperoleh satu unit mata uang lain. Istilah lain
dari rasio pertukaran tersebut adalah nilai tukar (exchange rate) atau
disebut juga kurs valuta asing”. (Murni, 2010:230)
Sunariyah (2011:23) berpendapat bahwa menurunnya kurs dapat
meningkatkan biaya impor bahan baku dan meningkatkan suku bunga walaupun
dapat meningkatkan nilai ekspor. Munurunnya kurs rupiah terhadap mata uang
asing memiliki pengaruh negatife terhadap ekonomi dan pasar modal.
Melemahnya nilai tukar berdampak pada peningkatan biaya impor bahan
baku dan peralatan produksi sehingga dapat menurunkan kinerja perusahaan,
khsusunya yang berorientasi ekspor dan impor. Selain itu, pelemahan nilai tukar
juga dapat memperbesar nilai hutang luar negeri sehingga meningkatkan risiko
gagal bayar. Contoh : krisis moneter tahun 1998. Pelemahan nilai tukar yang
sangat singnifikan dalam waktu singkat menyebabkan banyak perusahaan
terutama perbankan mengalami masalah likuiditas yang memicu peningkatan
risiko keuangan perusahaan tersebut. Profits Buletin vol. XIII (2013).
2.7.2 Sejarah Nilai Tukar
Dalam Novianto, Aditya Menurut Ana Ocktaviana (2007: 21) sejak
tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu:
1. Sistem kurs tetap (1970 - 1978)
Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut
sistem nilai tukar kurs resmi Rp. 250/dolar Amerika sementara kurs uang
lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
2. Sistem mengambang terkendali (1978 - Juli 1997)
Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata
uang (basket of currencies). Dengan sistem ini, bank Indonesia
menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di
pasar dengan spread tertentu.
3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997 - sekarang)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US dolar semakin
melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka
mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka bank Indonesia
memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar
mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar
mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus
1997.
2.7.3 Jenis Nilai Tukar
Berdasarkan sistem moneter internasional, terdapat tiga macam sistem
dalam penetapan kurs valuta asing menurut Murni (2010:234) adalah sebagai
berikut:
a. Fixed exchange rate system, merupakan sistem kurs tetap atau disebut juga
kurs berdasarkan Bretton Woods System yang berlaku sejak tanggal 1
Maret 1947 hingga 15 Agustus 1971. Sistem ini mempunyai beberapa
ketentuan pokok yaitu:
1. Sistem moneter internasional didasarkan pada standar emas.
2. Sistem nilai tukar antarnegara anggota IMF harus tetap stabil.
3. Kurs nilai tukar hanya boleh berfluktuasi dalam variasi antara 1
sampai 2.5%.
4. Negara anggota IMF yang mengalami kesulitan dalam neraca
pembayaran internasional (Balance of Payments) dapat meminta
bantuan IMF.
b. Floating exchange rate system, merupakan sistem kurs mengambang yang
ditetapkan melalui mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran pada
bursa valuta asing. Sistem kurs mengambang mempunyai dua bentuk,
yaitu:
1. Freely floating system atau disebut juga clean float, merupakan
sistem kurs fleksibel/mengambang secara murni. Artinya penentuan
kurs valuta asing terjadi melalui kekuatan permintaan dan penawaran
di pasar valuta asing tanpa intervensi pemerintah.
2. Managed float system atau dirty float, merupakan sistem kurs
mengambang terkendali. Artinya penentuan kurs valuta asing terjadi
melalui kekuatan permintaan dan penawaran, tetapi ada intervensi
pemerintah melalui kebijakan di bidang moneter, fiskal, dan
perdaganggan Luar Negeri.
2.7.4 Penentuan Nilai Tukar
Dalam Novianto, Aditya Ada beberapa faktor penentu yang
mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi,
suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar
dan intervensi bank sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa
pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara
penawaran tetap, maka harga valuta asing akan terapresiasi, sebaliknya
apabila ada kekurangan permintaan, sementara penawaran tetap maka nilai
tukar valuta asing akan terdepresiasi.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik
yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik
atau atau turun secara tajam dalam jangka pendek.
2.7.5 Faktor yang Mempengaruhi Kurs Valuta Asing
Menurut Murni (2009:232) Kurs valuta asing akan dapat berubah bila
terjadi perubahan selera, perubahan harga barang impor dan barang ekspor,
terjadinya inflasi, perubahan suku bunga, dan tingkat pengembalian investasi,
serta pertumbuhan ekonomi. Seperti yang akan di jelaskan dalam bagan berikut.
Tabel 2.1
Faktor yang mempengaruhi kurs valuta asing
No Faktor yang
mempengaruhi Perubahan yang terjadi
Perubahan
kurs
1. Cita rasa
masyarakat
- Cita rasa terhadap produk domestik naik,
impor turun. Permintaan terhadap valuta
asing turun.
- Cita rasa terhadap produk luar negri naik,
impor naik. Permintaan terhadap valuta asing
bertambah.
Kurs turun
Kurs naik
No Faktor yang
mempengaruhi Perubahan yang terjadi
Perubahan
kurs
2. Harga barang
ekspor dan
impor
- Harga produk domestik murah, ekspor naik,
supply valuta asing bertambah.
- Harga produk domestik mahal, ekspor turun,
supply valuta asing berkurang.
- Harga barang impor turun, permintaan valuta
asing bertambah.
- Harga barang impor naik, permintaan valuta
asing berkurang.
Kurs turun
Kurs naik
Kurs naik
Kurs turun
3. Terjadinya
inflasi
- Inflasi menyebapkan harga produk dalam
negeri naik, impor meningkat, permintaan
valuta asing bertambah.
- Inflasi menyebabkan harga produk domestik
naik, ekspor turun, permintaan valuta asing
bertambah.
Kurs naik
Kurs naik
4. Suku bunga
dan tingkat
pengembalian
investasi
- Suku bunga dan tingkat pemngembalian
investasi tinggi, aliran modal ke dalam
negeri meningkat. Permintaan terhadap mata
uang domestik naik.
- Suku bunga dan tingkat pemngembalian
investasi rendah, aliran modal ke luar negeri
meningkat. Permintaan terhadap mata uang
/valuta asing naik.
Kurs naik
Kurs turun
2.8 Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian mengenai Volatilitas Harga Saham dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya telah banyak diteliti, meskipun studi mengenai variabel
volatilitaspun masih terbilang baru. Berikut ini adalah beberapa penelitian
terdahulu yang akan dirangkum dengan singkat.
Hasil penelitian dari Hugida, lydianita dan Dr. Syuhada menunjukan
bahwa Volume Perdagangan, Inflasi, dan Nilai Tukar berpengaruh positif
signifikan terhadap Volatilitas Harga Saham, sedangkan Suku Bunga SBI
berpengaruh negatif signifikan terhadap Volatilitas Harga Saham. Berdasarkan
hasil uji regresi antara variabel volume perdagangan dengan volatilitas harga
saham diperoleh hasil bahwa koefisien regresi untuk variabel volume
perdagangan sebesar 0,521 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari
0,05. Uji regresi antara variabel inflasi dengan volatilitas harga saham diperoleh
hasil bahwa koefisien regresi untuk variabel inflasi sebesar 0,484 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,029 lebih kecil dari 0,05. Uji regresi antara variabel nilai
tukar dengan volatilitas harga saham diperoleh hasil bahwa koefisien regresi
untuk variabel nilai tukar sebesar 0,317 dengan nilai signifikansi sebesar 0,004
lebih kecil dari 0,05. Jadi volume perdagangan, inflasi, dan nilai tukar
berpengaruh positif signifikan terhadap volatilitas harga saham. Uji regresi antara
variabel suku bunga SBI dengan volatilitas harga saham diperoleh hasil bahwa
koefisien regresi untuk variabel suku bunga sebesar -0,446 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,05 sama dengan 0,05. Jadi suku bunga SBI berpengaruh
negatif signifikan terhadap volatilitas harga saham. Selain itu volume
perdagangan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap volatilitas
harga saham.
Hasil penelitian dari Naimatul Fauziah variabel independen yaitu Volume
Perdagangan, Inflasi dan Dividend Payout Ratio berpangaruh signifikan terhadap
Volatilitas Harga Saham. Sedangkan, variabel Dividend Yield tidak berpengaruh
signifikan terhadap Volatilitas Harga Saham. Dari variabel-variabel yang
mempengaruhi volatilitas harga saham di temukan variabel yang mempunyai
pengaruh paling besar terhadap volatilitas harga saham yaitu inflasi. Ini
karena,inflasi mempunyai hubungan positif dengan volatilitas harga saham. Jadi,
semakin tinggi inflasi maka volatilitas harga saham juga semakin tinggi.
Penelitian dari Tim Studi Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan
Perekonomian Dunia, mengatakan ketika IHSG turun tingkat volatilitas lebih
tInggi dari rata-rata yang diakibatkan oleh Panic Selling, pembahasan ini ingin
melihat siapa yang menyebabkan volatilitas di Pasar Modal Indonesia menjadi
demikian tinggi. Untuk mengetahui hal tersebut maka pada penilitan ini
digunakan uji kausalitas Granger untuk menguji apakah variabel-variabel tersebut
memiliki hubungan simultan 2 arah atau satu arah Dengan uji kausalitas ini dapat
melihat hubungan antara transaksi yang dilakukan investor asing dengan
volatilitas imbal hasil saham. Transaksi Investor Asing dilihat melalui Nilai
Transaksi (Value) dan Volume Transaksinya. Hasil menunjukan Volume
perdagangan berpengaruh secara signifikan terhadap Volatilitas IHSG sadangkan
volume transaksi asing tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada Volatilitas,
dan Nilai transaksi asingberpengaruh secara signifikan terhadap Volatilitas IHSG
demikian pula sebaliknya.
Hasil penelitian dari Muhammad Taqiyuddin, Taher Al habsji, Darminto
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Inflasi berpengaruh positif terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan yang berarti setiap fluktuasi inflasi bergerak
secara bersamaan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan, karena
dana yang dimiliki investor yang seharusnya untuk berinvestasi di pasar modal
dialihkan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, sehingga dengan berkurangnya
investor menanamkan modalnya pada saham.Apabila banyak investor menjual
sahamnya karena penurunan dividen, maka akan berdampak pada turunnya harga
saham, yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan kinerja Indeks Harga
Saham Gabungan. , dan variabel Tingkat Suku Bungan dan Kurs US $
berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Apresiasi nilai
tukar Rupiah menunjukan semakin membaiknya keadaan perekonomian di
Indonesia. Sebaiknya, depresiasi nilai tukar Rupiah menunjukkan resesi kondisi
perekonomian di Indonesia. Pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar yang
signifikan dikarenakan US Dollar merupakan alternatif investasi yang
menguntungkan terutama disaatterjadi depresiasi Rupiah. Terjadinya depresiasi
rupiah akan mendorong investor untuk memindahkan dananya ke pasar valuta
asing dengan harapan akan tingkat pengembalian yang tinggi.
Hasil penelitian dari Schwert di dalam jurnalnya menunjukkan bahwa
volatilitas harga saham secara positif dipengaruhi oleh volume perdagangan,
financial leverage, serta beberapa variabel makroekonomi seperti inflasi, tingkat
suku bunga, money growth, dan tingkat produksi industri. Tinggi rendahnya
volatilitas harga saham ini dapat dipengaruhi oleh faktor makro dan mikro. Faktor
makro adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian secara
keseluruhan, antara lain tingkat bunga yang tinggi, inflasi, tingkat produktivitas
nasional, politik, dan lain-lain yang memiliki dampak penting pada potensi
keuntungan perusahaan. Faktor mikro adalah faktor-faktor yang berdampak
langsung pada perusahaan itu sendiri, seperti perubahan manajemen, harga, dan
ketersediaan bahan baku, produktivitas tenaga kerja dan faktor lain yang dapat
mempengaruhi kinerja keuntungan perusahaan individual.
Hasil penelitian dari Zan (2003) menunjukan pada Bursa Efek di Taiwan
dan Korea Selatan, menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan antara
inflasi dengan volatilitas harga saham, sedangkan harga minyak, nilai tukar, dan
suplai uang berpengaruh positif terhadap volatilitas harga saham.
Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan
variabel-variabel yang ada di dalam penelitian ini secara lebih singkat dan jelas.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Variabel Metode Hasil
1. Lydianita Hugida (2011) /
Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro
Semarang
Variabel Dependen:
Volatilitas Harga
Saham.
Variabel
Independen: volume
perdagangan, inflasi,
nilai tukar, tingkat
suku bunga (SBI).
Analisis
Regresi
Volume
perdagangan, inflasi,
nilai tukar
berpengaruh positif
signifikan dan suku
bunga (SBI)
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
volatilitas harga
saham.
2. Naimatul Fauziah (2013)
/ Universitas Islam
Negeri Syarif
Hidayatullah
Variabel Dependen:
Volatilitas Harga
Saham.
Variabel
Independen:
Volume
Perdagangan, Inflasi,
Dividend Yield dan
Dividend Payout
Ratio.
Analisis
Regresi
Volume
Perdagangan, Inflasi
dan Dividend Payout
Ratio
berpangaruh
signifikan terhadap
Volatilitas Harga
Saham. Sedangkan,
variabel Dividend
Yield tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
Volatilitas
Harga Saham.
3. Tim Studi Volatilitas
Pasar Modal Indonesia
dan Perekonomian Dunia
(2011) / Kementerian
Keuangan Republik
Indonesia
Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga
Keuangan
Variabel Dependen:
Volatilitas IHSG
Variabel
Independen:
Volume Transaksi
harian, volume
transaksi asing,nilai
transaksi harian,
nilai transaksi asing.
Kausalitas
Granger
Volume
perdagangan
berpengaruh secara
signifikan terhadap
Volatilitas
IHSG sadangkan
volume transaksi
asing tidak
memiliki pengaruh
yang signifikan pada
Volatilitas, dan Nilai
transaksi
asingberpengaruh
secara signifikan
terhadap Volatilitas
IHSG
demikian pula
sebaliknya.
4. Muhammad Taqiyuddin,
Taher Al habsji,
Darminto / Jurnal Profit
Volume 6 No. 2
Variabel Dependen:
Pergerakan IHSG
Variabel
Independen:
Inflasi, Suku Bunga
SBI, dan Nilai Tukar
Rp/US $.
Analisis
Regresi
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
variabel
Inflasi
berpengaruh positif
terhadap Indeks
Harga Saham
Gabungan, dan
variabel Tingkat
Suku Bungan dan
Kurs US $
berpengaruh negatif
terhadap Indeks
Harga Saham
Gabungan.
5. Schwert (1989) /
THE JOURNAL OF
FINANCIAL. Vol. XLIV
No.5. December 1989
Variabel
Dependen :
Volatilitas Harga
Saham
- variabel
Independen :
Volume
Perdagangan,
Leverage
Keuangan,Inflasi,
tingkat
Suku bunga,
Money growth,
dan tingkat
Produksi Industri.
Analisis
Regresi
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
semua variabel
independen
berpengaruh positif
terhadap volatilitas
harga saham.
6. Zan (2003) / The
Depatment of
Managerial Economics
and Institute of
Economics Nan-Hua
University Taiwan
Variabel
Dependen :
Volatilitas Harga
Saham
- variabel
Independen :
Inflasi, Harga
Minyak, nilai
Tukar, dan Suplai
Uang.
Analisis
Regresi
Inflasi berpengaruh
negatif terhadap
volatilitas harga
saham, sedangkan
variabel independen
lainnya berpengaruh
positif.
2.9 Hubungan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen
2.9.1 Hubungan Volume Perdagangan terhadap Volatilitas Harga Saham
Terdapat tiga teori yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan adanya
hubungan antara volume perdagangan saham dengan volatilitas return harga
saham. Pertama,mixture of distribution hypothesis, yang mengasumsikan bahwa
perubahan harga per transaksi berhubungan secara monoton dengan volume
transaksi yang bersangkutan. Keduanya berhubungan dengan aliran informasi
yang masuk sehingga menimbulkan hubungan antara volume dan pergerakan
harga (mixing variable). Kedua, difference in opinion model, yang
mengemukakan apabila informasi publik berubah dari menguntungkan menjadi
tidak menguntungkan atau sebaliknya, maka investor mempunyai keyakinan yang
berbeda mengenai nilai saham sehingga menimbulkan transaksi perdagangan.
Ketiga,asymmetric information model, yang mengemukakan bahwa investor yang
berinformasi (informed investor) akan melakukan transaksi berdasarkan informasi
privat yang diperolehnya. Karena itu, semakin banyak transaksi yang dilakukan
investor, semakin tinggi pula volatilitas harga saham dikarenakan munculnya
informasi privat. Tim Studi Volatilitas Pasar Modal Indonesia Dan
Perekonomian Dunia (2011).
Menurut Lydianita Hugida (2011) hubungan antara volume dengan
volatilitas yaitu volume berpengaruh terhadap volatilitas karena volume
mencerminkan informasi yang diterima oleh pelaku pasar (Chan dan Fong, 2000).
Apabila tidak ada informasi mengenai saham, maka investor lebih cenderung
untuk tetap memegang saham mereka (hold), sehingga volume perdagangan
menurun karena tidak banyak saham yang dijual, maka hal tersebut akan
mengakibatkan volatilitasnya rendah. Begitu pula sebaliknya, apabila investor
menerima informasi yang banyak mengenai suatu saham, maka investor akan
banyak menjual saham mereka, hal ini akan berakibat meningkatnya volume
perdagangan. Akibat dari peningkatan volume perdagangan tersebut, maka
volatilitasnya juga akan naik.
2.9.2 Hubungan Inflasi terhadap Volatilitas Harga Saham
Menurut penelitian Taqiyuddin, Muhammad, dkk. Inflasi dapat
menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena
inflasi dapat mengalahkan sumberdaya dari investasi yang produktif ke investasi
yang tidak produktif sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Inflasi
dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil bagi keputusan ekonomi.
Jika sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi dimasa mendatang
akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian
barangbarang dan jasa secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka
menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan
bank atau lembaga peminjaman lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa
tingkat inflasi akan naik dimasa mendatang, maka mereka akan mengenakan
tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi
dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan. Naiknya inflasi di
sebabkan kenaikan jumlah uang yang beredar, turunya suku bunga dan
permintaan barang juga meningkat.
Menurut penelitian Lydianita Hugida (2011) Peningkatan tingkat inflasi
akan menyebabkan kebijakan ekonomi yang lebih ketat dan akan membuat efek
negatif terhadap harga saham. Efek negatif yang diterima oleh harga saham ini
tentunya akan mendorong investor untuk menjual saham yang dimiliki, sehingga
akan berakibat meningkatnya volatilitas harga saham.
Dalam Tim Studi Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan
Perekonomian Dunia (2011) Kebijakan moneter, dengan berbagai dampak
langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkannya, juga berpengaruh
signifikan terhadap volatilitas return saham. Bank sentral di banyak negara
menetapkan tingkat suku bunga jangka pendek, yang perubahannya dapat
berdampak terhadap yield curve. Hal ini merupakan contoh dampak langsung dari
kebijakan moneter. Bank sentral juga dapat melakukan operasi pasar tertentu
dengan tujuan mengendalikan jumlah uang yang beredar. Hal ini menimbulkan
dampak tidak langsung dari kebijakan moneter, misalnya inflasi dan nilai tukar
mata uang asing. Schwert (1989) menemukan bahwa tingkat volatilitas secara
signifikan dipengaruhi oleh inflasi, tingkat suku bunga, dan pertumbuhan jumlah
uang beredar. Hal serupa juga terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Zan
(2003) dan Dritsaki (2003).
2.9.3 Hubungan Nilai Tukar terhadap Volatilitas Harga Saham
Menurut Mohamad Samsul (2006) dalam Hugida, Lydianita, perubahan
satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap harga
saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya
terkena dampak negatif. Misalnya, perusahaan yang berorientasi impor, depresiasi
kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang tajam akan berdampak negatif terhadap
harga saham perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang berorientasi ekspor akan
menerima dampak positif dari depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Ini
berarti harga saham yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di
Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak positif
akan mengalami kenaikan harga sahamnya. Bagi investor sendiri, depresiasi
rupiah terhadap dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia
suram. Sebab depresiasi rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental
perekonomian Indonesia tidaklah kuat, sehingga dolar Amerika akan menguat dan
akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI (Sunariyah, 2006). Hal
ini tentunya menambah resiko bagi investor apabila hendak berinvestasi di bursa
saham Indonesia (Ang, 1997).
Penelitian Zan (2003) dalam Hugida, Lydianita dan Syuhada Sofian
(2011) menunjukkan hubungan yang positif Antara volatilitas harga saham
dengan nilai tukar. Hal ini terjadi karena pada saat nilai tukar dalam negeri
mengalami depresiasi, nilai indeks di BEI akan menurun, hal ini disebabkan oleh
return yang lebih tinggi di pasar uang dan investor lebih tertarik untuk
menanamkan uangnya di pasar uang. Penurunan indeks ini akan membuat
investor tetap memegang sahamnya (hold) sehingga tidak banyak terjadi
penjualan saham, maka hal ini berakibat volatilitas harga saham yang cenderung
rendah.
2.10 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Hipotesis Penelitian
2.10.1 Kerangka Pemikiran
Pasar modal merupakan salah satu alat penggerak perekonomian di suatu
negara, karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi
dana jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam penggerakan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional.
Definisi dari pasar modal menurut Tandelilin (2010:26) adalah sebagai
berikut:
“Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara
memperjual belikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga
bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang
umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan
obligasi”.
Dengan kata lain Pasar modal dapat disimpulkan sebagai perantara
bertemunya antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus fund) atau
investor dengan pihak yang memerlukan dana atau emiten dalam kegiatan
investasi yang memperjual-belikan berbagai instrument keuangan. Sedangkan
tempat berlangsungnya jual-beli antar sekuritas-sekuritas tersebut disebut sebagai
Bursa Efek.
Sekuritas di pasar modal salah satunya adalah saham, Sunariyah
(2011:125) mengemukakan bahwa:
“Saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau
pemilikan individu maupun institusi yang dikeluarkan oleh sebuah
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Saham
menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik
sebagian dari perusahaan tersebut”.
Dalam penelitian Istanti (2009) Harga saham dapat dikatakan sebagai
indikator keberhasilan pengelolaan perusahaan, dimana kekuatan pasar
ditunjukkan dengan terjadinya transaksi perdagangan saham perusahaan di pasar
modal. Terjadinya transaksi tersebut didasarkan pada hasil pengamatan para
investor terhadap prestasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
(informasi-informasi yang dimiliki oleh pemegang saham).
Pada prinsipinya semakin baik prestasi perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan, akan meningkatkan permintaan saham perusahaan yang bersangkutan
sehingga harga pasar saham akan mengalami peningkatan. Apabila keadaan yang
terjadi adalah sebaliknya maka hal ini akan menurunkan harga pasar saham
perusahaan yang bersangkutan.
Pasar modal memiliki beberapa fungsi bagi masyarakat maupun
pemerintah atau pihak yang terkait di dalamnya. Fungsi dari pasar modal itu
sendiri adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Tabungan (Saving Function)
2. Fungsi Kekayaan (Wealth Funtion)
3. Fungsi Likuiditas (Liquidity Funtion)
4. Fungsi Pinjaman (Credit Function)
Masyarakat yang menanamkan modalnya di pasar modal, memiliki tujuan
atau harapan untuk mendapatkan keuntungan yang akan diperoleh dalam jangka
waktu tertentu yang sering disebut sebagai investasi.
Definisi dari investasi itu sendiri menurut Tandelilin (2010:2) sebagai
berikut.
“Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya
lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan di masa datang”.
Dengan kata lain, investasi merupakan penanaman modal yang dilakukan
oleh individu atau organisasi untuk satu atau lebih aktiva yang dimilikinya dan
berjangka waktu lama, dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang
akan datang. Bila dikaitkan investasi dengan pasar modal, para investor memiliki
pengharapan pada saham yang dimilikinya saat ini akan mengalami kenaikan
harga saham atau sejumlah dividen di masa datang agar investor mendapatkan
keuntungan sebagai imbalan atas waktunya. Selain investor mendapatkan return
atau keuntungan atas investasinya investasinya terdapat hal yang tidak bisa
dihindari oleh investor di pasar modal yaitu resiko. Resiko terjadinya kerugian
atas asset yang kita tanamkan, karna pasar modal sangat sensitif terhadap segala
informasi baik yang bad news atau yang good news yang berkaitan dengan
perusahaan yang bersangkutan bahkan dengan keadaan ekonomi suatu Negara.
Terdapat ungkapan/asumsi bahwa high risk high return. Dimana apabila kita
berinvestasi dengan pengharapan retun yang tinggi akan terdapat risiko yang
tinggi pula.
Risiko yang dihadapi oleh para invetor ada dua kelompok utama, yang
pertama adalah risiko tidak sistematis, dan risiko sistematis. Risiko tidak
sistematis menurut Sunariyah (2011:190) adalah sebagai berikut.
“Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang terkait dengan suatu
saham tertentu yang umumnya dapat dihindari atau diperkecil
melalui diversifikasi”.
Sedangkan Risiko sistematis menurut Sunariyah (2011:190)
“Risiko sistematis merupakan risiko pasar yang bersifat umum dan
berlaku bagi semua saham dalam pasar modal yang bersangkutan.
Risiko ini tidak mungkin dapat dihindari oleh pemodal melalui
diversifikasi manapun”.
Risiko pasar yang bersifat umum diantaranya adalah faktor-faktor
ekonomi, faktor-faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian
seperti politik, sosial, keamanan, dan lain-lain dan faktor-faktor yang secara
langsung mempengaruhi perekonomian seperti inflasi, nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing (kurs), tingkat suku bunga, tingkat pengangguran, neraca
pembayaran dan neraca perdagangan serta yang mempengaruhi faktor-faktor
perekonomian yang lainnya.
Perkembangan yang terjadi pada bagian variabel ekonomi suatu Negara
akan memberikan pengaruh kepada pasar modal. Apabila suatu indikator ekonomi
makro jelek maka akan berdampak buruk bagi perkembangan pasar modal, begitu
pula sebaliknya (Sunariyah, 2011:21).
Perubahan terhadap pasar modal akibat pengaruh dari faktor-faktor
ekonomi tersebut akan mempengaruhi pola prilaku investor yang akan berdampak
pada perubahan harga saham, naik atau turunnya harga saham terjadi karena
proses permintaan dan penawaran atas suatu saham.
Bila kenaikan dan penurunan harga saham terjadi terus menerus selama
beberapa hari, maka akan diikuti dengan arus balik. Karena terjadi overreaction
atau mispriced. Overreaction terjadi karena terlalu optimistis atau pesimistis
dalam menanggapi suatu peristiwa yang diperkirakan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan di masa datang. Terlalu optimisstis atau pesimistis
mempercepat kenaikan atau penurunan harga saham sehingga ada unsur
mispriced. Oleh karena itu, investor harus hati-hati terhadap pergerakan harga
saham yang terlalu cepat naik atau terlalu cepat turun dengan tajam atau istilahnya
terjadi volatilitas harga saham.
Adanya volatilitas akan menyebabkan resiko dan ketidakpastian yang
dihadapi investor semakin besar sehingga minat investor untuk berinvestasi
menjadi tidak stabil. Kartika, Andi (2010)
Volatilitas Harga Saham/Stock Price Volatility (PV) menurut Lorie
(1985:184) dalam penelitian Napitupulu dan Syahyunan (2012) volatilitas
adalah bagian dari variabilitas total akibat sensitivitas terhadap perubahan pasar
yang merupakan risiko sistematis dan tidak dapat dihindari. Hal ini diukur dengan
koefisien beta. Portofolio yang efisien tidak memiliki risiko tambahan, dan
volatilitas adalah satu-satunya sumber variabilitas tingkat pengembalian.
Volatilitas merupakan ukuran terhadap sebaran/dispersi di sekitar rata-rata hasil
dari sebuah sekuritas.
Tinggi rendahnya volatilitas harga saham ini dapat dipengaruhi oleh faktor
makro dan mikro. Faktor makro adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
perekonomian secara keseluruhan, antara lain inflasi dan nilai tukar. Sedangkan
faktor mikro adalah volume perdagangan.
Volume perdagangan adalah banyaknya lembaran saham suatu emiten
yang diperdagangkan di pasar modal, artinya semakin besar volume perdagangan,
maka semakin sering saham tersebut diperjualbelikan. Hal ini mengindikasikan
bahwa saham tersebut aktif dan diminati oleh para investor sehingga dapat
mengalami kenaikan harga. Profits Buletin Vol. XIII (2013).
Hasil penelitian Tandelilin (1997) dalam Kodrat dan Kurniawan
(2010:265) membuktikan bahwa variable makro mempengaruhi risiko yaitu
tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan perubahan GDP. Walaupun secara
bersama-sama variable-variable tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap
risiko sistematis namun tingkat suku bunga secara parsial terbukti berpengaruh
signifikan terhadap risiko sistematis.
Menurut Winarno dan Sujana (2010:253) pengertian inflasi adalah
kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya uang (kertas) yang beredar
sehingga harga barang mengalami peningkatan; keadaan yang menunjukan
berkurangnya daya beli masyarakat dalam masa tertentu karena besarnya jumlah
uang (kertas) yang beredar melebihi jumlah barang dan jasa yang tersedia.
Menurut Murni (2010:230) nilai tukar menggambarkan berapa banyak
suatu mata uang harus diperuntukan untuk memperoleh satu unit mata uang lain.
Istilah lain dari rasio pertukaran tersebut adalah nilai tukar (exchange rate) atau
disebut juga kurs valuta asing. Sunariyah (2011:23) berpendapat bahwa
menurunnya kurs dapat meningkatkan biaya impor bahan baku dan meningkatkan
suku bunga walaupun dapat meningkatkan nilai ekspor. Munurunnya kurs rupiah
terhadap mata uang asing memiliki pengaruh negatife terhadap ekonomi dan pasar
modal.
Berdasarkan keterangan-keterangan penjelasan tersebut dalam penelitian
ini, variabel-variabel yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui volatilitas
harga saham suatu perusahaan adalah Volume Perdagangan, Inflasi menggunakan
(IHK), dan Nilai Tukar Rupiah (Rp) terhadap Dollar (USD).
Berdasarkan tujuan penelitian, landasan teori, dan hasil penelitian
sebelumnya serta permasalahan yang telah dikemukakan, maka berikut adalah
paradigma penelitian dan kerangka pemikiran yang akan dituangkan dalam bagan
berikut.
Gambar 2.1
Paradigma Penelitian
X1
X2
X3
Volume perdagangan
Tingkat inflasi
Nilai tukar
Volatilitas harga saham
Price Volatility (PV)
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
keterangan:
yang di teliti
yang tidak di teliti
Pasar Modal
Investasi
Saham Reksadana Obligasi
Resiko
Resiko tidak sistematis Resiko sistematis
Volatilitas Harga
Saham (Y)
Nilai Tukar (X3)
Financial Leverage
Volume Perdagangan (X1)
Inflasi (X2)
Perubahan Manajemen Politik
Keamanan
2.10.2 Perumusan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penyusunan dari latar belakang, identifikasi masalah, tujuan
penelitian, dan kerangka pemikiran diatas, maka peneliti merumuskan perumusan
hipotesis penelitian dengan variabel-variabel yang terkait di dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Volume Perdagangan, Inflasi, dan Nilai Tukar (Rp/USD) berpengaruh
terhadap Volatilitas Harga Saham indeks LQ45 yang terdaftar dalam Bursa
Efek Indonesia periode 2010-2013 secara simultan.
2. Volume Perdagangan, Inflasi, dan Nilai Tukar (Rp/USD) berpengaruh
terhadap Volatilitas Harga Saham indeks LQ45 yang terdaftar dalam Bursa
Efek Indonesia periode 2010-2013 secara parsial.