7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Pemimpin
Menurut Griffin dalam Tambunan (2015:8) berpendapat bahwa
“pemimpin adalah individu yang mampu mempengaruhi perilaku orang lain tanpa
harus mengandalkan kekerasan, pemimpin adalah individu yang diterima oleh
orang lain sebagai pemimpin”.
Evelyn Clark dalam Tambunan (2015:8) mengatakan bahwa “pemimpin
merupakan masa depan organisasi, yaitu untuk membangun dan menguatkan
organisasi mereka”.
Fahmi (2013:15), menyatakan bahwa “kepemimpinan adalah suatu ilmu
yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan,
mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai
dengan perintah yang direncanakan”.
Nawawi (2013:153), menyatakan bahwa “kepemimpinan merupakan
kemampuaan mempengaruhi orang lain dalam hal ini para bawahan sehingga mau
dan mampu melakukan kegiatan tertentu meskipun secara pribadi hal tersebut
tidak disenanginya.
Menurut Tambunan (2015:8) mendefinisikan bahwa pemimpin adalah
seseorang yang dengan kemampuan dan pengaruhnya dalam memberdayakan
8
sumber daya serta menggerakan orang lain untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung dari kemampuan
pemimpin dalam memberdayakan sumber daya serta menggerakan semua angota
organisasi untuk mencapai tujuan yang diiginkan.
2.1.2 Kriteria Seorang Pemimpin
Tidak semua manusia memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin di
dalam sebuah oranisasi atau negara. Menurut Tambunan (2015:9) menyataka
bahwa:
pemimpin adalah orang-orang yang terpilih dan dipercayai untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengelola sebuah organisasi atau nengara. Untuk dapat dikatakan sebagai pemimpin maka ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu:
a. Memiliki kekuasaan, adalah kapasitas atau kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang dan perilakunya untuk melakukan sesuatu.
Seseorang yang dipercayai sebagai pemimpin, secara otomatis melekat
kekekuasaan atau kewenangannya sehingga para bawahannya mau patuh
kepada pemimpin tersebut.
b. Memiliki pengikut adalah orang-orang yang turut mendukung dan bekerja
bersam-sama dengan pemimpin pengikut pemimpin dalam sebuah
organisasi maupun negara adalah karyawan, bawahan, staf ataupun
pegawai, secara langsung bertanggungjawab kepada pemimpin.
c. Memilik kemampuan, adalah potensi sumber daya yang dimiliki oleh
seorang pemimpin. Kemampuan ini dapat berupa keterampilan teknis dan
kecerdasan yang lebih dimiliki oleh seorang pemimpin. Kemampuan ini
9
dapat diperoleh melalui pengalaman dan proses pembelajaran yang
dilakukan pemimpin. Melalui kemampuan akan mendukung pemimpin
dalam menjalankan peran kepemimpinannya dan dalam hal penyelesaian
tugas-tugas.
2.1.3 Tugas Pemimpin
Menurut Tambunan (2015:10) menyatakan bahwa:
secara umum pemimpin dalam menlankan kepemimpinan memiliki dua tugas tama (leadership function), yaitu meyelesaian suatu pekerjaan dan melalkukan kerjasama tim. Tugas yang pertama, pemimpin harus bias menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan untuk menghasilkan tujuan yang diinginkan sesua dengan standar yang telah ditetapkan. Tugas yang kedua, pemimpin harus membedayakan sumber daya manusia sebgai faktor penggerak dalam menyelesaiakn pekerjaan.
Sedangkan menurut Sashkin dalam Toman Sony Tambunan (2015:14)
menuliskan bahwa tugas terpenting seorang pemimpin adalah membangun visi.
Artinya seorang pemimpin muncul dengan gambaran tentang kondisi masa depan
yang ideal. Kemudian pemimpin akan menjelaskan visinya kepada para pengikut
dan meyakinkan mereka untuk melakukan apa yang diperlukan untuk mencapai
visi tersebut
Selanjutnya Schermerhorn dalam Tambunan (2015:14) menyebutkan
lima prinsip visi kepemimpinan yaitu:
1. Tantangan adalah proses, artinya pemimpin harus menjadi pioneer,
mendorong inovasi dan mendukung orang-oran dengan ide-ide
2. Bersemagat/antusias, member inspirasi kepada orang lain melalu semangat
pribadi untuk membagi visi bersama
10
3. Menolong orang lain untuk bertindak. Artinya pemipin harus menjadi
pemain tim dan mendukung usaha dan bakat orang lain.
4. Kumpulkan teladan. Artinya memberikan model peran yang konsisten
mengenai bagaimana oran lalin dapat dan harus bertindak
5. Menghargai prestasi. Artinya member suadsan di tempat kejra dan
membuat apa yang dirasakan sama seperti yang dipikirkan
2.1.4 Pengertian Kepemimpinan
Para penelitit mendefinisikan kepemipinan berdasarkan perilaku,
pengeruh, peran, karateristik, dari pemimpin itu sendiri. menurut Stephen
P.Robins dalam Tambunan (2015:43) megatakan “kepemimpinan adalah
kemampuan mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran”
Sedangkan Ricky W.Griffin dalam Tambunan (2015:43) mendefinisikan
“kepemimpinan adalah penggunaaan pengaruh tanpapaksaan untuk membentuk
tujuan-tujuan grup atau organisasai, memotivasi perilakuke arah tujuan tersebut
dan membantu mendifiniskan kultur grup atau organisasi”
Selanjutnya Goerge R Terry dalam Tambunan (2015:44) memberikan
pengertian kepemimpinan sebagai “kemampuan sesorang atau pemimpin untuk
mempengaruhi perilaku orang lain menurut keinginan-keinginannya dalam suatu
keadaan tertentu”.
Tambunan (2015:45) memberi penekanan penting dari definisi pemimpin yaitu, seseorang yang menduduki posisi formal dalam suatu organisasi atau negara, memiliki peran tanggung jawab dan kewenangan (kekuasaan) terhadap organsasi atau negara yang dipimpinnya, serta mengarahkan sumber daya-sumber daya organisasi untu mecapai tujuan yang diinginkan bersama.
11
2.1.5 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Menurut Pasolong dalam Mallapiseng (2015:55) mengatakan bahwa
“gaya pada dasarnya berasal dari bahasa inggris Style, yang berarti mode
seseorang yang selalu nampak yang menjadi cirri khas orang tersebut”.
Selanjutnya Stoner dalam Mallapiseng (2015:55) mengatakan bahwa
“gaya kepemimpinan (leadership style) adalah berbagai pola tingkah laku yang
disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi bawahan”.
Adapula menurut Hersey dan Blanchard dalam Mallapiseng (2015:56)
mengatakan bahwa “gaya merupakan pola-pola perilaku konsisten yang pemimpin
terapkan dalam bekerja dengan dan melalui orang lain seperti dipersepsikan orang
itu”.
Sedangkan menurut Thoha dalam Mallapiseng (2015:56) mengatakan
bahwa “gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang ia lihat”.
Dari beberapa pendapat para ahli Mallapiseng menyimpulkan bahwa:
gaya kepemimpinan adalah suatu cara yag dipergunakan oleh seseorang pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan mengendalikan bawahannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Gaya kepemimpinan pada hakikatnya mengandung arti bagaimana pemimpin itu berinteraksi dengan bawahannya dan interaksi terseut disebut gaya yang mempunyai dua orientasi yaitu (1) berorientasi pada tugas (a task oriented stile) atau gaya otoriter, dan (2) gaya yang berorientasi pada bawahan (an employee oriented stile) atau gaya demokratis.
12
2.1.6 Tipe Kepemimpinan
Menurut Kartini Kartono dalam Mallapiseng (2015:72) memaparkan
beberapa tipe kepemimpinan yaitu:
1. Tipe Kharismatik
Tipe kharismatik ini memiliki kekuatan energy daya tarik dan prabawa
yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain sehingga ia mempunyai
pengiku yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa di
percaya.
2. Tipe Paternalistik
Tipe kepemimpinan paternalistic ini adalah tipe kepemimpinan kebapakan
denga sifat-sifat antara lain sebagai beirkut:
a. Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum
dewasa, atau anak sendiri yang masih perlu dikembangkan
b. Diabersikap terlalu melindungi (overly protective)
c. Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri.
d. Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada
bawahan untuk berinisiatif.
e. Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan
kesempatan pada bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya
kreatifitas mereka sendiri.
f. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
13
3. Tipe Militeristik
Tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran saja yang
mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat leih seksama tipe ini mirip
sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat pemimpin yang
militeristik antara lain ialah:
a. Lebih banyak menggunakan sistem perinta/komando terhadap
bawahnnya, keras, sangat otoriter, kaku dan sering kali kurang
bijaksana.
b. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.
c. Sangat menyenangi formalitas, upacar-upacara ritual dna tanda-tanda
kebesaran yang berlebihan.
d. Menuntut adanya disiplin, keras, dan kaku dari bawahannya (disiplin
cadaver/mayat)
e. Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikkan-kritikan dari
bawahannya
f. Komunikasi hanya berlangsung satu arah saja
4. Tipe Otokratik
Kepemimpinan tipe ini didasari atas paksaan, perintah, aturan dan
tindakan-tidanakan yang harus dipatuhi anggota organisasi, dan menjamin
keadaan tersebut dengan melakukan pengawasan yan gketat dan
memastikan semmua pelaksanaa tugas-tugas dengan efisien, sehingga
kepemimpinan otokratis senantiasa berorientasi pada struktur organisasi
dan tugas.
14
5. Tipe Laissez Faire
Tipe kepemimpinan ini memperlihatkan kondisi dimana pemimpin praktis
tidak mejalankan fungsinya sebgai pemimpin dia membiarkan
bawahannya menjalankan keinginannya masing-masing, tidak
berpatisipasi dalam pelaksanaan pekerjaan hanya sebgai symbol dan
biasanya pemimpin dengan tipe ini tidak memiliki kompetensi dan
keahlian dibidang kegiatan yang menjadi obyek pelaksanaa organisasinya.
6. Tipe Administratif atau Eksekutif
Kepemimpina tipe adminisratif ialah kepemimpinan yang mampu
menyelenggarakan tugas-tgas admnistrasi secara efektif. Sedang para
pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan admnisraturp-admnisitratur yang
mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan.
7. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para bawahannya. Terdapat kordinasi
pekerjaan pada semua bawahan, dengan menemukan penekanan pada rasa
tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik.
2.2 Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja
Pengertian kinerja menurut Fahmi (2013:127) menyatakan bahwa
“kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut
bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu
periode waktu”
15
Sedangkan menurut Handoko dalam Nawawi (2013:213) menyatakan
bahwa “kinerja sebagai Proses dimana organisasi mengevluasi atau menilai
prestasi kerja karyawan”.
Selanjutnya menurut Prawirosentono dalam Sutrisno (2013:170)
menyataan bahwa “kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan
etika”.
Pengertian kinerja menurut Ikbal Bahua (2016:51) adalah “hasil kerja
atau prestasi kerja seseorang dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah
maupun swasta”
Yuchtman dan Seashore dalam Bahua (2016:51) mendefinisikan “Kinerja
sebagai kemampuan suatu organisasi yang memanfaatkan lingkungan untuk
mengakses sumber-sumber daya yang terbatas”.
Lebih lanjut, Yuchtman dan Seashore dalam Bahua (2016:51) menjelaskan
“Kinerja adalah sebuah pengukuran yang mencakup persepsi dari berbagai
stakeholder dalam organisasi. Pengukuran tersebut mencakup keberhasilan
pekerjaan dalam mencapai tujuan organisasi”.
Menurut Mangkunegara dalam Bahua (2016:53) “Kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kerpadanya”.
16
Mohamad Ikbal Bahua (2016:54) mendefinisikan bahwa: “Kinerja
(performance) merupakan aksi atau perilaku individu yang berupa bagian dari
fungsi kerja, aktualnya dalam suatu organisasi, yang sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya dalam periode waktu yang tertentu untuk mencapai tujuan
organisasi”.
Menurut Rachmawati dalam (Rohaeni, 2016) “Kinerja merupakan evaluasi
formal terhadap prestasi karyawan. Evaluasi tersebut dapat dilakukan secara
informal, misalnya manajer menegur kesalahan karyawan atau memuji karyawan
apabila berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik”.
Wibowo dalam (Rohaeni, 2016) mendefinisikan pengertian kinerja sebagai
berikut:
Kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebgai kekuatan pendorong untuk mencapai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi.
Sementara, pengertian kinerja menurut Dharma dalam (Rohaeni, 2016)
merupakan “Sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai dan
pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara
yang dapat meningkatkan kemungkina bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam
suatu jangka waktu tertentu baik pendek maupun panjang”.
Pengertian kinerja menurut (Handayani, 2016) yaitu “Suatu hasil kerja
yang dihasilkan oleh seorang karyawan, diartikan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan”.
Menurut Gomez dalam (Handayani, 2016) mengemukakan “Pengertian
kinerja adalah outcome yang dihasilakan dari suatu fungsi pekerjaan dalam suatu
periode waktu tertentu atau pada saat ini”.
17
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Mangkunegara dalam (Handayani, 2016) menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja yaitu:
Faktor internal atau disposisional yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang dan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan bawahan ataupun rekan kerja, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
2.2.3 Pengetian Penilaian Kinerja
Mohamad Ikbal Bahua (2016:54) menyebutkan suatu hal yang dapat
menentukan kinerja organisasi adalah sebagai berikut:
Kinerja organisasi ditentukan oleh penilaian kinerja individu dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Penilaian prestasi kerja dilakukan dengan membandingkan kerja yang telah dilaksanakan seseorang (job related) dengan standar kinerja (performance standard) yang telah diciptakan. Agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, maka standar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap individu.
Menurut Amstrong dalam Bahua (2016:56) penilaian kinerja adalah “Kegiatan
yang dilakukan pada usaha mengngkapkan kekurangan dalam bekerja untuk
diperbaiki dan kelebihan bekerja untyk dikembangkan, agar setiap karyawan
mengetahui tingkat efesiensi dan efektivitas pekerjaannya guna mencapai tujuan
organisasi”.
Pengertian penilaian kinerja menurut Simamora dalam Bahua (2016:56)
merupakan “Proses penilaian hasil kerja yang digunakan manajemen untuk
memberikan informasi kepada karyawan secara individual, tentang mutu hasil
pekerjaannya dari sudut kepentingan perusahaan”.
Mohamad Ikbal Bahua (2016:59) menguraikan pengertian dari penilaian
kinerja sebagai berikut:
18
Penilaian kinerja merupakan metode sistematis berdasarkan peraturan dan standar pekerjaan dengan kriteria penilaian workload, efficiency, effektivnes, dan productivity selama periode tertentu yang dilakukan oleh organisasi untuk mengetahui prestasi kerja, konstribusi, potensi, dan nilai dari pekerjaan karyawan.
Selanjutnya, Mohamad Ikbal Bahua (2016:59) menjelaskan “Penilaian
kinerja sebagai bentuk umpan balik organisasi pada hasil kerja karyawan yang
dilaksanakan oleh pimpinan, manajer, atau orang-orang yang diberi wewenang
sebagai landasan pengembangan misi dan tujuan organisasi”.
2.2.4 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Mohamad Ikbal Bahua (2016:59) menjelaskan “Organisasi, baik
pemerintah maupun swasta menggunakan penilaian kinerja atau prestasi kerja
bagi individu pegawai atau karyawan mempunyai tujuan dan manfaat sebagai
langkah administratif dan pengembangan organisasi”.
Menurut Haidee dalam Bahua (2016:60) tujuan dan manfaat penilaian
kinerja adalah “Memberikan umpan balik pada karyawan secara regular untuk
menggali prestasi dan memperkuat perilaku karyawan yang dapat dipergunakan
untuk memecahkan masalah pada masa yang akan datang berdasarkana prestasi
dan wawasan karyawan tentang tujuan organisasi”.
Gomez dalam Bahua (2016:61) menjelaskan tujuan dan manfaat penilaian
kinerja adalah “Sebagai acuan atau standar di dalam membuat keputusan yang
berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan, termasuk untuk promosi pada
jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian, penghargaan, atau penggajian”.
Tujuan dan manfaat peniliaian kinerja menurut Nawawi dalam Bahua
(2016:61) adalah sebagai berikut:
19
Untuk memberikan informasi mengenai kondisi keahlian yang kurang atau tidak dikuasai karyawan sehingga berpengaruh pada efesiensi, efektivitas, dan produktivitasnya dalam bekerja. Hasil tersebut dapat digunakan untuk melakukan analisis kebutuhan pelatihan, baik pada tingkat organisasi, tingkat unit kerja, maupun dalam analisis individual. Mohamad Ikbal Bahua (2016:63) menjelaskan bahwa tujuan dan manfaat
penilaian kinerja ialah sebagai berikut:
Sebagai acuan atau standar di dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan prestasi kerja dan umpan balik organisasi pada kemampuan dan keahlian karyawan. Hal ini dapat membantu pihak manajemen untuk memotivasi dan meningkatkan kualitas kerja karyawan berdasarkan prestasi dan wawasannya pada tujuan organisasi.
Arti pentingnya penilaian kinerja secara lebih rinci dikemukakan
Hariandja dalam (Rohaeni, 2016) sebagai berikut:
1. Perbaikan kinerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui
feedback yang diberikan organisasi.
2. Penyusunan gaji sebagai informasi untuk mengkompensasi pegawai secara
layak sehinngga dapat memotivasi mereka.
3. Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan pegawai
sesuai dengan keahliannya.
4. Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan mengetahui
kelemahan-kelemahan pegawai sehingga bisa merencanakan program yang
cocok untuk mereka.
5. Perencanaan karier, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan
karier bagi pegawai.
6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan.
20
7. Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu
kekurangan kinerja akan menunjukan adanya kekurangan dalam perancangan
jabatan.
8. Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada pegawai.
9. Dapat membantu pegawai mengatasi masalah yang bersifat eksternal dalam
arti pimpinan yang menilai kinerja akan mengetahui dan membantu
menyelesaikan permasalahan.
10. Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya,yaitu dengan
diketahui kinerja pegawai secara keseluruhan, ini akan menjadi informasi
sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan baik atau tidak.
2.3 Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
2.3.1 Kisi-kisi Operasional Variabel
A. Variabel Penelitian
Menurut Sugiono dalam (Erri & Fajrin, 2018) menyatakan bahwa variabel
penelitian adalah “segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya”. Beberapa hal dimensi yang terikat dengan
pengaruh motivasi kerja dan indikatornya yang perlu diperhatikan dalam kasus
kinerja karyawan diantaranya:
1. Variabel independen (X) merupakan variabel bebas yang nantinya akan
mempengaruhi variabel lain. Yang terdiri dari: kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, kebutuhan
aktualisasi diri.
21
2. Variabel dependen (Y) adalah variable terikat yang keberadaanya di pengaruhi
variable lain.Yang terdiri dari: kualitas, kuantitas, penggunaan waktu, kerjasama,
keandalan
B. Definisi Operasional Variabel
Agar terhindar dari pengertian yang berbeda dari variabel yang digunakan
dalam penelitian ini, maka penulis membuat batasan atau definisi dari masing-
masing variabel sebagai berikut:
1. Gaya Kepemimpinan
Arafat Yasir Mallapiseng, menyatakan bahwa:
gaya kepemimpinan adalah suatu cara yag dipergunakan oleh seseorang pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan mengendalikan bawahannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Gaya kepemimpinan pada hakikatnya mengandung arti bagaimana pemimpin itu berinteraksi dengan bawahannya dan interaksi terseut disebut gaya yang mempunyai dua orientasi yaitu (1) berorientasi pada tugas (a task oriented stile) atau gaya otoriter, dan (2) gaya yang berorientasi pada bawahan (an employee oriented stile) atau gaya demokratis.
2. Kinerja
Prawirosentono dalam Sutrisno (2013:170) menyataan bahwa
“kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika”.
C. Instrumen Penelitian Sugiyono (2013:119), menyatakan bahwa “instrument penelitian suatu alat
yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Di dalam
penelitian ini peneliti ingin mengetahui tentang pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja karyawan. Instrument yang digunakan untuk menyaring data
dipergunakan angket (keusioner) data yang terkumpul relatif lebih cepat, mudah
dan akurat”.
22
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk jawabannya. Kuesioner juga merupakan teknik pengumpulan
data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan
tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
Dalam kuesioner ini disediakan alternatif jawaban dari setiap butir
pernyataan sehingga responden dapat memilih salah satu jawaban yang sesuai
dengan pendapat dan juga keadaan dengan cara menumbuhkan tanda (√ ). Dengan
skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai tolak untuk menyusun
item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan
Tabel II.1 Kisi-kisi Intrumen Gaya Kepemimpinan (Variabel X)
Tabel II.2
Kisi-kisi Intrument Kinerja (Variabel Y)
No Indikator Parameter Butir Soal Skala
Likert
Likert
Tabel Kisi-Kisi Gaya Kepemimpinan
Likert
Tipe Kharismatik, Tipe Paternalistik, Tipe Militeristik, Tipe Otokratik, Tipe
Lissez Fire, Tipe Administratif atau Eksekutif, Tipe Demokratif
Tipe Gaya Kepemimpinan3
1 -2
3 - 6
7 - 10
Memiliki Kekuasaan, Memiliki Pengikut, Memiliki Kemampuan
Kirteria Seorang Pemimpin1
Menjalankan Leadership Function menyelesaikan pekerjaan dan melakukan
Tugas Pemimpin2
No Indikator Parameter Butir Soal Skala
5 - 6
7 - 10
Likert
Likert
Likert
Tabel Kisi-Kisi Kinerja
Metode Sistematis dan standard Pekerjaan dengan Kriteria Penilaian Penilaian Kinerja2
Meningkatkan efektivitas kinerja karyawan
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja3
Adanya Faktor Internal dan juga Faktor Eksternal Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja1 1 - 4
23
2.3.1 Konsep Dasar Perhitungan
Dalam konsep dasar perhitungan ini penulis menggunakan landasan
teori yang bersumber dari Sugiyono (2013:90) yaitu:
1. Populasi untuk menentukan sempel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi,
populasi bukan hanya orang tetapi juga obyek atau subyek yang dipelajari,
tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimililki oleh subyek atau
obyek itu.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar dan peniliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga,
dan waktu maka peniliti dapat menggunakan sempel itu, kesimpulannya akan
dapat diberlakukan untuk populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Askrindo
(Persero) Cikini Jakarta Pusat dengan sebanyak 57 populasi. Teknik dalam
pengambilan sempel ini menggunakan teknik sampel jenuh, dimana seluruh
populasi yang ada dijadikan sampel.
2. Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2013:91) menyatakan bahwa:
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel dalam penelitian terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Secara sistematis teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua yaitu Probability Sampling
24
dan Nonprobability Sampling. Probability Sampling meliputi Simple random, Proportionate Startifield Random, Disproportionate Startifield Random dari Cluster Random.Nonprobability Sampling meliputi Systematic Sampling(sampling sistematis),Quota Sampling (sampling kuota), Accident/Incidental Sampling (sampling aksidental/incidental), Pusposive Sampling, Sampling Jenuh (sampling sensus) dan Snowball Sampling.
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing teknik sampling di atas.
1. Probability Sampling
Menurut Sugiyono, (2013:92) mengemukakan bahwa “Probability
Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang
yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel.”
Berikut ini adalah jenis-jenis dari Probability Sampling beserta
penjelasannya.
a. Simple Random Sampling
Menurut Sugiyono, (2013:93) mengmukakan bahwa “Simple Random
Sampling adalah pengambilan anggota sampel dari populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu”
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Menurut Sugiyono, (2013:93) mengemukakan bahwa “Proportionate
Stratified Random Sampling adalah teknik sampling yang digunakan bila
populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata
secara proporsional”
25
c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Menurut Sugiyono, (2013:93) mengemukakan bahwa “Disproportionate
Stratified Random Sampling adalah teknik sampling yang digunakan bila
populasi berstrata tetapi kurang proporsional”.
d. Cluster Random Sampling (Area Sampling)
Menurut Sugiyono, (2013:94) mengemukakan bahwa “Cluster Random
Sampling merupakan teknik sampling daerah yang digunakan untuk
menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat
luas, misalnya penduduk dari suatu negara, propinsi atau kabupaten”.
2. Nonprobability Sampling
Menurut Sugiyono, (2013:95) mengemukakan bahwa “Nonprobability
Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang
atau kesempatan sama bagi setaip unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel”.
Berikut ini adalah jenis-jenis dari Nonprobability Sampling beserta
penjelasannya.
a. Systematic Sampling (Sampling Sistematis)
Menurut Sugiyono, (2013:95) mengemukakan bahwa “Sampling
Sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari
anggota populsai yang telah diberi nomor urut”.
b. Quota Sampling (Sampling Kuota)
Menurut Sugiyono, (2013:95) mengemukakan bahwa “Sampling Kuota
adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai
cirri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan”.
26
c. Incidental Sampling (Sampling Insidental)
Menurut Sugiyono, (2013:96) mengemukakan bahwa “Sampling
Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu
siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui
itu cocok dengan sumber data”.
d. Purposive Sampling
Menurut Sugiyono, (2013:96) mengemukakan bahwa “Purposive
Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”.
e. Sampling Jenuh (Sampling Sensus)
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel apabila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2013:96). populasi
dijadikan sampel.
f. Snowball Sampling
Menurut Sugiyono, (2013, 97) mengemukakan bahwa:
Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya sehingga jumlah sampel menjadi semakin banyak.
3. Skala Likert
Skala Likert, yaitu skala yang mempunyai gradasi dari sangat positif sampai
negatif. Skala Likert digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif, setiap
jawaban diberi Bobot atau Skor, dapat dilihat pada tabel berikut:
27
Tabel II.1
Klasifikasi Jawaban dan Besarnya Bobot atau Skor
Sumber: Sugiyono (2013:108)
4. Uji Validitas
Menurut Sujianto dalam (Yuliantari,2016) mengemukakan bahwa:
validitas bertujuan untuk menguji apakah tiap item atau instrumen benarbenar mampu mengungkap faktor yang akan diukur atau konsisten internal tiap item alat ukur alat ukur dalam mengukur suatu faktor. Metode yang sering digunakan untuk memberikan penilaian terhadap validitas kuesioner adalah korelasi antara skor tiap butir pertanyaan dengan skor total, sehingga sering disebut dengan inter-item total correlation. Nilai korelasi yang diperoleh lalu dibandingkan dengan tabel nilai korelasi (r). Jika hitung > r tabel pada taraf kepercayaan tertentu, berarti instrumen tersebut memenuhi kriteria validitas.
5. Uji Reabilitas
Menurut Sujianto dalam (Yuliantari,2016) mengemukakan bahwa :
Uji reliabilitas instrument adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Uji reliabilitas instrument diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. reabilitas instrument diperluka untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan pengukuran. Instrument yang reliabel berarti instrument tersebut bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cranbach’s berdasarkan skala Alpha Cranbach’s 0 sampai 1. Berikut ini adalah Tabel Skala Alpha Cranbach’s.
6. Korelasi Product Moment
Dalam penelitian ini yang dipakai adalah rumus korelasi product moment
dengan penjelasan sebagai berikut:
No Alternatif Jawaban Bobot atau Skor Kode 1. Sangat Setuju 5 SS 2. Setuju 4 S 3. Ragu - ragu 3 R 4. Tidak Setuju 2 TS 5. Sangat Tidak Setuju 1 STS
28
1. Koefisien Korelasi
Teknik ini digunakan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk mencari
koefisien korelasi dalam Sugiyono (2013:212), yaitu:
Keterangan:
r = Koefisien Korelasi
x = Jumlah Variabel bebas, yaitu gaya kepemimpinan
𝑦 = Jumlah Variabel Terikat, yaitu Kinerja
Untuk mengetahui tingkat hubungan yang dimana X adalah gaya kepemimpinan dan Y adalah kinerja, maka koefisien diinterpretasikan pada tabel pedoman, apakah hubungan kedua variabel kuat atau lemah (dapat dilihat pada tabel II.2) untuk diinterpretasi.
Tebel II.2
Pedoman untuk memberikan interpretasi Koefisien Korelasi
2. Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan digunakan Koefisien
Determinasi (KD) dihitung dengan mengkuadratkan Koefisien korelasi yang telah
ditemukan dan selanjutnya dikalikan 100%, dengan demikian rumusnya:
Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 - 0,199 Sangat Rendah 0,20 - 0,399 Rendah 0,40 - 0,599 Sedang 0,60 - 0,799 Kuat 0,80 - 1,000 Sangat Kuat
𝒓𝒙𝒚 = ∑𝐱𝐲
√ (∑𝐱𝟐) . (∑𝐲𝟐)
𝑲𝑫 = 𝒓𝟐 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
29
3. Regresi Linear Sederhana
Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal
satu variabel independen (bebas) dengan satu variabel dependen (terikat)
persamaan umum regresi liniear sederhana adalah:
Keterangan:
Y = Subyek atau nilai variabel dependen yang diprediksikan
a = Harga Y bila X = 0 (harga konstanta)
𝑏 = angka arah atau koefiisien regresi, yang menunjukan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b(+) maka naik, dam bila (-) maka terjadi penurunan.
X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu
𝒀 = 𝒂 + 𝒃𝑿