-
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang
tidak mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan
melakukan perbaikan yang dikenal dengan perawatan. Oleh karena itu, sangat
dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan
perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.
Definisi perawatan menurut Moubray (1991) adalah sebuah tindakan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa asset fisik dapat menjalankan fungsinya
sesuai yang diinginkan. Perawatan juga dapat diartikan sebagai aktifitas untuk
menjaga dan mempertahankan kualitas suatu fasillitas agar dapat bekerja dengan
baik.
2.1 Jenis - jenis Perawatan
Menurut Sudrajat (2011) perawatan adalah suatu aktifitas yang
diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu
fasilitas agar fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi
yang siap pakai. Berikut adalah tujuan dari kegiatan perawatan:
1. Memperpanjang waktu pengoperasian mesin yang digunakan semaksimal
mungkin.
2. Menjamin ketersediaan mesin dan perlatan secara optimal.
3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Menjamin keselamatan kerja bagi setiap orang yang menggunakan mesin.
5. Menyediakan informasi yang dapat menunjang pekerjaan perawatan.
6. Menentukan metode evaluasi yang berguna dalam pengwasan perawatan.
7. Meningkatkan keterampilan para pekerja perawatan.
Dalam pelaksanaan perawatan terdapat dua sistem yang umum digunakan,
yaitu :
-
7
1. Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Perawatan pencegahan merupakan perawatan yang dilakukan
sebelum mesin mengalami kerusakan. Tindakan ini sangat baik untuk
mengatisipasi agar mesin tidak berhenti pada waktu yang telah
direncanakan.
2. Perawatan Kerusakan (Corrective Maintenance)
Perawatan kerusakan adalah suatu perawatan yang membiarkan
mesin beroperasi tanpa adanya tindakan apapun sebelum mesin tersebut
mengalami kerusakan dan kemudian baru akan diperbaiki atau
mengganti komponen-komponen yang telah rusak.
2.1.1 Tujuan dan Tindakan Perawatan
Menurut Kurniawan (2013) beberapa tujuan dan tindakan yang
harus dilakukan dalam kegiatan perawatan. Misalnya melakukan
perawatan terhadap mesin:
1. Mesin dapat menghasilkan output sesuai dengan kebutuhan yang
direncanakan.
2. Kualitas produk yang dihasilkan oleh mesin dapat terjaga dan sesuai
dengan harapan.
3. Mencegah terjadinya kerusakan berat yang memerlukan biaya
perbaikan yang lebih tinggi.
4. Untuk menjamin keselamatan tenaga kerja yang menggunakan mesin
yang bersangkutan.
5. Tingkat ketersediaan mesin yang maksimum (berkurangnya
downtime.
6. Dapat memperpajng masa pakai mesin atau peralatan kerja.
7. Membantu para pengambil keputusan, sehingga dapat memilih solusi
optimal terhadap kebijakan perawatan fasilitas industri.
8. Melakukan perencanaan terhadap perawatan preventive, sehingga
memudahkan dalam proses pengontrolan aktivitas industri.
-
8
9. Merduksi biaya perbaikan dan biaya yang timbul dari terhentinya
proses karena permasalahan keandalan mesin.
Dan juga menjelaskan beberapa tindakan yang harus dilakukan saat
merawat mesin, diantanya:
1. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan terhadap system yang dalam kondisi siap pakai
(serviceable), bertujuan untuk melihat apakah ada hal-hal yang
dapat menimbulkan kerusakan.
b. Pemeriksaan terhadap system yang dalam kondisi tidak siap pakai
tau rusak (unserviceable), bertujuan untuk menentukan jenis
kerusakan, tingkat kerusakan, dan suku cadang yang diperlukan.\
c. Pemeriksaan yang dilakukan pada sistem yang telah selesai
mengalami perawatan, bertujuan untuk melihat apakah prosedur
dan mutunyasesuai standar yang digunakan.
2. Servicing adalah kegiatan yang meliputi mencuci, pelumasan, dan
hal-hal lain yang sejenis.
3. Perbaikan yaitu kegiatan ini merupakan perawatan yang tidak
terjadwal untuk memperbaiki bagian yang rusak. Pekerjaaanya
meliputi pembongkaran, penggantian yang rusak, pemasangan
kembali dan pengujian.
4. Modifikasi bertujuan mengubah dari kondisi asli system dengan cara
menambah, mengurangi, dan membentuk.
5. Uji coba meliputi pengujian yang dilakukan atas suatu peralatan atau
mesin untuk meyakinkan bahwa peralatan atau mesin dapat berfungsi
dengan baik.
6. Pengujian dilakukan dengan atau tanpa alat ukur.
2.2 Reliability Centered Maintenance
Reliability Centered Maintenance (RCM) memberikan suatu metoda
terstruktur untuk menganalisis fungsi dan kegagalan potensian dari suatu
-
9
assset fisik (peasawt udara,manufacturing production line, dan lain - lain)
dengan fokus terhadap mempertahankan fungsi sistem, daripada
mempertahankan peralatan itu sendiri. RCM dipergunakan untuk
mengembangkan suatu rencana perawatan (maintenance plan) dengan tingkat
pengoperasian yang tertentu dengan tingkat resiko tertentu, uan efisien dan
efektif.
Menurut Gulati (2013) reliability centered maintenance adalah sebuah
proses yang sistematis dan terstruktur untuk mengembangkan suatu rencana
perawatan yang efektif dan efisien untuk mengurangi probabilitas kegagalan
asset. Perawatan berbasis keandalan atau yang biasa juga disebut dengan
reliability centered maintenance merupakan suatu perawatan yang tidak dapat
bertindak lebih selain menjamin agar ase-aset tetap terjaga dan terus menerus
mencapai kemampuan dasarnya atau fungsi utamanya yang telah ditentukan.
Menurut Pranoto (2015) reliability centered maintenance adalah suatu
proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk
menjamin agar asset fisik dapat berjalan dengan terus-menerus sesuai dengan
fungsi yang telah diharapkan dalam konteks operasinya saat ini. Dari
pengertian diatas dapat dikembangkan bahwa sebelum memiliki sebuah asset
maka terkebih dahulu harus mengetahui apa yang harus dilakukan untuk
menjaga agar fungsinya dapat berjalan dengan terus-menerus sesuai dengan
konteks operasinya.
Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7
pertanyaan utama tentang item/peralatan yang diteliti. Ketujuh pertanyaan
mendasar tersebut adalah (Ansori, 2013):
1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item
dalam konteks pada saat ini (system function)?
2. Bagaimana item/ peralatan tersebut rusak dalam
menjalankan fungsinya (functional failure)?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut
(failure mode)?
-
10
4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan (failure
effect)?
5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi
(failure consequence)?
6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau
mencegah masing-masing kegagalan tersebut (proactive task
and task interval)?
7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang
sesuai tidak berhasil ditemukan?
RCM merupakan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan
preventive maintenance. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa kehandalan
dari peralatan dan stuktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari
perencanaan dan kualitas pembentukan preventive maintenance yang efektif.
Perencanaan tersebut juga meliputi komponen pengganti yang telah
diprediksikan dan direkomendasikan. Reliability Centered Maintenance
(RCM) didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk
menentukan kebutuhan perawatan terhadap aset yang bersifat fisik dalam
konteks operasinya. Secara mendasar, metodologi RCM menyadari bahwa
semua peralatan pada sebuah fasilitas tidak memiliki tingkat prioritas yang
sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi dari peralatan berbeda-beda
sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbeda-beda juga.
Pendekatan RCM terhadap program maintenance memandang bahwa
suatu fasilitas tidak memiliki keterbatasan finansial dan sumber daya,
sehingga perlu diprioritaskan dan dioptimalkan. Secara ringkas, RCM adalah
sebuah pendekatan sistematis untuk mengevaluasi sebuah fasillitas dan
sumber daya untuk menghasilkan reliability yang tinggi dan biaya yang
efektif. RCM sangat bergantung pada predictive maintenance tetapi juga
menyadari bahwa kegiatan maintenance pada peralatan yang tidak berbiaya
mahal dan tidak penting terhadap Reliability peralatan lebih baik dilakukan
pendekatan reactive maintenance. Pendekatan RCM dalam melaksanakan
program maintenance dominan bersifat
-
11
Predictive dengan pembagian sebagai berikut:
1. < 10% Reactive.
2. 25% - 35% Preventive.
3. 45% - 55% Predictive.
Pada umumnya penerapan reliability centered maintenance lebih
menitik beratkan pada penggunaan analisa kualitatif untuk menganalisa
komponen-komponen yang dapat menyebabkan kegagalan pada suatu sistem.
Sedangkan alat yang digunakan dalam melakukan analisa kualitatif adalah
Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) dan Decisision Diagram.
Tujuan dari RCM adalah sebagai berikut (Dhillon, 2002):
1. Untuk mengembangkan desain terkait priotas utama dalam memfasiltasi
dalam rangka untuk perawatan pencegahan
2. Untuk mengumpulkan iformasi yang berguna untuk meningkatkan desain
dari item yang memiliki kehandalan yang kurang memuaskan.
3. Untuk mengembangkan perawatan pencegahan yang dapat
mengembalikan kehandalan dan keselamatan dari kerusakan peralatan
atau sistem
4. Untuk mencapai tujuan dari RCM disaat suatu organisasi memiliki biaya
yang minimal.
Ada 4 prinsip yang mendefinisikan ciri dari RCM dan yang membedakan
dari sistem perencanaan lainnya (Gulati, 2013) :
1. Tujuan utama dari RCM adalah untuk melestarikan fungsi sistem
Prinsip ini adalah salah satu yang paling penting dan mungkin sangat
sulit untuk diterima karena bertentangan pada gagasan yang telah
tertanam pada prinsip perawatan pencegahan yang telah dilakukan demi
melestarikan peralatan. Dalam menangani fungsi sistem, pertama kami
ingin tahu hasil apa yang harus diharapkan dan harus memahami bahwa
melestarikan sebuah fungsi adalah tugas utama kita.
2. Mengidentifikasi mode kegagalan yang dapat mengalahkan fungsi
-
12
Pada prinsip yang kedua ini adalah bagaimana mengindentifikasi
mode kegagalan tertentu pada komponen tertentu pula yang dapat
berpotensi menghasilkan kesalahan funsional yang tidak diinginkan.
3. Memprioritaskan kebutuhan fungsi (mode kegagalan)
Semua fungsi tidak sama pentingnya, sebuah pendekatan yang
sistematis untuk memprioritaskan semua kegagalan dan mode kegagalan
menggunakan alasan yang rasional.
4. Memilih tugas yang berlaku dan efektif
Perawatan pencegahan atau perawatan dalam kondisi biasa harus
tetap dilakukan berlaku secara terstruktur dan efektif. Pengaplikasian dari
tugas perwatan ini dilakukan jika salah satu dari tiga alasan untuk
melakukan perawatan, berikut adalah 3 alasan melakukan perawatan
pencegahan :
a. Mencegah atau mengurangi kegagalan
b. Mendeteksi terjadinya kegagalan
c. Menemukan kegagalan yang tersembunyi
2.2.1 Ruang Lingkup Reliability Centered Maintenance
Ada empat komponen besar dari reliability centered maintenance
(RCM) yaitu reactive maintenance, preventive maintenance, predictive
maintenance dan proactive maintenance. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dari bagan dibawah :
Reactive
maintenancence
RCM components
Proactive
maintenance Predictive testing
and inspection
Preventive
maintenance
-
13
(Sumber : Engineering Maintanance a Modern Approach,Dhillon,2002)
Gambar 2. 1 Komponen-Komponen RCM
1. Preventive maintenance (PM)
Preventive maintenance merupakan bagian terpenting dalam
aktifitas perawatan. Preventive maintenance dapat diartikan sebagai
sebuah tindakan perawatan untuk menjaga sistem/sub-assembly agar
tetap beroperasi sesuai dengan fungsinya dengan cara mempersiapkan
inspeksi secara sistematik, deteksi dan koreksi pada kerusakan yang
kecil untuk mencegah kerusakan yang lebih besar. Beberapa tujuan
utama dari preventive maintenance adalah untuk meningkatkan umur
produktif komponen, mengurangi terjadinya breakdown pada
komponen kritis, untuk mendapatkan perencanaan dan penjadwalan
yang dibutuhkan.
2. Reactive maintenance
Reactive maintenance jenis perawatan ini juga dikenal sebagai
breakdown, mengambil tindakan apabila terjadi kerusakan, run-to-
failure atau repair maintenance. Ketika menggunakan pendekatan
perawatan ini hanya dilakukan pada saat item yang dimaksud
mengalami kegagalan fungsi saja. Cara seperti ini biasa disebut dengan
perawatan yang tak terjadwal, biasanya cara seperti ini sangat jarang di
gunakan karena beresiko tinggi terhadah keselamatan terhadap operator
dan juga memakan biaya yang sangat tinggi. Reactive maintenance
dapat dipilih sebagai cara yang efektif ketika keputusan yang sangat
penting, berdasarkan dari kesimpulan analisis RCM bahwa resiko
perbandingan biaya kerusakan dengan biaya perawatan dibutuhkan
untuk mengurangi biaya kerusakan.
Dalam menentukan interval waktu pelaksanaan preventive
maintenance biasanya menggunakan data Mean Time Between Failure
(MTBF) seabagai parameternya. Kemudian harus diadakan pemantuan
-
14
terhadap kondisi mesin atau peralatan untuk menentukan kondisi mesin
dan untuk mentapkan tren peramalan dari kondisi mesin yang akan
datang. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam meramalkan
kecenderungan pada waktu tertentu antara lain :
a. Mencegah kegagalan dari pengalaman masa lalu,
membutuhkan data historis kegagalan mesin dan
pengalaman dalam menentukan kemungkinan terjadinya
kegagalan pada suatu mesin.
b. Distribusi statistik dari data kegagalan, distribusi
kegagalan dan probabilitas kegagalan dapat diketahui
dengan menggunakan analisis statistik
c. Pendekatan konservatif, dilakukan dengan monitoring
mesin dan peralatan secara berkala disetiap interval
waktu yang telah ditentukan.
3. Tes prediksi dan inspeksi
Banyak metode yang digunakan dalam menentukan perawatan
pencegahan, namun itu belum valid sebelum didapatkan karakteristik
dari umur kehandalan suatu komponen. Biasanya informasi tersebut
tidak didapat dari produsen sehingga dapat memprediksikan jadwal
perawatan atau perbaikan pada awalnya. Tes prediksi dan inspeksi ini
digunakan untuk membuat jadwal dari time based maintenance, karena
hasilnya digaransi oleh kondisi komponen yang termonitor. Data dari
uji tersebut diambil secara berkala untuk mendapatkan trend dari
kondisi komponen, perbandingan data antar komponen, dan proses
analisis statistik. Uji prediksi dan inspeksi ini tidak dapat digunakan
sebagai satu-satunya metode karena tidak memungkinkan mengatasi
semua kegagalan.
4. Proactive maintenance
Proactive maintenance merupakan jenis perawatan yang dapat
membantu meningkatkan perawatan dengan malalui suatu tindakan
desain yang lebih baik, workmanship, pemasangan, penjadwalan dan
-
15
prosedur perawatan. Karaterisitik dari jenis perawatan ini adalah suatu
penerapan yang berkelanjutan dan masih dalam proses pengembangan.
Untuk memastikan bahwa suatu desain atau prosedur yang telah dibuat
oleh ahlinya adalah efektif, memastikan bahwa tidak memepengaruhi
keseluruhan perawatan dari yang terjadi dalam lingkup keseluruhan,
dengan tujuan akhir adalah untuk mengoptimalkan dan menggabungkan
metode perawatan lainnya dengan teknologi pada masing-masing
aplikasi.
2.2.2 Element dari Reliability Centered Maintenance
Pada umumnya reliability centered maintenance digunakan untuk
mencapai perbaikan pada bidang pemeliharaan, mencapai tingkat minimum
yang telah ditentukan, perubahan prosedur operasi, strategi dan untuk
menentukan modal pemeliharaan yang akan di tetapkan. Keberhasilan dari
pelaksaan RCM akan menghasilkan peningkatan efektivitas biaya,
kehandalan mesin, dan dapat mengetahui tingkat resiko pada suatu.
Menurut Pranoto (2015) menganalisis kebutuhan perawatan asset pada
perusahaan, kita perlu mengetahui jenis asset itu dan menetapkan yang
mana yang diikutsertakan dalam proses tinjauan RCM. Setelah itu, proses
tinjauan RCM memerlukan tujuh pertanyaan (untuk setiap aset yang
terpilih) sebagai berikut :
1. Apa fungsi dan standar prestasi yang terkait dengan asset dalam
konteks operasinya saat ini?
2. Dengan jalan apa saja aset ini bisa gagal dalam memenuhi
fungsinya?
3. Apa yang menyebabkan setiap kegagalan fungsional?
4. Apa yang terjadi pada setiap kegagalan yang timbul?
5. Apa saja pengaruh dari kegagalan ini?
6. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah setiap kegagalan ?
7. Apa yang sebaiknya dilakukan bila tugas pencegahan yang sesuai
tidak dapat ditemukan?
-
16
Tidak seperti beberapa perawatan yang lainnya dalam perencanaan
reliability centered maintenance dapat mengasilkan beberapa pilihan yang
dapat ditindaklanjuti secara nyata, berikut hasil yang didapatkan dari
pengaplikasian RCM :
1. Jadwal perawatan, yang termasuk didalamnya :
Waktu yang terarah, (kalender/menjalankan berdasarkan
waktu yang ditentukan dalam perawatan pencegahan
Kondisi yang terarah (Conditional Based Maintenance)
Menemukan kegagalan (tugas dari seorang operator)
Menjalankan kegagalan (berdasarkan keputusan yang
ekonomis)
2. Mengubah prosedur operasi yang dijalankan oleh operator untuk
melindungi aset, yang mana termasuk didalamnya adalah jenis
perawatan seperti mengganti filter, mengambil sampel oli, dan
mengukur rekaman operasi pada suatu aset.
3. Sebuah daftar perubahan desain aset yang direkomendasikan
untuk mencapai kinerja yag diinginkan.
Dalam reliability centered maintenance menekankan bahwa semua bentuk
kegagalan itu buruk dan harus dilakukan pencegahan, untuk pemahaman
yang luas mengenai tujuan dari perawatan. Mencari strategi yang paling
efektif yang memfokuskan pada kinerja organisasi agar pengaplikasian dari
RCM tersebut dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan apa yang
diinginkan oleh suatu perusahaan.
2.2.3 Kegagalan Fungsional pada Reliability Centered Maintenance
Seberapa memuaskan suatu kondisi tergantung pada konsekuensi
kegagalan, yang pada gilirannya tergantung pada konteks operasi peralatan.
Batas antara kondisi memuaskan dan tidak memuaskan tergantung pada
fungsi dari peralatan tersebut apakah sudah dalam konteks operasinya.
Batasnya dispesifikasikan oleh standar prestasinya. Berikut adalah pendapat
kegagalan fungsional menurut ahli:
-
17
Menurut Pranoto (2015) kegagalan fungsional adalah ketidakmampuan
suatu aset fisik dalam memenuhi standar prestasi yang diinginkan. Definisi
kegagalan fungsi fungsional mencakup kerugian fungsionalnya dan situasi
dimana prestasinya jatuh dari batas prestasi yang dapat diterima. Standar
prestasi dan kegagalan fungsional yang terkait mudah didefinisikan, tetapi
masalah tidak semudah itu bila pandangan terhadap kegagalan melibatkan
banyak pertimbangan dari banyak orang. berikut ini adalah penyebab dari
dasar kegagalan :
a. Kotor
Apabila kita serius dalam mencegah kegagalan, kita perlu
mengindentifikasi penyebab dasar dari setiap kegagalan
fungsional yang terjadi. Kategori-kategori penyebab kegagalan
kebanyak disebabkan oleh manusia, dengan kata lain harus
segera ditangani dengan cara yang halus dan secepat mungkin
dimasukkan dalam daftar sehingga dengan cepat akan diambil
langkah pencenggahan. Kotor atau debu merupakan kegagalan
yang sangat umum. Debu dapat mempengaruhi langsung mesin
dengan menyebabkan penyumbatan atau macet. Ini merupakan
penyebab utama kegagalan fungsi yang terkait dengan
penampakan aset.
b. Pelumasan yang kurang tepat
Pelumasan dikaitkan dengan dua jenis mode kegagalan.
Pertama, zeisure atau keausan yang berlebihan yang disebabkan
oleh kekurangan pelumasan. Kedua, yang berhubungan dengan
kerusakan minyak pelumas yang itu sendiri, karena adanya
geseran dari molekul minyak pelumas, oksidasi, dan kerusakan
aditif.
c. Salah pemasangan
Bila terjadi mesin pecah, komponen lepas, konsekuensinya
sangat serius sehingga mode kegagalan yang terkait harus segera
didaftar. Biasanya merupakan kegagalan pengelasan atau keeling
-
18
yang disebabkan karena retak atau korosi, atau komponen berulir
yang lepas dikarekan getaran.
d. Salah set up atau salah operasi
Banyak kegagalan fungsi yang disebabkan ketika mesin
dioperasikan tidak tepat. Mode kegagalan yang khas termasuk
pengoperasian pada kecepatan yang salah atau dalam urutan
yang salah, menggunakan tools atau material yang salah, men-
start atau menghentikan secara tiba-tiba, dan menggunakan alat
untuk menghentikan mesin secara tidak tepat.
2.2.4 Proses Analisis Reliability Centered Maintenance
Meskipun Reliability Centered Maintenance memiliki banyak variasi
dalam penerapannya, kebanyakan mengikuti prosedur sebagai berikut
(Gulati, 2013):
a. Memilih sistem dan mengumpulkan informasi
Tujuan dari langkah pertama adalah untuk memastikan
bahwa perencanaan RCM harus membentuk tim yang bertugas
untuk mengetahui sistem yang bermasalah atau penyebab utama
dari kegagalan. Biasanya untuk menganalisis masalah
mengunakan diagram pareto dan juga menurutkan kriteria total
biaya perawatan dari yang paling tinggi terlebih dahulu.
Mengindetifikasi sistem untuk menentukan dimensi pada RCM
agar dapat memberikan keuntungan terbesar pada investasi
tersebut.
b. Mendefinisikan batasan sistem
Setelah sistem dipilih, langkah selanjutnya adalah menetukan
batasan-batasan keseluruhan dari sebuah sistem dan fungsional
dari sub- sistem. Langkah ini menjamin bahwa tidak adanya
tumpang tindih dari sebuah sistem yang saling berdekatan. Dalam
hal ini kita membutuhkan catatan yang jelas untuk referensi
-
19
dimasa yang akan datang yang persis dari apa yang telah
didefinisikan dari sebuah sistem.
c. Mendeskripsikan sistem dan diagram blok fungsional
Pada langkah ini yaitu mengindefikasi dan mendokumentasi
rincian terpenting dari sebuah sistem. Hal in mecakup dalam
informasi seperti:
a. Deskripsi sebuah sistem
b. Diagram blok fungsional
c. IN/OUT interfaces
d. Struktur dari sistem kerja
e. Data peralatan
Deskripsi dari dokumen sistem akan mencatat definisi garis besar
yang lebih akurat dari sistem tersebut pada saat menganalisis
reliability centered maintenance. Berbagai desain dan perubahan
operasional yang dapat mengakabitkan terjadinya lembur. Untuk
itu, garis besar dari sebuah sistem yang digunakan untuk
mengidentifikasi tugas mana yang akan segera diganti pada
perencanaan perawatan pencegahan yang memungkinkan
digukanan pada masa yang akan datang. Selain itu
mendokumentasi informasi dapat membantu menganalisis data
selanjutnya dalam:
1. Redundansi masa depan
Kebutuhan cadangan peralatan atau komponen, model
alternantif pengoperasian, kerangka desain, kemampuan
operator dalam memberikan solusi.
2. Perlindungan masa depan
Daftar perangkat yang dimaksudkan untuk mencegah
komponen dari kerusakan sekunder pada sistem ketika
terjadi kegagalan: hal ini dapat mencakup item seperti
menghambat sinyal permisif, logika dan isolasi.
3. Tombol kontrol
-
20
Gambaran bagaimana sistem tersebut dikendalikan;
seperti sistem yang dikendalikan secara otomatis atau
manual, pusat atau local, dan dari berbagai kombinasi
seperti diatas yang dapat diterapkan.
d. Sistem fungsi dan kegagalan
Karena tujuan akhir dari reliability centered maintenance
adalah untuk melestarikan fungsi dari sebuah sistem, maka sebuah
tim yang merancang RCM harus menentukan daftar yang lengkap
dari sebuah sistem fungsi dan kegagalan. Oleh karena itu, dalam
langkah keempat ini harus mendokumentasi fungsi dan kegagalan
dari sistem tersebut. Langkah berikutnya adalah menentukan
berapa banyak dari masing-masing fungsi yang dapat hilang.
e. Failure mode and effect analysis (FMEA)
Pada mode kegagalan dan analisis efek ini adalah inti dari
reliability centered maintenance, dimana pada analasis FMEA ini
yaitu proses mengidentifikasi kegagalan dari suatu komponen
yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi dari sistem.
Teknik analisis ini lebih menekankan pada hardware orient
atau bottom- up approach. Dikatakan demikian karena analisis
yang dilakukan, dimulai dari peralatan yang mempunyai tingkat
terendah dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat
yang lebih tinggi. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal seperti
memaparkan berbagai kegagalannya, penyebab kegagalannya,
serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing
komponen berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada
sistem dituliskan pada sebuah FMEA Worksheet. Dari analisis ini
kita dapat memprediksi komponen mana yang kritis, yang sering
rusak dan jika terjadi kerusakan pada komponen tersebut maka
sejauh mana pengaruhnya terhadap fungsi sistem secara
keseluruhan, sehingga kita akan dapat memberikan perilaku lebih
-
21
terhadap komponen tersebut dengan tindakan pemeliharaan yang
tepat.
Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority
Number (RPN) untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi.
RPN merupakan hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity
(Keparahan), Occurrence (Frekuensi Kejadian), Detection
(Deteksi Kegagalan) yang menunjukkan tingkat resiko yang
mengarah pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan
dengan persamaan sebagai berikut:
RPN = Severity * Occurrence * Detection
Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang
dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan
perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN
tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah :
a. Severity
Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak
potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan.
Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh
mode kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity
antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi
memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem.
Tabel 2. 1 Tingkatan Severity
Rating Criteria of severity effect
10 Tidak berfungsi sama sekali
9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan
8 Kehilangan fungsi utama
7 Pengurangan fungsi utama
6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan
5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan
4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah
-
22
3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah
2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah
1 Tidak ada efek
(Sumber: Harpco Systems)
b. Occurrence
Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau
kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah
kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu
pada mesin. Nilai rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10
diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif
yang tinggi atau sangat sering terjadi.
Tabel 2. 2 Tingkatan Occurrence
Rating Proability of occurance
10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan
9 35-50 per 7200 jam penggunaan
8 31-35 per 7200 jam penggunaan
7 26-30 per 7200 jam penggunaan
6 21-25 per 7200 jam penggunaan
5 15-20 per 7200 jam penggunaan
4 11-15 per 7200 jam penggunaan
3 5-10 per 7200 jam penggunaan
2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan
1 Tidak pernah sama sekali
(Sumber: Harpco Systems)
c. Detection
-
23
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan
mengendalikan atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi.
Failure mode and effect analysis meliputi pengidentifikasian yaitu:
i. Failure case: penyebab terjadinya failure mode.
ii. Failure effect: dampak yang ditimbulkan failure mode,
failure effect ini dapat ditinjau dari 3 sisi level yaitu:
Komponen/lokal
Sistem
Plant
T
a
b
e
l
2
.
3
T
i
n
g
k
a
t
a
n
Detection
(Sumber: Harpco Systems)
f. Logic tree analysis (LTA)
Penyusunan logic tree analysis merupakan proses yang
kualitatif yang digunakan untuk mengetahui konsekuensi yang
ditimbulkan oleh masing-masing failure mode.
Tujuan logic tree analysis adalah mengklasifikasikan failure
mode kedalam beberapa kategori sehingga nantinya dapat
ditentukan tingkat prioritas dalam penanganan masing-masing
Rating Detection Design Control
10 Tidak mampu terdeteksi
9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi
8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi
7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi
5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
1 Pasti terdeteksi
-
24
failure mode berdasarkan kategorinya. Tiga pertanyaan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi
normal, telah terjadi ganguan dalam system?
2. Safety: Apakah mode kerusakan ini menyebabkan
masalah keselamatan?
3. Outage: Apakah mode kerusakan ini mengakibatkan
seluruh atau sebagian mesin berhenti?
Berdasarkan LTA tersebut failure mode dapat digolongkan dalam
empat golongan:
1. Kategori A, jika failure mode mempunyai konsekuensi
safety terhadap personel maupun lingkungan
2. Kategori B, jika failure mode mempunyai konsekuensi
terhadap operasional plant (mempengaruhi kuantitas
ataupun kualitas output) yang dapat menyebabkan
kerugian ekonomi secara signifikan.
3. Kategori C, jika failure mode tidak berdampak pada
safety maupun operasional plant dan hanya
menyebabkan kerugian ekonomi yang relatif kecil
untuk perbaikan.
4. Kategori D, jika failure mode tergolong sebagai hidden
failure, yang kemudian digolongkan lagi kedalam
kategori D/A, D/B, dan D/C
Pada Gambar 2.2 dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic
Tree Analysis (LTA).
-
25
g. Pemilihan tindakan
Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dari proses
analisis RCM. Dari tiap mode kerusakan dibuat daftar tindakan
yang mungkin untuk dilakukan dan selanjutnya memilih tindakan
yang paling efektif. Dalam pelaksanaannya pemilihan tindakan
dapat dilakukan dengan empat cara yaitu:
1. Time Directed (TD)
Suatu tindakan yang bertujuan melakukan pencegahan
langsung terhadap sumber kerusakan peralatan yang
didasarkan pada waktu atau umur komponen.
Gambar 2. 2 Struktur Logic Tree Analysis
Mode kerusakan
Apakah operator mengetahui dalam kondisi
normal, telah terjadi gangguan dalam sistem
Apakah mode kerusakan ini
menyebabkan masalah keselamatan
Kerusakan tersembunyi
(Hidden failure)
Masalah keselamatan
(safety problem)
Apakah mode kerusakan ini dapat
mengakibatkan seluruh atau sebagian
fasilitas berhenti?
Masalah mesin berhenti (outage problem)
(1) evident
(2) safety
ya
tidak ya
ya tidak
tidak
Masalah minor
D
C B
A
-
26
2. Condition Directed (CD)
Suatu tindakan yang bertujuan untuk mendeteksi
kerusakan dengan cara memeriksa alat. Apabila dalam
pemeriksaan ditemukan gejala-gejala kerusakan
peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau
penggantian komponen.
3. Finding Failure (FF)
Suatu tindakan yang bertujuan untuk menemukan
kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan
pemeriksaan yang berkala.
4. Run to Failure (RTF)
Suatu tindakan yang menggunakan peralatan sampai
rusak, karena tidak ada tindakan ekonomis yang dapat
dilakukan untuk pencegahan kerusakan.
-
27
Apakah umur keandalan bisa di ketahui?
Tentukan tindakan TD
Apakah tindakan CD bisa
digunakan
Tentukan tindakan CD
Apakah mode kegagalan termasuk kategori D
Apakah tindakan FF dapat
digunakan
Tentukan tindakan FF
Apakah tindakan yang dipilih efektif
Tentukan tindakan
TD/CD/FF Desain Modifikasi
Dapatkah modifikasi desain
menghilangkan mode kegagalan?
Terima resiko
kerusakan
Apakah tindakan TD dapat
digunakan
1
2
3
4
5
6
7
ya
tidak
ya tidak
ya
tidak
ya
ya
tidak
tidak
ya tidak
ya
tidak
sebagian
Gambar 2.2 road map pemilihan tindakan
-
28
2.2.5 Konsekuensi Kegagalan (Failure Consequence)
Dalam proses RCM, konsekuensi dari kegagalan diklasifikasikan
dalam empat bagian menurut Ansori dan Mustajib (2013), yaitu :
1. Hidden Failure Consequence
Salah satu kegagalan fungsi yang yang tidak dapat dideteksi
oleh operator bahwa telah terjadi kerusakan bahwa telah terjadi
kerusakan, meskipun dalam kondisi normal. Kegagalan seperti ini
biasanya sangat sulit dideteksi karena sebuah mesin hanya bisa
memperlihatkan bagian luar dari komponen-komponen pada
mesin.
2. Safety and Environmental Consequnce
Sebuah kegagalan dapat dikatakan mempunyai konsekuensi
terhadap keselamatan, ketika dapat melukai atau membunuh
seseorang. Sedangkan dikatakan memiliki konsekuensi terhadap
lingkungan jika dapat melanggar standar regulasi lingkungan,
baik regional maupun internasional.
3. Operational Consequnce
Suatu kegagalan dikatakan memiliki konsekuensi
operasioanal ketika berakibat pada produksi atau operasional
(output, kualitas produk, pelayanan pada konsumen atau biaya
operasional untuk perbaikan komponen).
4. Non-Operational Consequence
Bukti kegagalan pada kategori ini adalah yang tergolong
pada konsekuensi keselamatan ataupun produksi, jadi kegagalan
ini hanya menyebabkan biaya komponen.
2.3 Definisi Keandalan
Keandalan merupakan nilai dari peluang suatu komponen, sistem
maupun item yang berhasil menjalani fungsinya sesuai dengan periode
tertentu. Dari definisi diatas keandalan dapat dirumuskan sebagai integral dari
-
29
distribusi peluang suksesnya operasi dari suatu komponen, sistem maupun
item, sejak waktu mulai beroperasi sampai dengan terjadinya kegagalan
pertama. Dalam mengoperasikan suatu komponen atau sistem akan
mengalami berbagai kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut akan
berdampak pada performa kerja dan efisiensi. Berikut adalah beberapa
pendapat para ahli tentang definisi dari keandalan:
Menurut Priyanta (2000) definisi dari kehandalan adalah probabilitas
dari suatu item untuk dapat melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan, pada
kondisi pengoperasian dan lingkungan tertentu untuk periode waktu yang
telah ditentukan.
Menurut Gulati (2013) keandalan adalah peluang dari suatu aset atau item
yang mampu melakukan fungsinya dengan baik sesuai dengan spesifikasinya
dengan periode waktu yang telah ditentukan.
Secara umum ada dua metode yang gunakan untuk menganalisis keandalan
terhadap suatu sistem rekayasa yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif.berikut
adalah bagan dari struktur organisasi analisa keandalan :
Gambar 2. 3 Struktur organisasi analisa keandalan
-
30
(Sumber: Keandalan dan Perawatan, Priyanta,2000)
Selain berbagai metode analisa keandalan yang terdapat pada bagan diatas
berikut ini beberapa metode analisa keandalan lain. Bentuk dari analisa
keandalan secara kualitatif ini bisa berupa:
1. Analisa mode dan dampak kegagalan (failure mode and effects
analysis-FMEA)
2. Analisa pohon kegagalan (fault tree analysis-FTA)
2.4 Mengukur Keandalan
Lewis E E, (1990) Mengemukakan sebuah teori mengenai keandalan
dapat diaplikasikan secara luas, karena teori ini berbasis aplikasi dari
matematika dan statistikayang digunakan untuk memprediksikan
kemungkinan suatu komponen atau system yang dapat bekerja sesuai
dengan tujuan yang diinginkan. Keandalan menjadi sangat penting karena
berhubungan dengan pengaruh terhadap biaya perawatan yang dilakukan.
Keandalan merupakan peluang komponen, mesin, peralatan dapat
digunakan selama interval waktu tertentu dibawah kondisi tertentu.
Keandalan merupakan suatu fungsi dari waktu, sehingga untuk mengetahui
keandalan dari sebuah sistem tersebut membutuhkan suatu fungus yaitu
fungsi keandalan.
Dalam mengukur suatu mesin atau sistem dengan cara
mengkuantitatifkan biaya tahunan dari mesin atau system yang memiliki
keandalan yang sangat buruk. Suatu sistem atau mesin dengan keandalan
yang tinggi akan mengurangi biaya kerusakan peralatan. Kandalan adalah
ukuran dari probababilitas mampu beroperasi tanpa mengalami kegagalan
dengan waktu interval yang telah ditentukan, yang sering dinyatakan
sebagai:
R (t) = (1)
Reliability system dengan banyak komponen sebagai berikut:
-
31
R = R. Component A x R. Component B x R. Component C…etc (2)
Pada umumnya keandalan disarankan pada pertimbangan terhadap modus
dari kegagalan awal, yang dapat disebut sebagai angka kegagalan dini
(menurunnya tingkat kegagalan yang akan datang seiring dengan
berjalannya waktu) atau modus usang (yaitu meningkatnya kegagalan
seiring dengan waktu). Parameter yang digunakan dalam menggambarkan
keandalan adalah:
a. Mean time to between failure (MTBF) yaitu rata-rata jarak waktu
antar tiap kegagalan.
b. Mean time to repair (MTTR) yakni rata-rata jarak yang
digunakan untuk melakukan perbaikan.
c. Mean life to component yakni angka rata-rata usia komponen
d. Failure rate yakni angka rata-rata kegagalan peralatan pada
suatu satuan waktu.
e. Maximum number of failure yakni angka maksimum kegagalan
peralatan pada jarak waktu tertentu.
Terdapat empat konsep yang dipakai dalam teori keandalan untuk
mengukur tingkat keandalan suatu mesin atau produk diantaranya adalah
(Jardine A.K.S, 1973):
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas
Pada fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi terus-
menerus (countinous) dan bersifat probabilistik selang waktu
(0, ). Pengukuran kerusakan dilakukan dengan menggunakan data
variable seperti tinggi, jarak, dan jangka waktu. Untuk suatu
variable acak x kontinu didefinisikan sebagai berikut:
f(x) ≥ 0
2. Fungsi Distribusi Kumulatif
Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam percobaan
acak, dimana variable acak lebih dari x:
-
32
F(x) = P(X≤x) =
(3)
3. Fungsi Keandalan
Bila variabel acak dinyatakan sebagai suatu waktu kegagalan atau
umur komponen maka fungsi keandalan R(t) didefinisikan:
R(X) = P (T>t) (4)
T adalah waktu operasi dari awal sampai terjadi kerusakan (waktu
kerusakan) dan f(x) menyatakan fungsi kepadatan probabilitas,
maka f(x)dx adalah probabilitas dari suatu komponen akan
mengalami kerusakan pada interval (ti + ). F(t) dinyatakan
sebagai probabilitas kegagalan komponen sampai waktu ke t, maka
F(t) = P(T
-
33
λ(t) = P (x < t + (8)
(9)
Dimana:
P (x>t) (x
-
34
2.4.3 Menghitung Keandalan Menggunakan Uji Distribusi
Dalam penilitian ini, distribusi yang digunakan dalam
menghitung keandalan adalah distribusi Weibull, Normal, Lognormal,
dan Eksponensial.
1. Distribusi Weibull
Distribusi weibull adalah suatu metode yang digunakan untuk
memperkirakan probabilitas mesin peralatan yang berdasarkan
atas data yang ada. Pemakaian weibull dalam perawatan mesin
atau peralatan adalah dikarenakan untuk memprediksikan
kerusakan sehingga dapat dihitung keandalan mesin atau peralatan
tersebut, dan dapat meramalkan kerusakan yang akan terjadi
walaupun belum terjadi kerusakan sebelumnya.
Dua parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah θ
yang disebut dengan parameter skala dan β yang disebut dengan
parameter bentuk. Berikut beberapa persamaan yang digunakan
dalam distribusi weibull dalam menghitung keandalan menurut
(Ansori dan Mustajib, 2013) :
Fungsi kepadatan probabilitas:
F(t) =
(21)
Fungsi distribusi kumulatif
F(t) = 1-exp
(22)
Fungsi keandalan dalam distribusi weibull:
-
35
R(t) =
(23)
Nilai laju kerusakan distribusi weibull:
λ (t) =
(24)
Mean Time To Failure distribusi weibull:
MTTF =
(25)
adalah fungsi gamma, !, dapat diperoleh melalui
fungsi gamma. Parameter β disebut dengan parameter bentuk
kemiringan weibull (weibull slope), sedangkan parameter α
disebut dengan parameter skala atau karakteristik hidup. Bentuk
fungsi distrubusi weibull bergantung pada parameter bentuknya
(β), yaitu:
β < 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-
exponential dengan laju kerusakan cenderung menurun
β = 0: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi exponensial
dengan laju kerusakan cenderung konstan.
β > 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal
dengan laju kerusakan cenderung meningkat.
keterangan:
R (t) = Fungsi keandalan
β = Shape parameter, β < 0
ƞ = Scala parameter untuk karateristik life time ƞ > 0
t = Waktu, t ≥ 0
λ = Laju kerusakan
-
36
2. Distribusi Eksponensial
Digunakan untuk memodelkan laju kerusakan yang konstan
untuk sistem yang beroperasi secara kontinyu. Dalam distribusi
eksponensial, beberapa persamaan yang digunakan (Ansori dan
Mustajib, 2013):
Fungsi kepadatan probabilitas:
F(t) = (26)
Fungsi distribusi kumulatif
F(t) = 1- (27)
Fungsi keandalan distribusi eksponensial:
R (t) = (28)
Nilai laju kerusakan:
λ (t) = λ (29)
Mean Time To Failure:
MTTF =
(30)
keterangan:
R (t) = Fungsi keandalan
β = Shape parameter, β < 0
ƞ = Scala parameter untuk karateristik life time ƞ > 0
t = Waktu, t ≥ 0
λ = Kecepatan rata-rata terjadinya kerusakan λ > 0
3. Distribusi Lognormal
-
37
Distribusi ini berguna untuk menggambarkan distribusi
kerusakan untuk kondisi yang bervariasi. Disini time to failure (t)
dari suatu komponen diasumsikan memiliki distribusi lognormal
bila y = ln (t), mengikuti distribusi normal dengan rata-rata µ dan
variansinya adalah s. Berikut adalah persamaan yang digunakan
(Ansori dan Mustajib, 2013) :
Fungsi keandalan distribusi lognormal:
R (t) = 1- ϕ
(31)
Laju kegagalannya:
λ(t) =
(32)
Mean Time To Failure:
MTTF = exp(µ + (0,5 x )) (33)
4. Distribusi Normal
Fungsi keandalannya:
R (t) =
(34)
Laju kerusakannya:
λ(t) =
(35)
2.4.4 Pengujian Kecocokan Distribusi Menggunakan Uji Mann
Whitney (U TEST)
Mann Whitney U Test adalah uji non parametris yang digunakan
untuk mengetahui perbedaan median 2 kelompok bebas apabila skala
data variabel terikatnya adalah ordinal atau interval/ratio tetapi tidak
berdistribusi normal.
https://www.statistikian.com/2012/10/variabel-penelitian.html
-
38
Uji Mann’s dilakukan untuk membuktikan apakah waktu reparasi
berdistribusi weibull atau tidak. Adapun langkah-langkah sebagai berikut
(Kurniawan, 2013):
Hipotesa:
H0: Waktu kerusakan berdistribusi weibull
H1: waktu kerusakan tidak berdistribusi weibull
M =
(36)
Keterangan:
M = Nilai dari Mann’s test
ti = Xi = waktu reparasi ke-i atau waktu operasional ke-i
r = n = jumlah pengamatan
k1 =
= ½ dari jumlah pengamatan
k2 =
α = 0,01
Mi = - Zi
Zi = ln
Apabila nilai M < maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
H0 diterima. Nilai untuk F dapat diperoleh dari tabel F-distribusi dengan
derajat kebebasan pada pembilang = 2 dan derajat kebebasan pada
penyebut = 2 .
Setelah diketahui bahwa data berdistribusi Weibull, maka selanjutnya
nilai taksiran parameter-parameternya dapat diketahui dengan bantuan
program Easy Fit dan Minitab.
2.4.5 Estimasi Nilai Parameter untuk Distribusi Weibull
Parameter untuk distribusi weibull dapat ditulis dengan persamaan
sebagai berikut, yaitu:
-
39
F(t) = 1-exp
(37)
Untuk menaksir parameter β dan α dapat dilakukan dengan regresi linear,
parameternya adalah β dan α
b =
(38)
a =
– b
(39)
Dengan diketahuinya nilai parameter a dan b maka parameter distribusi
weibull dua parameter dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
β = exp (a)
α =
Parameter β disebut dengan parameter bentuk atau kemiringan weibull
(weibull slope), sedangkan parameter α disebut dengan parameter skala
atau karakteristik hidup.
2.4.6 Uji Kolmogorov-Smirnov
Dalam menganalisis kesesuaian data dapat dimanfaatkan Uji
Goodness of fit (kesesuaian) antara frekuensi hasil pengamatan dengan
frekuensi yang diharapkan. Alternatif dari uji goodness of fit yang
dikemukakan oleh A. Kolmogorov dan N.V.Smirnov dua
matematikawan yang berasal dari Rusia. Ahli ini beranggapan bahwa
distribusi variabel yang diuji bersifat kontinu dan sampel diambil dari
populasi sederhana. Dengan demikian uji ini hanya dapat digunakan
bila variabel yang diukur paling sedikit dalam skala ordinal yaitu
interval waktu pergantian komponen. Ada beberapa keuntungan dan
kerugian dari uji kesesuaian Kolmogorov–Smirnov dibandingkan
dengan uji kesesuaian Chi-Kuadrat, yaitu :
-
40
1. Uji Kolmogorov–Smirnov tidak perlu dilakukan kategorisasi.
Dengan demikian semua informasi hasil pengamatan terpakai.
2. Uji Kolmogorov–Smirnov bisa dipakai untuk semua ukuran sampel.
3. Uji Kolmogorov–Smirnov tidak bisa memperkirakan parameter populasi.
4. Uji Kolmogorov–Smirnov memakai asumsi bahwa distribusi
populasi teoritis bersifat kontinu.
2.4.7 Optimal Interval Penggantian Komponen
Pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu suatu
komponen sistem tidak dapat digunakan (tidak berada dalam kondisi
yang baik), sehingga membuat fungsi sistem tidak berjalan.
Berdasarkan kenyataan bahwa pada dasarnya prinsip utama dalam
manajemen perawatan adalah untuk menekan periode kerusakan
sampai batas minimum, maka keputusan penggantian komponen
sistem berdasarkan downtime minimum menjadi sangat penting.
Pembahasan berikut akan difokuskan pada proses pembuatan
keputusan penggantian komponen sistem yang meminimumkan
downtime, sehingga tujuan utama dari manajemen sistem perawatan
untuk memperpendek periode kerusakan sampai batas minimum dapat
dicapai. Penentuan tindakan preventif yang optimum dengan
meminimumkan downtime akan dikemukakan berdasarkan interval
waktu penggantian. Tujuan untuk menentukan penggantian komponen
yang optimum berdasarkan interval waktu, tp, diantara penggantian
preventif.
dengan menggunakan kriteria meminimumkan total downtime per unit
waktu, Rumus Total Minimum Downtime berdasarkan (Jardine, 1973)
D(t) =
(40)
H ( t ) = Banyaknya kerusakan dalam interval waktu (0,tp), merupakan
nilai harapan
-
41
Tf = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena
kerusakan
Tp = Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena
tindakan preventive ( komponen belum rusak )
Tp + Tp = Panjang satu siklus
Total minimum downtime akan diperoleh tindakan penggantian
komponen berdasarkan interval waktu tp yang optimum. Untuk
komponen yang memiliki distribusi kegagalan mengikuti distribusi
peluang tertentu dengan fungsi peluang f(t), maka nilai harapan
(expected value) banyaknya kegagalan yang terjadi dalam interval
waktu (0,tp) dapat dihitung sebagai berikut, berdasarkan
(Kurniawan,2013)
H ( tp ) =
(41)
2.4.8 Diagram Pareto
Menurut (Nasution, 2004) diagram pareto adalah suatu diagram
yang menggambarkan urutan masalah menurut bobotnya yang
dinyatakan dengan frekuensinya. Diagram pareto digunakan untuk
mengidentifikasi masalah, yaitu 20% kesalahan atau penyimpangan
akan menyebabkan 80% masalah yang timbul. Diagram pareto
berguna untuk:
1. Menentukan jenis persoalan utama.
2. Membandingkan masing-masing jenis persoalan terhadap
keseluruhan.
3. Membandingkan hasil perbaikan masing-masing jenis persoalan
sebelum dan setelah perbaikan.
Sebelum membuat Diagram Pareto, data yang berhubungan
dengan masalah atau kejadian yang ingin kita analisis harus
dikumpulkan terlebih dahulu. Pada umumnya, alat yang sering
digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan
Check Sheet atau Lembaran Periksa.
-
42
Langkah-langkah dalam membuat Diagram Pareto adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasikan permasalahan yang akan diteliti dan
penyebab- penyebab kejadian.
(Contoh Permasalahan : Tingginya tingkat Downtime mesin di
Produksi Pupuk , Penyebabnya : Overheat, Grease Bearing, Screw
Missing, Crack)
2. Menentukan Periode waktu yang diperlukan untuk analisis
(misalnya per Bulanan, Mingguan atau per harian)
3. Membuat catatan frekuensi kejadian pada lembaran periksa (check
sheet)
4. Membuat daftar masalah sesuai dengan urutan frekuensi kejadian
(dari tertinggi sampai terendah).
5. Menghitung Frekuensi kumulatif dan Persentase kumulatif
6. Gambarkan Frekuensi dalam bentuk grafik batang
7. Gambarkan kumulatif Persentase dalam bentuk grafik garis
8. Intepretasikan (terjemahkan) Pareto Chart tersebut
9. Mengambil tindakan berdasarkan prioritas kejadian / permasalahan
Ulangi lagi langkah-langkah diatas meng-implementasikan tindakan improvement
(tindakan peningkatan) untuk melakukan perbandingan hasil.