27
BAB II
KONSEP PENGATURAN GCG DALAM PENGADAAN
BARANG DAN JASA
2.1 Definisi GCG
Beberapa tahun terakhir, GCG sangat populer terkait dengan perusahaan –
perusahaan yang ada di Indonesia. Perusahaan merupakan sebuah institusi bagi
sebagian besar dari umat manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan pokonya.26
Apalagi perusahaan dengan status Perseroan Terbatas milik Negara konsep GCG
mengalami perkembangan dalam penerapannya. Perkembangan CG merupakan
suatu upaya untuk mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders yang
berbeda – beda dalam suatu korporasi27
.
Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan,
yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku
pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha28
. GCG juga
merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang sehat, yang mencerminkan
hubungan sinergi antara manajemen dan pemegang saham, kreditor, pemerintah,
supplier dan stakeholder lainnya29
. Oleh sebab itu, pembicaraan tentang GCG
26
Djokosantoso Moeljono, 2005, Good Corporate Culture sebagai inti dari Good
Corporate Governance, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, h.75 27
Joni Emirzon, 2007, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Paradigma Baru
Dalam Praktik Bisnis Indonesia, Genta Press, Yogyakarta, h.79 28
Moh. Wahyudin Zarkasyi , 2008, Good Corporate Governace pada Badan Usaha
Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya, Alfabeta, Bandung, h.36 29
Nindyo Pramono, 2006, Bunga Rampai Hukum Bisnis Actual, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.87
28
tidak dapat dipisahkan dengan konsep dan sistem korporasi itu sendiri30
. Untuk
lebih jelasnya berikut definisi dari GCG. Banyak lembaga, aturan pemerintah
ataupun pendapat yang mengeluarkan definisi masing – masing tentang GCG.
Dalam Surat Edaran Meneg. PM dan P. BUMN No.S. 106/M.PM
P.BUMN/2000, tanggal 17 April 2000 tentang kebijakan penerapan CG, CG
diartikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang
efektif yang bersumber dari Budaya Perusahaan, Etika, Nilai, Sistem, Proses
Bisnis, Kebijakan dan struktur Organisasi Perusahaan yang bertujuan untuk
mendorong dan mendukung :
a. Pengembangan perusahaan
b. Pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif
c. Pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan
stakeholders lainnya.
Menurut Bank Dunia (World bank), GCG sebagai kumpulan dari hukum,
peraturan, dan kaidah – kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong
kinerja sumber – sumber perusahaan agar berfungsi secara efisien untuk
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pegang saham ataupun masyarakat secara keseluruhan31
.
30
Sedarmayanti, 2012, Good Governance dan Good Corporate Governance bagian
Ketga, CV Mandar Maju, Bandung, h.52 31
Muh. Arief Effendi, The Power Of Good Corporate Governance, Teori dan
Implementasi; 2009.Salemba Empat,Jakarta,h.1-2
29
Forum For Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan
corporate governance ialah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan
antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak dan
kewajiban mereka, stsu dengan kata lain system yang mengarahkan dan
mengendalikan Perseroan32
.
Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli
2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN, menyatakan pada pasal 1 bahwa CG
ialah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam waktu jangka panjang dengan tetap memperhatikan
pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai – nilai etika.
Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para
shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya33
. Kemudian dari
Kelompok Negara maju (OECD), mendefinisikan GCG sebagai cara – cara
manajemen perusahaan bertanggungjawab pada shareholdernya. Para pengambil
32
Misahardi Wilamarta, 2007, Penerapan Prinsip – Prinsip Good Corporate
Governance dalam Perseroan Terbatas, Center for Education and Legal Studies, Jakarta, h.7 33
Mas Achmad Daniri,2014, Lead By GCG, Gagas Bisnis,Jakarta ,h.7
30
keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan
tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya.34
Definisi dari OECD dan Komite Cadburry menyebutkan bahwa CG
sebagai suatu sistem yang terdiri dari proses pengelolaan dan proses pengawasan
terhadap pengelolaan.35
Sedangkan dari Center for European Policy Studies
(CEPS) memaparkan bahwa GCG ialah keseluruhan sistem yang dibentuk mulai
dari hak (right), proses, serta pengendalian baik yang ada di dalam maupun di
luar manajemen perusahaan36
. Asian Development Bank (ADB) juga menjelaskan
bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu : accountability, transparency,
predictability dan participation37
.
Menurut Lannoo pengertian dari GCG ialah “corporate governance from
this broader perspective : corporate governance can be defined as the whole
system of rights, processes and controls established internally and externally over
the management of a business entity with the objective of protecting the interests
of all the stakeholders38
.
GCG didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang
digunakan oleh organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) untuk
memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan
34
Iman Sjahputra tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, 2002, Membangun Good
Corporate Governance, Harvarindo, Jakarta, h. 2. 35
Wahyu Kurniawan, 2012, Corporate Governance Dalam Aspek Hukum Perusahaan,
PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, h.22 36
Ibid,h.8 37
Ibid 38
Lutgart Vand Den Berghe,1999, International Standardization of GCG, Kluwer
Academic Publishers, Netherlands, h.22
31
dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, dengan berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku39
.
Dari pemaparan definisi di atas, maka dapat disimpulkan GCG merupakan 40
:
1. Suatu struktur yang mengatur adanya pola hubungan harmonis tentang
peran Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Rapat Umum Pemegang Saham
dan para stakeholder lainnya.
2. Suatu mekanisme check and balance yang mencakup perimbangan
kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi
munculnya dua peluang : pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset
perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian dan pengukuran kinerjanya.
2.2 Prinsip – Prinsip GCG
Teori yang digunakan selanjutnya ialah teori yang berasal dari prinsip –
prinsip GCG itu sendiri yang terdiri dari lima prinsip dasar41
, diantaranya ialah :
a. Transparency
Transparansi yang dimaksudkan disini ialah adanya keterbukaan informasi
dalam proses pengambilan keputusan ataupun dalam mengungkapkan informasi
material dan relevan mengenai kegiatan perusahaan. Transparansi dibangun atas
39
Mas Achmad daniri, Op.cit. h.9 40
Ibid 41
Ibid, h.10
32
dasar arus informasi yang bebas42
. Menurut peraturan dalam Pasar Modal
Indonesia, informasi material dan relevan ialah informasi yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan ataupun kebijakan, naik turunnya harga
saham perusahaan, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko dan prospek
usaha perusahaan yang bersangkutan43
.
Perusahaan diharapkan dapat menyediakan informasi secara tepat waktu,
memadai, jelas, akurat serta dapat dibandingkan dan mudah diakses oleh
pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. Prinsip keterbukaan yang dianut
oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan
kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang – undangan, rahasia
jabatan, dan hak – hak pribadi. Transparansi merupakan landasan terciptanya
kondisi fairness dalam bertransaksi. Aplikasi dari prinsip ini terutama dalam
proses pengadaan barang dan jasa, hubungan industrial dan transaksi bisnis
dengan pelanggan, seperti pembelian surat berharga, ketentuan penempatan
deposito berjangka, dan lain sebagainya44
.
b. Accountability
Accountability atau akuntabilitas ialah kejelasan fungsi, struktur, sistem
serta pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Selain itu, perusahaan harus dapat
42
Purwosusilo, 2014, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Kencana, Jakarta,
h.208 43
Ibid, h.11 44
Leo J susilo dan Karlen Simarmata, 2007, Good Corporate Governance pada Bank,
PT Hikayat Dunia, Bandung, h.19
33
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, menetapkan
tugas dan tanggungjawab masing – masing organ perusahaan
Makna terpenting adalah kemampuan mempertanggungjawabkan kepada
pihak luar atas hasil pelaksanaan fungsi dan tugas pokok sebuah jabatan.
Walaupun secara definisi hanya dikatakan akuntabilitas organ perseroan, tetapi
pengertian ini dapat berlaku untuk semua jabatan di seluruh perusahaan, yang
membedakan adalah pertanggungjawabnya. Pada organ perseroan (direksi dan
komisaris), akuntabilitasnya terletak pada pemegang saham dan publik, sedangkan
untuk jabatan lainnya, akuntabilitas terletak pada direksi sebagai
penanggungjawab kepengurusan perseroan.
c. Responsibility
Responsibility ialah pertanggungjawaban perusahaan yang merupakan
kesesuaian atau kepatuhan dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip
korporasi yang sehat dan peraturan perundang – undangan yang berlaku.45
Prinsip
ini sangat erat kaitannya dengan prinsip akuntabilitas, karena akuntabilitas
merupakan ekspresi dari prinsip pertanggungjawaban. Dalam penerapan prinsip
ini, salah satu hal penting ialah memastikan apakah dalam operasi perusahaan
semua kewajiban yang diatur dalam ketentuan perundang – undangan sudah
diperhatikan dan dipenuhi. Misalnya ketentuan mengenai perlindungan konsumen
atau persaingan usaha46
.
45
Mas Achmad daniri, Loc.cit, h.12 46
Leo.J Susilo dan Karlen Simarmata,Op.cit h.21
34
d. Independency
Independency ialah kemandirian yang merupakan suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola tanpa adanya intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang – undangan47
. Melalui prinsip kemandirian, prinsip
pertanggungjawaban dapat dilaksanakan dengan baik sehingga terbebas dari
benturan kepentingan yang mungkin terjadi, baik karena kepentingan diri sendiri
ataupun kepentingan golongan. Sebagaimana telah diatur dalam UUPT, penerapan
prinsip kemandirian ini menegaskan kembali bahwa direksi dan komisaris
perusahaan dalam menjalankan tugasnya haruslah mendahulukan kepentingan dan
usaha perseroan.
e. Fairness
Fairness ialah kesetaraan dan kewajaran yang didefinisikan sebagai
perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian dan perundang – undangan yang berlaku48
. Penerapan dari
prinsip kewajaran ini sangat erat kaitanya dengan prinsip transparansi, karena
hanya dengan keterbukaanlah pengawasan terhadap segala ketidakadilan dapat
dilakukan. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak – hak pemodal, sistem
hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak – hak investor khususnya
pemegang saham minoritas dari kecurangan. Bentuk kecurangan yang terjadi
dapat berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam),
fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau
47
Ibid,h.22 48
Mas Achmad Daniri,Loc.cit, h.14
35
keputusan – keputusan yang dapat merugikan kembali seperti pembelian kembali
saham yang sudah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akusisi, atau
pengambilalihan perusahaan lain.
Kelima prinsip GCG secara umum tersebut, berdasarkan Forum Corporate
Governance in Indonesia (FCGI) menjabarkan menjadi empat prinsip dasar GCG
yakni fairness, transparency, accountability, and responsibility.49
Prinsip – prinsip
tersebut di atas diterjemahkan ke dalam enam aspek yang dijabarkan oleh OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development) sebagai pedoman
pengembangan kerangka kerja legal, institusional, dan pengaturan CG di suatu
Negara. Keenam aspek tersebut adalah50
:
a. Memastikan adanya basis yang efektif untuk kerangka kerja CG
Kerangka kerja CG mendukung terciptanya pasar yang transparan serta
efisien sejalan dengan ketentuan perundangan, dan mengartikulasi dengan
jelas pembagian tanggung jawab di antara para pihak, seperti pengawas,
instansi pembuat regulasi dan instansi penegakannya.
b. Hak – hak dari pemegang saham dan fungsi kepemilikan
Hak – hak pemegang saham harus dilindungi dan difasilitasi.
49
I Nyoman Tjager, dkk, 2002, Corporate Governance-Tantangan dan Kesempatan bagi
Komunitas Bisnis Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, h. 19. 50
Ibid, h.16
36
c. Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham
Seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan
pemegang saham asing harus diperlakukan setara. Seluruh pemegang
saham harus diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan
perhatian bila hak – haknya dilanggar.
d. Peran stakeholders dalam CG
Hak – hak para pemangku kepentingan (stakeholders) harus diakui sesuai
peraturan perundang – undangan yang berlaku dan kontrak kerjasama
antara perusahaan dan para stakeholders harus dikembangkan dalam upaya
bersama menciptakan aset, pekerjaan dan kelangsungan perusahaan.
e. Disklosur dan transparansi
Disklosur atau pengungkapan yang tepat waktu dan akurat mengenai
segala aspek material perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja,
kepemilikan, dan governance perusahaan.
f. Tanggung jawab pengurus perusahaan (corporate boards)
Pengawasan Dewan Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh
Direksi harus berjalan efektif, disertai adanya tuntutan strategis terhadap
manajemen, serta akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan Dewan Komisaris
terhadap perusahaan dan pemegang saham.
37
Penerapan prinsip GCG pada umumnya diterjemahkan ke dalam bentuk
pengaturan internal (self regulation) yang memuat filsafat bisnis perusahaan,
panduan nilai – nilai yang mengatur cara mengelola perusahaan dalam mencapai
tujuan bisnis, pedoman menghadapi pelanggan, distributor, pejabat pemerintah,
dan pihak – pihak lainnya mempunyai hubungan dengan perusahaan, termasuk di
dalamnya aturan yang mengatur perilaku persaingan sehat dengan pelaku usaha
pesaingnya.51
Dalam penerapan kaidah-kaidah GCG, perusahaan dianjurkan
membuat suatu kode etik perusahaan (corporate code of conduct) yang dasarnya
memuat nilai-nilai etika bisnis. Etika bisnis merupakan seperangkat kesepakatan
umum yang mengatur relasi antar pelaku bisnis dan antar pelaku bisnis dengan
masyarakat, agar hubungan tersebut berjalan dengan baik dan fair.52
2.3 Tujuan dan Manfaat GCG
Dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. 01/MBU/2011 tentang
Penerapan tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) pada Badan Usaha Milik
Negara, maka dapat diketahui tujuan dari penerapan GCG ialah :
a. Mengoptimalkan nilai – nilai yang ada dalam BUMN itu sendiri agar
perusahaan memiliki daya saing yang kuat baik secara nasional ataupun secara
internasional sehingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup
berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan dari BUMN;
51
Hermansyah, 2009, Pokok – Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.h.61 52
Hendrik Budi Untung, 2008, Corporate Social Responsibility, Sinar Grafika, Jakarta,
h.23.
38
b. Mendorong pengelolaan BUMN agar dapat dikelola secara professional,
efisien, dan efektif serta mampu memberdayakan fungsi dan meningkatkan
kemandirian Organ Persero atau Organ Perum;
c. Mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat suatu
keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi dengan nilai moral yang tinggi
dan adanya rasa kepatuhan terhadap peraturan perundang – undangan serta
kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap pemangku
kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN;
d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
e. Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.
Selain dari adanya tujuan GCG itu, sebuah perusahaan yang
memperhatikan prinsip – prinsip dasar GCG merupakan sebuah faktor penting
dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama hubungan antara praktik CG
dengan karakter investasi internasional. Jika penerapan GCG dilaksanakan secara
konsisten dan efektif maka akan mendukung ke arah investasi, baik itu investasi
yang berasal dari investor internasional ataupun investor domestik. Apalagi jika
perusahaan tersebut tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing,
penerapan GCG akan menguntungkan investor domestik. Selain itu, GCG juga
memberikan beberapa manfaat, yaitu53
:
53
Mas Achmad Daniri, Loc.cit h.18-19
39
a. Mengurangi agency cost
Yaitu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham sebagai akibat
dari adanya pendelegasian wewenang kepada pihak – pihak manajemen. Biaya
ini dapat berbentuk sebuah kerugian akibat dari penyalahgunaan wewenang
ataupun berupa biaya yang timbul untuk melakukan pengawasan guna
mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.
b. Mengurangi biaya modal (cost of capital)
Yaitu sebagai dampak pengelolaan perusahaan yangbaik menyebabkan
tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan
semakin kecil sesuai dengan tingkat risiko perusahaan.
c. Meningkatkan nilai saham perusahaan serta meningkatkan citra positif
perusahaan di mata publik dalam jangka waktu yang panjang.
d. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pemangku kepentingan)
dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan, strategi, dan kebijakan
yang ditempuh perusahaan, karena pada umumnya para stakeholder ini
mendapatkan manfaat yang maksimal dari segala tindakan dan operasi
perusahaan dalam bentuk kemakmuran dan kesejahteraan.
e. Reputasi yang baik
Perusahaan yang menghargai hak pemegang saham dan kreditur serta
memastikan berjalannya transparansi dan akuntabilitas keuangan yang lebih
baik akan mendatangkan kepercayaan investor yang lebih baik juga.
40
f. Peringkat kredit yang baik
Dengan menerapkan standar CG yang kuat maka perusahaan akan
mendapatkan peringkat kredit yang baik.
g. Mitigasi Risiko
Salah satu manfaat GCG adalah memitigasi risiko yang dapat dilakukan
dengan cara; meningkatkan transparansi dan mengurangi terjadinya fraud,
menetapkan proses bisnis dengan jelas yang disertai dengan tanggung jawab
dan akuntabilitas dari setiap unsur perusahaan, guna meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan yang terbebas dari bias dan irasionalitas, standar CG
yang kuat dapat memastikan perusahaan beroperasi demi kepentingan
perusahaan.
h. Meningkatkan akses ke pasar modal.
Perusahaan yang telah melaksanakan GCG harus membuktikan hal
tersebut telah dilaksanakan agar dipandang layak memperoleh modal yang
dibutuhkan.
Menurut The Forum for Corporate Governance in Indonesia, kegunaan
dari Corporate Governance yang baik adalah54
:
a. Lebih mudah memperoleh modal
b. Biaya modal ( cost of capital) yang lebih rendah
54
Eddi Wibowo, dkk, 2004, Memahami Good Government Governance & Good
Corporate Governace, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, h.98
41
c. Memperbaiki kinerja usaha
d. Mempengaruhi harga saham
e. Memperbaiki kinerja ekonomi
2.4 Konsep Pengadaan Barang dan Jasa pada BUMN
Berikut akan dibahas mengenai pengadaan barang dan jasa. Menurut
Kamus Bahasa Indonesia, pengadaan barang dan jasa secara harfiah ialah tawaran
untuk mengajukan harga dan memborong pekerjaan atas penyediaan
barang/jasa55
. Dari pengertian ini akan muncul pemahaman ada dua pihak yang
berkepentingan. Pihak pertama ialah instansi pemerintah, BUMN, atau perusahaan
swasta yang mengadakan penawaran pengadaan barang dan jasa. Pihak kedua
ialah personal atau perusahaan kontraktor yang menawarkan diri untuk memenuhi
permintaan akan pengadaan barang dan jasa tersebut.
Menurut Kamus Hukum, definisi pengadaan barang dan jasa ialah
memborong pekerjaan/menyuruh pihak lain untuk mengerjakan atau memborong
pekerjaan seluruhnya atau sebagian pekerjaan sesuai dengan perjanjian atau
kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum pekerjaan pemborongan itu
dilakukan56
. Sehubungan dengan menyediakan dan memperdagangkan barang
atau jasa kebutuhan bagi masyarakat perlu dijamin agar barang dan jasa
kebutuhan itu memenuhi syarat sehingga perlu dipedomani ketentuan tentang
55
Marzuqi Yahya dan Endah Fitri Susanti, 2012, Buku Pintar Pengadaan Barang dan
Jasa, Laskar Aksara, Jakarta, h.3 56
Ibid,h.4
42
syarat – syarat berproduksi yang diwujudkan dalam bentuk standardisasi.57
Sedangkan dalam SK Dir 620/2013 PT PLN, pengertian dari pengadaan barang
dan jasa ialah kegiatan pengadaan barang, pengadaan jasa konstruksi termasuk
pengadaan barang dan pemasangan (supply & erect), pengadaan jasa konsultasi,
pengadaan khusus dan pengadaan jasa lainnya di PT PLN yang dibiayai dengan
APLN atau yang dibiayai dengan sumber dana dari pinjaman/hibah luar negeri
dan/atau pinjaman dalam negeri (Non APLN), sepanjang tidak diatur dalam
naskah pemberi pinjaman (guide lines).
Sebelum membahas mengenai konsep pengadaan barang dan jasa pada
BUMN, terlebih dahulu harus ada persamaan persepsi mengenai sumber dana
untuk pengadaan barang dan jasa yang akan dilakukan. Dalam Pasal 1 Undang –
Undang No. 19 Tahun 2003, yang dimaksud dengan BUMN ialah Badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Keberadaan dari BUMN ini merupakan perwujudan dari Pasal 33 UUD 1945 yang
mana cabang – cabang produksi dikuasai Negara namun bertujuan sebesar –
besarnya untuk kemakmuran rakyat. Menurut Mohammad Hatta, maksud kata
“dikuasai Negara” ialah Negara tidak harus secara langsung ikut mengelola atau
menyelenggarakan cabang produksi, akan tetapi hal itu dapat diserahkan kepada
usaha Koperasi dan swasta.58
57 Janus Sidabalok, 2012, Hukum Perusahaan- Analisis Terhadap Pengaturan Peran
Perusahaan dalam Pembangunan Ekonomi Nasional di Indonesia, Nuansa Mulia, Bandung, h.51
58 Aminudin Ilmar, 2012, Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN, Prenada
Media Group, Jakarta, hal.55
43
BUMN di Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 1 UU PT,
yang dimaksud dengan PT ialah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Berkaitan
dengan modal dari PT, untuk BUMN dengan bentuk Persero modalnya terbagi
dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen)
sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya
mengejar keuntungan. Hal ini tersurat dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 19 Tahun
2003. Kekayaan yang terpisah ini merupakan karakteristik suatu badan hukum.
Theory of the Zweckvermogen menyatakan bahwa badan hukum harus terdiri atas
sejumlah kekayaan yang digunakan untuk tujuan tertentu.kekayaan tersebut
ditentukan oleh objek dan tujuan yang ditentukan dalam status badan hukum dan
tidak ditentukan oleh individual anggotanya.59
Tujuan dari dibentuknya BUMN ialah memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara
pada khususnya, mengejar keuntungan, menyelenggarakan kemanfaatan umum
berupa penyediaan barang dan/jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi
pemenuhan hajat hidup orang banyak, menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha
yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan Koperasi, turut aktif
memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi, dan masyarakat. BUMN juga memiliki peran yang mana
59
Ridwan Khairandy, 2009, Perseroan Terbatas ; Doktrin, Peraturan Perundang –
undangan, dan Yurisprudensi, Total Kreasi Media, Yogyakarta, hal.6
44
pelaksanaannya diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir seluruh sektor
perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan,
manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi,
listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi.60
Dari pemaparan di atas, modal dari suatu BUMN berasal dari kekayaan
yang Negara yang dipisahkan dengan modal dasar berupa saham yang berjumlah
minimal 51 % . pengertian dipisahkan ini ialah bahwa modal BUMN yang disetor
Negara atau daerah adalah kekayaan negara atau daerah yang dipisahkan dari
APBN/APBD, dan pengelolaannya diserahkan kepada manajemen BUMN
sebagai suatu entitas hukum yang terpisah61
. Menurut Jimly Asshiddiqie, suatu
perusahaan (BUMN atau BUMD) bukanlah subjek Hukum Tata Negara dan
Hukum Administrasi Negara, tetapi komisaris yang mewakili kepentingan
pemerintah menjalankan fungsinya dan kepentingan Negara, sehingga dalam
pengertian luas dapat disebut sebagai petugas Negara (staatsorgan) yang ditanam
di perusahaan.62
Seperti yang dipaparkan tersebut berarti BUMN yang berbadan
hukum PT sebagai badan hukum privat juga harus tunduk pada UU Perseroan
Terbatas sehingga pengelolaan BUMN atau BUMD tidak didasarkan pada sistem
APBN/APBD, melainkan pada prinsip – prinsip pengelolaan perusahaan yang
sehat.
60
Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan Bentuk – bentuk badan Usaha di Indonesia, Ghalia
Indonesia, Bogor, hal.142. 61
Marisi P. Purba, 2014, Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, Graha Ilmu, Yogyakarta,
h.11. 62
Jimmly Asshiddiqie,2008, Pokok – Pokok Hukum tata Negara Pasca Reformasi, PT.
Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,h.823.
45
Dengan memperhatikan Perpres No.54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dan perubahannya Perpres No.70 tahun 2012, pasal 2
memuat ruang lingkup keberlakuan dari perpres tersebut adalah terhadap :
a. Pengadaan barang/ jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik
sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD
b. Pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia,
Badan Hukum Milik Negara dan badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha
Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan
pada APBN/APBD.
Dalam pasal 2 ayat (1) huruf b, walaupun menyebutkan pengadaan
barang/jasa sebagai bagian dari lingkup berlakunya Perpres tersebut, namun
bukan berarti pengadaan barang/jasa pada BUMN mengikuti Perpres tersebut
karena dilihat dari sumber dana yang digunakan berbeda. Pengadaan barang dan
jasa yang berasal dari APBN atau APBD sudah jelas tunduk pada Perpres
tersebut, namun lain halnya dengan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan
oleh BUMN, sumber dana yang digunakan baik sebagian atau seluruhnya
menggunakan anggaran perusahaan sehingga pengadaan barang dan jasa di
BUMN Persero (sepanjang tidak menggunakan APBN) tidak tunduk pada Perpres
No. 54 Tahun 2010 dan perubahannya.
Merujuk hal tersebut di atas, pengadaan barang dan jasa di lingkungan
BUMN juga mengacu pada ketentuan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005
tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengawasan BUMN, pasal 99 yaitu :
46
(1). Pengadaan barang dan jasa oleh BUMN yang menggunakan dana
langsung dari APBN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
(2). Direksi BUMN menetapkan tata cara pengadaan barang dan jasa bagi
BUMN yang bersangkutan, selain pengadaan barang/ jasa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan pedoman umum yang ditetapkan oleh
Menteri.
(3). Pedoman umum dan tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan transparansi.
Dari Peraturan Pemerintah tersebut, Menteri BUMN mengeluarkan Surat
Edaran Menteri BUMN melalui kementrian BUMN yang ditujukan kepada
seluruh jajaran direksi, komisaris dan dewan pengurus BUMN bahwa tata cara
pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN pada dasarnya tidak tunduk
kepada Perpres No.54 tahun 2010 yang diubah dengan Perpres No. 70 tahun 2012
tentang Pengadaan barang/jasa Pemerintah melainkan mengikuti Peraturan
Menteri BUMN No.05/MBU/2008 yang dirubah dengan Peraturan Menteri
No.15/MBU/2012 mengenai Pedoman Umum Pelaksanaan Barang dan Jasa
Badan Usaha Milik Negara.
Peraturan Menteri BUMN No.05/MBU/2008 ini dapat dirasakan lebih
luwes dibandingkan Peraturan Pemerintah, hal ini disebabkan karena pada
Peraturan Menteri BUMN memberikan keleluasaan pada BUMN yang melakukan
pengadaan barang dan jasa agar melakukan pengadaan secara cepat, fleksibel,
47
efektif dan efisien agar tidak kehilangan peluang bisnis apalagi sampai
menimbulkan kerugian karena seperti diketahui bahwa BUMN walaupun milik
Negara tapi juga tetap mengejar keuntungan. Selain itu, pengadaan di salah satu
BUMN seperti di PT PLN dalam pengertian pengadaan barang dan jasanya telah
jelas memberikan pemahaman bahwa pengadaan barang dan jasa di PT PLN itu
sendiri tidak menggunakan APBN dan tidak tunduk pada Peraturan Presiden
melainkan Peraturan Menteri yang disesuaikan dengan ketentuan masing – masing
perusahaan tersebut.
2.5 Pengadaan Barang dan Jasa melalui E-Procurement
Perkembangan Teknologi Informasi (IT) yang sangat dinamis dalam
beberapa tahun ini membawa beberapa dampak perubahan khususnya yang
berhubungan dengan elektronik. Teknologi pada masa sekarang ini mampu
mengatasi masalah jarak dan waktu dalam melakukan sebuah transaksi. Jika
sebelumnya dalam sebuah transaksi harus dilakukan tatap muka sedangkan
sekarang hal tersebut dapat diatasi dengan telepon kemudian internet. Perusahaan
tidak lagi harus berada pada wilayah tertentu untuk dapat memasarkan barang/jasa
karena dengan internet melalui aplikasi web telah dapat menarik konsumen. Tidak
hanya itu, web telah menjadi infomasi utama dan layanan web menjadi platform
transaksi bisnis yang prioritas.63
Salah satu karakteristik utama perkembangan TI adalah bisnis elektronik
atau yang lebih dikenal dengan electronic commerce (E-Commerce) yang
63
Josua Sitompul, 2012, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw; Tinjauan Aspek Hukum
Pidana, PT Tatanusa, Jakarta, hal.62
48
merupakan bagian dari electronic business (E-Bussiness). Menurut Sutan Remy
Sjahdeini, e- commerce itu ialah kegiatan – kegiatan yang menyangkut konsumen,
manufaktur, service provider, dan pedagang perantara dengan menggunakan
jaringan – jaringan komputer, yaitu internet.64
Salah satu bentuk aplikasi yang
tercakup dalam e-commerce ialah electronic procurement (E-Procurement).
Menurut Amir Manzoor yang dimaksud dengan E – Procurement yakni;
”These are standalone corporate procurement system. Typically
implemented over an intranet, these system are used to distribute the
purchasing function to end users. These system contain information about
supplies and electronic catalogs from pre-approved vendors. these system
also provide automatic authorizations and approvals to purchasing
activities performed by end users”65
Dalam posisi ini sistem pengadaan perusahaan mandiri. biasanya
dilaksanakan melalui intranet, sistem ini digunakan untuk mendistribusikan fungsi
pembelian kepada pengguna akhir. Sistem ini berisi informasi tentang persediaan
dan katalog elektronik dari pra-disetujui vendor. Sistem ini juga menyediakan
otorisasi otomatis dan persetujuan untuk kegiatan yang dilakukan oleh pengguna
akhir pembelian.
E-Procurement ialah sebuah sistem lelang dalam pengadaan barang oleh
pemerintah dengan menggunakan sarana teknologi, informasi dan komunikasi
(ICI) berbasis internet66
. Di Indonesia, E – Procurement mulai mendapat
perhatian setelah terbitnya Keppres No.61 Tahun 2004 tentang Pengadaan Barang
64
Sukarmi, 2008, Cyber Law Kontrak Elektronik dalam bayang – bayang Pelaku Usaha,
Pustaka Sutra, Bandung, h.64. 65
Amir Manzoor, 2010, E- Commerce An Itroduction, LAP LAMBERT Academic
Publishing GMBH &co.KG, Germany, h.306. 66
Adrian Sutedi I, Loc.cit ,h.203.
49
dan Jasa secara elektronik. Dengan adanya Keppres ini merupakan salah satu
langkah penting dari sisi hukum, yaitu untuk memastikan status hukum E –
Procurement beserta dokumen – dokumen yang terkait. Misi terakhir dari E –
procurement ialah bagaimana proses pengadaan barang dan jasa di pemerintahan
dan bagaimana caranya memanfaatkan teknologi informasi agar tidak membuang
waktu dan biaya.67
Aplikasi teknologi informasi yang baik dapat menyebabkan
data yang lebih cepat diproses dan akurasinya terjaga. Beberapa aspek yang perlu
diperhatikan dalam E – procurement ialah68
:
a. Keamanan ( security)
b. Kerahasiaan (confidentially)
c. Integritas (integrity)
d. Ketersediaan (availability)
e. Nonrepudiation
E - Procurement memiliki beberapa manfaat bagi perusahaan – perusahaan yang
menggunakannya, yaitu69
:
a. Menunjang sistem Just In Time (JIT) dalam memenuhi kebutuhan material
sehingga terjadi efisiensi biaya (cost reduction) dalam manajemen material
b. Meningkatkan efektivitas pengelolaan arus kas (cash flow management)
c. Mereduksi interaksi antar – manusia (face to face) sehingga dapat
meningkatkan produktivitas
d. Dapat menekan biaya operasi dan administrasi
67
Richardus Eko Indrajit, dkk, 2002, E - Government Strategi Pembangunan dan
Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi, Andi, Yogyakarta,h.151. 68
Ibid, h.211. 69
Muh. Arief Effendi, Loc cit, h.101.
50
e. Memberi nilai tambah (value added) berupa percepatan proses transaksi
dan memperluas cakupan partisipasi penawaran sehingga mampu
menghasilkan harga yang terbaik.
f. Meminimalisasi interest pihak – pihak yang berkepentingan
g. Meningkatkan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa sehingga
mencegah timbulnya KKN karena dapat terjamin transparansi bagi peserta
tender.
Manfaat E-procurement akan dapat dirasakan jika didukung oleh semua
pihak yang terkait dalam pengadaan barang dan jasa. Menurut kesimpulan
Mr.Rothery, yaitu :
„The following factors contribute to the successful development and
deployment of an e-procurement system70
:
- Government leadership
- Policy and legal framework
- Institutional change
- Awareness and capacity building
- Technology
Sedangkan menurut Dirut PLN tahun 2008 Fachmi Mochtar manfaat dari E-
Procurement ialah71
:
1. Mendapatkan harga pembelian barang yang terkontrol
2. Mempercepat waktu proses pengadaan
3. Proses pengadaan akan lebih transparan
4. Mereduksi biaya pengadaan barang/jasa
70
Public procurement Service Of the Republic Of Korea,2006,E- Procurement, United
Nation Publication, Thailand,h.8. 71
Fachmi Mochtar, di akses pada eproc.pln.co.id tgl 18 Maret 2015.
51
5. Menghemat sampai dengan 50% anggaran
6. Memperlancar komunikasi buyer – supplier
7. Pelayanan yang baik kepada supplier.
Selain memiliki manfaat, E-Procurement juga memiliki tujuan dari
dilaksanakannya E–Procurement tersebut. Menurut Fachmi Mochtar tujuan dari
dilaksanakannya E-Procurement di PLN ialah72
:
1. Untuk memperbaiki tingkat layanan kepada para pembeli, pemasok, dan
pengguna.
2. Untuk mengembangkan sebuah pendekatan pengadaan yang lebih
terintegrasi melalui rantai suplai perusahaan tersebut.
3. Untuk meminimalkan biaya-biaya transaksi terkait pengadaan melalui
standarisasi, pengecilan, dan otomatisasi proses pengadaan di dalam dan di
mana yang sesuai dengan agensi-agensi dan sektor-sektor.
4. Untuk mendorong kompetisi antar pemasok sekaligus memelihara sumber
pasokan yang dapat diandalkan.
5. Untuk mengoptimalkan tingkatan-tingkatan inventori melalui penerapan
praktek pengadaan yang efisien
6. Untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dalam proses
pengadaan
72
Ibid
52
7. Untuk mengurangi pengeluaran putus kontrak dengan menggunakan
teknologi untuk meningkatkan kewaspadaan pengguna terhadap fasilitas-
fasilitas kontrak yang ada dan membuatnya lebih mudah untuk
menentangnya
8. Untuk meningkatkan kemampuan membeli dengan menggunakan
teknologi untuk mendukung identifikasi peluang untuk penyatuan dan
dengan memfasilitasi penyatuan persyaratan pengguna di dalam dan
melalui garis-garis bisnis
9. Mengurangi biaya-biaya transaksi dengan menggunakan teknologi untuk
mengotomatisasikan proses-proses, yang mana masih tercetak (paper-
based), dan untuk mengecilkan, dan menstandarisasi proses-proses dan
dokumentasi.
Tujuan dari diperlukannya E-Procurement dalam pengadaan barang dan
jasa dapat dilihat pada Perpres No.54 Tahun 2010 pasal 107, yaitu:
a. meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
b. meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;
c. memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;
d. mendukung proses monitoring dan audit;
e. memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time