15
BAB II
KARAKTER DAN PEMBANGUNANNYA
DALAM KONTEKS KOMUNITAS IMAN
Gambaran keadaan sosial anak-anak dalam masyarakat dapat kita
gunakan sebagai salah satu indikator perkembangan kualitas karakter dan
moral suatu masyarakat bahkan sebagai indikator peradaban suatu bangsa
secara lebih luas. Kedudukan remaja dalam suatu masyarakat mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Demikian pula dampak yang ditimbulkan oleh
semua aktivitas remaja dalam masyarakat di mana mereka tinggal. Salah
satunya kenakalan remaja yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu,
beberapa penelitian menunjukkan fakta yang cukup mengejutkan. Tindak
kriminal lainnya menjadi suatu pemandangan yang tidak asing lagi di
lingkungan masyarakat kita khususnya remaja dengan latar belakang tingkat
ekonomi yang rendah. Lickona menyatakan bahwa:“situasi yang demikian
memberikan gambaran mendalam betapa perilaku anak-anak pada masa ini
telah berubah lebih jauh dalam hal keterlibatan diri mereka sebagai bagian dari
masyarakat”1. Sebagai suatu materi yang penting untuk diperhatikan, dapat
dikatakan bahwa karakter merupakan desteni dari pendidikan, karena
karakterlah yang mendasari sikap suatu generasi dalam kehidupannya.
Karakter perlu mendapat perhatian karena karakter sangat
berpengaruh dalam kehidupan individu, masyarakat dan bagi suatu bangsa.
Signifikansi karakter dapat kita lihat ketika pemerintah mulai mengeluarkan
sosialisasi tentang pentingnya dunia pendidikan memberikan perhatian lebih
1 Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul : Kreasi Wacana, 2012), Hal.5
16
kepada karakter, karena bagi individu karakter merupakan identitas seseorang
yang nampak dalam tindakan orang tersebut ketika dihadapkan kepada suatu
situasi tertentu. Klann menyatakan “Everything we choose to do is a reflection
of our personal value system. This includes our habits, how we talk, how and
what we eat, our work ethic, who we have as friends and who we hang around
with, our hobbies, how we spend our time, the movis we see, the book we read,
how we spend our money, how we vacation, our spiritual life, and the quality
of our relationships2. hal ini menjelaskan bahwa tampilan seluruh kehidupan
seseorang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki orang tersebut.
2.1 Signifikansi Karakter
Karakter seseorang merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.
Filsuf Yunani Heraklitus mengatakan dengan sederhana: “ Karakter adalah
takdir” karakter membentuk takdir seorang pribadi. Karakter membentuk takdir
seluruh masyarakat. “Di dalam karakter warga negara” , kata Cicero, “ Terletak
kesejahteraan bangsa”3
2.1.1. Signifikansi Karakter Bagi Pribadi
Karakter pribadi merupakan sesuatu yang penting, khususnya ketika
seseorang mengharapkan keberhasilan seseorang sebagai salah satu cita-cita
ideal dalam rangka menjalani kehidupan dengan baik. Dalam dunia yang tidak
sempurna ini, karakterlah yang memungkinkan orang mampu untuk bertahan
hidup, memikul dan mengatasi kemalangan mereka.4
2 Klann, Gene, Building Character: Strengthening the Heart of Good Leadership,(USA: Jossey-
Bass,2007),163. 3 Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul : Kreasi Wacana, 2012),4.
4Ibid.
17
2.1.2. Karakter Individu Dalam Masyarakat
Sebuah masyarakat membutuhkan pendidikan nilai untuk bertahan
hidup dan tumbuh subur, untuk membuat dirinya tetap utuh dan berkembang
menuju kondisi-kondisi yang mendukung perkembangan penuh semua manusia
yang menjadi anggotanya5.
Karakter juga menjadi identitas seseorang dalam suatu
masyarakat, menurut Wright, ” No, having xpanded Jesus’s
challenge, and developed from the New Testament the idea of a
christian virtue-based answer to the question “how shall we
live?” we come to the final bit of the “how” question. If the initial
answer to “ how shall we live?” is “by faith, hope, and love” (
and all the rest), and the second part of the answer is “ by the
practice of virtue,” the final question now faces us: How then can
virtue be practiced? if it isn’t, after all, a matter of self-help
moralism making oneself better entirely by one’s own efforts_how
is it done? 6
2.1.3. Karakter Individu Dalam Suatu Bangsa
Pembangunan karakter juga penting mendapat perhatian serius bagi
sebuah bangsa yang ingin mempertahankan keberadaannya. Penerusan nilai-
nilai,” seperti ditunjukan esais Lance Morrow, “adalah karya peradaban.”
Peradaban runtuh ketika inti moral memburuk, ketika suatu masyarakat gagal
meneruskan kebajikan-kebajikan pokok, keuatan-kekuatan karakternya,
kepada generasi berikutnya. Sejarawan Arnold Toynbee mengamati, “Lebih
5 Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan
Baik, (Bandung: Nusa Media, 2014),25. 6 Wright, N,T, After You Believe : Why Christian Charakter Matters, (New York:
HarperCollins,2010), 322.
18
dari dua puluh satu peradaban yang terkemuka, sembilan belas musnah bukan
oleh penaklukan dari luar tetapi karena kerusakan moral dari dalam7.
Pentingnya karakter mendapat perhatian juga perlu dipertimbangkan
ketika kita dihadapkan dengan situasi dimana mulai muncul beberapa tren anak
muda yang mengkhawatirkan saat ini. Thomas Lickona menyatakan, terdapat
10 indikasi yang perlu mendapat perhatian masyarakat berkaitan dengan
perilaku remaja kini, diantaranya: kekerasan dan tindak anarki, pencurian,
tindakan curang, pengabaian terhadap aturan yang berlaku, tawuran antar
siswa, ketidak toleran, penggunaan bahasa yang tidak baik, kematangan
seksual yang terlalu dini dan penyimpangannya, dan sikap perusakan diri8.
Pendidikan karakter kini menjadi sangat penting untuk diperhatikan,
ketika kita memahami bagaimana munculnya suatu konflik di masyarakat
disebabkan oleh perbedaan pandangan dasar menyangkut etika.9 Namun akan
berbeda halnya bila interaksi dalam perbedaaan tersebut didasari oleh karakter
yang baik dalam masyarakat, konflik mungkin dapat dikurangi.
2.2 Definisi Karakter
Terdapat beberapa definisi yang dimunculkan para ahli berkaitan
dengan karakter. Menurut Ryan kata “karakter” berasal dari bahasa Latin
“Kharakter”, “Kharassein” yang berarti mengukir diatas batu, logam atau lilin
dan “kharax” bermakna “tools for marking”, “to engrave”, dan “pointed
stake”. Pada abad ke-14 dalam bahasa Prancis disebut “caractere” dan dalam
7 Ibid
8Lickona, Thomas, 2013. Educating for Character. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 20-31.
9 Ibid. Hal 32.
19
bahasa inggris diubah menjadi”character” sehingga dalam bahasa Indonesia
disebut “karakter”10
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “ to mark “atau
menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku.11
Menurut Lickona, karakter merupakan
sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan nilai, yang terdiri atas nilai-nilai
operatif, nilai-nilai yang berfungsi dalam praktek, yang mengalami
pertumbuhan, dan membuat sesuatu menjadi budi pekerti, sebuah watak batin
yang dapat diandalkan dan dapat digunakan untuk merespon berbagai situasi
dengan cara yang bermoral12
. Dari definisi yang dikemukakan, karakter dapat
diartikan sebagai ciri khas yang ditunjukan oleh seseorang yang muncul dalam
perilaku seseorang sebagai kebiasaan seseorang yang berasal dari hati maupun
pikirannya. Ryan dan Likcona menyimpulkan bahwa karakter yang baik adalah
known the good, loving the good, do the good
Terdapat beberapa definisi karakter diantaranya karakter merupakan
ciri khas dalam kepribadian seseorang yang mempu menjadi identitas sehingga
dapat dibedakan dengan individu lain13
. Wibowo menyatakan bahwa karakter
adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari
hasil internalisasi dari hasil kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak14
.
Definisi lain karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri
individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standart nilai
10
Gunawan Heri,Pendidikan Karakter. Konsep dan Implementasinya,(Bandung: Alfabeta,2012), 1. 11
Ibid, 60 12
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul : Kreasi Wacana, 2012), 72. 13
Suharjana, Kebiasaan Berperilaku Hudup Sehat dan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter, (Jurnal
Pendidikan FIK Universitas Negeri Yogyakarta, 2012), 193. 14
Wibowo Agus, Pendidikan Karakter Usia Dini,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 66.
20
dan norma yang tinggi. Relatif stabil disini diartikan sebagai suatu kondisi
yang apabila telah terbentuk akan tidak mudah diubah.15
Menurut Emmanuel Mounier, karakter adalah “ what is truest of an
individual, and the most him self, is his possibility, that’s only shown in
distinctly in his history. To know a characters is to know and love its promise
and not to imprison it in a carapate”.16
Menurut Koesoema “karakter secara etimologis berasal dari Yunani “
karasso”, berarti cetak biru, format dasar, sidik seperti dalam sidik jari.17
Secara umum, kita sering mengasosiasikan istilah karakter dengan apa yang
disebut dengan temperamen yang memberinya suatu definisi yang menekankan
pada unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan.18
Karakter merupakan kondisi dinamis struktur antropologis individu
yang tidak mau berhenti atas determinasi kodratinya, melainkan juga sebuah
kisah hidup untuk menjadi semakin integral mengatasi determinasi alam dalam
dirinya untuk proses penyempurnaan dirinya terus-menerus.19
John menulis “karakter adalah kunci untuk menjalani suatu kehidupan
berintegritas dan unggul secara etis”.20
Menurut Wiratman et al, “karakter
adalah budi pekerti yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action).21
Michael Novak mengatakan karakter adalah
“campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi
religius, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat yang
15
Ibid 16
Koesoema A.Dani, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:
Grasindo, 2007), 79. 17
Ibid 18
Ibid,90 19
Ibid, 123 20
Jhon, C.M, Etika, (Jakarta: BPK Gunungmulia, 2008),48. 21
Wiratman et al, Jembatan dan Menjembatani, ( Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 2008),264.
21
ada dalam sejarah.”22
Lickona menulis “karakter yang baik terdiri dari
mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal
yang baik kebiasaan dalam berpikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan
dalam tindakan.23
Pendidikan karakter merupakan suatu upaya untuk untuk membuat
orang tahu apa yang baik, membuat orang mencintai dan melatih orang untuk
melakukan apa yang baik sebagai suatu kebiasaan.
2.3 Kebajikan-Kebajikan Yang Penting Bagi Karakter Yang Kuat
Menurut Lickona terdapat sepuluh kebajikan pokok yang
penting bagi karakter yang kuat24
:
1. Kebajikan, memungkinkan kita memilah-milah dengan
tepat, melihat apa yang benar-benar penting di dalam
kehidupan, dan menetapkan prioritas-prioritas.
2. Keadilan, hal ini berarti menghargai hak semua orang.
Kaidah kencana, yang mengarahkan kita untuk
memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin
diperlakukan.
3. Ketabahan, memungkinkan kita melakukan yang benar
dalam menghadapi kesukaran.
4. Pengendalian-diri, sesuatu yang memampukan kita
mengendalikan tabiat kita, megatur nafsu berahi, dan hasrat
kita, dan mengejar kesenangan yang masuk akal dengan
tidak berlebih-lebihan.
22
Lickona, T., Educating For Character, Mendidik untuk Membentuk Karakter (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2012) ,81. 23
Ibid 24
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul : Kreasi Wacana, 2012), 9-13.
22
5. Kasih, sesuatu yang melampaui keadilan; ia memberikan
lebih dari pada persyaratan keadilan. Kasih adalah kesediaan
berkorban demi orang lain.
6. Sikap positif, terwujud dalam kekuatan karakter dalam
harapan, semangat, keluwesan, dan rasa humor.
7. Kerja Keras, meliputi prakarsa, kerajinan, penetapan tujuan,
dan panjang akal.
8. Ketulusan hati, melekat kepada prinsip moral, setia kepada
nurani, moral, menepati janji, dan berpegang teguh pada apa
yang kita yakini.
9. Berterima kasih, sering dilukiskan sebagai rahasia kehidupan
yang bahagia.
10. Kerendahan hati, dapat dianggap sebagai fondasi seluruh
kehidupan moral. Kerendahan hati memungkinkan kita
bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan dan kegagalan-
kegagalan kita, meminta maaf untuknya, dan berusaha
memperbaiki.
Menurut Wright, Character is transformed by three things.
Firts, you have to aim at the right goal. Second, you have to
figure out the steps you need to take to get to that goal. Third,
those steps have to become habitual, a matter of second
nature.25
25
Wright, N,T, After You Believe : Why Christian Charakter Matters, (New York:
HarperCollins,2010),39.
23
2.4 Komponen Karakter Yang Baik
Menurut Lickona, karakter yang baik memiliki 3 komponen dasar
yang terdiri dari pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan
moral26
.
1. Pengetahuan moral
a. Kesadaran moral
b. Mengetahui nilai moral
c. Penentuan perspektif
d. Pemikiran moral
e. Pengambilan keputusan
f. Pengetahuan pribadi
2. Perasaan moral
a. Hati nurani
b. Harga diri.
c. Empati
d. Mencintai hal yang baik
e. Kendali diri
f. Kerendahan Hati
3. Tindakan moral
a. Kompetensi
b. Keinginan
c. Kebiasaan
26
Lickona, Thomas., Educating For Character, Mendidik untuk Membentuk Karakter ( Jakarta:
Bumi Aksara, 2012), 81.
24
2.5 Ruang Lingkup Pembinaan Karakter
Permasalahan sosial dan moral kita telah berlangsung selama
berpuluh-puluh tahun, dan tidak akan dapat dipulihkan dengan mudah.
Hal ini membutuhkan solusi yang didukung di semua level, dari
komunitas-komunitas lokal hingga pemerintah27
.
Pendidikan karakter juga merupakan hal yang baik dan sangat
penting untuk kita lakukan. Berfokus pada karakter di dalam keluarga,
sekolah, dan komunitas akan menghasilkan pengaruh yang baik-sudah
menghasilkan pengaruh yang baik-bagi orang-orang yang terlibat28
.
Penjabaran ketiga lingkup pembinaan karakter anak adalah sebagai
berikut:
2.5.1. Lingkungan Keluarga
Dalam melakukan pembinaan karakter di lingkungan keluarga,
berikut ini ada sebelas prinsip, yang didasarkan pada penelitian, dan
kearifan sepanjang masa, yang dapat membimbing kita dalam pekerjaan
membangun karakter yang banyak menuntut namun bermanfaat29
.
1. Buatlah pembangunan karakter sebagai prioritas yang
tinggi.
2. Karakter kita terdiri dari kebiasaan-kebiasaan kita.
kebiasaan-kebiasaan yang kita bentuk semasa kanak-kanak
dan remaja kerap bertahan hingga masa dewasa30
.
3. Jadilah orang tua yang otoritatif.
27
Ibid,37. 28
Ibid. 29
Ibid, 44. 30
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul : Kreasi Wacana, 2012), 45.
25
Orang tua harus mempunyai perasaan yang kuat atas
otoritas moral mereka, yang berhak untuk dihargai dan
dipatuhi. Anak diarahkan dengan sungguh-sungguh, secara
konsisten dan rasional; orang tua menjelaskan alasan di
balik tuntutan dan mendorong untuk memberi dan
menerima orng tua menggunakan kekuasaan bila
diperlukan; nilai-nilai orang tua adalah kepatuhan kepada
syarat-syarat orang dewasa dan juga kemerdekaan pada
sang anak; orang tua menetapkan standar-standar dan
menjalankannya dengan sungguh-sungguh tetapi tidak
memandangnya sebagai hal yang mutlak; orang tua
mendengarkan anak tetapi tidak mendasarkan
keputusannya semata-mata pada keinginan31
.
4. Cintailah anak-anak.
Banyak studi menunjukan pentingnya cinta orang tua bagi
perkembangan kesehatan anak. Cinta membuat anak-anak
merasa aman, berarti, dan bernilai. Ketika mereka merasa
dicintai, mereka menjadi terkait kepada kita secara
emosional. Keterikatan itu membuat mereka lebih tanggap
kepada otoritas dan bersikap menerima nilai-nilai kita32
.
5. Ajarkan melalui contoh.
Mengajar melalui contoh termasuk memperlakukan anak-
anak kita dengan cinta dan pengharapan, namun lebih dari
itu. Ada hubungannya dengan bagaimana kita sebagai
31
Ibid. 32
Ibid, 47.
26
pasangan saling memperlakukan satu sama lain, sesuatu
yang selalu diamati oleh anak-anak33
.
Sikap-sikap kita menunjukan nilai-nilai kita. Hal-hal itu
membuat anak kita tahu apa yang sangat kita perhatikan.
Hal ini sangat penting jika kita berharap menyampaikan
nila-nilai kita dan pentingnya ketulusan hati dalam hidup
yang berkarakter. Jika anak kita tidak pernah melihat kita
mempertahankan apa yang kita percayai, tidak pernah
melawan arus, bagaimana kita bisa mengharapkan mereka
mempunyai keberanian untuk bertahan menghadapi
tekanan dari teman sebaya34
.
6. Kelola lingkungan moral.
Mengatur lingkungan moral masa kini juga berarti
melakukan derajat pengawasan yang lebih tinggi dari pada
yang dilakukan di masa lampau35
.
7. Gunakan pengajaran langsung untuk membentuk hati
nurani dan kebiasaan.
Kita perlu mempraktikan apa yang kita khotbahkan, tetapi
kita juga perlu mengkhotbahkan apa yang kita praktikan.
Pengajaran moral yang langsung membantu membentuk
hati nurani dan kebiasaan-kebiasaan perilaku anak36
.
Ajaran moral yang langsung juga mencakup pengajaran
33
Ibid, 51. 34
Ibid, 52. 35
Ibid, 54. 36
Ibid, 55.
27
alternatif yang positif kepada anak untuk perilaku yang
sedang kita coba37
.
8. Ajarkan pertimbangan yang baik.
Mengembangkan keahlian si anak membuat keputusan
berarti mengajarkan pada mereka pertanyaan-pertanyaan
atau “ujian-ujian” tertentu yang dapat mereka gunakan
untuk mengevaluasi setiap perilaku yang ada38
.
9. Disiplin secara bijaksana.
Konsekuensi disiplin sering dibutuhkan untuk membantu si
anak menyadari keseriusan perbuatannya dan memotivasi
mereka agar jangan melakukan itu lagi39
. Anak kita
mengingat bagaimana kita menanggapi pelanggaran moral
mereka40
.
10. Menyelesaikan konflik secara adil.
Pendekatan keadilan mendorong pertumbuhan moral anak
dengan tiga cara41
:
a. Pendekatan itu menghargai mereka dengan mendengar
parasaannya.
b. Pendekatan itu mengharuskan mereka mengambil
perspektif terhadap orang lain.
c. Pendekatan itu melibatkan mereka untuk membantu
memecahkan masalah-masalah keluarga dan
mempertahankan keserasian keluarga42
.
37
Ibid, 56. 38
Ibid, 58. 39
Ibid, 62. 40
Ibid, 63. 41
Ibid, 64.
28
11. Beri kesempatan untuk mempraktikan kebajikan.
Semua kabajikan berkembang melalui praktik. Kita tidak
mengembangkan kebaikan hanya dengan
membicarakannya. Seperti dinyatakan John Agresto,
seorang pendidik, “ Pengembangan karakter bukanlah olah
raga tontonan.” Ada banyak cara kita memberikan berbagai
kesempatan kepada anak-anak kita untuk mempraktikan
kebajikan43
.
12. Memupuk perkembangan spiritual.
Komunitas iman juga dapat menjadi salah satu media
pembentukan karakter seseorang. Bagi sebagian besar orang, agama
memberikan makna kehidupan yang lebih tinggi dan alasan terahir untuk
menjalani kehidupan yang bermoral: Tuhan mengharapkannya44
.
Religion is the key to any culture. A people finds its meaning in being
part of larger context, owes its legitimacy to being part of an overall
design, measures its wisdom and mores against some ultimate yardstick,
explains its purposes in term of the laws of nature, the movement of
history, or the will of the gods45
.
Riset menunjukan bahwa orang muda yang sering mengikuti
pelayanan religius, yang mengatakan bahwa agama penting bagi mereka,
yang masuk dalam denominasi religiusnya yang jelas-jelas melarang
penggunaan obat bius, lebih mungkin untuk menghindarkan keterlibatan
obat bius dari pada rekan sebayanya yang kurang terlibat secara
42
Ibid, 68. 43
Ibid. 44
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul : Kreasi Wacana, 2012), 71. 45
Marstin, Ronald. Beyond our tribal gods, (New York: Orbis Books, 1979), 73.
29
religius46
. Demikian juga bagi kegiatan seksual remaja, dengan orang tua
tunggal, dan perilaku tak bertanggung jawab; para remaja yang paling
sering ke gereja mempunyai peringkat terendah dari masalah-masalah ini.
Salah satu cara agama mencegah keterlibatan orang dewasa dalam
perilaku melukai diri sendiri dan anti sosial adalah dengan
mempengaruhi mereka untuk memilih teman yang tidak terlibat di dalam
perbuatan itu47
.
Studi terhadap orang dewasa menghasilkan temuan-temuan
serupa. Dr. Martin Seligman, mantan presiden Asosiasi Psikologi
Amerika, menyatakan, “ Orang-orang Amerika yang religius jelas kurang
mungkin untuk menyalahgunakan obat-obat bius, melakukan kejahatan,
perceraian, dan bunuh diri. Mereka secara fisik juga lebih sehat dan
hidup lebih lama. Agama menanamkan harapan bagi masa depan dan
menciptakan makna dalam kehidupan48
.
2.5.2. Lingkungan Kelas Tempat Anak Belajar
Dalam kenyataannya proses belajar anak terjadi di banyak
tempat dan lingkungan. Selain pembelajaran yang diperoleh dari
dalam keluarganya, anak juga mengalami pembelajaran dari
lingkungan yang lebih luas jika dibandingkan dengan lingkup
keluarga. Menurut Licona, lingkungan kelas tempat anak belajar turut
mempengaruhi karakter anak.
Licona menyarankan agar kelas tempat anak-anak belajar
menjadi suatu komunitas moral yang baik. Menciptakan komunitas
46
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul : Kreasi Wacana, 2012), 71 47
Ibid 48
Ibid, 72.
30
moral di dalam kelas dapat dilakukan dengan tiga kondisi dasar,
diantaranya49
:
1. Membantu para siswa untuk saling mengenal satu sama lain
melalui kegiatan-kegiatan seperti50
:
a. Berpasangan
b. Direktori kelas
c. Kantung harta karun
d. Sahabat pena dengan kelas lain
e. Undian tempat duduk (untuk mengurangi pengaruh kubu-
kubu yang ada)
f. Perasaan nyaman/ tak nyaman (untuk meningkatkan
kualitas diskusi)
g. Jaket pelindung (untuk saling berbagi aspirasi, pencapian,
dll)
2. Mengajari siswa untuk menghormati, mendukung, dan peduli
terhadap satu sama lain51
.
a. Membangun empati dengan menyediakan informasi
tentang diri orang lain.
b. Menghentikan kekejaman terhadap anak yang berbeda.
c. Melakukan kegiatan seperti “waktu apresiasi,” “pohon
perbuatan baik,” “kekuatan kata-kata positif,” dan
“pelukan menentramkan” yang memampukan siswa untuk
membangun kebiasaan saling mendukung dan
49
Lickona, Thomas., Educating For Character: Mendidik untuk Membentuk Karakter (Jakarta:
Bumi Aksara, 2012), 135-136. 50
Ibid 51
Ibid
31
menghidupkan norma-norma kepedulian dan saling tolong
menolong yang positif.
3. Membantu siswa membangun perasaan menjadi anggota dan
rasa bertanggung jawab kepada kelompok52
..
a. Membangun kohesi dan identitas kelas melalui berbagai
macam tradisi dan simbol.
b. Membangun perasaan menjadi sosok yang unik dan
anggota yang berharga dari sebuah komunitas kelas;
mengintervensi untuk membantu anak yang dikucilkan
agar dapat diterima oleh teman-temannya.
c. Menciptakan rasa tanggung jawab terhadap peraturan
kelompok.
d. Mendorong tumbuhnya etika saling ketergantungan (“siapa
yang punya masalah yang bisa dibantu penyelesaiannya
oleh kita semua?”)
2.5.3. Lingkungan Komunitas Anak
Menurut Lickona, “Kita perlu menciptakan komunitas-
komunitas Karakter, yang mengelilingi anak-anak dengan panutan-
panutan dan pesan-pesan yang mendukung sekolah-sekolah dan para orang
tua dalam usaha mereka melakukan pembangunan karakter53
. Lima belas
strategi yang telah dilakukan komunitas-komunitas besar dan kecil untuk
52
Ibid 53
Ibid, 320.
32
mengusahakan lingkungan yang membangun karakter yang baik pada
warganya yang muda dan tua54
.
1. Perkuat kemitraan sekolah-komunitas
2. Perkuat keluarga
3. Bertekat untuk menjadi komunitas karakter
4. Ciptakan suatu kelompok kepemimpinan
5. Berikan kesempatan bagi setiap orang tua untuk memberikan
masukan
6. Kenali kebajikan-kebajikan yang ditargetkan
7. Berikan pelatihan kepemimpinan
8. Libatkan bisnis
9. Dorong kesadaran komunitas atas karakter
10. Padukan karakter ke dalam semua program komunitas
11. Ciptakan peran istimesa untuk polisi
12. Beri peran kepemimpinan pada anak-anak
13. Akui karakter yang baik
14. Minta para relawan komunitas mengajarkan karakter di
sekolah-sekolah
15. Nilai dampak prakarsa karakter komunitas
2.6 Strategi Pendidikan Karakter Anak
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai – nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai – nilai
54
Ibid, 321-333.
33
tersebut.55
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.56
Pendidikan karakter merupakan upaya – upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami
nilai – nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma –
norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.57
Menurut Lickona ada empat strategi yang dapat digunakan dalam
rangka membentuk karakter anak diantaranya adalah, keteladanan
karakter, pengenalan nilai-nilai dasar karakter, membiasakan dengan
praktik, mengajarkan tata krama.
2.6.1. Keteladanan Karakter
Mengajar melalui contoh termasuk memperlakukan anak-anak
kita dengan cinta dan pengharapan, namun lebih dari itu. Ada
hubungannya dengan bagaimana kita sebagai pasangan saling
memperlakukan satu sama lain, sesuatu yang selalu diamati oleh anak-
anak58
.
Sikap-sikap kita menunjukan nilai-nilai kita. Hal-hal itu
membuat anak kita tahu apa yang sangat kita perhatikan. Hal ini sangat
penting jika kita berharap menyampaikan nila-nilai kita dan pentingnya
ketulusan hati dalam hidup yang berkarakter. Jika anak kita tidak pernah
55
Lickona, Thomas. Pendidikan Karakter (Bantul: Kreasi Wacana, 2012) ,55. 56
Ibid, 56. 57
Ibid, 58. 58
Ibid, 51.
34
melihat kita mempertahankan apa yang kita percayai, tidak pernah
melawan arus, bagaimana kita bisa mengharapkan mereka mempunyai
keberanian untuk bertahan menghadapi tekanan dari teman sebaya59
.
2.6.2. Pengenalan Nilai-Nilai Dasar Karakter
memperkenalkan nilai-nilai dasar pembentuk karakter yang baik akan
membantu membentuk karakter anak. seberapa banyak nilai-nilai
karakter yang mereka ketahui akan turut menentukan keputusan
bertindak anak tersebut. menurut Lickona, mengembangkan keahlian
si anak membuat keputusan berarti mengajarkan pada mereka
pertanyaan-pertanyaan atau “ujian-ujian” tertentu yang dapat mereka
gunakan untuk mengevaluasisetiap perilaku yang ada.60
2.6.3. Pembiasaan Melalui Praktik
Semua kabajikan berkembang melalui praktik. Kita tidak
mengembangkan kebaikan hanya dengan membicarakannya. Seperti
dinyatakan John Agresto, seorang pendidik, “ Pengembangan karakter
bukanlah olah raga tontonan.” Ada banyak cara kita memberikan berbagai
kesempatan kepada anak-anak kita untuk mempraktikan kebajikan61
.
59
Ibid, 52. 60
Ibid, 58. 61
Ibid,52.
35
2.6.4. Mengajarkan Tata Krama
Tata krama adalah akhlak yang kecil. Tata krama adalah cara kita
sehari-hari menghargai orang lain dan memfasilitasi hubungan-hubungan
sosial. Tatakrama membentuk jaringan moral kehidupan kita bersama62
.
Jika kita gagal mengajarkan kepada anak-anak kita kebiasaan
sehari-hari perihal sopan santun dan kepedulian terhadap orang lain, kita
tidak akan mempersiapkan mereka menjadi orang yang mampu dan
disukai secara sosial. Ketika masyarakat secara keseluruhan gagal
mengajarkan tata krama kepada orang muda, itu memperkasar hubungan
manusia dan membuka jalan bagi besarnya pelanggaran terhadap sopan-
santun yang kan semakin lazim63
.
Rosworth Kidder dalam “ How Good People Make Tough
Choices”(1995) yang dikutip oleh Majid (2010) menyampaikan tujuh
kualitas yang diperlukan dalam pendidikan karakter64
:
1. Pemberdayaan (empowerid), Maksudnya bahwa guru harus mampu
memberdayakan dirinya untuk mengajarkan pendidikan karakter
dengan dimulai dari dirinya sendiri
2. Efektif (effective), proses pendidikan karakter harus dilaksanakan
dengan efektif.
3. Extended into community, maksudnya bahwa komunikasi harus
membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai
tersebut kepada peserta didik.
62
ibid, 204 63
ibid, 205. 64
Gunawan Heri, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (bandung: Alfa beta, 2012), 37
– 38.
36
4. Embedded, integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh
rangkaian proses belajar.
5. Engaged, melibatkan komunitas dan menampilkan topik-topik yang
cukup esensial.
6. Epistemological, harus ada koherensi antara cara berpikir makna etik
dengan upaya yang dilakukan untuk membantu peserta didik
menerapkannya secara benar.
7. Evaluative, menurut Kidder terdapat lima hal yang harus diwujudkan
dalam menilai manusia berkarakter65
;
a. Diawali dengan adanya kesadaran etik;
b. Adanya kepercayaan diri untuk berpikir dan membuat keputusan
tentang etik;
c. Mempunyai kapasitas untuk menampilkan kepercayaan diri
secara praktis dalam kehidupan;
d. Mempunyai kapasitas dalam menggunakan pengalaman praktis
tersebut dalam sebuah komunitas
Mempunyai kapasitas untuk menjadi agen perubahan (agent of
change) dalam merelasikan ide-ide etik dan menciptakan suasana yang
berbeda66
.
65
Ibid 66
Ibid