10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Perancangan
1. Konsep Perancangan
Perancangan adalah kata dalam bahasa Indonesia yang dambil dari kata
dasar ‘rancang’ dengan awalan pe- dan akhiran –an. Kata dasar rancang sendiri
merupakan hasil terjemahan dari kata design dalam bahasa Inggris. Sedangkan
perancangan sendiri diterjemahkan dari kata designing dalam bahasa Inggris
yang artinya ‘pendesainan’ atau pembuatan desain. Dengan demikian, konsep
perancangan dapat diartikan sebagai konsep pendesainan atau konsep
pembuatan desain. Konsep perancangan juga dapat diartikan sebagai
‘perencanaan’ atau planning. (Sanyoto, 2006: 61)
Perancangan adalah kemampuan untuk membuat beberapa alternatif
pemecahan masalah (Susanto, 2004: 51). Pada dasarnya, perancangan dalam
proses desain muncul karena adanya permasalahan yang membutuhkan urgensi
dalam pemecahannya.
Perencanaan merupakan sebuah titik awal dalam sebuah proses desain.
Perencanaan desain, yang kemudian disebut dengan perancangan, merupakan
bagian dari sebuah proses desain. Perancangan yang terorganisir dengan baik
akan membuat sebuah desain berjalan dengan baik dan membuahkan hasil
yang maksimal. Di dalam pembuatan rancangan desain selalu ada alur kesatuan
yang menghubungkan unsur atau elemen satu dengan lainnya sebagai pengikat
sehingga menjadi suatu kesatuan rancangan. (Kusrianto, 2007: 91)
11
Konsep perancangan desain merupakan sebuah perencanaan desain yang
berupa konsep tertulis atau verbal. Dalam pelaksanaan konsep desain ini
selanjutnya akan disebut sebagai visualisasi desain. Visualisasi desain untuk
menjadi sebuah desain yang maksimal membutuhkan sebuah kesatuan dari
elemen-elemen desain sehingga menjadi sebuah kesatuan rancangan yang telah
disusun melalui konsep perancangan desain sebelumnya.
2. Proses Perancangan
Proses perancangan menurut Kotler dan Andreasen (1997) antara lain:
a. Menentukan obyektif, misi dan tujuan spesifik organisasi secara luas yang
memerlukan peran pemasaran strategis.
b. Menilai ancaman dan peluang dari lingkungan luar yang dapat ditunjukkan
oleh pemasaran untuk mencapai keberhasilan yang lebih besar.
c. Mengevaluasi sumber daya serta keahlian potensial dan nyata dari
organisasi untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada atau
menyingkirkan ancaman yang tampak dalam analisis lingkungan
eksternal.
d. Menentukan misi, objektif, dan tujuan spesifik pemasaran untuk periode
perencanaan yang akan datang.
e. Merumuskan strategi pemasran pokok untuk mencapai tujuan yang
spesifik.
f. Menempatkan sistem dan struktur organisasi yang perlu dalam fungsi
pemasaran agar pelaksanaan strategi yang telah disusun dapat dipastikan.
12
g. Menetapkan rincian dan taktik untuk melaksanakan strategi pokok dalam
masa perencanaan, termasuk jadwal kegiatan, dan tugas tanggung jawab
tertentu.
h. Menetapkan patokan untuk mengukur hasil sementara dan hasil akhir
program.
i. Melaksanakan program yang telah direncanakan.
j. Mengatur kinerja dan mengatur strategi pokok rincian taktis, atau
keduanya jika diperlukan.
B. Tinjauan Buku Ilustrasi
1. Tinjauan tentang Buku
Dalam arti luas, buku dapat diartikan sebagai semua tulisan dan gambar
yang ditulis dan dilukiskan dalam segala macam lembaran papyrus, lontar,
perkamen, dan kertas dengan segala bentuknya: berupa gulungan, dilubangi
dan diikat dengan atau dijilid muka belakangnya dengan kulit, kain, karton, dan
kayu, (Ensiklopedia Indonesia, 1980: 538) sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia buku merupakan lembar kertas yang dijilid, berisi tulisan
atau kosong. (http://kbbi.co.id/, diakses pada 10 Maret 2016)
Buku berisi lembaran halaman yang cukup banyak dengan fungsi
menyampaikan informasi berupa cerita, pengetahuan, laporan dan lain-lain.
Buku merupakan alat penyampainan informasi yang cukup efektif, karena
buku dapat menyampaikan banyak sekali informasi, karena memiliki jumlah
halaman yang banyak. (Rustan, 2009: 122)
13
Dalam beberapa tahun terakhir pemanfaatan buku sebagai media informasi
berkembang pesat. Pemanfaatan buku sebagai media informasi sudah sangat
umum dilakukan. Pada umumnya, buku berisi karya sastra yang merupakan
bagian utama dari buku tersebut. Namun, pada perkembangannya, isi buku
tidak hanya merujuk pada suatu karya sastra. Buku dapat berisi informasi,
seperti buku informasi atau ensiklopedia. Dalam sistem informasi, buku
disebut monograf untuk membedakannya dari serial berkala seperti koran,
majalah, atau jurnal.
Menurut Mansoor dalam Santoso (2008: 12) buku yang baik adalah buku
yang memenuhi persyaratan berikut:
a. Isinya mudah dipahami pembaca.
b. Mengajak pembacanya mengenal kehidupan nyata.
c. Memiliki pemilihan kata yang tepat.
d. Untuk buku fiksi, buku dikatakan menarik apabila pengarang berhasil
memikat pembaca untuk terus mengikuti jalan pikirannya. Suasana batin
harus terungkap dengan baik.
e. Pengarang menguasai teknik bercerita, sehingga tulisannya tidak terkesan
bertele-tele dan membosankan.
f. Rancangan halamannya tertata dengan baik sehingga nyaman untuk dibaca
dan disimak.
g. Sampul buku artistik dan representatif.
14
2. Ilustrasi
“Ilustrasi definisinya adalah seni gambar yang dimanfaatkan untuk
memberikan penjelasan atas suatu maksud atau tujuan secara visual”
(Kusrianto, 2007: 140). Dalam perkembangannya, ilustrasi selain ditujukan
untuk memberikan penjelasan atas suatu maksud secara visual juga sebagai
sarana pendukung cerita hingga dapat difungsikan sebagai pengisi ruang
kosong.
Ilustrasi dapat dipergunakan untuk menampilkan banyak hal serta fungsi
antara lain:
a. Memberikan gambaran tokoh atau karakter dalam cerita.
b. Menampilkan beberapa contoh item yang diterangkan dalam suat buku
pelajaran (text book).
c. Memvisualisasikan langkah-langkah pada sebuah instruksi dalam panduan
teknik.
d. Atau sekedar membuat pembaca tersenyum atau tertawa. (Kusrianto,
2007: 111)
3. Buku Ilustrasi
Buku ilustrasi atau buku bergambar (Picture Book atau Illustrated Book)
merupakan salah satu dari banyak jenis buku yang populer beredar di
masyarakat luas. Buku ilustrasi atau buku bergambar merupakan buku yang
menggabungkan tulisan/teks/narasi dengan gambar/ilustrasi/fotografi.
Ilustrasi/gambar pada buku memiliki kontribusi membuat buku menjadi lebih
indah dan menyenangkan. Selain itu ilustrasi dalam sebuah buku juga mampu
15
menarik perhatian, membabarkan cerita, mengajarkan konsep dan sebagai
pengembang apresiasi dan kesadaran akan seni.
Dalam buku ilustasi terjadi hubungan simbiotik antara gambar dan kata-
kata. Ada berbagai macam pembagian dalam buku bergambar, selain buku
cerita seperti fabel, legenda, mitos dan lainnya, juga ada buku sains dan
ensiklopedia yang dikemas dalam bentuk ilmu pengetahuan populer. Buku ini
memiliki cara penyampaian pesan secara visual yang berbeda dengan buku
bergambar lainnya, karena memberikan fakta dan perlu penyajian infographic
yang sesuai dengan materi, tujuan dan target audiens. Keakuratan data dan
desain buku yang baik membantu keefektifan komunikasi visual sebuah buku.
(Lukman, 2009: 9)
Menurut Stewig dalam Santoso (2008: 8), buku bergambar merupakan
sebuah buku yang menjajarkan cerita dengan gambar. Buku bergambar
dimaksudkan untuk mendorong ke arah apresiasi dan kecintaan terhadap buku.
Selain konten informasi secara verbal harus menarik, buku harus mengandung
gambar sehingga mempengaruhi minat target audiens untuk membaca. Oleh
karena itu, gambar/ilustrasi dalam sebuah buku harus hidup dan komunikatif.
Buku bergambar (picture book) dapat dikelompokkan menjadi beberapa
jenis. Rothlein dan Meinbach dalam Santoso (2008) membedakan jenis buku
bergambar menjadi 5 macam, yaitu:
a. Buku abjad (alphabet book)
Dalam konten buku abjad, setiap huruf direpresentasikan dengan suatu
ilustrasi objek yang diawali dengan huruf tersebut. Ilustrasi yang dibuat
16
harus berkaitan dengan huruf-huruf kunci dan gambar obyek mudah
diidentifikasi. Beberapa buku abjad dikelompokkan pada sekitar tema
khusus. Buku abjad berfungsi untuk membantu dan menstimulasi
pengembangan kosa kata pada anak-anak.
b. Buku mainan (toys book)
Buku mainan merupakan buku dengan penyajian isi yang tidak biasa.
Buku mainan sendiri memiliki berbagai jenis, seperti buku kartu papan,
buku pakaian, dan buku pupet tangan (puppet hand book). Buku mainan
ini bersifat edukatif sekaligus menyenangkan untuk anak-anak karena
mengarahkan anak-anak untuk memahami teks, mengeksplorasi konsep
nomor, kata bersajak dan alur cerita melalui mainan ynag disediakan di
masing-masing buku.
c. Buku konsep (concept book)
Buku konsep adalah buku ynag menyajikan konsep dengan
menggunakan satu atau lebih contoh untuk membantu pemahaman konsep
yang sedang dikembangkan. Konsep-konsep tersebut diajarkan melalui
alur cerita atau dijelaskan melalui repetisi (pengulangan), dan
perbandingan. Melalui berbagai konsep seperti warna, bentuk, ukuran,
dapat didemonstarsikan sendiri dengan konsep yang lain.
d. Buku bergambar tanpa kata (wordless picture book)
Sesuai dengan sebutannya, buku bergambar tanpa kata merupakan
buku yang tidak memiliki teks bacaan. Dalam buku ini, penyampaian alur
cerita hanya melalui ilustrasi dan disajikan dengan gambar yang diurutkan
17
dengan tindakan ynag tergambar dengan jelas. Buku bergambar tanpa kata
ini berkembang pesat di masyarakat generasi muda. Buku ini memiliki
beberapa keunggulan, seperti: mengembangkan bahasa lisan dan tulis
secara produktif dengan mengikuti gambar. Keterampilan pemahaman
juga dapat dikembangkan pada saat membahasakan ilustrasi yang tersedia.
e. Buku cerita bergambar
Buku cerita bergambar memuat pesan melalui ilustasi dan teks tertulis.
Kedua elemen ini merupakan elemen pentng pada cerita. Buku-buku ini
memuat berbagai tema yang sering didasarkan pada pengalaman
kehidupan sehari-hari. (Santoso, 2008: 9-10)
4. Strategi Layout dalam Buku Ilustrasi
Menciptakan sebuah buku yang menarik tidak dapat dilepaskan dari
sebuah layout yang menarik dan tertata dengan rapi. Untuk mendapatkan
layout yang baik dalam membuat buku ilustrasi, diperlukan strategi yang tepat
agar penyampaian pesan pada buku ilustrasi inidapat terkomunikasikan dengan
efektif kepada target audiens. Untuk membuat layout yang efektif dan menarik
diperlukan cara-cara yang tepat, yaitu:
a. Menentukan konsep desain.
b. Menentukan media yang cocok serta spesifikasinya.
c. Merencanakan pengorganisasian melalui thumbnails atau sketsa layout
bedasarkan spesifikasi media yang dipilih.
d. Mengeksekusi desain dengan menggunakan software komputer (desktop
publishing).
18
e. Menentukan teknik cetak yang sesuai dengan karya desain yang telah
dibuat. (Rustan, 2009: 10-15)
Layouting dalam pembuatan buku ilustrasi merupakan perwajahan buku
selain ditinjau dari ilustrasinya sendiri. Layout yang menarik akan membuat
target audiens nyaman membaca buku ini. Layout yang menarik memiliki
beberapa elemen yang mempunyai peran yang berbeda-beda dalam
membangun keseluruhan layout. Secara umum, tujuan sebuah layout memiliki
banyak elemen adalah menyampaikan informasi dengan lengkap dan tepat,
serta faktor kenyamanan dalam membaca, termasuk didalamnya kemudahan
mencari informasi yang dibutuhkan, navigasi dan estetika. Untuk membuat
layout yang optimal dibutuhkan elemen-elemen, seperti:
a. Elemen Teks
Elemen teks merupakan elemen utama dalam proses layouting. Agar
teks nyaman dibaca dan mampu menampaikan informasi yang efektif
terhadap target audiens, maka pemilihan jenis huruf dan ukurannya
termasuk jarak antar huruf (kerning), kata, baris dan lebar paragraf perlu
diperhatikan. Jenis huruf harus sesuai dengan target audiens, supaya dapat
diterima dengan baik.
b. Elemen Visual
Elemen Visual merupakan elemen pendukung yang tidak dapat
dilepaskan dari proses layouting. Yang termasuk dalam elemen visual
adalah semua elemen bukan teks yang kelihatan dalam suatu layout.
Elemen visual bisa berupa foto, artwork, infographic, garis, kotak, inzet
19
dan poin. Dalam pembuatan layout untuk buku cerita atau majalah anak,
biasanya lebih menggunakan artwork dibandingkan dengan penggunaan
foto. Dalam pembuatan buku ilustrasi lebih menggunakan artwork
dibandingkan dengan foto. Karena penggunaan artwork menuntut
pembacanya untuk lebih kreatif dan imajinatif. Selain itu untuk
menyampaikan suatu pesan tertentu artwork lebih dapat ‘berbicara’
dibandingkan dengan foto. Artwork merupakan segala jenis karya seni
bukan fotografi baik itu berupa ilustrasi, kartun, sketsa, dan lain-lain yang
dibuat secara manual maupun dengan komputer. (Rustan, 2009: 56-57)
c. Invisible Elemen
Invisible elemen merupakan elemen-elemen yang berfungsi sebagai
acuan penempatan semua elemen layout lainnya. Invisible element
bermanfaat untuk menjadi salah satu pembentuk unity dari keseluruhan
layout. Yang termasuk dalam invisible elemen yang dimaksud adalah
margin dan grid. Margin menentukan jarak antaran pinggir kertas dengan
ruang yang akan ditempati oleh elemen-elemen layout. Margin mencegah
elemen-elemen layout tidak terlalu jauh ke pinggir halaman, sehingga
ketika proses pencetakan tidak akan terpotong. Sedangkan grid adalah alat
garis bantu dalam menentukan peletakan layout dan mempertahankan
konsistensi dan kesatuan layout.
Membuat layout dalam buku ilustrasi memiliki prinsip yang sama dengan
membuat layout pada buku dan majalah pada umumnya. Membuat layout
biasanya mengacu pada prinsip-prinsip dasar layout supaya pesan untuk
20
audiens dapat tersampaikan dengan tepat dan efektif. Prinsip dasar layout
meliputi:
a. Sequence (Urutan)
Sequence atau yang biasa disebut dengan istilah hieraki/flow/aliran
merupakan prioritas urutan tata letak dari yang harus dibaca pertama
hingga yang dibaca di bagian akhir. Sequence diperlukan supaya informasi
yang disampaikan tidak membuat pembaca kebingungan walaupun isi
pesan yang ingin disampaikan sama kuatnya. Dengan adanya sequence
pembaca secara otomatis mengurutkan pandangannya sesuai dengan yang
diinginkan. Sequence dapat dicapai dengan adanya emphasis/penekanan.
b. Emphasis (Penekanan)
Emphasis merupakan penekanan dalam suatu layout untuk
menciptakan pusat perhatian/point of interest. Untuk membentuk pusat
perhatian melalui emphasis dapat menggunakan berbagai cara, seperti:
1. Ukuran yang dibuat lebih besar dibandingkan dengan elemen layout
yang lain dalam satu halaman.
2. Warna yang dibuat kontras/berbeda sendiri dengan latar belakang dan
elemen lainnya.
3. Peletakan di posisi yang strategis sehingga menarik perhatian
pembaca dalam satu halaman.
4. Pemilihan style dan bentuk yang berbeda dengan elemen-elemen
layout lainnya.
21
Untuk informasi selanjutnya yang akan dilihat oleh pembaca memiliki
penekanan yang tidak sehebat informasi pertama, begitu pula informasi
selanjutnya.
c. Balance (Keseimbangan)
Balance atau keseimbangan berarti pembagian berat yang merata pada
satu bidang layout. Pembagian berat yang merata bukan berarti seluruh
bidang harus dipenuhi dengan elemen, tetapi lebih pada penciptaan kesan
seimbang dengan menggunakan elemen-elemen yang dibutuhkan dan
meletakkannya pada tempat yang tepat. Tidak hanya pengaturan letak, tapi
juga ukuran, arah, warna dan atribut-atribut lainnya. Keseimbangan dibagi
menjadi dua, yaitu keseimbangan simetris (symetrical balance) dan
keseimbangan tidak simetris (assymetrical balance/informal balance).
d. Unity (Kesatuan)
Supaya sebuah layout memberi efek yang kuat bagi target audiensnya,
sebuah layout harus memiliki kesan unity/kesatuan. Sebuah kesatuan
layout akan tercapat dengan penyusunan teks, gambar, warna, ukuran,
posisi, style, dan elemen-elemen lain tersusun dengan baik dan saling
terkait. Tidak hanya dalam hal penampilan, kesatuan juga mencakup
selarasnya elemen-elemen yang terlihat secara fisik dan pesan yang ingin
disampaikan dalam konsepnya. (Rustan, 2009: 74-75)
22
C. Tinjauan Media Kampanye
1. Media
Kata ‘media’ berasal dari kata latin yang merupakan bentuk jamak dari
kata ‘medium’. Secara harafiah, kata tersebut memiliki arti perantara atau
pengantar. Namun, dalam penggunaannya, kata media memiliki batasan-
batasan tertentu. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi” (Miarso, 1989). Asociation of Education
Communication Technology (AECT) memberikan batasan bahwa media
merupakan segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses
penyaluran pesan. Sedangkan, National Education Asociation (NEA)
memberikan batasan bahwa media merupakan sarana komunikasi dalam
bentuk cetak maupun audio visual termasuk teknologi perangkat kerasnya
(Susilana, 2009: 6)
Media dalam kaitannya dengan promosi/periklanan berarti saluran atau
wahana yang membawa pesan untuk disampaikan kepada target audience
(Sanyoto, 2006: 62). Promosi dan periklanan sangat erat kaitannya dengan
bidang Desain Komunikasi Visual. Oleh karena itu, dalam setiap perancangan
desain sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah diperlukan
perancangan media yang tepat dan efektif. Biro-biro periklanan selalu memiliki
bagian perencanaan media (media planner), yaitu bagian ynag bertugas
merancang rencana media secara handal, bahkan sampai pada perhitungan
23
yang sekecil-kecilnya dan mendetail, agar media yang dirancang betul-betul
dapat menjangkau target audience secara tepat dengan biaya yang sesuai.
(Sanyoto, 2006: 63)
2. Kampanye
Kampanye merupakan sebuah kegiatan promosi, komunikasi atau
rangkaian pesan terencana yang khususnya spesifik atau untuk memecahkan
masalah kritis, bisa masalah komersial, bisa juga masalah non komersial,
seperti masalah sosial, budaya, politik, lingkungan hidup/ekologi. Rangkaian
kegiatan ini direncanakan dan dilakukan berkesinambungan dalam waktu
tertentu dan singkat, tidak lebih dari satu tahun melalui tema sentral dalam
suatu program media yang terkoordinir dan konvergen. Pesan disampaikan
secara individual dan kumulatif dengan maksud utama menyokong obyek
kampanye seperti brand, masalah sosial, politik dan sebagainya. (Safanayong,
2006: 71)
Kriteria kampanye menurut Safanayong (2006: 71) adalah:
a. Tujuan utama
Diarahkan kepada sasaran yang ditargetkan, meliputi kesadaran,
pengertian, keyakinan dan bertindak dalam waktu yang singkat.
b. Tema terkait
Memakai tagline, desain grafis atau pesan.
c. Coordinated Rollout
Tergantung pada batas waktu, semua elemen dapat dimunculkan
sekaligus, melibatkan rencana media dan promosi.
24
Proses desain kampanye menurut Safanayong (2006: 72) melalui tahap:
a. Fakta/latar belakang/situasi
b. Identifikasi masalah
Masalah yang kasusnya spesifik; masalah yang kritis
c. Analisis situasi
1) Informasi yang relevan tentang obyek kampanye
2) Tinjau manfaat yang spesifik/unik dari jasa/produk yang disampaikan
atau yang ditawarkan
3) Tinjau nilai-nilai dari jasa/produk atau perusahaan
d. Analisis tantangan dan peluang
1) Faktor internal
2) Faktor eksternal
e. Strategi kampanye
1) Tentukan objective-nya
2) Targetkan sasaran
3) Tetapkan: tema/keyword/positioning-nya
f. Komponen kampanye/pemilihan media
1) Poster
2) Advertising
Majalah (trade, professional), TV, radio, surat kabar, billboards,
transit.
25
3) Promosi
Penawaran spesial, diskon, potongan, insentif, undian, publisitas,
periklanan promosi.
4) Public relations
Event, publisitas event, news releases, newsletter.
5) Internet/interactive
Websites, internet advertising, search engine marketing, customer
relationship marketing, online & CD-ROM interactive programs and
games.
6) Direct marketing
Database marketing, direct mail (letters, cards, dimensional mailers),
fulfillment (mailing information or merchandise)
7) Selebaran/pamphlet/flyer
Pendekatan peran media sesuaikan dengan sasaran, waktu,
pertimbangan kreatif dan anggaran.
8) Penjadwalan dan anggaran
g. Visualisasi
1) Pendekatan visual : analogi, imaginery, metafor, simile, simbolis
2) Gaya visual, pemilihan warna, typografi
h. Produksi
Termasuk pre-press dan post-press
1) Teknik
2) Metoda (material dan proses)
26
3. Media Kampanye
Media kampanye merupakan media penyampai pesan kepada target
audiens yang menyediakan alternatif dari pemecahan masalah kritis yang
diangkat, baik itu permasalahan sosial, budaya, politik, lingkungan
hidup/ekologi. Media yang digunakan dirancang dan direncanakan dengan baik
supaya tepat dan efektif menjangkau target audiens.
Dalam kampanye, pemilihan media yang tepat sangat dibutuhkan untuk
mencapai efektifitas kampanye. Pemilihan media yang tepat harus didasari
dengan pengetahuan media yang baik, termasuk pengetahuan jenis-jenis media
yang akan digunakan. Secara umum, media terbagi dalam dua jenis, yaitu:
a. Media Lini Atas (Above Line Media)
Media lini atas (Above Line media) merupakan jenis media dalam
periklanan yang mengharuskan pembayaran komisi kepada perusahaan
periklanan. Media lini atas berupa televisi, surat kabar, majalah, dan
outdoor media (media luar ruang). Media ini mampu menjangkau target
audiens secara lebih luas. (Rijanto, 1997: 131)
b. Media Lini Bawah (Below Line Media)
Media lini bawah (Below Line Media) merupakan media-media yang
tidak memberi komisi dan pembayaran sepenuhnya berdasarkan biaya-
biaya operasional tambah sekian persen keuntungan. Media ini merupakan
media yang lebih sering menunjang atau melengkapi media lini atas.
Media lini bawah biasanya merupakan media cetak yang terhitung murah
dan mampu menyampaikan informasi lebih lengkap dengan ilustasi yang
27
lebih menarik. Media lini bawah meliputi direct mail, pameran-pameran,
promosi penjualan, perangkat display di tempat penjualan langsung (point
of sale), selebaran pengumuman atau media lain seperti kalender, folder,
sticker, poster, dan lain-lain. (Kusmiati, 199: 23)
c. Media Trought the Line / Ambience
Media ini merupakan penempatan iklan pada media-media baru
dengan cara yan tidak biasa dan bukan merupakan tempat khusus untuk
iklan.
Dari jenis-jenis media di atas, pemilihan media kampanye yang sesuai
dengan target audiens akan meningkatkan efektifitas kampanye. Sebuah
kampanye bisa disebut sebagai kampanye yang efektif karena pesan ynag
dibawa oleh kampanye itu sampai kepada target audiens tepat sasaran. Karena
itulah dipilih media yang memiliki tujuan. Tujuan media harus mengacu pada
tujuan dan strategi kampanye, karena media adalah bagan dari kampanye.
(Sanyoto, 2006: 64) Pembuatan dan penetapan tujuan media kampanye
dibentuk dari tiga aspek, yaitu:
a. Jangkauan (Reach/R)
Aspek jangkauan merupakan aspek yang mampu menyebutkan berapa
target audiens yang ingin dijangkau dan seberapa luas daerah yang akan
dijangkau media. Apabila dalam media yang dipilih tidak dapat
menjangkau jumlah minimal yang telah ditentukan, berarti ditinjau dari
aspek media, kampanye tersebut tidak berhasil.
b. Frekuensi (Frequency/F)
28
Aspek frekuensi mampu menyebutkan seberapa sering media ini
menjangkau target audiens. Untuk mengukur frekuensi penayangan
biasanya diukur dengan frekuensi dari media yang memiliki keteraturan
tampil, yaitu media lini atas, seperti surat kabar, majalah, radio, iklan
televisi, dan sebagainya. Selain keteraturan penayangan, daya pengaruh
media lini atas juga diperhatikan dalam pemilihan media, sehingga
frekensinya dapat dihitung.
c. Kesinambungan/Kontinuitas (Continuity/C)
Aspek kesinambungan bertujuan untuk menyatakan jangka waktu
kampanye direncanakan. Dalam aspek kesinambungan/kontinuitas ini
dapat ditentukan berapa lama sebuah kampanye muncul dalam
penggunaan media yang telah dipilih sebelumnya. (Sanyoto, 2006: 64-66)
D. Permainan Tradisional Jawa Tengah
1. Tinjauan Bermain
Bermain merupakan aktivitas menyenangkan dan merupakan sebuah
kebutuhan yang sudah melekat (inherent) dalam diri setiap anak. Plato,
Aristoteles dan Frõbel menganggap bahwa bermain merupakan kegiatan yang
mempunyai nilai praktis. Artinya, bermain digunakan sebagai media untuk
meningkatkan ketrampilan dan kemampuan tertentu pada anak. (Tedjasaputra,
2001 : 2) Melalui bermain anak dapat memetik berbagai manfaat bagi
perkembangan aspek fisik-motorik, kecerdasan dan sosial emosional. Ketiga
aspek ini saling menunjang satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan.
29
Jerome Bruner dalam Tedjasaputra (2001: 10) memberikan penekanan
bahwa fungsi bermain adalah sebagai sarana mengembangkan kreativitas dan
fleksibilitas. Dalam bermain, yang lebih penting bagi anak adalah makna
bermain dan bukan hasil akhirnya. Saat bermain anak tidak akan memikirkan
sasaran yang akan dicapai, sehingga dia mampu berkesperimen dengan
memadukan berbagai perilaku baru serta ‘tidak biasa’.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Smith et al; Garvey; Rubin,
Fein & Vandenberg (dalam Johnson et.al., 1999) diungkapkan bahwa adanya
beberapa ciri kegiatan bermain, yaitu sebagai berikut:
a. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya muncul atas
keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri.
b. Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh
emosi-emosi positif. Kalaupun tidak terdapat emosi positif, setidaknya
kegiatan bermain mempunyai nilai (value) bagi anak.
c. Fleksibilitas yang ditandai dengan mudahnya kegiatan beralih dari satu
aktifitas ke aktifitas yang lain.
d. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil
akhir. Tidak adanya tekanan untuk mencapai prestasi membebaskan anak
untuk mencoba berbagai variasi kegiatan.
e. Bebas memilih. Hal ini lah yang membedakan antara bermain dan bekerja
pada anak kecil pra sekolah. Menurut hasil penelitian King (1979) pada
anak kelas 5 SD, kesenangan yang didapat (pleasure) lebih penting
dibandingkan kebebasan untuk memilih sehingga pada usia diatas pra
30
sekolah, pleasure menjadi parameter untuk membedakan bermain dengan
bekerja.
f. Mempunyai kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka
tertentu yang memisahkannya dari kehidupan sehari-hari. Realitas internal
lebih diutamakan daripada realitas eksternal, karena anak memberi
‘makna’ baru terhadap objek yang dimainkan dan mengabaikan keadaan
objek yang sesungguhnya. (Tedjasaputra, 2001: 16-17)
2. Permainan
Menurut Bettelheim dalam Hurlock, permainan dan olah raga adalah
kegiatan yang ditandai oleh aturan serta persayaratan-persyaratan yang
disetujui bersama dan ditentukan dari luar untuk melakukan kegiatan dalam
tindakan yang bertujuan. (Tedjasaputra, 2001: 60)
Permainan dan anak merupakan dua dunia yang tidak dapat dipisahkan.
Hampir sepanjang waktu kehidupannya anak selalu dalam kondisi bermain.
Permainan anak-anak merupakan salah satu sarana kegiatan pendidikan luar
sekolah yang sangat penting artinya dalam proses sosialisasi. Anak-anak
belajar mengenal nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial yang diperlukan
sebagai pedoman untuk pergaulan sosial dan memainkan peran sesuai dengan
kedudukan sosial yang nantinya menentukan jalan hidup serta kepribadiannya.
(Budhisantoso, 1993; Arikunto, 1993; dalam Ariani et.al. 1998: 1).
Ditinjau dari segi sifat permainan, maka Dananjaya (1991: 171)
membedakan permainan dalam dua kelompok, yaitu permainan yang sifatnya
untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (games). Perbedaan
31
diantara keduanya adalah jenis permainan yang sifatnya hanya untuk bermain
lebih bersifat sebagai pengisi waktu luang atau rekreasi. Sedangkan jenis
permainan bertanding memiliki sifat khusus seperti lebih teroragnisasi,
kompetitif, dimainkan paling sedikit dua orang, mempunyai kriteria yang
menentukan menang dan kalah, serta mempunyai peraturan permainan ynag
telah diterima oleh pesertanya. (Ariani et.al. 1998: 2)
Menurut Dananjaya dalam Ariani et.al. (1988: 7) menyebutkan bahwa
permainan dimanapun di dunia ini biasanya dibedakan berdasarkan gerak
tubuh seperti lari, lompat atau berdasarkan kegiatan sosial sederhana seperti
kejar-kejaran, sembunyi-sembunyian atau kelahi-kelahian atau berdasarkan
matematika dasar atau kecekatan tangan seperti menghitung atau melempar
batu ke suatu lubang tertentu atau yang bersifat untung-untungan.
Sedangkan Dharmamulya (1992: 46) membagi permainan anak
berdasarkan pada maksud yang dikandungnya menjadi lima, yaitu:
a. Permainan yang bersifat menirukan suatu perbuatan;
b. Permainan yang mencoba kekuatan dan kecakapan;
c. Permainan yang semata-mata bertujuan untuk pancaindra;
d. Permainan dengan latihan bahasa;
e. Permaianan dengan gerak lagu dan wirama.
Dari beberapa jenis permainan yang ada itu, diharapkan dapat
menumbuhkan kepribadian anak yang melakukan permainan tresebut. (Ariani
et.al. 1998: 8)
32
3. Permainan Tradisional sebagai Warisan Budaya Adi Luhung
Bangsa Indonesia memliki banyak warisan budaya sebagai hasil dari
kemajemukan kebudayaan. Kebudayaan seperti yang diungkapkan oleh
Koentjaraningrat (1986: 180) menyatakan bahwa kebudayaan adalah seluruh
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik sendiri dalam proses belajar. (Ariani et.al.
1998: 10).
Permainan tradisional merupakan salah satu warisan budaya bangsa
Indonesia. Permainan tradisional mengandung berbagai unsur dan nilai budaya
yang menggambarkan kearifan lokal budaya bangsa, baik dari segi bahasa,
cerita, dan gerakan yang merupakan adaptasi dari kultur bangsa sendiri.
Soenarto Timur (1983: 5-6) dalam ceramahnya menyampaikan pendapat dari
Huizinga tentang tiga ciri umum yang terdapat dalam budaya yaitu: tuntutan,
pengabdian dan ungkapan. Sebagai aktifitas kehidupan budaya adalah mitos,
bahasa dan kultus. Dari uraian tentang ketiga hal tersebut maka pengertian
permainan tradisional yaitu bahwa permainan tradisional merupakan salah satu
dari faktor elementer budaya. (Ariani et.al. 1998: 10)
Budaya bangsa Indonesia tercipta dari kebiasaan yang dilakukan terus
menerus secara berulang-ulang oleh masyarakatnya, termasuk kebasaan, nilai
serta norma dalam kehidupan bermasyarakat. Selain sebagai warisan budaya
bangsa Indonesia, permainan tradisional juga mengandung beberapa nilai-nilai
sosial yang masih termasuk sebagai perwajahan budaya bangsa Indonesia.
Nilai-nilai sosial inilah yang dibangun sejak masa anak-anak dan berguna
33
dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Kardiner, Linton serta Dubois
(Dananjaya dalam Ariani et.al. 1998: 8) kepribadian ynag dimiliki oleh
kebanyakan anggota masyarakat sebagai akibat pengalaman mereka pada masa
kanak-kanak yang sama. Struktur kepribadian dasar ini merupakan alat
penyesuaian diri individu yang umum bagi semua individu dalam suatu
masyarakat. Melalui permainan, anak dapat berlatih untuk menentukan jalan
pikirannya melalui strategi yang harus dijalankan dalam tahap-tahap bermain.
Kemudian melalui proses bermain anak dihadapkan pada pilihan untuk
menerima atau menolak pendapat teman sebayanya, yang kemudian akan
berguna dalam proses penanaman nilai-nilai sosial pada diri anak.
Dari nilai-nilai yang dipelajari anak melalui permainan tradisional ini
dapat membentuk suatu individu yang kepribadiannya sesuai dengan kondisi
masyarakat di masa kini. Artinya, melalui nilai-nilai sosial dan budaya yang
dipelajari dan diserap di masa kecil dapat dijadikan bekal utama dalam masa
dewasanya untuk masuk ke dalam dunia kemasyarakatan. Di dalam masyarakat
inilah seorang individu dewasa melakukan tindakan dan gagasan yang
menciptakan sistem yang membentuk sebuah kebudayaan. Kebudayaan yang
diciptakan ini pun menjadi salah satu kemajemukan bangsa Indonesia akan
warisan budaya yang dimilikinya.
Dananjaya dalam Ariani et.al (1998: 10) mengkategorikan permainan anak
tradisional sebagai salah satu bagian dari folklor. Beliau membagi folklor
menjadi tiga kelompok besar yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan
folklor bukan lisan. Permainan rakyat termasuk folklor sebagian lisan. Folklor
34
sebagian lisan meliputi sajak rakyat, pertanyaan tradisional, lagu-lagu rakyat,
dan sebagainya.
4. Permainan Tradisional Jawa Tengah
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi dengan warisan budaya yang
beragam dengan masyarakat yang majemuk. Kebudayaan di Jawa Tengah
terbentuk karena adanya asimilasi budaya dari masyarakatnya yang majemuk.
Warisan budaya yang diturunkan kepada generasi selanjutnya pun begitu
beragam. Warisan budaya di Jawa Tengah memiliki banyak jenisnya seperti
adat istiadat, tarian tradisional, cerita rakyat, lagu daerah, permainan
tradisional, upacara adat, dan berbagai jenis warisan budaya lainnya.
Salah satu warisan kebudayaan Jawa Tengah yang turun temurun masih
dilakukan adalah permainan tradisional. Di berbagai tempat, bahkan tidak
hanya di Jawa Tengah saja, permainan tradisional masih terlihat dimainkan
oleh anak-anak. Jawa Tengah sendiri memiliki berbagai macam permainan
tradisional yang hingga sekarang masih sering dimainkan oleh anak-anak,
dengan berbagai nama dan sebutan di masing-masing daerah.
a. Sejarah dan Perkembangan Permainan Tradisional di Jawa Tengah
Permainan tradisional yang hidup dan berkembang di daerah Jawa
Tengah merupakan suatu warisan budaya yang turun temurun. Berbagai
macam permainan tradisional sudah ada sejak jaman Mataram Hindu.
Permainan tradisional tersebut terus berkembang danmendapatkan
berbagai pengaruh dari berbagai wilayah di sekitarnya, maupun pengaruh
dari bangsa dan negara lain. Selain itu, dalam perkembangannya banyak
35
pula permainan tradisional yang mengalami kepunahan, dan mengalami
percampuran atau pembaruan.
Seiring dengan perkembangan jaman, permainan tradisional sejak
jaman Mataram Hindu dan Mataram Islam mulai mengalami penggerusan.
Beberapa dari permainan tersebut hanya tertinggal cerita, beberapa berupa
benda peninggalan yang dimuseumkan, dan ada pula yang berganti wujud
menjadi tarian tradisional.
Salah satu permainan yang sudah menjadi cerita yaitu sodoran atau
watangan. Sodoran atau watangan sudah dikenal sejak jaman kerajaan
Singosari, seperti yang diceritakan di dalam kitab Pararaton, di masa
pemerintahan raja Jayakatwang. Permainan watangan dalam kitab
Pararaton disebut dengan istilah ‘susudukan’. Diceritakan dalam kitab
Pararaton, Raden Wijaya bersama teman-temannya bermain watangan
melawan tentara Jayakatwang. Ketika itu permainan ini merupakan
kebanggaan sehingga menjadi tontonan yang mengikat. Peninggalan
permainan ini hanya berupa tarian tradisional yang diwujudkan dalam tari
Beksan Lawang.
Selain watangan, ada pula alat permainan yang kini sudah disimpan
sebagai peninggalan sejarah, seperti alat bermain adu kemiri. Alat ini
masih tersimpan dengn baik di Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Alat
pemainan adu kemiri ini merupakan alat pada jaman Sri Sultan Hamengku
Buwana VII, yang bertahta tahun 1897-1921. Permainan kemiri pada
jaman itu merupakan permainan yang hanya bersifat rekreatif. Permainan
36
adu kemiri tidak hanya terjadi di lingkungan kraton saja, tetapi di
masyrakat umum pun dimainkan. Bahkan pada tahun 1955, di pedesaan
Bali pun masih banyak ynag memainkan permainan adu kemiri ini.
Pada zaman itu bahasa yang digunakan dalam permainan tradisional
ini menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan bisa
berbentuk bahasa ngoko, krama maupun krama inggil. Dalam
perkembangannya, terutama setelah Indonesia merdeka, bahasa Indonesia
menjadi bahasa resmi nasional. Bahasa-bahasa yang digunakan dalam
permainan tradisional yang awalnya menggunakan bahasa Jawa berubah
menjadi bahasa Indonesia, seperti permainan Ular Naga, Patungan,
Permisi Tuan Raja, Tiga Jadi, dan lain-lain. (Dharmamulya, 1981: 11-13)
b. Jenis-jenis Permainan Tradisional Jawa Tengah
Permainan tradisional terutama di Jawa Tengah yang masih sering
didengar dan dimainakan hingga saat ini, dibagi menjadi dua yaitu
permainan tradisional menggunakan alat dan permainan tradisional tanpa
alat. Permainan tradisional yang menggunakan alat contohnya Dhakon,
Benthik, Kontrakol/Boy-boyan, Gathengan/Gatheng, Dam-daman, Catur
Surakarta, Engklek, Lompat Tali/Karet, Malingan/Lurah-lurahan,
Kelereng, Bekelan, Plethokan, Egrang dan masih banyak lagi. Sedangkan
permainan tradisional tanpa alat biasanya merupakan permainan
tradisional yang dimainkan oleh banyak orang atau yang memiliki lagu-
lagu serta nyanyian pengantar permainan tradisional, seperti Jamuran,
37
Betengan, Cublak-cublak Suweng, Jetungan/Jelungan/Dhelikan,
Sedhingklik Oglak-aglik, Gobag Sodor, dan berbagai permainan lainnya.
c. Eksistensi Permainan Tradisional di Jawa Tengah
Hingga saat ini permainan tradisional masih eksis di Jawa Tengah.
Hanya saja beberapa permainan tradisional tersebut tidak diminati oleh
anak-anak pada jaman sekarang. Hanya beberapa anak di pedesaan saja
yang masih memainkan permainan tradisional ini, mengingat banyak anak
yang lebih memilih memainkan barang elektronik/gadget yang mereka
miliki. Ambil saja contoh anak-anak di daerah Surakarta. Sangat jarang
melihat anak-anak sekolah dasar memainkan permainan tradisional,
kecuali ada event-event tertentu yang diselenggarakan oleh pihak sekolah,
seperti lomba-lomba dalam rangka memperingati hari kemerdekaan
Indonesia an sebagainya.
Beberapa tahun terakhir ini, terutama di Jawa Tengah banyak
bermunculan komunitas-komunitas yang mewadahi dan melestarikan
permainan-permainan tradisional. Di Surakarta sendiri memiliki
komunitas yang menampung dan membantu melestarikan permaian
tradisional, yaitu Komunitas Anak Bawang. Komunitas ini sudah
terbentuk sejak 10 November 2012. Komunitas ini terbentuk karena orang-
orang di dalamnya ingin melestarikan permainan tradisional sekaligus
ingin bernostalgia dengan permainan masa kecilnya. Berawal dari
diselenggarakannya sebuah Seminar Permainan Tradisional oleh program
studi Psikologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, yang
38
kemudian membentuk animo peserta yang besar dan keinginan untuk
melestarikan permainan tradisional. Pada akhirnya beberapa orang
memutuskan untuk berkumpul dan bermain bersama. Digawangi oleh
Bapak Hidayat Burhanudin, S.Psi., Komunitas Anak Bawang terbentuk.
Komunitas ini hanya ada di Solo, namun ketika founder Komunitas Anak
Bawang ini berpindah lokasi, bapak Burhanudin juga mulai merintis
komunitas serupa di daerah barunya, seperti kota Batang, Surabaya dan
Jakarta. Komunitas ini sering mengadakan sosialisasi dan bermain
bersama melalui berbagai event yang diadakan di sekolah dasar setempat
atau menggelar event hampir setiap minggu pagi di Car Free Day Slamet
Riyadi Solo, tepatnya di depan eks-gedung Reksadana, depan Bank
Mandiri baru. (http://www.anakbawangsolo.org/2013/01/asal-mula-
komunitas-anak-bawang.html, diakses pada 21 Maret 2016)
E. Tinjauan Target Audience
Target audience adalah orang yang harus dipengaruhi agar terjadi pembelian
(Sanyoto, 2006:52). Target audience dalam perancangan buku ilustrasi permainan
tradisional Jawa Tengah ini adalah dewasa dengan kelas ekonomi menengah ke atas
baik laki-laki maupun perempuan yang khususnya berdomisili di Karesidenan
Surakarta dan sekitarnya serta seluruh Indonesia secara umum.
Dalam perilaku konsumen ada banyak faktor yang mempengaruhi, seperti
faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi dari pembeli (Setiadi, 2003: 62).
Keputusan pembelian dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap
39
daur hidup, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri
pembeli.
1. Umur dan Tahap Daur Hidup
Keputusan pembelian atau konsumsi akan suatu produk sering kali
berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup
keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan
kedewasaannya. Pemasar sering kali menentukan sasaran pasar dalam bentuk
tahap dan daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai, serta rencana
pemasaran untuk setiap tahun.
2. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.
Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di
atas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Bahkan, ada perusahaan yang
melakukan spesialisasi produk berdasarkan kelompok pekerjaan tertentu.
3. Situasi Ekonomi
Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk. Jennifer
Flores dapat mempertimbangkan membeli Nikon yang mahal jika dia
mempunyai cukup pendapatan, tabungan, atau kemampuan meminjam.
4. Kepribadian
Setiap individu memiliki karakteristik sendiri yang unik. Kumpulan
karakteristik yang dimiliki oleh individu dan bersifat permanen biasa disebut
kepribadian. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten dan
40
bertahan lama. Maka dari itu kepribadian bersifat lebih dalam daripada gaya
hidup.
5. Gaya Hidup
Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang
diidentifikasikan oleh bagaimana seseorang menghabiskan waktu mereka
(aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya
(ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan
juga dunia sekitarnya (pendapat). Gaya hidup pada dasarnya merupakan suatu
perilaku yang mencerminkan masalah apa yang ada di dalam alam pikir
pelanggan yang cenderung berbaur dengan berbagai hal yang berkaitan dengan
masalah emosi dan psikologis konsumen.
6. Nilai dan Gaya Hidup
Gaya hidup yang berkembang di masyarakat merefleksikan nilai-nilai
yang dianut oleh masyarakat itu sendiri. Survey or Research International
(SRI) telah mengembangkan program untuk mengukur gaya hidup ditinjau dari
aspek nilai kultural, yaitu (1) outer directed, (2) inner directed, (3) need driven.
Program itu disebut sebagai VALS 1 (value and lifestyle 1).
Outer directed merupakan gaya hidup konsumen yang jika dalam membeli
suatu produk harus sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma tradisional yang
telah terbentuk. Motivasi pembelian dipengaruhi oleh bagaimana pandangan
dan pikiran orang lain atas pembelian itu. Konsumen dalam segmen inner
directed membeli produk untuk memenuhi keinginan dari dalam dirinya untuk
memiliki sesuatu, dan tidak memikirkan nilai dan norma budaya yang
41
berkembang. Konsumen dalam kelompok ini berusaha keras untuk
mengekspresikan dirinya. Sedangkan kelompok konsumen need driven hanya
membeli sesuatu berdasarkan atas kebutuhan dan bukan keinginan berbagai
pilihan yang tersedia.
Outer Directed Inner Directed Need Driven
Belongers
Kelas menengah,
mengharagai rasa aman,
stabil, identitas dan
solidaritas kelompok,
tidak ambil resiko, ingin
hura-hura.
I – am – Me
Muda, idealis,
menekankan ekspresi
diri, musik keras, busana
menyolok, melawan
kelompok outer directed.
Survivor
Orang yang bertahan
hidup, pendidikan
rendah dan tidak
sehat, atau keluarga
tidak mampu.
Emulators
Belanja terus, memiliki
hutang, frustasi dalam
ambisinya.
Experiental
Menghargai pendidikan,
lingkungan, dan
pengalaman.
Sustainer
Muda, berjuang
mencari tempat dalam
masyarakat.
Achievers
Lebih tua, matang,
mampu, berkeluarga dan
memiliki rumah.
Emulator ingin masuk
kelompok ini.
Socially Conscious
Berpendidikan tinggi,
dewasa, gerakan sampai
dengan politik, punya
jabatan berpengaruh tapi
sering protes dalam isu
sosial politik.
Tabel 1. Karakteristik Kelompok Konsumen
Sumber: SRI International
42
Selain itu, menurut SRI karakteristik kelompok kosumen juga
berdasarkan atas VALS 2. Berikut ini definisi nilai yang didasarkan atas teori
VALS 2:
a. Actualizer
Mempunyai pendapatan yang paling tinggi dan harga diri yang tinggi.
Mereka mempunyai rentang minat yang luas pada berbagai bidang dan
terbuka pada perubaha. Mereka membeli produk untuk mencapai yang
terbaik dalam hidup.
b. Fullfilleds
Berpendapaan tinggi, dewasa bertnanggung jawab, mempunyai
pendidikan tinggi dalam bidang profesional. Mereka memusatkan kegiatan
enggan di rumah, tetapi terbuka pada gagasan baru dan perubahan. Mereka
menghargai pendidikan, travel, dan kesehatan.
c. Believers
Mereka tidak terlalu kaya dan lebih tradisional daripada fullfilleds. Mereka
hidup terpusat pada keluarga, pergi ke tempat ibadah, kerja, kelompok, dan
negara, serta menghargai peraturan.
d. Achiever
Mereka fokus pada karier dan keluarga, hubungan sosial formal,
menghindari perubahan berlebihan, banyak bekerja kurang rekreasi, dan
politik konservatif.
43
e. Striver
Mereka memiliki minat yang sempit, mudah bosan, agak terkucil, ingin
diakui oleh kelompok, tidak peduli kesehatan bahkan politik.
f. Struggler
Mereka memiliki minat yang terbatas, kegiatan terbatas, mencari rasa
aman, kesehatan bermasalah, konservatif dan tradisional, serta memegang
agama.
g. Experiencer
Mereka menyukai hal baru, aneh dan beresiko, gemar berolahraga,
sosialisasi udara luar, peduli tentang diri, tidak sama dengan konformis,
kagum kekayaan, kekuasaan, ketenaran, dan tidak peduli politik.
h. Maker
Mereka menikmati alam, kegiatan fisik, waktu luang dengan kalangan dan
teman dekat menghindari orang, mencemooh politisi, orang asing, dan
konglomerat.
7. Karakteristik Gaya Hidup dalam Strategi Pemasaran
Memahami gaya hidup konsumen sangat besar manfaatnya bagi pemasar.
Manfaat yang bisa diperoleholeh pemasar dari pemahaman gaya hidup
konsumen adalah pemasar dapat menggunakan gaya hidup konsumen untuk
melakukan segmentasi pasar. Jika pemasar mampu mengidentifikasi gaya
hidup sekelmpok konsumen, maka pemasar mengetahui satu segmen
konsumen.
44
Selain itu, pemahaman gaya hidup konsumen juga akan membantu dalam
menentukan positioning produk di pasar dengan menggunakan iklan.
Kemudian, ketika pemasar mengetahui gaya hidup konsumennya, pemasar
dapat menempatan iklan pada media-media yang tepat sehingga isi pesan
tersampaikan dengan efektif. Ukuran ketepatan media adalah media mana yang
paling banyak dibaca atau digunakan oleh konsumen. Mengetahui gaya hidup
konsumen berarti pemasar bisa mengembangkan produk sesuai dengan
tuntutan gaya hidup mereka.