8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1. Kajian Teori
1.1.1. Hakikat IPA SD
IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memegang peranan sangat
penting dan alam kehidupan manuasia. Hal ini disebabkan karena kehidupan kita
sangat tergantung dari alam, zat terkandung di alam, dan segala jenis gejala yang
terjadi di alam. IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu
mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan
(reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab akibatnya.
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah,
dan sikap ilmiah. Selain itu IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk,
dan sebagai prosedur Marsetio Donosepoetro (dalam Trianto 2014: 137). Sebagai
proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan
tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk
diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah
atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran dissiminasi
pengetahuan.
Sementara itu, menurut Laksmi Prihantoro dkk (dalam Trianto 2014: 137)
mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi.
Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan
konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang
dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan
produk – produk sains, dan sebagai aplikasi, teori – teori IPA akan melahirkan
teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
9
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi Depdiknas (dalam Trianto 2014: 138) adalah sebagai berikut.
a. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
c. Mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang melek sains dan
teknologi.
d. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang
melewati langkah – langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis,
pengujian hipotesismelalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan
teori dan konsep.
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan
maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan – tujuan tertentu, yaitu:
1. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan
bagaimana bersikap;
2. Menanamkan sikap hidup ilmiah;
3. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan;
4. Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai
para ilmuwan penemunya;
5. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan. Prihantro Laksmi (dalam Trianto 2014: 142).
Menurut Kardi dan Nur (dalam Trianto 2014: 136), bahwa hakikatnya IPA
mesti tercermin dalam tujuan pendidikan dan metode mengajar yang digunakan.
Demikian demikian, pembelajaran IPA pada tingkat pendidikan manapun harus
dikembangkan dengan memahami berbagai pandangan tentang makna IPA, yang
dalam konteks pandangan hidup dipandang sebagai satu instrument untuk
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan sosial media. Tujuan pembelajaran IPA
secara khusus dalam pendidikan taksonomi Bloom bahwa :
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan
tujuan utama dari pembelajaran. Sehingga dapat bermanfaat untuk kehidupan
10
sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk
dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan
serta keteraturannya. Di samping hal itu, pembelajaran sains diharapkan
memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif),
pemahaman, kebiasaan dan apresiasi. Di dalam mencari jawaban terhadap suatu
permasalahan. Prihantro Laksmi (dalam Trianto: 142).
Proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan
keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta - fakta, membangun
konsep - konsep, teori - teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya
dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk
pendidikan. Selama ini proses belajar mengajar fisika hanya mengahafalkan fakta,
prinsip atau terori saja. Untuk itu perlu dikembangkan suatu model pembelajaran
IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide - idenya. Guru hanya memberi arahan
yang membantu siswa untuk mencapai tingkat pemaham yang lebih tinggi. Nur
dan Wikandari (dalam Trianto 2014: 143).
1.2. Model Pembelajaran
Menurut Dick & Carey, Weils, Benety (dalam Asih Widi Wisudawati dan
Eka Sulistyowati 2014: 47) pendekatan pembelajaran adalah muatan – muatan
etis-pedagogis yang menyertai kegiatan proses pembelajaran yang religious atau
spiritual, rasional atau intelektual, emosional, fungsional, keteladanan,
pembiasaan dan pengalaman. Stategi pembelajaran adalah cara – cara tertentu
yang digunakan secara sistematis dan prosedural dalam proses pembelajaran
untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Metode pembelajaran
adalah cara – cara yang berbeda untuk mencapai hasil belajar yang berbeda, dalam
kondisi yang berbeda berdasarkan kompetensi pembelajaran yang ditetapkan
(ceramah, diskusi, tanya jawab, dan lain – lain). Model pembelajaran merupakan
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
11
Jadi, model pembelajaran adalah proses pembelajaran yang mencakup
pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran.
1.2.1. Model Example Non Example
Model pembelajaran Example Non Example merupakan strategi
pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media untuk menyampaikan
materi pelajaran, yang bertujuan untuk mendorong siswa untuk belajar berpikir
kritis untuk memecahkan permasalahan yang termuat dalam contoh – contoh
gambar yang disajikan. Penggunaan media gambar dirancang agar siswa dapat
menganalisis gambar yang disajikan, kemuadian dideskripsikan secara singkat isi
dari sebuah gambar. Gambar dapat ditampilkan melalui OHP, proyektor, atau
yang paling sederhana, yaitu poster. Gambar harus jelas terlihat meski dari jarak
jauh, sehingga siswa yang berada di bangku belakang dapat melihat dengan jelas.
Model pembelajaran Example Non Example ditujukan untuk mengajarkan
siswa dalam belajar memahami dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada
umumnya dipelajari melalui dua cara yaitu pengamatan dan definisi.
Langkah – langkah penerapan model pembelajaran Example Non Example
dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan gambar – gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
c. Guru membentuk kelompok – kelompok yang masing – masing terdiri dari
2-3 siswa.
d. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada setiap kelompok
untuk memperhatikan dan/atau menganalisis gambar.
e. Mencatat hasil diskusi dari analisis gambar pada kertas.
f. Memberi kesempatan bagi tiap kelompok untuk membacakan hasil
diskusinya.
g. Berdasarkan komentar atau hasil diskusi siswa, guru menjelaskan materi
sesuai tujuan yang ingin dicapai.
h. Penutup.
12
Menurut Buehl (dalam Miftahul Huda 2013: 235), model pembelajaran
Example Non Example melibatkan siswa untuk:
1. Menggunakan sebuah contoh untuk memperluas pemahaman sebuah
konsep dengan lebih mendalam dan lebih kompleks;
2. Melakukan proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka
membangun konsep secara progresif melalui pengalaman langsung
terhadap contoh – contoh yang mereka pelajari; dan
3. Mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan
mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih
memiliki karakteristik konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
Kelebihan model pembelajran Example Non Example adalah:
a. Siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar;
b. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar; dan
c. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Model pembelajran Example Non Example memiliki kelemahan yaitu
tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dalam bentuk gambar, dan
persiapannya yang terkadang membutuhkan waktu lama.
1.2.2. Komponen – Komponen Model Pembelajaran Example Non
Example
Joyce dan Weill (dalam Miftahul Huda 2013: 73) mendeskripsikan model
pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk
kurikulum, mendesain materi – materi instruksional, dan memandu proses
pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda. Model pengajaran
dirancang untuk tujuan – tujuan tertentu, pengajaran konsep – konsep informasi,
cara – cara berpikir, studi nilai – nilai sosial dan sebagainya dengan meminta
siswa untuk terlibat aktif dalam tugas – tugas kognitif dan sosial tertentu.
Implementasi setiap model dideskripsikan dalam aspek struktur umum, antara
lain: sintak, sistem sosial,tugas/peran guru, dan pengaruh model.
13
1. Sintak
Sintak (tahap – tahap) model pengajaran merupakan deskripsi
implementasi model lapangan, merupakan rangkaian sistematis aktivitas –
aktivitas dalam model pembelajaran.
Tahap – tahap pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model Example non
example.
Kegiatan guru Tahap pelaksanaan Kegiatan siswa
Guru menyajikan gambar
yang ditampilkan di
papan tulis / ohp
Menganalisis gambar
yang ditampilkan di
papan tulis / ohp
Mengamati gambar,
menganalisis isi
gambar maka akan
timbul rasa ingin tahu
pada diri siswa.
Guru memancing siswa
untuk bertanya mengenai
gambar
Pemberian petunjuk
mengenai gambar
Siswa menggali
informasi dari petunjuk
yang dinerikan guru
melalui diskusi
kelompok
Guru memberi
kesempatan untuk
menuliskan informasi
yang di dapat siswa dari
pengetahuannya
berdasarkan gambar
Perumusan tugas Membacakan hasil
diskusi
Guru memberi
kesempatan siswa untuk
mengemukakan
pendapatnya berdasarkan
gambar
Mendaur ulang aktifitas
siswa
Tanya jawab
menegenai hasil
diskusi .
14
2. Sistem sosial
Sistem sosial mendeskripsikan peran dan relasi antara guru dan siswa.
Dalam model ini guru sebagai fasilitaor, guru memberi petunjuk dari proses
pembelajaran, dan bagaimana siswa merespon pembelajaran yang dilakukan
dengan menggunakan model example non example.
3. Tugas/Peran Guru
Tugas/Peran Guru mendeskripsikan bagaimana seorang guru harus
memandang siswanya dalam merespon apa yang dilakukan siswanya. Guru
menciptakan siswa berpartisipasi dalam pembelajaran, sehingga siswa merespon
dan aktif dalam pembelajaran dan memberi pengalaman baru terhadap siswa.
4. Sistem Dukungan
Sistem Dukungan mendeskripsikan kondisi – kondisi yang mendukung
yang seharusnya diciptakan atau dimiliki oleh guru dalam menerapkan model
pembelajaran. Dengan media gambar sebagai sarana belajar siswa diharapkan
mampu menganalisis isi gambar dan memperoleh informasi dari gambar.
5. Pengaruh
Pengaruh merujuk pada efek – efek yang ditimbulkan oleh setiap model.
pengaruh ini terbagi menjadi dua: Instruksional dan pengiring. Pengaruh
intruksional merupakan pengaruh langsung dari model tertentu yang disebabkan
oleh konten atau skill yang menjadi dasar pelaksanaannya. Pengaruh pengiring
merupakan pengaruh yang sifatnya implisit dalam lingkungan belajar, pengaruh
ini merupakan pengaruh tidak langsung dari model pengajaran tertentu. Pengaruh
instruksional secara khusus yang terdapat dalam pembelajaran IPA dengan materi
Hubungan sumber daya alam dengan lingkungan melalui model pembelajaran
example non example adalah kemampuan mengidentifikasi Berbagai jenis sumber
daya alam berdasarkan manfaatnya dan ketersediannya serta menggolongkan
menurut jenisnya. Pengaruh pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa
dalam pembelajaran IPA dengan materi gaya melalui model example non example
15
adalah kritis, kerja sama, tanggung jawab, percaya diri. Pengaruh instruksional
dan dampak pengiring dalam model example non example digambarkan dalam
bagan berikut.
Bagan 2.1
Pengaruh intruksional dan pengiring model pembelajaran example non
example
Example
non
example
Kritis
Kerja sama
Tanggung
jawab
Percaya diri
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
Berdasarkan
manfaatnya
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
jenisnya.
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
ketersediannya
16
1.2.3. Model Make A Match
Model make a match dikembangkan pertama kali pada 1994 oleh Lorna
Curran, strategi make a match menjadi salah satu strategi penting dalam ruang
kelas . Langkah – langkah penerapan strategi model make a match sebagai
berikut:
a. Membuat bebrapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari
(jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam
kartu – kartu pertanyaan.
b. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan – pertanyaan yang telah dibuat
dan menulisnya dalam kartu – kartu jawaban. Akan lebih baik jika kartu
pertanyaan dan kartu jawaban berbeda warna.
c. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan
sanksi bagi siswa yang gagal (disini, guru dapat membuat aturan ini
bersama – sama dengan siswa).
d. Menyediakan lembaran untuk mencatat penskoran presentasi.
Kelebihan strategi make a match antara lain:
1. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun
fisik.
2. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.
3. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
4. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
5. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu belajar.
Adapun kelemahan strategi make a match adalah:
a. Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu
terbuang.
b. Pada awal – awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu
berpasangan dengan lawan jenisnya.
c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang
kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
17
d. Guru harus hati – hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa
yang mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
e. Menggunakan metode ini terus menerus akan menimbulkan kebosanan.
1.2.4. Komponen – Komponen Model Pembelajaran Make A Match
Joyce dan Weill Joyce (dalam Miftahul Huda 2013: 73) mendeskripsikan
model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum, mendesain materi – materi instruksional, dan memandu
proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda. Model pengajaran
dirancang untuk tujuan – tujuan tertentu, pengajaran konsep – konsep informasi,
cara – cara berpikir, studi nilai – nilai sosial dan sebagainya dengan meminta
siswa untuk terlibat aktif dalam tugas – tugas kognitif dan sosial tertentu.
Implementasi setiap model dideskripsikan dalam aspek struktur umum, antara
lain: sintak, sistem sosial,tugas/peran guru, dan pengaruh model.
1. Sintak / Lagkah – langkah
Tahap – tahap pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model make a match.
Kegiatan guru Tahap pelaksanaan Kegiatan siswa
Guru menyiapkan beberapa
kartu sesuai dengan topik.
Setiap siswa
mendapat sebuah
kartu yang bertuliskan
soal dan jawaban.
Memikirkan jawaban,
mencari jawaban dan
soal yang tepat.
Guru memberi kesempatan
siswa untuk mencari
jawaban/ soal dari kartu.
Menimbulkan rasa
keingintahuan siswa
untuk menemukan
soal/ jawaban dari
kartu.
Menggali informasi
dari jawaban/ soal.
Guru memberi point kepada
siswa yang jawabannya
tepat.
Membuat kesimpulan. Menyimpulkan
bersama mengenai
soal dan jawaban.
18
2. Sistem sosial
Guru memberi kesempatan siswa untuk memperoleh materi pelajaran baru
dengan cara yang baru yaitu dengan mencari pasangan dari pertanyaan terhadap
jawaban, melalui teman satu kelasnya.
3. Tugas/peran guru
Guru sebagai fasilitaor membantu proses pembelajaran agar menciptakan
suasana yang menyenangkan. Memberi arahan siswa untuk meneka – neka
jawaban/soal.
4. Sistem Dukungan
Guru memberi kebebasan siswa untuk memperoleh jawaban yang tepat
dari kartu pertanyaan dan jawaban yang disediakan guru, guru membantu
mengarahkan proses berlangsungnya pembelajaran.
5. Pengaruh
Pengaruh merujuk pada efek – efek yang ditimbulkan oleh setiap model .
pengaruh ini terbagi menjadi dua: Instruksional dan pengiring. Pengaruh
intruksional merupakan pengaruh langsung dari model tertentu yang disebabkan
oleh konten atau skill yang menjadi dasar pelaksanaannya. Pengaruh pengiring
merupakan pengaruh yang sifatnya implisit dalam lingkungan belajar, pengaruh
ini merupakan pengaruh tidak langsung dari model pengajaran tertentu. Pengaruh
instruksional secara khusus yang terdapat dalam pembelajaran IPA dengan materi
Hubungan sumber daya alam dengan lingkungan melalui model pembelajaran
make a match adalah kemampuan mengidentifikasi Berbagai jenis sumber daya
alam berdasarkan manfaatnya dan ketersediannya serta menggolongkan menurut
jenisnya. Pengaruh pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam
pembelajaran IPA dengan materi gaya melalui model make a match adalah
19
demokratis, kerja sama, tanggung jawab, percaya diri. Pengaruh instruksional dan
dampak pengiring dalam model make a match digambarkan dalam bagan berikut.
Bagan 2.2
Pengaruh intruksional dan pengiring model pembelajaran make a match
make a
match
Demokratis
Kerja sama
Tanggung
jawab
Percaya diri
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
Berdasarkan
manfaatnya
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
jenisnya.
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
ketersediannya
20
1.3. Efektifitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti
berhasil. Efektifitas pada dasarnya menunjukkan taraf tercapainya hasil yang
menekankan pada aspek yang akan dilampaui, dengan menunjukkan sejauh mana
rencana dapat tercapai. Efektifitas merupakan salah satu dimensi dari
produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal,
yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan dalam pembelajaran yaitu
kemampuan guru dalam menggunakan metode pembelajaran. Dimana metode
pembelajaran dipengaruhi oleh faktor tujuan, siswa, situasi, fasilitas, dan pengajar.
Menurut Soemosasmito dalam Trianto (2009: 20) menyatakan bahwa suatu
pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila memenuhi beberapa persyaratan
utama yaitu presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap
kegiatan belajar mengajar, rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di
antara siswa, ketepatan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa,
dan mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif.
1.4. Hasil Belajar
Ahmad Susanto (2013: 5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
perubahan - perubahan yang terjadi kepada diri siswa, baik yang menyangkut
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.Secara
sederhana yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang
diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri
merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran
atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan pembelajaran.
Hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu proses yang di dalamnya
terlibat sejumlah faktor yang saling mempengaruhinya. Tinggi rendahnya hasil
belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor - faktor tersebut. Ruseffendi (dalam
Ahmad Susanto 2013: 14) mengidentifikasi faktor - faktor yang mempengaruhi
hasil belajar dalam sepuluh macam, yaitu: kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak,
21
kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru,
suasana belajar, kompetensi guru dan kondisi masyarakat.
1.5. Hasil Peneliatian Yang Relevan
Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa model
pembelajaran Examples Non Examples digunakan dalam meningkatkan hasil
belajar dibandingkan model pembelajaran konvensional. Defri Haryono (2012)
dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh model pembelajaran examples non
examples terhadap hasil belajar IPA kelas IV SDN Mangunsari 04 Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011 / 2012”. Berdasarkan
hasil penelitian dan analisis data yang telah dibahas pada bab IV dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh model pembelajaran examples non
examples dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa
kelas IV SDN Mangunsari 04 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II
Tahun Ajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil rata-rata (mean) menunjukan bahwa
hasil belajar siswa kelas eksperimen sebesar 19,4848, sedangkan nilai rata-rata
siswa kelas kontrol sebesar 8,2500. Hal tersebut menunjukan pengaruh pada kelas
yang menggunakan model pembelajaran examples non examples (kelas
eksperimen). Artinya bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dari pada
kelas kontrol. Dan hasil dari uji t-tes diketahui nilai signifikansi pada uji F adalah
0,242 lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima, jadi dapat disimpulkan bahwa
kedua varian sama (varian kelompok kelas eksperimen dan kontrol adalah sama).
Dengan ini penggunaan uji t menggunakan equal variances assumed
(diasumsikan kedua varian sama) untuk itu dibandingkan t hitung dengan t tabel
dan probabilitas. Oleh karena t hitung > t tabel (4,759 > 1,996) dan signifikansi
(0,000 < 0,05), maka Ho ditolak, artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata
nilai kelas eksperimen dengan rata-rata nilai kelas kontrol. Nilai t hitung positif,
berarti rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Sedangkan
perbedaan rata-rata (mean diference) sebesar 1.23485 (19,4848 – 8,2500) dan
perbedaan berkisar antara 6,52277 sampai 15,94693
22
Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa model
pembelajaran Make A Match efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar
dibandingkan model pembelajaran konvensional. Nofiyanto ( 2013 ) dalam skripsi
berjudul “Pengaruh penggunaan model pembelajaran make a macth terhadap hasil
belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 1 Babadan di kecamatan Pagentan
Kabupaten Banjarnegara semester II tahun ajaran 2012/2013” Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan dengan dianalisis serta pembahasan yang telah
dilakukan pada bab 4, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Bahwa
penggunaan metode pembelajaran make a match dalam pembelajaran IPA
berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5
semester 2 di SD Negeri 2 Babadan dibandingkan denganmetode ceramah dalam
pembelajaran IPA pada siswa kelas 5 di SD Negeri 1 Babadan. Dan terdapat
perbedaan hasil belajar IPA pada siswa di kedua SD tersebut. Pada kelas
eksperimen yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran make a
match diperoleh rata-rata nilai sebesar (79,79), sedangkan pada kelas kontrol yang
menggunakan metode ceramah diperoleh rata-rata nilai sebesar (60,24). Jadi
terdapat pengaruh yang signifikan, penggunaan metode pembelajaran make a
match terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD.
Esti Parwanti (2012) dalam skripsi berjudul “ Pengaruh penggunaan model
pembelajaran Make A Match dengan media gambar terhadap hasil belajar IPA”. B
ahwa dengan penggunaan Make A Match menggunakan media gambar dalam pem
belajaran IPA pada materi sumber daya alam dapat berpengaruh positif dan signifi
kan terhadap hasil belajar siswa kelas IV semester II SD Negeri Kertosari Kecama
tan Jumo, Kabupaten Temanggung?” Terdapat perbedaan hasil belajar IPA pada
materi Sumber Daya Alam ditinjau dari perbedaan penggunaan pendekatan pembe
lajaran. Pada kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pemb
elajaran Make A Match dengan media gambar diperoleh rata-rata nilai sebesar (65,
38), sedangkan pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran secara
konvensional (ceramah) diperoleh rata-rata nilai sebesar (55,28) sehingga hasil bel
ajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Kertosari meningkat.
23
1.6. Kerangka Berpikir
Model Pembelajaran example non example yaitu, guru menjelaskan materi
sebagai pengantar, kemudian guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok
untuk mendiskusikan materi yang diberikan. Kemudian setiap kelompok diminta
untuk melakukan presentasi secara suka rela. Dan kelompok mengirimkan
anggota mereka untuk membagikan hasil diskusi kelompok mereka. Kemudian
kembali pada keadaan semula dan materi diakhiri dengan membuat kesimpulan
yang dipandu oleh guru.
Model pembelajaran make a match (mencari pasangan) merupakan salah
satu metode pengajaran yang berbasis cooperative learning yang menarik dan
menyenangkan sehingga siswa dengan mudah memahami pelajaran yang
diberikan khususnya pembelajaran kosa kata dalam mata pelajaran bahasa Inggris.
Pengajaran dengan penggunaan metode make a match (mencari pasangan), siswa
dapat mengilustrasikan apa yang mereka dapatkan sehingga muncul motivasi
terhadap mata pelajaran yang disajikan terutama dalam pembelajaran kosa kata
yang menurut mereka sulit. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang kosa kata dengan
menggunakan metode make a match (mencari pasangan).
Kerangka berpikir model pembelajaran example non example dan make a
match dapat digambarkan sebagai berikut:
24
Bagan 2.3
Kerangka berpikir penggunaan model Example Non Example
Example Non Example
Sintak / langkah – langkah
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
manfaatnya
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
ketersediaannya
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
jenisnya.
Penyajian
Masalah
Eksplorasi
Reaksi
Permasalahan
Analisis
Kemajuan
dan Proses
Mendaur
Ulang
Aktivitas
Kritis
Tanggung
Jawab
Kerjasama
Rasa Ingin
Tahu
Minat Siswa
Muncul
Percaya Diri
Hasil
Belajar
25
Bagan 2.4
Kerangka berpikir penggunaan model Make A Match
Make A Match
Sintak / langkah – langkah
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
manfaatnya
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
ketersediaannya
Mampu
menggolongkan
sumber daya alam
berdasarkan
jenisnya.
Penyajian
Masalah
Menggali
Informasi
Analisis
Kemajuan
dan proses
Penjelasan
Mendaur
Ulang
Aktivitas
Kritis
Tanggung
Jawab
Kerjasama
Rasa Ingin
Tahu
Minat Siswa
Muncul
Percaya Diri
Hasil
Belajar
26
1.7. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban yang masih bersifat sementara dan bersifat
teoritis, hipotesis dapat dilakukan dengan menghubungkan teori yang relevan
dengan kenyataan yang ada atau fakta. Pengujian hipotesis dilakukan untuk
menentukan apakah hipotesis yang diajukan di terima atau ditolak sesuai dengan
keadaan data yang sebenarnya. Hipotesis nihil merupakan hipotesis yang
menyatakan tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan antara variabel, secara
hipotesis dinyatakan dengan H0, hipotesis alternatif diposisikan sebagai bentuk
batasan ilmu pengetahuan setelah diperoleh dari kajian teoritis, secara simbolis
hipotesis alternativ sering dinyatakan dengan Ha. Maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
Ho : Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa kelas IV SD dalam pembelajaran
menggunakan model Example Non Example dan model Make A Match.
Ha : Ada perbedaan hasil belajar siswa kelas IV SD dalam pembelajaran
menggunakan model Example Non Example dan model Make A Match.