20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kerja Wanita Pemandu Karaoke
Wanita pemandu karaoke disadari atupun tidak, ada dalam
realitas kehidupan sosial kita. Dalam sisi kehidupan sosialnya, seorang
pemandu karaoke senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi dan
interaksi dengan dunia sekelilingnya, seorang pemandu karaoke saat
bekerja di room karaoke dengan menggunakan pakaian yang terbilang
sexy, glamour bahkan agak terbuka dilengkapi dengan polesan make
up yang sedikit menor demi mendukung penampilan, mereka pun
dituntut untuk lebih centil dan energik.1 Pemandu karaoke atau purel
bertugas untuk menemani, memandu, menghibur, dan menyediakan
dan menyiapkam musik yang akan dinyanyikan oleh para konsumen
karaoke. Namun, saati ini tugas para pemandu karaoke seakan
bergeser. Pemandu karaoke pastilah identik dengan wantia cantik, baju
mini atau ketat, seksi yang memperlihatkan bentuk tubuhnya dan
dandanan yang menor. Kabar yang beredar dari masyarakat dewasa ini,
mereka tidak hanya menemani para konsumen saja, namun pemandu
1 Darmawan, Aprizal Wahyu. 2017. Kontruksi Sosial Pekerja Purel Karaoke: (Studi Deskriptif
Tentang Arti Purel Pada Para Pekerja Purel Yang Aktif Berstatus Pelajar). Jurnal Sosial
dan Politik vol. 1, no.1, (online, http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
kmnts1675f63c70full) diakses pada 20-08-2019
21
karaoke juga menerima “panggilan” dari para konsumennya. Pemandu
karaoke hanya menemani para konsumen saat menyanyikan lagu.
Dengan perubahan tahun demi tahun, tugas pemandu ini bergeser
menjadi teman ngobrol, bahkan menurut isu yang beredar menjadi
teman kencan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pekerja
pemandu karaoke adalah seseorang yang sengaja dan terencana
melakukan kegiatan berupa pemberian arahan kepada seseorang atau
beberapa orang yang menyanyikan lagu dengan diiringi musik dan
syair yang muncul di layar dan melayani tamu hingga puas. Para wanita
pemandu karaoke, selain menjadi wanita pemandu karaoke ada
beberapa yang berprofesi ganda seperti mahasiswa dan pegawai. Yakni
dalam menjalani kehidupannya dia berperilaku dan bersosialisasi
layaknya seperti tuntutan atau profesi diluar sebagai wanita pemandu
karaoke.
Pemandu Karaoke biasanya bekerja melayani tamu untuk
memilihkan lagu, menemani bernyanyi, mengambilkan makanan
minuman, atau menghubungi bagian lain bila terjadi permasalahan
seperti mic yang tidak rusak atau baterai habis atau hal lainnya. Tidak
semua tempat karaoke menyediakan pemandu karaoke, biasanya
tempat karaoke seperti itu adalah tempat karaoke keluarga. Tempat
karaoke keluarga biasanya seorang pemandu karaoke didoktrin untuk
melayani pelanggan tidak lebih sekedar bernyanyi dengan sopan.
22
Karaoke keluarga disetting dengan ruangan yang lebih terbuka, kaca
pintu lebih lebar dan bisa diliat sepintas dari luar room.
Sekarang ini seorang pemandu karaoke sudah banyak
berkembang berubah dari perkerjaan biasanya. Banyak sekali tempat
tempat karaoke apalagi di kota besar seorang pemandu karaoke biasa
merangkap pekerjaannya selain melayani pelanggan untuk bernyanyi,
seperti diajak kencan oleh pelanggannya. Seorang pemandu karaoke
identik dengan pakaian yang ketat dan seksi menarik perhatian
pelanggan. Pakaian serba mini dan dandanan yang syur tentu akan
menggoda mata melihat, Apalagi bila menemani bernyanyi dan jogged
bersama. Tidak mengherankan bila naluri lelaki normal tergelitik
mencoba untuk mengajak lebih dari sekedar bernyanyi di room
karaoke, bernyanyi sambil berpelukan, berciuman, bahkan bisa terjadi
ada adegan mesum di room karaoke.
Pelanggan yang mau diteman seorang pemandu karaoke untuk
karaoke biasanya dikenakan tarif perjam, untuk tariff pemandu karaoke
berkisar mulai Rp. 100an ribu perjam. Tarif Pemandu Karaoke tersebut
tergantung kelas masing-masing karaoke dan kelas pemandu karaoke,
untuk kelas yang lebih bagus lagi bisa 300-500rb perjam. Tarif
pemandu karaoke tersebut biasanya dibagi untuk pihak karaoke dan
pemandu karaoke, bisanya berkisar 40 sampai 70% dari tarif diberikan
untuk pemandu karaoke, tergantung dari tempat karaoke dan kebijakan
pimpinan. Di tempat karaoke yang ramai seorang pemandu karaoke
bisa melayani 3 sampai 5 jam, apalagi bila pemandu karaoke mau
23
memberikan service lebih tentunya akan dicari pelanggan terus, dan
jam melayani semakin banyak.
Sebab-sebab seseorang menjadi wanita pemandu karaoke yaitu,
permulaan seseorang mau menjadi pemandu lagu biasanya adalah
masalah ekonomi atau kebutuhan uang, namun tidak jarang karena
broken home atau sekedar mencari kesenangan semata. Banyak
pemandu karaoke yang memulai pekerjaannya diusia relatif muda,
bahkan umur 18 tahun sudah menjadi pemandu karaoke dan masih
belum mempunyai KTP. Banyak pemandu karaoke awalnya adalah
pergi atau kabur dari rumah bahkan pergi keluar kota dan orang tua
sudah tidak bisa mengontrol anaknya dan tidak tahu sama sekali apa
yang dilakukan anaknya. Dunia hiburan seperti karaoke menuntut
seorang pemandu karaoke untuk bisa berhadapan dengan sang malam,
tempat karaoke biasanya dibuka siang hari jam diatas jam 12 siang dan
tutup kurang lebih jam 2-3 malam. Tempat karaoke biasanya rame di
malam hari.
2.1.2 Stereotipe Single Parent (Janda)
Kehilangan pasangan hidup akibat perceraian atau kematian
pasangan dapat membuat seseorang menyandang status baru sebagai
janda atau duda. Pada perempuan, status janda adalah satu tantangan
emosional yang paling berat karena di dunia ini tidak akan ada seorang
perempuan yang merencanakan jalan hidupnya untuk menjadi janda,
baik karena kematian suami atau bercerai dengan pasangan hidupnya.
Hidup sebagai janda merupakan hal yang sulit karena di satu sisi
24
mereka harus bertanggung jawab untuk menjadi orang tua tunggal bagi
anak-anaknya dan di sisi lain mereka merasakan beban psikologis dari
masyarakat yang umumnya menganggap kehidupan menjanda sebagai
hal yang negatif.
Status pada dasarnya merupakan suatu kompleks dari
kewajiban-kewajiban dan yang mengandung hak-hak bagi fungsionaris
yang menempatinya. Ditinjau dari sudut tertentu, status adalah posisi
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu kelompok sosial
sehubungan dengan orang-orang lain dalam kelompok itu.2 Kedudukan
atau status seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial atau status
sosial. Status adalah sebagai tempat atau posisi seseorang secara umum
dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain dalam kelompok
tersebut, atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-
kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi
Janda merupakan perempuan yang tidak memiliki pasangan
dan status kesendirian karena berpisah dengan suami setelah
dikumpuli, baik berpisah karena dicerai maupun karena ditinggal mati.
Pria maupun perempuan yang telah menikah dan telah bercampur
kemudian berpisah, baik disebabkan karena perceraian maupun
kematian adalah berstatus sama. Hanya karena frame budaya yang
memberikan kekuasaan kepada pria atas perempuan dan lebih lebih
banyak menunjuk status kaum perempuan sebagai janda.
2 Taneko, Soleman b. 1984. Struktur dan Proses Sosial: Suatu Prngantar Sosiologi Pembangunan.
Jakarta: Rajawali. Hlm; 86
25
Status janda bukanlah posisi yang menguntungkan bagi
perempuan secara biologis, psikologis, maupun sosiologis. Kondisi
yang melingkupi diri kaum perempuan seringkali mengundang
bargaining position kaum ini ketika berhadapan dengan kaum pria.
Kaum janda kadang ditempatkan sebagai perempuan pada posisi yang
tidak berdaya, lemah, dan perlu dikasihani sehingga dalam kondisi
sosial budaya yang patriarkhi seringkali terjadi ketidakadilan terhadap
kaum perempuan, khususnya kaum janda. Secara ilmiah, janda dapat
diartikan seorang perempuan yang pernah melakukan hubungan
biologis, tapi dengan alasan tertentu harus hidup tanpa suami.
Sedangkan berdasar filsafat, bahwa janda adalah perempuan yang
pernah merasakan cinta kasih dan melakukan hubungan intim, tapi
merelakan cinta kasihnya tidak berlanjut dikarenakan masing-masing
memilih jalan hidup sendirisendiri untuk memperoleh kebebasan
masing-masing tanpa suatu ikatan pernikahan.
Secara ontologis, janda merupakan sosok perempuan yang
tidak bersuami, harus menanggung penderitaan secara fisik dan psikis
dari berbagai persepsi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Secara
epistimologi, janda adalah perempuan yang mempunyai fungsi ganda.
Perempuan di satu sisi sebagai ibu dari keturunan yang ditinggalkan
ayahnya, baik melalui perceraian ataupun kematian dan di sisi lain,
merupakan perempuan yang pernah melakukan hubungan biologis
dengan lawan jenisnya, tetapi tidak mendapat perlakuan yang lazim
dari pasangannya sehingga harus melaksanakan fungsi sebagai kepala
26
keluarga. Secara axiologi, janda harus tetap menjaga harkat dan
martabat dirinya ditengah-tengah masyarakat sebagai perempuan yang
pernah bersuami sehingga nasib yang dipandang kurang beruntung itu
harus mampu survifal ditengah-tengah kehidupan tanpa didampingi
pria yang bisa mengayominya. Kehidupan menjanda khususnya
mempengaruhi perempuan karena:
1. Perempuan cenderung hidup lebih lama daripada pria.
2. Perempuan pada umumnya menikahi pria yang leb`ih tua dari
mereka sendiri.
3. Laki-laki tua lebih mungkin menikah kembali dibandingan
perempuan tua.
4. Ada norma-norma sosial yang kuat, yang menentang perempuan tua
menikahi pria muda, dan juga norma-norma yang menentang
perempuan tua menikah lagi.
Wanita dalam perspektif sejarah, agama Hammurabi yang
tersohor di Babilonia memperhitungkan wanita itu satu bahagian dari
hewan peliharaan, yang menjadi milik seseorang. Sebagai bukti
klimaksya dalam menilai kedudukan wanita, ialah adanya suatu
ketetapan bagi masyarakat Babilonia untuk membunuh setiap anak
wanitanya, serta anak orang lain yang berjenis kelamin wanita. Dan
jika tidak dilaksanakan atau ada seseorang yang memaafkannya maka
anak tersebut harus di jadikan budak.3 Sedangkan di kalangan
3 Abbas, Mahmoud Al-Akkad. 1984. Wanita Dalam Al Qur’an. Cetakan II. Jakarta: PT Bulan
Bintang. hlm; 83.
27
masyarakat Yunani Kuno wanita sama sekali tidak memiliki
kemerdekaan dan kedudukan dalam segala sesuatu yang dihubungkan
dengan hak-hak menutut undang-undang. Wanita pada masa itu
ditempatkan pada rumah-rumah yang besar, disuatu tempat yang
terpisah jauh dari jalan raya dan pintunya selalu dijaga.
Masyarakat juga membagi rumah-rumah mereka menjadi dua
bagian dan masing-masing berdiri sendiri, yang satu untuk pria dan
yang satunya untuk wanita.4 Selain itu wanita sama sekali tidak
diperbolehkan untuk terjun dalam dunia pendidikan sebaliknya wanita
pada masa itu baik yang merdeka atau masih berstatus budak hanya
popular sebagai penyayi dan wanita yang bebas. Jika kedudukan wanita
sangat rendah pada masa Yunani Kuno maka lain halnya bagi bangsa
Persia, kaum wanita memperoleh sedikit perlakuan yang lebih baik,
serta pengakuan terhadap hak-hak asasi.
Hanya saja dalam keyakinannya terhadap Agama Zardasyt
orang-orang Persia memandang wanita sebagai mahluk yang tidak suci,
dan karena itu mereka diharuskan menutup mulut dan hidung mereka
dengan sesuatu agar nafas mereka tidak mengotori api suci yang
merupakan sesembahan Agama Persia lama. Kedudukan yang lebih
baik juga dapat kita lihat pada kebudayaan Mesir lama, wanita pada
masa itu memiliki keistimewaan karena wanita diberi hak-hak sama
seperti hak-hak kaum pria. Wanita mesir lama berhak mendapatkan
4 Ibid, hlm; 105
28
harta benda, dan juga berhak mewarisi, serta berhak meimpin rumah
tangganya disaat kepala rumah tangga itu sedang pergi. Sedangkan
kedudukan wanita dalam sejarah Islam mendapat kenikmatan di dalam
nauangannya dengan keutamaan dan derajat yang tinggi berupa
penjagaan dan pemeliharaan. Islam menjamin nilai-nilai kemanusiaan
wanita secara sempurna.
Wanita dalam ragam perspektif, kamus Besar Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa persepsi adalah proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui panca indera. Persepsi seseorang merupakan
suatu proses yang memegang peranan bukan hanya stimulus yang
mengenainnya, tetapi ia juga sebagai keseluruhan dengan
pengangalaman- pengalaman, motivasinya dan sikap-sikap yang
relevan terhadap stimulus tersebut.5 Kartini Kartono mengemukakan
bahwa persepsi adalah proses dimana seseorang menjadi sadar akan
segala sesuatu dalam lingkungannya melalui inderaindera yang
dimilikinya, pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui
interpretasi indera dapat menangkap dan memahami berbagai
fenomena, informasi atau data yang enantiasa mengikutinya.
Sedangkan dengan adanya persepsi memungkinkan individu untuk
memilih, bersikap serta menilai lingkungannya, karena persepsi adalah
proses penafsiran terhadap suatu objek yang dilihat, didengar, dan
dirasakan.
5 Saparinah. 1977. Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang, cetakan 1. Jakarta: Bulan
Bintang. Hlm; 72.
29
Wanita dalam perspektif gender dan feminis, secara bahasa,
kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin.6 Ann
Oakley menambahkan bahwa gender merupakan perbedaan jenis
kelamin berdasar pada konsep kultural, berupaya membuat pembedaan
dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional
antara laki-laki dan wanita yang berkembang dalam masyarakat.
Masyarakat beranggapan bahwa wanita itu emosional, irasional dalam
berfikir, serta wanita tidak bisa tampil sebagai pemimpin (sebagai
pengambil keputusan), maka akibatnya wanita ditempatkan pada posisi
yang tidak strategis (second person).
Feminis sebagai gerakan pada mulanya berangkat bahwa kaum
wanita pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi. Oleh sebah itu mereka
sepakat bahwa hakikat dari perjuangan feminis adalah demi kesamaan
martabat dan kebebasan mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam
maupun di luar. Menurut penilaian para feminis, rumah tangga yang
memposisikan suami sebagai suami terhadap istri sebagaimana yang
telah diyakini umat Islam umumnya, itu merupakan bagian dari bentuk
dominasi laki-laki terhadap wanita yang berimplikasi kesewenang-
wenangan laki-laki untuk berbuat semaunnya terhadap wanita.
Feminisme radikal beranggapan bahwa faktor utama penyebab
pembagian kerja secara seksual adalah sistem patriarki. Bagi feminism
radikal partiarkia adalah dasar dari ideologi penindasan yang
6 Ridwan. 2016. Kekerasan Berbasis Gender, Cetakan 1. Yogyakarta: Pusat Studi Gender. Hlm; 16
30
merupakan sistem hirarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan
superior atas wanita.
2.1.3 Perempuan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Pekerja berasal dari kata “kerja” yaitu aktivitas yang dinamis
dan bernilai, tidak dapat dilepaskan dari faktor fisik, psikis dan sosial.
Kerja merupakan penggunaan proses mental dan fisik dalam mencapai
beberapa tujuan yang produktif. Sementara itu, tujuan yang dimaksud
seperti yang dikemukakan oleh May Smith yang mengatakan bahwa
tujuan kerja adalah untuk hidup, dengan demikian, mereka yang
menukarkan kegiatan fisik atau kegiatan otak dengan sarana kebutuhan
hidup, berarti bekerja. Henderson mengemukakan bahwa manusia
adalah mahluk sosial yang perlu bekerja dan ingin bekerja yang berarti
dapat memberikan dampak fisik dan emosi. Sementara bekerja
merupakan upaya untuk mengisi kualitas hidup.
Istilah pekerja muncul sebagai pengganti istilah buruh, pada
zaman feodal atau zaman penjajahan belanda yang dimaksud dengan
buruh adalah orang-orang pekerja “kasar” seperti kuli, mandor, tukang
dan lain-lain. Jadi pekerja dapat diartikan sebagai tenaga kerja atau
setiap orang yang bekerja dan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam
hubungan kerjadan dan dalam bentuk lain7. Jadi dapat disimpulkan
bahwa pekerja wanita adalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan
7 Soelaeman, Munandar. 2011. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm; 89
31
oleh salah satu jenis kelamin (wanita), untuk mendapat jasa, berupa
imbalan atau upah untuk meningkatkan kualitas hidup.
2.1.4 Pola Asuh
Pola asuh memiliki dua suku kata yaitu pola yang memiliki arti
sistem atau cara kerja, 8 sedangkan asuh berarti menjaga (merawat dan
mendidik) anak kecil.9 Jika diartikan secara satu kesatuan pola asuh
adalah cara menjada anak dengan memperhatikan tumbuh kembang
sang anak hingga anak dewasa. Konsep pola asuh didefinisikan oleh
ahli psikologi diantaranya dijelaskan sala buku Kapita Selekta
Pendidikan Islam oleh Chabib Thoha10, yang mana berisi:
“Sikap orang tua dalam berhubungan dengan anak-anaknya,
sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tuaa
memberikan hadiah kepada anak, cara orang tua memberikan peraturan
kepada anak, dan hukuman, kemudian cara orang tua memberikan
otoritas dan juga cara orang tua memberikan perhatian dan tanggapan
terhadap keinginan anak.”
Pola asuh adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat
ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa
tanggung jawab kepada anak di mana tanggung jawab untuk mendidik
anak ini merupakan tanggung jawab primer. Karena anak merupakan
buah dari buah kasih sayang yang diikat dalam tali perkawinan antara
8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus BesarBahasa
Indonesia; Cet. X. Jakarta: Balai Pustaka, 1999. Hlm; 778. 9 Ibid. hlm; 63. 10 Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam.Cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm;
110.
32
suami istri dalam suatu keluarga. Keluarga adalah satu elemen terkecil
dalam masyarakat yang merupakan institusi sosial terpenting dan
merupakan unit sosial yang utama melalui individu-individu disiapkan
nilai-nilai hidup dan kebudayaan yang utama.11 Demikian peran
keluarga menjadi penting untuk mendidik anak baik dari tinjauan
agama, tinjauan social kemasyarakatan maupun tinjauan individu.
Yang menjadi persoalan sekarang bukan lagi pentingnya pendidikan
keluarga, melainkan bagaimana pendidikan keluarga dapat
berlangsung dengan baik sehingga mampu menumbuhkan
perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang
memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan
mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang
secara optimal. Cara mendidik ini menurut penulis dapat dilihat dalam
tiga pola asuh orang tua terhadap anak yakni pola asuh yang
demokratis, otokratik, dan permisif. Menurut Kohn pola asuh
merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap
ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua
memberikan peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah, cara
orang tua memberikan otoritas dan cara orang tua memberikan
perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak19. Dengan demikian
bahwa yang disebut denagn pola asuh orang tua adalah bagaimana cara
mendididk orang tua kepada anak baik secara langsung maupun tidak
langsung.
11 Langgulung, Hasan. 1986. Manusia Dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-husna.
33
Cara mendidik secara langsung artinya bentuk-bentuk asuhan
orang tua yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian,
kecerdasan, dan keterampilan yang dilakuakan secara sengaja baik
perintah, larangan, hukuman, dan penciptaan situasi maupun
pemberian hadiah sebagai alat pendidikan. Dalam keadaan seperti ini
yang diharapkan muncul dari anak adalah efek-instruksional yakni
respon-respon anak terhadap aktifitas pendidikan itu. Pendidikan
secara tidak langsung adalah berupa contoh kehidupan sehari-hari baik
tutur kata sampai kepada adaptasi kebiasaan dan pola hidup, hubungan
antara keluarga, masyarakat, hubungan suami istri. Semua ini secara
tidak sengaja telah membentuk situasi di mana anak selalu bercermin
terhadap kehidupan sehari-hari dari orang tuanya.
Hourlock, mengemukakan ada tiga jenis pola asuh orang tua terhadap
anaknya, yakni:
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dari cara mengsuh anak dengan
aturan-aturan yang ketat, sering kali orang tua memaksa anak untuk
berperilaku seperti dirinya. Tidak diberi kebebasa untuk bertindak
atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi
dan bertukar fikiran dengan orang tua, orang tua menganggap
bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu
dipertimbangkan dengan anak. Pola asuh yang bersifat otoriter juga
ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak
menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan
34
dengan segala aturan yang ketat dan masih diberlakukan meskipun
sudah menginjak dewasa.
2. Pola asuh demokratik
Pola asuh demokratis dilihat dari adanya pengakuan orang
tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak
selalu tergantung kepada orang tua. Anak diberi kebebasan dalam
mengemukakan pendapat, keinginannya, dan perasaan yang ia
rasakan. Jadi dalam pola asuh ini terdapat kunci yang penting yaitu
komunikasi, antara anak dan orangtua. Adapun ciri-ciri pola asuh
demokratis yaitu:
a. Menentukan peraturan-peraturan seerta disiplin dalam
memperhatikan dan mempertimbangkan alasan yang
dapat dipahami dan diterima oleh anak,
b. Memberi pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu
dipertahankan dan yang tidak baik agar tidak dilakukan
lagi,
c. Membuat keharmonisan dalam keluarga,
d. Membimbing dengan penuh pengertian,
e. Menciptakan suasana yang komunikatif antara anak dan
orang tua serta sesama keluarga.
3. Pola asuh yang permisif
Pola asuh ini dilihat dengan cara orang tua yang cenderung
bebas, anak dianggap debagai dewasa atau muda, ia diberi
35
kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang
dikehendaki. Pola asuh permisif cenderung membuat anak manja
karena membebaskan anak tanpa adanya larangan melakukan
apapun, tidak memberi arahan kepada anak dengan benar dan tidak
mengendalikan anak, tidak memberukan hukuman atau sanksi
kepada anak ketika anak melakukan kesalahan, hidup tidak teratur,
dan tidak memiliki standart nagi perilaku anak. Biasanya pola
pengasuhan yang seperti ini disebabkan oleh orang tua yang terlalu
sibuk dengan kesibukan pekerjaan maupun urusan lainnya yang
akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik.
Anak hanya diberi uang atau materi saja kemudian terserah anak
mau tumbuh dan berkembang seperti apa.
Pola asuh antara anak dan orang tua sangaat dipengaruhi oleh
persepsi anak terhadap apa yang ia terima, alami, dan interpretasi
terhadap motivasi hukuman daru orang tua, karena pada dasarnya setiap
pola asuh yang diterapkan oleh orang tua nantinya akan membawa
dampak dalam kehidupan anak di segala aspek kehidupannya.
Bagaimanapun bentuk dari pola asuh yang diterapkan oleh orang tua ke
anak merupakan pilihan dari orang tua sebagai orang dewasa yang
sudah seharusnya merawat dan membesarkan anak.
2.1.4.1 Pola Asuh dilihat dalam betuk pendidikan dan agama
Pendidikan merupakan sebuah tanggung jawab semua
elemen masyarakat, yang mana tanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan diselenggarakan dengan kewajibannya
36
yaitu “mendidik”, yang artinya bahwa mendidik adalah
membantu anak dalam perkembangannya dalam berbagai aspek
seperti aspek fisik dan psikis dalam upaya menginternalisasi
nilai-nilai yang dilakukan dalam situasi pendidikan yang
didesain seperti di sekolah formal maupun tidak, kemudian
didesain seperti di keluarga dan masyarakat. Proses internalisasi
nilai-nilai inilah yang dimaksud dengan pendidikan dasar untuk
anak, dan tanggung jawab pendidikan secara mendasar
tertumpu pada orang tua, terutama ibu yang dibantu oleh bapak
dalam mendidik anak.
Anak dapat diibaratkan sebagai perhiasan dunia atau
harta yang diberikan oleh Allah SWT, sebagaimana yang
dijalskan adalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 46, yang mana
Allah berfirman; “harta dan anak – anak merupakan perhiasan
kehidupan dunia.” Keberadaan anak yang telah digambarkan
didalam Al-Qur’an tersebut dapat dapat menjadi terwujut jika
orang tua benar – benar mempersiapkan segala sesuatu untuk
tumbung kembang dan segala proses yang berhubungan dengan
anak mereka yang sudah lahir maupun yang masih dalam
proses. Pendidikan, dari moral hinga pendidikan agama,
kemudian gizi, perkembangan kepribadian, serta pola asuh
seperti apa yang akan orang tua terapkan kepada anak. Jika hal
– hal ringan seperti itu tidak diperhatikan oleh orang tua,
nantinya akan menjadi sebaliknya, yaitu bencana dalam
37
keluarga dan akan menjadi ganguan bagi masyarakat umum
maupun seluruh umat manusia.
Islam pun juga memperhatikan pentignya peranan
orangtua dalam memberikan pengarahan tentang perlakuan
yang pantas dan baik kepada anak, hal ini tidak lain karrena anak
madalah amanah sekaligus cobaan, apabila anak diasuh dengan
baik maka akan mendatangkan kebaikan atau kebajikan,
sedangkan ketika anak tidak diasuh dengan baik maka nantinya
akan memberikan kebatilan bagi orang tua, keluarga, maupun
masyarakat luas.
Secara teoritis pola asuh anak memiliki 3 macam jenis
seperti yang sudah dibahas sebelumnya, ada pola asuh otoriter,
demokratik, dan permisif. Ketiga pola asuh anak tersebut
memiliki sebab dan akibat yang berbeda pada setiap penyerapan
anak dan pemicu orangtua melakukan pola yang seperti itu.
Setiap pola asuh memiliki pengaruh besar terhadap
pembentukan kepribadian anak, karena itu pola asuh yang orang
tua terapkan kepada anak nantinya akan menjadi penentu watak,
sikap, dan prilaku anak ketika anak beranjak dewasa. Disinilah
pentingnya pendidikan dalam keluarga yang mana pada
dasarnya perlu aturan yang benar dan memiliki kekuatan
sehingga dapat mengikat semua anggota keluarga untuk
mematuhi dan melaksanakannya, dan ketika ada hal-hal yang
38
tidak seharusnya dan seharusnya dilakukan, disitu pula peran
keluarga dalam menuntun anak-anaknya.
Islam sendiri pada dasarnya sudah memiliki aturan yang
jelas dan benar mengenai pembinaan keluarga, seperti halnya
pendidikan keluarga, mulai dari cara membangun keluarga,
membina keluarga, interaksi pasangan suami istri, berbicara
kepada orang tua, kemudian pola asuh dijalankan dengan
melihatt dua karakter yang berbeda, yaitu orang tua dan anak.
Pada dasarnya Al-Qur’an dan Hadist telah menjadi sumber
pokok dalam ajaran Islam yang mana sudah menggariskan
semua aturan untuk berbagai aktivitas maupun interaksi didalam
sebuah keluarga sebagai salah satu acuan untuk pembinaan
akhlak.
Islam sendiri menjadikan orang tua, khusunya ibu,
umtuk bertanggung jawab penuh pada pendidikan agama
terutama akhlak, moral, maupun pendidikan keislaman dengan
detail untuk anak. Kewajiban untuk beribadah kepada Allah
SWT merupakan ajaran wajib dalam Islam yang mana harus
orang tua ajarkan sejak dini untuk membentuk watak dan
karakter yang akhklakul karimah atau memiliki akhlak yang
baik, dengan dibekalinya pendidikan akhlak, mereka nantinya
akan siap dan peka terhadap segala situasi maupun lingkungan
seperti apapun yang muncul di lingkungan mereka, serta anak
dapat mampu menghadapi segala kemungkinan terburuk dari
39
pengaruh negatif dari lingkungan diluar keluarga mereka seperti
tempat mereka berinteraksi dengan kelompok atau orang baru
maupun lingkukan sosial lainnya.
2.2 Penelitian Terdahulu
1. Deskripsi Kerja Wanita Pemandu Karaoke (Studi Kasus di R & B Karaoke
Surakarta). (Imanuddin, 2018).
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini yaitu
mengenai fenomena karier wanita pemandu karaoke. Disini peneliti sedikit
bisa mengungkapkan sisi lain yang positif dari pemandu karaoke, tidak
semuanya pemandu karaoke itu bekerja sepenuhnya menjadi pemandu
karaoke. Peneliti menemukan beberapa penemuan yang unik dari wanita
pemandu karaoke di R&B karaoke, ada empat kategori yang peneliti
temukan di antaranya: motif wanita pemandu karaoke, perilaku wanita
pemandu karaoke, kondisi keluaraga mereka, masyarakat lingkungan
tempat tinggal mereka, hingga tempat-tempat biasa mereka nongkrong.
2. Model Komunikasi Keluarga pada Orangtua Tunggal (Single Parent) dalam
Pengasuhan Anak Balita. (Sari, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut;
1) Komunikasi verbal yang dilakukan orangtua tunggal kepada anak
balitanya dalam pola pengasuhan menggunakan kata-kata yang mudah
dimengerti anak, bernada lemah lembut, tegas dan dimengerti oleh anak.
Sedangkan komunikasi nonverbal yang dilakukan orangtua tunggal kepada
anaknya adalah memeluk anak saat diajak kerumah keluarga lain, diajak
40
jalan ketempat rekreasi. Orangtua tunggal menuntun anak saat anak
meminta sesuatu atau menunjukkan sesuatu.
2) Pola komunikasi orangtua tunggal kepada anak balitanya dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi saat orangtua berinteraksi dengan anak. Situasi dan
kondisi dalam komunikasi verbal orangtua lebih menunjukkan sikap
perhatian dan kasih sayang. Sedangkan saat melakukan komunikasi
nonverbal orangtua memperlihatkan perilaku memeluk dan menuntun.
3). Model komunikasi keluarga yang dihasil dari orangtua tunggal antara
ayah dan ibu terdapat perbedaan dalam model komunikasi keluarga yaitu;
model komunikasi keluarga yang dilakukan oleh ayah lebih mengunakan
pola protektif dan laizzer-fair, sedangkan model komunikasi keluarga yang
dilakukan oleh ibu lebih mengunakan modifikasi atau gabungan pola
protektif dengan pola pluralistik juga gabungan pola protektif dengan pola
konsensual.
3. Persepsi Masyarakat Terhadap Pekerja Wanita di Tempat Karaoke Princess
Syahrini Kota Makassar (Yanti, 2018).
Hasil Penelitian ini mengemukakan beberapa masalah atau pertanyaan yaitu
mengenai karateristik pekerja wanita di tempat karaoke Princess Syahrini
Kota Makassar. Kemudian dampak bagi pekrja wanita di tempat karaoke
terhadap kehidupan sosial mereka. Jenis penelitian bersifat kualitatif
deskriptif dengan menggunakan pendekatan sosiologis, fenomenologis, dan
teologis. Penentuan sample menggunakan purposive sampling. Sumber data
berupa data langsung yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari pekerja
41
wanita karaoke dari segi pakaian, ekonomi, solidaritas sosial, hingga
karakteristik dari segi agama. Dampak negative pekerja wanita di karaoke
teerhadap kehidupan sosial mereke yaitu adanya penilaian buruk serta
kritikan dan sindiran yang mempengaruhi status mereka di mata
masyarakat.
4. Konstruksi Sosial Pekerja Purel Karaoke (Studi Deskriptif Tentang Arti
Purel padaPekerja Purel yang Aktif Berstatus Pelajar). (Dermawan, 2017)
Jurnal ini membahas mengenai latar belakang terbentuknya purel dan
memahami bagaimana pemaknaan seoorang purel terhadap sebuah perilaku
purel yang berstatus pelajar. Teori yang digunakan yaitu teori kostruksi
sosial oleh Peter L. Berger. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis kualitatis yang bersifat deskriptif. Penentuan informan
menggunakan cara purposive sampling, dan data yang dikumpulkan berupa
wawancara secara mendalam (indepth interview). Hasil dari penelitian ini
mengungkap bahwa realitas fenomena purel pelajar dapat terbentuk dari
tiga tahapan, yaitu ekternalisasi sebagai tahap awal seorang pelajar
mengetahui dan memahami pekerjaan sebagai purel hingga bagaimana
pekerjaan purel tersebut.
5. Perjuangan Hidupsingle parent (Layliyah, 2014.)
Jurnal ini berfokus bagaimana seorang janda menghidupi keluarganya serta
kendala apa saja yang dihadapi dalam memenuhi atau menghidupi
keluarganya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, deskriptif.
Teori yang digunakan adalah teori tindakan sosial oleh Max Weber. Dalam
penelitian ini kendala utama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
42
merupakan masalah ekonomi, karena mereka harus menanggung kebutuhan
hidup keluarga mereka seorang diri.
Tabel. 2.1 Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Temuan Relevansi
1. Deskripsi Kerja
Wanita Pemandu Karaoke (Studi
Kasus di R & B
Karaoke Surakarta) (Imanuddin, 2018)
Berdasarkan dari hasil penelitian
dan pembahasan dalam penelitian ini yaitu mengenai fenomena
karier wanita pemandu karaoke.
Disini peneliti sedikit bisa mengungkapkan sisi lain yang
positif dari pemandu karaoke,
tidak semuanya pemandu karaoke
itu bekerja sepenuhnya menjadi pemandu karaoke. Peneliti
menemukan beberapa penemuan
yang unik dari wanita pemandu karaoke di R&B karaoke, ada
empat kategori yang peneliti
temukan di antaranya: motif
wanita pemandu karaoke, perilaku wanita pemandu
karaoke, kondisi keluaraga
mereka, masyarakat lingkungan tempat tinggal mereka, hingga
tempat-tempat biasa mereka
nongkrong.
Relevansi penelitian sama-
sama mengkaji mengenai perempuan pemandu karaoke
Sehingga peniliti dapat
meneliti pola asuh orangtua tunggal atau janda yang
berprofesi sebagai pemandu
karaoke. Teori yang
digunakan dalam penelitian tersebut adalah structural
fungsional, sedangkan
penelitian ini menggunakan teori kepribadian oleh Carl G.
Jung
2. Model Komunikasi Keluarga pada
Orangtua Tunggal
(Single Parent) dalam Pengasuhan
Anak Balita.
(Sari, 2015)
Penelitian ini berfokus pada cara komunikasi Orangtua tunggal
dalam keluarga. Anak akan
mendapatkan imitasi dari seorang ayah atau seorang ibu sebagai
orangtua tunggal. Sehingga akan
muncul pengambaran dalam memberikan transformasi nilai
kepada anak terutama anak balita.
Berdasarkan hal tersebut
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan
komunikasi secara verbal dan
nonverbal yang di gunakan orangtua tunggal kepada anak
Balitanya dalam kegiatan rutin
sehari-hari.
Penelitian ini mengkaji mengkaji mengenai janda
atau ibu yang merawat
anaknya seorang diri, dalam melakukan penelitian peneliti
mengkaitkan data-data yang
terkait dengan teori konflik oleh Ralf Dahrendorf untuk
Karena pada dasarnya
seorang janda yang memilih
untuk bekerja di tempat karaoke untuk menjadi purel
dapat memunculkan konflik
sosial dalam keluarga
3. Persepsi Masyarakat
Terhadap Pekerja
Hasil Penelitian ini mengemukakan beberapa masalah
atau pertanyaan yaitu mengenai
Relevansi penelitian berada pada pendekatan
penelitiannya, yaitu sama-
43
Wanita di Tempat
Karaoke Princess Syahrini Kota
Makassar (Yanti,
2018).
karateristik pekerja wanita di
tempat karaoke Princess Syahrini Kota Makassar. Kemudian
dampak bagi pekrja wanita di
tempat karaoke terhadap
kehidupan sosial mereka. Jenis penelitian bersifat kualitatif
deskriptif dengan menggunakan
pendekatan sosiologis, fenomenologis, dan teologis.
Penentuan sample menggunakan
purposive sampling. Sumber data berupa data langsung yaitu
observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
sama menggunakan
pendekatan fenomenologis karena penelitian ini
bertujuan untuk melihat
fakta-fakta secara aktual serta
mengungkap makana yang tersembunyi dalam
kehidupan sosial masyarakat.
Penelitian ini menggunakan teori wacana oleh Michael
Foucaoult, sedangkan
penelitian yang akan datang menggunakan teori pilihan
rasional oleh james S.
Coleman.
4. Konstruksi Sosial Pekerja Purel
Karaoke (Studi
Deskriptif Tentang Arti Purel pada
Pekerja Purel yang
Aktif Berstatus
Pelajar) (Dermawan, 2017)
Jurnal ini membahas mengenai latar belakang terbentuknya purel
dan memahami bagaimana
pemaknaan seoorang purel terhadap sebuah perilaku purel
yang berstatus pelajar. Teori yang
digunakan yaitu teori kostruksi
sosial oleh Peter L. Berger. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis
kualitatis yang bersifat deskriptif. Penentuan informan
menggunakan cara purposive
sampling, dan data yang
dikumpulkan berupa wawancara secara mendalam (indepth
interview)
Subjek yang digunakan sama sehingga penile dapat
mengembangkan sserta
mendapat informasi lebih mengenai purel. Namun dalm
perbedaannya berada pada
status subjek yang peneliti
gunakan adalah purel dengan status janda.
44
5 Perjuangan
Hidupsingle
parent (Layliyah,
2014)
Jurnal ini berfokus bagaimana
seorang janda menghidupi keluarganya serta kendala apa
saja yang dihadapi dalam
memenuhi atau menghidupi
keluarganya. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, deskriptif. Teori yang
digunakan adalah teori tindakan sosial oleh Max Weber. Dalam
penelitian ini kendala utama
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari merupakan masalah
ekonomi, karena mereka harus
menanggung kebutuhan hidup
keluarga mereka seorang diri.
Relevansi penelitian ini
dengan penelitian yang akan datang yaitu sama-sama
menggunakan subjek
orangtua tunggal atausingle
parent perempuan atau janda. Bagaimana pola asuh seorang
janda untuk anak-anak
mereka. Teori yang digunakan menggunakan
teori tindakan sosial, namun
penelitian yang akan datang menggunakan teori pilihan
rasional dikarenakan dalam
kasusnya, janda yang dituntut
untuk menghidupi atau mencukupi kebutuhan sehari-
hari keluarganya seorang diri
harus mencari pekerjaan yang menguntungkan dan
mendapat uang secara cepat,
sehingga pilihan-pilihan
yang nantinya dihadapkan kepada subjek itulah yang
nantinya akan diteliti.
2.3 Landasan Teori Pilihan Rasional
Penelitian ini menggunakan teori pilihan rasional oleh James S.
Coleman, yang merupakan teori dalam kajian sosiologi kontemporer.
Alasan peneliti menggunakan teori pilihan rasional ini karena adanya
anomali dalam realitas sosial dalam kehidupan janda yang bekerja sebagai
purel karaoke serta bagaimana pola asuh mereka dalam membesarkan anak
mereka. Judul penelitian ini adalah “Pola Asuh Anak Purel Karaoke
Berstatus Janda” untuk mengetahui realitas sosial kehidupan perempuan
pemandu karaoke di Kota tersebut. Dalam melakukan penelitian peneliti
megnaitkan data-data yang terkait dengan teori pilihan rasional atau
45
tindakan rasional oleh James S. Coleman untuk mengetahui lebih detail
mengenai kebutuhan yang terjadi dikarenakan adanya perubahan social
yang terjadi sebagai hasil dari perilaku sosial yang disebabkan oleh perilaku
individu masing-masing untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada
penelitian ini, peneliti akan mengkaji mengenai pola asuh anak oleh janda
yang bekerja sebagai purel karaoke di Kecamatan Sawahan SurabayaTidak
hanya itu, peneliti juga ingin memberikan gambaran mengenai aktifitas dari
para purel janda tersebut dan juga aktifitas mereka sebagai single parent
atau janda.
Berbicara mengenai motif atau latar belakang dalam menjadi purel,
Karena pada dasarnya berfokus pada individu, Coleman adalah seorang
individualis metodis yang sambil fokus pada faktor-faktor internal pada
fenomena level mikro. Tentunya dari para aktor akan ditemui keberagaman
atas motif atau latar belakang yang akan mereka ungkapkan dalam
penelitian ini. Sehingga peneliti akan mengkajinya dan
mengklasifikasikannya dengan pilihan rasional oleh James S. Coleman yang
mana nantinya akan ditemui beberapa klasifikasi dari tindakan para aktor
pemandu karaoke ini dengan pilihan-pilihan rasional yang mereka pilih
dalam menghidupi keluarga mereka
Orientasi besarnya pilihan rasional Coleman memiliki ide dasar
bahwa “orang-orang bertindak secara sengaja kearah suatu tujuan, dengan
tujuan itu dibentuk oleh nilai-nilai atau pilihan-pilihan” Para aktor akan
melakukan tindakan-tindakan dalam rangka memaksimalkan manfaat,
46
keuntungan serta pemuasan pada kebutuhan-kebutuhan mereka. Oleh
karena itu ada dua unsur yang harus ada dalam teori ini yaitu aktor dan
sumber daya. Tentu sumber daya yang dimaksud dapat dikontrol oleh sang
aktor. Coleman memerinci bagaimana interaksi mereka mendorong pada
level sistem, ini tentu akan menghubungkan isu mikro-makro yang
lainnya.12 Beberapa contoh kasus yang digunakan oleh Coleman untuk
menperjelas bagaimana teori pilihan rasoinal.
1. Perilaku Kolektif
Perilaku kolektif adalah isu makro yang dapat dilihat dari sisi mikro
individu pelakunya. Munculnya perilaku kolektif karena aktor menilai
perlu menyandarkan kepentingan atau tujuannya kepada individu lain
agar mendapat keuntungan yang maksimal tanpa harus malakukan
usaha yang besar.
2. Norma-norma
Norrma dalam kelompok sosial adalah sebuah upaya yang dilakukan
oleh aktor agar individu lain mengontrol kendala dari aktor agar
efektifitas menjadi meningkat dan memunculkan konsensus yang
mencegah ketidak seimbangan.
3. Aktor Korporat
Munculnya seorang aktor korporat adalah upaya dari kelompok
sosial untuk mendorong sang aktor secara bersama-sama. Ketika aktor
12 Ritzer, George. 2012 “Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Smapai Perkembangan Terakhir
Postmodern.” Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm; 128
47
berkompetisi dalam pemilihan maka proses pemumutan suara individu-
individu adalah isu mikro menuju makro.
Teori pilihan rasional oleh Coleman memiliki gagasan dasar bahwa
tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan yang mana tujuan
tersebut merupakan tindakan yang ditentukan oleh preferensi maupun nilai
atau pilihan. Coleman juga menyatakan bahwa aktor memilih tindakan
mereka dengan konsep rasional yang berasal dari ekonomi agar dapat
memaksimalkan kebutuhan, kegunaan maupun keinginan mereka. Aktor
dan sumber daya merupakan dua unsur utama dalam teori Coleman. Sumber
daya merupakan potensi yang ada atau yang dimiliki. Sumber daya tersebut
dapat berupa sumber daya alam, yaitu sumber daya yaang telah disediakan
atau potensi alam yang dimiliki dan juga sumber daya manusia, yaitu
potensi yang ada dalam diri seseorang. Sedangkan aktor adalah seseorang
yang melakukan sebuah tindakan, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
individu yang mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik disebut
aktor. Aktor dianggap sebagai individu yang memiiki tujuan dan juga
memiliki suatu pilihan yang bernilai dasar yang digunakan aktor untuk
menentukan pilihan yaitu menggunakan pertimbangan secara mendalam
berdasarkan kesadarannya, selain itu aktor juga mempunyai kekuatan
sebagai upaya untuk menentukan pilihan dan tindakan yang menjadi
keinginannya. Sedangkan sumber daya adalah dimana aktor memiliki
48
kontrol serta memiliki kepentingan tertentu, yang mana sumber daya juga
sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan oleh aktor.13
Coleman juga menjabarkan mengenaii interaksi antara aktor dengan
sumber daya ke tingkat sistem sosial. Basis minimall untuk sistem sosial
adalah tindakan dua orang aktor, dimana setiap aktor mengendalikan
sumber daya yang dianggap menarik perhatian bagi pihak lain. Aktor selalu
mempunyai tujuan, yang masing-masing bertujuan untuk memaksimalkan
wujud dari kepentingannya yang memberikan ciri saling tergantung pada
tindakan aktor tersebut.
13 Ritzer, George, & Douglas J. Goodman. 2012. Teori Sosiologi Modern Edisi Revisi. Yogyakarta: Kreasi
Wacana. Hlm; 85