5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani “Mathematikos” secara ilmu
pasti, atau “Mathesis” yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan deduktif, di mana
kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraaan, tetapi atas kesimpulan
yang ditarik dari kaidah tertentu melalui deduksi (Ensiklopedia Indonesia).
Dalam garis-garis besar Program Pembelajaran (GBPP) terdapat istilah
matematika sekolah yang dimaksudkan untuk memberi penekanan bahwa materi atau
pokok bahasan yang terdapat dalam GBPP merupakan materi atau pokok bahasan
yang diajarkan pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Direkdidas: 1994).
Soemardjono (2003) menyatakan bahwa “menurut bahasa latin matematika berasal
dari kata Mathanein atau Mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari
sedangkan menurut bahasa Belanda disebut Wiskunde atau ilmu pasti.
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki obyek abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh
sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima. Sehingga
keterkaitan antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas
(Kurikulum KBK,2004: 13).
Tambunan (1987:2-4) menyatakan bahwa matematika adalah pengetahuan
mengenai kuantitas dan ruang. Salah satu cabang dari sekian banyak ilmu yang
sistematis, teratur dan eksak. Matematika adalah angka-angka perhitungan yang
merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika menolong manusia
memperkirakan secara eksak berbagai ide dan kesimpulan. Matematika adalah
pengetahuan atau ilmu penuh logika dan problem-problem menarik. Matematika
membahas faktor-faktor dan hubungannya, serta membahas ruang dan bentuk.
Matematika adalah ratunya ilmu.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa
matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-
5
6
bentuk atau struktur–struktur yang abstrak dan hubungannya di antara hal-hal itu.
Untuk dapat memahami struktur serta hubungannya diperlukan pengajaran tentang
konsep-konsep yang terdapat di dalam matematika. Hal itu berarti bahwa pelajaran
matematika adalah belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan
yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan di antara konsep dan struktur
tersebut.
2.1.2 Pengertian Belajar
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai
tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu
yang ada di lingkungan.
Ngalim Purwanto (1998:84) berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan
yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan yang disebabkan
oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi, sehingga belajar dapat
diartikan sebagai perubahan tingkah laku menjadi lebih baik dengan latihan atau
pengalaman yang dipengaruhi oleh keadaan internal dan lingkungan yang
menghasilkan suatu hasil belajar ataupun kemandirian diri.
Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada individu berkat
adanya interaksi antara individu dengan individu yang lain dan individu dengan
lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya (Uzer
Usman, 1993:5).
Sedangkan belajar menurut Gagne merupakan interaksi antara keadaan
internal dan proses kognitif siswa dengan “stimulus dengan lingkungan”. Proses
kognitif tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan, intelektual, keterampilan
motorik, sikap dan siasat kognitif (Dimyati dan Mudjiono, 2002:3).
2.1.3 Hasil Belajar
Leo Sutrisno (2008:25) mengemukakan “hasil belajar” merupakan gambaran
tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang
7
dieksperimenkan, yang diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada
soal yang disusun sesuai dengan sasaran belajar.
Suyono (2009:8) menyatakan “hasil belajar” dapat dijelaskan dengan
memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil
menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas yang
mengakibatkan berubahnya input secara fungsional”.
Menurut Reigluth sebagaimana dikutip Keller menyebutkan hasil belajar adalah
semua efek yang dapat dijadikan indikator tentang nilai dari penggunaan suatu
metode di bawah kondisi yang berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang sengaja
dirancang. Oleh karena itu hasil belajar merupakan efek yang diinginkan dan bisa
juga berupa efek nyata sebagai hasil penggunaan metode pembelajaran tertentu.
Hasil pembelajaran menurut Reigluth dapat diklasifikasikan menjadi 3 aspek
yaitu:
a. Keefektifan pengajar
b. Efisiensi Pengajaran
c. Daya tarik Pengajaran
Aspek keefektifan pengajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian
siswa pada tujuan pengajaran yang telah ditetapkan, efisiensi biasanya diukur dengan
rasio antara keefektifan dari jumlah waktu dan atau biaya yang dipakai, sedangkan
aspek daya tarik pengajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan
siswa untuk tetap terus belajar (Hamzah B.Uno, 2007:138).
2.1.4 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran atau yang dulu disebut proses belajar mengajar menurut
Muhibbin Syah (dikutip Udin S, Winataputra, 2008:90-91) adalah sebuah kesatuan
kegiatan yang integral dan respirokal antara guru dan siswa dalam situasi
instruksional, guru mengajar dan siswa belajar. Dalam proses pembelajaran terdapat
empat unsur yang saling berkaitan. Empat unsur inilah yang mendasari pengertian
pembelajaran. Pembelajaran adalah proses yang mengkoordinasikan sejumlah
komponen penting pada pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, bahan
pembelajaran, metode dan alat, yang digunakan, serta penilaian pada pembelajaran,
8
agar satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh. Sehingga
menimbulkan kegiatan belajar siswa seoptimal mungkin menuju terjadinya perubahan
tingkah laku siswa sesuatu dengan tujuan yang ditetapkan.
2.1.5 Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah pola (contoh,acuan, ragam) dari suatu yang akan
dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984: 75). Dimensi lain dari model
pembelajaran adalah abstraksi dari sistem sebenarnya dalam gambaran yang lebih
sederhana serta mempunyai tingkat persentase yang lebih menyeluruh, atau model
pembelajaran adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian
pada beberapa sifat kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983:912).
2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman,
dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7).
Sedangkan menurut Slavin (1997) pembelajaran kooperatif, merupakan metode
pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan
heterogen (anwarholil.blogspot.com/pendidikan-inovatif.htm, 06/01/2010).
Eggen dan Kauchak (1993: 319) Mendefinisikan pembelajaran kooperatif
sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling
membantu dalam mempelajari sesuatu.
Macam-macam pembelajaran kooperatif menurut Shlomo Sharan (2009),
antara lain :
2.1.6.1 Pembelajaran Kooperatif Model Team Assisted Individualization (TAI)
Model Kooperatif Komprehensif yang dikembangkan pertama kali dan diteliti
adalah Team Assisted Indivialized-Matematika, (TAI) suatu program yang
menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual untuk
memenuhi kebutuhan dari berbagai kelas yang berbeda Salvin,(1985). Model TAI
dikembangkan Shlomo Sharan (2009:29):
9
a. Agar Team Assisted Individualization (TAI) menyediakan cara menggabungkan
kekuatan motivasi dan kekuatan teman sekelas pada pembelajaran kooperatif
dengan pengajaran individual yang mampu memberi ke semua siswa materi yang
sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dalam bidang matematika dan
memungkinkan mereka memulai materi-materi berdasarkan kemampuannya
sendiri
b. Pengembangan Model Team Assisted Individualization (TAI) untuk menerapkan
teknik pembelajaran kooperatif dalam memecahkan banyak masalah pengajaran
individual. Pada akhirnya model Team Assisted Individualization (TAI)
dikembangkan sebagai cara untuk menghasilkan pengaruh sosial dari
pembelajaran kooperatif yang berdokumentasi dengan baik sambil memenuhi
kebutuhan yang beragam. Slavin, (1990) Team Assisted Individualization (TAI)
dirancang untuk kebutuhan kelas tiga sampai kelas enam, (Shlomo Sharan,
2009:30) tetapi juga digunakan untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi, pada
kelompok-kelompok siswa yang tidak siap mengikuti pembelajaran aljabar yang
sesungguhnya.
2.1.6.2 Pembelajaran Kooperatif Teka-teki Metode JIGSAW
Gagasan pertama penamaan proses kelompok sekonstitusi sebagai “Jigsaw”
dari penggabungan teka-teki untuk menciptakan gambar yang utuh. Shlomo Sharan,
(2009:51) guru bisa merancang aktivitas individu, kelompok kecil, atau seluruh kelas
secara aktif menyatukan hasil belajar para siswa. Misal siswa bisa melakukan
demonstrasi dalam kelompok inti mereka. Guru akan mengajukan pertanyaan untuk
membantu mereka berpikir ulang tentang bagaimana mereka bekerja sama apakah
mereka bisa bekerja dengan cara yang sama atau dengan cara yang berbeda di
masa mendatang.
2.1.6.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan
salah satu pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memeliki tujuan untuk
10
penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagan dalam Ibrahim (2000:28)
dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam susut
pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran mereka tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran
Kooperatif dengan NHT adalah :
a. Hasil belajar akademik struktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
b. Pengakuan adanya pengembangan
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
latar belakang.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang
dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang
lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep
Kagan dalam Ibrahim (2009:29), dengan tiga langkah yaitu :
1. Pembentukan kelompok;
2. Diskusi kelompok
3. Tukar jawab antar kelompok
2.1.6.4 Model Cooperative Learning
Cooperative Learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja
sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan tugas,
atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Bukanlah
cooperative Learning jika siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan
mempersilakan salah seorang di antaranya untuk menyelesaikan pekerjaan seluruh
kelompok. Menurut A Lie (2002:23) Cooperative learning menekankan pada
kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim
dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
Menurut Robert E Slavin, (2009:10) ada beberapa hal yang perlu dipenuhi
dalam cooperative learning agar lebih menjamin para siswa belajar secara kooperatif,
11
hal tersebut meliputi; pertama para siswa yang bergabung dalam suatu kelompok
harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan
bersama yang harus dicapai. Kedua para siswa yang tergabung dalam sebuah
kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah
kelompok dan berhasil tidaknya kelompok itu menjadi tanggung jawab bersama.
Ketiga untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam
kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan maslah yang
dihadapi.
2.1.6.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran Tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions)
merupakan pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti menurut Slavin, (1990)
dan Shlomo Sharan (1990:5). Dengan metode STAD sangat mudah di adaptasi
terutama dalam bidang, matematika, sains, ilmu pengetahuan sosial, teknik pada
sekolah menengah atau perguruan tinggi.
Penggunaan metode, pendekatan atau model pembelajaran harus sesuai
dengan kompetensi, materi, karakteristik siswa, dan kondisi kelas. Ada bermacam-
macam metode, pendekatan, ataupun model pembelajaran yang bisa digunakan.
Metode pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam
menyampaikan materi pelajaran agar siswa dapat memahami materi yang dipelajari.
Pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam
pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang diberikan dapat dipahami oleh siswa.
Model pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam mengelola
kelas pembelajaran agar materi dapat tersampaikan (Erman Suherman, 2003 : 6-7).
Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dikembangkan oleh Robert E.
Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di Johns Hopkins University dan merupakan
pendekatan cooperatif learning yang paling sederhana dan paling mudah dipahami.
Menurut Robert E. Slavin (1995), guru yang menggunakan STAD menyiapkan
informasi akademis baru kepada siswa setiap minggu atau secara reguler, baik
melalui presentasi verbal atau teks.
12
Siswa di kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim belajar,
dengan wakil-wakil dari kedua gender, dari berbagai kelompok rasial atau etnis, dan
dengan prestasi rendah, sedang, dan tinggi. Anggota-anggota tim menggunakan
worksheets atau alat belajar lain untuk menguasai berbagai materi akademis dan
kemudian saling membantu untuk mempelajari berbagai materi melalui tutoring, saling
memberikan kuis, atau melaksanakan diskusi tim.
Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok yang beranggotakan 4 atau 5
orang per kelompoknya yang mempunyai kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya.
Guru memberikan suatu pelajaran, kemudian siswa-siswa di dalam kelompok
memastikan bahwa semua anggota dalam kelompok itu bisa menguasai pelajaran.
Pada akhirnya semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut,
pada saat itu mereka tidak bisa saling membantu satu sama lain. Keseluruhan siklus
aktivitas itu, mulai dari paparan guru, kerja kelompok, sampai kuis memerlukan tiga
pertemuan kelas. Untuk penerapan pembelajaran metode STAD penulis akan
menjelaskan pada bab berikutnya.
Tipe ini menggunakan tim yang terdiri dari 4-5 orang anggota. Setelah guru
menyampaikan suatu materi, siswa yang tergabung dalam tim- tim tersebut
menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Anggota tim menggunakan lembar
kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi
pembelajarannya dan saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan
pelajaran melalui tutorial satu sama lain
atau melakukan diskusi. Setelah menyelesaikan soal-soal, mereka
menyerahkan pekerjaan secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru.
STAD terdiri dari lima komponen utama (Slavin, 1995:71), yaitu presentasi
kelas (class presentation), kelompok (teams), tes (quizzes), skor peningkatan individu
(individual improvement score), dan pengakuan kelompok (team recognition).
a. Presentasi kelas
Presentasi kelas dilakukan oleh guru secara klasikal. Dalam penyampaian
materi, siswa lebih memperhatikan dan berusaha untuk dapat menguasai materi.
Dengan demikian siswa sadar bahwa mereka harus memberikan perhatian
sepenuhnya selama berlangsungnya presentasi kelas, karena dengan melakukan
13
hal tersebut akan membantu siswa mengerjakan tes dengan baik dan nilai tes
yang mereka peroleh akan menentukan nilai kelompok mereka (Slavin, 1995:71).
b. Kerja Kelompok
Kelompok disusun dengan beranggotakan 4-5 orang yang beragam, baik itu
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau etnik. Setelah guru menjelaskan
materi, anggota kelompok berkumpul untuk mempelajari materi yang telah
diberikan tersebut dengan lembar kerja. Pembelajaran melibatkan siswa untuk
mempelajari materi yang diberikan, mendiskusikan bersama-sama, dan saling
membantu antar anggota lain dalam kelompoknya. Belajar kelompok merupakan
unsur yang sangat penting dalam pembelajaran model STAD. Tujuan utamanya
adalah memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep dan materi
untuk mempersiapkan mereka dalam mengerjakan kuis. Dengan menggunakan
lembar kerja kelompok, siswa berdiskusi membahas jawaban dan saling
mengoreksi dalam satu kelompok.
c. Soal Tes Matematika
Setelah 1-2 kali penyajian kelas dan siswa berlatih dalam kelompok, siswa
diberi tes individu. Selama tes berlangsung, antar anggota kelompok tidak
diizinkan untuk saling membantu. Mereka harus bertanggung jawab terhadap diri
sendiri dan memberikan yang terbaik untuk kelompoknya. Skor tes individu ini
menentukan skor kelompok, karena itu setiap anggota kelompok harus dapat
memahami materi dengan baik.
d. Skor Peningkatan Individu
Ide dasar skor peningkatan individu adalah memberikan kepada siswa
suatu sasaran yang dapat dicapai, jika mereka bekerja keras dan mendapatkan
hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Setiap siswa dapat mengembangkan skor
terbaiknya kepada kelompok. Pengelolaan hasil dari kerja kelompok adalah dari
skor awal, skor tes, skor peningkatan, dan skor kelompok. Skor awal diperoleh dari
tes materi sebelumnya, skor tes dari tes individu, sedangkan skor peningkatan
14
didapat dari kaitan skor awal dan skor tes. Jika seluruh anggota kelompok
mengalami peningkatan kemudian dicatat dan dijumlahkan, maka itu akan menjadi
skor akhir kelompok.
e. Penghargaan Kelompok
Menurut Slavin (1995), guru memberikan penghargaan kepada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke
nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok. Cara-cara penentuan nilai
penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut:
1) Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat
berupa nilai tes/kuis atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.
2) Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam
kelompok.
3) Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan
berdasarkan selisih nilai tes dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa
dengan menggunakan kriteria berikut ini.
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan
yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup,
baik, sangat baik, dan sempurna. Kriteria untuk status kelompok (Muslimin dkk,
2000) dalam Widyantini, (2008:9) :
1) Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-rata nilai
peningkatan kelompok <15)
2) Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15 ≤ rata-rata
nilai peningkatan kelompok < 20)
3) Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 (20 ≤
rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25)
4) Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok ≥ 25 (rata-rata nilai
peningkatan kelompok ≥ 25).
Langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran Student Teams-
Achievement Divisions (STAD) yaitu :
15
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen
(campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
2) Guru menyajikan materi
3) Guru memberikan tugas kepada tiap kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-
anggota kelompok. Anggota yang tahu (lebih pintar) menjelaskan pada anggota
lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti
4) Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat
mengerjakan kuis tidak boleh saling membantu
5) Melakukan evaluasi
6) Memberikan kesimpulan.
2.2 Kerangka Pikir
Model pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu
masalah secara bersama. Selain itu pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa
meningkatkan sikap positif dalam matematika. Siswa secara individu dapat
membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi dan menghilangkan rasa
cemas terhadap matematika yang dialami banyak siswa.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD memberi kesempatan kepada siswa
berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan ide, siswa
memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan
keterampilan matematika secara komprehensif dalam kelompoknya. Ketika siswa
melakukan kegiatan-kegiatan matematika untuk menyelesaikan soal yang diberikan
pada kelompoknya, dengan sendirinya akan mendorong potensi siswa untuk
melakukan kegiatan yang mengasah kemampuan matematika siswa ke tingkat
berpikir yang lebih tinggi sehingga pada akhirnya membentuk intelegensi matematika
siswa yang akan berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa yang meningkat.
Kondisi akhir setelah dilakukan tindakan, diharapkan pembelajaran dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dan mencapai standar ketuntasan. Di bawah ini
skema kerangka berpikirnya :
16
Guru / Peneliti
Belum menerapkan metode
kooperatif tipe STAD dalam
pembelajaran
Menggunakan metode
kooperatif tipe STAD
pembelajaran
Metode kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar matematika
kelas IV SD Negeri Kalibalik 03
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pikir
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir dan didukung dengan kajian pustaka, peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut, model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams-Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar matematika
pada siswa kelas IV semester 2 SD Negeri Kalibalik 03 Kecamatan Banyuputih
Kabupaten Batang.