22
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA WUDI
2.1 Keadaan Geografis Desa Wudi
Desa Wudi merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan
Cibal, Kabupaten Manggarai. Jarak Desa Wudi kearah utara dari Ibu Kota
Kabupaten Manggarai 22 km. Prasarana jalan yang menghubungkan Desa Wudi
adalah jalan aspal dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat atau roda
dua. Secara administrasi, Desa Wudi terdiri dari 3 dusun yaitu: Dusun Wudi,
Dusun Kaung, dan Dusun Bea Welu. Dengan luas desa adalah 600 ha, yang
sebagian besar dari wilayah tersebut dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan
perkebunan. Desa Wudi memiliki batas - batas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Welu Kecamatan Cibal
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Compang Ndehes
Kecamatan Wae Ri,i
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rado Kecamatan Cibal
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Benteng Poco
Masyarakat Desa Wudi hidup dengan bertani dan berkebun, dengan lahan
pertanian dan perkebunan yang dibuat menggunakan sistem irigasi dan terasering.
Tanah di wilayah Desa Wudi tergolong tanah yang subur merupakan jenis tanah
latosol, tanah ini cocok untuk pertanian perkebunan. Secara lebih lengkap kondisi
geografis Desa Wudi dapat dilihat pada tabel 2.1.
23
Tabel 2.1
Keadaan Geografis Desa Wudi
No Keterangan Jumlah
1 Jumlah Bulan Hujan 9 bulan
2 Jumlah Bulan Kering 3 bulan
3 Tinggi Tempat Wilayah 870 mdl
4 Bentangan Wilayah Berbukit
5 Luas Wilayah ± 600 ha
6 Suhu Rata-rata 22°
7 Banyak Curah Hujan ± 700 mm
Sumber : Monografi Desa Wudi 2014
Dari tabel 2.1 iklim merupakan keadaan cuaca rata - rata pada suatu daerah
dalam waktu yang relatif lama. Wilayah Desa Wudi umumnya beriklim tropis
yang dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim
hujan berkisar antara bulan Oktober sampai bulan Juni dan musim kemarau
berkisar antara bulan Juli hingga bulan September. Jadi bulan basah berlangsung
selama 9 bulan dan bulan kering selama 3 bulan. Iklim suatu tempat atau daerah
dapat ditentukan berdasarkan perbandingan antara jumlah curah hujan dalam
bulan kering dengan jumlah curah hujan dalam jangka waktu tertentu. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa di Desa Wudi berlaku iklim sedang atau
tropis.
2.2 Sejarah Perkembangan Masyarakat
Orang pertama yang mendiami Desa Wudi adalah seorang pemuda
bernama Lanur. Lanur adalah seorang laki - laki yang berasal dari Portugis.
24
Ketika lama mendiami desa tersebut, pada abad ke 16 daerah Cibal termasuk Desa
Wudi menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan Gowa. Pada saat itu orang
- orang Cibal termasuk Lanur menukarkan hasil pertanian mereka seperti beras
merah, jahe, cengke, kopi, vanili, dengan barang- barang yang dibawah oleh orang
- orang Gowa yakni celana, baju, parang, keris, perhiasan dan lain- lain. Setelah
itu kerajaan Gowa meningkatkat kan hubungan dengan Manggarai menjadi
hubungan yang bersifat politik. Pada saat itu pemerintahan suku yang
mendominasi di daerah Manggarai salah satunya adalah Cibal, dan beranda dari
Cibal sendiri adalah Kampung Wudi. Sebelum masuknya kerajaan Gowa, Cibal
dipimpin oleh seorang kepala suku, akan tetapi setelah Gowa menguasai daerah
Manggarai, pemerintahan kepala suku dirubah dan disesuaikan dengan
pemerintahan Gowa. Struktur pemerintahan terdiri dari empat tingkatan yakni
pemerintahan pusat dipimpin oleh Raja Gowa, Wakil Raja Gowa, Dalu dan
Gelarang.
Di Manggarai terdiri dari 11 Dalu yang dikoordinir oleh empat Dalu
besar salah satunya adalah Dalu Cibal. Dalu merupakan kekuasaan dibawah
wakil raja. Dalu dipilih oleh raja Gowa untuk memimpin salah satu daerah di
Manggarai. Gowa dan Cibal merupakan salah satu dari empat penguasa
pemerintahan suku yang mempunyai pengaruh dan dominasi. Hubungan Gowa
dengan Cibal selain hubungan politik terjadi juga hubungan perkawinan antara
pemuda yang berasal dari Cibal yaitu dari kampung Wudi yang bernama Lanur
dengan putri dari raja Gowa. Sekarang Cibal merupakan Kecamatan dari Desa
Wudi. Sampai saat ini masyarakat Desa Wudi menyebut nama putri Gowa adalah
25
Timung Te,e artinya mentimun yang matang, karena warna mentimun yang
matang seperti emas begitu juga kecantikan putri Gowa seperti emas. Ketika
keduanya sudah kawin banyak orang - orang Gowa yang tinggal di Desa Wudi
Wudi.
Sekarang di Desa Wudi terdapat dua buah rumah gendang yaitu gendang
Lanur (rumah gendang keturunan lanur), dan gendang Wajang (rumah gendang
keturunan Gowa). Adapun benda - benda peninggalan dari Lanur yang sekarang
masi ada yaitu piring, dan Keris. Piring dan keris tersebut disimpan di gendang
Lanur. Menurut cerita masyarakat Desa Wudi piring dan keris tersebut milik
Lanur, karena Lanur adalah orang Portugis maka dia makan dengan menggunakan
piring dan sendok. Keris tersebut didapatnya setelah menjalin hubungan dengan
kerajaan Gowa. Sampai sekarang pada saat upacara Penti (upacara adat yang
berhubungan dengan kegiatan pertanian, terutama sebelum atau pada waktu
musim tanam dan pada waktu memanen hasilnya) masyarakat Desa Wudi selalu
memberi sesajen kepada nenek moyang mereka yaitu Lanur.
Gambar 2.1 compang (tempat persembahan) Desa Wudi ( doc.Very 2010)
26
Gambar 2.2 Rumah Gendang Lanur (doc.Dony 2005)
Gambar 2.3 Piring Lanur (doc. Very 2010)
Gambar 2.4 Keris Peninggalan Lanur (doc. Very 2010)
27
2.3 Demografi
Penduduk merupakan sejumlah orang yang menempati suatu wilayah dan
berinteraksi serta berinterdependensi satu sama lain. Berdasarkan data yang
diperoleh dari lokasi penelitian, jumlah penduduk di Desa Wudi pada tahun 2014
adalah 1.483 jiwa. Persebaran penduduk di Desa Wudi berdasarkan dusun dapat
dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2
Distribusi Penduduk Setiap Dusun di Desa Wudi Tahun 2014
No Nama Dusun Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
1 Dusun Wudi 396 26,70
2 Dusun Kaung 578 38,98
3 Dusun Bea Welu 509 34,32
Jumlah 1.483 100
Sumber: Monografi Desa Wudi Tahun 2014
Berdasarkan tabel 2.2, maka dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk
setiap dusun di DesaWudi adalah sebagai berikut : Dusun Wudi 396 jiwa, Dusun
Kaung 578 Jiwa, dan Dusun Bea Welu 509 jiwa. Berdasarkan penjelasan di atas,
jumlah penduduk yang paling banyak terdapat di Dusun Kaung yaitu 578 jiwa.
Faktor yang mempengaruhi lebih banyaknya penduduk di Dusun Kaung antara
lain sebagai berikut: a) akses jalan yang baik, b) karena letaknya yang strategis,
maka orang mulai berdatangan dan menetap serta berwirausaha.
Berdasarkan jenis kelamin penduduk Desa Wudi terdiri dari penduduk laki
- laki berjumlah 730 jiwa dan perempuan berjumlah 753 jiwa. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
28
Tabel 2.3
Komposisi Penduduk Setiap Dusun Menurut Jenis Kelamin Tahun 2014
No Dusun Penduduk
L % P % Jumlah (Jiwa) %
1 Dusun Wudi 192 48.48 507 52.00 396 26,70
2 Dusun Kaung 297 51.56 281 48.78 576 38,98
3 Dusun Bae Welu 237 46.56 295 57.96 509 34,32
Jumlah 730 49.22 753 50.77 1.483 100
Sumber: Monografi Desa Wudi Tahun 2014
Berdasarkan tabel 2.3, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
perempuan lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki, yakni perempuan
sebanyak 753 jiwa dan laki - laki 730 jiwa. Faktor yang menyebabkan hal tersebut
adalah : a) angka kelahiran bayi perempuan lebih besar dari pada bayi laki - laki,
b) banyaknya laki - laki yang merantau atau mencari pekerjaan di luar daerah.
2.4 Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), sehingga diharapkan dapat mengembangkan suatu kepribadian
yang mandiri karena mempunyai kemampuan, baik kemampuan di sekolah
maupun ketika berada diluar sekolah atau masyarakat. Pada tabel berikut ini
dijelaskan mengenai komposisi penduduk di Desa Wudi berdasarkan tingkat
pendidikan.
29
Tabel 2.4
Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Desa Wudi Tahun 2014
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
1 Tidak/Belum sekolah 263 17,73
2 Belum Tamat Sekolah Dasar 275 18,54
3 Tamat SD/Sederajat 777 52,39
4 Tamat SLTP/Sederajat 83 5,60
5 Tamat SLTA/Sederajat 60 4,05
6 Tamat Perguruan Tinggi 23 1,55
7 Buta Huruf 2 0,13
Jumlah 1.483 100
Sumber: Monografi Desa Wudi Tahun 2014
Dari tabel 2.4, dapat disimpulkan bahwa dari tingkat pendidikan,
masyarakat di Desa Wudi masih berada di bawah rata - rata, dengan jumlah
masyarakat dari yang tidak atau belum sekolah sebanyak 263 orang, belum tamat
SD sebanyak 275 orang, penduduk yang tamat SD sebanyak 777 orang, tamat
SLTP sebanyak 83 orang, tamat SLTA sebanyak 60 orang, tamat perguruan
tinggi 23 orang, dan buta huruf 2 orang. Jika dihitung jumlah penduduk yang
berpendidikan cukup atau telah menempuh pendidikan dasar sembilan tahun
sebanyak 166 orang.
2.5 Sistem Religi
Sistem kepercayaan dalam suatu religi berwujud pikiran dan gagasan yang
menyangkut keyakinan, konsepsi manusia tentang sifat - sifat Tuhan, terwujud
dari alam gaib, tentang terjadinya alam dunia (kosmologi), tentang alam akhirat
(esyatoligi), tentang cirri - ciri kekuatan sakti, roh nenek moyang, roh alam, dewa-
dewa, roh jahat, hantu dan mahluk halus lainnya. Demikian pula dengan
30
masyarakat Desa Wudi di Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai yang masih
memegang teguh kepercayaan terhadap roh - roh leluhur, serta adanya perpaduan
antara penyembahan terhadap roh - roh leluhur dengan penyembahan terhadap
Tuhan (Deki, 2011)
Kepercayaan masyarakat Desa Wudi tidak dapat dipisahkan dengan kultur
agraris yang memiliki keterkaitan erat dengan antara alam dengan seluruh
kehidupan ciptaan. Tanah, gunung, air, iklim yang mempunyai relasi yang tak
terpisahkan dan menyatu dengan kehidupan semua mahkluk. Kepercayaan akan
keterkaitan unsure - unsur itu menyatu dalam berbagai bentuk. Hal ini dapat
dilihat dari kepercayaan asli masyarakat Manggarai khususnya masyarakat Desa
Wudi.
a. Kepercayaan akan roh alam dan roh leluhur
Roh berpengaruh atas berbagai pristiwa dan kejadian yang dialami
manusia dan ciptaan yang lainnya. Kepercayaan akan roh alam ini membawa
masyarakat Desa Wudi kepada keyakinan bahwa roh alam inilah jiwa dari alam
semesta. Selain roh alam yang memiliki identitas yang abstrak dan tak terjamah..
Masyarakt Desa Wudi juga percaya kepada roh leluhur. Roh - roh leluhur ikut
berperan dalam menciptakan keseimbangan kosmos. Itulah sebabnya terhadap roh
- roh ini masyarakat Desa Wudi memberikan penghargaan serta menjalin relasi,
melalui berbagai ritus. Salah satu ritus yang kerap kali dilakukan adalah ritus
Teing Hang/Takung yakni memberi sesajian kepada roh leluhur dan juga roh
alam sebagai bentuk persembahan yang memiliki berbagai maksud, antara lain
meminta keberhasilan, memohon perlindungan, dan juga berupa ucapan syukur,
31
serta dibuat Toto Urat (memperlihatkan usus hewan kurban) yakni sebuah upacara
untuk membaca tanda - tanda yang berkaitan dengan nasib dimasa depan, dengan
melihat bentuk usus ayam, hati sapi, ataupun kerbau, tergantung bahan korban
yang disiapkan. Toto Urat hanya bisa dilihat oleh Ata Pecing (orang pintar).
Roh alam dan roh leluhur sering disebut Naga Golo ( roh kampung) yang
diyakini memiliki peran khusus untuk melindungi masyarakat dari bebagai
macam serangan, entah serangan fisik, dalam peperangan, maupun serangan non
fisik, seperti penyakit, berbagai bentuk Mbeko Janto (racun kiriman melalui
kiriman ilmu hitam yang dimaksudkan sebagai aksi destruktif), bencana alam, dan
sebagainya. Naga golo juga duhubungkan dengan berbagai peristiwa yang
menakjubkan, khususnya bila warga selamat dari bencana. Menurut mitos
masyarakat Desa Wudi, Naga Golo mendiami beberapa tempat, salah satunya
adalah Wae Barong (mata air), olehkarena itu pada beberapa upacara adat, seperti
upacara sebelum membuka lahan baru dalam kegiatan bertani, dan upacara Penti
(syukuran atas panen), masyarakat Desa Wudi melakukan ritual Teing Hang
(memberi sesajen) kepada Naga Golo yang mendiami mata air.
b. Kepercayaan akan adanya roh halus berupa Darat (peri), dan poti (setan).
Alam semesta dipercayai masyarakat Desa Wudi memiliki roh. Mahkluk
halus seperti peri atau bidadari yang disebut Darat merupakan mahkluk halus
yang sering menampakan diri di mata air, atau di sungai yang besar dengan
kedalaman yang tinggi dan angker. Menurut mitos masyarakat setempat Darat
biasanya muncul pada saat letak matahari persis diatas ubun - ubun atau sekitar
32
jam 12 siang hari, karena menurut kepercayaan masyarakat pada saat siang hari
jam 12 sinar matahari sangat panas, dan pada saat itulah para bidadari mandi.
Masyarakat Desa Wudi percaya Darat bisa membantu manusia dalam
pekerjaan tertentu, misalnya untuk memikul atau menyusun batu - batu besar.
Contohnya di Desa Wudi terdapat sebuah batu besar yang di sebut Watu Dari,
yang dipercayai masyarakat Desa Wudi sebagai batu tempat pertama kali nenek
moyang Desa Wudi membangun rumah. Watu Dari terdiri dari beberapa batu
besar yang disusun rapih, dan diatas batu tersebut nenek moyang masyarakat Desa
Wudi membangun rumah. Menurut cerita masyarakat setempat yang mengangkat
batu - batu besar tersebut adalah para Darat. Selain membantu manusia, Darat
juga dapat memberikan malapetaka tertentu. Misalnya ada orang yang tiba - tiba
hilang yang biasa disebut Wendo Le Darat yakni peristiwa Darat (bidadari)
mencuri seseorang, dan akan dikembalikan lagi jika ada ritus tertentu yang dibuat
oleh Ata Pecing (orang pintar). Ritus itu ditandai dengan pemukulan gendang dan
gong. Menurut kepercayaan masyarakat Desa Wudi bunyi gong dan gendang
merupakan bunyi gemuruh, guntur, dan halilintar bagi bangsa Darat. Ketika
mendengar bunyi gong dan gendang para Darat merasa ketakutan, dan
melepaskan orang yang mereka curi.
Selain Darat, ada juga mahkluk halus yang disebut Poti (setan). Poti
merupakan kekuatan jahat yang kerap dinilai indifferent terhadap manusia, yang
sering disebut Jing Da,at atau Poti Wolo (setan jahat) oleh masyarakat setempat.
Jika manusia berpapasan langsung dengan Poti Wolo, maka manusia akan sakit
dan bahkan dapat juga meninggal. Untuk menghindari bahaya lebih besar dari
33
kekuatan Poti, untuk menghindari bahaya yang lebih besar Ata Pecing atau Ata
Mbeko membuat rirual tertentu misalnya ritual Cebong One Wae ulu (mandi di
mata air). Poti juga dapat dipakai manusia yang memiliki kekuatan supranatural
untuk membawa malapetaka bagi orang lain. Di Desa Wudi ada sebuah istilah
yang disebut Rasung (racun) yang berhubungan penggunaan kekuatan magis, dan
melibatkan poti sebagai mediumnya. Aktus memberi Rasung bisa dilakukan
melalui berbagai materi alam misalnya : air, udara, matahari, kayu, tanah, dan
sebagainya. Benda - benda tersebut akan membunuh manusia dengan cara yang
irrasional dan tidak tampak secara kasat mata.
Kehadiran Ata Pecing atau Ata Mbeko (orang pintar) untuk menetralisir
kekuatan magis hitam, dan menolong orang yang terkena magis hitam. Selain Ata
pecing ada juga yang disebut Ata Janto (orang pintar). Ata Janto merupakan orang
yang mempunyai kekuatan supranatural tetapi Ata Janto menggunakan
kekuatannya untuk tujuan desrtuktif. Menurut mitos masyarakat setempat pohon-
pohon besar, dan telaga merupakan tempat tinggal Poti untuk itu pada saat
melewati pohon besar atau telaga masyarakat biasanya membawa jimak supaya
tidak di ganggu Poti.
c. Benda dan ucapan magis
Teknik penyembuhan Ata Mbeko (orang pintar) mengucapkan beberapa
mantra kemudian melakukan gestrikulasi tertentu untuk mengambil air yang
berfungsi untuk membersihkan dari kekuatan jahat, garam untuk menghancurkan
kekuatan jahat tersebut, adapula akar kayu berguna untuk mengikat semua magis
hitam, dan keris untuk membunuh mahkluk jahat yang menyakiti seseorang.
34
Selain itu ada juga benda untuk melindungi seseorang dari kekuatan jahat, yaitu
Jimak (azimat), Jimak mempunyai banyak bentuk yang terungkap dalam benda-
benda seperti batu akik, keris, bandul, tanduk, emas, gigi binatang tertentu, dan
sebagainya. Jimak didapati dari orang pintar ataupun diwarisi secara turun
temurun dari nenek moyang.
Adapula satu jenis mantra yang disebut Krenda. Krenda adalah mantra -
mantra tertentu yang diucapkan oleh masyarakat Desa Wudi pada saat khusus
dengan tujuan untuk membebaskan pengucapnya dari rasa takut dan tertekan oleh
situasi atau pristiwa tertentu. Misalnya Krenda untuk terhindar dari masalah,
Krenda untuk terhindar dari sakit, dan sebagainya. Krenda dapat diucapkan oleh
siapa saja, meskipun Krenda berasal dari Ata Mbeko (orang pintar).
d. Mori Kraeng/Mori Jari Dedek (Tuhan Maha Pencipta)
Hingga saat ini sebagian besar masyarakat Desa Wudi beragama Katholik,
meskipun demikian, kepercayaan akan adanya Tuhan yang mengatasi segalah
kekuatan yang ada, serta menjadii sumber,asal, dan tujuan segalah sesuatu
bukanlah semata-mata karena ajaran Katholik. Sejak dulu masyarakat Desa Wudi
akan adanya Tuhan, yang diungkapkan melalui doa yang biasa dipanjatkan oleh
masyarakat Desa Wudi.
“Denge le Mori agu ngaran, bate jari agu dedek, ite te pu,un par awon,
kolep sale ulun le, wa,in laun, tanah wa, awang eta, torong ata molorn, titong koe
tingo, tura ela Mori wura,baro eta Mori, senget koe lite gesar dami mendi, kaing
dami tegi becur,sor monggong ngelak mata mendi” ( “Dengarlah kiranya oleh
Tuhan penguasa dan pemilik semesta alam, tunjukkanlah kebenaran, bimbinglah
kami agar memperoleh kebenaran. Engkau yang menguasai bumi, dan yang
menguasai terbit hingga terbenamnya matahari, lindungilah kami, kiranya doa
kami dapat di dengar oleh dia yang telah menciptakan leluhur kami, limpahkanlah
kami dengan penghasilan atas usaha dan pekerjaan, sembah sujud kami, sealian
dengan rendah hati, memohon kemurahanMu”).
35
Setelah masuknya agama modern kepercayaan masyarakt desa Wudi dapat
dilihat pada tabel 2.5 berikut:
Tabel 2.5
Persebaran Penduduk Desa Wudi Menurut Agama Tahun 2014
No Agama Jumlah(Jiwa) Presentase (%)
1 Kristen Katolik 1.481 99,87
2 Kristen Protestan - -
3 Islam 2 0,13
4 Hindu - -
5 Budha - -
Jumlah 1.483 100
Sumber: Monografi Desa Wudi Tahun 2014
Berdasarkan tabel 2.5, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa
Wudi menganut ajaran agama Katholik sebanyak 1.481 orang sedangkan agama
Islam sebanyak 2 orang. Hal ini dapat dijelaskan bahwa daerah Flores pernah
diduduki oleh bangsa Portugis, seperti yang kita ketahui, tujuan utama kedatangan
para penjajah adalah untuk mencari kejayaan, kekuasaan dan menyebarkan
agama. Oleh karena itu, maka pada umumnya masyarakat Pulau Flores menganut
ajaran agama katolik, tidak terkecuali masyarakat Desa Wudi.
2.6 Sistem Mata Pencaharian
Pada bidang pertanian, sudah sangat lama dikenal pola perkebunan yang
disebut oleh masyarakat setempat dengan Lingko (kebun komunal atau sistem
pembagian tanah pertanian yang disebut Lodok). Seperti diketahui, masyarakat
Manggarai pada umumnya adalah masyarakat agraris. Secara turun temurun dua
36
jenis tanaman andalan masyarakat adalah padi dan jagung. Selain tanaman padi
dan jagung, hasil - hasil perkebunan lainnya seperti kopi, cengkeh, kemiri, dan
coklat, mendapat tempat sebagai komoditas yang akrab dengan orang Manggarai.
Di samping mengerjakan sawah dan berkebun orang Manggarai juga terkenal
handal dalam beternak kerbau, kambing, babi, dan ayam.
Selain bermatapencaharian sebagai petani dan peternak, juga terdapat
beberapa orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti tenaga medis dan guru. Orang
- orang yang berprofesi sebagai tenaga medis dan guru, juga memiliki kegiatan
sampingan seperti mengurus atau mengolah kebun dan beternak.
Tabel 2.6
Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Wudi Tahun 2014
No Mata Pencaharian Jumlah
(Jiwa) Presentase (%)
1 Petani 799 88,88
2 PNS 24 2,67
3 Wiraswasta 26 2,89
4 Pensiunan 4 0,44
5 Guru Swasta 8 0,89
6 Tukang Batu 21 10,94
7 Tukang Kayu 17 1,89
8 Montir 9 1,00
Jumlah 899 100
Sumber: Monografi Desa Wudi Tahun 2014
Dari tabel 2.6, dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat Desa Wudi
bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini disebabkan karena kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan kondisi ekonomi
masyarakat yang pas - pasan saja, sehingga banyak masyarakat yang mencari
37
nafkah dengan mengandalkan fisik, pengalaman dan pengetahuan dasar seperti
beternak, bertani dan bercocok tanam.
Tabel 2.7
Jumlah dan Jenis Perkebunan Desa Wudi
No Jenis Komoditi Hasil (Ton)
1 Padi 65
2 Jagung 21
3 Pisang 50
4 Kopi 354
5 Cengke 40
6 Lombok 4
7 Singkong 77
Total 611
Sumber : Data Monografi Desa Wudi, Tahun 2014
Pemeliharan ternak pada masing - masing rumah tangga telah membudaya,
seperti babi, ayam, sapi, kerbau, kuda, anjing, kambing,dan lain-lain.
2.7 Sistem Organisasi Sosial Masyarakat
Ada 2 sistem orgaisasi sosial masyarakat yang di terapkan di Desa Wudi
diantaranya :
1. Pemerintahan Adat
Salah satu yang paling penting dalam kehidupan masyarakat Desa Wudi
adalah organisasi sosial, dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Wudi, dikenal
beberapa orang atau jabatan yang bertugas untuk mengatur kehidupan masyarakat
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan adat. Adapun struktur organisai adat di
Desa Wudi antara lain:
38
a) Tua Gendang.
Sebagai perangkat upacara adat, yang mengepalai rumah adat dan
berhak atas gong dan gendang adalah Tua Gendang. Apabila ada urusan
musyawarah, maka musyawarah senantiasa dilaksanakan di rumah adat
(mbaru gendang) dan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan serta
kelancarannya; termasuk yang berhak mengatur boleh tidaknya gong
dibunyikan.
Orang yang menjadi Tua Gendang atau Tua Tembong adalah yang
dipandang bijaksana. Urusan gendang ini juga sangat erat atau terkait
dengan kebun komunal (lingko) yang dikenal dengan prinsip “gendang
one lingko pe’ang”, karena gendang (lingko) itu diakui sah menurut adat,
yang ditandai dengan adanya Tua Tembong yang bertanggung jawab
secara adat dalam pembukaan kebun dimaksud.
b) Tua Golo.
Kampung (beo atau Golo) adalah pola hidup yang menetap pada
suatu tempat pemukiman. Dalam sebuah kampung biasanya terdiri dari
sebuah suku dan lazim disebut Ata Ngara Tana (pemilik tanah). Suku
yang membentuk kampung itulah yang berhak atas tanah di wilayah
tersebut yang luasnya relatif, karena sesuai dengan kekuatan merambah
hutan untuk membuka kebun (lingko).
Orang yang menjadi Tua Golo berdasarkan musyawarah, adalah
dari keturunan yang tertua dari suku tersebut dan berlaku secara turun-
temurun.Tugas atau fungsi dari Tua Golo adalah mengatur tata kehidupan
39
masyarakat kampung dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Dalam
urusan pemerintahan, Tua Golo yang melanjutkan atau membantu kepala
kampung untuk tugas - tugas tertentu antara lain seperti menyelesaikan
sengketa dan kegiatan - kegiatan sosial.
c) Tua Teno.
Tua Teno adalah orang yang bertugas untuk melaksanakan teknis
dalam pembukaan kebun (lingko). Tua Teno ditunjuk oleh anggota klen
(tua panga) yang dipandang mampu dan bijak untuk mengatur
kepentingan bersama dalam pembukaan kebun serta semua urusan adat
yang berpautan dengan kebun (lingko) tersebut. Tua Teno dapat
melaksanakan fungsinya stelah mendapat restu dari Tua Tembong, yang
dimusyawarahkan di rumah adat. Apabila disetujui oleh Tua Tembong,
maka diperintahkan seseorang untuk memukul gong memanggil warga
kampung untuk memusyawarahkan penentuan tempat pembukaan kebun
(lingko).
2. Pemerintahan Desa
Desa Wudi memiliki struktur pemerintahan yang dipimpin oleh seorang
kepala desa dengan masa jabatan selama 5 Tahun. Pada saat melaksanakan
tugasnya, kepala desa dibantu oleh sekretaris desa dan kepala dusun. Desa Wudi
terdiri dari 3 dusun, yang masing-masing dusun dipimpin oleh seorang kepala
dusun. Di desa Wudi terdapat suatu badan yang bernama Badan Perwakilan Desa
(BPD) yang bertugas untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan desa. Struktur
organisasi pemerintahan desa Wudi dapat dilihat pada gambar bagan 2.1
40
Bagan 2.1
Bagan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Wudi
Sumber: Monografi Desa Wudi Tahun 2014
Bagan 2.1, menunjukan bahwa dalam menjalankan dan melaksanakan
tugas pada suatu desa, tugas kepala desa dibantu oleh sekertaris desa dan kepala
dusun. Sekertaris desa terdiri dari kepala - kepala urusan kaur. Kepengurusan
BPD (Badan Perwakilan Desa) dijabat langsung oleh kepala desa yang bertugas
mengelolah perencanaan pembangunan, dan membangun masyarakat untuk
melaksanakan pembangunan yang terpadu.