1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Batik merupakan karya warisan budaya bangsa Indonesia
yang dapat memperkuat identitas bangsa dan telah mengalami
perkembangan seiring dengan perjalanan waktu. Perkembangan
yang terjadi telah membuktikan bahwa seni kerajinan batik sangat
dinamis dan dapat menyesuaikan dirinya baik dalam dimensi
bentuk, ruang, dan waktu.1 Batik sebagai salah satu seni
tradisional Indonesia menyimpan konsep artistik yang tidak dibuat
semata-mata untuk keindahan, tetapi batik juga fungsional
sebagai pilihan busana sehari-hari, untuk keperluan upacara
adat, tradisi, kepercayaan, agama, bahkan status sosial. Di balik
keidahan batik bukan hanya sebagai pemuas mata, melainkan
melebur dengan nilai-nilai moral, adat, tabu, dan agama. 2
Batik tumbuh dan berkembang di Indonesia sebagai
manifestasi dari kekayaan budaya daerah pembatikan, seperti
Surakarta, Yogyakarta, Cirebon, Pekalongan, Lasem, Madura, dan
1 Timbul Haryono, Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dalam
Perspektif Arkeologi Seni (Yogyakarta : ISI Press Solo, 2008), 79. 2 Aep S. Hamidin, Batik Warisan Budaya Asli Indonesia
(Yogyakarta : Narasi, 2010), 3.
2
pada akhirnya batik tidak dapat dipisahkan dari ekspresi budaya
suatu masyarakat pendukungnya.3
Di setiap daerah di Indonesia yang sebagian masyarakat
memproduksi batik, corak dan motif batik satu sama lain berbeda-
beda. Dalam hal ini eksistensinya saling mempertahankan ciri-ciri
seni tradisi, proses teknologinya, dan selera konsumennya. Motif
batik daerah-daerah itu sampai sekarang masih kelihatan jelas
unsur-unsur yang mempengaruhi pertumbuhannya, baik dari
corak, warna, susunan, penempatan hiasan, dan isian pada motif
yang dilukiskan. Dengan motif yang khas, batik di daerah-daerah
itu dapat hidup berkembang dan tumbuh sebagai kegiatan budaya
tradisi, misalnya di daerah Kabupaten Pacitan.
Kabupaten Pacitan merupakan salah satu daerah penghasil
batik tulis yang terkenal karya batiknya berkat “mantri”
perkebunan Belanda bernama Coenraad, yang pada tahun 1880-
an menjalankan usaha batik. Orang asing “mantri” perkebunan
Belanda yang bernama Coenraad itu senang menekuni
pembatikan. Hasil karyanya dikenal dengan nama batik E.
Coenraad.4 Pengaruh gaya Surakarta pada karya-karya batik
Pacitan sangatlah kentara. Namun di luar itu, berkembang juga
gaya Pacitan sendiri, yang ditandai motif-motif tradisional dengan
3 Aep S. Hamidin, (2010), 3. 4 Nian S. Djumeno, Batik dan Mitra : Batik and its Kind (Jakarta :
Djambatan, 1990), 13
3
penggunaan warna-warna dari alam, seperti kulit dan batang kayu
nangka digunakan untuk menghasilkan warna kuning, daun
mangga yang dikeringkan digunakan untuk menghasilkan warna
kuning, serta kulit dan batang pohon tingi menghasilkan warna
kecokelatan khas soga.
Ciri khas batik Pacitan adalah batik tulis halus dengan
menggunakan warna, yaitu warna soga. Warna soga batik Pacitan
di daerah pantai selatan Jawa Timur, cenderung lebih gelap
dibandingkan dengan warna soga dari daerah sebelah utara.5
Batik Pacitan dari daerah pantai Lorok, motif dan warnanya mirip
batik Surakarta, yaitu warna wedelan biru tua dan warna soga
coklat kemerah- merahan.6 Batik Pacitan dikenal karena kualitas
batik tulisnya yang masih mempertahankan penggunaan
peralatan tradisional, yaitu canting.7
Batik Pacitan mengalami perubahan fungsi. Perubahannya
terlihat pada bergesernya penggunaan batik. Batik Pacitan juga
mengalami perkembangan motif karena mendapat pengaruh dari
dalam maupun dari luar. Pengaruh dari dalam berasal dari
5 Nian S. Djumeno, (1990), 13. 6 S.K. Sewan Susanto, Seni Dan Teknologi Kerajinan Batik
(Yogyakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan, 1984), 95. 7 Yusak Anshori dan Adi Kusrianto, Keeksotisan Batik Jawa Timur : Memahami Motif dan Keunikannya (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2011), 208.
4
beberapa perajin muda lulusan perguruan tinggi yang bersedia
kembali ke daerah dan ikut berpartisipasi dalam mengembangkan
batik Pacitan, sedangkan pengaruh dari luar berasal dari motif
daerah lain yang turut memperkaya ornamen batik Pacitan.
Pada tahun 2009 badan dunia yang menangani kebudayaan
dan pendidikan (UNESCO) resmi mengakui batik Indonesia
sebagai Warisan Budaya Tak Berwujud bagi Kemanusiaan
(Intangible Cultural Heritage for Humanity). Sejak saat itu Batik
Pacitan mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik
penyerapan tenaga kerja maupun produksi. Pada tahun 2011,
Kementerian Negara Koperasi dan UMKM mengukuhkan Batik
Pacitan sebagai salah satu produk sandang lokal dengan skala
nasional melalui pendekatan One Village One Product (OVOP).8
Batik Pacitan hingga kini terus berkembang menjadikan
daerah Pacitan yang semula tidak pernah terdengar di daerah luar
sekarang sudah mulai diperhitungkan. Beberapa perajin batik
Pacitan sampai saat ini mengambil langkah strategis dengan
mengembangkan batik tulis yang berorientasi ekspor dan ramah
lingkungan, yaitu batik dengan bahan pewarna alami. Hal ini
diupayakan dengan penanaman pohon pewarna alami. Pemilihan
8 “Profil Produk Unggulan Kabupaten Pacitan” (Pacitan : Dinas
Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pacitan, 2012),13.
5
penggunaan pewarna alami ini dapat mengurangi kuantitas
produk pewarna kimia.9
Kemajuan yang dicapai dalam pengembangan batik tulis
Pacitan tentunya juga berkat dukungan berbagai pihak, salah
satunya dari Bupati Pacitan, yang pada tahun 2010
mencanangkan program bangga pada produk Nasional, sehingga
setiap instansi pemerintah diwajibkan memakai seragam batik
Pacitan. Identitas bangsa tentu lebih dikenal oleh dunia jika akar
budaya tradisi tetap terpelihara, seperti halnya batik Pacitan.
Melihat fenomena ini, kiranya perlu adanya penelitian secara
mendalam tentang seni kerajinan batik Pacitan. Ekspresi estetis
yang turun-temurun dan berkesinambungan dalam perubahan
jaman menjadikan masalah yang menarik dan perlu dibahas
dalam penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang tersebut, ada beberapa masalah yang
menarik antara lain sebagai berikut.
1. Bagaimana perkembangan produk seni kerajinan batik
Pacitan pasca ditetapkannya batik Indonesia sebagai
warisan budaya tak benda oleh UNESCO.
9 “Profil Produk Unggulan Kabupaten Pacitan”, (2012),15.
6
2. Mengapa lembaga budaya pendukung mendorong
kontinuitas dan perubahan seni kerajinan batik Pacitan.
3. Bagaimana dampak perubahan, bentuk, fungsi, dan
produk seni kerajinan batik Pacitan terhadap kehidupan
masyarakat pendukungnya.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang
hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan produk
seni kerajinan batik Pacitan pasca ditetapkannya batik
Indonesia sebagai warisan budaya tak benda oleh
UNESCO.
2. Untuk mengetahui dan memahami lembaga budaya
pendukung apa saja yang mendukung dan mendorong
kontinuitas dan perubahan seni kerajinan batik Pacitan.
3. Untuk mengetahui dampak perubahan, bentuk, fungsi,
dan produk seni kerajinan batik Pacitan terhadap
kehidupan masyarakat pendukungnya.
7
D. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian dilakukan, hasilnya diharapkan
bermanfaat sebagai berikut.
1. Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian akan sangat berguna
untuk menambah ilmu pengetahuan tentang
perkembangan seni kerajinan batik Pacitan, baik
mengenai peran lembaga budaya, produksinya, dan
pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi
pendukungnya.
2. Bagi Institusi Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan
dan Seni Rupa UGM, diharapkan hasil penelitian dapat
dijadikan bahan referensi untuk memperluas apresiasi
dan literatur kepustakaan di bidang batik.
3. Bagi masyarakat Indonesia, diharapkan penelitan ini
dapat mengukuhkan eksistensi seni kerajinan batik
Pacitan, dengan berbagai bentuk motif dan fungsinya,
sebagai karya seni bernilai luhur, yang lebih lanjut
memberikan inspirasi bagi pengembangan industri kreatif
di Indonesia, terutama di wilayah Kabupaten Pacitan
Jawa Timur.
8
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang berhubungan tentang batik dan
karakteristik motif suatu daerah cukup banyak, yang memberikan
informasi mengenai hasil penelitian tentang batik Pacitan yang
telah dilakukan sebelumnya. Beberapa hasil penelitian itu dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Shinta Madyas Sari (2012) menulis skripsi dengan judul
“Eksplorasi Pewarnaan Alami Buah Pace (Morinda Citrifolia L)
menggunakan Fiksator yang berbeda untuk Batik Tulis di
Pacitan”. Penelitian ini difokuskan pada hasil warna buah pace
dengan mengunakan fiksator yang berbeda, yaitu tunjung, kapur,
tawas dan cuka sebagai bahan pewarna batik tulis di Pacitan.
Pandu Pratama (2012) menulis skripsi dengan judul
“Perilaku Ekonomi Rasional Pengusaha UKM Batik Tulis Puri
Terkait Program OVOP/One Village One Product (Studi di Desa
Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Jawa
Timur)”. Dalam penelitian ini dibahas berbagai hal, antara lain
yang terkait dengan perilaku ekonomi rasional, terkait One Village
One Product (OVOP) berhubungan dengan kendala di bidang
produksi, kendala permodalan awal, masalah cuaca, pencurian
motif karena tidak dilindungi hak cipta, adanya permintaan yang
berlebih dari konsumen, dan di bidang distribusi meliputi masalah
penitipan barang yang tidak dikembalikan, ketelitian pembeli
9
melihat hasil produksi dan ketidak-jujuran unsur pejabat
pemerintah.
Buku kajian batik yang menjelaskan seni kerajinan batik
Pacitan, dapat ditemukan pada tulisan S.K. Sewan Susanto
tentang Seni dan Teknologi Kerajinan Batik (1984). Dalam buku ini
dijelaskan bahwa seni batik di daerah Pacitan berkembang pada
zaman pemerintahan Belanda, yang mana sering terjadi usaha
menentang penjajah, peperangan setempat, perpindahan
penduduk, dan pengungsian ke daerah lain. Dijelaskan pada
zaman Perang Diponegoro (1825-1930), banyak para bangsawan
dan rakyat yang mengungsi ke berbagai daerah. Para pengungsi
ini membawa tradisi membatik sehingga keterampilan membatik
menjadi tersebar, seperti ke daerah Tasikmalaya, Banyumas,
Nglorog (Pacitan), Trenggalek, Pilang Kenceng Madiun, Tuban,
Madura, dan Tembayat. Batik Pacitan dari daerah pantai Nglorog,
motif dan warnanya seperti batik Surakarta, yaitu warna wedelan
biru tua dan warna soga coklat kemerah-merahan. Selain itu juga
dijelaskan bahwa batik di Indonesia telah ada sejak zaman
dahulu, hingga saat ini telah berkembang dan merupakan karya
budaya nasional. Masalah seni batik dibicarakan dalam beberapa
bagian, yaitu (1) Pengertian, fungsi, sejarah, dan
perkembangannya; (2) Motif dan warna batik; (3) Bahan, alat, dan
cara membuat batik; dan (4) Penggolongan kain batik, mutu, dan
10
standar batik sandang, serta pengujiannya. Uraian tentang batik
Pacitan yang disampaikan pada tersebut masih singkat dan
kurang mendalam.
Buku yang ditulis Yusak Anshori dan Adi Kusrianto berjudul
Keeksotisan Batik Jawa Timur : Memahami Motif dan Keunikannya
(2011), memberikan pemahaman tentang keeksotisan serta
keunikan motif-motif batik yang ada di Jawa Timur. Mereka
berusaha mendeskripsikan dan mengapresiasi motif, warna,
maupun tema batik masing-masing daerah di Jawa Timur, dengan
harapan tidak hanya dapat menikmati keindahan batik tetapi juga
dapat memahami motif yang ada di dalamnya, serta mampu
memberikan penilaian baik atau tidaknya terhadap suatu motif
karena sesungguhnya tidak ada karya seni yang buruk, melainkan
belum menemukan sudut pandang yang tepat. Dalam buku ini
dijelaskan proses pembuatan batik pada umumnya yang berguna
sebagai referensi pembuatan batik Pacitan pada asal mula
keberadaannya.
Sebuah buku yang ditulis Nian S. Djumeno yang berjudul
Batik dan Mitra : Batik and its Kind (1990), memberikan penjelasan
secara jelas tentang sejarah, perkembangan, dan beberapa hal
yang mempengaruhi perkembangan motif batik. Selain sejarah dan
perkembangan juga dibahas secara singkat beberapa wilayah
persebaran seni kerajinan batik serta ciri-ciri seni kerajinan batik
11
di beberapa wilayah Indonesia. Dari tulisan ini didapatkan
beberapa informasi untuk mengklasifikasikan ciri-ciri batik dari
suatu tempat, terutama ciri khusus batik Pacitan.
Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, dan beberapa sumber buku yang dijadikan sebagai
tinjauan pustaka tersebut, belum ditemukan analisis yang
membahas tentang kontinuitas dan perubahan bentuk motif, serta
fungsi batik Pacitan. Dengan demikian orisinalitas penelitian ini
dapat dipertanggung-jawabkan.
F. Landasan Teori
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menganalisis
kontinuitas dan perubahan bentuk motif, fungsi batik Pacitan, dan
dampak sosialnya yang terjadi di sentra industri seni kerajinan
batik Pacitan.
Beberapa teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini
adalah teori budaya dari Raymond Williams, teori perubahan
sosial dari Alvin Boskoff dan Soerjono Soekanto, dan teori estetika
tentang bentuk dan fungsi seni yang dikemukakan oleh Edmund
Burke Feldman. Uraian ketiga teori serta alasan digunakannya
teori-teori di atas sebagai landasan diuraikan sebagai berikut.
Teori budaya yang dikemukakan Williams yang terdapat
dalam bukunya yang berjudul Culture, tahun 1981. Teori ini
12
menjadi landasan pokok dalam mengkaji kontinuitas dan
perubahan bentuk, fungsi, dan produk batik Pacitan sebagai salah
satu unsur budaya yang tidak lepas dari dinamika perubahan
sosial masyarakat Desa Cokrokembang dan Desa Wiyoro secara
keseluruhan. Williams membagi analisis sosiologinya dalam tiga
aspek pokok, yaitu : (1) lembaga kebudayaan (institutions), (2) isi
kebudayaan (content), dan (3) efek kebudayaan (effect).10
Lembaga budaya membahas masalah institusi budayanya,
siapa yang mengontrol dan bagaimana kontrol itu dilaksanakan.
Lembaga budaya menurut Kuntowijoyo mempersoalkan siapa yang
menghasilkan produk budaya, siapa yang menjadi patronnya,
siapa yang melakukan kontrol dan bagaimana kontrol tersebut
dilakukan.11 Konsep terurai di atas relevan untuk mengkaji siapa
saja yang telah berjasa dalam memacu para perajin
mengembangkan produk budaya tersebut. Dalam hal ini,
pembahasan seni kerajinan batik Pacitan, ditelusuri dari siapa
saja pihak-pihak yang berperan, baik itu perajin yang menjadi
pionir dalam memulai usaha seni kerajinan batik Pacitan,
budayawan, pimpinan lembaga, akademisi kampus, dan pebisnis
yang terlibat.
10 Raymond Williams, Culture (Glasgow : Fontana Paperbacks,
1981), 17. 11 Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana, 1987), 5.
13
Isi budaya membahas apa yang dihasilkan. Isi budaya yang
diulas berdasarkan teori ini adalah deskripsi atas objek hasil
produk seni kerajinan batik Pacitan. Analisis ini dipadukan
dengan analisis fungsi estetik Feldman seperti yang dikemukakan
di awal khususnya yang berhubungan dengan fungsi produk.
Efek budaya membahas apa yang diharapkan dari proses
budaya tersebut.12 Williams menjelaskan bahwa efek budaya juga
dapat menjadi indikator kebijakan.13 Dalam hal ini seni kerajinan
batik Pacitan dianalisis dampaknya selain terhadap perajin dan
kehidupan masyarakat juga pengaruhnya terhadap penentuan
kebijakan dan pengambilan keputusan pengembangan Desa
Cokrokembang dan Desa Wiyoro menjadi sentra kerajinan batik
Pacitan.
Teori lain yang digunakan untuk mengupas aspek
kontinuitas dan perubahan seni kerajinan batik Pacitan
menggunakan teori perubahan sosial Boskoff “Recent Theories of
Social Change”. Di dalam buku Sosiology and History : Theory and
Research yang ditulis bersama Werner J. Cahnman, dipaparkan
bahwa perubahan dapat berasal dari dalam (internal theories of
social change) maupun luar (external theories of social change).
Dalam buku ini, teori perubahan internal telah pula dijelaskan
12
Kuntowijoyo, (1987), 5. 13
Raymond Williams, (1981), 20.
14
oleh Arnold Toynbee yang mengatakan bahwa perubahan yang
paling penting pada masyarakat sebenarnya bersifat internal. Satu
hal yang perlu diperhatikan menurut Toynbee bahwa perubahan
itu dapat berupa pertumbuhan dan dapat pula berupa
kehancuran.14
Selain menggunakan teori perubahan sosial dari Boskoff
penelitian ini juga menggunakan teori perubahan sosial yang
dikemukakan oleh Soekanto. Dikatakan oleh Soekanto bahwa
kontinuitas berarti kelangsungan kebiasaan-kebiasaan lama yang
dipertahankan atau dipelihara oleh tradisi sosial yang ditanamkan
pada generasi penerus melalui sosialisasi, renovasi, dan inovasi.
Perubahan berarti perubahan norma-norma, pola perilaku
masyarakat, tingkat-tingkat lapisan masyarakat, kekuasaan dan
wewenang, serta interaksi sosial budaya.15 Teori ini digunakan
untuk menggali kehidupan sosial budaya masyarakat desa
Cokrokembang desa Wiyoro secara mendalam serta menemukan
dampak perubahan yang terjadi pada masyarakat Desa
Cokrokembang dan Desa Wiyoro.
Teori estetik dan konsep pemikiran yang dipandang dapat
dijadikan acuan untuk mengkaji produk seni kerajinan batik
14
Werner J. Cahnman dan Alvin Boskoff, Sosiology and History: Theory and Research (London: The Free Press of Glencoe, 1964), 140-155.
15 Soerjono Sekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial (Jakarta:Raja-wali, 1983), 26.
15
Pacitan, menggunakan teori estetik dari Feldman, terutama
kaitannya dengan bentuk (struktur) dan fungsi seni. Menurut
Feldman, (struktur) bentuk seni meliputi: (1) elemen visual
membahas tentang garis, bentuk, dan warna; (2) elemen organisasi
membahas tentang kesatuan, keseimbangan, irama, dan proporsi;
(3) elemen perasa membahas tentang empati, psikis jarak,
gabungan dan pendiri, persepsi karya seni.16
Pembahasan aspek fungsi seni dalam penelitian ini
menggunakan teori estetik Feldman, yang membagi fungsi seni
menjadi tiga: (1) Fungsi personal; (2) Fungsi sosial; (3) Fungsi
fisik.17 Fungsi personal adalah seni sebagai suatu alat atau bahasa
untuk mengekspresikan perasaan dan ide-ide, berkaitan dengan
situasi yang mendasar, hubungan spiritual dan ekspresi estetis.
Fungsi sosial seni adalah karya seni itu memiliki fungsi sosial
apabila karya seni itu mencari atau cenderung mempengaruhi
perilaku kolektif orang banyak, karya seni itu diciptakan untuk
dilihat atau dipakai, digunakan khususnya dalam situasi-situasi
umum, karya seni itu mengekspresikan atau menjelaskan aspek-
aspek tentang eksistensi sosial atau kolektif sebagai lawan dari
bermacam-macam pengalaman personal maupun individu. Fungsi
16 Edmund Burke Feldman, Art as Image and Idea (New Jersey:
The University of Georgia Prentice Hall, Inc, Englewood Clift, 1967), 219. 17 Edmund Burke Feldman, (1967),2-3.
16
fisik seni adalah suatu ciptaan objek-objek yang dapat berfungsi
sebagai wadah atau alat.
G. Metode Penelitian
Dengan berpusat pada rumusan masalah serta tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini seperti yang telah dikemukakan
di atas, maka penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu berusaha
mencari data sebanyak-banyaknya yang ditemukan di lapangan.
Fokus kajian penelitian ini adalah hal yang terkait dengan
kontinuitas dan perubahan bentuk, fungsi, dan produk batik
Pacitan, serta dampak sosialnya. Untuk mengupas hal tersebut
diperlukan data kualitatif. Dalam bukunya R.M. Soedarsono yang
berjudul Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa
(2001) secara lengkap membahas permasalahan metodologi
penelitian yang sering digunakan dalam bidang seni pertunjukan
dan seni rupa. Penjelasan mengenai berbagai pendekatan sangat
membantu dan dapat digunakan dalam melakukan penelitian
kualitatif, dengan pendekatan multidisiplin, juga disinggung
masalah yang berkaitan dengan data kualitatif dan sumber data
17
lainnya. Untuk menganalisis data yang ditemukan di lapangan
ialah diseleksi yang baik dan sesuai kebutuhan.18
Untuk dapat mengumpulkan data yang akurat tentang
kontinuitas dan perubahan bentuk motif, fungsi produk, serta
dampak sosial seni kerajinan batik Pacitan, maka dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara pengumpulan data yang dianggap
relevan dengan permasalahan di atas. Pengumpulan data
ditempuh melalui studi pustaka, telaah dokumen tertulis dan
arsip, dokumen fotografi dan data visual lainnya, dan benda-benda
artifact, serta benda kenangan lainnya. 19
1. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Ngadirojo,
Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, yaitu :
a. Perusahaan Batik Tulis Puri, Desa Cokrokembang.
b. Perusahaan Batik Tulis Tengah Sawah, Desa Wiyoro.
Alasan pemilihan kedua lokasi sentra batik tulis Pacitan
tersebut karena berdasarkan statistik data Dinas Koperindag
Kabupaten Pacitan Tahun 2013, yaitu :
18 R.M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan
Seni Rupa (Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2001), 127.
19 SP. Gustami, Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara, Kajian Estetik Melalui Pendekatan Multidisiplin (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2000), 35.
18
a. Sentra batik tulis Puri dan Tengah Sawah berada dalam satu
wilayah Kecamatan Ngadirojo.
b. Sentra batik tulis Puri lebih unggul dalam penyerapan jumlah
tenaga kerja dibanding sentra batik tulis yang lain.
c. Sentra batik tulis Tengah Sawah berhasil meraih prestasi pada
ajang lomba desain batik khas Jawa Timur yang
diselenggarakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi Jawa Timur.20
2. Batasan Subjek dan Objek Penelitian.
Subjek penelitian ini adalah para perajin batik, para
perempuan pembatik, dalam lingkup Kecamatan Ngadirojo. Objek
penelitian mencakup produk-produk seni kerajinan batik Pacitan,
pemikiran-pemikiran atau gagasan dari para perajin, pengelola
usaha dan kebijakan pemerintah maupun kondisi sosial, budaya,
ekonomi, politik yang mempengaruhi, berikut hasil eksplorasi
buruh, petani, dan jenis produksi sebagai upaya pengembangan
pasca ditetapkannya batik Indonesia sebagai warisan budaya tak
benda oleh Unesco.
20
“Profil Produk Unggulan Kabupaten Pacitan”, (2012), 28.
19
3. Spasial dan Temporal Penelitian
Pembatasan penelitian ini diperlukan agar tercapai
penelitian yang mendalam, baik secara spasial maupun
temporalnya. Batasan spasial penelitian ini adalah seni kerajinan
batik di wilayah Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, sedang
batasan temporal adalah antara tahun 2009-2013. Pembatasan ini
didasarkan atas masalah yang terkait kajian kontinuitas dan
perubahan bentuk motif dan fungsi batik Pacitan, serta beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangannya, sehingga
pengamatan hanya terbatas pada sisi kontinuitas dan perubahan
bentuk motif, fungsi produk, dan dampak sosial batik Pacitan,
serta beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan dan
kelangsungannya.
Metode sejarah juga digunakan dalam penelitian ini untuk
mengetahui tentang sesuatu yang terjadi di masa lampau dan
menjelaskan secara diakronis yang meneliti gejala-gejala
memanjang dalam dimensi waktu, tetapi dalam ruang yang
terbatas. Adapun secara sinkronis meneliti gejala-gejala yang
meluas dalam ruang, tetapi dalam waktu yang terbatas.21
21
Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2008), 5.
20
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data tersebut digunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut.
a. Pelacakan Sumber Tertulis
Sumber tertulis dapat berupa buku, artikel, tesis, desertasi,
surat kabar, majalah, makalah seminar, data dari situs internet,
dan foto koleksi pribadi perajin. Dengan adanya sumber tertulis
tersebut diperoleh data lebih awal terkait dengan objek
penelitian.22
b. Pelacakan Sumber Lisan
Sumber lisan dapat berupa wawancara untuk memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan
dengan menggunakan interview guide (panduan wawancara)23 atau
bisa juga dilakukan wawancara tanpa panduan. Wawancara
adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan.24
22
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), 159.
23 M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1989), 234.
24 Lexy J. Moleong, (2004), 186.
21
Dalam penelitian lapangan peneliti datang langsung ke
pemilik perusahaan batik tulis, para perempuan pembatik,
pegawai kecamatan, pamong desa dalam lingkup Kecamatan
Ngadirojo, dan budayawan, dengan menggunakan beberapa alat
bantu yang berupa buku, bolpoint, kamera, dan tape recorder.
Alat-alat bantu yang digunakan tersebut dapat mempermudah
dalam memperoleh data secara optimal saat melakukan
wawancara.
c. Pelacakan Sumber Visual
Sumber artefak dapat berupa dokumen karya, di ruang
pamer perusahaan, bengkel kerja perajin, dan koleksi perajin
sebagai data primer. Adapun sumber selain itu diperoleh dari
penjelasan para pemerhati dan budayawan setempat.
5. Analisis Data
Analisis data adalah proses yang dilakukan untuk
mengorganisasikan data.25 Semua data tentang kontinuitas dan
perubahan bentuk motif, dan fungsi batik Pacitan, terdiri dari
catatan lapangan, foto, artikel, hasil wawancara, dan lain-lain.
Model analisis data dalam penelitian yang digunakan adalah
analisis data interaktif dari Miles dan Huberman. Model ini
25Lexy J. Moleong, (2004), 247.
22
didasari oleh tiga langkah alur kegiatan yaitu: reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.26
a. Reduksi Data
Reduksi data sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan informasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi
dilakukan sejak pengumpulan data yang tersedia dari berbagai
sumber yaitu wawancara, pengamatan yang dituliskan dalam
catatan lapangan, dokumen pribadi, laporan, tulisan media massa,
dan foto dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,
menelusuri tema, menulis memo, dan lain sebagainya dengan
maksud menyisihkan data / informasi yang tidak relevan. Reduksi
data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkam,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi atau
disimpulkan.
b. Penyajian Data
Penyajian data dapat berupa pendeskripsian sekumpulan
informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data
26Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data
Kualitatif, Terjemahan Tjetjep Rohendi (Jakarta: Universitas Indonesia, 1992), 16.
23
kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajian juga
dapat berbentuk gambar, tabel, dan bagan. Semuanya dirancang
guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang
terpadu dan mudah dipahami.
Untuk menganalisis data serta membuat kesimpulan
kebentukan (formal) diambil beberapa contoh karya seni kerajinan
batik dan beberapa orang yang bisa dianggap mewakili para
perajin batik di Desa Cokrokembang dan Desa Wiyoro, Kecamatan
Ngadirojo, Kabupaten Pacitan. Pengambilan contoh tersebut
berdasarkan kriteria yang paling banyak diproduksi dan paling
banyak diminati konsumen di pasaran. Untuk perwakilan perajin
dipilih yang konsisten dalam bidang usaha seni kerajinan batik,
dan produktivitas perajin dalam berkarya batik.
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan dan
verifikasi merupakan kegiatan di akhir penelitian. Makna maupun
kebenaran kesimpulan disepakati oleh subjek dimana penelitian
itu dilakukan. Makna yang dirumuskan diuji kebenarannya,
kecocokannya, dan kekokohannya. Makna yang dirumuskan
menggunakan pendekatan etik dan emik, yaitu dari kacamata key
informan / informan / subjek penelitian, dan bukan penafsiran
makna menurut pandangan peneliti. Sebab suatu makna tidak
terlepas dari konteks dari hal yang dimaknai.
24
H. Sistematika Penulisan
Guna mempermudah dalam menyusun data hasil penelitian,
maka digunakan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab,
antara lain dijabarkan secara sistematis sebagai berikut.
Bab I merupakan pengantar yang berkenaan dengan tentang
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab II berisi penjelasan tentang, (A) Kondisi geografis; (B)
Kondisi demografis; (C) Sosial budaya masyarakat Pacitan; (D)
Sejarah seni kerajinan batik Pacitan.
Bab III memberikan penjelasan berbagai lembaga yang
berhubungan dengan aktivitas kreatif pembuatan seni kerajinan
batik Pacitan yang terdiri dari, (A) Perajin batik, yang terbagi
menjadi parajin ahli, perajin buruh dan perajin pengusaha; (B)
Sponsor, yang terdiri dari lembaga pemerintah dan lembaga
swasta; (C) Pasar, yang meliputi pasar lokal, nasional, dan
internasional.
Bab IV menjelaskan produk seni kerajinan batik Pacitan, (A)
Proses produksi seni kerajinan batik Pacitan; (B) Berbagai unsur
dan komposisi motif batik Pacitan; (C) Seni kerajinan batik Pacitan
sebelum tahun 2009; (D) Seni kerajinan batik Pacitan antara
25
tahun 2009-2013; (E) Jenis dan fungsi produk seni kerajinan batik
Pacitan.
Bab V mengkaji dampak kegiatan pembuatan seni kerajinan
batik Pacitan yang terkait pada aspek kontinuitas dan perubahan
bentuk motif dan fungsi seni kerajinan batik Pacitan, (A) Faktor
pendorong perubahan seni kerajinan batik, yang dibagi menjadi,
(1) Faktor internal dan (2) Faktor eksternal; (B) Pembahasan
mengenai dampak kontinuitas dan perubahan seni kerajinan batik
terhadap sosial budaya masyarakat Pacitan; (C) Kontinuitas dan
perubahan bentuk, motif, fungsi, dan komponen batik Pacitan.
Bab VI berisi kesimpulan dan saran-saran dari hasil
penelitian yang dilakukan.