Download - BAB I Penentuan Konsentrasi Fix
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA DASAR I
PERCOBAAN I
PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN
NAMA : RIZKIA FAJRIANOOR
NIM : J1E113046
KELOMPOK : VIII (Delapan)
ASISTEN : M. AGUS HILAL K.R
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
PERCOBAAN I
PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk dapat membuat larutan
dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi
larutan yang telah dibuat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Larutan
Berdasarkan keadaan fasa zat setelah bercampur, maka campuran ada
yang homogen dan heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang
membentuk satu fasa, yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama
antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya. Campuran homogen lebih
umum disebut larutan, contohnya air gula dan alkohol dalam air. Seterusnya,
campuran heterogen adalah campuran yang mengandung dua fasa atau lebih,
contohnya air susu dan air kopi (Syukri, 1999).
Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air, selain air
yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol amoniak, kloroform, benzena,
minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak
disebutkan (Gunawan, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu
temperatur, sifat pelarut, efek ion sejenis, efek ion berlainan, pH, hidrolisis,
pengaruh kompleks dan lain-lain (Khopkar, 2003).
Unsur terpenting yang menentukan keadaan bahan dalam larutan adalah
pelarut. Komponen yang jumlahnya lebih sedikit dinamakan zat terlarut (solute).
Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau
aqueous. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan
larutan pekat. Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan dinamakan larutan encer.
Istilah larutan biasanya mengandung arti pelarut cair dengan cairan, padatan, atau
gas sebagai zat yang terlarut (Petrucci, 1987).
Larutan atau campuran homogen adalah campuran yang membentuk
satu fasa, yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu
bagian dengan bagian lain di dekatnya.Kebanyakan larutan mempunyai salah satu
komponen yang besar jumlahnya. Komponen yang besar itu disebut pelarut
(solvent) dan yang lain disebut zat terlarut (solute). Berdasarkan wujud zat terlarut
dan pelarut, larutan dapat dibagi atas tujuh macam. Dari tiga jenis wujud zat
seharusnya terbentuk sembilan macam larutan, tetapi zat berwujud padat dan cair
tidak dapat membentuk larutan dalam pelarut berwujud gas. Partikel yang
berwujud padat dan cair dalam zat lain yang berwujud gas akan membentuk
campuran heterogen (Syukri, 1999).
Tabel 1. Tujuh macam larutan
Zat Terlarut Pelarut Contoh
Gas Gas Udara (nitrogen + oksigen)
Gas Cair Oksigen dalam air
Gas Padat Hidrogen dalam serbuk platina
Cair Cair Alkohol dalam air
Cair Padat Raksa dalam amalgam padat
Padat Padat Emas dalam perak
Padat Cair Gula dalam air
Berdasarkan pelarut, larutan dapat dibagi tiga, yaitu larutan gas, larutan
cair, dan larutan padat. Dalam larutan gas tidak banyak interaksi atau pengaruh
suatu komponen terhadap yang lain, karena partikelnya sangat berjauhan.
Interaksi suatu zat dengan pelarutnya ada empat kemungkinan yaitu:
a. Zat terlarut bereaksi dengan pelarut (contohnya oksida asam dan oksida basa
dalam air yang masing-masing membentuk asam atau basa).
b. Zat terlarut berinteraksi kuat denagn pelarut ( contohnya NaCl dalam air ).
c. Zat terlarut berinteraksi lemah dengan pelarut ( contohnya benzena dan CCl4).
d. Zat tidak larut dalam larutan ( contohnya kaca dan plastik dalam air).
Selain itu, berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik, larutan
dapat dibedakan sebagai larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan
elektrolit mengandung zat elektrolit sehingga dapat menghantarkan listrik,
sementara larutan non-elektrolit tidak dapat menghantarkan listrik (Syukri, 1999).
Untuk menentukan berapa banyak larutan pekat yang diperlukan untuk
membuat sejumlah tertentu larutan dengan konsentrasi yang lebih encer,
digunakan persamaan :
M1V1 = M2V2. (Brady, 1990).
Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah netralisasi
asam-basa. Biasanya larutan asam diletakkan ke dalam erlemeyer. Indikator yang
digunakan yaitu suatu zat yang mempunyai warna dalam keadaan asam dan basa
berlainan. Indikator yang biasa digunakan di lab adalah fenoftalein. Fenoftalein
dalam suasana asam tidak berwarna sedangkan dalam suasan basa berwarna
merah muda (James E. Brady, 1999).
II.2. Konsentrasi Larutan
Konsentrasi larutan merupakan suatu parameter sangat penting dalam
perancangan produk, maupun dalam pengujian hasil-hasil industri, baik itu
merupakan hasil langsung yang merupakan produk industri itu sendiri, maupun
hasil sampingannya, yaitu berupa sisa/limbah. Pelarut di dalam larutan.
Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan
jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut
dengan jumlah pelarut. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan macam-
macam cara, salah satunya adalah dalam molaritas, yang menyatakan konsentrasi
larutan dalam mol per liter dari larutan. Prosentase ini didasarkan pada
perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan.
Konsentrasi adalah perbandingan jumlah zat terlarut dengan pelarut.
a.
b.
Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya
terdapat pada tabel berikut :
jumlah zat terlarutjumlah pelarut
jumlah zat terlarutjumlah laru tan
Tabel 2. Satuan Konsentrasi Larutan
No Nama Lambang Definisi1
2
3
4
5
6
7
Fraksi mol
Molar
Molal
Normal
Persen massa
Persen volume
Part per million
X
M
m
N
% w
% V
Ppm
Sesuai tabel tersebut, dapat dijelaskan secara rinci tentang konsentrasi
larutan yang penting, yaitu, yaitu :
a. Fraksi Mol (X)
Fraksi mol (mole fraction), X, suatu komponen dalam larutan dapat di
definisikan sebagai banyaknya mol (n) komponen itu, dibagi dengan jumlah mol
keseluruhan komponen dalam larutan itu. Jumlah fraksi mol seluruh komponen
dalam setiap larutan adalah 1. Dalam larutan dua komponen, yaitu :
x(terlarut).n(terlarut)+n(pelarut) = n(pelarut)
x(pelarut).n(terlarut)+n(pelarut) = n(pelarut)
dalam persentase fraksi mol dinyatakan sebagai mol persen (Rosenberg, 1996).
b. Konsentrasi Molar (M)
Konsentrasi molar (molar concentration), M ialah jumlah mol zat terlarut
yang terkandung di dalam satu liter larutan (Rosenberg, 1996).
mol zat terlarutmol zat terlarut + mol pelarut
mol zat terlarutliter laru tan
mol zat terlarut1000 g pelarut
mol ekivalen zat terlarutliter laru tan
g zat terlatutg laru tan
x 100 %
liter zat terlarutliter laru tan
x 100 %
mg zat terlarutkg laru tan
Banyaknya zat kimia terdapat di laboratorium atau di pasaran tidak dalam
keadaan murni, tetapi berupa larutan, seperti larutan HCl, larutan H2SO4, dan
larutan HNO3. Jumlah mol zat dalam larutan bergantung pada konsentrasi dan
volumenya. Satuan konsentrasi yang umum di pakai adalah molar (M).
Kemolaran suatu zat adalah jumlah mol zat tiap liter larutan (Syukri, 1999).
c. Kemolalan (m)
Kemolalan (m) adalah jumlah mol zat terlarut dalam setiap 1000 g
pelarut murni. Nilainya dapat ditentukan bila mol zat dan massa pelarut diketahui.
Kemolalan mengandung informasi tentang jumlah zat terlarut dan pelarut
sehingga mudah dipakai untuk menghitung fraksi mol jika kerapatan larutan
diketahui. Nilai kemolalan juga dapat digunakan dalam menentukan
kemolarannya.
d. Kenormalan (N)
Kenormalan (N) adalah jumlah ekuivalen zat terlarut dalam tiap liter
larutan. Ekuivalen zat dalam larutan bergantung pada jenis reaksi yang dialami zat
itu, karena satuan ini dipakai untuk penyetaraan zat dalam reaksi. Ekuivalen suatu
zat ada hubungannya dengan molarnya, dan hubungan pada jenis reaksi apakah
asam, basa, atau redoks.
e. Persen massa (% W)
Pesen massa adalah perbandingan massa zat terlarut dengan massa
larutan diketahui 100 %. Satuan ini biasa dipakai untuk larutan padat dalam cair
atau pedat dalam padat.
f. Persen volume (% V)
Persen volume adalah perbandingan volume zat terlarut dengan volume
larutan dikalikan 100 %. Satuan ini sering dipakai untuk campuran dua cairan atau
lebih.
g. Part per million (ppm)
Part per million adalah milgram zat terlarut dalam tiap Kg larutan. Satuan
ini sering dipakai untuk konsentrasi zat yang sangat kecil dalam larutan yang cair
atau padat (Syukri, 1999). Perbandingan jumlah zat terlarut dan jumlah pelarut,
dinyatakan dalam satuan volume berat, mol) zat terlarut dalam sejumlah volume
berat, mol) tertentu dari pelarut. Larutan encer adalah larutan yang mengandung
sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat
adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute (Dewi , 2005).
II.3. Asam dan Basa
Sejak berabad-abad yang lalu, para pemikir mendefinisikan asam dan
basa berdasarkan larutan airnya. Larutan asam mempunyai rasa asam dan bersifat
korosif (merusak logam, marmer, dan berbagai bahan lain), sedangkan larutan
basa berasa agak pahit dan bersifat kaustik (licin seperti sabun). Untuk
menjelaskan penyebab sifat asam dan basa, sejarah perkembanan ilmu kimia
mencatat berbagai teori. Dimulai oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794)
menemukakan bahwa asam mengandung oksigen. Davy kemudian menyimpulkan
bahwa hidrogenlah yang merupakan unsur dasar dari setiap asam. Kemudian
Joseph Louis Gay Lussac (1778-1850) menyimpulkan bahwa asam adalah zat
yang dapat menetralkan alkali dan kedua golongan senyawa itu hanya
didefinisikan dalam kaitan satu dengan yang lain (Michael, 2002).
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen
sebagai satu-satunya ion positf (Svelha, 1990).
Basa secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil
sebagi satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti
natrium hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam
larutan encer (Svelha, 1990).
II.4. Titrasi Asam-Basa
Reaksi penetralan asam-basa dapat digunakan untuk menentukan kadar
(konsentrasi) berbaai jenis larutan, khususnya yang terkait dengan reaksi asam-
basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan mengunakan larutan basa yang telah
diketahui kadarnya. Demikian pula sebaliknya, kadar larutan basa ditentukan
dengan menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Proses penetapan
kadar larutan dengan cara ini disebut titrasi asam-basa (Michael, 2002).
Titrasi dilakukan dengan cara analisis yang memungkinkan kita untuk
mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu
larutan yang konsentrasinya diketahui. Analisis semacam ini yang menggunakan
pengukuran volume larutan pereaksi disebut analisis volumetri. Pada suatu titrasi,
salah satu larutan yang mengandung suatu pereaksi dimasukkan ke dalam buret,
suatu lempeng gelas yang salah satu ujungnya diberi kran dan diberi tanda tera
dalam ml dan 1
10 ml. larutan dalam buret disebut penitrasi dan selama titrasi
larutan ini diteteskan secara perlahan sampai seluruh reaksi selesai yang
dinyatakan dengan berubahnya warna indikator, suatu zat yang umumnya
ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana penerima dan mengalami satu macam
perubahan warna. Perubahan warna ini menandakan telah tercapainya titik akhir
titrasi, diberi nama demikian karena pada titik ini penetesan larutan penitrasinya
dihentikan dan volumenya dicatat (Petrucci, 1987).
Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah netralisasi
asam-basa. Biasanya larutan asam diletakkan ke dalam erlenmeyer. Indikator yang
digunakan yaitu suatu zat yang mempunyai warna dalam keadaan asam dan basa
berlainan. Indikator yang biasa digunakan di lab adalah fenoftalein. Fenoftalein
dalam suasana asam tidak berwarna sedangkan dalam suasan basa berwarna
merah muda (Brady, 1999).
II.5 Reaksi Penetralan
Dalam titrasi, suatu larutan yang harus di netralkan, misalnya asam,
dimasukkan ke dalam wadah atau tabung. Larutan lain, yaitu basa, dimasukkan ke
dalam buret lalu dimasukkan ke dalam wadah asam, mula – mula cepat, kemudian
tetes demi tetes, sampai titik setara dari titrasi tersebut tercapai salah satu usaha
untuk mencari titik setara adalah m elalui perubahan warna dari indikator asam
basa. Titik pada titrasi dimana indikator beruah warna dinaakan titik akhir (end
point) dari indikator. Yang diperlukan adalahmenandakan titik akhirindukator
dengan titik setara dari penetralan. Ini dapat tercapai jika kita dapat menemukan
indikator yang perubahan warnanya terjadi dalam selang pH yang meliputi pH
sesuai titik setara (Petrucci, 1987).
III.ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas piala, gelas
ukur, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar, dan buret.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam klorida
pekat, larutan natrium hidroksida 0,1M, pelet natrium hidroksida, larutan
asam klorida 0,1 M, indikator metil merah, indikator phenophtalein, dan
akuades.
IV.PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
1. Gelas ukur kosong ditimbang dan dicatat beratnya.
2. 4,15 mL larutan asam klorida pekat diambil dengan menggunakan pipet
dan gelas ukur yang telah ditimbang. Dilakukan dalam lemari asam.
3. Labu takar 100 mL yang kosong ditimbang dan dicatat beratnya,kemudian
diisi dengan 20-25 mL akuades.
4. Asam klorida yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu takar, hal
tersebut dilakukan dalam lemari asam.
5. Akuades di tambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas,kemudian
labu takar ditutup dan dikocok hingga larutan homogen. Larutan tersebut
disebut larutan A.
6. 20 mL larutan asam klorida (larutan A) dipindahkan menggunakan pipet
gondok atatu pipet ukur ke dalam labu takar 100 mL yang baru.
7. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Larutan
HCl yang diencerkan ini disebut larutan B.
B. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi
a. Titrasi dengan Indikator Metil Merah
1. Buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas lagi dengan larutan
NaOH yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan dengan larutan natrium hidroksida.
3. Volume awal larutan natrium hidroksida dicatat dalam buret dengan
skala pada meniscus dibaca bawah larutan.
4. 10 mL larutan asam klorida encer (larutan B) dipindahkan ke dalam
erlenmeyer menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6. Larutan di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH di dalam
buret hingga terjadi perubahan warna.
7. Titrasi dihentikan apabila terjadi perubahan warna yang konstan.
8. Volume akhir NaOH dalam buret dibaca, volume NaOH yang
diperlukan untuk titrasi dihitung dari selisih volume awal dan volume
akhir NaOH dalam buret.
9. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
b. Titrasi dengan Indikator Fenoftalein
1. Buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas lagi dengan larutan
NaOH yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan NaOH 0,1 M.
3. Volume awal larutan NaOH dalam buret dicatat dengan dibaca skala
pada meniskus bawah larutan.
4. 10 mL larutan asam klorida encer (larutan B) dipindahkan ke dalam
erlenmeyer menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. Indikator fenoftalein ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6. Larutan di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH di dalam
buret hingga terjadi perubahan warna.
7. Titrasi dihentikan apabila terjadi perubahan warna yang konstan.
8. Volume akhir NaOH dalam buret dibaca, volume NaOH yang
diperlukan untuk titrasi dihitung dari selisih volume awal dan volume
akhir NaOH dalam buret.
9. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
C. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
1. 0,4 gram butiran NaOH ditimbang menggunakan kaca arloji dan neraca
analitik.
2. NaOH dari gelas arloji dipindahkan ke dalam gelas beker yang telah berisi
20-25 ml akuades hangat.
3. Pengaduk kaca diaduk hingga seluruh NaOH larut sempurna.
4. Larutan dari gelas beker dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml.
5. Akuades ditambahkan hingga tanda batas pada labu takar. Labu takar
ditutup, kemudian dikocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada
tahap ini disebut sebagai larutan C.
6. 25 ml larutan C dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml yang baru dengan
menggunakan pipet gondok.
7. Akuades ditambahkan hingga tanda batas. Dikocok hingga homogen.
Larutan yang diperoleh disebut sebagai larutan D.
D. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
a. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
1. Buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas kembali dengan larutan
HCl 0,1 M yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan HCl 0,1 M.
3. Volume awal larutan HCl 0,1 M di dalam buret dicatat dengan melihat
skala pada meniskus bawah larutan.
4. 10 mL larutan NaOH encer (larutan D) dipindahkan ke dalam
erlenmeyer menggunakan pipet gondok.
5. 2 tetes indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6. Larutan di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan HCl 0,1 M di
dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7. Titrasi dihentikan apabila terjadi perubahan warna yang konstan.
8. Volume akhir HCl dalam buret dicatat ,kemudian dihitung volume HCl
yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir
HCl dalam buret.
9. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
b. Titrasi Larutan HCl 0,1 M dengan Larutan NaOH sebagai Titran
1. Buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas kembali dengan larutan
NaOH yang dibuat (larutan D).
2. Buret diisi dengan larutan NaOH encer (larutan D)
3. 10 mL larutan HCl 0,1 M dipindahkan ke dalam erlenmeyer
menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
4. 2 tetes indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
5. Larutan di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH encer di
dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
6. Titrasi dihentikan apabila terjadi perubahan warna yang konstan.
7. Volume larutan NaOH yang diperlukan untuk titrasi dihitung dari
selisih volume awal dan volume akhir larutan NaOH yang ada di
dalam buret.
8. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali
9. Hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1 M
sebagai titran dibandingkan dan larutan NaOH encer sebagai titran.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil
A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
1) Pembuatan Larutan A
No. Percobaan Pengamatan
1.
Labu takar kosong 100 mL ditimbang
Labu takar 100 mL + aquades ditimbang
Suhunya diukur
2. Volume HCl pekat diukur 4 mL
3. Massa jenis HCl dihitung 1190 gr/mL
4. Konsentrasi HCl pekat dihitung 12,06 M
5. Persen berat HCl dihitung 37% (b/b)
6. Berat larutan dihitung
7. HCl ke dalam labu takar dimasukkan
8. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar
hingga tanda batas
9. Labu takar ditutup dan dikocok larutan hingga homogen
10. Berat labu takar berisi larutan ditimbang
11. Volume larutan A diukur 100 mL
2) Pembuatan Larutan B dan pengenceran larutan A
No. Percobaan Pengamatan
1. Larutan A dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL yang baru
10 mL
2. Aquades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas
3. Larutan diukur sebelum diencerkan 10 mL
4. Volume larutan diukur setelah diencerkan 100 mL
B. Penentuan Konsentrasi larutan Asam Klorida Melalui Titrasi
1). Titrasi dengan Indikator Metil Merah
No.
Percobaan Pengamatan
1. Buret dibilas dengan aquades
2.Kembali dibilas dengan larutan NaOH yang akan digunakan.
3. Buret diisi dengan larutan NaOH Berwarna bening
4. Volume awal NaOH dalam buret dicatat 0 mL
5.Larutan B dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok
10 mL
6.Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut
2 tetes
7.Larutan dititrasi ke dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH dalam buret
8. Perubahan warna diamati Merah Muda - Kuning
9. Volume akhir NaOH dalam buret dibacaVawal = 50 mL
Vakhir = 45,1 mL
10. Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi I V NaOH = 50 - 45,1
dihitung = 4,9 mL
11. Langkah 1-8 diulangi
Merah Muda - Kuning
Vawal = 47,1 mL
Vakhir = 42,5 mL
12.Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi II dihitung
V NaOH = 47,1 - 42,5
= 4,6 mL
13. Volume rata-rata dihitung Vrata-rata = 4,75 mL
2.) Titrasi dengan Indikator Fenoftalein
No. Percobaan Pengamatan
1. Buret dibilasdengan aquades
2.Kembali dibilas dengan larutan NaOH yang akan digunakan.
3. Buret diisi dengan larutan NaOH Berwarna bening
4. Volume awal NaOH dalam buret dicatat 10 mL
5.Larutan B dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok
6.Indikator fenoftalein ditambahkan ke dalam larutan tersebut
2 tetes
7.Larutan dititrasi ke dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH dalam buret
8. Perubahan warna diamati Bening – Merah muda
9. Volume akhir NaOH dalam Buret dibacaVawal = 42,5 mL
Vakhir = 37,5 mL
10.Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi I dihitung
V NaOH = 42,5 - 37,5
= 5 mL
11.Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi II dihitung
V NaOH = 37,5 – 33
= 4,5 mL
12. Volume rata-rata dihitung Vrata-rata = 4,75 mL
C. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
1. Pembuatan Larutan C
No. Percobaan Pengamatan
1.Butiran NaOH ditimbang dengan kaca arloji atau neraca analitik
0,41 gram
2.Butiran NaOH dipindahkan kedalam gelas beker yang berisi akuades
3.Diaduk dengan pengaduk kaca hingga seluruh NaOH larut sempurna
4.Larutan dari gelas beker dipindahkan kedalam labu takar 50 mL
Labu takar 50 mL
5. Ditambahkan akuades hingga tanda batas
6.Labu takar ditutup, kemudian dikocok hingga homogen
7. Volume larutan C diukur 50 mL
2. Pembuatan Larutan D
No. Percobaan Pengamatan
1.Larutan C dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL yang baru
10 mL
2.Aquades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas
3. Larutan diukur sebelum diencerkan 10 mL
4. Volume larutan diukur setelah diencerkan 100 mL
D. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui titrasi
1. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai titran
No. Percobaan Pengamatan
1.Buret dibilas dengan akuades, kemudian membilas kembali dengan larutan HCl yang akan digunakan
HCl 0,1 M
2. Buret diisi dengan HCl
3. Volume awal larutan HCl dalam buret dicatat
10 mL
4.Larutan D dipindahkan kedalam Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur
10 mL larutan D berwarna bening
5. Indikator metil merah ditambahkan kedalam larutan tersebut
2 tetes
6. Perubahan warna diamati setelah ditetesi metal merah
Kuning
7.Larutan dititrasi dalam Erlenmeyer dengan larutan HCl 0,1 M di dalam buret hingga terjadi perubahan warna
8. Titrasi dihentikan begitu terjadi perubahan warna yang konstan
Perubahan Warna:Kuning - Merah Muda
9.
Volume akhir asam klorida yang tersisa dalam buret dibaca. Dihitung volume asam klorida yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir asam klorida dalam buret
Vawal HCl = 50 mLVakhir HCl = 46,3 mL
Vtitrasi = 50 - 46,3= 3,7 mL
10 Langkah 1-9 diulangiPerubahan warna :
Kuning - Merah Muda
11. Volume HCl yang terpakai untuk titrasi II dihitung
Vawal HCl = 50 mLVakhir HCl = 45,7 mL
Vtitrasi = 50 - 45,7= 4,3 mL
12. Volume rata – rata yang terpakai untuk menitrasi dihitung
Vrata-rata = 4 mL
2. Titrasi Larutan HCl 0,1 N dengan larutan NaOH sebagai Titran
No Percobaan Pengamatan
1.Buret dibilas dengan aquades, kemudian dibilas kembali dengan larutan D yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan Larutan D
3. Volume awal larutan D dalam buret dicatat 0 mL
4. HCldipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
10 mL HCl
5.Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
2 tetes
6.Perubahan warna setelah ditetesi metil merah diamati
Merah Muda
7. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH encer (Larutan D) di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
8.Titrasi dihentikan begitu terjadi perubahan warna yang konstan.
Perubahan warna: Merah Muda -
Kuning
9. Volume akhir NaOH encer yang tersisa dalam buret dibaca. Dihitung volume Larutan D yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir asam klorida dalam buret.
Vawal = 50 mL
Vakhir = 20,5 mL
Vtitrasi = 50 - 20,5
= 29,5 mL
10. Langkah 1-9 diulangiPerubahan warna:
Merah Muda - Kuning
11.Volume rata-rata yang terpakai untuk menitrasi dihitung
VawalNaOH=50 mL
VakhirNaOH=20,5mL
Vtitrasi = 50 – 20,5
= 29,5 mL
Vrata-rata = 29,5 mL
1) Perhitungan
A. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Pekat
Diketahui:
Massa jenis HCl = 1,19 kg/L = 1190 gram/L
Persen berat HCl = 37% (b/b)
Massa 1 L larutan pekat HCl
= 1190 gram/L x 1 L = 1190 gr
Massa HCl dalam 1 L larutan pekat = 37% x 1190 = 440,3 gram
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol
Molaritas HCl pekat = 440,3gram/36,5 gram.mol-1
1L
= 12,06 mol/L
B. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan Larutan B)
Melalui Perhitungan Pengenceran
a. Konsentrasi Larutan A
Diketahui:
Molaritas HCl pekat = 12,06 mol/L
Volume HCl pekat = 4 mL = 0,004 L
Volume larutan A = 100 mL = 0,1 L
Ditanya:
Molaritas Larutan A = ….?
Jawab:
MA .VA = MHCl .VHCl
MA . 0,1 L = 12,06 M . 0,004 L
MA = 0,4824 M
b. Konsentrasi Larutan B
Diketahui:
MA = 0,48 M
VA = 10 mL = 0,01 L
VB = 100 mL = 0,1 L
Ditanya:
MB = …..?
Jawab:
MA .VA = MB .VB
0,48 M . 0,01 L = MB . 0,1 L
0,01 = MB . 0,1
MB = 0,048 M
Melalui Titrasi
a. Dengan indikator metil merah
Diketahui:
MNaOH = 0,1 M
VHCl = 10 mL = 0,01 L
VNaOH = 4,75 Ll = 0,00475 L
Ditanya:
NHCl = …..?
Jawab:
ekuivalen asam = ekuivalen basa
NHCl .VHCl = MNaOH .VNaOH
NHCl . 0,01 L = 0,1 M . 0,00475 L
NHCl = 0,047 N
b. Dengan indikator fenoftalein
Diketahui:MNaOH = 0,1 MVHCl = 10 mL = 0,01 LVNaOH= 4,75 mL = 0,00475 LDitanya:NHCl = …..?Jawab:
ekivalen asam = ekivalen basaNHCl . VHCl = NNaOH . VNaOH
NHCl . 0,01 L = 0,1 N . 0,00475 L NHCl = 0,047 N
C. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
Melalui Perhitungan Pengenceran
a. Konsentrasi Larutan C
Diketahui:Massa NaOH = 0,4 gramV NaOH = 50 ml = 0,05 LMr NaOH = 40 gram/molDitanya:M NaOH = …..?Jawab:
M NaOH = gram/Mr = 0,4/40 = 0,2 M V 0,05
b. Konsentrasi Larutan D
Diketahui:
MC = 0,2 M
VC = 10 mL = 0,01 L
VD = 100 mL = 0,1 L
Ditanya:
MD = …..?
Jawab:
MC . VC = MD . VD
0,2 M . 0,01 L = MD . 0,1 L
MD = 0, 02 M
Melalui Titrasi
a. Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui:Konsentrasi NaOH = NNaOH
VNaOH = 10 mL = 0,01 LVHCl = 4 mL = 0,004LMHCl = 0,1 MNHCl = 0,1 N
Ditanya:MNaOH = …….?Jawab:
ekuivalen asam = ekuivalen basaNHCl .VHCl = NNaOH .VNaOH
0,1 . 0,004 = NNaOH . 0,01
NNaOH = 0,04 N
MNaOH = 0,04 M
b. Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui:Konsentrasi NaOH = NNaOH
VNaOH = 29,5 ml = 0,0295 LVHCl = 10 ml = 0,01 LMHCl = 0,1 MNHCl = 0,1 NDitanya:MNaOH = …….?Jawab:
ekuivalen asam = ekuivalen basaNHCl .VHCl = NNaOH .VNaOH
0,1N . 0,01 L = NNaOH . 0,0295 L0,001 = 0,048 NNaOH
NNaOH = 29,5 N
B. Pembahasan
Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu, dapat dilakukan
dengan cara mencampurkan dua buah komponen, yaitu solute dan solvent yang
memiliki sifat dan komponen yang sama antara satu bagian dengan bagian yang
lain. Untuk membuat larutan yang baru dapat dilakukan juga dengan cara
mengencerkannya, yang akan mengalami pertambahan volume.
Larutan HCl (larutan A) sebanyak 4 mL diencerkan sampai 100 mL, maka
jadilah larutan baru yang disebut larutan HCl encer (larutan B) yang didapat dari
mengambil 10 ml larutan A, kemudian diencerkan kembali hingga volumenya
bertambah menjadi 100 mL. Begitu juga dengan larutan NaOH (larutan C)
sebanyak 0,41 gram dilarutkan dengan akuades hingga volumenya menjadi 100
ml, kemudian diambil 10 mL, dan larutkan kembali hingga 100 mL dan
terbentuklah larutan NaOH encer (larutan D).
Untuk menentukan konsentrasi larutan dilakukan dengan suatu proses
yang disebut titrasi. Penitrasian dilakukan dengan menambahkan indikator asam -
basa ke dalam larutan yang akan dititrasi. Indikator adalah asam atau basa lemah
yang akan membentuk kesetimbangan dalam air. Daerah perubahan warna
indikator tergantung pada nilai asam atau basa indikator. Indikator metil merah
apabila dititrasikan dengan HCl atau NaOH akan berubah warna kuning. Volume
larutan yang diperlukan untuk penitrasian HCl dan NaOH berbeda. Hal tersebut
dikarenakan HCl bersifat asam dan NaOH bersifat basa. Pada percobaan yang
telah dilakukan penetrasian terhadap larutan asam – basa, larutan HCL dengan
larutan NaOH yang saling bereaksi akan saling menetralisir antara satu dengan
yang lain. Karena pH dari larutan HCl dan larutan NaOH ekuivalen sehingga
saling menetralisir.
Perubahan warna yang terjadi tidak hanya tergantung pada pHnya saja,
tetapi juga pada kepekatan indikator. Misal, pada fenolfthalien yang pada bentuk
asamnya berwarna bening (tidak berwarna) dan dalam bentuk basanya berwarna
merah. Pada metil merah yang dalam bentuk asam berwarna merah dan dalam
bentuk basa berwarna kuning. Atas dasar itu penitrasian, indikator harus benar-
benar sesuai dengan kepekatan yang sudah ditentukan, karena dapat
mempengaruhi asam basa secara menyeluruh pada larutan. Perbedaan hasil akhir
titrasi antara titrasi asam terhadap basa dengan titrasi basa terhadap basa
dikarenakan karena perbedaan penitrasi.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh data konsentrasi
larutan A adalah 0,4824 M, konsentrasi larutan B yaitu 0,048 M, konsentrasi
larutan C adalah 0,2 M dan terakhir konsentrasi larutan D ialah 0,02 M.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1. Titrasi digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan yang belum
diketahui konsentrasinya, asalkan salah satu larutan diketahui
konsentrasinya.
2. Dari hasil perhitungan, didapat harga molarias dari HCl pekat yaitu
12,06 mol/L.
3. Titrasi asam terhadap basa (Titrasi NaOH oleh HCl) dengan
menggunakan indikator metil merah menghasilkan volume titrasi rata-
rata sebanyak 4 mL.
4. Titrasi basa terhadap asam (Titrasi HCL oleh NaOH) dengan
menggunakan indikator metil merah menghasilkan volume titrasi rata-
rata sebanyak 29,5 mL.
5. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh data konsentrasi
larutan A adalah 0,4824 M, konsentrasi larutan B yaitu 0,048 M,
konsentrasi larutan C adalah 0,2 M dan terakhir konsentrasi larutan D
ialah 0,02 M.
6. Konsentari HCl melaui titrasi dengan indikator metil merah adalah
0,047 N dan dengan indikator fenolftalein adalah 0,047 N. Untuk
konsentrasi NaOH melalui titrasi, HCl sebagai penitran adalah 0,04 M
dan NaOH sebagai penitran adalah 29,5 N.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, E. J. 1999. Kimia Universitas Asas dan Sruktur. Binarupa Aksara. Jakarta
Brady, J. 1990. Kimia Universitas. Jilid I. Erlangga, Surabaya.
Dewi, M. 2005. Diktat Kimia Dasar II. Banjarbaru.
Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia: Jakarta.
Michael, 2002. Kimia. Erlangga. Jakarta
Petrucci, H. R. 1987. Kimia DasarJilid 2. Erlangga. Jakarta
Rosenberg, J. L.1996. Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB. Bandung
Svehla, G.1990. Buku Teks Analisis dan Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta