1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa di dalam darah (hiperglikemi) yang
terjadi akibat gangguan skresi insulin, penurunan kerja insulin atau akibat
dari keduanya (American Diabetes Association/ ADA, 2011). Kondisi
hyperglikemia kronis pada penderita DM menyebabkan komplikasi yang
mengenai hampir setiap sistem organ, salah satunya aterosklerotik. Insiden
aterosklerotik pada pembuluh darah besar di ekstremitas meningkat 2-3 kali
(Smeltzer dan Bare, 2003).
Price & Wilson (2005) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara lama menderita DM dan gangguan sirkulasi perifer, kadar gula di
dalam darah yang tinggi secara terus menerus dapat merubah dan merusak
jaringan pembuluh darah. Pheripheral arterial disease (PAD) merupakan
istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu penyakit yang menyebabkan
gangguan aliran darah pada ekstremitas yang biasanya disebabkan oleh proses
aterosklerosis.
Pada orang yang aktivitas sehari-harinya ringan memiliki risiko 2,68 kali
untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang aktivitas fisik
sehari-hari sedang dan berat (OR: 2,68; 95 % CI: 1,11-6,46) (Fitriyani, 2012).
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
2
Apalagi penderita DM dan pheripheral neuropthy juga memiliki keterbatasan
dorsal fleksi (Salsich, Mueller, dan Sahrmann, 2000).
Kondisi hyperglikemi kronis pada penderita DM menhyebabkan
komplikasi yang mengenai hampir setiap sistim organ, salah satunya
aterosklerotik. Insiden aterosklerotik pada pembuluh darah besar di
ekstremitas meningkat 2-3 kali (Smeltzer and Bare, 2003). Hal itu
dikarenakan gula darah yang tinggi akan mempengaruhi fugsi platelet darah
yang meningkatkan pembekuan darah. Sehingga penderita DM akan berisiko
mengalami komplikasi Pheripheral Arterial Disease (PAD) ekstremitas
bawah (Kohlman-Trigoboff; 2013).
Kombinasi PAD dan neirophaty membuat penderita dengan DM
mempunyai masalah kaki berupa hilang sensasi kaki, dan dapat meningkatkan
risiko injury (Williams and Hopper, 2007). Seperti terjadinya ulkus, infeksi
dan gangren (Amdan, Evans, Beng, Bloom dan Brown, 2012). Sehingga
diperlukan rekonstruksi arteri (Diabetes Australia, 2012) atau amputasi
extremitas bawah (Hile, Kansal, Hamdan, dan Logerfo, 2006 dan Williams
and Hopper, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Suzuki, Egawa, Maegawa dan Kashigawa
(2003) ditemukan adanya hubungan PAD pada penderita DM dengan
penurunan volume aliran darah di ekstremitas bawah sebesar 16%. Penderita
DM mungkin memiliki kelainan arteri pada ekstremitas (Strandness dalam
Tsuchiya et al, 2004). Hal itu diakibatkan arteri yang kaku sehingga terjadi
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
3
peningkatan tahanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan volume pada
ekstremitas bawah (Tsuchiya, Suzuki, Egawa, Nishio dan Kashiwagi 2004).
Diperkirakan lebih dari 200 juta penduduk dunia menderita PAD.
Penyakit ini juga mempengaruhi kualitas dan harapan hidup dengan
meningkatkan kejadian kardiovaskular (Nasional Symposium & Workshop
“Aceh Surgery Update 2”, Banda Aceh 16-17 September 2017). Indonesia
menempati peringkat ke tujuh dunia penderita Diabetes Mellitus (DM)
tertinggi di dunia setelah China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan
Meksiko dengan jumlah estimasi sekitar 10 kasus pada tahun 2015 (IDF,
2015). Prevalensi orang dengan diabetes di Indonesia menunjukan
kecendrungan meningkat yaitu dari 5,7% pada tahun 2007 menjadi 6,9%
ditahun 2016 (RisKesDas, 2016).
Sindroma metabolik diperkirakan dijumpai pada 25% populasi penerita
PAD. Sebuah analisis data dari tiga National Health and Nutrition
Examination Surveys (NHANES, 1999-2004), yang terdiri dari 5.376 subyek
yang asimtomatik dengan usia ≥ 40 tahun, menunjukan bahwa sindroma
metabolik dijumpai pada 38 % populasi dengan PAD Prevalensi PAD (ABI
<0,9) adalah 7,7% pada penderita sindroma metabolik dan 3,3% pada
populasi tanpa sindroma metabolik.
Prevalensi PAD 20% sampai 30 % lebih tinggi pada penderita diabetes,
dan resiko berkembangnya resiko menderita PAD berkorelasi dengan tingkat
keparahan dan durasi penyakit diabetes . Pasien diabetes lebih mungkin untuk
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
4
mempunyai gejala PAD, dengan risiko bertambah 3,5 kali lipat pada aki-laki
dan 8,6 kali lipat pada perempuan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menilai bahwa
seseorang pasien mengalami PAD adalah dengan cara mengukur score Ankle
Brachial Index (ABI) akan tetapi alat untuk mengukur score ABI merupakan
alat yang cukup mahal sehingga pemeriksaan ABI jarang dijumpai pada
tempat pelayanan kesehatan umum seperti Puskesmas. Oleh karena itu
dibutuhkan pemeriksaan alternatif lain untuk mendeteksi gejala PAD. Salah
satu pemeriksaan alternatif yang dapat dilakukan adalah menggunakan teknik
palpasi. Berdasarkan masalah dan fenomena yang peneliti uraikan diatas
peneliti ingin melakukan penelitian tentang “Perbandingan sensitivitas dan
spesifisitas pengukuran Ankle Brachial Index (ABI) dengan doppler dan
menggunakan metode palpasi pada penderita DM (Diabetes Mellitus)”.
B. Rumusan Masalah
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menilai bahwa
seseorang pasien mengalami PAD adalah dengan cara mengukur score Ankle
Brachial Index (ABI), alat untuk mengukur score ABI yaitu Vascular
Doppler, akan tetapi belum tersedia secara umum di pelayanan kesehatan di
Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif lain untuk mendeteksi gejala
umum PAD.
Salah satu pemeriksaan alternatif yang dapat dilakukan adalah teknik
palpasi. Meskipun demikian akurasi teknik palpasi belum terbukti
keefektifannya oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, maka
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
5
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan nilai
rata-rata Ankle Brachial Index (ABI) antara pengukuran USG Doppler dan
menggunakan metode palpasi pada penderita diabetes mellitus (DM).
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan nilai rata-
rata Ankle Brachial Index (ABI) antara pengukuran menggunakan USG
Doppler dan menggunakan metode palpasi pada penderita diabetes
mellitus (DM).
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui:
a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin,
dan pendidikan.
b. Mengetahui score Ankle Brachial Index (ABI) dengan menggunakan
alat USG Doppler dan dengan menggunakan metode palpasi.
c. Mengetahui perbandingan nilai rata-rata Ankle Brachial Index (ABI)
antara pengukuran USG Doppler dan menggunakan metode palpasi
pada penderita diabetes mellitus (DM) (Diabetes Mellitus).
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan serta wawasan peneliti tentang keefektifan
pengukuran ABI dengan alat serta metode palpasi.
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
6
2. Bagi Responden
a. Penelitian ini bermanfaat bagi responden untuk mengetahui kondisi
diri dari pasien penderita Diabetes Mellitus yaitu dilihat dari score
yang diperoleh melalui pengukuran Ankle Brachial Index (ABI)
yang menunjukan tingkat keparahan penyakit arteri perifer.
b. Penelitian ini bermanfaat bagi responden sebagai salah satu upaya
mandiri untuk mencegah komplikasi DM pada kaki.
3. Bagi Instansi terkait
Sebagai bahan Informasi mengenai keefektifan pengukuran ABI dan
tindak lanjut terhadap hasil skor ABI dalam rangka upaya pencegahan
terhadap risiko PAD.
4. Bagi Peneliti lain
Dapat dimanfaatkan sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai
Diabetes Militus dan pegukuran ABI serta kaitannya dengan gejala
umum dari penyakit arteri perifer.
E. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Widi Rusmono (2015)
“Pengaruh senam kaki terhadap score Ankle Brachial Index (ABI)
pada pasien Diabetes Mellitus (DM) Non Ulkus di Puskesmas
Purwanegara 1” penelitian ini menggunakan desain rancangan quasy
eksperimen berupa time-series yang telah dimodifikasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki terhadap penurunan
score Ankle Brachial Indek (ABI). Hasil penelitian ini didapatkan bahwa
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
7
ada perbedaan yang signifikan score ABI sebelum dan sesudah dilakukan
senam kaki 20 menit dengan 4 kali treatment p value <0,05. Persamaan
penelitian ini adalah penelitian dilakukan pada pasien DM dan Variabel
Score Ankle Brachial Index (ABI) dengan perbedaan penelitian yaitu
penelitian tersebut menggunakan rancangan quasy eksperimen berupa
time-series terdapat variabel pengaruh senam kaki.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Listiono (2015)
“Hubungan Score Brachial Index (ABI) Terhadap Gejala Klinis
Pheripheral Arterial Disease (PAD) Pada Pasien Diabetes Melitus”
penelitian ini menggunakan desain rancangan Analitis Korelatif yaitu
dengan cara mengobservasi (wawancara) dan kemudian mengukur ABI
menggunakan alat portable vascular doppler . Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan Gejala PAD terhadap score ABI pada pasien
DM. Hasil penelitiian ini menggunakan uji Pearson Correlation
didapatkan nilai korelasi yang bernilai negatif (-0,952) dan nilai p
value=0,000 yang lebih kecil dari nilai a=0,05, artinya terdapat hubungan
antara Gejala Klinis Pheriperal Arterial Disease (PAD) terhadap Score
Ankle Brachial Index (ABI). Persamaan penelitian ini adalah pada
Variabel Score Ankle Brachial index (ABI) dan penelitian ini dilakukan
pada Pasien Diabetes melitus, dengan perbedaan penelitian ini yaitu
terdapat pada metode penelitian yang mana pada penelitian tersebut
menggunakan metode Analitis korelatif dan Variabel penelitian yaitu
gejala klinis Pheripheral Arterial Disease (PAD).
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
8
3. Penelitian yang dilakukan oleh Irna Satriani, Saldy Yusuf, Kusrini Kadar
“Sensitivitas dan Spesifisitas Teknik Palpasi dalam Mendeteksi
Angiopati pada Pasien DM Tipe II dengan Luka dan Tanpa Luka“
Penelitian ini menggunakan desain rancangan Cross Sectional dimana
akurasi teknik palpasi dibandingkan dengan kualitas bunyi nadi Dorsalis
Pedis dan Posterior Tinialis melalui evaluasi bunyi Doppler ABI
(Hadeco, Kawasaki Japan).Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
akurasi teknik palpasi nadi Dorsalis Pedis (DP) dan Posterior Tibialis
(PT) terhadap auskultasi Doppler ABI DM tipe II dengan luka dan tanpa
luka. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa pada grup LDK (Luka Kaki
Diabetes) menunjukan bahwa tingkat sensitivitas nadi Dorsalis Pedis
(100%) dan Posterior Tibialis (100%), sedangkan tingkat spesfisitas nadi
Dorsalis Pedis (72,4%) dan Posterior Tibiallis (69,9%) pada kaki kanan.
Dorsalis Pedis (100%) dan Posterior Tibiallis (100%), sedangkan tingkat
spesifitas nadi Dorsalis Pedis (76,1) dan nadi Posterior Tibialis (77,2 %)
pada kaki kiri. Hasil grup Non LDK menunjukan bahwa tingkat
sensitivitas nadi dorsalis pedis (NA) dan posteior tibialis (NA) pada kaki
kiri.
Beberapa hasil grup Non LKD tingkat sensitivitas (nadi dorsalis
pedis kanan, nadi Dorsalis Pedis dan Posterior Tibialis kiri) menunjukan
nilai Not Applicable (NA) yang disebabkan hasil pemeriksaan nadi yang
diperiksa tidak terdapat data hasil pemeriksaan yang menunjukan tidak
terdengar atau tidak teraba. Persamaan pada penelitian ini adalah
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
9
pengukuran ABI menggunakan teknik palpasi dan penelitian ini
dilakukan pada pasien Diabetess Melitus. Dengan perbedaan penelitian
ini yaitu terdapat pada metode penelitian yang mana pada penelitian
tersebut menggunkan desain Cross Sectional dan pada variabel
Angiopati dan DM Tipe II dengan luka dan tanpa luka.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Eoudia Pramesti Widya Kristiani,
Mulyadi, Minar Hutauruk
“Valuasi efektifitas pemeriksaan palpasi nadi kaki untuk mendeteksi
angiopati pada penderita Diabetes Militus di Unit Rawat jalan Rumah
Sakit Siloam Manado” penelitan ini menggunakan desain rancangan
kuantitatif observasional dengan pendekatan Cross-sectional. Penelitian
ini bertujuan untuk mengevaluasi validitas pemeriksaan palpasi dorsalis
pedis (DP) dan posterior tibialis (PT) dalam mendeteksi risiko luka kaki
diabetes angiopati. Hasil penelitian ini melibatkan 30 responden tanpa
luka kaki diabetes. Validasi palpasi nadi di kaki kanan DP menghasilkan
tingkat sensitivitas 93 %, akurasi 93 %, kaki kanan PT sensitifitasnya
92%, akurasinya 93%. Palpasi kaki kiri DP menghasilkan tingkat
sensitivitas 96%, akurasi 96%, kaki kiri PT sensitivitasnya 82% dan
akurasinya 83%. Penelitian ini menunjukan bahwa pemeriksaan palpasi
nadi DP dan PT memiliki tingkat sensitivitas dan akurasi yang tinggi.
Persamaan penelitian ini adalah pada variabel pemeriksaan palpasi dan
pasien pada penelitian tersebut adalah pasie n Diabetes Melitus. Dengan
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
10
perbedaan pada penelitian ini adalah penelitian tersebut menggunakan
rancangan kuantitativ observasional dan pada Variabel Angiopati.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Indi Himma Khairani (2011)
“Korelasi antara Nilai Ankle brachial index dengan status kognitif
pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 Lanjut Usia.” Penelitian ini
menggunakan desain penelitian Cross sectional. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis nilai Ankle brachial index (ABI) dan nilai
Mini Mental State Examination (MMSE) penderita Diabetes Mellitus
Tipe 2 lanjut usia serta menganalisis korelasi antara nilai ABI dan nilai
MMSE tersebut. Hasil dari analisis non parametrik Spearman didapatkan
nilai P<0,05 yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara kategori nilai
MMSE dengan nilai Ankle Brachial Index baik kanan maupun kiri.
Kekuatan korelasi antara nilai ABI Kiri dan nilai MMSE bernilai 0,511
menunjukan korelasi yang sedang, sedangkan korelasi antara nilai ABI
Kanan dan nilai MMSE bernilai 0,323 menunjukan korelasi yang lemah.
Arah korelasi antara nilai ABI baik kanan maupun kiri dengan nilai
MMSE menunjukan korelasi yang positif atau searah sehingga semakin
besar nilai suatu variabel semakin besar nilai variabel lainnya begitu pula
sebaliknya. Persamaan penelitian ini adalah pasien dilakukan pada pasien
DM, pada variabel Ankle brachial Index (ABI) dan pada desain
penelitian yang menggunakan desain cross sectional. Dengan perbedaan
penelitian yaiti pada variabel Status kognitif pada pasien Diabetes
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
11
Mellitus tipe 2 yang diukur mrnggunakan Mini Mental State
Examination (MMSE).
6. Penelitian yang dilakukan oleh Maria Simatupang, Karel Pandelaki,
Agnes L. Panda.
“Hubungan atara penyakit arteri perifer dengan faktor risiko
kardiovaskular pada pasien DM tipe 2” penelitian ini menggunakan
desain cross sectional. Peelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara penyakit arteri periper dengan faktor risiko
kardiovaskular pada pasienn DM tipe 2. Hasil penelitian uji chi-square
menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tekanan darah
dan nilai ABI (P=0,049), sedangkan faktor resiko usia (P = 0,144),
obesitas (P=0,488), kolesterol LDL (P=0,197) dan riwayat merokok
(P=0,512) tidak didapati hubungan. Analisis multivariat, menunjukan
bahwa terdapat hubungan yang sangat bermakna antara tekanan darah
dengan nilai ABI (P=0,037). Dari semua faktor resiko kardiovaskular
yang diteliti, tekanan darah yang paling berhubungan dengan kejadian
PAP pada pasien DMT2. Persamaan pada penelitian ini adalah desain
yang digunakan yaitu cross sectional penelitian dilakukan pada pasien
DM yang berhubungan dengan penyakit arteri perifer dengan perbedaan
penelitian yaitu variabel faktor resiko kardiovaskular.
7. Penelitian yang dilakukan Fitriyani (2012)
“Faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 di Puskesmas Kecamatan
Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon”.
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
12
Metode penelitian menggunakan desain crosss sectional, tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
kejadian DM tipe 2. Hasil penelitian menyatakan prevalensi DM tipe 2
sebesar 4,4% dan orang yang aktivitas sehari-harinya ringan memiliki
risiko 2,68 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang
yang aktivitas fisik sehari-hari sedang dan berat (OR: 2,68; 95% CI:1,11-
6,46). Persamaan pada penelitian ini adalah desain yang digunakan yaitu
cross sectional dan penelitian dilakukan pada pasien DM, sedangkan
perbedaan penelitian yaitu variabel faktor resiko kardiovaskular.
PERBANDINGAN NILAI RATA..., Widya Kartika Bela Pertiwi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018