BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penelitian ini mengkaji mengenai perilaku masyarakat1 perkotaan yang tinggal
bantaran sungai, khususnya di kota Medan. Sebagai kota yang memiliki masa kejayaan
pada masa lalu, Medan telah tumbuh dan berkembang menjadi kota besar, memberikan
banyak alternatif bagi siapapun yang berani, mau bekerja keras untuk meraih
kesuksesan di kota terbuka ini (opened city)2
Pada umumnya kota-kota di Indonesia memiliki sistem drainase
. Sebuah kota harus dilengkapi dengan
sarana dan prasarana, agar penduduknya dapat hidup layak dan nyaman. Prasarana kota
berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan
mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan efisiensi dari
prasarana ini akan menjaga kesehatan dan kestabilan sistem sosial kota, menjamin
kelangsungan perekonomian dan aktivitas bisnis serta menentukan kualitas hidup
masyarakat kota.
3
1 Secara sederhana masyarakat dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas peranan-peranan dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi, yang dalam mana kelakuan dan tindakan-tindakan manusia diwujudkan.
yang buruk.
Akibatnya sering terjadi banjir dan genangan-genangan yang menyebabkan penduduk
2 Piolina. Banjir di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971 – 1990-an. Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.
3 Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng., drainase adalah mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. http://id.wikipedia.org/wiki/Drainase (diakses 21 April 2013, pukul 09.35 WIB)
Universitas Sumatera Utara
merasa tidak nyaman dan tidak aman untuk menjalankan kehidupannya. Banjir
merupakan suatu fenomena alam yang dapat terjadi baik pada sungai yang memiliki
aliran sepanjang tahun (sungai permanen) maupun pada sungai yang memiliki aliran
hanya pada musim hujan saja (sungai intermiten). Indonesia memiliki 5.590 sungai
induk, yang sebagian diantaranya memiliki potensi menimbulkan banjir.4
Banjir adakalanya terjadi dengan waktu yang cepat dengan waktu genangan
yang cepat pula, tetapi adakalanya banjir terjadi dengan waktu yang lama dengan waktu
genangan yang lama pula. Banjir bisa terjadi karena curah hujan yang tinggi, luapan
dari sungai, tanggul sungai yang jebol, luapan air laut pasang, tersumbatnya saluran
drainase atau bendungan yang runtuh. Banjir berkembang menjadi bencana jika sudah
menimbulkan korban jiwa dan kerusakan properti dan fasilitas infrastruktur.
Banjir dapat disebabkan oleh faktor alam, meliputi curah hujan yang tinggi,
kapasitas alur sungai yang tidak mencukupi, aliran anak sungai yang tertahan oleh aliran
induk sungai, terjadinya akumulasi debit puncak sungai induk dan anak sungai di
pertemuan sungai pada waktu yang sama, terjadi pembendungan air sungai di muara
akibat pasang dari laut, adanya penyempitan alur sungai atau ambang alam, adanya
hambatan aliran oleh faktor geometri alur sungai berupa belokan-belokan sungai,
endapan material di alur sungai dan kemiringan dasar sungai yang landai, yang
memungkinkan terjadinya agradasi dasar sungai juga penyebab alamiah yang
menimbulkan banjir.
4 Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Air. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengurangan Resiko Bencana Banjir. Surakarta, Desember 2011. (halaman 1)
Universitas Sumatera Utara
Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi dan bervariasi, antara 1.000 -
4.000 mm setahun dengan angka penguapan antara 1.200 - 1.400 mm per tahun. Sekitar
25% - 35% air hujan yang jatuh menjadi aliran mantap berupa base flow. Sisanya
menjadi aliran tidak mantap mengalir dalam bentuk banjir dan aliran permukaaan.5
Seperti yang diketahui, bencana
banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada
pertengahan Januari 2013 menyebabkan Jakarta dinyatakan dalam keadaan darurat.
Banjir ini sudah dimulai sejak Desember 2012, dan baru mencapai puncaknya pada
Januari 2013. Selain curah hujan yang tinggi sejak Desember 2012, sistem drainase
yang buruk, dan jebolnya berbagai tanggul di wilayah Jakarta, telah menyebabkan
meningkatnya volume aliran air di 13 sungai yang melintasi Jakarta; Bogor, Bekasi,
Depok, dan Tangerang juga mengalami hal yang sama. Hingga pertengahan Januari
2013, Jakarta tercatat mencapai rekor curah hujan hingga 250 - 300 mm, melebihi
kondisi banjir Jakarta 2002 yang mencapai 200 mm, namun masih di bawah kondisi
banjir Jakarta 2007 yang mencapai 340 mm.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Jakarta_2013 diakses 4 April 2013, pukul 10.00
WIB)
Kepala BPPT, Tri Handoko Seto menyatakan bahwa gelombang atmosfer, angin
muson6 osilasi diurnal dan adalah penyebab tingginya curah hujan. Massa udara dari
laut China selatan dan India bergerak ke selatan menuju pusat tekanan rendah di
5 Sabo Technical Centre. Tt. Tinjauan Bencana Alam Sedimen di Indonesia. Tidak diterbitkan. 6 Angin muson atau angin musim, adalah angin periodik yang terjadi terutama di Samudra
Hindia dan sebelah selatan Asia. Kata ini juga digunakan untuk menyebut musim di saat angin ini bertiup dari arah barat daya di India dan wilayah-wilayah di sekitarnya yang ditandai dengan curah hujan yang besar serta hujan yang dikaitkan dengan angin jenis ini. http://id.wikipedia.org/wiki/Muson (diakses 8 Mei 2013, pukul 13.00 WIB)
Universitas Sumatera Utara
Australia. Massa udara ini kemudian mengalami pembelokan di sekitar Jakarta, akibat
tekanan rendah di Samudera Indonesia, di sebelah barat daya Jakarta.
Banjir juga dapat disebabkan oleh perilaku manusia. Misalnya aktifitas manusia
mengembangkan daerah pemukiman di sepanjang tepi alur sungai, adanya perubahan
tata guna lahan di Daerah Pengaliran Sungai (DPS)7
Kota-kota besar di Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk karena
laju pertumbuhan penduduk dan migrasi yang cukup besar. Lahan-lahan yang
sebelumnya menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dijadikan area permukiman dan
berbagai fasilitas lain. Letak geografis juga sangat mempengaruhi keadaan lingkungan
suatu daerah. Faktor ini menyebabkan keuntungan dan kerugian bagi penduduk yang
bertempat tinggal pada daerah tersebut. Salah satunya yang banyak merugikan manusia
pada saat ini adalah bencana banjir yang secara matematis tidak dapat terelakkan.
yang menyebabkan meningkatnya
aliran permukaan. Bantaran sungai yang dimanfaatkan sebagai tempat permukiman dan
ditanami tanaman keras dapat pula menjadi faktor penyebab banjir.
Begitu juga dengan masalah banjir di kota Medan agaknya tidak terlepas dari
kondisi geografis kota ini yang memang dilalui sejumlah sungai besar dan sungai kecil
beserta beberapa anak sungai lainnya. Sungai besar yang membelah kota Medan adalah
Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Percut, Sungai Kera dan Sungai Babura.
Persoalan banjir di kota Medan ternyata kini sudah menjadi kronis dan berulang
setiap tahun. Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan, dan tidak terhitung dana yang
telah dikeluarkan melalui berbagai proyek penanggulangan banjir di kota ini, namun
7 DPS adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah tempat air meresap ke dalam tanah dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan. DPS sering juga disebut dengan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Universitas Sumatera Utara
sampai sekarang banjir masih saja menghantui masyarakat kota Medan. Hal ini
disebabkan karena banjir yang terjadi sekarang tidak hanya disebabkan karena jika
hujan turun di hulu sungai Deli, hujan di kota Medan pun bisa menyebabkan banjir dan
genangan-genangan air di mana-mana. Begitu pula sejumlah kawasan permukiman
padat penduduk yang menjadi langganan rendaman banjir, terutama kalau hujan deras
mengguyur di bagian hulu sungai-sungai yang melintas kota Medan.
Untuk menuntaskan banjir, pihak Pemerintah Kota Medan pernah memakai jasa
tim konsultan dari Belanda untuk menemukan jalan keluar untuk air yang selama ini
membanjiri kota Medan. Dari penelitian tersebut, antara lain diidentifikasi masalah
sedimentasi8
Penelitian ini lebih difokuskan pada banjir di daerah Kampung Aur. Kampung
Aur yang terletak di jalan Brigjen Katamso dan bisa juga di akses melalui jalan Letjen
Suprapto. Kampung Aur tepatnya berada di bantaran Sungai Deli seringkali mengalami
banjir, paling tidak sebulan sekali air pasti naik menggenangi rumah masyarakat,
walaupun hanya sebatas lutut orang dewasa dan banjir tersebut diakibatkan oleh hujan
gunung di Berastagi.
atas drainase serta kecenderungan warga masyarakat yang selalu terbiasa
membuang sampah ke sungai dan parit, hingga menyebabkan banjir selalu terjadi di
Medan.
9 Dari hasil observasi, Kampung Aur ini termasuk ke dalam
kategori permukiman kumuh10
8 Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media
, karena kualitas bangunan rumah tidak permanen,
air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. http://id.wikipedia.org/wiki/Sedimentasi (diakses 5 April 2013, pukul 20.15 WIB)
9 Hasil wawancara dengan Pak Angkasa Silalahi pada tanggal 1 April 2013, pukul 11.00 WIB. 10 KUMUH dan KEKUMUHAN didefinisikan oleh program NUSSP adalah suatu lingkungan
perumahan dan pemukiman yang kotor, tidak teratur, dimana banyak terdapat rumah tinggal warga yang
Universitas Sumatera Utara
kerapatan bangunan tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan sangat terbatas (sempit),
tidak ada saluran drainase dan tempat pembuangan sampah sehingga masyarakat yang
ada disana pada umumnya membuang sampah ke sungai.
Kawasan bantaran Sungai Deli merupakan kawasan yang dikenal sebagai daerah
banjir jika hujan deras mengguyur Kota Medan. Namun, hingga kini banyak warga yang
masih bertahan untuk tetap tinggal di daerah tersebut, termasuk masyarakat Kampung
Aur. Apalagi, tidak berfungsinya kanal dan proyek pembangunan perumahan di daerah
itu merupakan sumber banjir. Penyempitan dan pendangkalan sungai, membuat air
dengan cepat meluap. Bahkan, banjir diperparah dengan adanya banjir kiriman dari
daerah dataran tinggi di Kabupaten Tanah Karo serta buruknya sistem drainase yang tak
sanggup menampung debit air. (http://harianandalas.com/Medan-Kita/Banjir-Genangi-
Rumah-Warga-di-Kampung-Aur, diakses 1 April 2013, pukul 18.55 WIB)
Diawal tahun 2013 yang lalu, hujan deras yang terjadi pada Kamis 2 Januari
2013 malam mengakibatkan rumah warga di Kampung Aur bantaran Sungai Deli, Jalan
Letjen Suprapto, Medan Maimun kembali mengalami banjir. Banjir ini merupakan yang
pertama di tahun 2013 ini dan hingga siang air baru mulai surut yang sempat mencapai
hampir dua meter. Hujan deras pada Kamis malam menyebabkan Sungai Deli meluap
dan menggenangi rumah. Banjir yang terjadi karena kiriman dari hulu. Warga yang
sudah terbiasa menghadapi banjir ini, sudah bersiap menyelamatkan barang atau
perabotan rumah tangga mereka ke tempat yang aman
tidak layak huni yang disebabkan oleh ketidak mampuan warga akibat penghasilan rendah dan kepadatan penduduk, yang banyak terdapat di daerah perkotaan ( http://www.nussp.or.id/dialogdetil.asp?mid=127&catid=1& , diakses 3 April 2013 pukul 20.40 WIB)
Universitas Sumatera Utara
(http://www.aktual.co/nusantara/133242kampung-aur-medan-terendam-banjir diakses 1
April 2013, pukul 17.30 WIB)
Sejak ada program PNPM Mandiri tahun 2012 yang lalu, pinggir Sungai Deli
Kampung Aur yang dulu tidak tertata kini sudah cantik dan rapi. Pinggiran Sungai Deli
sekarang sudah dibeton, sehingga masyarakat disana lebih mudah memanfaatkan
pinggiran sungai untuk MCK.
Rencananya Pemerintah Kota Medan di tahun 2013 ini akan melakukan
pelebaran Sungai Deli dan pembetonan pinggir sungai, di Kampung Aur. Seandainya itu
terjadi, maka rumah warga yang berada 20 meter dari bibir sungai akan tergusur.
Menurut informasi yang beredar Pemko Medan sedang melakukan pendataan kepada
penduduk, terutama yang berada di pinggiran sungai. Hal ini terkait dengan rencana
Pemerintah Kota Medan yang ingin menjadikan Kampung Aur menjadi taman kota.
Sebelum rencana ini dicanangkan, Pemerintah Kota Medan sudah menawarkan
masyarakat untuk pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Namun,
masyarakat di Kampung Aur menolak Rusunawa tersebut, dengan berbagai macam
alasan dan pertimbangan. Mayoritas mata pencaharian masyarakat disana adalah
pedagang, sehingga dengan pembangunan rusunawa itu dianggap dapat mengurangi
income masyarakat Kampung Aur. Ditambah lagi rumah yang mereka huni sekarang
pada umumnya adalah milik turun temurun, sehingga akhirnya masyarakat Kampung
Aur lebih memilih untuk tetap tinggal disana dan melakukan adaptasi, misalnya dengan
mendirikan rumah panggung atau rumah sebatas dua lantai saja untuk mengantisipasi
jika terjadi banjir.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Tinjauan Pustaka
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis
Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas
Sungai disebutkan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan
pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya
sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Garis sempadan sungai adalah garis
batas luar pengamanan sungai. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang
sungai dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggung sebelah dalam. Daerah
sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Dataran
banjir (flood plain) adalah lahan atau dataran di kanan kiri sungai yang sewaktu-waktu
bisa tergenang banjir. Sedangkan daerah dataran banjir (flood plain area) menurut
Dirjen SDA PU adalah daerah dataran rendah di kiri dan kanan alur sungai, yang elevasi
muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat
lambat, yang mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir, baik oleh luapan air
sungai maupun karena hujan lokal di daerah tersebut.
Banjir adalah suatu peristiwa meluapnya air dari sungai atau saluran drainase
karena tidak mampu menampung besarnya debit air (Dirjen SDA PU). Kawasan rawan
bencana banjir adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana
banjir (Dirjen SDA PU). Dilihat dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat
diklasifikasikan menjadi 4 jenis (Dirjen SDA DPU)
Universitas Sumatera Utara
(http://bebasbanjir2025.wordpress.com/konsep-pemerintah/ditjen-penataan-ruang-dept-
pu/ diakses 2 April 2013, pukul 15.00 WIB), yaitu:
1. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah (hujan
siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpanan air
yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang akhirnya
terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan menjadi limpasan yang selanjutnya
akan mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, dan meluap menggenangi
areal dataran rendah di kiri-kanan sungai. Jenis banjir ini termasuk yang paling
sering terjadi di Indonesia.
2. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju
dan kenaikan suhu udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan
mengalir dengan cepat bila disertai dengan hujan. Jenis banjir ini hanya terjadi
di daerah yang bersalju.
3. Banjir bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan
intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang
curam di bagian hulu sungai. Aliran air banjir dengan kecepatan tinggi akan
memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya bila disertai dengan
longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya.
4. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada muara
sungai atau pada pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak
besar, bila secara bersamaan terjadi hujan besar di daerah hulu sungai yang
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian hilirnya, serta disertai badai yang
terjadi di lautan atau pantai.
Sedangkan penyebab banjir pada umumnya disebabkan curah hujan yang tinggi
di atas normal, namun banjir juga bisa terjadi akibat kiriman dari hulu, bila curah hujan
tinggi di hulu sungai dan sistem DAS dari sungai itu rusak maka luapan airnya akan
terjadi di hilir sungai. Pada daerah permukiman dengan tingkat bangunan padat dapat
mengakibatkan tingkat resapan air kedalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan
curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran permukaan (run off)
yang berlangsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya
terlampaui yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya banjir.
Secara umum penyebab banjir dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu
banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh
tindakan manusia (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002:78-79). Yang termasuk sebab-sebab
alami antara lain:
1. Curah hujan
Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di
sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau
genangan.
2. Pengaruh fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan
daerah pengaliran sungai, kemiringan sungai, bentuk penampang seperti lebar,
Universitas Sumatera Utara
kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai, lokasi sungai,
merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.
3. Erosi dan sedimentasi
Erosi di daerah pengaliran sungai akan berpengaruh terhadap pengurangan
kapasitas penampang sungai, besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas
saluran, sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.
4. Kapasitas sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh
pengendapan yang berasal dari erosi daerah pengaliran sungai dan erosi tanggul
sungai yang berlebihan serta sedimentasi di sungai karena tidak adanya vegetasi
penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat.
5. Kapasitas drainase yang tidak memadai
Kondisi drainase yang tidak memadai apakah dari kapasitas tampungan ataupun
kondisi struktur yang rusak dapat menyebabkan terjadi genangan dan banjir.
6. Pengaruh air pasang
Air pasang laut memperlambat aliran sungai kelaut. Pada waktu banjir
bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir
menjadi besar karena terjadinya aliran balik (back water).
Yang termasuk sebab-sebab banjir karena tindakan manusia antara lain:
1. Perubahan kondisi daerah pengaliran sungai
Universitas Sumatera Utara
Perubahan daerah pengaliran sungai seperti penggundulan hutan, usaha
pertanian yang kurang tepat, perluasan kota dan perubahan tata guna lainnya
dapat memperburuk masalah banjir karena aliran banjir.
2. Kawasan kumuh
Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir
daerah perkotaan. Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat
menjadi penghambat aliran.
3. Sampah
Fenomena disiplin masyarakat yang kurang baik dengan membuang sampah
tidak pada tempatnya melainkan di sungai, akan dapat meninggikan muka air
banjir karena menghalangi aliran.
4. Drainase lahan
Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran banjir
akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.
5. Bendung dan bangunan air
Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi
muka air banjir karena efek aliran balik (back water).
6. Kerusakan bangunan pengendali banjir
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga
menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan
kuantitas banjir.
7. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
Universitas Sumatera Utara
Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan
akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan
selama banjir-banjir besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang tinggi.
Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana
dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, menyebabkan kecepatan aliran yang
sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang
besar.
Keberadaan kota11 dikenali dengan adanya berbagai macam kondisi dan hal-hal
yang membuat kota menjadi wilayah yang dinamis dan heterogen.12
Adanya ciri khas kota yang menunjukkan banyaknya penduduk dari
beranekaragam suku bangsa, agama, ras, adat-istiadat serta kelas sosial yakni dari yang
kaya sampai miskin, membuat kehidupan kota begitu kontras dengan perbedaan dan
Defenisi yang
mendukung keheterogenan kota juga dinyatakan oleh Louis Wirth (Menno dan
Mustamin Alwi dalam Antropologi Perkotaan ,1994) merumuskan kota sebagai “… a
relatively large, dense, and permanent settlement of socially heterogenous individuals.”
Kota ditentukan oleh ukurannya yang cukup besar, kepadatan penduduknya dan
heterogenitas masyarakatnya. Sejalan dengan kehidupan kota yang keadaannya begitu
kompleks serta beranekaragam, maka keberadaan kotapun dinamakan heterogen.
11 Menurut Yunus (2005) Kota adalah sebuah istilah atau kata yang sudah sangat popular dikalangan masyarakat baik masyarakat awam maupun masyarakat yang memperdalam studinya mengenai kota, karena hal inilah bagi masyarakat awam kata kota ini seolah-olah tidak memerlukan pembahasan lebih lanjut.
12 Heterogen (keadaan berbagai unsur yang berbeda sifat atau berlainan jenis); keanekaragaman: masyarakat di kota besar juga membuat perbedaan segala peristiwa. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Universitas Sumatera Utara
mencoloknya kesenjangan para masyarakat, khususnya yang paling tampak adalah
menyangkut aspek ekonomi atau kemiskinan. Faktor ekonomi membawa dampak yang
besar bagi terciptanya strata sosial ekonomi sehingga membuat kesenjangan masyarakat
nampak nyata hadir dalam kehidupan kota, cara yang paling mudah untuk mengenalinya
dapat dilihat dari segi permukiman.
Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin berkembangnya penduduk
yang tinggal di wilayah tersebut dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung
terus menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan
penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka harus
mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran. Selanjutnya akan mengakibatkan
terjadinya perluasan permukiman di daerah pinggiran kota sebagai dampaknya.
Kawasan pinggiran juga berfungsi sebagai kawasan lindung untuk melindungi kawasan.
Seperti kawasan resapan air dimana dapat bermanfaat bagi penyediaan air tanah
maupun melindungi kawasan dari erosi dan juga banjir. Namun pada kenyataannya
wilayah yang pada awalnya diperuntukkan untuk ruang terbuka atau kawasan lindung
kemudian beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan permukiman. Dampak yang
timbul adalah sarana untuk menetralisir polusi udara yang timbul semakin berkurang
sehingga kualitas udara dikawasan perkotaan menjadi semakin menurun seiring dengan
semakin sesaknya bangunan-bangunan yang telah berdiri kokoh. Fungsi sebagai
kawasan lindung serta Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang melindungi daerah sekitar
pada khususnya dan kota pada umumnya juga akan berkurang. Akibat yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dilihat secara langsung adalah terjadinya banjir. Air hujan yang turun lebih banyak yang
mengalami run off dibandingkan dengan yang mengalami infiltrasi. Dampak tersebut
tentu saja pada akhirnya juga akan dirasakan oleh masyarakat perkotaan sendiri.
(http://fauziasp.tumblr.com/ diakses 4 April 2013 pukul 16.25 WIB)
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
pengertian lingkungan hidup tersebut sesuai dengan penjelasan tentang lingkungan
hidup yang tertulis pada UU No. 2 tahun 1997. Lingkungan hidup merupakan bagian
yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktivitas manusia mempengaruhi
lingkungannya dan sebaliknya kehidupan manusia dipengaruhi oleh lingkungannya.
Hubungan antara manusia dan lingkungan semakin diperkuat dengan pendapat
Rambo (1981) yang menggambarkan hubungan antara manusia dan lingkungan secara
spesifik lagi dalam bentuk hubungan fungsional yang kemudian dikenalkan sebagai
pendekatan sosio-biofisik. Hubungan fungsional tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk hubungan interaksi dan interpendensi antara sistem alam (natural system) dan
sistem sosial (social system). Kedua sistem tersebut di alam tumpang tindih karena
setiap dinamika dalam sistem sosial akan mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh
sistem alamnya.
Universitas Sumatera Utara
Otto Soemarwoto (1979) mengemukakan bahwa di dalam hubungan fungsional
antara lingkungan alam dan lingkungan manusia terdapat dua aliran yaitu:
1. Aliran imanen, manusia dalam lingkungan sosial digambarkan terpisah dari
lingkungan alamnya (biofisik), manusia merasa terlepas dari sistem alamnya
karena merasa mempunyai kemampuan untuk menguasainya
2. Aliran transenden, manusia dengan sistem sosialnya membentuk satu
kesatuan, merupakan bagian integral dari sistem alamnya; manusia secara
arif bijaksana merasa mempunyai kepentingan yang sama dengan
lingkungan hidupnya.
Selanjutnya Totok Gunawan (1983) mengemukakan bahwa Clifford Geertz
(1979) melihat perkembangan kebudayaan manusia dari cara strategi manusia dalam
menghadapi kondisi dan situasi lingkungan alamnya dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Pendekatan deterministic, disini dalam menghadapi lingkungan alam sekitar,
kebudayaan manusia masih dipengaruhi dan ditentukan atau tergantung
kepada kondisi lingkungan alamnya.
2. Pendekatan posibilisme, manusia dengan peningkatan kebudayaannya
mampu melakukan seleksi dan adaptasi terhadap kondisi lingkungan alam
yang dihadapi, disesuaikan dengan kehendaknya.
Kelemahan pendekatan deterministic kebudayaan lambat untuk berkembang,
sedangkan kelemahan pendekatan posibilisme keserakahan manusia dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya tekanan-tekanan terhadap ekosistem yang menjurus kepada degradasi kualitas
lingkungan.
Ada dua pengertian persepsi manusia terhadap lingkungannya (environment
perception). Pertama adalah proses manusia memperoleh pengetahuan lingkungan
(objective environment) melalui rangsangan-rangsangan yang diterimanya. Kedua
tanggapan manusia terhadap lingkungan (image of the environment) yang terdapat
dalam pikirannya. Proses manusia memperoleh pengetahuan lingkungan ditentukan oleh
pandangan yang sifatnya individual terhadap lingkungan, sesuai dengan kebudayaan
yang dianutnya. Sebaliknya pandangan hidup, motivasi ekonomi dan tradisi yang dianut
masing-masing individu merupakan pertimbangan yang menentukan bagaimana
eksistensi kebudayaan itu mampu melakukan seleksi atau menyaring rangsangan dari
luar (objective environment). Dalam hal ini kebudayaan lebih bersifat menyaring
rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Hal ini kemudian dipelajari manusia yang
memungkinkan kebudayaan itu membentuk respon terhadap lingkungan yang lebih
bersifat kultural dan kemudian disosialisasikan kepada individu warga masyarakat yang
lain, akhirnya menjadi pola perilaku yang diterima dan diakui oleh masyarakat.
(Ahimsa, 1994).
Wujud dari kebudayaan yang disebut sistem sosial, mengenai sistem berpola dari
manusia itu sendiri. Dimana sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu sama lain dari detik ke detik, dari hari hari
Universitas Sumatera Utara
ke hari dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan.(Koentjaraningrat 2000:186-187)
Spradley (1997:10) menyatakan bahwa kebudayaan sebagai sistem pengetahuan
yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk
menginterpretasikan dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk menyusun strategi
perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka. Dengan pengalaman masyarakat
Kampung Aur yang telah berkali-kali merasakan banjir, mereka belajar bagaimana
keadaan sungai ketika hendak datangnya banjir, mereka interpretasikan dan mereka
dapat menyusun strategi untuk menghadapi banjir yaitu dengan melakukan
penyelamatan seluruh anggota keluarga dan perabotan-perabotan, sehingga tidak
menimbulkan korban jiwa.
1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Penelitian
Kampung Aur yang tepatnya berada di Kelurahan Aur yang terletak di
Kecamatan Medan Maimun Kota Medan merupakan salah satu kelurahan yang rawan
banjir terutama pada saat musim penghujan. Banjir yang terjadi dapat meliputi hampir
keseluruhan wilayah Kelurahan Aur, terutama Kampung Aur. Selain faktor alam yang
menjadi penyebab banjir, perilaku masyarakat Kampung Aur juga berpengaruh terhadap
penyebab banjir. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka secara secara spesifik
permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Perilaku masyarakat
Kampung Aur di bantaran Sungai Deli.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahan tersebut akan dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku masyarakat Kampung Aur di bantaran Sungai.
2. Bagaimana peran pemerintah Kota Medan terhadap banjir di Kampung Aur.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan tulisan yang digunakan sebagai
tugas akhir pada Departemen Antropologi Sosial FISIP USU. Secara teoritis penelitian
ini juga bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas bagaimana pengaruh perilaku
masyarakat yang tinggal di bantaran sungai melalui kasus-kasus yang sering terjadi.
Lebih lanjut, tujuan penelitian akan diuraikan sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran mengenai perilaku masyarakat bantaran Sungai Deli
baik dalam memanfaatkan sungai dan perilaku masyarakat sebagai faktor
penyebab banjir yang terjadi di lingkungan Kampung Aur Kecamatan Medan
Maimun Kota Medan.
2. Memberikan gambaran mengenai pengaruh banjir terhadap kehidupan
masyarakat Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan gambaran mengenai peran Pemerintah Kota Medan terhadap
banjir yang terjadi di Kota Medan khususnya di lingkungan Kampung Aur,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Menambah wawasan serta menjadi referensi dalam khasanah ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang Antropologi mengenai masalah banjir di perkotaan
yang terjadi di lingkungan masyarakat bantaran Sungai Deli.
2. Sebagai bahan acuan, pertimbangan dan pembanding bagi pihak-pihak yang
ingin mengangkat atau mengembangkan gambaran program penanggulangan
masalah banjir yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat kota dan
masyarakat pinggiran sungai
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Aur Lingkungan IV Kecamatan Medan
Maimun Kota Medan. Oleh masyarakat setempat, Lingkungan IV lebih dikenal dengan
nama Kampung Aur. Dipilihnya lokasi ini berdasarkan beberapa pertimbangan:
1. Keberadaan Kampung Aur berada di pusat kota dan permukiman di bantaran
Sungai Deli.
Universitas Sumatera Utara
2. Tingginya frekuensi banjir di lingkungan Kampung Aur semenjak beberapa
tahun terakhir ini.
3. Jalur akses dari tempat tinggal peneliti ke Kampung Aur mudah dan tidak
memakan waktu lama.
4. Lokasi penelitian merupakan saran dan masukan dari dosen matakuliah
Etnosains, dan setelah membaca berita-berita melalui internet tentang
Kampung Aur, lokasi ini menarik untuk diteliti.
1.5.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif13
Dengan tahapan penelitian pra lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan
diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian peneliti akan mengumpulkan data
kualitatif sebanyak mungkin yang akan dirumuskan menjadi beberapa kasus-kasus yang
akan dianalisa dan dikonsultasikan dengan bantuan informan kunci. Prosedur penelitian
kualitatif lebih bersifat sirkuler, artinya dalam hal-hal tertentu, langkah atau tahapan
.
Metode ini digunakan untuk menghasilkan data-data etnografis serta deskriptif
mengenai kehidupan masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Deli. Selain itu
penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang tentu saja bersifat etnografis yang
bermaksud mendeskripsikan mengenai kehidupan dan perilaku masyarakat Kampung
Aur di pinggiran Sungai Deli.
13 Menurut Moleong (2006:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang terjadi dan dialami oleh subyek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode kualitatif yaitu berupa pengamatan, wawancara dan studi kepustakaan
Universitas Sumatera Utara
penelitian dapat diulang satu atau beberapa kali sampai diperoleh data yang lengkap
untuk membangun teori dasar. (Berutu, dkk.2001)
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus adalah
studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki
pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi.
Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa
program, peristiwa, aktivitas, atau individu.
Penelitian ini akan dilakukan di Kampung Aur Kecamatan Medan Maimun Kota
Medan. Kampung Aur terpilih menjadi tempat penelitian karena frekuensi banjir yang
dialami oleh masyarakat cukup tinggi dan tingginya daya tahan masyarakat terhadap
serangan banjir.
1.5.3 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data, maka diperlukan beberapa metode pengumpulan data
dan teknik analisis data dalam penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
mencari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh
dari lapangan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan data sekunder
merupakan data yang diperoleh dari kepustakaan, dalam hal ini dapat diperoleh melalui
buku-buku, literature, jurnal, tesis, laporan penelitian, media elektronik serta bahan-
bahan bacaan yang relevan dengan masalah penelitian. Teknik pengumpulan data
peneliti rangkum dan bagi ke dalam studi lapangan, studi kepustakaan dan bahan visual.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3.1 Studi Lapangan
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data lapangan ini adalah:
1. Observasi14
Untuk mendukung kelengkapan data yang dapat diperoleh dengan cara
pengamatan maka observasi menjadi pilihan yang tepat dalam penelitian ini. Observasi
digunakan juga untuk melakukan pendekatan awal dengan objek pengamatan, hal ini
tentunya penting untuk memberikan kemudahan pada awal penelitian, sebelum kegiatan
wawancara dilakukan dan tentu saja untuk menggambarkan kondisi awal penelitian di
lapangan. Observasi berguna untuk menjaring informasi-informasi empiris yang detail
dan aktual dari unit analisis penelitian (Bungin, 2007:230).
Oleh sebab itu peneliti akan melakukan dan menjalankan observasi tanpa
partisipasi terkait fokus penelitian dengan mengamati dan melihat kondisi pemukiman
di kawasan Jalan Brigjen Katamso serta mengamati dari atas jembatan HVA (Holland
Vereniging Amsterdam). Sebelum memulai penelitian lebih mendalam, peneliti
melakukan observasi pra penelitian, hal ini peneliti perlukan guna mengetahui lebih
dalam dan lebih dekat lokasi / lapangan. Selain itu pra survei yang peneliti lakukan
14 Observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejala (tindakan, peristiwa, peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian dengan cara mengamati).
Universitas Sumatera Utara
penting bagi peneliti untuk menjaring dan mengenali orang-orang / masyarakat di lokasi
penelitian guna dijadikan informan.
Untuk pertama kalinya peneliti mengunjungi Kampung Aur di awal bulan
Januari 2013, pada saat itu banjir setinggi 3 meter baru saja surut, masyarakat masih
sibuk menyedot air yang masih tergenang dan membersihkan sampah-sampah yang di
bawa arus. Peneliti mulai menelusuri Kampung Aur di mulai dari Kampung Aur atas
hingga ke Kampung Aur lembah dan pinggir sungai Deli. Ketika mulai masuk ke
lingkungan Kampung Aur, tercium aroma yang tidak enak. Bau busuk, bau sampah.
Terasa menjijikkan, namun sebagai seorang peneliti hal yang seperti itu tidak boleh
diperlihatkan. Ada berpuluh pasang mata yang memperhatikan kedatangan peneliti,
sempat berfikir dalam hati “ada yang salahkah dengan penampilanku ke tempat ini?”
Dengan memakai kaos Inisiasi Antropologi 2011, celana jeans hitam, kets All Stars tak
lupa ransel berwarna coklat mendampingi observasi non partisipasi hari ini. Peneliti
santai saja terus berjalan, masa bodoh dengan apa yang ada dipikiran masyarakat.
Sesekali peneliti senyum ketika berpapasan dengan sepasang bola mata yang
memperhatikan kedatangan peneliti.
Perasaan takut terus menghantui, mengingat beberapa kali mendengar cerita
dari teman-teman bahwa Kampung Aur tempat yang rawan kejahatan dan banyak para
pemuda disana yang “usil” dan memakai obat terlarang. Namun demi sebuah tekad,
yaitu untuk segera menyelesaikan studi, peneliti memberanikan diri dengan
Universitas Sumatera Utara
bermodalkan positive thinking, “apabila datang ke tempat ini dengan maksud dan tujuan
yang baik, maka saya juga akan disambut dengan baik”.
Dan akhirnya peneliti temukan seorang pria paruh baya sedang duduk santai di
kedainya yang baru saja dibersihkannya, peneliti senyum dan beliau pun membalas
senyum peneliti. Tergerak hati ingin mengobrol sebentar dengan Bapak itu. Namanya
pak Angkasa Silalahi. Dengan ramah peneliti menyapa dan menanyakan ketersediaan
beliau untuk diwawancarai. Ternyata beliau bersedia, bahkan beliau berinisiatif sendiri
menceritakan apa yang baru saja terjadi dan bagaimana kehidupan sehari-hari
masyarakat Kampung Aur. Saya mendengarkan serta sekali-kali mengangguk paham,
terkadang kami tertawa karena ada hal yang diceritakan menggelitik perut. Setelah 20
menit bercakap-cakap, Pak Silalahi menanyakan ingin minum atau tidak, peneliti
berusaha menolak dengan halus namun beliau segera pergi ke rumahnya yang
bersebelahan dengan kedainya dan kembali lagi membawa botol Aqua dingin yang
sudah diisi dengan air biasa. Kemudian beliau berikan kepada saya, tapi tidak saya
sentuh. Ntah kenapa, tiba-tiba Pak Silalahi berkata “mari diminum dek, hanya itu yang
kami punya. Tidak usah takut, tidak dimasukkan racun kedalam botol air itu.
Masyarakat disini tidak ada yang berani berbuat demikian”. Sontak peneliti terkejut
karna beliau tahu apa yang sedang saya pikirkan mengenai botol air itu. Karena segan
dan takut dianggap tidak menghargai, saya minum air tersebut dan berharap saya bisa
keluar dengan selamat dari tempat ini.
Universitas Sumatera Utara
Dan setelah selesai berbincang-bincang dengan Pak Silalahi dan menelusuri
Kampung Aur, peneliti segera pulang dan mengambil kesimpulan dari hasil wawancara
bahwa lokasi cocok untuk menjadi tempat penelitian dan mengangkat topik
permasalahan mengenai perilaku masyarakat pinggir Sungai Deli, khususnya sebagai
faktor penyebab banjir.
2. Wawancara
Wawancara mendalam (indepth interview) merupakan metode pengumpulan
data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara mendalam secara
umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (interview guide),
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan
demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan
informan.
Peneliti berusaha untuk menjalin rapport15
15 Rapport adalah hubungan antara peneliti dan subjek yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya.
dengan informan. Pengembangan
rapport dilakukan dengan cara hidup beradaptasi dan mengikuti kegiatan sehari-hari
masyarakat di Kampung Aur dan menjalin hubungan yang baik dengan penduduk
setempat sehingga ketika melakukan wawancara, data yang diperoleh benar-benar atau
mendekati fakta yang sesungguhnya. Hasil-hasil wawancara akan dicatat dalam catatan
Universitas Sumatera Utara
lapangan untuk memudahkan pemahaman akan disertakan foto, rekaman suara dan
video yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam melakukan wawancara peneliti
tidak membedakan mana informan pangkal, informan kunci ataupun informan biasa.
Dari observasi awal peneliti dilapangan, maka peneliti sudah menemukan
informan meskipun untuk tahap awal peneliti masih melakukan wawancara sambil lalu.
Kunjungan ke Kampung Aur yang selanjutnya ketika judul peneliti telah di ACC oleh
Ketua Jurusan Departemen Antropologi FISIP USU. Saat itu peneliti berniat akan
menjumpai Kepala Lingkungan IV (Kampung Aur). Berdasarkan informasi Pak Silalahi
Kepala Lingkungan IV (Kampung Aur) bernama Sabil, usianya masih sangat muda
tetapi sudah dipercayakan masyarakat untuk menjadi kepala lingkungan Kampung Aur.
Setelah bertanya dengan beberapa warga, akhirnya peneliti mendapatkan rumah
Pak Sabil. Namun agak sedikit kecewa ketika mendapati bahwa Pak Sabil sedang tidak
berada di rumah. Akhirnya peneliti putuskan untuk menunggu, siapa tahu Pak Sabil
tidak lama lagi akan pulang. Peneliti menunggu disebuah beranda yang ada di pinggir
Sungai Deli, disana ada seorang Ibu Muda sedang menjagai anaknya yang masih balita,
yang sedang bermain. Peneliti hanya meminta izin untuk menumpang duduk di beranda
tersebut. Ibu tersebut bertanya kepada peneliti “mau cari siapa dek?” kemudian peneliti
mengenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan peneliti ke Kampung Aur. Tidak
lama kemudian turun seorang pria dari lantai dua beranda, bertelanjang dada dan hanya
memakai celana ponggol. Di punggungnya penuh dengan tato, di tangan kanan juga
demikian dan terlihat ada bekas luka jahit. Peneliti sempat takut dan berfikir
Universitas Sumatera Utara
“premankah abang ini?”. Pertanyaan yang sama dilontarkan oleh pria tersebut, “mau
cari siapa dek?”
Pria tersebut bernama Budi Bahar, beliau merupakan saudara Pak Sabil, satu
nenek katanya. Bang Budi memberikan peneliti nomor HP Pak Sabil, segera peneliti
menghubungi Pak Sabil dan menjelaskan maksud peneliti. Setelah berbincang sebentar
dengan Pak Sabil melalui telefon, beliau meminta harus ada surat izin penelitian dari
kampus dan sudah melapor ke Kantor Lurah Kampung Aur. Namun peneliti
menjelaskan ini hanya pra penelitian, jadi pihak kampus belum mengeluarkan surat izin.
Namun akhirnya Pak Sabil mengerti dan mengizinkan peneliti untuk melakukan
wawancara.
Bang Budi sendiri bersedia untuk di wawancarai, beliau kemudian menghubungi
rekannya yang bernama Syafri Icap. Mereka berdua merupakan orang yang cukup di
segani oleh masyarakat Kampung Aur. Bang Budi mengenalkan dirinya beserta
keluarganya, ternyata Ibu Muda tadi adalah isterinya, bernama Indah. Beranda tersebut
adalah miliknya, yang biasanya dijadikan untuk tempat kumpul masyarakat di Kampung
Aur apabila hendak bersantai atau mengobrol. Tempat tinggalnya berada di lantai dua,
keluarga Bang Budi tinggal bersama Ibu dan adiknya.
Pak Icap adalah seseorang yang biasa mendampingi mahasiswa yang melakukan
penelitian. Beliau juga bersedia untuk meluangkan waktu jika saya membutuhkan data
dan informasi mengenai Kampung Aur. Bahkan kami bertiga bertukaran nomor HP
Universitas Sumatera Utara
untuk membuat janji jika peneliti akan mewawancarai mereka. Terjadi percakapan yang
seru diantara kami bertiga, setiap pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan mereka
jawab dengan jelas. Dimulai dari awal berdirinya Kampung Aur ini, sampai akhirnya
Kampung Aur tetap ada sampai sekarang, perjuangan yang cukup panjang.
Pak Icap memberikan kepada saya nama-nama yang patut untuk di wawancarai,
beliau mengingatkan hati-hati dalam memilih informan, karena tidak semua masyarakat
yang di Kampung Aur mau terbuka untuk diwawancarai. Akhirnya peneliti pamit dan
bejanji akan segera kembali setelah ujian proposal dan mendapatkan surat izin
penelitian lapangan dari Fakultas.
1.5.3.2 Studi Kepustakaan
Literatur dipakai dalam studi kepustakaan. Literatur digunakan untuk
melengkapi data yang berhubungan dengan penelitian ini. penelusuran literatur (studi
pustaka) yang berhubungan dengan data-data tentang pemukiman kumuh dan banjir di
Kampung Aur, baik dalam hal sejarah, kehidupan masyarakat, informasi pemukiman,
administratif penduduk, teori-teori yang mejelaskan tentang antropologi perkotaan,
antropologi ekologi, masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku masyarakat yang
hidup di pinggir sungai dan banjir, dan literatur mengenai metode penelitian sosial yang
akan menghasilkan keterangan yang dapat membantu mempertajam analisis dan
melengkapi data. Jenis literatur dapat berupa buku-buku teori, laporan penelitian;
skripsi, tesis, disertasi, artikel, opini dari surat kabar atau majalah. Perkembangan
Universitas Sumatera Utara
teknologi yang begitu pesat juga membantu dalam pencarian informasi melalui media
online16
seperti internet.
1.5.3.3 Bahan Visual
Tidak luput juga untuk menggunakan dokumentasi visual untuk lebih
menguatkan data yang telah didapat baik dari hasil observasi maupun wawancara.
Bahan atau peralatan yang digunakan untuk mendukung dokumen visual ini disajikan
dalam bentuk foto. Bahan fotografi bentuknya seperti: foto, grafis, film, video, kartun,
microfilm, slide dan sebagainya sehingga semuanya disebut sebagai bahan visual
(Bungin, 2007:123).
1.5.4 Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara
kualitatif. Data yang terkumpul akan dianalisa, dikategorisasikan, dibandingkan dan
dihubungkan (dicari hubungan-hubungan yang saling terkait satu dengan yang lainnya),
untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan masalah penelitian. Melalui cara
penganalisaan data tersebut diharapkan dapat ditemukan konsep dan kesimpulan yang
menjelaskan laporan atau hasil penelitian yang disusun secara sistematis untuk
mendeskripsikan secara objektif keberadaan kehidupan masyarakat pemukiman kumuh
Kampung Aur yang tinggal di pinggiran Sungai Deli terkhusus mengenai perilaku
16 Lihat Bungin (2007:115)
Universitas Sumatera Utara
mereka dalam memanfaatkan sungai dan sebagai faktor penyebab banjir. Pendeskripsian
yang objektif menunjuk hasil pada hasil yang betul-betul ada dan terjadi di lapangan.
Subjektif menunjuk guna terjalinya hubungan yang baik (rapport) dengan para
informan karena informanlah yang menjadi guru bagi sumber data dari skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara