1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Tahun 2016 menjadi awal mula pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN) di Indonesia. MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) atau AEC (ASEAN
Economic Community) adalah suatu bentuk kesatuan pasar tunggal yang mana membuka
jalur ekonomi secara bebas dikawasan Asia Tenggara. Menurut Ir. Eddy Kuntadi
pengertian ”MEA adalah suatu bentuk program yang bertujuan menciptakan
ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, dimana terjadi
arus bebas (free flow) atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta
penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN”. Dalam pengertian
tersebut tentu saja persaingan antar negara dikawasan Asia Tenggara, termasuk
Indonesia akan lebih ketat dari tahun sebelumnya.
Kebijakan pembentukan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang diberlakukan
di Indonesia menjadikan persaingan serta kompetisi antar perusahaan dalam dunia
perindustrian khususnya industri manufaktur semakin ketat. Setiap perusahaan berusaha
untuk meningkatkan produktivitasnya agar menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan dan standar mutu produk terbaik dibandingkan dengan perusahaan lain. Tak
hanya persaingan yang semakin ketat, kebijakan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)
pun menimbulkan ancaman yang cukup mengkhawatirkan bagi para pelaku industri
manufaktur seperti bebas keluar-masuknya barang-barang impor ke Indonesia. Untuk
mengubah ancaman tersebut menjadi peluang maka para pelaku bisnis manufaktur
khususnya industri pakaian jadi harus lebih baik lagi didalam peningkatan produktivitas
2
dan kualitas produknya agar tidak terdominasi oleh produk impor dari luar negeri
dan produk dalam negeri pun dapat lebih banyak berkontribusi dalam melakukan ekspor.
Produk yang berkualitas dan berstandarisasilah yang akan diterima oleh pasar.
Karena saat produk yang dihasilkan mendapatkan kepercayaan dipasar dalam
negeri, maka pasar luar negeri akan mudah menerima produk tersebut
Industri manufaktur khususnya industri pakaian jadi merupakan industri
yang bersifat padat karya dan memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada nilai
ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Namun terdapat beberapa
tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi di era MEA saat ini,
antara lain mengenai persaingan produk pakaian jadi dari luar negeri khususnya
negara China yang menawarkan harga murah dengan kualitas produk yang sangat
baik. Hal ini tentu mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri
pakaian jadi di Indonesia.
Ketatnya persaingan dapat mempengaruhi bentuk struktur pasar, perilaku
dan kinerja perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia. Dapat dilihat pada
gambar 1.1 menunjukkan perkembangan indeks produksi Industri pakaian untuk 5
(lima) tahun terakhir di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Pada
tahun 2012 perkembangan produksi industri pakaian jadi memiliki nilai indeks
sebesar 188,89, namun di tahun 2013 produksi industri pakaian jadi ternyata
mengalami penurunan perkembangan produksi dari tahun sebelumnya tahun 2012
sebesar 59,99 dari nilai indeks 188,89 ke nilai indeks 128,90, kemudian untuk
tahun 2014 perkembangan produksi industri pakaian jadi mengalami peningkatan
perkembangan produksi dari tahun sebelumnya tahun 2013 sebesar 4,61 dari nilai
3
indeks 128,90 ke nilai indeks 133,51, sedangkan di tahun 2015 perkembangan
produksi industri pakaian jadi mengalami penurunan kembali jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya tahun 2014 sebesar 14,5 dari nilai indeks 133,51 ke
nilai indeks 119,01, dan terakhir untuk tahun 2016 perkembangan produksi
industri pakaian jadi mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya tahun 2014 sebesar 8,39 dari nilai indeks 119,01 ke nilai indeks 110,
62 namun bila dibandingkan dengan periode dasar (tahun dasar = 100) angka
tersebut masih menunjukkan peningkatan.
Gambar 1.1
Sumber : Badan Pusat Statistik
Dilihat dari data badan pusat statistik (BPS) diatas, mengapa perkembangan
produksi industri pakaian jadi di Indonesia selama 5 tahun terakhir mengalami
fluktuasi dari tahun ke tahunnya atau bisa dikatakan semakin menurun bila
dibandingkan pada tahun 2012, hal tersebut dapat dikarenakan banyaknya
masalah yang dihadapi oleh industri pakaian jadi tersebut. Berbagai macam
masalah mulai dari persaingan pemasaran didalam pasar domestik maupun pasar
internasional, peningkatan harga bahan baku sebagai akibat tidak langsung dari
188,89
128,9 133,51 119,01 110,62
2012 2013 2014 2015 2016
Perkembangan Indeks Produksi
Industri Pakaian Jadi
Tahun 2012-2016
4
fluktuasi harga minyak dunia, terbatasnya modal serta mesin-mesin produksi yang
sudah semakin tua.
Industri pakaian jadi atau garmen adalah industri yang memproduksi
pakaian jadi dan perlengkapan pakaian. Yang dimaksud dengan pakaian jadi
adalah segala macam pakaian dari bahan tekstil baik untuk laki-laki, wanita, anak-
anak dan bayi. Bahan bakunya adalah kain tenun atau kain rajutan dan
produknya antara lain berupa kemeja (shirts), blus (blouses), rok (skirts), kaus (t-
shirts, polo shirt, sport swear), pakaian dalam (underwear) dan lain-lain. Saat ini
pakaian bukan hanya sebagai penutup tubuh saja, melainkan sudah merupakan
kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat tinggal. Seiring dengan
perkembangan jaman tersebut, maka banyak dari para pelaku bisnis yang
berlomba-lomba untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia akan pakaian
khususnya pakaian untuk para kaum wanita, karena wanitalah yang lebih banyak
mendominasi konsumen pasar.
Banyak industri pakaian jadi atau garmen khususnya untuk wilayah
Kabupaten Bandung yang melakukan perbaikan dan peningkatan produktivitas
produksinya agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan pakaian jadi.
Terdapat 43 industri garmen di Kabupaten Bandung yang masih aktif sampai saat
ini. Dilihat dari gambar 1.2, terdapat 2 (dua) industri garmen dimasing-masing
wilayah Kecamatan Cileunyi dan Rancaekek, kemudian untuk wilayah Kecamatan
Baleendah dan Arjasari masing-masing terdapat 3 (tiga) industri garmen,
sedangkan untuk wilayah Kecamatan Margahayu terdapat 8 (delapan) industri
garmen yang disusul wilayah Kecamatan Dayeuhkolot terdapat industri garmen
5
sebanyak 10 (sepuluh) industri, sedangkan industri garmen dengan jumlah
terbesar berada di wilayah Kecamatan Katapang sebanyak 13 (tigabelas) industri,
namun untuk wilayah Kecamatan Pameungpeuk dan Banjaran masing-masing
hanya terdapat 1 (satu) industri garmen. Hal ini menunjukkan untuk cakupan
wilayah di Kabupaten Bandung saja industri garmen memiliki pesaing yang cukup
banyak. Sehingga perlu adanya usaha dari tiap perusahaan tersebut untuk tetap
dapat bertahan di era saat ini.
Berikut data jumlah industri garmen di Kabupaten Bandung :
Gambar 1.2
Sumber: Citarum.org
Produktivitas suatu perusahaan tergantung kepada faktor-faktor sumber
daya yang dimilikinya. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana perusahaan tersebut mengendalikan persediaannya. Dimana persediaan
merupakan hal yang sangat penting dalam kelancaran proses produksi. Suatu
perusahaan harus dapat mengelola dan mengendalikan persediaan, agar proses
produksi tidak terhambat. Salah satunya yaitu pengendalian bahan baku.
Pengendalian bahan baku penting dilakukan untuk setiap perusahaan manufaktur
05
1015
2 2 3
10 13
1 1 3 8
Jumlah Industri Garmen di Kabupaten
Bandung yang Dikelompokkan Sesuai
Kecamatan
6
khususunya perusahaan garmen dimana untuk melancarkan proses produksinya
sangat memerlukan persediaan.
Perusahaan harus memastikan bahwa jumlah bahan baku cukup bagi
perusahaan untuk melakukan produksinya agar aktivitas produksi dapat berjalan
dengan baik. Apabila persediaan suatu perusahaan terlalu sedikit maka akan
menimbulkan biaya akibat kekurangan persediaan yang disebut stock out cost
seperti: tertunda/terganggunya proses produksi yang mana dapat mempengaruhi
kepuasan pelanggan hingga kehilangan pelanggan, namun apabila persediaan
suatu perusahaan terlalu banyak akan menimbulkan biaya-biaya yang disebut
carrying cost, yaitu biaya-biaya yang terjadi karena perusahaan memiliki
persediaan yang banyak, seperti biaya yang tertanam dalam persediaan, biaya
modal, sewa gudang, biaya administrasi, gaji pegawai pergudangan, biaya
asuransi, biaya pemeliharaan persediaan, biaya kehilangan/kerusakan. Karena
masalah pengadaan persediaan merupakan salah satu masalah penting yang
dihadapi oleh perusahaan untuk dapat menyeimbangkan kegiatan produksi.
Semua perusahaan manufaktur khususnya perusahaan garmen selalu
memerlukan bahan baku untuk keperluan produksinya, barang tersebut bisa
berupa barang mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang digunakan
untuk memelihara fasilitas perusahaan atau untuk melakukan proses produksi.
Barang tersebut biasanya diperoleh dengan cara memesan dari pemasok dan harus
selalu tersedia setiap saat. Karena ketersediaan persediaan barang tersebut sangat
mempengaruhi aktivitas produksi perusahaan. Tanpa adanya persediaan, para
pengusaha akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaan pada suatu waktu tidak
7
dapat memenuhi keinginan para konsumen. Kemajuan atau keberhasilan suatu
industri salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory).
Salah satu perusahaan yang perlu melakukan pengendalian persediaan bahan baku
dalam proses produksinya adalah PT. Big Golden Bell Garment Manufacture.
PT. Big Golden Bell adalah perusahaan garment yang bergerak di bidang
industri pakaian jadi yang menghasilkan produk berupa kaos, baju, jaket, celana
dan berbagai jenis pakaian anak dan bayi. Perusahaan ini beralamat di Jalan Laswi
no. 168 Kelurahan Jelekong Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. PT. Big
Golden Bell mengkhususkan diri pada produk pesanan (make to order/ job order),
dimana untuk memproduksi suatu produk tidak tergantung pada tren, melainkan
pada keinginan pihak konsumen yang memesannya. Adapun pasar konsumen
tetap negara tujuan ekspor perusahaan ini antara lain USA, China, Kanada, Jepang
dan Hongkong. Perusahaan ini telah memiliki konsumen tetap dengan Perusahaan
Old Navi/GAP. Produk yang paling diminati oleh pasar konsumen yaitu produk
blouse dan dress. Dimana produk blouse dan dress memiliki presentase sebanyak
80% dari produk lain. Adapun presentase produk yang diproduksi PT. Big golden
Bell yaitu dapat dilihat dari diagram garmbar 1.3 dibawah ini.
Gambar 1.3 Diagram Persentase Produksi PT. Big Golden Bell
Sumber : PT. Big Golden Bell Garment Manufacture
80%
10%
10%
Production
Blouse & Dress
Jacket
Pants & Skirt
8
Bahan baku utama yang digunakan PT. Big Golden Bell adalah jenis kain
woven atau knit sebagai bahan baku pembuatan produknya. Sehingga pada
penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti objek bahan baku adalah kain woven
yang merupakan bahan baku untuk pembuatan produk Blouse & Dress. Bahan
baku kain woven ini dibeli dari pemasok dengan harga Rp. 116.000,-/kg.
Sedangkan, kebutuhan bahan baku perusahaan per tahunnya sangat besar yang
mengakibatkan pembelian bahan baku tidaklah murah. Sehingga perusahaan
haruslah menginvestasikan sebagian besar dana yang cukup besar pada persediaan
bahan baku agar proses produksi tetap berjalan dengan lancar serta tidak terhenti
atau terhambat akibat kekurangan maupun keterlambatan kedatangan persediaan
bahan baku. Hal tersebut membuktikan dengan apa yang telah dikemukakan oleh
Jay Heizer dan Barry Render (2015:553) bahwa “Persediaan adalah salah satu aset
termahal dari banyak perusahaan, mencerminkan 50% dari total modal yang
diinvestasikan.
PT. Big Golden Bell sangatlah menyadari bahwa persediaan sangatlah
penting agar dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga dalam prakteknya
perusahaan ini selalu melakukan pemesanan bahan baku dalam jumlah yang
berlebih untuk mencegah timbulnya kekurangan bahan baku. Selain daripada
kenyataan bahwa biaya pengadaan bahan baku tidaklah murah, perusahaan harus
dapat mensiasati pengeluaran biaya atau investasi yang tertanam tersebut dengan
menentukan jumlah yang paling optimal untuk menentukan jumlah persediaan
yang harus disediakan perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan pengendalian
persediaan bahan baku yang tepat. Dengan dilakukannya pengendalian persediaan
9
bahan baku ini diharapkan perusahaan dapat mengendalikan berapa jumlah yang
optimal yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk keperluan kelancaran proses
produksinya. Sehingga perusahaan dapat meminimalisir pengeluaran biaya untuk
dapat memaksimalkan keuntungan yang diperoleh perusahaan.
PT. Big Golden Bell seringkali mengalami masalah kelebihan bahan baku
(over stock) dalam mengendalikan persediaan bahan bakunya yang menyebabkan
kualitas bahan baku menjadi menurun tidak sedikit kain sering mengalami
kerusakan seperti warna yang berubah dari kain karena terlalu lama disimpan. Hal
ini dikarenakan perusahaan seringkali malakukan pembelian bahan baku dengan
jumlah berlebih dari permintaan konsumen. Kebijakan ini diambil perusahaan
dengan maksud agar proses produksi dapat tetap berjalan dengan lancar tanpa
harus mengalami keterlambatan produksi untuk dapat memenuhi permintaan
konsumen. Tetapi hal ini berdampak kepada tingginya pengeluaran biaya
persediaan yang semakin besar atau tinggi sehingga mengakibatkan investasi
tertahan. Dikarenakan sisa bahan baku dari tahun sebelumnya akan terus
bertambah atau ditambahkan kepada tahun selanjutnya yang tentunya akan
mengakibatkan biaya pemesanan, biaya penyimpanan akan terus tinggi sehingga
mengakibatkan investasi perusahaan akan tertahan lebih besar. Perusahaan ini
mulai melakukan kebijakan pembelian bahan baku berlebih mulai pada tahun
2012 dikarenakan pada tahun tersebut konsumen mulai melakukan permintaan
tambahan sehingga pada awal tahun 2012 perusahaan tidak memiliki sisa bahan
baku ditahun sebelumnya.
Berikut adalah kebutuhan bahan baku kain woven selama 5 tahun terakhir :
10
Tabel 1.1 Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku Kain Woven PT. Big Golden Bell Garment Manufacture
(Dalam Satuan Kg)
No Tahun Persediaan
Awal
Pembelian
Bahan
Baku
Jumlah
Persediaan
Penggunaan
untuk
Produksi
Persediaan
Akhir
1 2012 0 63.852 63.852 63.550 302
2 2013 302 61.537 61.839 61.830 9
3 2014 9 65.427 65.436 65.394 42
4 2015 42 68.742 68.784 68.618 166
5 2016 166 70.088 70.254 69.900 354
Sumber : Data perusahaan yang telah diolah
Tabel 1.1 diatas, menunjukkan pada akhir tahun 2015, terdapat sisa bahan
baku sebanyak 166 kg yang akan menjadi persediaan awal tahun 2016, kemudian
penambahan pembelian bahan baku sebanyak 70.088 kg maka total jumlah
persediaan tahun 2016 bertambah sebanyak 70.254 kg dikurangi dengan penggunaan
bahan baku sebanyak 69.900 kg, maka sisa bahan baku pada akhir tahun 2016 yang
dimiliki perusahaan adalah sebanyak 354 kg. Perusahaan melakukan kebijakan
pembelian bahan baku dilebihkan sebesar 2%-5% dari permintaan awal konsumen
setiap tahunnya yang disesuaikan dengan subkontrak konsumen yang membuat
perusahaan selalu mengalami kelebihan persediaan bahan baku, seperti yang telah
kita lihat pada tabel 1.1 sebelumnya, bahwa sisa bahan baku pada tahun
sebelumnya selalu ditambahkan dengan jumlah pembelian bahan baku tahun
berikutnya sehingga jumlah persediaan yang ada digudang selalu bertambah,
dikurangi dengan penggunaan bahan baku setiap tahunnya, namun perusahaan
selalu mengalami kelebihan persediaan.
11
Permasalahan yang dihadapi menyatakan bahwa perusahaan memiliki
kelebihan bahan baku (over stock) sebanyak 354 kg dari sisa penggunaan di tahun
2016. Walaupun perusahaan ini memiliki sistem job order pada sistem
produksinya namun seringkali konsumen melakukan penambahan permintaan
pada waktu dan jumlah yang tidak menentu sehingga perusahaan harus
mengambil kebijakan pengadaan persediaan bahan baku yang berlebih agar tetap
dapat memenuhi permintaan konsumen dengan tepat waktu. Namun, dengan
keadaan demikian memicu timbulnya biaya penyimpanan yang besar yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan, karena semakin besar jumlah persediaan barang
maka semakin besar pula biaya penyimpanan yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan. Namun apabila jumlah persediaan terlalu kecil akan mengakibatkan
kekurangan persediaan (stockout), sehingga menimbulkan terhambatnya jalan
produksi, atau dapat terjadi pula kehilangan pelanggan dan pelanggan pun
menjadi kecewa.
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa perusahaan ini melakukan pemesanan dalam
1 (satu) periode selama 1 (satu) tahun sebanyak 4 (empat) kali yang berdasarkan
subkontrak dengan konsumen bahwa perusahaan melakukan ekspor produk ke
tangan konsumen setiap musimnya (season). Dikarenakan untuk negara tujuan
ekspor perusahaan ini memiliki 4 (empat) musim dalam 1 (satu) periode selama 1
(satu) tahun sehingga pada tabel 1.2 di atas perusahaan menetapkan keputusan
melakukan pemesanan bahan baku setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan jumlah
pembelian yang tetap setiap season-nya. Namun, pada tabel 1.2 untuk periode
(season) ke-III ternyata menunjukkan persediaan akhir bahan baku sebesar -68 kg
12
yang berarti perusahaan mengalami kekurangan bahan baku. untuk dapat
mengatasi masalah kekurangan tersebut perusahaan melakukan pembelian bahan
baku 1 (satu) bulan sebelum season baru dimulai, dikarenakan agar kekurangan
bahan baku di periode (season) yang sedang berjalan tetap dapat ter-cover oleh
pembelian bahan baku periode (season) selanjutnya, sehingga permintaan
konsumen tetap dapat dikirim tepat waktu dan dengan jumlah yang sesuai dengan
permintaan.
Berikut adalah kebutuhan bahan baku kain woven selama tahun 2016 :
Tabel 1.2 Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku Kain Woven
Tahun 2016 (satuan dalam kilogram)
Periode Persediaan
awal
Pembelian
Total
Persediaan
Kebutuhan
Bahan Baku
Persediaan
Akhir Bulan Penggunaan
I 166 17.522 17.688 15.880 1.808
Jan 5.425
Feb 5.425
Mar 5.030
II 1.808 17.522 19.330 19.320 10
Apr 6.652
Mei 6.652
Jun 6.016
III 10 17.522 17.532 17.600 -68
Jul 5.995
Agt 5.995
Sep 5.610
III -68 17.522 17.454 17.100 354
Okt 5.768
Nov 5.768
Des 5.564
Jumla
h 70.088 69.900 69.900
Sumber : Data perusahaan yang telah diolah
Biaya pemesanan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk setiap kali pesan
seperti biaya telpon/fax/email, biaya transportasi, biaya bongkar muat, dan biaya
13
administrasi, biaya pemeriksaan sebesar Rp. 10.840.000,- untuk setiap kali
melakukan pemesanan. Sehingga dalam 1 (satu) tahun perusahaan perlu
mengeluarkan biaya untuk pemesanan adalah sebesar Rp. 43.360.000,-/tahun,
Karena perusahaan memiliki gudang sendiri maka perusahaan tidak harus
mengeluarkan biaya sewa gudang untuk penyimpanan semua persediaan. Biaya
penyimpanan yang dikeluarkan sesuai kebijakan perusahaan adalah sebesar 9.6%
dari nilai persediaan. Sehingga diperoleh untuk biaya penyimpanan dalam setahun
adalah sebesar Rp. 97.562.496,- Adapun biaya-biaya yang meliputi biaya
penyimpanan yaitu seperti gaji pegawai, biaya listrik, biaya modal yang tertanam
dalam persediaan, biaya asuransi, biaya kehilangan, biaya kerusakan, dan biaya
pemeliharaan.
Biaya penyimpanan dapat diketahui dan dihitung dengan cara mengalikan
harga barang per kilogram dengan biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang).
Dari biaya-biaya yang telah diketahui tersebut dapat diperoleh total biaya (TC) yang
harus dikeluarkan perusahaan selama 1 (satu) tahun untuk melakukan pengadaan bahan
baku kain woven adalah dengan cara menjumlahkan biaya total biaya pemesanan dengan
total biaya penyimpanan, maka diperoleh biaya total (TC) yaitu sebesar Rp.
140.922.496,- per-tahun. Adapun supplier bahan baku perusahaan ini berasal dari
China sehingga waktu pengiriman bahan baku membutuhkan waktu yang cukup
lama antara 10 hari sampai 15 hari untuk dapat barang sampai ke gudang
perusahaan.
Berikut adalah data biaya pengadaan persediaan bahan baku kain woven untuk
setiap kali melakukan pesanan:
14
Tabel 1.3
Harga dan Biaya-Biaya Pengadaan Persediaan Bahan Baku Kain Woven
Sumber : Data perusahaan yang telah diolah
Selama ini kebijakan pengendalian bahan baku yang dilakukan oleh PT. Big
Golden Bell berdasarkan dan disesuaikan dengan subkontrak dari konsumen,
sehingga belum menerapkan sistem pendekatan pengendalian persediaan dengan
berbagai metode. Untuk itu perusahaan haruslah melakukan pengendalian
persediaan agar dapat menentukan jumlah persediaan bahan baku yang optimal
dengan biaya yang paling minimum. Perusahaan harus membuat kebijakan yang
menyangkut berapa tingkat pesanan yang paling ekonomis, berapa jumlah
persediaan yang seharusnya ada digudang dan kapan waktu pemesanan kembali
dilakukan. Karena dengan melakukan pengendalian persediaan pun tidak berarti
No Keterangan Harga satuan Kuantitas Total Biaya
1.
Biaya Pemesanan:
a. Biaya komunikasi
b. Ongkos kirim
c. Bongkar muat
d. Biaya pemeriksaan
e. Biaya adm&umum
Rp. 5.000,-
Rp. 7.210.000,-
Rp. 3.100.000,-
Rp. 450.000,-
Rp. 75.000,-
Rp. 5.000,-
Rp. 7.210.000,-
Rp. 3.100.000,-
Rp. 450.000,-
Rp. 75.000,-
Total Biaya Pemesanan Setiap Kali Pesan Rp. 10.840.000,-/1x
Total Biaya Pemesanan Dalam Setahun Rp. 43.360.000,-/thn
2. Biaya Penyimpanan 9,6%,
meliputi:
a. Biaya asuransi
b. Biaya gaji pegawai
c. Biaya listrik
d. Biaya kerusakan dan
kehilangan
e. Biaya pajak
f. Biaya stock opname
3%
Rp.2.800.000/bln
Rp. 3jt/bulan
0,5%
1%
14 pekerja
12 bulan
Rp. 2.926.874,88,-
Rp. 38.640.000,00,-
Rp. 36.000.000,00,-
Rp. 487.812,48,-
Rp. 1.951.249,92,-
Rp. 1.885.936,28,-
Total Biaya Penyimpanan Dalam Setahun Rp. 97.562.496,-
3. Total Biaya Persediaan = Biaya Pesan + Biaya Simpan Rp. 140.922.496,-
15
dapat menghilangkan semua risiko-risikonya, namun dapat mengurangi atau
meminimalkan terjadinya risiko tersebut sekecil mungkin dengan total biaya yang
seminimum mungkin, sehingga aktivitas produksi dapat dilaksanakan secara
optimal. Untuk itu berdasarkan latar belakang dari fenomena yang terjadi maka
peneliti ingin membantu perusahaan dalam melakukan penanganan dan
pengendalian persediaan bahan bakunya dapat menggunakan pendekatan metode
yang sesuai dengan karakter perusahaan yang sedang diteliti yaitu dengan metode
pendekatan Economic Order Quantity (EOQ). Dengan tujuan meminimumkan
total biaya persediaan.
Menyadari pentingnya peranan pengendalian persediaan, penulis akan
melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengendalian persediaan yang
dilakukan oleh PT. Big Golden Bell. Dengan judul : “ANALISIS
PENGENDALIAN PERSEDIAAN GUNA MEMINIMUMKAN BIAYA
PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAIN WOVEN PADA PT. BIG GOLDEN
BELL”
1.1 Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka peneliti
akan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada diperusahaan
sehingga dapat memperoleh rumusan masalah untuk menyelesaikan permasalahan
dari penelitian ini.
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka terdapat
beberapa masalah yang dapat diidentifikasi peneliti antara lain:
16
1. Perusahaan selalu mengalami kelebihan bahan baku.
2. Perusahaan seringkali mendapat penambahan permintaan pada waktu dan
jumlah yang tidak tentu.
3. Pemesanan bahan baku memerlukan waktu yang relatif lama.
4. Persediaan bahan baku yang tidak mencukupi menghambat proses produksi.
5. Besarnya biaya penyimpanan persediaan untuk bahan baku yang berlebih.
6. Besarnya modal tertanam pada pengadaan bahan baku.
7. Perusahaan tidak memiliki persediaan pengaman (sefety stock).
1.2.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah ini akan menjabarkan pertanyaan yang lengkap dan rinci
mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti yang didasarkan atas
identifikasi masalah diatas. Diantaranya:
1. Bagaimana pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh PT.
Big Golden Bell.
2. Bagaimana penerapan persediaan bahan baku kain woven dengan
menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) di PT. Big Golden
Bell.
3. Seberapa besar perbandingan biaya persediaan yang dikeluarkan antara
metode yang digunakan perusahaan dengan metode Economic Order
Quantity (EOQ) dalam meminimalkan biaya persediaan bahan baku.
1.3 Tujuan Penelitian
17
Penelitian ini memiliki tujuan yang harus dicapai yang mengacu pada
rumusan masalah penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis :
1. Pengendalian persediaan bahan baku kain woven yang dilakukan oleh di PT.
Big Golden Bell.
2. Penerapan persediaan bahan baku kain woven dengan menggunakan metode
Economic Order Quantity (EOQ) di PT. Big Golden Bell.
3. Besarnya perbandingan biaya persediaan yang dikeluarkan antara metode
yang digunakan perusahaan dengan metode Economic Order Quantity
(EOQ) dalam meminimalkan biaya persediaan bahan baku PT. Big Golden
Bell.
1.4 Kegunaan Penelitian
Sub-bab ini akan memaparkan mengenai kegunaan dari penelitian ini baik
secara Teoritis maupun Praktis sehingga penelitian ini dapat berguna bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, instansi dan masyarakat secara umum.
Kegunaan penelitian yang dimaksud dipaparkan sebagai berikut:
1.4.1 Aspek Teoritis
a. Dapat mengembangkan ilmu yang sudah didapat selama bangku kuliah dan
menerapkannya di dunia kerja sebenarnya.
b. Dapat digunakan sebagai dasar studi perbandingan dan referensi bagi
penelitian lain yang sejenis.
1.4.2 Aspek Praktis
1. Bagi Penulis/ Peneliti
18
a. Dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan blouse/dress di perusahaan
garmen.
b. Dapat mengetahui bagaimana proses produksi suatu barang dari mulai
input (bahan baku) sampai menjadi output (barang jadi) yang siap untuk
dipasarkan ke konsumen.
c. Dapat mengetahui bagaimana proses pemesanan persediaan bahan baku
ke supplier.
d. Menjadi lebih mengerti dan memahami penerapan metode Economic
Order Quantity (EOQ) dalam suatu perusahaan khususnya PT. Big
Golden Bell.
2. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi perusahaan
dalam hal kebijakan pengendalian persediaan, serta sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk pengendalian persediaan
perusahaan dimasa yang akan datang.