BAB IKEKUATAN DAN KEUTAMAAN KARAKTER
Bagus Takwin
1. Pendahuluan
Persoalan karakter belakangan ini mencuat kembali. Ada banyak pembahasan tentang
karakter di dalam diskusi dan seminar. Bermunculan juga lembaga pendidikan yang diberi
label “pendidikan karakter”. Program-program pendidikan dari pemerintah pun mulai banyak
memberi penekanan pada pendidikan karakter. Kecenderungan ini adalah kecenderungan
yang baik jika memang persoalan karakter dibidik secara tepat, dan juga jika pendidikan
karakter yang dimaksud bukan label saja.
Pembentukan karakter memang menjadi salah satu kunci dari kemajuan dan
pembangunan bangsa. Jauh-jauh hari Bung Hatta (1932/1988) sudah menekankan pentingnya
pembentukan karakter bersama dengan pembangunan rasa kebangsaan dan peningkatan
pengetahuan serta keterampilan (Hatta, 1988). Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa
tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia. Manusia yang merdeka adalah manusia
dengan karakter yang kuat (Dewantara, 2004). Pembentukan karakter juga merupakan isu
penting dalam pendidikan mengingat tujuan pendidikan adalah pembentukan watak atau
karakter (Santoso, 1979).
Dalam psikologi, khususnya psikologi positif, belakangan ini pembahasan tentang
karakter dengan kekuatan dan keutamaannya cukup menonjol. Dalam rangka memahami
kebahagiaan, mereka sampai pada pengertian bahwa kebahagiaan yang otentik adalah
perpaduan perasaan-perasaan positif dan penilaian-penilaian terhadap hidup yang memuaskan
berdasarkan kekuatan dan keutamaan karakter. Kebahagian otentik bersumber pada diri
sendiri dan pada kekuatan dan keutamaan karakter, tetapi bukan berasal dari hal-hal lain di
luar diri sendiri. Dengan kekuatan dan keutamaan karakter, orang dapat menghasilkan
perasaan-perasaan positif dalam situasi apa pun. Ia juga dapat melihat sisi-sisi baik dari
hidupnya sehingga ia dapat memberikan penilaian positif pula kepada hidupnya. Oleh sebab
itu, pendidikan karakter juga merupakan usaha untuk membantu peserta didik mencapai
kebahagiaan.
1
Jika kita pikirkan dengan lebih mendalam lagi, kekuatan karakter bersumber pada
keberadaan manusia sebagai makhluk spiritual. Manusia memiliki daya-daya spiritual yang
memberikan kebebasan kepadanya untuk melampaui apa yang ada di sini dan saat ini.
Dengan spiritualitasnya, manusia mengatasi dan melampaui keterbatasannya sebagai
makhluk alamiah. Spiritualitas manusia merupakan dasar dari kekuatan karakter.
Kemampuan manusia untuk memperbaiki diri dan dunianya dari waktu ke waktu bersumber
pada daya-daya spiritualnya.
Dalam bab ini akan dibahas pengertian karakter dengan merujuk kepada Allport
(1937;1961). Selanjutnya akan dibahas kekuatan dan keutamaan karakter yang sudah
dihimpun oleh Peterson dan Seligman (2004) dari pendekatan psikologi positif. Kemudian
dibahas spiritualitas sebagai dasar kekuatan karakter.
2. Kepribadian dan Karakter
Karakter bukan kepribadian meskipun keduanya berkaitan erat. Perlu dibahas lebih
dulu apa yang dimaksud dengan kepribadian mengingat istilah ini sering dipertukarkan
dengan karakter. Selain itu, penjelasan tentang karakter akan lebih mudah dilakukan dengan
menjelaskan kepribadian terlebih dahulu.
Allport (1937:48) mendefinisikan kepribadian sebagai “. . . the dynamic organization
within the individual of those psychophysical system that determine his unique adjustment to
his environment”. ‘. . . organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri
individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya’.
Dari definisi itu dapat dipahami bahwa kerpibadian manusia—sebagai hal yang
terorganisasi—tidak acak, dan unsur-unsurnya tidak bekerja sendiri-sendiri. Kepribadian
manusia adalah kesatuan yang teratur dengan unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain.
Allport juga memandang kepribadian manusia sebagai sesuatu yang dinamis. Artinya,
kepribadian manusia terus bergerak dan berkembang, tidak berhenti atau terhenti pada satu
titik. Kepribadian manusia tampil dalam perilaku yang melibatkan aspek psikis seperti
berpikir, mempercayai dan merasakan sesuatu. Kepribadian juga tampil dalam perilaku yang
melibatkan aspek fisik manusia seperti berjalan, berbicara dan melakukan tindakan-tindakan
motorik.
Organisasi, dinamika, dan interaksi antara psikis dan fisik manusia dalam
kepribadiannya menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya. Di sini
terkandung pengertian bahwa baik faktor internal diri manusia maupun faktor eksternal
(lingkungan)-nya mempengaruhi kepribadian manusia. Manusia memiliki otonomi dalam
2
dirinya tetapi, di sisi lain, ia juga menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara unik.
Dengan keunikan itu, seorang manusia berbeda dari manusia lainnya.
Allport (1937; 1961) menambahkan beberapa pengertian yang menyangkut kepribadian
sebagai berikut. Pertama, kepribadian dapat dipahami sebagai perpaduan dari sifat-sifat
(traits) mayor dan minor yang masing-masing dapat berdiri sendiri dan dikenali. Kedua, sifat
kepribadian (personality trait) merupakan suatu mekanisme paduan antara faktor-faktor
biologis, psikologis, dan sosial yang mengarahkan individu kepada kegiatan-kegiatan spesifik
dalam suatu keadaan yang spesifik. Ketiga, seorang ahli psikologi dapat mengatakan bahwa
dirinya “memahami” orang lain hanya jika keseluruhan sejarah hidup orang itu telah
ditelitinya, hanya jika “hidup” orang itu diamati, dan hanya jika orang itu sendiri ikut
berkontribusi dalam proses penilaian terhadap dirinya sendiri (self-evaluation).
Allport cenderung untuk tidak memilah-milah dan menganalisis motif, keinginan, dan
perilaku sebagai hal yang terpisah satu sama lain, melainkan menganggapnya sebagai hal-hal
yang saling mempengaruhi. Allport (1961) melihat manusia sebagai keseluruhan yang utuh
berdasarkan pembentukan sifat-sifat dasarnya. Oleh karena itu, dalam memahami kepribadian
seseorang perlu diketahui sejarah hidup, latar belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter,
motif, dan sifatnya serta keterkaitan semua itu dalam pembentukan kepribadiannya.
Pemahaman tentang unsur-unsur kepribadian berdasarkan analisis terhadap unsur-unsurnya
masing-masing itu baru merupakan langkah awal untuk membantu pemahaman tentang
keseluruhan kepribadian. Pada akhirnya, sintesis dari unsur-unsur itulah yang merupakan
gambaran kepribadian.
Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Artinya,
karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan
nilai dan norma tertentu. Karakter, dengan demikian, adalah kumpulan sifat mental dan etis
yang menandai seseorang. Kumpulan ini menentukan orang seperti apa pemiliknya. Karakter
juga menentukan apakah seseorang akan mencapai tujuan secara efektif, apakah ia apa
adanya dalam berurusan dengan orang lain, apakah ia akan taat kepada hukum, dan
sebagainya.
Karakter diperoleh melalui pengasuhan dan pendidikan meskipun potensialitasnya ada
pada setiap orang. Untuk membentuk karakter yang kuat, orang perlu menjalani serangkaian
proses pemelajaran, pelatihan dan peneladanan. Seperti yang sudah disebutkan di atas,
pendidikan pada intinya merupakan proses pembentukan karakter.
3
3.Kekuatan dan Keutamaan Karakter
Identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu pada
diri seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan terhadap ciri-ciri keutamaaan yang tampil
dalam perilaku khusus dan respons secara umum dari orang itu. Peterson dan Seligman
(2004) mengembangkan klasifikasi keutamaan beserta pendekatan metodik untuk
mengidentifikasinya. Mereka mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah karakter yang
bercirikan keutamaan-keutamaan yang merupakan keunggulan manusia. Di sini keutamaan
sebagai kekuatan karakter dibedakan dari bakat dan kemampuan. Mereka juga menjelaskan
kondisi situasional yang dapat memunculkan atau menyurutkan kekuatan-kekuatan itu,
pelatihan atau pembinaan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan karakter yang kuat,
serta hasil-hasil positif yang dapat diperoleh seseorang yang memiliki keutamaan.
Penggalian, pengenalan, dan pengukuran keutamaan dapat dilakukan melalui teknik
inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (focus-group
discussion) dan simulasi. Pada prinsipnya, semua teknik itu membutuhkan ahli yang
memahami konstruk karakter dan keutamaan, terutama dalam proses penafsiran dan
pemaparan keseluruhan karakter subjek yang diteliti. Tetapi, dalam pelaksanaannya, beberapa
teknik dapat digunakan oleh lebih banyak orang yang terlebih dahulu dilatih dalam waktu
singkat.
4. Membedakan Keutamaan, Kekuatan Karakter dan Tema Situasional
Peterson dan Seligman (2004) mengemukaan tiga level konseptual dari karakter, yaitu
keutamaan, kekuatan dan tema situasional dari karakter. Pembedaan ini berguna untuk
kepentingan pengenalan, pengukuran dan pendidikan karakter. Komponen karakter yang baik
tampil dalam level abstraksi yang berbeda sehingga pengenalannya dalam kenyataan praktis
pun memerlukan pendekatan yang berbeda. Cara mengenali keutamaan berbeda dengan cara
mengenali kekuatan karakter, juga berbeda dengan cara mengenali tema situasional.
Hubungan antara keutamaan, kekuatan dan tema situasional karakter bersifat
hierarkis. Keutamaan berada di level atas, lalu kekuatan di level tengah, dan tema situasional
di level bawah. Dalam keseharian, kita terlebih dahulu mengenali tema situasional dari
karakter. Ketika orang menampilkan serangkaian perilaku dalam situasi tertentu, kita dapat
mengenai tema situasional tertentu dari karakter, tetapi kita belum dapat menyimpulkan
bahwa orang itu memiliki kekuatan tertentu. Kita dapat lebih memastikan kekuatan apa yang
dimiliki orang itu jika kita dapat mengenali bahwa orang itu juga menampilkan perilaku-
perilaku sesuai tema situasional tertentu dalam beberapa situasi. Kemudian, jika dalam
4
berbagai situasi dan dalam rentang waktu yang relatif lama, seseorang menunjukkan berbagai
kekuatan tertentu secara konsisten, baru kita dapat mengenali keutamaan orang itu.
Keutamaan merupakan karakteristik utma dari karakter (Peterson & Seligman, 2004).
Para filsuf dan agamawan menjadikan keutamaan sebagai nilai moral oleh karena itu
keutamaan dianggap sebagai dasar dari tindakan yang baik. Berbagai perilaku dapat dinilai
berdasarkan keutamaan yang secara umum terdiri dari: kebijaksanaan, courage (kesatriaan),
kemanusiaan, keadilan, pengendalian atau pengelolaan diri, dan transendensi. Enam kategori
besar keutamaan ini muncul secara konsisten dalam survei sejarah sehingga dinilai sebagai
keutamaan universal. Peterson dan Seligman (2004) pun menegaskan bahwa enam
keutamaan ini universal dan mungkin memiliki dasar pada manusia secara biologis. Enam
keutamaan ini harus ada di atas batas nilai standar pada individu yang dipercaya sebagai
orang yang memiliki karakter yang baik.
Kekuatan karakter merupakan unsur psikologi, merupakan proses atau mekanisme,
yang mendefinisikan keutamaan. Dengan kata lain, keutamaan dapat dicapai melalui
pencapaian kekuatan karakter. Untuk kepentingan pengukuran dan pendidikan karakter,
kekuatan karakter adalah karakteristik yang dijadikan indikator untuk mengenali adanya satu
atau lebih keutamaan pada diri seseorang. Peterson dan Seligman (2004) memberi contoh
berikut ini. Keutamaan kebijaksanaan dapat dicapai melalui kekuatan seperti kreativitas, rasa
ingin tahu, cinta pembelajaran, keterbukaan pikiran, dan perspektif (memiliki “gambaran
besar” mengenai kehidupan). Untuk memiliki keutamaan kebijaksanaan, orang harus
memiliki kekuatan-kekuatan ini. Kekuatan karakter ini memiliki kesamaan peran dan
pengaruh dalam keterlibatannya menghasilkan pengetahuan. Perolehan dan penggunaan
pengetahuan melibatkan kekuatan-kekuatan ini. Tetapi, kekuatan-kekuatan ini juga berbeda
satu sama lain. Sekali lagi, kita mengenali semua kekuatan ini di setiap tempat dan dihargai
meski jarang orang menampilkannya. Selain itu, tidak harus semua kekuatan tampil untuk
dapat menyebut seseorang berkarakter baik. Orang yang memiliki satu atau dua kekuatan ini
saja dapat dikatakan berkarakter baik, bahkan dapat disebut memiliki keutamaan
kebijaksanaan.
Tema situasional dari karakter adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan orang
untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu. Pengenalan rinci terhadap tema
situasional membutuhkan pengenalan terhadap situasi dari satu tempat ke tempat lain.
Sebagai contoh, survei oleh The Gallup Organization mengenali ratusan tema yang relevan
dengan kinerja prima di tempat kerja, di antaranya empati, inklusivitas (menghargai
perbedaan dan terbuka pada siapa saja), dan positivitas (berpikir positif) yang mencerminkan
5
kebaikan hati yang tercakup dalam kekuatan cinta dan kecerdasan sosial, serta tercakup
dalam keutamaan kemanusiaan (Peterson dan Seligman, 2004). Munculnya tema situasional
bergantung pada karakteristik tempat beradanya seseorang. Tema situasional dapat muncul
dalam lingkungan yang meleluasakan individu tampil apa adanya, jujur dan tulus. Dari sini
dapat dipahami bahwa lingkungan juga berperanan penting dalam memfasilitasi munculnya
kekuatan karakter melalui pemunculan tema situasional. Semakin banyak dan sering tema
situasional ditampilkan semakin terbentuk kekuatan karakter. Dalam pendidikan karakter,
perancangan lingkungan yang memfasilitasi tampilnya tema situasional menjadi faktor
penting untuk pembentukan karakter yang baik.
5. Kriteria karakter yang kuat
Apa yang menjadi kualitas dari kekuatan karakter pribadi dan bagaimana
mengenalinya?
Peterson dan Seligman (2004) mengemukakan kriteria dari karakter yang kuat
sehingga kita dapat mengenalinya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ialah kriteria dari
karakter yang kuat.
1. Karakter yang ciri-ciri (keutamaan yang dikandung)-nya memberikan sumbangan
terhadap pembentukan kehidupan yang baik untuk diri sendiri dan sekaligus untuk orang
lain.
2. Ciri-ciri atau kekuatan yang dikandungnya secara moral bernilai sebagai sesuatu yang
baik bagi diri sendiri dan orang lain, bahkan walaupun tak ada keuntungan langsung yang
dihasilkannya.
3. Penampilan ciri-ciri itu tidak mengganggu, membatasi atau menghambat orang-orang di
sekitarnya.
4. Kekuatan karakter tampil dalam rentang tingkah laku individu yang mencakup pikiran,
perasaan, dan tindakan, serta dapat dikenali, dievaluasi dan diperbandingkan derajat kuat-
lemahnya.
5. Karakter yang kuat dapat dibedakan dari ciri-ciri yang berlawanan dengannya.
6. Kekuatan karakter diwadahi oleh model atau kerangka pikir ideal.
7. Kekuatan karakter dapat dibedakan dari sifat positif yang lain tetapi yang saling terkait
secara erat.
8. Dalam konteks dan ruang lingkup tertentu, kekuatan karakter tertentu menjadi ciri yang
mengagumkan bagi orang-orang yang mempersepsinya.
6
9. Boleh jadi tidak semua ciri karakter yang kuat muncul pada seseorang, tetapi kebanyakan
dari ciri-ciri karakter yang kuat tampil pada orang itu.
10. Kekuatan karakter memiliki akar psiko-sosial; potensinya ada dalam diri sendiri, dan
aktualitanya dipengaruhi oleh lingkungan sosial.
Peterson (2006) percaya bahwa orang memiliki tanda kekuatan yang sama dengan
yang disebut Allport sebagai personal traits (sifat pribadi) satu dekade lalu. Kekuatan
karakter itu yang dimiliki, dihargai, dan seringkali dilatih orang. Dalam penelitian Peterson,
ditemukan bahwa hampir setiap orang dapat secara cepat mengenali sekumpulan kekuatan
yang mereka ia miliki, sekita 2 sampai 5 kekuatan pada setiap orang.
6. Keutamaan dan Kekuatan Karakter Yang Membentuknya
Dalam usaha membentuk karakter, diperlukan pemahaman mengenai apa yang saja
keutamaan dan kekuatan karakter yang sejauh ini sudah dikembangkan oleh manusia.
Peterson dan Seligman (2004) berusaha untuk membuat daftar kekuatan karakter pribadi.
Daftar ini masih terus dilengkapi dan tidak tertutup terhadap penambahan. Seperti teori
ilmiah lainnya, teori tentang kekuatan karakter adalah subyek yang siap untuk diubah sesuai
dengan bukti yang ditemukan dari waktu ke waktu. Berikut ini 24 kekuatan karakter yang
tercakup dalam 6 kategori keutamaan.
Kebijaksanaan dan Pengetahuan
Kebijaksanaan dan pengetahuan merupakan keutamaan yang berkaitan dengan fungsi
kognitif, yaitu tentang bagaimana mendapatkan dan menggunakan pengetahuan. Ada enam
kekuatan yang tercakup dalam keutamaan ini, yaitu (1) kreativitas, orisinalitas dan
kecerdasan praktis, (2) rasa ingin tahu atau minat terhadap dunia, (3) cinta akan
pembelajaran, (4) pikiran yang kritis dan terbuka, dan (5) perspektif atau kemampuan
memahami beragam perspektif yang berbeda dan memadukannya secara sinergis untuk
pencapaian hidup yang baik.
Kreativitas memberikan kemampuan untuk berpikir dengan cara baru dan produktif
dalam membuat konsep dan menyelesaikan pekerjaan. Bersama dengan kekuatan orisinalitas
dan kecerdasan praktis, kreativitas memungkinkan orang yang memilikinya untuk dapat
menemukan solusi atau produk orisinal serta mampu menemukan cara-cara yang cerdik
untuk untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
7
Keingintahuan mencakup minat, dorongan untuk mencari kebaruan, keterbukaan
terhadap pengalaman. Kekuatan ini menjadikan orang memiliki minat dalam pengalaman
yang sedang berlangsung baik untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain, serta
melakukan penjelajahan dan penemuan.
Keterbukaan pikiran mencakup kemampuan membuat penilaian dan berpikir kritis.
Kekuatan ini memampukan orang yang memilikinya untuk berpikir mendalam dan
menyeluruh tentang berbagai hal, memeriksa mereka dari semua sisi, serta menimbang semua
bukti memadai.
Cinta pembelajaran memampukan orang yang memilikinya menguasai keterampilan,
topik, dan cabang pengetahuan baru, baik dengan cara belajar sendiri maupun secara formal
dalam lembaga pendidikan. Dengan kekuatan ini, orang mau terus belajar dan terus menerus
mengembangkan dirinya menjadi lebih.
Kekuatan perspektif menjadikan orang yang memilikinya mampu memberikan nasihat
bijak kepada orang lain serta memiliki cara untuk melihat dunia yang masuk akal bagi diri
sendiri dan orang lain. Dengan keutamaan ini, orang dapat memahami berbagai perspektif
yang ada dan menemukan benang merah di antara perspektif.
Kemanusiaan dan Cinta
Kemanusiaan dan cinta merupakan keutamaan yang mencakup kemampuan
interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan dengan orang lain. Keutamaan ini terdiri
atas kekuatan (1) baik dan murah hati, (2) selalu memiliki waktu dan tenaga untuk membantu
orang lain, mencintai dan membolehkan diri sendiri untuk dicintai, serta (3) kecerdasan sosial
dan kecerdasan emosional.
Kekuatan Kemanusiaan adalah kekuatan interpersonal yang melibatkan
kecenderungan dekat dan berteman dengan orang lain. Kekuatan cinta membuat orang
mampu menjalin hubungan dekat dengan orang lain, khususnya yang bercirikan kegiatan
berbagi dan peduli yang saling membalas.
Kekuatan kebaikan hati mencakup kedermawanan, pemeliharaan, perawatan, kasih
sayang, dan altruistik menjadikan orang mau berbagi kesenangan dan kebaikan dengan orang
lain. Orang dengan kekuatan ini menjadi berbuat baik sebagai bagian dari pengembangan
dirinya.
Kecerdasan sosial mencakup kecerdasan emosional dan kecerdasan intrapersonal
memampukan orang yang memilikinya memahami motif dan perasaan orang lain, serta
memahami motif dan perasaan diri sendiri. Orang dengan kekuatan ini dapat menempatkan
8
diri sesuai dengan kebutuhan orang lain tanpa mengorbankan kebutuhan diri sendiri. Mereka
mengembangkan dirinya sekaligus juga mengembangkan orang lain.
Kesatriaan (Courage)
Keutamaan kesatriaan (courage) merupakan kekuatan emosional yang melibatkan
kemauan kuat untuk mencapai suatu tujuan meskipun mendapat halangan atau tentangan,
baik eksternal maupun internal. Keutamaan ini mencakup empat kekuatan, yaitu (1) untuk
menyatakan kebenaran dan mengakui kesalahan, (2) ketabahan atau kegigihan, tegus dan keras
hati, (3) integritas, kejujuran, dan penampilan diri dengan wajar, serta (4) vitalitas,
bersemangat dan antusias.
Kekuatan Keberanian mencakup kekuatan emosional yang melibatkan pelaksanaan
kehendak untuk mencapai tujuan dalam menghadapi oposisi eksternal dan internal membuat
orang tahan menghadapi ancaman dan tantangan. Orang dengan kekuatan ini kehendaknya
tidak menyusut ketika berhadapan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi seperti rasa nyeri
atau keletihan. Kekuatan ini memampukan orang bertindak atas keyakinan meskipun tidak
populer.
Ketabahan atau kegigihan mencakup ketekunan dan kerajinan adalah kekuatan yang
memampukan orang untuk menyelesaikan apa sudah dimulai, bertahan dalam suatu
rangkaian pencapaian tindakan meskipun ada hambatan. Orang dengan kekuatan ini mampu
menyesuaikan kata-kata dan perbuatan, serta berpegang pada prinsip dalam berbagai situasi,
bahkan situasi yang menghambat dan mengancam.
Integritas yang mencakup otentisitas (keaslian), kejujuran dan penampilan diri yang
wajar adalah kekuatan yang membuat orang mampu menampilkan diri secara tulus. Orang
dengan kekuatan ini mengambil tanggung jawab atas perasaan dan tindakannya. Ia mau
bertanggung jawab untuk semua perbuatannya dan menjalankan tugas-tugas secara jujur.
Vitalitas mencakup semangat, antusiasme, semangat, dan penuh energi adalah
kekuatan yang membuat orang dapat menjalani kehidupan penuh dengan kegembiraan,
semangat dan energi. Orang dengan kekuatan ini merasa hidup, aktif dan penuh daya juang.
Keadilan
Keutamaan keadilan (justice) mendasari kehidupan yang sehat dalam suatu
masyarakat. Ada tiga kekuatan yang tercakup di sini, yakni 1) kewarganegaraan atau
kemampuan mengemban tugas, dedikasi dan kesetiaan demi keberhasilan bersama, 2)
kesetaraan (equity dan fairness) perlakuan terhadap orang lain atau tidak membeda-bedakan
9
perlakuan yang diberikan kepada satu orang dengan yang diberikan kepada orang lain, dan 3)
kepemimpinan. Keadilan adalah kekuatan sipil yang mendasari kehidupan masyarakat yang
sehat.
Kewarganegaraan mencakup tanggung jawab sosial, loyalitas dan kesiapan kerja
dalam tim membuat orang dapat bekerja dengan baik sebagai anggota kelompok yang setia
kepada kelompok.
Kesetaraan adalah kekuatan yang membuat orang memperlakukan semua orang sama
di hadapan keadilan, bukan membiarkan keputusan atau perasaan pribadi yang bias tentang
orang lain. Kekuatan ini menghindarkan orang dari prasangka primordial seperti rasisme dan
stereotipe. Orang dengan kekuatan ini mementingkan kesejahteraan orang lain seperti
kesejahteraannya sendiri.
Kepemimpinan adalah kekuatan yang mendorong orang sebagai anggota kelompok
atau sebagai pemimpin untuk menyelesaikan tugas dan pada saat yang sama menjaga
hubungan yang baik dengan orang lain dalam kelompok. Orang dengan kekuatan ini dapat
menempatkan diri dan bekerja secara prima baik sebagai pemimpin maupun sebagai
bawahan.
Pengelolaan Diri
Pengelolaan diri (temperance) adalah keutamaan untuk melindungi diri dari segala
akibat buruk yang mungkin terjadi di kemudian hari karena perbuatan sendiri. Di dalamnya
tercakup kekuatan (1) pemaaf dan pengampun, (2) pengendalian diri, (3) kerendahan hati, dan
(4) kehati-hatian (prudence). Keutamaan ini melindungi terhadap kemungkinan hidup
berlebihan atau berkurangan, serta menjaga orang berada di situasi yang tepat. Kata lain yang
dapat digunakan untuk keutamaan ini adalah ugahari.
Pengampunan dan belas kasihan adalah kekuatan yang memberikan orang
kemampuan untuk mengampuni mereka yang telah berbuat salah, menerima kekurangan
orang lain, memberikan orang kesempatan kedua, dan tidak pendendam. Kekuatan ini
membuat orang percaya kepada kemampuan manusia untuk berbuat baik dan menghindarkan
diri dari pesimisme terhadap kebaikan manusia.
Pengendalian diri adalah kekuatan yang memampukan orang mengetahui apa yang
masuk akal dan tidak masuk akal untuk dilakukan sehingga dapat memilih hal-hal yang
masuk akan untuk dilakukannya. Kekuatan ini membuat orang dapat disiplin, mengendalikan
selera dan emosi mereka. Orang dengan kekuatan ini dapat menentukan tindakan-tindakan
yang tepat bagi dirinya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
10
Kerendahan hati atau kesederhanaan adalah kekuatan yang membuat orang
mengedepankan prestasi daripada pengakuan atas keberhasilan. Orang dengan kekuatan ini
tidak melakukan kebaikan hanya untuk diri mereka sendiri. Prestasi bagi orang dengan
kekuatan ini bukan tentang diri sendiri, melainkan untuk sebanyak mungkin orang. Mereka
tida menilai diri sendiri sebagai lebih atau khusus dibandingkan orang lain.
Kehati-hatian adalah kekuatan yang membuat orang selalu berhati-hati dalam memilih
seseorang, tidak mengambil risiko yang tidak semestinya, tidak mengatakan atau melakukan
hal-hal yang nantinya mungkin akan disesali.
Transendensi
Transendensi merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia
dengan seluruh alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Di dalam keutamaan
ini tercakup kekuatan (1) penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan; (2)
kebersyukuran (gratitude) atas segala hal yang baik, (3) penuh harapan, optimis, dan
berorientasi ke masa depan, semangat dan gairah besar untuk menyongsong hari demi hari;
(4) spiritualitas: memiliki tujuan yang menuntun kepada kebersatuan dengan alam semesta,
serta (5) menikmati hidup dan selera humor yang memadai. Keutamaan Transendensi adalah
kekuatan yang menempa orang untuk dapat memahami koneksi yang ada di alam semesta,
memahami daya-daya yang lebih besar dari manusia, serta memperoleh dan memberikan
makna.
Penghargaan terhadap keindahan dan keunggulan yang mencakup kekaguman,
keheranan, peningkatan kesadaran adalah kekuatan yang membuat orang mampu menghargai
keindahan, keunggulan, keterampilan, dan kinerja yang baik dalam berbagai ranah
kehidupan. Pada diri sendiri, orang dengan kekuatan ini terdorong juga untuk menghasilkan
keindahan, keunggulan, keterampilan dan kinerja yang baik. Kekuatan ini juga membuat
orang mampu menangkap inspirasi atau gugahan untuk menampilkan diri lebih baik.
Syukur adalah kekuatan yang menbuat orang dapat menyadari dan berterima kasih
atas hal baik yang terjadi, serta meluangkan waktu untuk mengungkapkan terima kasih.
Orang dengan kekuatan ini menerima apa yang ada dalam kehidupan sebagai anugrah dan
berkah sehingga selalu berusaha menampilkan perilaku yang baik sebagai ungkapan terima
kasihnya.
Harapan mencakup optimisme, menjalani hidup secara positif dari waktu ke waktu,
dan pikiran yang berorientasi ke masa depan adalah kekuatan yang membuat orang selalu
mengharapkan yang terbaik di masa depan dan bekerja untuk mencapainya. Orang dengan
11
kekuatan ini selalu optimistik menjalan hidup, berusaha terus menerus untuk lebih baik, dan
percaya bahwa yang baik selalu dapat dicapai dalam hidup.
Spiritualitas mencakup religiusitas, iman, dan adanya tujuan hidup adalah kekuatan
yang membuat orang memiliki keyakinan koheren tentang tujuan yang lebih tinggi, makna
hidup, dan makna alam semesta. Orang dengan kekuatan ini menampilkan perilaku yang
konsisten dan koheren sebagai bagian dari usaha mencapai tujuan hidupnya dan berusaha
menyesuaikan diri dan aktivitasnya dengan daya-daya yang lebih besar di alam semesta.
Kekuatan menikmati hidup dan humor membuat orang dapat menjalani hidup yang
penuh suka-cita, menyukai tertawa dan menggoda orang untuk menghasilkan keceriaan,
membawa dirinya dan orang lain kepada situasi yang membuat tersenyum, serta melihat sisi
terang dari kehidupan. Orang dengan kekuatan ini menjalani hidup secara ringan meski
dalam situasi-situasi yang sulit dan berat.
Tabel 4.1: Kekuatan dan Keutamaan Karakter
No. Kekuatan Keutamaan1. Kekuatan kognitif:
Kebijaksanaan dan pengetahuan
kreativitas, rasa ingin tahu, keterbukaan pikiran, mencintai kegiatan belajar, perspektif (memiliki “gambaran besar” mengenai kehidupan).
2. Kekuatan interpersonal: Kemanusiaan
cinta kasih, kebaikan hati (murah hati, dermawan, peduli, sabar, penyayang, menyenangkan dan cinta altruisitik), serta memiliki kecerdasan sosial.
3. Kekuatan emosional: Kesatriaan
keberanian untuk menyatakan kebenaran dan mengakui kesalahan, teguh dan keras hati, integritas (otentisitas, jujur), serta bersemangat dan antusias.
4. Kekuatan kewarganegaraan (Civic): Berkeadilan
citizenship (tanggung jawab sosial, kesetiaan, mampu bekerjasama), fairness (memperlakukan orang setara dan adil), serta kepemimpinan.
5. Kekuatan menghadapi dan mengatasi hal-hal yang tak menyenangkan: Pengelolaan-diri (Temperance)
pemaaf dan pengampun, kerendahatian, hati-hati dan penuh pertimbangan, serta regulasi-diri.
6. Kekuatan spiritual: Transendensi
apresiasi keindahan dan kesempurnaan, penuh rasa terima kasih, harapan (optimis, berorientasi ke masa depan), spritualitas (religiusitas, keyakinan, tujuan hidup), serta menikmati hidup dan humor,
7. Karakter dan Spiritualitas
Manusia memiliki kemampuan untuk memahami keterkaitan dirinya dengan seluruh
alam semesta, juga keterkaitan semua hal yang ada di alam semesta. Kekuatan karakter
12
transendensi memungkinkan manusia memahami keterkaitan itu. Dengan kekuatan itu
manusia dapat memaknai apa yang ada di dunia dalam hubungannya dengan hal lain dan
dalam konteks keseluruhan semesta. Pemaknaan terhadap keseluruhan alam ini
dimungkinkan adanya pada manusia meskipun secara fisik ia terbatas dan tak pernah dapat
mengenali keseluruhan dunia secara empirik.
Kekuatan transendensi ditandai oleh kemampuan untuk membayangkan apa yang
mungkin ada di luar situasi yang dialami kini dan di sini. Pembayangan itu dapat
menggerakkan manusia untuk melampaui situasi kini dan di sini, mewujudkan apa yang
dibayangkannya itu menjadi situasi nyata yang memberikan kebaruan bagi dunia.
Kemampuan membayangkan apa yang mungkin ada dan kemampuan melampaui situasi kini
dan di sini mensyaratkan adanya kemampuan memahami keterkaitan semua unsur alam
semesta. Daya yang memungkinkan manusia untuk melakukan itu semua disebut spiritualitas.
Istilah spiritualitas mempunyai pengertian yang luas dan menghasilkan penafsiran
yang berbeda-beda. Meskipun tak ada kesatuan pengertian, secara umum kita dapat
memahami fenomena spiritualitas dari berbagai pengertian yang ada dan pernah diajukan
oleh beberapa ahli. Dengan pertimbangan itu, pemaparan beberapa pengertian spiritualitas di
sini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang apa itu spiritualitas. Dalam salah satu
pengertiannya, spiritualitas merujuk kepada sesuatu yang teramat religius, sesuatu yang
berkaitan dengan roh (spirit) dan hal-hal yang sakral. Pembicaraan tentang spiritualitas
merujuk kepada hal-hal yang berhubungan dengan roh dan hal-hal sakral lainnya yang
dianggap berkaitan dengan roh, misalnya Tuhan dan makhluk-makhluk di luar manusia yang
memiliki sifat dan kekuatan gaib. Di dalamnya juga terkandung pengertian tentang
bagaimana kita bersikap dan memperlakukan hal-hal yang gaib dan sakral itu.
Pandangan lain menunjukkan bahwa spiritualitas tidak terpisah dari kehidupan sehari-
hari. Ia adalah pengalaman yang terjadi di tengah keseharian hidup manusia. Spiritualitas
memberikan kedalaman dan integritas kepada kehidupan manusia sebagai makhluk yang
hidup dalam kebudayaan, tempat, dan waktu tertentu. Perbedaan-perbedaan yang ada
antarmasyarakat hanya gejala yang tampil di permukaan. Di bagian yang lebih dalam, setiap
masyarakat memiliki dasar spiritualitas yang universal. Spiritualitas terpancar dari dalam
semua struktur sosial yang ada dalam setiap masyarakat dan dalam tampilan fisik. Setiap
peristiwa fisik dapat membawa manusia kepada aspek spiritual jika manusia meningkatkan
kepekaannya. Dengan menghayati kehidupan sehari-hari, seseorang dapat merasakan
pengalaman spiritual yang mendalam.
13
Narayanasamy (dalam McSherry, 1998) menegaskan bahwa tidak ada satu pun
definisi dari spiritualitas yang otoritatif. Burnard (1988, dalam McSherry, 1998) melihat
spiritualitas dapat merujuk kepada pengertian yang berbeda pada orang yang berbeda.
Menurutnya semua individu memiliki spiritualitas yang khas dan khusus bagi diri mereka,
terlepas dari orientasi religius dan kepercayaan yang dianutnya. Meskipun begitu, Burnard
menilai definisi spiritualitas yang dikemukakan oleh Murray dan Zentner (1989, dalam
McSherry, 1998) mendekati pengertian yang universal dan komprehensif. Mereka
mendefinisikan spiritualitas demikian:
“. . . a quality that goes beyond religious affiliation, that strives for inspirations, reverence, awe, meaning and purpose, even in those who do not believe in any god. The spiritual dimension tries to be in harmony with the universe, and strives for answers about the infinite, and comes into focus when the person faces emotional stress, physical illness or death.”
Definisi Murray dan Zentner tersebut mengusulkan spiritualitas harus ditempatkan
dalam konteks keseluruhan alam semesta dan keterkaitan isi dunia ini. Spiritualitas
melampaui afiliasi terhadap agama tertentu. Spiritualitas merupakan suatu kualitas yang juga
dapat dicapai bahkan oleh mereka yang tidak percaya kepada Tuhan. Pada intinya, dimensi
spiritual manusia selalu berusaha melakukan penyelarasan dengan alam semesta dan
menjawab pertanyaan tentang yang tak terbatas. Definisi ini menunjukkan spiritualitas
sebagai hal yang kompleks dan memiliki kaitan dengan banyak variabel. Segala hal yang ada
di alam semesta ini terkait dengan spiritualitas.
Dengan demikian, spiritualitas dapat dipahami sebagai dasar kekuatan dan keutamaan
karakter manusia. Keutamaan-keutamaan yang terkandung dalam kekuatan transendensi
merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan seluruh alam
semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Sebagaimana disebutkan di atas, dalam
kekuatan transendensi ada penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan. Penghargaan
ini memberikan dasar bagi manusia untuk menjalani hidup secara bermakna, optimis, dan
selalu memperjuangkan kebaikan. Penghargaan ini juga menyebabkan kekuatan karakter
yang lain menjadi penting dalam rangka memperjuangkan kehidupan yang indah dan
sempurna. Tanpa penghargaan akan kehidupan yang indah dan sempurna, kita tidak dapat
mengembangkan kekuatan karakter pada diri kita sebab kita akan cenderung pesimis, masa
bodoh, semena-mena, dan membiarkan saja hal-hal buruk terjadi, jika kita memaknai hidup
sebagai hal yang buruk, jelek, dan kacau-balau. Kita memperjuangkan kehidupan yang baik
14
jika kita percaya bahwa dalam hidup kita ada yang baik, indah, dan sempurna yang perlu
diperjuangkan terus.
Dengan pemaknaan terhadap hidup yang baik, indah dan mengandung kesempurnaan,
kita membangun rasa syukur atas segala hal baik, indah dan sempurna itu. Kita pun dapat
hidup dengan penuh harapan, optimis dan berorientasi ke masa depan. Dengan itu kita
memaknai adanya tujuan kehidupan di masa depan. Kita meningkatkan spiritualitas,
menambah daya untuk mencapai tujuan yang menuntun kepada kebersatuan dengan alam
semesta. Harapan, rasa optimis, dan rasa syukur memberi kita kemampuan untuk memaafkan
dan mengampuni sebab kita tetap dapat melihat kemungkinan segala sesuatu akan menjadi
lebih baik lagi di masa depan. Kita pun dapat menikmati hidup dan mempunyai selera humor
yang memadai sebab pikiran-pikiran positif yang kita hasilkan selalu membantu kita
menemukan hal yang baik, indah, dan sempurna dalam hidup kita. Dengan kenikmatan dan
kepuasan hidup, kita menghasilkan semangat dan gairah besar dalam diri kita untuk
menyongsong hari demi hari. Integritas yang mencakup kejujuran dan kesiapan menghadapi
berbagai situasi secara teguh menjadi benang yang menjalin semua keutamaan lain dalam
menjalani kehidupan agar terus bergerak ke arah yang lebih baik.
Karakter selalu didasari oleh spirtualitas. Daya-daya spiritual menjadi kekuatan kita
untuk bertahan dan setia menuju satu tujuan. Daya-daya itu menghindarkan kita dari godaan
dan menguatkan kita saat berada dalam situasi yang sulit. Pikiran bahwa apa yang kita hadapi
saat ini dan di sini selalu dapat kita lampaui memberikan harapan kepada kita untuk menjadi
lebih baik dan lebih baik lagi. Dengan daya-daya spiritual, manusia dapat melampaui dirinya,
berkembang terus sebagai makhluk yang self-trancendence (selalu mampu berkembang
melampaui dirinya). Dengan demikian, ketika kita berbicara tentang karakter maka kita juga
berbicara tentang spiritualitas, tentang daya-daya yang menguatkan dan mengembangkan
manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
8. Keutamaan Karakter dan Kebahagiaan
Pembentukan karakter erat sekali hubungannya dengan pencapaian kebahagiaan. Pada
akhirnya, orang dengan watak atau karakter yang kuat adalah orang yang berbahagia,
mandiri, dan memberi sumbangan positif kepada masyarakatnya. Peterson dan Seligman
(2004) memaparkan berbagai hasil penelitian yang menunjukkan keberadaan potensi setiap
keutamaan karakter itu pada diri manusia. Dengan demikian, setiap orang memiliki potensi
untuk mencapai kebahagiaan, dan potensi untuk menjalani hidup yang baik; tinggal
bagaimana mengaktualisasikannya. Seligman (2004) menyebutkan tiga kebahagiaan, yaitu
15
memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan, mengetahui kekuatan tertinggi, dan
menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai sebagai hal yang
lebih besar dari diri sendiri. Jelaslah bahwa ketiga bentuk kebahagiaan ini berkaitan erat
dengan keutamaan dan kekuatan manusia. Jelas juga bahwa ketiga hal itu merupakan kategori
spiritual. Ketiganya dimungkinkan oleh daya-daya spiritual manusia. Singkatnya,
kebahagiaan manusia mensyaratkan pemanfaatan daya-daya spiritualnya.
Menurut Seligman, tidak ada jalan pintas untuk mempersingkat pencapaian
kebahagiaan. Kebahagiaan hanya dapat dicapai dengan memandang hidup sebagai hal yang
bermakna dan berharga, mengenali diri sendiri dan menemukan kekuatan-kekuatan kita, lalu
memanfaatkan kekuatan-kekuatan itu untuk kepentingan yang lebih besar. Jadi, jika kita
ingin bahagia, maka kita harus mulai dengan belajar berpikir positif, memandang hidup dan
orang lain sebagai hal yang baik, serta memaknai dunia dan seisinya sebagai kebaikan yang
dianugerahkan kepada kita.
Pendidikan harus diarahkan kepada ketiga kebahagiaan itu. Peserta didik difasilitasi
dan dilatih untuk selalu memaknai setiap tindakan yang dilakukannya. Mereka juga
difasilitasi untuk memahami kekuatan dan keutamaan tertinggi yang dimiliki manusia. Lalu
mereka difasilitasi dan dibiasakan untuk melayani atau mengerjakan hal-hal yang lebih besar
dari mereka sendiri. Perpaduan dari tiga kebahagiaan dan keutamaan-keutamaan karakter
merupakan bahan dari pendidikan karakter. Materi-materi itu yang diajarkan kepada peserta
didik dengan berbagai cara yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan dan
keterampilan, bahkan, lebih jauh lagi, sampai terbentuknya sifat-sifat yang merupakan
keutamaan.
Jika dipahami bahwa inti pendidikan adalah pembentukan karakter maka
seharusnyalah dicamkan pula bahwa setiap pendidikan adalah pembentukan karakter. Dengan
demikian tidak diperlukan “pendidikan karakter” khusus di luar pendidikan secara
keseluruhan; juga tak diperlukan pelatihan pembentukan karakter. Tetapi belakangan kita
menyaksikan pendidikan secara umum seperti dipisahkan dari pembentukan karakter
sehingga diperlukan usaha khusus untuk menyelenggarakan “pendidikan karakter” sebelum
nanti pembentukan karakter kembali menjadi inti dari pendidikan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Allport, G. W. 1937. Personality: A Psychological Interpretation. New York: Holt.
Allport, G. W. 1961. Becoming: Basic Consideration for a Psychology of Personality. New Haven: Yale University Press.
Dewantara, K. H. 2004. Karya K. H. Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Hatta, M. 19932/1988. “Ke Arah Indonesia Merdeka.” Dalam Karya Lengkap Bung Hatta (Buku 1): Kebangsaan dan Kerakyatan, hlm. 211—30. Jakarta: Penerbit PT Pustaka LP3ES Indonesia.
McSherry, W. 1998. “Nurses’ Perceptions of Spirituality and Spiritual Care Nursing Standard.” 13, 4, 36-40. Situs Web: http://www.nursing-standard.co.uk/archives/vol13-04/research.htm.
Peterson, C. (2006). A Primer in Positive Psychology. New York: Oxford University Press
Peterson, C. dan Seligman, M. E. P. 2004. Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification. Oxford: Oxford University Press.
Radhakrishnan, Sarvepalli, dll. (ed.). 1957. History of Philosophy: Eastern and Western, Vol. I. London: George Allen & Unwin.
Ross, L. 1995. “The Spiritual Dimension: Its Importance to Patient’s Health, Well-being and Quality of Life and Its Implications for Nursing Practice.” Dalam International. Journal of Nursing Studies, 32, 5, 451-468.
Santoso, S. I. 1979. Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Seligman, M. P. E. 2004. “Interview with Martin Seligman.” Dalam Edge, 23 Maret 2004.
17