Download - BAB I
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sistem pembelajaran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), program
pendidikan dan pelatihan teknik meknik otomotif merupakan salah satu program
keahlian yang termasuk dalam rumpun Keahlian Teknik Mesin. Berdasarkan tutuntan
kompetensi yang di tetapkan oleh kurikulum, siswa harus melaksanakan pembelajaran
praktek di bengkel sekolah ataupun di industri. Selama melaksanakan pembelajaran di
bengkel tersebut, siswa berhubungan dengan pemakaian berbagai alat, perkakas,
media, dalam lingkup Keahlian Teknik Mekanik Otomotif.
Peluang terjadi kecelakaan kerja pada pembelajaran praktek di bengkel
sekolah bisa lebih besar dari pada di industri. Hal ini karena alat-alat di bengkel
sekolah banyak yang sama mutakhirnya dengan yang ada di industri, sementara yang
mengoperasikannya adalah para siswa yang relatif belum cakap (terampil) untuk
menguasai benda-benda tersebut.
Dalam pembelajaran di sekolah, baik di kelas maupun di bengkel sekolah,
guru memegang peranan penting penciptaan dalam kondisi proses pembelajaran.
Penciptaan kondisi ini terkait dengan peran guru sebagai motivator, fasilitator, dan
perancang proses pembelajaran. Guru menjadi unsur penting dalam membangun
pemahaman, sikap dan perilaku siswa selama proses belajar di bengkel sekolah.
Perilaku dan sikap siswa ini mencakup bagaimana berinteraksi dengan berbagai
-
2 peralatan, perkakas, media belajar yang ada di bengkel atau laboratorium teknik di
sekolah.
Sejalan dengan peran tersebut, dapat diasumsikan bahwa guru juga sebagai
penentu pelaksanaan aspek dan unsur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
proses pembelajaran di bengkel sekolah. Petunjuk dan arahan guru baik lisan maupun
tulisan menjadi acuan bagi siswa dalam melaksanakan belajar praktek yang
berinteraksi dengan alat dan perkakas di bengkel. Kegiatan siswa di bengkel sekolah,
termasuk menggunakan alat dan mengoperasikan berbagai perkakas/ mesin, apakah
telah menerapkan prosedur K3 atau justru memperbesar potensi bahaya dipengaruhi
oleh sekenario pembelajaran yang dibuat oleh guru.
Dengan demikian, selain menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan kompetensi yang diajarkan, guru harus memahami aspek-aspek K3 dan
bersikap proaktif untuk menerapkannya dalam pembelajaran di bengkel sekolah. Hal
ini akan melatih dan membiasakan siswa yang nantinya menjadi tenaga kerja, untuk
bekerja dengan memperhatikan dan mematuhi prosedur K3.
Di dunia industri dan dunia usaha, kecelakaan sangat sering terjadi. Data
kecelakaan kerja dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertran)
menunjukkan tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia dan besarnya jumlah
korban yang ditimbulkan. Tahun 2003 jumlah kecelakaan kerja sebanyak 105.646
kasus dengan akibat sebanyak 1.748 orang tenaga kerja meninggal, 7.228 orang
mengalami cacat, dan 93.703 orang pekerja terluka. Sepanjang tahun 2004 tercatat
telah terjadi 95.418 kasus kecelakaan kerja yang memakan korban 1.736 orang
meninggal, 9.106 orang menderita cacat, dan 84.576 orang terluka (Yanri, 2005).
Data lebih baru yang dirilis Depnakertran, selama tahun 2007 terjadi 65.474 kecela-
kaan kerja dengan memakan jumlah korban 6.777 orang terdiri dari 1451 orang
-
3 meninggal, 5.326 orang cacat, 631 orang luka-luka bisa disembuhkan (Depnaker-
trans, 2008). Meskipun terlihat angka jumlah kasus kecelakaan kerja cenderung
menurun namun jumlah tersebut masih tergolong tinggi.
Kecelakaan bukan merupakan sesuatu yang terjadi secara kebetulan tetapi ada
sebabnya, oleh karena itu kecelakaan dapat dicegah (Sumamur, 1994:212).
Dijelaskan juga oleh Sumamur, dari penyelidikan menunjukkan bahwa 85% sebab-
sebab kecelakaan bersumber dari faktor manusia. Sejalan dengan pernyataan itu,
menurut Santoso (2004: 11), antara 80% sampai 85% kecelakaan disebabkan oleh
faktor manusia. Mengenai faktor manusia sebagai penyebabab kecelakaan, Ghoetsch
(2005) yang mengutip kesimpulan Heinrich menjelaskan bahwa 88 persen kecelakaan
kerja disebabkan oleh perilaku atau tidakan tidak aman (unsafe act) oleh pekerja.
Penyebab timbulnya tindakan tidak aman adalah karena kecenderungan-
kecenderungan sikap dan perilaku yang tidak diinginkan dalam melaksanakan
pekerjaan (Dessler, 1998). Sedangkan ahli keselamatan kerja lainnya menyatakan
bahwa tindakan tidak aman biasanya dihasilkan oleh rendahnya sikap mengutamakan
keselamatan kerja (Kustono, 2003). Salah satu cara untuk mengurangi/menghilangkan
tindakan tidak aman adalah melalui pendidikan atau pelatihan. Melalui pelatihan ini
diberikan pemahaman dan ditanamkan kesadaran untuk bersikap dan berperilaku
sesuai intruksi/prosedur yang aman.
Faktor lain yang dapat mendorong terjadinya kecelakaan adalah kurangnya
pengetahuan siswa tentang keselamatn kerja. Penelitian yang dilakukan Kadir (2000)
menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) siswa SMK di 6 propinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan, secara umum masih kurang, yaitu
sebanyak 46,1 % (2221 siswa) dari jumlah responden sebanyak 4815 siswa yang
-
4 menjadi sampel penelitian. Lebih jauh disebutkan bahwa sebanyak 55,5% siswa
jurusan teknik mesin termasuk dalam klasifikasi kurang. Data lain yang disajikan oleh
Departemen Tenaga Kerja menyebutkan bahwa kecelakaan kerja banyak dialami oleh
pekerja yang berusia muda, antara 20 sampai 30 tahun.
Berdasar diskusi lisan bersama kawan sejawat, yaitu beberapa guru dari
beberapa SMK di Kota Malang yang membina Program Keahlian Teknik Mekanik
Otomotif diperoleh gambaran mengenai pelaksanaan K3 pada pembelajaran praktek
di bengkel otomotif masing-masing. Keterangan yang diperoleh mengindikasikan
bahwa pelaksanaan K3 dalam proses pembelajaran di beberapa sekolah tersebut
belum mendapat perhatian yang optimal. Guru sering terfokus pada materi
pembelajaran sehingga aspek-aspek keselamatan kerja kurang terakomodasi dalam
proses belajar. Beberapa guru bersikap seolah mengabaikan potensi bahaya karena
merasa bahwa alat-alat, perkakas, mesin yang ada di bengkel sudah sangat diakrabi
dan dipahami teknis operasionalnya. Hal lain yang mewarnai pelaksanaan K3 di
bengkel sekolah adalah pengetahuan (pemahaman) guru tentang K3 masih relatif
beragam.
Program keselamatan kerja direncanakan dengan maksud mengembangkan
sikap mengutamakan keselamatan kerja. Terkait dengan sikap terhadap keselamatan
kerja tersebut, pemahaman menjadi faktor yang penting dalam upaya mewujud-
kannya. Menurut ahli psikologi industri Solita dalam Kustono (2007) bahwa perilaku
dimunculkan oleh sikap dan sikap dibangun oleh pengetahuan. Teori psikologi
menyatakan bahwa sikap dapat dibentuk melalui pemahaman dan penerimaan
terhadap suatu objek (Azwar, 1995). Hovland dalam Azwar (1995) menyatakan
bahwa terjadinya perubahan pendapat atau perubahan sikap merupakan fungsi
probabilitas dari pemahaman oleh individu. Sejalan dengan pandangan tersebut,
-
5 dalam lingkup keselamatan kerja ditegaskan oleh Winarsunu (2008) bahwa
kemampuan mempersepsi dan mengenal bahaya adalah sesuatu yang sangat penting
dalam keselamatan kerja. Kemampuan mempersepsi dan mengenal bahaya akan
menjadi faktor penting dalam usaha seseorang untuk mengambil keputusan memilih
melakukan pekerjaan dengan cara-cara aman sehingga memperkecil kemungkinan
atau bahkan terhindar sama sekali dari kecelakaan kerja.
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengkaji pemahaman dan sikap
dalam hubungannya dengan perilaku ataupun kondisi tertentu. Winarsunu (2008)
mengkaji sejumlah penelitian dan menyimpulkan bahwa tipe kesalahan yang paling
dominan yang menimbulkan kecelakaan kerja adalah kegagalan dalam memahami
dan mempersepsi peringatan terhadap bahaya dan sikap memandang remeh bahaya
(underestimations of hazards). Adiratna dan kawan-kawan (2003) yang melakukan
penelitian tentang pelaksanaan K3 di perusahaan dalam Wilayah Kota Yogyakarta
menyimpulkan bahwa K3 belum dilaksanakan sepenuhnya dengan salah satu
penyebabnya adalah tingkat pengetahuan dan pemahaman tenaga kerja tentang K3
masih rendah. Indikator lain ditunjukkan oleh Kardjani (1995) dengan hasil
penelitiannya yang menyimpulkan adanya pengaruh signifikan antara sikap, minat,
partisipasi dengan pengetahuan dalam pelaksanaan keselamatan kerja las bagi tenaga
kerja las di Kodya Malang.
Lulusan SMK bidang teknologi akan bekerja sebagai pekerja pelaksana atau
supervisor tingkat pemula, yang mana pekerjaan tersebut berhubungan langsung
dengan berbagai peralatan, perkakas, mesin-mesin bertenaga, bahan-bahan tertentu
berbahaya, dan berada di beragam situasi tempat kerja yang mengandung unsur
bahaya (hazard). Posisi pekerjaan tersebut menuntut penguasaan kemampuan teknis
di bidang masing-masing. Misalnya seorang operator sebuah mesin gerinda tidak
-
6 hanya mampu menjalankannya melainkan juga harus mampu memahami karakteristik
bagian-bagian alat dan fungsinya. Memahami karakteristik alat berarti juga mengenali
potensi bahaya yang dikandung oleh alat itu. Dengan demikian operator tersebut tidak
sekedar menjalankan alat melainkan mampu menjalankan dengan cara yang aman.
Kompetensi semacam ini membutuhkan proses pembelajaran yang mengintegrasikan
unsur ketrampilan, pengetahuan dan pembentukan sikap. Pengalaman belajar di SMK
diharapkan mampu menanamkan pemahaman dan membiasakan diri berperilaku
aman dan sehat dalam melaksanakan pekerjaan sesuai bidang keahliannya.
Berangkat dari pemikiran bahwa guru memegang peran dominan dalam
menciptakan kondisi pembelajaran, dirasa perlu melakukan penelitian tentang
pemahaman dan sikap guru mengenai keselamatan kerja. Dalam hal ini, peneliti ingin
mengetahui bagaimana tingkat pemahaman guru tentang K3, bagaimana sikap guru
mengenai K3, dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan K3 dalam proses pembelajaran
praktek di bengkel otomotif.
B. Rumusan Masalah
Berpijak pada uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut.
1. Bagaimana pemahaman guru tentang K3 dalam pelaksanaan pembelajaran di
bengkel otomotif SMK se-Kota Malang?
2. Bagaimana sikap guru terhadap K3 dalam pelaksanaan pembelajaran di bengkel
otomotif SMK se-Kota Malang?
3. Bagaimanakah pelaksanaan K3 pada pembelajaran di bengkel otomotif SMK se-
Kota Malang?
-
7 4. Adakah kontribusi pemahaman guru tentang K3 terhadap pelaksanaan K3 pada
pembelajaran di bengkel otomotif SMK se-Kota Malang?
5. Adakah kontribusi sikap guru terhadap K3 kepada pelaksanaan K3 dalam
pembelajaran di bengkel otomotif SMK se-Kota Malang?
6. Adakah kontribusi secara bersama pemahaman dan sikap guru terhadap K3
kepada pelaksanaan K3 dalam pembelajaran di bengkel otomotif SMK se-Kota
Malang?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui tingkat pemahaman guru bidang keahlian mekanik otomotif di SMK
se-Kota Malang tentang K3 di bengkel otomotif.
2. Mengetahui sikap guru bidang keahlian mekanik otomotif di SMK se-Kota
Malang tentang pelaksanaan K3 pada pembelajaran di bengkel otomotif.
3. Mengetahui pelaksanaan K3 pada pembelajaran di bengkel otomotif di SMK se-
Kota Malang.
4. Mengetahui kontribusi pemahaman guru tentang K3 terhadap pelaksanaan K3
pada pembelajaran di bengkel otomotif di SMK se-Kota Malang.
5. Mengetahui kontribusi sikap guru terhadap K3 kepada pelaksanaan K3 dalam
pembelajaran di bengkel otomotif di SMK se-Kota Malang.
6. Mengetahui kontribusi secara bersama pemahaman dan sikap guru terhadap K3
kepada pelaksanaan K3 dalam pembelajaran di bengkel otomotif di SMK se-Kota
Malang.
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, hipotesis yang diajukan adalah:
-
8 1. Ada kontribusi pemahaman guru tentang K3 terhadap pelaksanaan K3 pada
pembelajaran di bengkel otomotif di SMK se-Kota Malang
2. Ada kontribusi sikap guru terhadap K3 kepada pelaksanaan K3 dalam
pembelajaran di bengkel otomotif di SMK se-Kota Malang,
3. Ada kontribusi secara bersama pemahaman dan sikap guru terhadap K3 kepada
pelaksanaan K3 dalam pembelajaran di bengkel otomotif di SMK se-Kota
Malang.
E. Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat antara lain; (1) sebagai
masukan bagi guru/fasilitator pembelajaran Teknik Mekanik Otomotif guna
meningkatkan kualitas proses pembelajaran di bengkel sekolah khususnya
menyangkut aspek penerapan prosedur K3, (2) sebagai masukan bagi manajemen
SMK yang membina program keahlian Teknik Mekanik Otomotif untuk,
meningkatkan mutu pengelolaan bengkel/ laboratorium Teknik Otomotif agar
pembelajaran praktek lebih memperhatikan K3, (3) sebagai masukan bagi manajemen
dan guru SMK yang membina Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif dalam
menyususun kurikulum implementatif khususnya dalam merumuskan diskripsi
pembelajaran praktek di bengkel sekolah.
F. Definisi Opersional
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda, diberikan batasan penger-
tian operasional yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian, sebagai berikut:
1. Pemahaman Guru tentang K3 adalah sejauh mana guru mengetahui aspek dan
unsur K3 yang berkaitan dengan penggunaan alat, perkakas, mesin, dan media
belajar dalam lingkup program keahlian teknik mekanik otomotif. Pemahaman di
-
9
sini difokuskan pada dua aspek yaitu mengurangi kondisi tidak aman dan bekerja
secara aman.
2. Sikap guru tentang K3, adalah kecenderungan respon guru untuk setuju atau tidak
setuju berdasarkan persepsi dan interpretasi terhadap butir-butir pernyataan di
dalam kuisioner yang diberikan oleh peneliti. Sikap difokuskan pada dua aspek
yaitu mengurangi kondisi tidak aman dan bekerja secara aman.
3. Pelaksanaan K3 adalah segala sesuatu yang yang dilakukan guru menyangkut
penerapan unsur-unsur K3 pada pembelajaran praktek di bengkel otomotif.
Indikator-indikator pelaksanaan K3 dititik beratkan pada dua aspek yaitu
mengurangi kondisi tidak aman dan bekerja secara aman.
4. Pembelajaran Praktek; yaitu proses belajar yang dilakukan dalam bentuk siswa
mengerjakan/mempraktekkan sesuatu dengan bantuan alat, perkakas, mesin, atau-
pun bentuk media belajar lain di bengkel teknik mekanik otomotif.
G. Asumsi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan asumsi bahwa responden yaitu guru TMO se-
Kota Malang secara keseluruhan telah mempelajari atau pernah memperoleh pembe-
kalan materi tentang K3 di bidang otomotif dengam muatan relatif sama baik melalui
masa perkuliahan di LPTK maupun dengan cara lain.
Terkait dengan penggunaan instrument skala sikap, diasumsikan bahwa (1)
responden adalah orang yang paling tahu tentang kondisi pembelajaran praktek di
bengkel sekolahnya pada aspek K3, (2) apa yang dinyatakan responden kepada
peneliti diasumsikan benar dan obyektif, (3) responden mampu memahami substansi
-
10 pernyataan yang diajukan sehingga interpretasinya sama dengan yang dimaksud oleh
peneliti.
H. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Bertolak pada rumusan masalah dan tujuan yang diuraikan di atas, penelitian
ini memiliki ruang lingkup dan keterbatasan tertentu.
1. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilaksanakan di Program Keahlian teknik Mekanik Otomotif
SMK Negeri dan Swasta se-Kota Malang. Ruang lingkup penelitian ini meliputi
keterlaksanaan unsur-unsur keselamatan kerja di dalam proses pembelajaran
praktek di bengkel SMK pada Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif.
2. Keterbatasan Penelitian
Penelitian difokuskan pada pemahaman dan sikap guru tentang K3
dikaitkan dengan pelaksanaan unsur-unsur keselamatan kerja di dalam proses
pembelajaran praktek. Data masukan variabel-variabel yang diteliti adalah
berdasarkan pada kondisi responden pada saat pengambilan data dilakukan.
Mengingat kondisi guru dan proses pembelajaran merupakan sesuatu yang tidak
konstan sehingga sangat mungkin penelitian lain dengan obyek yang sama namun
dalam waktu yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda. Dengan
demikian pembahasan hasil penelitian berorientasi terbatas pada keadaan pada
saat penelitian tersebut dilakukan.