Download - BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade
ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian.
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan,
jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan
kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat
kecelakaan lalu lintas.
Sementara trauma–trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
Fraktur tibia mempunyai pengaruh sosial ekonomi yang penting. Dengan
bertambahnya usia, angka kejadian fraktur tibia meningkat secara eksponensial. Meskipun
dapat dipulihkan dengan operasi, fraktur tibia menyebabkan peningkatan biaya kesehatan.
Sampai saat ini, fraktur tibia makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi
tantangan bagi ahli orthopaedi. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular
sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset.
Akan tetapi, pada orang-orang muda, patah tulang pinggul intrakapsular biasanya
disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali disertai oleh cedera pada
daerah yang lainnya serta meningkatkan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis dan
nonunion. Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi dan geriatri telah berkembang,
akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10
sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini
masih tetap tinggi. Reduksi anatomis dini, kompresi fraktur dan fiksasi internal yang kaku
digunakan untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan fraktur, akan tetapi jika
suplai darah ke kaput femur tidak dikontrol dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan
kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan
posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang bergantung pada
jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi
1
terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang
dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur
mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ
penting lainnya
Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana
mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara
simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis penyebabnya,
apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus diperhatikan lokasi
kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang
optimal (2)
BAB II
2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius
distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma
tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah
dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di
dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi
yang disebut fraktur dislokasi (8)
II.2 ANATOMI CRURIS
a. tulang
1) Tulang Tibia
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis, diaphysis dan
epiphysis. Epiphysis proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu condilus medialis dan
condilus lateralis. Pada permukaan proksimal terdapat permukaan sendi untuk bersendi
dengan tulang femur disebut facies articularis superior yang ditengahnya terdapat
peninggian disebut eminentia intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat dataran sendi
yagng menghadap ke lateral disebut facies articularis untuk bersendi dengan tulang fibula.
Diaphysis mempunyai tiga tepi yaitu margo anterior, margo medialis, dan crista
interosea disebelah lateral. Sehingga terdapat tiga dataran yaitu facies medialis, facies
posterior dan facies lateralis. Margo anterior di bagian proksimal menonjol disebut
tuberositas tibia. Pada epiphysis distalis bagian distal terdapat tonjolan yang disebut
malleolus medialis, yang mempunyai dataran sendi menghadap lateral untuk bersendi
dengan talus disebut facies malleolus lateralis. Epiphysis distalis mempunyai dataran sendi
lain yaitu facies articularis inferior untuk dengan tulang talus dan incisura fibularis untuk
bersendi dengan tulang fibula.(9)
2) Tulang fibula
3
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian yaitu epiphysis
proksimalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proksimalis membulat disebut
capitulum fibula yang kearah proksimal meruncing menjadi apex kapituli fibula.
Kapitulum fibula mempunyai dataran sendi yaitu facies artycularis capituli fibula untuk
bersendi dengan tulang fibula. Diaphysis mempunyai empat crista yaitu Krista lateralis,
Krista medialis, Krista anterior, Krista interosea. Mempunyai tiga dataran yaitu facies
medialis, facies lateralis, facies posterior. Epiphysis distalis kebelakang agak membulat
dan sedikit keluar disebut malleolus lateralis. Disebelah dalam mempunyai dataran sendi
yang disebut facies artycularis malleolus lateralis. Disebelah luar terdapat suatu suleus
disebut sulcus tendo musculi tendo perineum dan dilalui tendo otot peroneus longus dan
peroneus brevis.(9)
Gambar: Anatomi Tulang Tibia
Sumber: Atlas Anatomi manusia sobotta Edisi 21. Extremitas bawah p.27
4
Gambar: Anatomi Tulang Fibula
Sumber: Atlas Anatomi manusia sobotta Edisi 21. Extremitas bawah p.27
Vaskularisasi dan Persarafan
a. system otot
Fascia lata berlanjut menjadi fascia cruris, di sekitar lutut melekat pada jaringan
subcutaneus tibia dan capitilum fibulae. Fascia cruris melekat erat pada periosteum dan
jaringan subcutaneus pada permukaan medialis tibia dan pada malleolus medialis dan
malleolus lateralis.
Di bagian proximal fascia ini membungkus otot-otot.Ke bagian posterior melanjutkan diri
menjadi fascia poplitea.
Pada sisi lateral membentuk septum intermusculaare anterius yang menuju ke tepi anterior
fibula dan septum intermusculare posterior yang menuju ke margo posterior fibula ( di
antara kedua septa tersebut terdapat mm.peronei ), di sebelah posterior dari septum
5
intermusculare posterior terdapat otot-otot cruralis posterior, di sebelah anterior dan medial
dari septum intermusculare anterius terdapat otot-otot cruralis anterior.
Pada bagian posterior crus terdapat septum tranversum profundus yang memisahkan otot-
otot superficialis daripada otot-otot profunda.(9)
Otot-otot cruris dibagi menjadi tiga kelompok, sebagi berikut :
(a) Posterior
(b) Anteror
(c) Lateral
(a) Otot-otot kelompok Posterior terdiri dari Gugusan Superficialis dan Gugusan
Profundus.
GUGUSAN SUPERFICIALIS
1. M.gastrocnemius
Mempunyai dua buah caput yang datar, yaitu caput lateralis dan caput mediale.
Caput laterale berorigo pada epicondylus lateralis femoris di sebelah cranialis dari origo m.
popliteus , di dalam tendo ini sering ditemukan os sesamoideum. Caput mediale berorigo
pada planum popliteum di cranialis condylus medialis femoris, ditutupi oleh m.
semimembranosus . Kedua venter dari otot ini pada pertengahan crus berakhir pada suatu
aponeurosis, yang selanjutnya bergabung dengan aponeurosis dari m.soleus dan tendo
m.plantaris membentuk tendo calcaneus (= Tendo Achillis ), mengadakan insertio pada
facies posterior calcaneus. Di antara tendo calcaneus dengan os calcaneus terdapat suatu
bursa mucosa.(9)
2. M.plantaris
Berorigo planum popliteum di cranialis origo caput laterale m.gastrocnemius,
mempunyai tendo yang panjang, berjalan turun di antara m.gastrocnemius dan m.soleus,
berada di sebelah medial tendo Achillis dan bergabung dengan tendo ini. Otot ini
seringkali absen dan kalau ada banyak variasinya.(9)
6
3. M.soleus
Melekat pada capitulum fibulae, 1/3 bagian proximal fibulae, linea soleus (= linea
oblique tibiae = linea poplitea tibiae ) dan tepi medial tibia di caudalis linea oblique. Otot
ini tidak menyilang articulus genus. Origonya berbentuk huruf “U” ( tapal kuda ) dan
dilalui di sebelah ventralnya oleh vasa tibialis posterior dan nervus tibialis. M. soleus
berada di sebelah ventral m. gastrocnemius , tepi medial dan tepi lateralnya terletak
superficial. Tendo m. soleus bergabung dengan aponeurosis m.gastrocnemius membentuk
tendo calcaneus , mengadakan insertio pada facies posterior os calcaneus.(9)
GUGUSAN PROFUNDUS
1. M.flexor digitorum longus
Melekat pada facies posterior tibia di sebelah caudal dari origo m.soleus dan di
sebelah medial dari perlekatan m.tibialis posterior. Tendo otot ini berjalan di sebelah
posterior tendo m>tibialis posterior, lalu membelok di sebelah dorsal malleolus medialis
dan melanjutkan diri ke ventral di sebelah profunda retinaculum flexorum, berada di
caudalis dari tendo m.tibialis posterior, berada pada sisi medial sustentaculum tali.
Memasuki daerah planta pedis tendo m.flexor digitorum longus berjalan di sebelah
profunda m.abductor hallucis, selanjutnya terbagi menjadi empat buah tendo dan
mengadakan insertio pada phalanx distalis jari II – III – IV – V. (9)
2. M.flexor hallucis longus
Mengadakan perlekatan pada facies posterior fibula di sebelah distal dari perlekatan
m.soleus. tendonya berjalan pada facies posterior talus, di sebelah ventral tendo calcaneus,
masuk ke daerah pedis dan berada pada facies profundus retinaculum flexorum, lalu
berjalan ke ventral di sebelah caudalis sustentaculum tali. Tendo otot ini berada di sebelah
profundus tendo m.flexor digitorum longus dan di sebelah superficialis dari m.flexor
hallucis brevis, megadakan insertio pada basis phalanx dastalis jari I.(9)
7
3. M.tibialis posterior
Berasal dari bagian lateral facies posterior tibia di sebelah caudalis dari linea
soleus, membrana interossea cruris dan facies medialis fibulae. Membentu tendo yang
panjang, berada di sebelah dorsal malleolus medialis, lalu membelok di caudalis malleolus
medialis menuju ke ventral, menyilang facies medialis ligamentum deltoideus dan
ligamentum calcaneonaviculare, mengadakan insertio pada tuberositas ossis navicularis
dan pada facies plantaris os coboideum, os cuneiforme I – II – III dan os metatarsale II –
III–IV.(9)
(b) Otot-otot kelompok Anterior
1. M.tibialis anterior
Mempunyai origo pada facies lateralis condylus lateralis tibiae, facies lateralis 2/3
bagian proximal tibia, pada membrana interossea cruris dan fascia profunda cruris. Pada
1/3 bagian distal crus serabut-serabut otot berganti dengan tendo, yang berjalan pada
bagian ventral ujung distal tibia, mengadakan insertio pada sisi medial os cuneiforme I dan
pada basis ossis metatarsalis I. Di bagian distal crus tendo m.tibialis anterior terletak paling
medial.(9)
2. M.extensor digitorum longus
Berbentuk unipennetus, terletak pada facies anterior cruris bersam-sama dengan
m.tibialis anterior. Pada sepertiga bagian cranial crus kedua otot tersebut berada
berdampingan satu sama lain, m.extensor digitorum longus terletak di sebelah lateral dari
m.tibialis anterior. Origo berada pada capitulum fibulae dan crista anterior fibulae ( 3/4
bagian proximal fibulae ), condylus lateralis tibiae, septum intermusculare anterius,
membrana interossea cruris dan pada fascia cruris. Berjalan turun, di ujung distal crus
tendo otot ini terletak di sebelah lateral dari tendo m.extensor hallucis longus, selanjutnya
membentuk empat buah ujung tendo terbagi menjadi tiga bagian, bagian yang medial
berinsertio pada basis phalanx medialis jari II – III – IV – V dan dua bagian lainnya
melekat pada phalanx distalis jari II – III – IV – V.(9)
8
3. M.peronaesus tertius
Suatu otot yang kecil, sangat berveriasi dalam ukuran dan sering absen. Merupakan
bagian dari m.extensor digitorum longus, mengadakan origo pada crista anterior fibulae di
sebelah distal dari origo m.extensor digitorum longus dan terletak di sebelah lateral dari
otot tersebut. Tendo otot ini menyilang sisi lateral bagian anterior pergelangan kaki dan
berjalan ke arah ventrolateral, mengadakan insertio pada facies dorsalis basis metatarsalis (9)
4. M.extensor hallucis longus
Pada seperdua bagian proximal crus otot ini ditutupi oleh m.tibialis anterior dan
m.extensor digitorum longus. Membentuk origo pada bagian tengah fibula, yaitu pada
crista anterior fibulae di sebelah medial dari origo m.extensor digitorum longus, dan pada
membrana interossea cruris . Di bagian distal crus serabut-serabut otot dan tendo
m.extensor hallucis longus berjalan di antara m.tibialis anterior dan tendo m.extensor
digitorum longus. Selanjutnya berjalan ke ventral pada dorsum pedis dan membentuk
insertio pada basis phalanx distalis jari I. (9)
(c) Otot-otot kelompok Lateral
1. M.peronaesus longus
Berbentuk bipennatus, terletak paling superficial pada bagian lateral crus,
mengadakan origo pada aspectus lateralis dari 2/3 bagian cranial fibula, capitulum fibulae
dan pada condylus lateralis tibiae. Mempunyai tendo yang panjang, terletak di sebelah
superficial tendo m.peronaesus brevis ketika berada di sebelah dorsal malleolus lateralis,
lalu menyilang sisi lateral os calcaneus ( di caudalis processus trochleris calcanei ) dan os
cuboideum, masuk ke daerah planta pedis. Berada di sebelah anterior tuberositas ossis
cuboidei ( pada sulcus tendinis m.peronaei longi ) dan mengadakan insertio pada sisi
lateral os cuneiforme I dan basis ossis metatarsalis I berdekatan dengan insersi tendo
m.tibialis anterior. Pada planta pedis tendo m.peronaeus longus ditutupi ( berada di
sebelah profundus) oleh ligamentum plantare longum, m.adductor hallucis, tendo m.flexor
hallucis longus dan tendo m.flexor hallucis brevis. Pada tempat di mana tendo otot ini
menyilang os cuboideum terdapat os sesamoideum.(9)
9
2. M.peronaesus brevis
Terletak di sebelah profunda m.peronaeus longus dan agak ke anterior. Berasal dari
facies lateralis 2/3 bagian distal fibula, serabut-serabut otot dilanjutkan oleh tendo yang
panjang, yang berjalan turun dan berada di sebelah dorsal malleolus lateralis, lalu menuju
ke anterior berada di sepanjang sisi lateral os calcaneus, yaitu di sebelah cranialis
processus trochlearis calcanei, dan setelah menyilang os cuboideum tendo otot ini
mengadakan insertio pada sisi lateral basis ossis metatarsalis V.(9)
RETINACULUM dan SYNOVIAL SHEATH
Fascia profunda cruris di daerah pergelangan kaki menebal membentuk
retinaculum yantg mempertahankan posisi tendo-tendo pada tempatnya ketika berjalan
menyilang ankle joint.(9)
RETINACULUM FLEXOREM (= LIGAMENTUM LACINIATUM)
Berbentuk pita yang lebar, meluas dari malleolus medialis menuju ke sisi medial os
calcaneus. Retinaculum tersebut menututpi tendo m.tibialis posterior, m.flexor digitorum
longus dan m.flexor hallucis longus, dan juga vasa tibialis posterior serta nervus tibialis.
Celah-celah tulang bersama-sama dengan retinaculum tersebut membentuk canalis yang
dilalui oleh tendo-tendo tersebut tadi. Setiap tendo dibungkus oleh synovial sheath yang
terpisah satu sama lain , yaitu vagina tendinis m.tibialis posterior, vagina tendinis m.flexor
digitorum longi dan vagina tendinis m.flexor hallucis longi.(9)
RETINACULUM EXTENSORUM
Terdiri atas retinaculum extensorum superior (= ligamentum transversum cruris)
dan retinaculum extensor inferior (=ligamentum cruriatum cruris).
Ligamentum transversum cruris menyilang tendo-tendo extensor dan melekat pada pars
distalis tibia dan fibula.(9)
Ligamentum cruciatum terletak pada dorsum pedis, berbentuk huruf “Y” dan tampaknya
lebih tegas daripada retiniculum extensorum superior. Pangkal dari ligamentum cruriatum
10
cruris melekat pada sisi lateral facies superior calcaneus, ujungnya membuka ke arah
medial, bagian superior melekat pada malleolus medialis dan ujung caudalnya berjalan
mengelilingi sisi medial pedis, mengadakan perlekatan pada fascia yang membungkus
m.abductor hallucis pada planta pedis. Pars superior ligamentum cruriatum cruris (upper
limb) menutupi tendo-tendo m.extensor digitorum longus dan m.peronaes tertius, vasa
tibialis anterior dan nervus peronaeus profundus. Ke arah medialis membungkus tendo
m.extensor hallucis longus dan tendo m.tibialis anterior. Pars caudalis ligamentum
cruciatum cruris menyilang semua tendo dan pembuluh-pembuluh darah pada dorsum
pedis.(9)
Synovial sheath yang membungkus tendo m.tibialis anaterior (= vagina tendinis m.tibialis
anterior) meluas mulai dari sebelah cranialis ligamentum tranvsersum cruris sampai di
antara kedua bagian ligamentum cruciatum cruris. Synovial sheath yang membungkus
tendo m.extensor hallucis longus disebut vagina tendinis m.extensoris hallucis longi; yang
membungkus tendo m.extensor digitorum longus disebut vagina tendinum m.extensor
digitorum longi, mulai pada daerah di antara logamentum cruris dan ligamentum cruciatum
cruris sampai di bagian distal ligamentum cruciatum cruris, dan synovial sheath yang
membungkus m.extensor hallucis longus meluas sampai sejauh phalanx distalis jari I.
Retinaculum mm.peronaeorum terdiri atas dua bagian, yaitu retinaculun mm.peronaeorum
superius yang mengadakn perlekatan pada tepi posterior malleolus lateralis dan pada facies
lateralis calcaneus; retinaculum ini memfiksir tendo m.peronaeus brevis et longus pada
posisinya di bagian dorsal malleolus lateralis. Yang kedua adalah retinaculum mm.
peronaeorum inferius yang memfiksir tendo-tendo m.peroneus brevis et longus tetap pada
tempatnya facies lateralis calcaneus; retinaculum ini melekat di bagian caudal pada os
calcaneus, berjalan ke arah cranio-ventral dan melanjutkan diri pada ligamentum cruciatum
cruris.(9)
Synovial sheath yang membungkus tendo m.peronaeus brevis et longus membentuk vagina
tendinum mm.peronaeorum communis, yang terletak mulai kira-kira 2 cm di sebelah
cranial retinaculun mm.peronaeorum superius sampai setinggi os cuboideum.(9)
11
Gbr. Vaskularisasi pada region cruris
Sumber: Atlas Anatomi manusia sobotta Edisi 21. Extremitas bawah p.27
II.3. PATOFISIOLOGI FRAKTUR
.Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang
mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi
energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang tulang. yang dapat
menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung
dan tidak langsung), akibat keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang
12
dapat berupa teknan berputar, membengkok, kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi
patologis disebabkan karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kondisi patologis yang
terj adi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada j enis trauma, kekuatan
dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus
menerus misalnya pada orang yang bertugas kemiliteran.
Ketika terjadi patah tulang yang diakibatkan oleh truma, peristiwa tekanan ataupun
patah tulang patologik karena kelemahan tulang, akan terjadi kerusakan di korteks,
pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya.. Keadaan ini menimbulkan hematom
pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang
mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah
ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini
menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang
pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang
mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik
dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan
terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila
berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma compartement.(7)
II.4. KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur yang dikarenakan oleh trauma terbagi atas :
1. Trauma langsung : Trauma langsung pada tulang bersangkutan, teruma tumpul
(crush), trauma penetrasi ( akibat luka tembak )
2. Trauma tidak langsung : Fraktur yang terjadi akibat gaya traksi atau tension, gaya
angulasi, gaya rotasi, gaya kompresi atau suatu kombinasi.
13
Menurut Extensi (4)
a. Fraktur Komplit, jika patah melalui seluruh penampang tulang atau kedua
kortex tulang seperti terlihat pada foto
b. Fraktur tidak komplit, jika garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang,
antara lain :
Hairline fracture ( Patah retak rambut )
Buckle fracture atau torus fracture , jika terjadi li[patan dari satu kortex
dengan kompressi tulang spongiosa di bawahnya ( biasanya pada distal
radius anak )
Greenstick fracture, jika terkena satu kortex dengan angulasi kortex lainnya
yang terjadi pada tulang panjang anak
Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma : (4)
- Garis patah melintang : tarauma angulasi atau langsung
- Garis patah oblik : trauma angulasi
- Garis patah spiral : trauma rotasi
- Fraktur kompresi : trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa
- Fraktur avulse : trauma tarikan/traksi otot pada insersinya di tulang, misal
fraktur patela
Jumlah garis patah
- Fraktur Komunitif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
- Fraktur Segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan ( bila
dua garis patah disebut pula fraktur bifocal)
- Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris dan faktur tulang belakang
Bergeser atau tidak bergeser (4)
14
a. Fraktur undisplaced ( tidak bergeser ), garis patah komplit tetapi kedua fragmen
tidak bergeser, peritoneum masih utuh
b. Fraktur displaced ( bergeser ), terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi :
- dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
- dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
- dislokasi ad latus (pergeseran di mana kedua fragmen saling menjauh).
Gambar: macam-macam tipe fraktur
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yaitu:
Derajat I:
Luka < 1cm.
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana,
Transversal,obliq atau komunitif ringan kontaminasi minimal
Derajat II:
15
Luka>1cm.
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulasi Fraktur komunitif sedang
Kontaminasi sedang
Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neuromuskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terdiri atas:
A. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat ;aserasi luas/flap/avulasi atau fraktur segmental/sangat komunitif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
B. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif
C. Luka pada pembuluh arteri/syaraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.(9,1)
II.5. PEMERIKSAAN FRAKTUR
Gambaran klinis
Pada pemeriksaan fisk mula-mula dilakukan inspeksi. Terdapat pembengkakan,
perubahan bentuk berupa bengkok,dan terdapat gerakan tidak normal. Nyeri yang secara
subjektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat juga secara objektif pada palpasi. Nyeri
berupa nyeri tekan.
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan Radiologis
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen ( x-ray ). Pada pemeriksaan radiologis ( rontgen ) ,
pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two , yang
terdiri dari:
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun
yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal).
16
Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.(6)
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin.
Faktor pembekuan darah.
Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi).
Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.(7)
Pemeriksaan Lain-Lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas, didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
Biopsi tulang dan otot, pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
Elektromyografi, terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
Arthroscopy, didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
Indium imaging, pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.(6)
II. 6. PRINSIP-PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR
Penatalaksanaan Secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi,
baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
17
anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan
foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses
pembuatan foto.(1)
Terapi antibiotik dan anti tetanus serum (ATS)
Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya
trauma. Bila dalam perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan
pemeriksaan kultur dan sensifitas ulang untuk penyesuaian ulang untuk penyesuaian ulang
pemberian antibiotik yang digunakan. Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur
terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka dalam, luka yang terkontaminasi, luka
dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. Pada penderita
yang belum pernah mendapat imunisasi antitetanus dapat diberikan gama globulin anti
tetanus manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125
unit pada usia 5-10 tahun dan 75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan
serum anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 dengan tes subkutan 0,1 selama 30
menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis
boster 0,5 ml secara intramuskuler (3)
Prinsip penanganan fraktur
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena
terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut,
dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri (analgesik) dan juga dengan teknik imobilisasi
(tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Teknik imobilisasi dapat dicapai dengan cara
pemasangan bidai atau gips.
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan didaerah sekeliling tulang.
Prinsip Pembidaian
A. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalami cedera.
B. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak
perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang
18
C. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan
Pemasangan gips: merupakan bahan kuat yang dibungkuskan disekitar
tulang yang patah
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk
itu diperlukan lagi teknik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi
eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
Penarikan (traksi):
Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya.
Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk
patah tulang paha dan panggul.
Fiksasi internal :
Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada
pecahan-pecahan tulang
Fiksasi eksternal :
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat
dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid
juga cocok untuk tindakan ini.
3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan
dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya
sendi.Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.(5)
PENATALAKSANAAN PENANGANAN FRAKTUR
1. Reposisi dengan tujuan mengembalikan fragmen ke posisi anatomi
Tertutup : fiksasi eksterna,Traksi (kulit,sekeletal)
19
Terbuka :
Reposisi tertutup gagal
Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
Mobilisasi dini
Fraktur multiple
Fraktur patologis
2. Imobilisasi/fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi
sampai union
Jenis fiksasi :
Eksternal
Gips (plester cast)
Traksi
Indikasi :
Pemendekan (shortening)
Fraktur unstabel : oblique, spiral
Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
Internal/ORIF : K-wire,plating,screw,k-nail
3. Union
Prinsip terjadinya Union:
Dewasa : Kortikal 3 bulan, Kanselus 6 minggu
Anak-anak : separuh dari orang dewasa
4. Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian
yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan
reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau
status neurovaskular, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan
otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali
secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.(1)
20
II.7. KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .
1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut dapat terjadi
dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu
akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme.
Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam
(DVT), tetanus atau gas gangren.
2. Komplikasi lokal
a. Komplikasi dini
b. Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca
trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca
trauma disebut komplikasi lanjut.
Pada Tulang
Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
union atau bahkan non union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.
Pada Jaringan Lunak
Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial
karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering
dan melakukan pemasangan elastic
Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips.
Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-
daerah yang menonjol.
21
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada
serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma
dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush
atau thrombus. (4)
Pada Pembuluh Darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami
retraksi dan perdarahan berhenti spontan. Pada jaringan distal dari lesi
akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu
melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh
darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh
darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang
lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh
vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian
distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot
pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini
dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. Apabila iskhemi
dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus
yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur
volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia,
Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis.(4)
Pada Saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus.(4)
22
Komplikasi Lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
1.Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung
fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Lebih
20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu).
2.Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe I
(hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi
untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan,
proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang
luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang
tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi
dan penyakit tulang (fraktur patologis)
3.Mal union
Keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang
terbentuk angulasi/valgus, rotasi, kependekan atau union secara menyilang
misalnya pada fraktur radius dan ulna.
4.Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union
(infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis
mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
5.Kekakuan sendi
23
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu
imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi(7,1)
PENATALAKSANAAN KHUSUS PADA FRAKTUR TERBUKA
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi risiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan
terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka adalah:
1) Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan.
2) Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.
3) Berikan antibiotik cephalosporine golongan I atau II dalam ruang gawat
darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.
4) Segera dilakukan debridemen dan dan irigasi yang baik.
5) Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya.
6) Stabilisasi fraktur.
7) Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari.
8) Rehabilitasi anggota gerak yang terkena.
Sedangkan tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka adalah sebagai berikut:
1) Pembersihan luka.
2) Dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis
untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
3) Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen).
4) Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot, dan fragmen-fragmen yang lepas.
5) Penutupan kulit.
24
6) Pemberian antibakteri.
7) Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam dosis yang besar sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan operasi.
8) Pencegahan tetanus.
9) Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid. Tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin.
10) Pengobatan fraktur itu sendiri
II.8. Penyembuhan Tulang pada Fraktur
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menajubkan. Tidak
seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur
merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur
mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk
penyembuhan memadai sampai tejadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti
imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor
biologis yang juga merupakan suatu factor yang sangat essential dalam penyembuhan
fraktur
Proses penyembuhan fraktur pada tulang yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur
dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar
diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat
tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam
jaringan lunak. Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari
daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah
cincin avaskular tulang yang mati pada sisi – sisi fraktur segera setelah trauma.
Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.(1)
25
Gambar: fase hematoma
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel osteogenik
yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagi aktivitas seluler dalam kanalis medularis.
Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal
dari diferansiasi sel – sel mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel – sel
osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang
sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi
pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari
fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radioluscen.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir
pada minggu ke 4 – 8.(1)
Gambar: fase proliferasi seluler sub-periostal
26
3. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk tulang rawan.
Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan
polisakarida oleh garam – garam kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk
tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven bone
sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan
fraktur.(1)
Gambar:Fase kalus
4. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan
kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap.
Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu ke 8 – 12
setelah terjadinya fraktur.(1)
Gambar: fase konsolidasi
5. Fase remodeling
27
Pada fase remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetapi
terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan – lahan menghilang.
Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian
dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk sumsum.(1)
Gambar: fase remodeling
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai beberapa
tahun dari terjadinya fraktur.Waktu penyembuhan dari fraktur bervariasi secara individu
dan berhubungan dengan factor lain pada penderita, antara lain:
1. Umur penderita
2. Lokalisasi antar Fraktur
3. Pergeseran awal fraktur
4. Vaskularisasi pda kedua fragmen
5. Reduksi serta imobilisasi
6. Waktu imobilisasi
7. Ruang diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
8. Adanya infeksi
9. Cairan synovial
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Pada patah tulang diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar
sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun bukan saja
karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah
terotasi keluar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat
perdarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh penanganan secara
tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih (9)
28