Download - Bab 8 Etika Lingkungan
BAB 8 ETIKA LINGKUNGAN
Pendahuluan
Tidak disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini, pada lingkungan global ataupun nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan, seperti di laut, hutan, atmosfer, air, dan tanah bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri. Manusia adalah penyebab dari kerusakan dan pencemaran lingkungan. Krisis global yang kita alami dewasa ini bersumber pada kesalahan pundamental-fisolopis dalam pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem.
Pada gilirannya,kekeliruan cara pandang ini melahirkan perilaku yang keliru terhadap alam. Manusia keliru memandang alam dan keliru menempatkan diri dalam konteksalam semesta seluruhnya. Inilah awal dari semua bencana lingkungan yang kitaalami sekarang. Oleh karean itu, embenahannya harus pula menyagkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan alam,maupun dengan manusia lain dalam ekosistem.Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yangseharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan ‘hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.
1.Pengertian Etika
Secara teoritis , etika mempunyai pengertian sebagai berikut: Pertama, Secara entimologis, etika berasal dari kata Yunani yaitu “ethos” yang berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam arti ini, eitika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri sendiri atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari generasi ke generasi lain. Kaidah norma atau aturan ini sesungguhnya ingin mengungkapkan,menjaga dan melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang dianggap baik dan pentingoleh masyarakat tersebut untuk dikejar dalam hidup ini. Dengan demikian, etika juga berisikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang harus dijadikan pegangandalam menuntun perilaku. Pengertian etika sebagaimana dijelaskan diatas, justru sama dengan pengertian moralitas. Secara entimologis, moralitas berasal dari kata Latin “mos” yang berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”.
Jadi dalam pengertian harfiah, etika dan moral sama-sama adat kebiasaan yang dibakukan dalam bentuk aturan (baik perintah atau larangan) tentang bagaiamana manusia harus hidup baik sebagaimana manusia. Dalam arti itu, keduanya berbicara tentyang nilai dan prinsip moral yang dianut oleh masyarakat tertentu sebagai pedoman dan kriteriadalam berperilaku sebagai manusia.
Kedua, etika dipahami juga dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas. Dalam pengertian ini, etika dimengerti sebagai repleksi kritis tentang bagaimanan manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkrit, situasikhusus tertentu. Etika adalah filsafat moral atau ilmu yang membahas danmengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimanaharus bertindak dalam situasi konkrit. Dengan kata lain, ada pegangan baku dalam babentuk norma atau nilai yang siap pakai. Misalnya, janji harus ditepati, janganmenipu, katakana yang sejujurnya, bantulah orang yang berada dalam kesulitan.Sering kali situasi konkrit yang dihadapi adalah situasi dilematis, situasi dimanakita dihadapkan pada dua atau lebih pilihan nili yang sama-sama sahnya. Dalamsituasi yang demikian, etika dan moralitas dalam pengertian pertama yang tidak memadai.
2.Model Teori Etika Lingkungan
Terdapat tiga model teori etika lingkungan yaitu yang dikenal sebagaiantroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme. Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupkan sebuah kesalahan cara pandang barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern, dimana perhatian utamanyamenganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnyadalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan dan dianggap relevan dalam pertimbangan moral, yang dilihatdalam istilah Frankena sebagai satu-satunya moral patient. Akibatnya, secaraTheologis diupayakan agar dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesiesmanusia manusia dan dihindari sebanyak mungkin akibat buruk bagi spesies itu.Etika antroposentrisme ini dalam pandangan Anne Naes dikategorikan sebagai Shallow Ecologi (kepedulian lingkungan yang dangkal). Cara pandang antroposentrisme, kini dikritik tajam oleh etikabiosentrisme dan eksosentrisme.
Bagi biosentrime dan eksosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai mahluk social. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai mahluk biologis, mahluk ekologis. Dunia bukan sebagaikumpulan objek-objek terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yangsaling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua mahluk hidup dan memandang manusiatak lebih dari suatu untain jaringan kehidupan.
Eksosentrisme berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas.Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada kehidupanseluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitasekologis, baik yang hidup dan yang tidak. Karena secara ekologis, mahluk hidupdan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenya,kewajiban dan tanggungjawab moral tidak hanya dibatasi pada mahluk hidup.Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semuarealitas ekologis.
Antroprosentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandangmanusia sebagai pusat dari system alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem.
etika lingkungan
BerandaCatatanBlogTautan
1. TEORI-TEORI ETIKA LINGKUNGAN
Secara teoritis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep Environmental Ethics. Ketiga teori ini juga dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.(Sony Keraf: 2002)
Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan cara pandang Barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern, di mana perhatian utamanya menganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnya, dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan, dan yang dianggap relevan dalam pertimbangan moral, yang dilihat dalam istilah Frankena--sebagai satu-satunya moral patient (William K. Frankena:1979). Akibatnya, secara teleologis, diupayakan agar dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia dan dihindari akibat buruk sebanyak mungkin bagi spesies itu. Etika antroposentrisme ini dalam pandangan Arne Naess dikategorikan sebagai Shallow Ecology (kepedulian lingkungan yang dangkal).
Cara pandang antroposentrisme, kini dikritik secara tajam oleh etika biosentrisme dan ekosentrisme. Bagi biosentrisme dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis, makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk hidup dan "memandang manusia tak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan".(Fritjof Capra:1997)
Ekosentrisme berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973. di mana prinsip moral yang dikembangkan adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis.
Etika ini dirancang sebagai sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya, prinsip-prinsip moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret. Etika ini menyangkut suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekadar sesuatu yang instrumental dan
ekspansionis sebagaimana ditemukan pada antroposentrisme dan biosentrisme. Dengan demikian, Deep Ecology lebih tepat disebut sebagai sebuah gerakan diantara orang-orang yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan dan politik.
Akar gerakan Deep Ecology telah ditemukan pada teori ekosentrisme pada umumnya dan kritik sosial dari Henry David Thoureau, John Muir, D.H. Lawrence, Robinson Jeffers, dan Aldo Huxley. Pengaruh Taoisme, Fransiskus Asisi, Zen Budhisme, dan Barukh Spinoza juga sangat kuat dalam teori-teori dan gerakan Deep Ecology (George Session:1995)
Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini layak dan harus dijaga. Krisis alam yang terasa begitu mengkhawatirkan akan membawa dampak pada setiap dimensi kehidupan ini. Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini dalam kedudukan yang hierarkis. Melainkan sebuah satu kesatuan organis yang saling bergantung satu sama lain. Sebuah jaring-jaring kehidupan yang harmonis.
AntroposentrismeAntroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri
Biosentrisme dan EkosentrismeEkosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism)
makalah etika lingkungan hidup
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 . LATAR BELAKANG
Sebagian besar manusia saat ini sudah tidak peduli lagi dengan sesama
dan lingkungannya karena merasa berkelimpahan. Setelah sejarah panjang inovasi teknologi
dan eksploitasi sumberdaya alam, manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain,
kekuatan yang dimiliki manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh manusia
sendiri lewat kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia pada dasarnya sudah mulai
kehilangan orientasi dan harapan hidup.
Risiko berupa pudarnya orientasi dan harapan hidup yang mungkin telah
dicanangkan, dipersiapkan dan diusahakan selama proses kehidupannya melalui penciptaan
bentuk-bentuk peradaban yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah sumber daya
alam guna keberlangsungan hidup spesies manusia itu sendiri. Manusia lantas terlena dengan
potensi dan kekuatannya sendiri dalam merengkuh kenikmatan fasilitas yang diberikan alam
dan melupakan satu sisi dalam dirinya sendiri yang sesungguhnya merupakan kelemahan dan
sekaligus menjadi kekuatannya, yaitu sikap mental.
Atas dasar itu dalam pendidikan lingkungan setiap persoalan selalu
dibahas dalam kaitannya dengan pembangunan dalam meningkatkan kualitas hidup
(manusia) secara keseluruhan. Pendidikan etika lingkungan, terutama yang menekankan pada
paham ekosentrisme, sangat penting untuk dilakukan dan dan diberikan pada generasi muda.
Mengingat merekalah yang kelak akan meneruskan mengelolah alam semesta ini.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja teori dalam etika lingkunga?
2. Bagaimana dasar-dasar etika untuk mewujudkan kesadaran lingkungan?
3. Bagaimana prinsip-prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup?
4. Bagaimana penerapkan etika lingkungan/ membiasakan diri melakukan aturan etika
lingkungan?
1.3. TUJUAN
Mengetahui teori-teori yang berkaitan dalam etika lingkungan
Menjelaskan dasar-dasar etika dan kesadaran lingkungan
Mengetahui penerapan etika lingkunga
Mengetahui cara-cara/ respon yang digunakan untuk mengefektifkan penerapan etika
lingkunga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teoti-teori Etika Lingkunga Hidup
Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh
bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memilki pandangan tertentu
terhadap alam, dimana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku
manusia terhadap alam. Pandangan tersebut dibagidalam tiga teori utama, yang dikenal
sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep
Environmental Ethics. Ketigateori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme, Biosentrisme,
dan Ekosentrisme.
a. Antroposentrisme
Dinamakan berdasar kata antropos = manusia, adalah suatu pandanganyang
menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Karena pusat pemikiran
adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada
kepentingan manusia. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat dansarana bagi pemenuhan
kebutuhan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri.
Alam dipandang dan diperlakukan hanyasebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.
Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam, pandangan ini juga
peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkunganhidup yang baik, maka demi
kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajibanmemeliharan dan melestarikan
alamlingkungannya. Kalaupun manusia bersifat peduli terhadap alam, hal itu dilakukan
semata-mata demi menjamin kebutuhandan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas
pertimbangan bahwa alammempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori ini jelas bersifat
egoistis, karena hanya mengutamakan kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini
dianggap sebagaisebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow
EnvironmentalEthics).
b. Biosentrisme
Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yangmempunyai
nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengandemikian, biosentrisme
menolak teori antroposentrisme yang menyatakan bahwahanya manusialah yang mempunyai
nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan
hanya manusia saja.Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat
perhatian.Maka, kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga
harusdilindungi dan diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinyamemilki
harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru karenaada kehidupan yang
terkandung didalamnya. Manusia hanya dilihat sebagai salahsatu bagian saja dari seluruh
kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukanlahmerupakan pusat dari seluruh alam semesta.
Maka secara biologis, manusia tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
c. Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik
makhluk hidup maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air disungai, yang
termasuk abiotik, sangat menentukan bagi kehidupan yang adadidalamnya. Udara, walaupun
tidak termasuk makhluk hidup, namun sangatmenentukan bagi kelangsungan seluruh
makhluk hidup. Jadi, ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya
sama-sama menentang teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih luas,
yakni komunitasekologis seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecolog menganut
prinsip biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruhorganisme dan makhluk
hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga
mempunyai suatu martabat yang sama. Inimenyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk
hidup dan berkembang untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah
hak universalyang tidak bisa diabaikan
B. Dasar Etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat
Empat tingkat kesadaran lingkungan mengiodentifikasi bahwaawalnya
pemikiran etika lingkungan itu muncul karena adanya krisis lingkungan yang sebab utamanya
adalah gaya hidup manusia dan perkembangan peradabannya. Pola hidup konsumtif, tanmpa
memperhitungkan bagaimana ketersediaan/ daya dukung lingkungan serta didukung
pengangkatan-pengangkatan teknologi membuahkan perilaku eksploitasi. Namun, sering
berjalannya waktu, manusia mulai menghadapi masalah persaingan mendapatkan sumber
daya alam yang ironisnya justru semakin berkurang dan tingkat daya dukungnya pun mulai
menurun. Masalah ini lah yang memaksa manusia untuk melihat kembali bagaimana
kedudukan, fungsi dan interaksinya dengan alam semesta yang melahirkan gagasan
kesadaran dan etika lingkunga.
Dasar-dasar pemikiran/pendekatan etika lingkungan, yaitu:
1. Dasar pendekatan ekologis, mengenalkan suatu pemahaman adanya keterkaitan yang luas
atas kehidupan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu, sekarang,
dan yang kan datang, akan memberi dampak yang tak dapat di perkirakan. Kita tidak bisa
melakukan hanya satu hal atas alam, kita tidak juga bisa sepenuhnya memahami bagaimana
alam bekerja, pun kita tidak akan pernah bisa mengelak bahwa apa yang kita lakukan pasti
memberi dampak pada organisme lain, sekarang atau akan datang.
2. Dasar pendekatan humanisme, setara dengan pendekatan ekologis, dasar pendekatan ini
menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain
atas sumber daya alam.
3. Dasar pendekatan teologis, merupak dasar dari keduan pendekatan sebelumnya, bersumber
pada agama yang nilai-nilai luhur dan mulia ajarannya menunjukkan bagaiman alam
sebenarnya diciptakan dan bagaimana kedudukan dan fungsi manusia serta interaksi yang
selayaknya terjalin antara alam dan manusia
kesadaran-kesadaran lingkungan selayaknya ada bagi kepentingan keberlanjutan
bumi dan sumber daya alam, yaitu:
1. Manusia bukanlah sumber utama dari segala nilai
2. Keberadaan alam dan segala sumber dayanya bukanlah untuk manusia semata, tetapi untuk
seluruh spesies organisme yang ada didalamnya.
3. Tujuan kehidupan manusia dibumi bukan hanya memproduksidan mengonsumsi, tetapi
sekaligus mengkonservasi dan memperbarui sumber daya alam.
4. Meningkatkan kualitas hidup, sebagaiman dasar ketiga diatas, harus pula menjadi tujuan
kehidupan.
5. Sumber daya alam itu sangat terbatas dan harus dihargai sertadiperbaharui.
6. Hubungan antara manusia dengan alam sebaiknya kesetaraan antara manusia dan alam,
sebuah hubungan dengan organisme hidup dalam kerja sama ekologik.
7. Kita harus memelihara stabilitas ekologik dengan mempertahankan dan meningkatkan
keanekaragaman biologis dan budaya.
8. Fungsi utama negara adalah mencanangkan dan pengawasan pemberdayaan sumber daya
alam, melindungi individu dan kelompok masyarakat dari eksploitasi dan perusakan
lingkungan.
9. Manusia hendaknya saling berbagi dan mengasihi, tidak individualis dan mendominasi.
10. Setiap manusia di pelanet bumi adalah unik dan memilii hak berbagai atas sumber daya alam.
11. Tidak satu pun individu manusia, pihak industri atau negara berhak untuk meningkatkan
haknya atau sumber daya alam.
C. Prinsip-prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup
etika lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksidalam alam
semesta.Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kitaalami saat ini
sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia mengenai
dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhanekosistem. Manusia keliru memandang
dan keliru menempatkan diri dalamkonteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari
semua bencana lingkunganhidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan
harus pulamenyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi
baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme,
yangmemandang bahwa manusia sebagai pusat alam semesta, dan hanya manusia
yangmempunya nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi
pemuasankebutuhan dan kepentingan hidup manusia. Manusia dianggap berada diluar,diatas
dan terpisah dari alam. Bahkan, manusia dipahami sebagai penguasa atasalam yang boleh
melakukan apa saja. Cara pandang seperti ini melahirkan sikapdan perilaku eksploitatif tanpa
kepedulian sama sekali terhadap alam dan segalaisinya yang dianggap tidak mempunyai nilai
pada diri sendiri.Oleh karena itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk
lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini yang dilatar belakangi oleh krisis ekologiyang
bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia.
1.Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)
Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui
bahwaalam perlu dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi
manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain,alam mempunyai
hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi
terutama karena kenyataan bahwa manusiaadalah satu kesatuan dari alam.
2.Prinsip Tanggung JAwab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan
dengantujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentinganmanusia
atau tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula
untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusiauntuk mengambil usaha, kebijakan dan
tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti
kelestarian dankerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh
umatmanusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-membahu
untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah sertamemulihkan kerusakan alam dan
segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang dan
menghukum siapa saja yang secarasengaja ataupun tidak sengaja merusak dan
membahayakan keberadaan alam.
3.Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip
initerbentuk dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh karena itu,
manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,maka akan membangkitkan
perasaan solider, perasaan sepenanggungandengan alam dan dengan sesama makhluk hidup
lain. Manusia lalu bisamerasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia
bisamerasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak
dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yangterjadi dalam alam, karena ia
merasa satu dengan alam.Prinsip ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan
lingkungan dansemua kehidupan yang ada di alam semesta. Prinsip ini juga
mencegahmanusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh
kehidupandidalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya sertamerusak
rumah tangganya sendiri.Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk
mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini
jugamendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau
menentang setiap tindakan yang merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk
mengutuk dan menentak pengrusakan alam dankehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata
karena mereka merasa sakit samaseperti yang dialami oleh alam yang rusak.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota
komunitasekologis mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dandirawat.
Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpamengharapkan balasan yang tidak
didasarkan atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin
mencintai dan peduli kepadaalam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang
matang, sebagai pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang
bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang,
luas wawasannya seluas alam.
5. Prinsip³ No Harm´
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya
yangrelevan adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajibanmoral dan
tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akanmau merugikan alam secara
tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia
berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta ini.Sebagaimana juga
dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankanuntuk memanfaatkan segala isi alam
semesta, termasuk binatang dantumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu
dilakukan dengan bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup
danhanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang palingvital. Jadi,
pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahandan di luar batas-batas yang
wajar ditentang karena dianggap merugikankepentingan makhluk hidup lain (binatang dan
tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakandalam
bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care),melindungi, menjaga dan
melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dantanggung jawab moral yang sama bisa
mengambil bentuk minimal dengantidak melakukan tindakan yang merugikan alam semesta
dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya spesies tertentu,
tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak membuanglimbah
seenaknya, dan sebagainya.
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selarasdengan
alam adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalahtidak rakus dan tamak
dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting, karena
krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya melihat
alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan
gayahidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa
manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalaumanusia memahami
dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harusmemanfaatkan alam itu secara secukupnya.
Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas
yang bisaditolerir oleh alam.
D. Penerapan Etika Lingkungan Hidup
Sikap ramah terhadap lingkungan hidup harus bisa menjadi sesatu kebiasaan
yangdilakukan oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupan baik dalam
lingkungankeluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membudayakan sikap tersebut
antara lain,dengana
a. Lingkungan Keluarga
lingkungan keluarga adalah salah satu tempat yang sangat efektif menanamkannilai-nilai
etika lingkungan.
Hal itu dapat dilakukan dengan :
1 Menanam pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orangtua memberi
tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin untukmerawatnya dengan menyiram dan
memberi pupuk.
2. membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Secara bergantian,setiap anggota
keluarga mempunyai kebiasaan untuk menjaga kebersihandan merasa malu jika membuang
sapah sembarang tempat.
3.Memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk menyapurumah dan
pekarangan rumah secara rutin.
b)lingkungan Sekolah
Kesadaran mengenai etika lingkungan hidup dapat dilakukan di lingkungan sekolahdengan
memberikan pelajaran mengenai lingkungan hidup dan etika lingkungan,melalui kegiatan
ekstrakulikuler sebagi wujud kegiatan yang konkret denganmengarahkan pada pembentukan
sikap yang berwawasan lingkungan seperti:
1.Pembahasan atau diskusi mengenai isu lingkungan hidup
2. Pengelolaan sampah
3. Penanaman Pohon
4. penyuluhan kepada siswa
5. Kegiatan piket, dan jumsih (jumat bersih)
c) Lingkungan Masyarakat
Pada lingkungan masyarakat , kebiasaan yang berdasarkan pada etika lingkungan dapat
ditetapkan melalui :
1.Membuangan sampah secara berkala ke tempat pembuangan sampah
2.Kesiadaan untuk memisahkan antara sampah organic dan sampah nonorganik
3.Melakukan kegiatan gotong royong atau kerja bakti secara berkala dilingkungan tempat
tinggal
4.Menggunakan kembali dan mendaur ulang bahan-bahan yang masihdiperbaharui
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
a. Teori-teori etika Lingkunga Hidup meliputi antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme
b. Dasar etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat meliputi Dasar pendekatan ekologis,
dasar pendekatan humanisme, dan dasar pendekatan teologis
c. Prinsip-prinsip yang relevan dalam lingkungan hidup yaitu Prinsip sikap hormat terhadap
alam (Respect for Nature), Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature),
Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity), . Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap
Alam (Caring for Nature), Prinsip³ No Harm´, Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan
Alam.
d. Penerapan etika lingkungan hidup bisa meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat.
3.2. SARAN
Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatangdiharapkan agar
tetap memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan,
banyak hal yang dilakukan untuk menjaminkelangsungan hidup alam semesta, setidaknya
kita harus merubah sikap dalammemandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan
sebagai sumber kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.
DAFTAR PUSTAKA
http://aprillins.com/2010/1428/tiga-teori-etika-lingkungan-egosentris-homosentris-ekosentris/
Sudjoko,dkk. 2008. Pendidikan lingkungan hidup. Jakarta: Universitas Terbuka