7
BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian tentang sistem pendukung keputusan dan
pariwisata telah banyak dikemukakan sebelumnya, penelitian yang
berjudul “Perancangan dan implementasi Sistem Pendukung
Keputusan untuk kelayakan pengembangan objek wisata
menggunakan metode AHP (Studi kasus : dinas pariwisata
kabupaten sumba barat daya” (Ledoh, 2009)
Membahas tentang sistem yang membantu pemerintah dalam
pengambilan keputusan kelayakan pengembangan objek wisata
dengan menggunakan metode AHP yaitu menentukan kelayakan
pengembangan objek wisata dengan melakukan penilaian pada objek
wisata sehinga memperoleh nilai yang dapat dikatakan suatu objek
wisata tersebut layak untuk dikunjungi atau tidak. Pada penelitian ini
outputnya hanya berupa prioritas daerah yang akan dikembangkan
dan penilaiannya hanya didasarkan pada pandangan kepala dinas
pariwisata. Persoalan diselesaikan dengan menguraikan unsur –
unsurnya yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi
struktur hirarki, kriteria dan alternatif dinilai melalui matriks
perbandingan berpasangan dimana pembuat keputusan yang ahli
dibidangnya menentukan nilai kepentingan relative antar elemen
penilaian, Dimana kriteria yang dijadikan dasar pertimbangan adalah
8
keunikan, jarak, sarana, dan prasrana, dengan prioritas tertinggi
adalah prasarana. Sehingga pada dari hasil penelitian perhitungan
kriteria prasarana memiliki poin yang lebih besar dibandingkan
dengan unsur – unsur kriteria lainnya.
Penelitian yang berjudul “Perancangan dan implementasi
sistem pendukung keputusan untuk pelaksanaan penilaian kinerja
dengan sistem penilaian 360 derajat (studi kasus : penerapan dp3 di
UKSW)” (Suharyadi, 2009) membahas tentang penilaian kinerja
pegawai dengan mengunakan metode 360 derajat yaitu sistem
penilaian secara menyeluruh dari seluruh pihak yang terkait, dalam
penelitian ini penilaian dilakukan oleh seluruh karyawan. Metode
360 derajat lebih efektif dan dapat menilai secara objektif dimana
seorang karyawan menilai dirinya sendiri, dinilai oleh rekan sekerja,
atasan dan bawahan, total dari hasil penilaian tersebut dirata-ratakan.
Sehingga pada akhirnya manager bisa menentukan standar penilaian
untuk verifikasi dan melakukan verifikasi untuk memutuskan
perpanjangan kontrak dari karyawan tersebut .
Penelitian yang berjudul “Perancangan dan Pembangunan
Sistem Pendukung Keputusan Untuk Kinerja Kerja Karyawan
Menggunakan Metode 360 derajat (Studi Kasus Kinerja Karyawan
Grand Wahid)” (Appah, 2010) membahas tentang penilaian kinerja
karyawan dengan menerapkan metode penilaian 360 derajat dimana
kriteria penilaian telah ditentukan oleh perusahaan, penilaian kinerja
dilakukan dengan melibatkan seluruh kelompok karyawan dengan
meggunakan aplikasi sistem pendukung keputusan, sehingga
9
mempermudah penilaian tanpa perlu mengisi kuisioner secara
manual.
Penelitian ini berusaha untuk mengembangkan penelitian
yang sudah ada dengan menerapkan metode 360 derajat dalam
Sistem Pendukung Keputusan kelayakan objek, sebelumnya di
Kabupaten Poso belum ada sistem yang digunakan untuk
menentukan kelayakan suatu objek wisata, penilaiannya hanya
dilakukan searah oleh pejabat yang berwenang tanpa adanya kriteria
atau aturan – aturan yang menjadi standar penilaian, pada penelitian
(Ledoh, 2009) mengunakan teknik pengumpulan data melalui
wawancara dengan pejabat yang berwenang, kriteria penilaiannya
juga berasal dari pandangan pejabat yang berwenang. Sedangkan
dalam penelitian ini, penulis menerapkan metode penilaian 360
derajat dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan
data, penulis melakukan studi pustaka dan merangkum pendapat dari
beberapa penelitian sebelumnya sebagai dasar penentuan kriteria dan
poin penilaian, pada metode penilaian 360 derajat kelayakan objek
wisata dinilai oleh berbagai kalangan dan lapisan masyarakat yaitu
dari pemerintah, tokoh masyarakat, wisatawan, maupun penduduk
sekitar. Metode ini merupakan metode penilaian yang lebih objektif
dibanding dengan beberapa metode penilaian lain yang masih searah
yaitu sistem penilaian dari atas ke bawah dan masih dipengaruhi
oleh subjektivitas pejabat yang berwenang, dengan adanya sistem
pendukung keputusan ini diharapkan dapat membantu pemerintah
untuk menentukan objek wisata yang layak untuk dikembangkan
10
serta sarana dan prasarana yang harus diperbaiki dengan lebih
objektif
2.2 Pariwisata
Pariwisata dapat didefinisikan sebagai seluruh aktivitas dari
orang – orang yang melakukan perjalanan pergi dan tinggal di luar
lingkungan tempat tinggal mereka selama kurang dari satu tahun
berturut – turut untuk mengisi waktu luang, bisnis, maupun tujuan
lainnya (World Tourism Organization, 1993).
Undang Undang No. 9 tahun 1990 mendefinisikan pariwisata
sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, dimana
pada pasal ini wisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan atau
sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta
bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata,
sedangkan menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang
kepariwisataan, pariwisata didefinisikan sebagai berbagai macam
kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan
yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah
Spillane (1978), mendefinisikan pariwisata dalam arti luas
adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat
sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha
mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan
lingkungan hidup dalam dimensi sosial budaya alam dan ilmu.
11
Industri perjalanan dan pariwisata adalah industri global
yang ditandai oleh beberapa fitur yang sangat spesifik yaitu:
Menurut metode perhitungan satelit World Travel and Tourism
Council dalam Harmonise : A Step Toward an Interoperable E-
Tourism Marketplace pariwisata mewakili sekitar 11 persen dari
Produk Domestik Bruto (PDB) seluruh dunia. Liburan adalah
pengalaman emosional yang melibatkan rangsangan kognitif dan
indra perasa serta respon afektif terhadap beberapa acara, industri
pariwisata merupakan industri lintas sektor yang terdiri dari banyak
sektor ekonomi seperti budaya, olahraga, dan pertanian.
Lebih dari 30 komponen industri yang berbeda telah
diidentifikasi terkait dalam melayani pelancong. Ini menjelaskan
heterogenitas industri. Struktur Usaha Kecil Menengah (UKM) yang
memberikan dampak sangat besar bagi pembangunan daerah,
sebagai contoh di Uni Eropa ada sekitar 1,3 juta hotel dan restoran
yaitu sekitar 9 persen dari semua perusahaan yang ada di uni eropa
dan 95 persen dari total perusahaan tersebut adalah Industri kecil.
Menurut WTO Akan ada 1 miliar kedatangan internasional
pada tahun 2011 dan pariwisata akan berkembang lebih cepat dari
sektor – sektor ekonomi lainnya. Sisi penawaran dan permintaan
membentuk jaringan di seluruh dunia dimana produksi dan distribusi
berdasarkan kerjasama. Produk pariwisata tahan lama, kompleks,
dan emosional. Sebuah kamar hotel yang tidak terjual untuk satu
malam merupakan kehilangan pendapatan, resiko yang dihadapi
oleh pemasok bisa dikurangi jika akses terhadap informasi tersedia.
12
Produk pariwisata merupakan penggabungan dari gabungan produk
– produk dasar dari perantara untuk mendukung proses
penggabungan agak rumit produk harus memiliki tampilan yang
didefinisikan dengan baik sesuai dengan kebutuhan konsumen,
harga, dan saluran distribusi (Oliver vordor, 2005)
Gambar 2.1 Komponen Pariwisata
Berdasarkan Gambar 2.1 Ada 5 komponen pariwisata menurut
“Career Award Travel and Tourism Standart level” yaitu :
Travel agents memberi saran dan pedoman profesional kepada
calon wisatawan dalam memilih liburan maupun produk – produk
pariwisata. Fungsi utama dari travel agents adalah menjual
liburan dan produk – produk terkait seperti asuransi, persewaan
mobil maupun penukaran uang.
Tour operators menyelengarakan paket tur yang terdiri dari
transportasi (darat, air, udara), akomodasi (hotel, penginapan,
losmen, dan catering), serta jasa perjalanan seperti penjemputan
13
di bandara, persewaan mobil maupun kunjungan – kunjungan ke
objek wisata
Attraction pihak – pihak yang terlibat dalam komponen ini
biasanya melakukan riset pasar terlebih dahulu kemudian
membangun atraksi – atraksi yang dapat menarik wisatawan
untuk berkunjung, seperti Disney theme park di California,
peninggalan – peninggalan bersejarah seperti museum Lourve di
Paris,maupun atraksi alami seperti pemandangan alam,maupun
atraksi sosial seperti kehidupan masyarakat, dan sebagainya.
Accommodation and catering yaitu menyediakan akomodasi
kepada para wisatawan seperti hotel, penginapan, losmen,
menyediakan tempat untuk tinggal sementara kepada para
wisatawan, secara umum akomodasi dapat tebagi dua yaitu
penginapan dan makanan, serta penginapan tanpa makanan,
wisatawan bisa memilih akomodasi yang sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Tourist informations and guiding service Pemandu wisata
menemani kelompok wisatawan berkeliling dan melihat atraksi –
atraksi yang ada, biasanya pemandu wisata ikut serta dalam tur –
tur khusus yang diselengarakan oleh tour operator. Pihak – pihak
yang terlibat dalam komponen ini harus memiliki pengetahuan
yang mendalam tentang daerah kawasan wisata tersebut.
Transportation merupakan salah satu komponen yang paling
menentukan jumlah wisatawan yang datang, aksebilitas ke
14
kawasan objek wisata sangat mempengaruhi perkembangan
daerah wisata tersebut. Transportasi mencakup transportasi
darat,laut dan udara seperti pesawat terbang,mobil, maupun
kereta api
2.3 E-tourism
Carribean Tourism Organization (2005) mendefinisikan e-
tourism “A dynamic interaction between information and
communication Technologies (ICTs) and tourism exists. Each
transforms the other : ICTs are applied to tourism processes to
maximize efficiency and effectiveness of the organization, tourism
unites Bussiness Management, information and Communication”.
Ada tiga komponen dari e-tourism yaitu TIK, pariwisata, dan bisnis.
Dengan adanya e-tourism memungkinkan komponen – komponen
yang terkait dengan industri pariwisata bisa terhubung dalam suatu
kesatuan sistem. Misalnya akomodasi,pesawat terbang maupun
transportasi lain, restoran, dan komponen lain dapat terhubung
dengan calon wisatawan melalui jaringan internet
2.4 Mass Tourism dan Sustainable Tourism
Mass tourism atau pariwisata massa merupakan salah satu
bentuk pariwisata yang melibatkan banyak wisatawan berkunjung di
satu objek wisata yang sama dan dilakukan terus menerus dalam
waktu bersamaan (Wikipedia, 2011), setiap objek wisata memiliki
kapasitas yang berbeda – beda dalam penggunaan sumber daya
sosial, ekologi, dan ekonomi. Jumlah wisatawan yang terlalu banyak
15
melebihi dari daya tampung objek tersebut dapat menyebabkan
eksploitasi terhadap sumber daya alam, wisatawan yang datang
membawa nilai – nilai budaya dari daerahnya masing – masing
sehingga dapat menyebabkan pergeseran budaya masyarakat sekitar,
kerusakan habitat sekitar dan rusaknya warisan budaya, di sisi lain
sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata
yang berusaha untuk membuat dampak sekecil mungkin terhadap
lingkungan dan kebudayaan lokal, serta membantu untuk
mengadakan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Tujuan dari
pariwisata berkelanjutan adalah memastikan bahwa pembangunan
kawasan wisata membawa dampak positif bagi masyarakat lokal,
perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata maupun wisatawan
itu sendiri (Wikipedia, 2011). Dimana pengembangan pariwisata
melibatkan masyarakat sekitar dari proses perencanaan sampai
pengembangannya, pertumbuhan pariwisata yang terus menerus
meningkat akan menyebabkan tekanan besar terhadap
keberlangsungan keanekaragaman hayati maupun keaslian
kebudayaan masyarakat setempat yang sering dikorbankan untuk
pengembangan pariwisata massal.
Wisatawan yang mengerti akan pariwisata berkelanjutan
akan mendukung integritas budaya lokal dengan mendukung bisnis
pariwisata yang melestarikan warisan budaya lokal dan nilai – nilai
tradisional, mendukung ekonomi lokal dengan membeli barang –
barang lokal, dan melestarikan sumber daya dengan menggunakan
bisnis yang sadar lingkungan yang menggunakan sedikit mungkin
sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, sehingga pengembangan
16
pariwisata dapat terus berlangsung dengan tetap menjaga
keberlangsungan keaslian aset budaya.
Pariwisata yang bertanggung jawab dapat dianggap sebagai
sebuah perilaku, semua pihak baik wisatawan, bisnis, masyarakat
sekitar, dan seluruh pemangku kepentingan bertanggung jawab
dalam seluruh proses pengembangan pariwisata. Pariwisata harus
menjadi lebih baik sebagai dampak dari pendekatan pariwisata yang
bertanggung jawab.
Pariwisata berkelanjutan adalah ketika wisatawan dapat
menikmati liburan mereka dan sekaligus menghargai budaya
masyarakat sekitar maupun lingkungan sekitar. Hal ini juga berarti
bahwa masyarakal lokal mendapatkan keuntungan dari
pengembangan pariwisata tersebut. Peran dari pariwisata
berkelanjutan adalah untuk memastikan pencegahan kerusakan
lingkungan dan eksploitasi budaya sebagai dampak dari
pengembangan pariwisata (Cohen and Richardson, 1995).
Pengembangan pariwisata berkelanjutan adalah strategi
manajemen yang menuntut bagaimana masyarakat setempat dapat
segera memenuhi kebutuhan perekonomian tanpa mengorbankan
kesempatan generasi mendatang untuk mendapatkan kehidupan
yang sama layak dan makmur (MacGregor, 1993), dalam
pengembangan pariwisata berkelanjutan pengelolaan objek wisata
dilakukan oleh masyarakat setempat, hal ini di dasarkan pemahaman
bahwa masyarakat yang tinggal disekitar objek wisata merupakan
pihak yang paling sesuai untuk melindungi objek wisata tersebut.
17
Hal ini berati bahwa aktivitas pariwisata dan bisnis dikembangkan
dan dikelola oleh masyarakat setempat dengan persetujuan dan
dukungan mereka. Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk
keberhasilan pembangunan pariwisata berkelanjutan (Jan van der
Straaten, 2000).
Penerapan konsep Community-based sustainable tourism
(CBST) yaitu pariwisata berkelanjutan yang berpusat pada
masyarakat sekitar dimana mereka secara langsung maupun tidak
langsung tergantung dengan lokasi objek wisata sebagai mata
pencaharian mereka.
Konsep pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat
(CBST) dikembangkan sebagai cara untuk meminimalkan dampak
negatif dari pariwisata di daerah terpencil atau pedesaan. CBST
dikembangkan sebagai salah satu bentuk pariwisata yang bertujuan
untuk menjadi mandiri, dimana masyarakat memiliki hak dalam
pengambilan keputusan, hak untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat, dengan kemampuan lokal dan pertukaran budaya
dengan wisatawan yang datang akan membantu untuk
mempertahankan sumber daya alam maupun budaya.
Berdasarkan pada pemahaman di atas dalam penelitian ini
wisatawan, masyarakat, ketua adat, dan pemerintah sebagai pihak
yang berkepentingan memiliki hak untuk terlibat dan ikut serta
dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan, Wisatawan sebagai
konsumen penikmat objek wisata yang akan mengunjungi objek
wisata diberikan persentase paling besar yaitu sebesar empat puluh
18
persen, sedangkan pemerintah dua puluh persen, ketua adat dua
puluh persen, dan masyarakat dua puluh persen.
Nilai – nilai dalam pariwisata tidak hanya fokus pada sifat -
sifat fungsional tapi juga berkaitan dengan pengaruh emosional yang
subjektif, nilai yang dirasakan wisatawan di bidang pariwisata harus
ditekankan pada interaksi sosial (Urry, 1990).
2.5 Kriteria Kelayakan Objek Wisata
Tri pangesti (2007) dari balai diklat kehutanan bogor
menguraikan kriteria yang dipakai dalam menentukan penilaian
prioritas pengembangan objek wisata yaitu :
1. Daya tarik
Aspek daya tarik dapat digolongkan menjadi 5 jenis yaitu wisata
darat atau hutan aspek – aspek penilaiannya meliputi keindahan
alam, keunikan sumber daya alam, banyaknya jenis sumber daya
alam yang menarik, keutuhan sumber daya alam, kepekaan
sumber daya alam atau tingkat kerusakannya, jenis kegiatan
wisata alam atau kesempatan rekreasi, kebersihan lokasi, dan
situasi keamanan kawasan wisata, kedua yaitu taman laut aspek
– aspek penilaiannya meliputi keindahan alam, keanekaragaman
jenis, keunikan dan keindahan dalam laut, keutuhan potensi,
kejernihan air, banyaknya lokasi yang mempunyai kedalaman
sama, keindahan dan kenyamanan pantai dan kebersihan, ketiga
yaitu pantai unsur – unsur daya tarik wisata pantai yang tidak
merupakan kesatuan dengan objek / lokasi taman nasional,
19
taman wisata alam, taman hutan raya dan taman buru. Aspek –
aspek penilaiannya meliputi keindahan pantai, keselamatan atau
keamanan pantai, jenis dan warna pasir, variasi kegiatan,
kebersihan, lebar pantai (diukur waktu surut terendah) dan
kenyamanan. Keempat yaitu danau, aspek – aspek daya tarik
danau meliputi keindahan danau, kenyamanan, keselamatan,
stabilitas air sepanjang tahun, kebersihan air dan lingkungan,
variasi kegiatan di danau, variasi kegiatan di lingkungan danau,
dan kekhasan lingkungan danau. Kelima yaitu gua alam, aspek –
aspek daya tarik gua alam meliputi keunikan dan kelangkaan,
keaslian, keindahan atau keragaman, keutuhan tata lingkungan,
dan kepekaan
2. Potensi pasar
Berhasil tidaknya pemanfaatan suatu objek tergantung pada
tinggi rendahnya potensi pasar . Unsur-unsur kriteria potensi
pasar meliputi jumlah penduduk di setiap propinsi dimana objek
wisata berada dibandingkan dengan kepadatan penduduk,
tingkat kebutuhan wisata
3. Kadar hubungan atau aksebilitas
Aksebilitas merupakan faktor yang sangat penting dalam
mendorong potensi pasar. Unsur-unsur kriteria aksesibilitas
meliputi kondisi dan jarak jalan darat dari ibukota propinsi, pintu
gerbang udara internasional/domestik, waktu tempuh dari
20
ibukota propinsi, frekuensi kendaraan dari pusat informasi ke
lokasi wisata.
4. Kondisi sekitar kawasan
Kondisi sekitar kawasan yaitu kondisi daerah dalam radius dua
kilometer dari batas luar objek wisata. Aspek – aspek
penilaiannya meliputi tata ruang wilayah objek, tingkat
pengangguran, mata pencaharian penduduk, ruang gerak
pengunjung atau intensif use dalam hektar, pendidikan
masyarakat sekitar, tingkat kesuburan tanah, sumber daya alam,
tanggapan masyarakat terhadap pengembangan objek wisata
alam.
5. Pengelolaan dan pelayanan kepada pengunjung
Mengenai kepuasan pengunjung dan pelestarian objek wisata.
Unsur-unsur kriteria pengelolaan dan pelayanan pengunjung
meliputi pengelolaan pengunjung, kemampuan berbahasa,
pelayanan pengunjung
6. Iklim
Kondisi alam yang berhubungan dengan cuarca, iklim yang baik
dapat mempengaruhi jumlah wisatawan yang mengunjungi
kawasan objek wisata tersebut. Unsur-unsur kriteria iklim
meliputi pengaruh iklim terhadap lama waktu kunjungan, suhu
udara pada musim kemarau, jumlah bulan kering rata-rata per
tahun, kelembaban rata – rata per tahun
21
7. Akomodasi
Merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan
wisata. Jarak tempat akomodasi dalam radius 5-15 km dari objek
wisata. Unsur – unsur kriteria akomodasi antara lain jumlah
kamar yang berada pada radius 5-15 km dari objek wisata
8. Sarana dan prasarana penunjang lainnya
Merupakan sarana dan prasarana penunjang kenyamanan para
wisatawan selain sarana dan prasaranan utama contohnya
mushola, Toilet, dll. Aspek – aspek penilaian sarana dan
prasarana antara lain kelengkapan sarana dan prasarana
penunjang.
9. Ketersediaan air bersih
Merupakan faktor utama dalam pengeloaan dan pelayanan
pengunjung. Air tidak harus berasal dari dalam lokasi tetapi bisa
dari luar, seperti adanya PDAM. . Unsur-unsur kriteria
ketersediaan air bersih meliputi volume air, jarak air bersih dari
objek wisata, dapat tidaknya air dilairkan ke objek wisata,
kelayakan dikonsumsi, ketersediaan
10. Hubungan dengan objek wisata disekitarnya
22
Keberadaan objek wisata lain di sekitar objek wisata yang akan
dikembagkan merupakan penunjang dalam pengembangan objek
wisata. adanya objek sejenis dalam radius 50 km dari objek yang
dinilai berpengaruh terhadap aspek penilaian. Unsur kriteria
hubungan dengan objek wisata di sekitar adalah adanya objek
lain baik sejenis atau tidak sejenis dalam radius 50 km dari
lokasi
11. Keamanan
Unsur ini sangat menentukan potensi pasar. Aspek – aspek
penilaian dalam kriteria keamanan meliputi keamanan
pengunjung, kebakaran, penebangan liar, perambahan
12. Daya dukung kawasan
Berkaitan dengan keutuhan atau kelestarian kawasan. Aspek -
aspek penilaian kriteria daya dukung kawasan meliputi jumlah
pengunjung, kepekaan tanah terhadap erosi, kemiringan lahan,
jenis kegiatan, luas unit zona atau blok pemanfaatan
13. Pengaturan pengunjung
Berhubungan dengan dampak positif atau negatif terhadap
kenyamanan, keserasian dan aktivitas pengunjung. Aspek –
aspek penilaian pengaturan pengunjung meliputi pembatasan
pengunjung, distribusi pengunjung, pemusatan kegiatan
pengunjung, lama tinggal, musim kunjungan
14. Pemasaran
23
Hal ini berkaitan dengan jumlah kunjungan. Aspek - aspek
penilaian pemasaran meliputi tarif atau harga, produk wisata atau
variasi,serta sarana penyampaian informasi dan promosi
15. Pangsa pasar
Keadaan pengunjung sebagai pangsa pasar perlu diperhatikan
untuk kelangsungan kegiatan pariwisata. Aspek – aspek
penilaian pangsa pasar meliputi asal pengunjung, tingkat
pendidikan,dan mata pencaharian
Menurut Soemarwoto (1997) dalam Purwani Wisantisari
(2005) Faktor utama dalam penentuan kelayakan suatu objek wisata
untuk dikembangkan yaitu faktor daya tarik suatu objek wista, yang
merupakan kekuatan atau dapat dikatakan sebagai kelebihan suatu
objek wisata untuk menarik pengunjung. Dalam hal ini daya tarik
suatu objek wisata berdasar pada :
1. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang,
indah, nyaman dan bersih.
2. Adanya aksebilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya
3. Adanya ciri khusus atau spesifikasi yang bersifat langka
(keunikan)
4. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani
wisatawan yang berkunjung
24
5. Objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena
keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan dan
sebagainya
Faktor – faktor di atas dapat diuraikan ke dalam beberapa
kriteria yaitu meliputi objek yang menarik, fasilitas pendukung yang
memadai, adanya akses transportasi menuju ke kawasan objek
wisata. Faktor – faktor daya tarik digabungkan ke dalam penyediaan
sarana dan prasarana pariwisata sehingga kriteria penilaian
kelayakan objek wisata dapat dibagi menjadi (1) Tingkat kemudahan
pencapaian, yaitu dengan mengukur aksebilitas menuju kawasan
objek wisata meliputi keadaan prasarana perhubungan maupun
keadaan alat transportasi yang tersedia (2) Tingkat kelengkapan
fasilitas pelayanan wisata meliputi jumlah fasilitas yang ada di
kawasan objek wisata seperti penginapan, rumah makan, fasilitas
umum maupun toko cinderamata (3) Tingkat pengelolaan potensi
wisata, yaitu menilai pengelolaan objek wisata yang sudah
berlangsung (4) Tingkat keanekaragaman aktivitas wisata yaitu
menilai jumlah kegiatan wisata yang ada di daerah sekitar objek
wisata Menurut santoso (2002) dalam menentukan kelayakan
pengembangan suatu objek wisata ada empat parameter yang bisa
digunakan yaitu:
1. Daya tarik objek wisata
Daya tarik wisata alam dan situs budaya ditentukan oleh
keaslian, keindahan, keunikan, kekhasan, dan pemeliharaan
25
objek wisata tersebut, sehingga objek wisata itu sangat
menarik bagi wisatawan serta sulit dijumpai ditempat lain
2. Akomodasi
Akomodasi sangat dibutuhkan dalam kegiatan
pariwisata,sehingga akomodasi menjadi sangat penting
keberadaannya. Akomodasi yang baik ditentukan oleh faktor
jumlah kamar, fasilitas,kebersihan, rumah makan, pelayanan
dan toko cinderamata.
3. Aksebilitas
Aksebilitas merupakan unsur yang sangat penting dalam
pariwisata. Aksebilitas ditentukan oleh kondisi jalan, kualitas
jalan, jumlah angkutan, jarak objek dengan pusat kota, juga
terdapat prasarana seperti jaringan telekomunikasi, jaringan
listrik, fasilitas kesehatan dan jumlah kantor pos.
4. Informasi pariwisata
Informasi pariwisata ditentukan oleh faktor kelengkapan dan
kemudahan informasi pariwisata yang disediakan.
Sampai saat ini literatur yang membahas tentang aspek –
aspek yang membuat suatu objek wisata menjadi sangat diminati
masih jarang ditemukan. Atraksi wisata menggerakan industri
pariwisata dimana warisan budaya sangat ideal untuk dijadikan
sebagai atraksi wisata, infrastruktur jalan raya dan rel kereta api
yang kurang memadai membatasi gerak wisatawan menuju ke objek
26
– objek wisata yang indah dan menarik di luar daerah bali dan jawa
(Euromonitor, 2007).
Penelitian sebelumnya menunjukan korelasi antara
popularitas dan ukuran, lokasi serta penggunaan tujuan dari
pembangunan fasilitas, Tujuan pembangunan atraksi atau situs
dengan konsumen dengan tujuan untuk memberikan keragaman
pengalaman yang berbeda sehingga menciptakan peluang bagi
banyak orang untuk terlibat di berbagai tingkat yang cocok untuk
para wisatawan (Prideaux & Kininmont, 1999).
Craig (1999) berpendapat bahwa taman budaya (objek wisata
alam) lebih menjanjikan untuk dijadikan atraksi yang berkelanjutan
dibandingkan dengan memodifikasi struktur warisan budaya yang
ada. Massa yang kritis terhadap objek wisata terbagi ke dalam
beberapa kelompok (Caffyn & Lutz, 1999) dan didasari oleh sebuah
ikon (Tufts & Milne, 1999) akan lebih membantu dalam
meningkatkan kunjungan. Sebaliknya atraksi yang terisolasi
kesulitan untuk menarik pengunjung khususnya jika objek wisata
tersebut terletak di daerah pinggiran (Caffy & Lutz, 1999). Masalah
ini menjadi lebih buruk lagi jika objek wisata tersebut
mencerminkan kelas objek wisata rendah, dalam kasus ini
kenyamanan memainkan peran yang sangat penting, yang berati
bahwa secara signifikan melibatkan uang dan usaha emosional untuk
mencapai lokasi objek wisata, turis akan lebih memilih aktivitas lain.
Sejumlah studi terbaru menunjukan bahwa produk wisata
budaya merupakan atraksi sekunder untuk mayoritas yang disebut
27
„wisatawan budaya‟ (DKS, 1999; McKercher & du Cris, 2003;
Richards, 2002; Silberberg,1995). Mereka berkunjung untuk
mendapatkan hiburan bukan keinginan yang mendalam untuk belajar
tentang warisan budaya yang terkandung di dalamnya, misalnya
seorang kurator museum membuktikan bahwa dengan menawarkan
„edutaiment‟ pengalaman dibandingkan dengan pendidikan yang
ketat akan lebih meningkatkan kunjungan (McKercher dkk, 2004)
Berdasarkan penelitian pada 1100 wisatawan budaya di hong
kong 70% dari wisatawan tersebut hanya mengunjungi 10 tempat –
tempat populer sementara kurang lebih 100 situs bersejarah lain
tidak mendapatkan kunjungan (McKercher dkk,2004).
Kemungkinan hal ini disebabkan karena objek – objek yang kurang
dikunjungi tersebut belum memiliki kualitas untuk tampil sebagai
produk yang layak. Namun sampai dengan saat ini hanya ada sedikit
mekanisme untuk menilai potensi wisata. Oleh karena itu dalam
penelitiannya McKercher dkk (2004), maka dirumuskan aspek –
aspek penilaian ke dalam 4 kriteria yaitu :
1. Nilai Budaya
Unsur – unsur yang meliputi penilaian dalam aspek nilai
budaya meliputi aset budaya yang ada dapat menahan
kunjungan wisatawan tanpa merusak nilai – nilai budaya
yang ada baik yang berwujud maupun tidak berwujud seperti
merusak bentuk fisik aset budaya yang ada, maupun merusak
nilai – nilai budaya yang terkandung dalam aset tersebut,
serta mencerminkan tradisi budaya yang unik memiliki daya
28
tarik tersendiri serta berbeda dengan tradisi budaya
masyarakat di daerah lain, mencerminkan budaya lokal,
regional atau internasional. Melalui kunjungan wisatawan
dapat tercipta hubungan emosional dengan pengunjung
misalnya ketika seorang wisatawan berkunjung wisatawan
tersebut dapat merasakan pengalaman yang berkesan bagi
dirinya,dan apakah aset tersebut layak untuk dilestarikan
sebagai representatif dari warisan budaya masyarakat
2. Nilai Fisik
Unsur – unsur yang meliputi penilaian dalam aspek nilai
fisik meliputi aksebilitas seluruh area situs, apakah situs
tersebut memiliki potensi yang membahayakan pengunjung,
keadaan fisik situs memungkinkan untuk dilaksanakannya
perbaikan dan apakah keasliannya dapat rusak setelah
perbaikan dilakukan, Apakah situs tersebut dapat
dimodifikasi untuk digunakan dalam hal ini modifikasi
tersebut diperbolehkan secara hukum dan mudah untuk
dilakukan,dan situs tersebut dalam batas – batas fisik dan
pengaturan daerah sekitarnya menarik bagi wisatawan.
3. Produk pariwisata
Unsur – unsur yang meliputi penilaian dalam aspek
produk pariwisata meliputi situs tersebut cukup besar untuk
menarik dan mempertahankan kunjungan wisatawan untuk
waktu yang lama, upaya wisatawan untuk mencapai lokasi
29
situs sebanding untuk melakukan kunjungan yang berkesan
dari segi waktu, biaya, dan usaha. Apakah di daerah sekitar
situs ada situs – situs lain baik yang sejenis maupun yang
berbeda jenis. Besarnya potensi situs tersebut untuk daya
tarik wisata pasar.
4. Pengalaman
Unsur – unsur yang meliputi penilaian dalam aspek nilai
fisik meliputi potensi aset tersebut dalam menawarkan
pengalaman menarik bagi wisatawan, pengalaman yang
intens dan menghibur, serta potensi untuk memenuhi
harapan – harapan wisatawan yang berbeda – beda. Seberapa
autentik pengalaman yang didapatkan para wisatawan secara
umum yang ditawarkan oleh aset, kesan atau interpretasi baik
dari aset tersebut.
2.6 Metode 360 Derajat
Metode 360 derajat adalah proses umpan balik yang biasanya
diterapkan dalam penilaian kinerja karyawan, penilaian melibatkan
kuisioner standar yang tampak di sejumlah dimensi prestasi kerja
individu. Biasanya formulir akan dikirimkan ke seorang supervisor,
teman sebaya dan laporan langsung, menciptakan lingkaran penuh ,
umpan balik. Individu mengisi kuisioner ini dengan pandangan
mereka sendiri. Kemudian perusahaan membuat alat umpan balik
merangkum data hasil kuisioner ini lalu laporannya bersifat rahasia
dikirimkan ke masing – masing individu (Liviu dkk, 2008).
30
Gambar 2.2 Siklus Metode 360 Derajat
Pada Gambar 2.2 dalam metode umpan balik tradisional
penilaian hanya dilakukan secara searah yaitu dari atasan ke
bawahan dalam penelitian ini yaitu dari pemerintah ke objek wisata.
Penilaiannya terkadang tidak objektif karena dilakukan secara searah
yaitu dalam bentuk evaluasi dari atasan ke bawahan dengan tidak
melibatkan kelompok – kelompok yang terkait dalam objek wisata
tersebut, tetapi dengan metode 360 derajat penilaian dilakukan
secara menyeluruh membentuk lingkaran dari atasan rekan sekerja
maupun bawahan, dalam penelitian ini penilaian dilakukan secara
menyeluruh dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, ketua adat
dan wisatawan. Perbedaannya yang sangat penting yaitu fokus dari
metode ini adalah pada umpan balik dan bukan evaluasi, dengan
mengambil informasi di luar dari kelompok – kelompok yang
terkait dengan objek wisata dari evaluasi formal organisasi dengan
segala implikasinya pada pengembangan objek wisata.
31
Proses penilaian kinerja dengan model 360 derajat terdiri
atas lima tahap yaitu : perencanaan kinerja, pelaksanaan kinerja,
pengukuran kinerja, peninjauan kinerja, serta pembaharuan dan
pembuatan perjanjian. Dari hasil penelitian akan diketahui hasil
penilaian objek wisata yang memiliki potensi yang baik serta efektif
namun ada juga beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan
perbaikan demi mencapai tujuan pengembangan dalam perencanaan
(Maylett & Riboldi, 2007).
2.7 Gambaran Umum Pariwisata Kabupaten Poso
Kabupaten Poso terletak di propinsi Sulawesi Tengah, posisi
kabupaten poso terletak di tengah pulau sulawesi merupakan jalur
strategis yang menghubungkan antar provinsi di pulau sulawesi. Saat
ini kabupaten Poso memiliki luas 8.712,25 km2 atau 12,81% dari
luas dataran provinsi Sulawesi Tengah (Dinas Pariwisata Kabupaten
Poso, 2011). Sektor pariwisata sebagai salah satu aset ekonomi
kabupaten Poso mempunyai arti penting bagi perekonomian daerah
ini, karena dinominasi oleh aset – aset kekayaan alam.
Prioritas pembangunan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Poso perlu diarahkan untuk mewujudkan Kabupaten
Poso menjadi salah satu tujuan wisata dengan memaksimalkan
jumlah kunjungan wisatawan asing maupun lokal untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah melalui sektor pariwisata.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Poso memiliki visi
“Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pariwisata dan
Kebudayaan”. Di Kabupaten Poso terdapat banyak objek wisata
32
yang belum di kelola dengan baik, sampai saat ini hanya 7 objek
wisata yang sudah terdata yaitu:
1. Taman Anggrek Bancea
Taman anggrek bancea terletak di desa bancea kecamatan
pamona selatan, jaraknya sekitar kurang lebih 16 km dari
ibukota kecamatan pendolo. Objek tersebut dapat ditempuh
dengan roda dua dan roda empat atau dengan melewati
danau. Taman anggrek ini memiliki luas kurang lebih 5
hektar, di dalamnya terdapat tanaman anggrek hitam yang
unik dan langka hanya tumbuh di daerah ini dan banyak
spesies anggrek lainnya. Waktu yang tepat untuk melihat
beraneka ragam spesies anggrek di tempat ini adalah pada
bulan oktober sampai dengan bulan desember.
Gambar 2.3 Taman Anggrek Bancea
2. Goa Latea
Goa latea merupakan goa alam yang terdiri dari dua buah
goa yang berada di bukit kapur. Di dalam goa tersebut masih
33
terdapat benda cagar budaya berupa peti dan tengkorak
manusia. Goa latea terletak di kelurahan sangele dan
jaraknya kurang lebih 1 km dari ibukota kecamatan, dapat
ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat
maupun berjalan kaki.
Gambar 2.4 Goa Latea
3. Pantai Siuri
Pantai siuri terletak di kecamatan pamona barat, jaraknya
sekitar 17 km dari ibukota kecamatan Pamona Utara,
keunikan dari pantai ini adalah pasirnya yang berwana putih
bersih dan pantai ini merupakan bagian dari danau poso
karena pemandangannya yang seperti pantai masyarakat
menamakan tempat ini pantai siuri, di sekitar objek wisata ini
terdapat cottages, restaurant dan shelter sehingga
memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengunjung.
34
Gambar 2.5 Pantai Siuri
4. Patung Palindo
Patung palindo terbentang di padang sepe dengan ketinggian
kurang lebih 4 meter. Patung ini terletak di desa kolori
kecamatan lore barat. Jaraknya sekitar 2 km dari desa bomba
apat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun berjalan
kaki.
Gambar 2.6 Patung Palindo
35
5. Air Terjun Tindoli
Air terjun tindoli memiliki ketinggian kurang lebih 7 meter
terletak di desa tindoli, jaraknya kurang lebih 6 km dari
ibukota kecamatan pamona tenggara. Objek ini dapat
ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat
sampai ke desa tindoli kemudian pengunjung harus berjalan
kaki sekitar 500 meter menuju lokasi air terjun, pada bagian
atas lokasi air terjun terdapat benteng tua.
Gambar 2.7 Air Terjun Tindoli
6. Danau Poso
Danau poso merupakan danau terbesar ketiga di Indonesia
yang terletak di wilayah 4 kecamatan di kabupaten poso,
luasnya kurang lebih 3200 Hektar dengan panorama alam
yang indah, udara yang sejuk, hamparan pasir putih yang
indah serta lereng perbukitan dan hutan disekitarnya. Danau
ini berada di ketinggian kurang lebih 600 meter diatas
permukaan laut dengan kedalaman kurang lebih 510 meter,
36
keunikannya adalah air danau poso tidak pernah keruh dan
terdapat legenda yang menarik.
Gambar 2.8 Danau Poso
7. Air Terjun Saluopa
Air terjun saluopa terletak di dekat desa tonusu yang
berjarak 15 km dari ibukota kecamatan tentena, dapat
ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Air terjun ini memiliki 12 tingkat dan airnya selalu jernih, air
terjun saluopa terletak di tengah hutan yang masih asli dan di
bagian atas air terjun terdapat tanah lapang yang sering
digunakan untuk perkemahan.
37
Gambar 2.9 Air Terjun Saluopa
Berdasarkan paparan di atas, maka kabupaten Poso memiliki
potensi pariwisata yang cukup besar. Apabila potensi objek
pariwisata tersebut dikelola dan dikembangkan dengan baik maka
hal ini menjadi aset pendapatan asli daerah bagi kabupaten Poso.