7
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Terdahulu
Sebelumnya telah terdapat beberapa buku panduan
wisata yang memuat informasi seputar pariwisata dan budaya
kota Makassar antara lain Travelicious edisi Makassar: Jalan
Hemat, Jajan Nikmat oleh Toar Andi Sapada dan Fauzan
Mukrim dan sebuah travel guide berjudul South Sulawesi
hasil kerja sama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota
Makassar dengan Infomedia dari Telkom Indonesia.
Dalam buku berjudul Travelicious (Toar, Sabda, 2011)
tersebut, penulisnya menambahkan kamus bahasa Makassar,
peta Makassar dan informasi penginapan, transportasi dan
wisata kuliner sebagai pelengkap bukunya. Buku ini menarik
karena menampilkan informasi lengkap seputar tempat-tempat
wisata di Makassar dan juga menggunakan ilustrasi pada
beberapa halamannya. Namun terdapat beberapa kekurangan
yaitu bahan kertas yang digunakan; kertas buram, foto-foto
dalam buku tidak berwarna dan isi buku didominasi oleh teks.
Sedangkan pada travel guide South Sulawesi, buku
didesain dan dirancang lebih menarik karena dicetak fullcolor
dengan menggunakan bahan art paper sehingga foto-foto
8
yang ditampilkan tampak lebih jelas dan menarik perhatian.
Di samping itu, buku ini ditulis dalam dua bahasa; Inggris dan
Indonesia. Kekurangan yang terdapat pada buku ini yaitu
ukurannya yang dianggap terlalu kecil (20x17cm) jika
dibandingkan dengan buku lainnya dan pengaturan layout
buku yang cenderung terlalu padat karena menggunakan
banyak teks yang digabung dengan foto-foto. (Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata kota Makassar, Infomedia, 2012)
2.2 Pariwisata
Di Indonesia istilah periwisata baru dimulai pada awal
tahun 1960-an. Istilah pariwisata diperoleh dari budayawan
intelektual atas permintaan Presiden Soekarno (Bung Karno)
kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Bung Sultan)
selaku Ketua DTI (Dewan Tourisme Indonesia) di tahun
1960-an itu. Secara terpisah dua orang budayawan Indonesia
waktu itu dimohon pertimbangannya, yaitu Prof. Mr. Moh.
Yamin dan Prof. Dr. Prijono, yang memberi istilah tourism
atau travel, yang konotasinya bisa terkait dengan selera rasa
pleasure, excitement, entertainment, adventure dan
sejenisnya. (Pendit, 2006)
Istilah pariwisata terlahir dari bahasa Sanskerta yang
komponen-komponennya terdiri dari:
Pari - penuh, lengkap, keliling
9
Wis (man) - rumah, property, kampung, komunitas
ata - pergi terus-menerus, mengembara
(roaming about)
yang bila dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah
pariwisata, berarti: pergi secara lengkap meninggalkan rumah
(kampung) berkeliling terus-menerus. Dalam operasionalnya
istilah pariwisata sebagai pengganti istilah asing tourism atau
travel diberi makna oleh Pemerintah Indonesia: “Mereka yang
meninggalkan rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa
mencari nafkah di tempat-tempat yang dikunjungi sambil
menikmati kunjungan mereka.” (Pendit, 2006:3)
Sedangkan menurut E. Guyer-Freuler (dalam Pendit
2006:34), dalam bukunya yang berjudul Handbuch des
Schweizerichsen Volkswirtschaft, menjelaskan pengertian
pariwisata sebagai: “Pariwisata dalam arti modern adalah
merupakan gejala zaman sekarang yang didasarkan atas
kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian
yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam,
kesenangan dan kenikmatan alam semesta, dan pada
khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai
bangsa dan kelas dalam masyarakat sebagai hasil
perkembangan perniagaan, industry dan perdagangan serta
penyempurnaan alat-alat pengangkutan.”
10
2.3 Wisatawan
Rekomendasi PATA (Pacific Asia Travel Association)
yang didasarkan atas batasan League of Nations pada tahun
1936 dan yang telah diberi amandemen oleh Komisi Teknik
IUOTO (International Union of Official Travel
Organizations) adalah berbunyi sebagai berikut: “Istilah
wisatawan pada prinsipnya haruslah diartikan sebagai orang-
orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka
waktu minimal 24 jam dan maksimal 3 bulan di dalam suatu
negara yang bukan merupakan negara di mana biasanya ia
tinggal.” (PATA dalam Pendit, 2006:35-36).
Mereka ini meliputi:
(1) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk
bersenang-senang, untuk keperluan pribadi, kesehatan dan
sebagainya,
(2) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk
maksud menghadiri pertemuan, konferensi, musyawarah,
atau di dalamhubungan sebagai utusan berbagai
badan/organisasi (ilmu pengetahuan, administrasi,
diplomatik, olahraga, keagamaan dan sebagainya),
(3) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan
maksud bisnis,
11
(4) Pejabat pemerintah dan orang-orang militer beserta
keluarganya yang diposkan di suatu negara lain
hendaknya jangan dimasukkan dalam kategori ini; tetapi
apabila mereka mengadakan perjalanan ke negeri lain,
maka hal ini dapat digolongkan sebagai wisatawan.
2.4 Media Promosi
Media promosi menurut Daniel Surya (okezone.com,
25 Januari 2012) adalah sarana mengkomunikasikan suatu
produk atau jasa atau brand atau perusahaan dan lainnya agar
dapat dikenal masyarakat luas.
Media promosi yang paling tua adalah dari mulut ke
mulut, dilanjutkan dengan media promosi konvensional
berupa: brosur, poster, catalog, pamphlet, booklet, spanduk,
billboard, banner, flyer, reklame, kartu nama, iklan TV, radio,
media cetak (koran/majalah) dan sebagainya.
Media promosi tersebut berkembang dengan maraknya
promosi ranah digital seperti promosi melalui jejaring sosial
di Facebook dan Twitter. Namun, tidak ada satu pun media
yang benar-benar dikategorikan mutlak dari segi ketepatan
dan efektivitas. Masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Maka, dalam memanfaatkan media promosi secara
maksimal dibutuhkan kemampuan menciptakan kreasi baru
12
dan unik agar pesan-pesan dapat melekat pada konsumen,
sehingga tujuannya menjangkau lebih banyak konsumen dan
memaksimalkan profit perusahaan dapat tercapai. (Surya,
2012)
.
2.5 Efektif dan Komunikatif
2.5.1 Pengertian Efektif
Sondang P. Siagian (2001:24) memberikan definisi
efektif sebagai pemanfaatan sumber daya, sarana dan
prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan
sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa
kegiatan yang dijalaninya. Efektivitas menunjukkan
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah
ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran,
berarti makin tinggi efektivitasnya.
Menurut Abdurahmat (2003:92), efektivitas adalah
pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.
Sedangkan Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa
efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa
jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Di
mana makin besar persentase target yang dicapai, makin
tinggi efektivitasnya.
13
Sedangkan definisi dari kata efektif adalah suatu
pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan
yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan
menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas
bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Misalnya jika
suatu pekerjaan dapat selesai dengan pemilihan cara-cara
yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau
efektif. (Wibisono, 2010)
Dari definisi-definisi yang telah disebutkan di atas,
dapat disimpulkan bahwa efektif merupakan tindakan
melakukan sesuatu yang benar. Jika kita melakukan sesuatu
sebaiknya secara efektif dan efisien, agar hasil yang dicapai
kelak sesuai dengan apa yang telah ditargetkan sebelumnya.
2.5.2 Pengertian Komunikatif
Komunikatif adalah kata sifat dari kata komunikasi.
Secara etimologis, “komunikasi” berasal dari bahasa Latin. Ia
terbentuk dari dua suku kata, yakni “cum” dan “umus”. Yang
pertama berarti “dengan”, dan lainnya berarti “satu”. Dari dua
kata tersebut, terbentuklah kata benda “communio”, lantas di-
Inggriskan menjadi “communion” yang berarti kebersamaan,
persatuan gabungan, pergaulan, atau hubungan. (Thaimah dan
Naqah (2006,45)
14
Karena untuk ber-communio diperlukan adanya usaha
dan kerja, maka terbuatlah kata kerja “communicare”, yang
artinya: membagi sesuatu dengan seseorang, tukar-menukar,
membicarakan sesuatu dengan orang, memberitahukan
sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran,
berhubungan, berteman. (Thaimah dan Naqah (2006,45)
Jadi, komunikasi berarti pemberitahuan pembicaraan,
percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan. Lebih jelas
lagi, kata Communicate, seperti dalam Longman Dictionary
Of Contemporary, adalah: “to make opinions, feelings,
information, etc, known or understood by others”.
Arti lain yang juga dikemukakan dalam kamus tersebut
adalah berbagi (to share) atau bertukar (to exchange)
pendapat, perasaan, informasi dan sebagainya. Sedangkan
communication diartikan sebagai tindakan atau proses
berkomunikasi (the act or process of communicating).
Dennis Murphy dalam bukunya Better Bussiness
Communication, sebagaimana dikutip Drs. Wursanto (1994)
dalam bukunya, mengatakan: “Communication is the whole
process used to reach other minds”. Komunikasi juga dapat
didefinisikan sebagai upaya untuk menyampaikan pesan,
pendapat, perasaan, atau memberikan berita atau informasi
kepada orang lain. (Endang Lestari: 2003)
15
2.5.3 Komponen Komunikatif
Sebagaimana dijelaskan di atas, komunikasi adalah
sebuah proses rangkap. Ia meliputi –minimal- empat
komponen. Yaitu, ide atau risalah, pengirim atau mursil,
wasilah atau media, dan penerima atau mustaqbil. Berikut
penjelasan singkat seputar keempat komponen komunikatif
tersebut, sebagaimana ditulis Thaimah dan Naqah (2006,35).
a. Ide, adalah isi atau maksud yang ingin disampaikan
oleh penyampai kepada selainnya, dengan tujuan agar
mereka bisa mengikuti atau paham maksud
penyampai. Pada dasarnya, ide merupakan pemikiran
yang hendak diungkapkan oleh penyampai dengan
menggunakan bahasa yang dapat diterima kedua belah
pihak.
b. Penyampai, adalah sumber ide yang sekaligus menjadi
point utama terjadinya sebuah komunikasi. Penyampai
bisa berupa person atau kelompok, bisa juga berupa
manusia atau sebuah media.
c. Media, adalah alat yang digunakan sebagai perantara
penyampaian ide dari penyampai ke penerima.
d. Penerima, adalah tujuan disampaikannya satu ide.
Sebagaimana penyampai, penerima juga bisa berupa
person, atau kelompok. Penerimalah yang bertugas
16
memecahkan rumusan penyampaian ide dari
penyampai.
2.6 Layout
Menurut Surianto Rustan (2008), layout adalah
tataletak elemen-elemen desain terhadap suatu bidang dalam
media tertentu untuk mendukung konsep/pesan yang
dibawanya. Definisi layout dalam perkembangannya sudah
sangat meluas dan melebur dengan definisi desain itu sendiri,
sehingga banyak orang mengatakan me-layout itu sama
dengan mendesain.
2.6.1 Prinsip-prinsip Layout
Prinsip layout antara lain urutan, penekanan,
keseimbangan, kesatuan, dan konsistensi. Urutan menunjuk
pada aliran membaca. Penekanan menunjuk pada objek-objek
penting dalam urutan pembacaan. Keseimbangan menunjuk
pada pembagian berat ruang, termasuk ruang isi dan kosong
(ruang sela). Kesatuan menunjuk pada usaha menciptakan
kesatuan objek, termasuk ruang secara keseluruhan.
Konsistensi menunjuk pada kontrol estetik tampilan
keseluruhan. Konsistensi kian terasa pada penerbitan berkala.
Konsistensi selain sebagai kontrol estetik terutama berguna
bagi koordinasi keseluruhan material yang dilayout.
17
Disamping lima prinsip di atas, terdapat dua prinsip lagi yang
penting terutama untuk layout penerbitan berkala. Dua prinsip
tersebut yaitu konstanta dan variabel. “Konstanta adalah
elemen-elemen yang konstan, elemen yang selalu
dipertahankan… sedangkan variabel adalah elemen-elemen
yang berubah.” (Koskow: 171)
2.7 New Simplicity (Neo-Modern)
Merupakan gaya desain yang „berlawanan‟ dengan
gaya dekonstruksi. Cirinya meminimalisasi layer bidang teks
dan gambar pada desain sehingga visualisasi tampak polos
dan sederhana. Bedanya dengan gaya Swiss International
terletak pada konsep personalitas (subjektifitasnya). Memakai
warna pastel, sederhana bentuk, miskin ornamen tapi sangat
memikat. Bentuk sederhana dipakai untuk memudahkan
produksi pencetakan dan kecepatan navigasi pada internet.
(http://digilib.petra.ac.id, 2008)
18
Gambar 2.6 Gaya Desain New Simplicity (Neo–Modern)