4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Kelapa Sawit
Kelapa sawit memiliki 36 kromosom menurut Henry (1945), sedang menurut
Darlington & Wylie (1956) dan Arasu adalah 32. Elaeis dari Elaion berarti
minyak dalam bahasa Yunani.Guineesis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika),
Jacq berasal dari nama Botanist Amerika Jacquin (Lubis, 2008).
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ord : Palmales
Famili : Palmae
Sub family : Cocoideae
Genus : Elaeis
Species : Elaeis guineensis Jacq (Wahyuni, 2008)
2.2. Botani dan Morfologi kelapa sawit
1 Akar
Tanaman kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer,sekunder
tersier dan kuartier.Akar – akar primer pada umumnya tumbuh ke bawah, akar
sekunder,tersier kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah. Akar kuartier
berfungsi menyerap unsur hara dari air dan dalam tanah. Akar-akar kelapa sawit
banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai kedalaman 1 meter dan semakin
ke bawah semakin sedikit.
Perakarannya yang paling padat terdapat pada kedalaman 25 cm. Panjang akar
yang tumbuh ke samping dapat mencapai 6 m. Tanaman sawit tidak boleh
terendam air. Oleh karena itu, permukaan air tanah harus diupayakan sekitar
5
kedalaman 80-100 cm, teristimewah pada areal tanah gambut drainase harus
lancar.
2. Batang
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil tidak bercabang dan tidak mempunyai
kambiun. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang harus berkembang
membentuk daun dan ketinggian batang.Diameter batang dapat mencapai 90
cm.Tinggi batang untuk tanaman komersial tidak lebih dari 12 meter sudah sulit
dipanen, maka pada umumnya tanaman pada usia 25 tahun sudah diremajakan.
Nenek moyang kelapa sawit sebanyak 4 batang di kebun raya bogor yang ditanam
pada tahun 1984 saat ini masih hidup 1 pohon dan sudah berumur 145 tahun,
tingginya telah mencapai 20 meter. Batang sawit berfungsi sebagai penyimpan
dan pengangkut makanan untuk tanaman serta sebagai penyangga mahkota daun.
3. Daun
Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah bersisip genap dan bertulang sejajar.
Panjang pelepah dapat mencapai 9 m, jumlah anak daun tiap pelepah dapat
mencapai 380 helai. Panjang panjang anak daun dapat mencapai 120 cm. Pelepah
daun sejak mulai terbentuk sampai tua mencapai waktu 7 tahun. Jumlah pelepah
dalam satu pohon dapat mencapai 60 pelepah. Untuk kemudahan panen digunakan
sisitem songgo dua, jumlah daun setelah tunas pemeliharaan dipertahankan sekitar
48-54 pelepah.
Luas permukaan daun tanaman dewasa dapat mencapai 15 m. Daun kelapa sawit
berfungsi sebagai tempat berlangsunya fotosintesis dan alat respirasi. Oleh karena
itu pemangkasan daun sejauh munkin dihindarkan, kecuali pangkas pendahuluan
dan pangkas pemeliharaan yang hanya dibenarkan sampai songgo dua.
6
Jika pelepah dapat dipertahankan lebih lama berarti semakin lama pula proses
fotosintesis berlangsung dan semakin banyak bahan makanan yang dikirim ke
buah. Hal ini berarti tandan akan meningkat lebih berat (Lubis, 1992).
4. Bunga
Kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12 bulan. Pembungaan kelapa sawit
termasuk monocious artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu
pohon tetapi tidak terdapat pada satu tandan yang sama.Namun kadang-kadang
dijumpai juga dalam satu tandan terdapat bunga jantan dan bunga betina.Bunga
seperti itu disebut bunga banci (hermaprodit).Tanaman kelapa sawit dapat
menyerbuk secara silang dan juga menyerbuk sendiri.
a) Bunga Jantan
Bunga jantan ataupun betina keluar dari ketiak pelepah daun. Satu tandan bunga
jantan terdapat sampai 200 spikiet. Dalam 1 splikiet terdapat 700-1.000 bunga
jantan. Dalam 1 bunga jantan dapat mencapai 50 gram tepung sari.
b)Bunga Betina
Bunga betina dalam 1 tandan juga dapat mencapai 200 splikiet. Tetapi dalam 1
splikiet hanya terdapat 20 bunga betina. Dalam 1 tandan bunga betina terdapat
3.000 bunga betina. Bentuk bunga betina seperti buga cengkeh. Sex diverenciation
terjadi 17 - 25 bulan sebelum masa receptive.Tanaman kelapa sawit yang berumur
tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan dan bunga
betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak
bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination).
Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon
yang lainnya dengan perantara angin dan serangga penyerbuk (Putranto,2011).
7
5. Buah
Proses pembentukan buah sejak saat penyerbukan sampai buah matang ± 6 bulan.
Dapat juga terjadi lebih lambat atau lebih cepat tergantung dan keadaan iklim
setempat. Dalam 1 tandan dewasa dapat mencapai ± 2.000 buah. Buah kelapa
sawit pada waktu muda bewarna hitam (nigrescens), kemudian setelah berumur ±
5 bulan berangsur-angsur menjadi merah kekuning-kuningan. Pada saat perubahan
warna tersebut terjadi proses pembentukan minyak pada mesocarp (daging buah).
Perubahan warna tersebut karena pada butir-butir minyak mengandung zat warna
(corotein).
Proses pembentukan minyak dalam daging buah berlangsung selama 3-4 minggu
yaitu sampai tingkat matang morfologis. Yang disebut matang morfologis adalah
buah telah matang dan kandungan minyaknya sudah optimal. Sedangkan matang
fisiologis adalah buah sudah matang namun dan sudah siap untuk tumbuh, yakni ±
1 bulan setelah matang morfologis. Berat buah berkisar 10-20 gram. Buah kelapa
sawit termasuk buah batu yang terdiri dari tiga bagian, yakni :
a. Lapisan luar (epicarpim) disebut kulit luar.
b. Lapisan tengah (meso carpium) disebut daging buah, mengandunh minyak
sawit.
c. Lapisan dalam ( endo carpium ) disebut inti, mengandung minyak inti.
Di antara inti dan daging buah terdapat lapisan tempurung ( cangkang) yang keras.
Biji kelapa sawit (karnel) terdiri dari 3 bagian, yakni :
a. Kulit biji (spermodermis) disebut cangkang ( sheel).
b. Tali pusat (funiculus)
c. Inti biji (nucleus seminis).
Di dalam inti inilah lembaga atau embrio yang merupakan calon tanaman baru
(Sastrosayono.s, 2003).
8
2.3. Biologi Serangga E. Kamerunicus
2.3.1. Klasifikasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus
Klasifikasi dari serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus adalah
sebagai berikut:
Filum : Anthropoda
Kelas : Insect
Ordo : Coleoptera
Famili : Curculionidae
Genus : Elaeidobius
Spesies : Elaeidobius kameunicus
(Susanto dkk, 2007).
2.3.2. Siklus Hidup E. kamerunicus
E. kamerunicus saat ini menjadi penyerbuk utama kelapa sawit di Indonesia
setelah proses introduksi oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit pada tahun 1982.
Sebelum introduksi E. kamerunicus, proses penyerbukan bunga kelapa sawit di
Indonesia utamanya dilakukan dengan bantuan manusia yang sering disebut
Assisted polination. Kegiatan assisted polination ini memerlukan biaya yang
sangat mahal, terlebih jika dilakukan dengan pada tanaman kelapa sawit
menghasilkan di atas umur 5 tahun (Prasetyo dan Susanto, 2012).
E. kamerunicus merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
yang berkembang dari telur menjadi larva, kemudian kepompong, dan akhirnya
menjdi imago. Serangga ini termasuk kedalam familiy Curculionidae (kumbang
moncong). Siklus hidup E. kamerunicus berlangsung sekitar 1 bulan seperti yang
di tunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini : (Prasetyo dan Susanto, 2012).
9
Gambar 2.1. Siklus Hidup E. kamerunicus
Sumber : Prasetyo dan Susanto, 2012
a) Telur
Satu ekor kumbang E. kamerunicus betina dapat meletakan telur rata-rata 57.64
butir pada bunga jantan kelapa sawit selama 59 hari masa hidupnya. Telur
berwarna keputih-putihan, berbentuk lonjong dan kulitnya licin dan ukuran
panjang telur 06,60 - 0,68 mm dan lebar 0,3 – 0,5 mm. Telur akan menetas setelah
2 hari peletakan telur di spikelet bunga jantan dan akan berwarna lebih gelap
(Meliala, 2008).
b) Larva
Larva berkembang dalam tiga instar. Larva instar pertama berwarna putih
kekuningan berada disekitar tempat peletakan telur. Setelah 1-2 hari, larva
menjadi larva instar kedua yang kemudian pindah ke pangkal bunga jantan yang
sama.Larva instar kedua berwarna kuning kekuningan dan bagian dalam tubuh
sedikit transparan dan adapun lama dari larva instar kedua ini berkisar 2 - 3 hari.
Larva pada tahap ini memakan bagian jaringan – jaringan bagian pangkal bunga
atas tersebut (Meliala, 2008).
Sebelum semua bagian dari bunga habis dimakan (selama 1- 2 hari), larva instar
kedua menjadi larva instar ketiga terus memakan pangkal sari sampai tinggal
bagian atasnya saja (5-9 hari). Larva instar ketiga, berwarna kuning terang, dapat
memakan lima sampai enam bunga jantan (Prasetyo dan Susanto, 2012).
10
c) Kepompong
Kepompong terbentuk didalam bunga jantan yang terakhir dimakan. Sebelum
menjadi kepompong, larva instar ketiga terlebih dahulu menggigit bagian ujung
bunga jantan sehinng lepas. Dengan demikian terjadilah lubang yang menjadi
tempat keluarnya kumbang. Sekitar 1 hari sebelum terbentuk kepompong, larva
ketiga menjadi tidak aktif. Periode kepompong berlangsung dalam waktu 2-6 hari.
Warna kepompong kuning terang dengan sayap yang mulai terbentuk dan
berwanra putih.
d) Serangga
Kumbang E. kamerunicus memakan tangkai sari bunga jantan yang sudah mekar.
Perkawinan (kopulasi) terjadi siang hari antara 2-3 hari sesudah kumbang menjadi
dewasa, akan tetapi ada juga yang berkopulasi lebih awal. Lama hidup kumbang
betina dapat mencapai 65 hari dan kumbang jantan 46 hari. Berikut gambar
Kumbang E. kamerunicus pada gambar 2.2.
(A) (B)
Gambar 2.2 Kumbang E. kamerunicus (A) betina dan (B ) jantan.
Sumber : Prasetyo dan Susanto, 2012
Pada gambar 2.2. kumbang betina memiliki mocong lebih panjang, tidak ada
benjolan pada eltira (sayap) dan bulu pada eltira lebih sedikit. Ukuran E.
kamerunicus betina 2 - 3 mm. Kumbang E. kamerunicus jantan memiiki mocong
lebih pendek, 2 benjolan pada pangkal eltira dan bulu yang lebih banyak pada
eltira. Ukuran E. kamerunicus jantan 3 - 4 mm (Prasetyo dan Susanto, 2012).
11
2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Elaeidobius
kamerunicus
2.4.1. Musuh Alami Elaeidobius kamerunicus
Populasi serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus dapat menurun oleh
sejumlah musuh alami yang berupa predator maupun parasit. Predator yang telah
dilaporkan memakan E. kamerunicus meliputi telur, larva, kepompong dan imago
adalah tikus, semut, dan berbagai jenis laba-laba predator. Jenis parasit yang dapat
menurunkan populasi serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus adalah
nematoda Cyilindrocorpus inevectus yang ditemukan pada permukaan bawah
sayap serangga penyerbukan kelapa sawit. Adanya serangan tikus menimbulkan
dua dampak negatif yakni kerusakan buah dan mengganggu perkembangbiakan
serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2008).
2.4.2 Ketersediaan Bunga Jantan Kelapa Sawit
Ketersediaan bunga jantan kelapa sawit juga merupakan faktor penting yang
mempengaruhi perkembang populasi E. kamerunicus. Idealnya, semakin banyak
bunga jantan maka akan semakin tinggi populasi serangga penyerbuk kelapa sawit
E. kamerunicus. Selain sebagai sumber makanan, tandan bunga jantan kelapa
sawit juga berfungsi sebagai tempat tempat berkembang biak E. kamerunicus
(Prasetyo dan Susanto, 2012).
2.4.3. Penggunaan Insektisida
Diketahui bahwa pada umumnya semua jenis insektisida yang sudah biasa
digunakan untuk pengendalian ulat api dan ulat kantung melalui penyemprotan
atau injeksi batang, beracun terhadap E. kamerunicus. Apabila penyemprotan
dilakukan pada mahkota daun, maka pengeruh sampingan insektisida yang
digunakan hanya kecil. Apabila larutan insektisida disemprotkan pada bunga,
maka pengaruhnya sangat besar serangga penyerbuk E. kamerunicus tidak di
jumpai pada 1-3 hari setelah penyemprotan (Prasetyo dan Susanto, 2012).
12
2.4.4. Curah Hujan
Selain adanya musuh alami dan ketersediaan bunga jantan, curah hujan juga
menjadi faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan populasi serangga
penyerbuk E. kamerunicus. Di Indonesia, perkembangan populasi serangga
penyerbuk E. kamerunicus lebih cepat pada musim hujan walaupun secara
perilaku lebih aktif pada musim kemarau. Perkembangan seerangga penyerbuk E.
kamerunicus akan meningkat jika curah hujan bulanan mencapai lebih dari 250
mm (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
2.5. Fruit Set Kelapa Sawit
Fruit Set (tatanan buah) adalah istilah yang sering digunakan dalam bidang kelapa
sawit untuk menggambarkan perbandingan atau rasio buah yang jadi (hasil dari
penyerbukan) terhadap keseluruhan buah pada satu tandan termasuk buah yang
partenokarpi. Buah yang jadi dicirikan dengan adanya inti buah (kernel) yang
merupakan hasil akhir dari perkawinan polen ( tepung sari) dari bunga jantan
dengan sel telur didalam bunga betina kelapa sawit, sedangkan buah partenokarpi
tidak memiliki kernel (Prasetyo dan Susanto, 2012).
Fruit Set suatu tandan adalah 80% artinya dalam suatu tandan tersebut persentase
buah yang jadi adalah 80% sedangkan buah yang partenokarpi adalah 20%. Fruit
Set yang baik pada tanaman kelapa sawit adalah diatas 75%. Semakin tinggi nilai
fruit set, maka berat, kualitas dan ukuran tandan akan semakin meningkat,
sedangkan ukuran buah semakin kecil. Persentase kernel/tandan, mesocarp
buah/tandan atau pun minyak/tandan akan meningkat juga. Berat tandan buah
tergantung pada jumlah spiklet, jumlah bunga per spiklet, Fruit Set berat buah dan
efisiensi penyerbukan. Perhitungan nilai Fruit Set dapat dilakukan dengan cara :
1) Tentukan tandan buah yang akan digunakan sebagai sampel yang akan
mewakili seluruh tandan diareal tertentu. Misalnya pada bahan tanaman yang
sama, umur yang sama,dan lokasi yang sama diambil 5-10 tandan fraksi 0 (
matang tetapi belum membrondol ) sebagai sampel.
13
2) Potong keseluruhan spiklet buah dengan menggunakan alat kampak kecil.
Untuk tanaman menghasilkan ( TM ) 1-5 diambil masing-masing 10 spiklet pada
bagian dekat pangkal, tengah dan ujung tandan buah ; untuk TM > 5, diambil
masing-masing 10 spiklet pada bagian dekat pangkal, tengah dan ujung tandan
buah.
3) Hitung buah yang jadi (mengandung kernel) dan buah yang partenokarpi (tidak
mengandung inti).
4) Nilai Fruit set = 𝐽𝑈𝑀𝐿𝐴𝐻 𝐵𝑈𝐴𝐻 𝑌𝐴𝑁𝐺 𝐽𝐴𝐷𝐼
𝐽𝑈𝑀𝐿𝐴𝐻 𝐵𝑈𝐴𝐻 𝑌𝐴𝑁𝐺 𝐽𝐴𝐷𝐼 + 𝐵𝑈𝐴𝐻 𝑃𝐴𝑅𝑇𝐸𝑁𝑂𝐾𝐴𝑅𝑃𝐼𝑥 100%
Fruit set yang tinggi ditunjukkan dengan banyaknya buah yang jadi, sebaliknya
fruit set yang rendah ditunjukkan dengan banyaknya buah yang partenokarpi.
2.6. Pengembangan Serangga E.kamerunicus
2.6.1. Teknik Hatch And Carry
Metode Hatch And Carry ini telah diterapkan di beberapa kebun di Indonesia dan
telah berhasil meningkatkan Fruit Set hinggga 30%, bahkan lebih tergantung pada
nilai Fruit Set awal. Semakin rendah nilai Fruit Set awal maka peningkatannya
akan semakin besar. Hatch And Carry berasal dari kata “hatch” yang artinya
menetas dan “carry” yang artinya membawa.
Dalam hal ini berarti Hatch And Carry adalah sistem penangkaran E. kamerunicus
yang disertai dengan penyemprotan polen pada tubuh kumbang tersebut yang
bertujuan untuk menambah populasi E. kamerunicus dan nilai Fruit Set kelapa
sawit pada suatu kebun, berikut ini contoh gambar kotak Hatch And Carry pada
gambar 2.3.
14
Gambar 2.3 Kotak penangkaraan Hatch And Carry
Sumber : Prasetyo dan Susanto, 2012
Penangkaran E. kamerunicus dilakukan dengan menggunakan kotak dengan
ukuran 60 cm x 60 cm x 120 cm. Kotak terbuat dari kayu triplek dengan bagian
atas berupa kain kasa yang bisa di buka dan ditutup untuk memasukkan dan
mengeluarkan E. kamerunicus.
Masing-masing kotak memiliki atap yang dapat terbuat dari seng, asbes, atau atap
rumbia untuk melindungi penyinaran langsung oleh matahari atau terkena tetesan
air hujan. Kotak-kotak ini biasanya dipasang dengan jumlah 1-3 kotak / 25 Ha
atau lebih tergantung pada kondisi Fruit Set awal. Teknik ini umumnya dilakukan
pada TM 1-3 yang mempunyai nilai Fruit Set rendah dan sex ratio bunga sangat
tinggi (Prasetyo dan Susanto, 2012).
2. Strategi Aplikasi Hatch And Carry
E. kamerunicus masih berupa larva dan pupa biasanya berada di dalam tandan
bunga jantan 4-5 hari lewat anthesis. Tandan bunga jantan berasal dari tanaman
tua dengan sex ratio bunga kelapa sawit rendah (<75%). Dalam satu blok dapat
diambil sekitar 15% tandan bunga jantan lewat anthesis, misalnya dengan
mengambilnya pada baris ke 4 atau 5 dan kelipatannya. Untuk mempermudah
operasional teknik Hatch And Carry , maka dalam 1 kotak dibagi menjadi 2
ruangan.
15
Ruangan pertama berisi 3-4 tandan bunga jantan, begitu juga dengan ruangan
kedua. Pengsian bunga jantan ini pada masing-masing ruangan dilakukan pada
waktu yang berbeda yang kemudian dapat diganti dengan tandan bunga jantan
yang lewat anthesis yang baru setiap 8-9 hari sekali (Prasetyo dan Susanto, 2012).
Penyemprotan polen kelapa sawit murni pada tubuh kumbang E. kamerunicus
dilakukan setiap hari. Penyemprotan ini dilakukan mulai jam 7 pagi dengan
jumlah polen yang disemprotkan sekitar 1 g / kotak. Penyemprotan dilakukan
padas sisi atas kotak Hatch And Carry, 2-3 semprotan. Tutup kotak kemudian
dibuka dan dilakukan penyemprotan pada bagian bawah tutup sebanyak 15-20
semprotan dan di dalam kotak sebanyak 2 - 4 semprotan.
Botol semprotan yang digunakan memiliki daya semprot dan sebar yang cukup
baik seperti botol semprot yang biasa digunakan untuk penyemprotan nyamuk.
Setelah dilakukan penyemprotan tutup kotak Hatch And Carry dibiarkan
membuka selama 1-2 jam sehingga kumbang E. kamerunicus yang telah
membawa polen terbang kelapangan kemudian ditutup kembali pada jam 9 pagi
(Prasetyo dan Susanto, 2012).
2.7. Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit
Produksi kelapa sawit ditentukan antara lain oleh sukses tidaknya penyerbukan.
Penyerbukan pada tanaman kelapa sawit memerlukan agen, karena meskipun
kelapa sawit berumah satu (monocious) namun bungabunga pada bulir (spikelet)
jantan dan betina mekar pada waktu yang berlainan sehingga selalu terjadi
penyerbukan antar tumbuhan atau penyerbukan silang (Lubis, 2008). Elaeidobius
kamerunicus (Coleoptera : Curculionidae) merupakan serangga yang berperan
penting dalam proses penyerbukan kelapa sawit ini. Pelepasan kumbang E.
kamerunicus di Indonesia pada tahun 1983 secara signifikan meningkatkan
16
produktivitas kelapa sawit dari 40% ke 60%. Berdasarkan keberhasilan ini E.
kamerunicus dipercaya sebagai aktor utama yang berperan penting dalam
meningkatkan keberhasilan pembentukan buah jadi atau fruit set (Nurindah,
2015).
1. Penyerbukan Alami
Penyerbukan alami merupakan penyerbukan yang dapat terlaksana dengan adanya
hembusan angin dari bunga jantan ke bunga betina. Serbuk sari dari bunga jantan
menyebar karena hembusan angin, kemudian serbuk sari itu hinggap di atas putik
atau karena kaki serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus yang membawa
serbuk sari di kakinya hinggap pada bunga betina. Keberhasilan penyerbukan
alami ini sangat bergantung pada beberapa faktor, terutama jumlah bunga betina
di areal perkebunan, dan pengaruh cuaca (terutama curah hujan) terhadap
penyebaran serbuk sari (Tim Bina Karya Tani, 2009).
2. Penyerbukan Bantuan
Jika buah dalam tandan dibawah optimal, ini menunjukan bahwa jumlah bunga
yang dibuahi tentu dibawah optimal juga. Untuk memperoleh tandan-tandan
dengan jumlah buah yang optimal, penyerbukan harus dibantu dengan
memberikan serbuk sari buatan. Teknik memberikan serbuk ini sebagai
penyerbukan buatan atau polinasi bantuan (assisted pollination), yaitu pemberian
serbuk sari yang di kumpulkan kepada bunga betina selama masa reseptif.
Penyerbukan buatan ini dilakukan dengan mengambil serbuk sari dari bunga
jantan yang segar dan sedang mekar yang ditandai dengan warna kuning terang
dan bau yang khas. Selanjutnya serbuk sari dihembuskan di seluruh bagian bunga
betina yang sedang resptif dengan tanda putiknya berwarna kuning kemerah-
merahan, dan kelopak bunga bagian atas sudah terbuka sampai serbuk sari itu
mencapai putik ( Tim Bina Karya Tani, 2009 )