BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Teori-teori Umum
2.1.1. Istilah dalam Balanced Scorecard
Istilah yang berkaitan dengan Balanced Scorecard (BSC) ialah sebagai
berikut:
1. Visi (vission)
Menurut Gaspersz (2005, p4) visi ialah suatu pernyataan menyeluruh tentang
gambaran ideal yang ingin dicapai oleh oranisasi di masa yang akan datang.
Karakteristik visi:
• Diciptakan melalui konsensus.
• Citraan-citraan ideal di masa datang, yang mempengaruhi mental orang-orang
agar berhasrat mencapainya.
• Menggambarkan sesuatu yang mungkin, tidak perlu harus dapat diperkirakan.
• Memberikan arah dan fokus.
• Mempengaruhi orang-orang untuk menuju ke visi itu.
• Tidak memiliki batas waktu.
2. Misi (mission)
Menurut Gaspersz (2005, p4) misi ialah suatu pernyataan bisnis dari perusahaan.
Karakteristik misi:
20
• Menyatakan alasan-alasan bisnis tentang keberadaan perusahaan itu.
• Tidak menyatakan suatu hasil.
• Tidak ada batas waktu atau pengukuran.
• Memberikan dasar untuk pembuatan keputusan tentang alokasi sumber-sumber
daya dan penetapan tujuan yang tepat.
• Mendefinisikan bisnis sekarang dan yang akan datang dalam bentuk produk,
skor, pelanggan, alasan-alasan, dan pasar.
Dari karakteristik di atas, dapat disimpulkan misi adalah pernyataan tentang
bagaimana cara perusahaan akan meraih visi yang telah ditetapkan.
3. Tujuan (objectives), menunjukkan bagaimana tindakan dan hasil-hasil yang
diinginkan itu dapat tercapai. Menunjukkan rencana untuk mencapai hasil-hasil yang
diinginkan. Tujuan merupakan hal-hal apa yang secara spesifik harus dikerjakan
untuk melaksanakan strategi.
Karakteristik tujuan:
• Fokus pada isu-isu organisasi yang kritis dan merupakan terobosan-terobosan
dari perusahaan.
• Menggambarkan aktivitas-aktivitas yang diselesaikan untuk mencapai sasaran.
• Mengidentifikasi waktu spesifik, kapan hasil-hasil itu akan dicapai.
• Dapat diukur dalam bentuk apakah hasil-hasil itu dapat tercapai atau tidak.
• Dapat diubah, apabila perlu, untuk kemajuan menuju sasaran yang telah
ditetapkan.
21
4. Perspektif (perspectives)
Perspektif memberikan suatu kerangka kerja dalam pandangan yang berbeda untuk
pengukuran.
5. Strategi (strategy)
Menurut Gaspersz (2005, p8) strategi ialah suatu pernyataan tentang apa yang harus
dilakukan oleh organisasi untuk bertindak dari satu titik referensi ke titik referensi
yang lain. Strategi merupakan sekumpulan aktivitas terintegrasi yang unik (berbeda
dibandingkan dengan pesaing) dan konsisten dengan visi jangka panjang organisasi
yang memberikan nilai kepada pelanggan dengan suatu struktur biaya yang
memungkinkan pencapaian keunggulan hasil yang berkelanjutan. Dalam konteks
definisi ini, setiap organisasi yang berorientasi pada keunggulan atau yang nirlaba
merupakan suatu sistem penyerahan nilai (value delivery system). Strategi biasanya
dikembangkan pada tingkat atas organisasi, tetapi dilaksanakan oleh tingkat bawah
organisasi.
6. Hubungan sebab akibat (Cause-Effect Relationship)
Merupakan aliran kinerja bisnis dari tingkat lebih rendah (lower level) ke tingkat
lebih tinggi (upper level) di dalam atau di antara perspektif. Hubungan sebab-akibat
menunjukkan sebagai pemimpin atau pengendali satu sisi, menghasilkan suatu hasil
akhir atau akibat pada sisi yang lain.
7. Target (targets)
Ialah suatu tingkat kinerja yang diharapkan atau peningkatan yang diperlukan di
masa mendatang.
22
8. Inisiatif Strategis
Adalah inisiatif yang bersifat strategis, yang disusun dan perlu dilaksanakan untuk
mencapai target atau tujuan strategis. Pada dasarnya setiap inisiatif strategis yang
dicanangkan merupakan sebuah proyek, karena ada periode pelaksanaannya. Selain
itu inisiatif strategis juga perlu didukung oleh pelaksana yang kelak akan
mengeksekusi inisiatif strategis tersebut.
2.1.2. Pengukuran Kinerja
Pengukuran berarti suatu proses atau aktivitas perbandingan objek-objek
tertentu dengan memberikan bobot kepada objek tersebut dengan menggunakan metode
tertentu.
Menurut Gaspersz (2005, p6) pengukuran merupakan suatu cara memantau
dan menelusuri kemajuan tujuan-tujuan strategis. Pengukuran dapat berupa indikator
yang memimpin kinerja menuju hasil akhir (leading/lead indicators) atau indikator hasil
akhir (lagging/lag indicators).
Menurut Yuwono et al. (2006, p23), pengukuran kinerja adalah tindakan
pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada
perusahaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja merupakan alat yang
digunakan oleh manajemen dalam mengevaluasi hasil-hasil kegiatan yang dilaksanakan
sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya.
23
2.1.3. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan agar dapat
mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, agar menghasilkan tindakan yang diinginkan oleh organisasi. Penilaian
kinerja juga digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya diinginkan
melalui umpan balik hasil kerja, serta sebagai landasan untuk memberikan penghargaan
kepada orang yang telah mencapai atau melebihi tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Lynch dan Cross (1993) yang ditulis dalam Yuwono et al. (2006,
p29) manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik ialah sebagai berikut:
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat lagi dengan pelanggannya dan membuat seluruh orang
dalam organisasi ikut terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan serta mendorong upaya-upaya
pengurangan pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur dan menjadi lebih
konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
penghargaan atas perilaku yang diharapkan tersebut.
24
2.2. Teori-teori Khusus
2.2.1. Macam-macam Skala Pengukuran
Menurut Nazir (2003) skala pengukuran dalam instrumen penelitian dibagi
menjadi empat, yaitu:
1. Skala nominal, yaitu skala yang diberikan pada objek sebagai label saja/ kode.
Angka ini tidak dapat dioperasikan secara matematis (kali, bagi, jumlah atau
kurang).
2. Skala ordinal, yaitu skala yang diberikan pada objek yang dapat memberikan arti
tingkatan. Skala ini dapat dioperasikan secara matematis. Sifat dari ukuran ordinal
yaitu:
Hanya menyatakan ranking.
Tidak menyatakan nilai absolut.
Tidak menyatakan bahwa interval antara angka-angka tersebut sama besarnya.
Skala ranking bukanlah skala yang mempunyai interval yang sama.
3. Skala interval, yaitu skala yang sifatnya sama dengan skala ordinal dan ditambah
satu sifat lain, yaitu jarak yang sama pada pengukuran interval memperlihatkan
jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yang diukur. Ukuran interval tidak
memberikan jumlah absolut dari objek yang diukur.
Untuk mengukur skala sikap, pendapat, karakter atau status sosial, biasanya
digunakan skala interval. Adapun jenis skala interval yang sering digunakan adalah:
a. Skala Likert: jawaban responden memiliki gradasi dari sangat positif sampai
sangat negatif. Skor tertinggi diberikan pada jawaban sangat positif. Contoh:
25
Menurut Anda, sistematika mengajar dosen metodologi penelitian:
Keterangan:
SB = Sangat baik, skor: 5
B = Baik, skor: 4
S = Sedang, skor: 3
KB = Kurang baik, skor: 2
SKB = Sangat kurang baik, skor: 1
b. Skala Guttman: jawaban hanya dua pilihan ya/tidak atau setuju/tidak setuju. Skor
1 untuk jawaban setuju (ya) dan 0 untuk tidak setuju (tidak).
4. Skala ratio, yaitu skala yang memiliki sifat skala nominal, interval, dan ordinal.
Skala ini dapat dioperasikan secara perkalian atau pembagian.
2.2.2. Pengujian Instrumen Penelitian
Dalam penelitian yang menggunakan metode kuantitatif, kualitas
pengumpulan data sangat ditentukan oleh kualitas instrumen atau alat pengumpul data
yang digunakan dalam penelitian. Instrumen itu disebut berkualitas dan dapat
dipertanggungjawabkan pemakaiannya apabila sudah terbukti validitas dan
reliabilitasnya.
SB B S KBSKB
26
2.2.2.1. Validitas
Menurut Sugiyono (2006) uji validitas merupakan suatu langkah pengujian
yang dilakukan terhadap isi (content) dari suatu instumen, dengan tujuan untuk
mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian. Suatu tes atau
instrumen pengukur dapat dikatakan memiliki validitas tinggi bila alat tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan
dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.
Karena skor-skor dalam suatu distribusi tidak semuanya sama maka ada
keragaman atau variasi skor. Keragaman atau variasi ini disebut variabilitas. Semakin
besar variabilitas berarti skor dalam distribusi semakin beranekaragam, demikian juga
sebaliknya. Menurut Azwar (2004, p16) varians adalah ukuran variabilitas skor dari satu
distribusi atau satu variabel. Kovarians adalah ukuran variabilitas bersama skor dari dua
distribusi atau dua variabel. Varians dan kovarians dirumuskan sebagai berikut:
Varians dari x adalah
22
2
( )
1 1x
x
xxJk ns
n n
−= =
− −
∑∑
Varians dari y adalah
22
2
( )
1 1y
y
yyJk ns
n n
−= =
− −
∑∑
Kovarians xy adalah
( )( )
1 1xy
xy
x yxyJp ns
n n
−= =
− −
∑ ∑∑
Menurut Azwar (2004, p45) dari cara estimasinya yang disesuaikan dengan
sifat dan fungsi setiap tes, tipe validitas digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content
27
validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruksi), dan criterion-related
validity (validitas berdasar kriteria).
a. Validitas Isi
Validasi ini mencari jawaban “sejauhmana item-item dalam tes mencakup
keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur” atau “sejauhmana isi tes
mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur”.
Pengertian “mencakup keseluruhan kawasan isi” tidak saja menunjukkan bahwa tes
itu harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan
dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.
Tingkat validitas isi yang dicapai oleh suatu tes banyak tergantung pada penilaian
subjektif individual. Karena estimasi validitas ini tidak melibatkan perhitungan
statistik apapun melainkan hanya analisis rasional maka tidaklah diharapkan setiap
orang akan sama sependapat mengenai sejauhmana validitas isi suatu tes telah
tercapai.
Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical
validity (validitas logik).
1) Validitas muka
Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena
hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan tes. Tes yang
memiliki validitas muka yang tinggi (tampak meyakinkan) akan memancing
motivasi individu yang dites untuk menghadapi tes tersebut dengan bersungguh-
sungguh.
28
2) Validitas logik
Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi tes merupakan representasi ciri-
ciri atribut yang hendak diukur.
b. Validitas Berdasar Kriteria
Prosedur pendekatan validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria
eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah
variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu ukuran lain
yang relevan.
c. Validitas Konstruksi
Validitas konstruksi adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana tes
mengungkap suatu trait atau konstruksi teoritik yang hendaknya diukur (Allen &
Yen, 1979).
Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi
antara skor tes dengan skor kriteria.
Menurut Usman (2006, p199) macam-macam teknik korelasi ditentukan
berdasar jenis variabel yang diukur. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Variabel yang Diukur
Produk Momen Pearson Kedua variabelnya berskala interval
Order Rank Spearman Kedua variabelnya berskala ordinal
Point Serial Satu berskala dikotomi sebenarnya dan satu berskala interval
Biserial Satu berskala dikotomi buatan dan satu berskala interval
Koefisien Kontingensi Kedua variabelnya berskala nominal
29
Menurut Azwar (2004, p19) koefisien korelasi product moment digunakan
sebagai koefisien validitas bagi tes yang bersangkutan, yaitu xyr , di mana x
melambangkan skor tiap kriteria, dan y melambangkan skor total tes.
Koefisien Korelasi Product Moment:
2 22 2
( )( )
( ) ( ).
i ii i
xy
i ii i
x yx y
nrx y
x yn n
−=
⎧ ⎫ ⎧ ⎫⎪ ⎪ ⎪ ⎪− −⎨ ⎬ ⎨ ⎬⎪ ⎪ ⎪ ⎪⎩ ⎭ ⎩ ⎭
∑ ∑∑∑ ∑∑ ∑
Keterangan:
n = banyaknya subjek
ix = skor kriteria ke-i
iy = skor total tes
xyr = korelasi product moment
Kriteria suatu item instrumen dikatakan valid ialah jika nilai korelasinya adalah ”positif”
dan ”lebih besar atau sama dengan r tabel (Lampiran 1 Nilai r Product Moment)”.
2.2.2.2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah sifat suatu alat ukur apakah cukup akurat dan stabil atau
konsisten dalam mengukur apa yang ingin diukur. Reliabilitas dapat juga dikatakan
sebagai keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, atau konsistensi.
Menurut Usman (2006) uji reliabilitas adalah proses pengukuran terhadap
ketepatan (konsisten) dari suatu instrumen. Pengujian ini dimaksudkan untuk menjamin
instrumen yang digunakan merupakan sebuah instrumen yang handal, konsistensi, dan
stabil, sehingga bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang relatif sama,
30
selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini,
relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaaan kecil di antara
hasil beberapa kali pengukuran. Bila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu,
maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan sebagai tidak reliabel.
Menurut Azwar (2004, p35) estimasi reliabilitas dilakukan melalui berbagai
metode pendekatan. Masing-masing metode pendekatan dikembangkan sesuai dengan
sifat dan fungsi alat ukur yang bersangkutan dengan mempertimbangkan pula segi-segi
praktisnya. Menurut prosedur yang dilakukan dan sifat koefisien yang dihasilkannya,
terdapat tiga macam pendekatan reliabilitas, yaitu pendekatan tes ulang (test-retest),
pendekatan bentuk paralel (paralel-forms), dan pendekatan konsistensi internal (internal
consistency).
a. Pendekatan Ulang Tes (test-retest)
Dilakukan dengan menyajikan tes dua kali pada satu kelompok subjek dengan
tenggan waktu di antara kedua penyajian tersebut. Asumsi yang menjadi dasar dalam
cara ini adalah suatu tes yang reliabel tentu akan menghasilkan skor-tampak yang
relatif sama apabila dikenakan dua kali pada waktu yang berbeda. Kedua skor yang
dihitung tadi dikorelasikan. Jika hasilnya sama dengan atau lebih besar dari 0,8 maka
instrumen tersebut dinyatakan reliabel.
b. Pendekatan Paralel (paralel-forms)
Dalam pendekatan ini, tes yang akan diestimasi reliabilitasnya harus ada paralelnya,
yaitu tes lain yang sama tujuan ukurnya dan setara isi item-nya baik secara kualitas
maupun kuantitasnya. Atau dengan istilah lain, harus dilakukan dua tes yang kembar.
Untuk membuat dua tes menjadi paralel, penyusunannya haruslah didasarkan pada
satu spesifikasi yang sama. Spesifikasi ini meliputi tujuan ukur, batasan objek ukur
31
dan operasionalnya, indikator-indikator perilakunya, banyak item, format item, serta
taraf kesukaran item. Kemudian masing-masing tes dihitung skornya. Lalu kedua
skor itu dikorelasikan. Jika hasilnya sama dengan atau lebih besar dari 0,8 maka
instrumen tersebut dinyatakan reliabel.
c. Pendekatan Konsistensi Internal (internal consistency)
Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan satu tes yang dikenakan hanya sekali
saja pada sekelompok subjek (single-trial administration). Dengan menyajikan satu
tes hanya sekali saja, maka masalah yang mungkin timbul pada dua pendekatan
reliabilitas terdahulu dapat dihindari.
Pendekatan reliabilitas konsistensi internal bertujuan melihat konsistensi antara item
atau antarbagian dalam tes itu sendiri. Untuk itu, setelah skor setiap item diperoleh
dari sekelompok subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan.
Menurut Azwar (2004, p63) prosedur analisis reliabilitas diarahkan pada analisis
terhadap item-item atau terhadap kelompok item dalam tes itu sehingga perlu
dilakukan pembelahan tes menjadi beberapa kelompok item yang disebut bagian atau
belahan tes. Setiap bagian atau belahan dapat berisi beberapa item, bahkan dapat
berisi hanya satu item saja (bila dibelah menjadi belahan-belahan sebanyak jumlah
item-nya). Bila kemudian bagian-bagian tes telah diperoleh maka reliabilitas tes
diperlihatkan oleh konsistensi antara item-item atau antara belahan-belahan tes
tersebut.
Menurut Azwar (2004, p65) membelah suatu tes menjadi beberapa bagian yang
setara atau homogen maksudnya ialah mengusahakan agar belahan yang satu dengan
yang lain memiliki jumlah item yang sama banyak, taraf kesukaran yang seimbang,
32
isi yang sebanding, dan sedapat mungkin memenuhi ciri-ciri paralelisme.
Pembelahan tes dapat dilakukan dengan cara random atau gasal-genap.
Formula-formula yang digunakan pada pendekatan konsistensi internal:
1) Formula Spearman-Brown untuk Belah Dua
Formula ini digunakan untuk estimasi relibilitas tes yang dibelah menjadi dua
bagian yang relatif paralel satu dengan yang lain. Formula ini dapat digunakan
pada tes yang item-itemnya diberi skor dikotomi maupun non-dikotomi.
Formula Spearman-Brown hanya dapat digunakan apabila diasumsikan
paralelisme diantara kedua belahan terpenuhi. Ciri terpenuhinya asumsi
paralelisme adalah apabila kedua belahan tes menghasilkan skor rata-rata (mean)
yang setara dan varians skor yang sebanding. Di samping itu, formula Spearman-
Brown hanya akan menghasilkan estimasi reliabilitas yang cermat apabila
koefisien korelasi diantara kedua belahan tes itu tinggi, karena tingginya korelasi
antara kedua belahan merupakan indikasi terpenuhinya asumsi paralelisme.
2) Formula Rulon
Rulon (1939) merumuskan suatu formula untuk mengestimasi reliabilitas belah-
dua tanpa perlu berasumsi bahwa kedua belahan mempunyai varians yang sama.
3) Koefisien Alpha
Telah dijelaskan bahwa formula Spearman-Brown hanya akan menghasilkan
estimasi reliabilitas yang cermat apabila belahan-belahan tes yang diperoleh
dapat memenuhi asumsi paralel. Bila tidak yakin bahwa asumsi paralel tersebut
terpenuhi, maka koefisien α (Cronbach, 1951) dapat digunakan.
Pembelahan tes tidak hanya terbatas pada membagi item-item tes kedalam dua
belahan saja. Cara pembelahan dapat diperluas pemakaiannya untuk membagi tes
33
menjadi beberapa belahan. Bahkan suatu tes yang akan diestimasi reliabilitasnya
dapat dibelah menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah item-nya sehingga setiap
bagian hanya berisi satu item saja.
Untuk tes yang dibelah menjadi lebih dari dua belahan yang masing-masing
berisi item dalam jumlah yang sama banyak, dapat digunakan formula alpha.
Rumusan formula koefisien alpha adalah sebagai berikut:
2
2. 11
j
x
skk s
α⎛ ⎞
= −⎜ ⎟⎜ ⎟− ⎝ ⎠
∑
Keterangan:
α = reliabilitas kuesioner
k = banyaknya belahan tes
2js = varians belahan j; j = 1, 2, ... k
2xs = varians skor tes
Menurut Usman (2006, p293) tes reliabilitas untuk skala Likert paling sering
menggunakan analisis item, yaitu untuk masing-masing skor item tertentu
dikorelasikan dengan skor totalnya. Untuk α yang kurang dari 0,80 dinyatakan
gugur (tidak reliabel).
2.2.3. Analytical Hierarchy Process
Menurut Russell dan Taylor (2003), Analytical Hierarchy Process (AHP) atau
proses hierarki analitik adalah perangkat pengambilan keputusan yang fleksibel untuk
permasalahan yang kompleks, melibatkan banyak kriteria, dan memerlukan
penyelarasan antara aspek kualitatif dan kuantitatif. Keunggulannya terletak pada
struktur hierarki yang memungkinkan pengambil keputusan memasukkan semua faktor
34
penting, realistis ataupun tidak, dan mengatur posisinya dalam hierarki sesuai dengan
tingkat kepentingannya.
Menurut Saaty (1999) yang ditulis oleh Russell dan Taylor (2003) proses
pengambilan keputusan dengan AHP terdiri dari lima tahap, yaitu:
1. Pembentukan hierarki.
Pada tahap ini dilakukan penentuan tujuan (level 1), kriteria (level 2), dan alternatif
(level 3) dari masalah.
2. Pembuatan kuesioner perbandingan berpasangan.
3. Sintesis.
4. Pengecekan konsistensi.
5. Evaluasi hasil.
Skala dasar untuk menilai tingkat kepentingan dalam AHP menggunakan
skala likert 1-9 seperti pada tabel 2.2.
Menurut Liebowitz (2001), Expert Choice 2000 (www.expertchoice.com)
adalah suatu sistem pendukung keputusan yang mengotomatisasi proses AHP. Expert
Choice mampu mendukung pengambilan keputusan dengan beberapa kriteria dan
alternatif. Software ini menyediakan penggunaan yang mudah melalui proses sebagai
berikut:
1. Membuat struktur dari suatu keputusan menjadi tujuan dan alternatif.
2. Membuat perbandingan berpasangan pada tujuan dan alternatif.
35
3. Sintesis tujuan dan input subjektif untuk menyusun daftar prioritas alternatif.
Tabel 2.2 Skala dasar perbandingan berpasangan
Intensitas Kepentingan Definisi Penjelasan
1 Kepentingan sama Dua elemen memberikan kontribusi yang sama terhadap suatu tujuan.
3 Kepentingan sedang Pengalaman dan pertimbangan sedikit lebih memilih satu elemen atas
lainnya.
5 Kepentingan kuat Pengalaman dan pertimbangan dengan lebih kuat memilih satu elemen atas
elemen yang lainnya.
7 Kepentingan sangat kuat Satu elemen dengan sangat kuat lebih dipilih atas elemen lainnya.
9 Kepentingan ekstrim Bukti lebih memilih satu elemen terhadap elemen lainnya sebagai tingkat afirmasi tertinggi yang
mungkin.
2, 4, 6, 8 Untuk nilai tengah dari nilai-nilai di atas
Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.
Kebalikan dari nilai di
atas
Jika elemen i memiliki nilai saat dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j
akan memiliki nilai kebalikannya jika
dibandingkan terhadap i.
Perbandingan yang diperoleh dengan memilih elemen lebih kecil sebagai
unit untuk mengestimasi elemen yang lebih besar sebagai hasil perkalian unit
tersebut.
2.2.4. Perumusan dan Perencanaan Strategis
Menurut Mulyadi (2001, p60), pada tahap perumusan strategi dilakukan
pengamatan terhadap faktor eksternal (tren perubahan lingkungan makro dan lingkungan
36
industri) serta faktor internal. Menurut Wheelen (2004), untuk mengidentifikasi
lingkungan eksternal terdapat dua jenis lingkungan yang akan dianalisis, yaitu
lingkungan makro (politik, ekonomi, sosial, teknologi) dan lingkungan industri (konsep
model Five Force Porter). Sedangkan pengamatan terhadap faktor internal perusahaan
dilakukan dengan analisis value chain.
Hasil pengamatan tren ini kemudian akan digabungkan dengan hasil analisis
SWOT. Lalu visi dan misi akan dijabarkan ke dalam tujuan (goals) dan ditetapkan
strategi untuk mewujudkan tujuan dan visi tersebut. Peran BSC dalam tahap ini ialah
memperluas perspektif yang dicakup dalam penafsiran dampak tren perubahan
lingkungan makro dan lingkungan industri. Di samping itu, BSC juga memperluas
perspektif yang dicakup dalam analisis SWOT.
Sedangkan pada tahap perencanaan strategis, strategi yang telah ditetapkan
pada tahap perumusan strategi, akan diterjemahkan menjadi tujuan strategis dalam
empat perspektif BSC
2.2.5. Analisis Value Chain
Analisis faktor internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan value chain analysis (Porter,1985). Value adalah jumlah yang mau dibayar
oleh pembeli atas manfaat yang diperoleh. Value diukur sebagai total revenue, refleksi
dari harga produk dengan total produk yang dapat dijual. Keuntungan (profit) akan
didapat jika value melebihi biaya pembuatan (pemrosesan) produk. Oleh karena itu
37
proses untuk penciptaan value harus dianalisis guna mengetahui posisi bersaing
(competitive position) perusahaan ditengah kondisi persaingan yang semakin ketat.
Value chain seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 menggambarkan total
value, yang terdiri dari value activities dan margin. Value activities adalah semua
aktivitas dan teknologi yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan kinerja,
digambarkan berupa kotak yang menunjukkan aktivitas untuk menghasilkan produk
bernilai (valuable product) bagi pembeli. Margin adalah selisih antara total value
dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan value activities.
Value activities terbagi menjadi dua jenis yaitu aktivitas utama (primary
activities) dan aktivitas pendukung (support activities), seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Aktivitas utama adalah semua kegiatan untuk menghasilkan produk yang
bernilai mulai dari pengadaan bahan, proses produksi hingga produk tersebut diterima
oleh pembeli. Aktivitas utama terbagi menjadi lima macam aktivitas seperti yang tertera
pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Value chain
38
2.2.6. Analisis PEST
Analisis faktor eksternal organisasi dilakukan dengan menggunakan
pendekatan PEST (Poltitic, Economi, Social and Technology) Analysis, yaitu mengkaji
kondisi politik, ekonomi, sosial dan teknologi yang dapat mempengaruhi kekuatan
bersaing.
2.2.7. Analisis Porter
Menurut Porter (John Ward, 2002) ada lima hal yang menentukan posisi
bersaing perusahaan yaitu ancaman dari pendatang baru, ancaman adanya produk
pengganti, kekuatan tawar perusahaan terhadap pemasok, posisi bersaing perusahaan,
dan kekuatan tawar pembeli terhadap perusahaan. Secara ringkas kelima hal yang
mempengaruhi posisi bersaing perusahaan dalam Porter Five Forces Analysis dapat
dilihat pada Gambar 2.2.
Pendatang Baru
Posisi Bersaing Perusahaan
Produk Pengganti
PembeliPemasokDaya Tawar Daya Tawar
Tantangan Pemain
Ancaman Produk
Gambar 2.2 Porter Five Forces Analysis
39
Tujuan strategi bersaing untuk suatu unit usaha (business unit) dalam sebuah industri
adalah menemukan posisi dalam industri tersebut dimana perusahaan dapat melindungi
diri sendiri dengan sebaik-baiknya terhadap tekanan (gaya) persaingan atau dapat
mempengaruhi tekanan tersebut secara positif.
a. Ancaman pendatang baru
Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk
merebut bagian pasar, serta seringkali juga sumber daya yang besar. Akibatnya harga
dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi kemampulabaan.
Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung pada rintangan
masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah dapat
diperkirakan oleh pendatang baru.
b. Ancaman produk pengganti
Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan menetapkan harga
pagu (Ceiling Price) yang dapat diberikan oleh perusahaan dalam industri. Semakin
menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh produk pengganti, semakin ketat
pembatasan laba industri.
Mengenali produk-produk subtitusi (pengganti) adalah persoalan mencari produk
lain yang dapat menjalankan fungsi-fungsi yang sama seperti produk dalam industri.
Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah produk-produk
yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau prestasi yang lebih baik
ketimbang produk industri atau dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi.
c. Kekuatan tawar perusahaan terhadap pemasok
Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar-menawar terhadap para peserta industri
dengan mengancam akan menaikan harga atau menurunkan mutu produk atau jasa
40
yang dibeli. Kondisi-kondisi yang membuat pemasok kuat cenderung serupa dengan
kondisi yang membuat pembeli kuat.
Kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat hal-hal berikut:
1. Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terkonsentrasi
ketimbang industri dimana mereka menjual.
2. Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri.
3. Industri tidak merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok pemasok.
4. Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli.
5. Produk kelompok pemasok terdiferensiasi atau pemasok telah menciptakan biaya
peralihan.
6. Kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan untuk
melakukan integrasi maju.
d. Posisi bersaing perusahaan
Rivalitas (rivalry) di kalangan pesaing yang ada, berbentuk pertumbuhan untuk
mendapatkan posisi dengan menggunakan taktik-taktik seperti persaingan harga,
perang iklan, introduksi produk dan meningkatkan pelayanan atau jaminan kepada
pelanggan.
e. Kekuatan tawar pembeli
Pembeli bersaing dengan industri dengan cara memaksa harga turun, tawar-menawar
untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai
pesaing satu sama lain. Semuanya dengan mengorbankan kemampulabaan industri.
Kelompok pembeli disebut kuat jika situasi berikut terjadi:
1. Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar relatif terhadap
penjualan pihak penjual.
41
2. Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya atau pembelian
yang cukup besar dari pembeli.
3. Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi.
4. Pembeli menghadapi biaya pengendalian yang kecil.
5. Pembeli mendapatkan laba kecil.
6. Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik.
7. Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli.
8. Pembeli mempunyai informasi lengkap.
2.2.8. Analisis SWOT
2.2.8.1. Definisi SWOT
Menurut Rangkuti (2004, p18) SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan Strengths (Kekuatan) dan Opportunities (Peluang),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan Weaknesses (Kelemahan) dan Threats
(Ancaman). Berikut penjelasan dari SWOT:
1. Strength (Kekuatan)
Kekuatan adalah sumber, keahlian, atau keuntungan relatif lainnya bagi pesaing dan
kebutuhan pasar akan pelayanan perusahaan. Kekuatan juga merupakan kemampuan
khusus memberikan keuntungan relatif bagi perusahaan di pasaran. Kemungkinan,
kekuatan memiliki hubungan dengan sumber-sumber keuangan, pemimpin pasar,
hubungan pembeli atau penyalur dan faktor lain.
42
2. Weakness (Kelemahan)
Kelemahan adalah kekurangan atau keterbatasan pada sumber, keahlian dan
kemampuan yang secara serius menghalangi keberhasilan pelaksanaan. Fasilitas,
sumber keuangan, kemampuan manajemen dan keahlian pemasaran dapat menjadi
salah satu sumber kelemahan.
3. Opportunity (Peluang)
Suatu peluang adalah situasi paling menguntungkan dalam lingkungan suatu
perusahaan. Kecenderungan adalah salah satu sumber peluang. Identifikasi tanpa
melihat segmen pasar yang terdahulu, perubahan dalam persaingan atau pengaturan
keadaan, perubahan teknologi dan mempertinggi pembelian atau hubungan penyalur
dapat menggambarkan peluang bagi perusahaan.
4. Threat (Ancaman)
Ancaman adalah situasi yang tidak menguntungkan bagi perusahaan dalam tingkat
tertentu. Ancaman merupakan halangan utama yang berlaku untuk semua perusahaan
atau posisi yang diinginkan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat,
peningkatan daya tawar menawar dari pembeli atau penyalur, perubahan teknologi,
dan perubahan pengaturan dapat menggambarkan ancaman bagi kesuksesan
perusahaan.
2.2.8.2. Matriks SWOT
Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan
adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set
43
kemungkinan alternatif strategis yang dapat dilihat pada gambar 2.3. (Rangkuti, 2004,
p31).
IFAS
EFAS
Strengths (S) Tentukan faktor kekuatan
internal
Weakness (W) Tentukan faktor kelemahan
internal Opportunities (O) Tentukan faktor
peluang eksternal
Strategi SO Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi WO Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Threats (T) Tentukan faktor
ancaman eksternal
Strategi ST Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WT Ciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan dan ancaman
Gambar 2.3 Matriks SWOT
Keterangan:
1. IFAS: Internal Strategic Factors Analysis Summary, yaitu terdiri dari kekuatan dan
kelemahan perusahaan.
2. EFAS: External Strategic Factors Analysis Summary, yaitu terdiri dari peluang dan
ancaman perusahaan.
3. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-
besarnya.
4. Strategi ST
Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi ancaman.
5. Strategi WO
Strategi ini ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
44
6. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
2.2.9. Perancangan Balanced Scorecard
Balanced Scorecard (BSC) terdiri atas dua suku kata, yaitu balanced yang
secara harafiah berarti seimbang dan scorecard yang berarti kartu skor (Umar, 2002,
p168). Scorecard adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
seseorang dan/atau suatu kelompok, juga untuk mencatat rencana skor yang hendak
diwujudkannya. Pada tahap berikutnya, seseorang dan/atau kelompok ini akan dievaluasi
kinerjanya dengan membandingkan antara apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah
direncanakan. Sementara itu, pengertian balanced ialah kinerja seseorang atau kelompok
tertentu akan diukur secara berimbang dari antara indikator-indikator berikut ini:
• Indikator keuangan dan non-keuangan
BSC menggunakan indikator pengukuran berdasarkan aspek keuangan (perspektif
keuangan) dan aspek non-keuangan (yaitu perspektif pelanggan, proses bisnis
internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan).
• Indikator kinerja masa lampau, masa kini, dan masa depan
Laporan keuangan adalah indikator yang menilai kinerja organisasi di masa lampau.
Laporan keuangan itu tidak bisa dijadikan patokan tunggal untuk menentukan
strategi di masa depan. Bila memimpin organisasi diibaratkan seperti mengendarai
sebuah mobil, laporan keuangan adalah kaca spion yang berfungsi menunjukkan hal-
hal yang terjadi di belakang. Sedangkan BSC dapat diibaratkan sebagai dashboard
45
mobil yang terdiri dari panel yang memungkinkan kita untuk melihat kecepatan
mobil saat ini, jumlah bensin yang tersisa, tingkat temperatur mesin, tanda peringatan
bila bensin hampir habis, tanda peringatan bila ada pintu mobil yang masih belum
terkunci, dan sebagainya. Dengan demikian, BSC berguna untuk melihat kinerja
masa lalu, dan masa kini, serta mendorong organisasi untuk meningkatkan kinerja di
masa depan.
• Indikator internal dan eksternal
Dari empat perspektif dalam BSC, perspektif proses bisnis internal dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan lebih berfokus ke internal perusahaan. Sedangkan
perspektif pelanggan dan keuangan lebih berfokus ke eksternal perusahaan.
• Indikator yang bersifat leading (cause/drivers) dan lagging (effect/outcome)
BSC dapat menggambarkan hubungan sebab-akibat yang jelas. BSC memetakan
penyebab yang mendorong terciptanya kinerja yang baik atau buruk, serta akibat
yang dapat ditimbulkan atau dihasilkan dari sebab-sebab tersebut.
• Indikator dari sisi proses dan orang
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan serta perspektif pelanggan lebih berfokus
ke orang (people). Sedangkan perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis
internal lebih berfokus ke proses (process).
BSC membantu orang-orang yang terlibat dalam perencanaan strategis
perusahaan – misalnya dewan direktur, manajer, supervisor – untuk berkomunikasi.
Masalah yang umum terjadi ialah produk akhir (barang dan/atau jasa), rencana strategis,
proses-proses manajemen, tidak dikomunikasikan secara baik kepada pengguna akhir.
46
Tabel-tabel dan grafik-grafik berwarna, sampul buku rencana bisnis yang indah, format
dan gaya penulisan yang memukau menunjukkan persiapan rencana bisnis yang indah,
fomat dan gaya penulisan yang memukau menunjukkan persiapan rencana bisnis
strategis perusahaan yang profesional, namun sayangnya upaya-upaya awal yang
memakai banyak sumber daya (waktu, uang, dan energi) itu tidak berdampak bagi
orang-orang yang harus melaksanakan rencana bisnis strategis itu.
2.2.10. Empat Langkah Penggunaan Balanced Scorecard
Untuk menerapkan balanced scorecard dalam suatu organisasi, Norton dan
Kaplan (2000, p9) menjelaskan bahwa organisasi harus :
1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan dan ukuran strategis
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif strategis
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis
Keempat tahap tersebut disebut juga sebagai kerangka kerja manajemen strategis.
2.2.11. Faktor Penghambat
Menurut Suwardi (2007), terdapat empat faktor penghambat dalam
implementasi rencana-rencana bisnis strategis, yaitu:
1. Hambatan visi (vision barrier)
Tidak banyak orang dalam organisasi yang memahami strategi organisasi mereka.
2. Hambatan orang (people barrier)
Banyak orang dalam organisasi yang memiliki tujuan yang tidak terkait dengan
strategi organisasi.
47
3. Hambatan sumber daya (resource barrier)
Waktu, energi, dan uang tidak dialokasikan pada hal-hal yang penting (kritis) dalam
organisasi. Misalnya, anggaran tidak dikaitkan dengan strategi bisnis, sehingga
menghasilkan pemborosan sumber daya.
4. Hambatan manajemen (management barrier)
Manajemen menghabiskan terlalu sedikit waktu untuk strategi organisasi dan terlalu
banyak waktu untuk pembuatan keputusan taktis jangka pendek.
Berdasarkan kenyataan di atas, dibutuhkan suatu cara baru untuk
mengkomunikasikan rencana-rencana bisnis strategis kepada pengguna akhir. Alat
komunikasi antara manajemen organisasi dan karyawan itu adalah BSC. Dengan
memakai BSC, rencana-rencana strategis akan mencapai setiap orang dalam organisasi,
karena semua orang dalam organisasi telah memiliki alat komunikasi (bahasa) yang
sama. Bila rencana-rencana bisnis strategis itu dinyatakan dalam bentuk pengukuran dan
target, karyawan dapat mengerti dan mengaitkan dengan apa yang akan terjadi. Hal ini
akan mengarah ada pelaksanaan rencana-rencana strategis yang lebih baik.
2.2.12. Perspektif BSC
Pada dasarnya, BSC ialah sistem manajemen bagi perusahaan untuk
berinvestasi dalam jangka panjang – untuk pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan,
dan proses bisnis internal (sistem) – demi mencapai hasil-hasil finansial yang
memungkinkan perkembangan organisasi bisnis daripada sekadar mengelola bottom line
untuk memacu hasil-hasil jangka pendek.
48
BSC memberi manajemen organisasi suatu pengetahuan, keterampilan, dan
sistem yang memungkinkan karyawan dan manajemen belajar dan berkembang terus-
menerus (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) dalam berinovasi untuk
membangun kapabilitas strategis yang tepat serta efisiensi (perspektif proses bisnis
internal) agar mampu menyerahkan nilai spesifik ke pasar (perspektif pelanggan), dan
selanjutnya akan mengarah pada nilai saham yang terus-menerus meningkat (perspektif
finansial).
2.2.12.1. Perspektif Finansial
Menurut Gaspersz (2005, p38) untuk membangun suatu Balanced Scorecard,
unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan tujuan finansial yang berkaitan dengan strategi
perusahaan. Tujuan finansial berperan sebagai fokus bagi tujuan-tujuan strategis dan
ukuran-ukuran semua perspektif dalam Balanced Scorecard.
Menurut Kaplan (2000, p42) pengukuran kinerja keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu:
1. Bertumbuh (Growth)
Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan di mana perusahaan memiliki produk
atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Pada tahap
ini, perusahaan mungkin beroperasi dengan arus kas negatif dan pengembalian modal
investasi yang rendah.
2. Bertahan (Sustain)
Tahapan kedua di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi
dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan
mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya, jika
49
mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk mengembangkan
kapasitas dan meningkatkan perbaikan opersional secara konsisten.
3. Menuai (Harvest)
Tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar memanen atau menuai hasil
investasi di tahap-tahap sebelumnya. Sasaran-sasaran keuangan dianggap paling
utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolak ukur adalah memaksimumkan
arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.
Untuk setiap strategi pertumbuhan, bertahan, dan menuai, ada tiga tema
finansial yang dapat mendorong penetapan strategi bisnis, yaitu:
1. Bauran dan pertumbuhan pendapatan.
Bauran produk dan pertumbuhan pendapatan adalah berbagai usaha dalam
pengembangan produk dengan perluasan pasar, teknologi, pelanggan, dan segala
penciptaan nilai tambah yang tinggi. Berdasarkan visi dan misi yang telah
dirumuskan, perusahaan pada intinya ingin meningkatkan pendapatan dengan cara
menjawab kebutuhan konsumen dengan produk-produk yang dijual.
2. Penghematan biaya/ peningkatan produktivitas.
Selain menetapkan tujuan bauran pertumbuhan dan pendapatan, perusahaan dapat
meningkatkan kinerja biaya dan produktivitas. Misalnya dengan meningkatkan
produktivitas pendapatan, mengurangi biaya satuan, meningkatkan bauran saluran,
dan mengurangi biaya operasi.
3. Pemanfaatan aktiva/strategi investasi.
Tujuan seperti return-on-capital, tingkat pengembalian investasi, dan nilai tambah
ekonomis, memberikan ukuran keberhasilan strategi finansial dalam peningkatan
pendapatan, penghematan biaya, dan pemanfaatan aktiva.
50
2.2.12.2. Perspektif Pelanggan
Menurut Gaspersz (2005, p52) dalam perspektif pelanggan dari Balanced
Scorecard, perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana
mereka akan berkompetisi. Elemen yang paling penting dalam suatu bisnis adalah
kebutuhan pelanggan. Karena itu, identifikasi secara tepat kebutuhan pelanggan sangat
diperlukan.
Menurut Yuwono et al. (2006, p32) Filosofi manajemen terkini telah
menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan customer
satisfaction. Perspektif ini merupakan leading indicator. Jadi, jika pelanggan tidak puas,
mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang
buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun
saat ini kinerja keuangan terlihat baik.
Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu:
1. Pengukuran Utama Pelanggan (Customer Core Measurement)
Customer Core Measurement memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:
a. Pangsa Pasar (Market Share)
Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan
pasar yang ada, yang meliputi antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan
volume unit penjualan.
b. Tingkat Retensi Pelanggan (Customer Retention)
Mengukur di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan
konsumen.
51
c. Tingkat Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition)
Mengukur di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau
memenangkan bisnis baru.
d. Tingkat kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction)
Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam
value proposition.
e. Profitabilits Pelanggan (Customer Profitability )
Mengukur laba bersih dari seseorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi
biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
Pangsa Pasar
Retensi Pelanggan
Kepuasan Pelanggan
Akuisisi Pelanggan
Profitabilitas Pelanggan
Gambar 2.4 Customer Core Measurement
2. Proporsi Nilai Pelanggan (Customer Value Proposition)
Customer value proposition memiliki tiga komponen pengukuran, yaitu:
a. Atribut produk atau jasa (Product/ service attribut)
Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas.
b. Hubungan dengan Pelanggan (Customer Relationship)
Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang
ditawarkan perusahaan.
52
c. Pemikiran dan Reputasi (Image and Reputation)
Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk
berhubungan dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan
melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
2.2.12.3. Perspektif Proses Bisnis dan Internal
Menurut Gaspersz (2005, p59) dalam perspektif proses bisnis internal
Balanced Scorecard, manajer harus mengidentifikasi proses-proses yang paling kritis
untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan (perspektif pelanggan) dan
tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham (perspektif finansial). Banyak organisasi
memfokuskan untuk melakukan peningkatan proses-proses operasional.
Gambar 2.5 Analisis Rantai Proses Bisnis Internal
Proses bisnis internal dapat dianalisis dengan menggunakan analisis rantai
nilai seperti terlihat pada Gambar 2.5.
Perspektif proses bisnis internal terbagi ke dalam tiga bagian utama, yaitu:
1. Proses Inovasi
Di dalam proses inovasi ini unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten
dari pelanggan dan menciptakan solusi untuk memenuhi kebutuhan itu. Selanjutnya
perusahaan mendesain dan mengembangkan produk/ jasa baru yang mampu
meningkatkan pasar dan meraih pelanggan baru.
53
2. Proses Operasional
Aktivitas proses operasi terbagi ke dalam dua bagian, yaitu proses pembuatan produk
dan penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam
proses operasi adalah waktu, kualitas, dan biaya.
Proses ini mengidentifikasi sumber-sumber pemborosan dalam proses operasional
serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat dalam proses operasional itu demi
meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan kualitas produk dan proses,
memperpendek waktu siklus sehingga meningkatkan penyerahan produk berkualitas
tepat waktu dan lain-lain.
3. Proses Pelayanan
Proses ini berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti: pelayanan purna
jual, menyelesaikan masalah yang timbul pada pelanggan dalam kesempatan pertama
secara cepat, melakukan tindak lanjut secara proaktif dan tepat waktu, memberikan
sentuhan pribadi (personal touch) dan lain-lain.
2.2.12.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Menurut Gaspersz (2005, p62) tujuan-tujuan dalam perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan merupakan pengendali untuk mencapai keungggulan outcome
perspektif finansial, pelanggan dan proses bisnis internal.
Menurut Kaplan (2000, p110) terdapat tiga kategori yang sangat penting
dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu: kompetensi pegawai,
infrastruktur teknologi, serta motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan .
Ukuran perspektif ini dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
54
a. Kapabiltas karyawan (Employee capabilities)
Bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannya untuk
organisasi. Untuk itu, perencanaan dan upaya implementasi reskilling pekerja yang
menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Tiga pengukuran yang digunakan ialah kepuasan, retensi, dan
produktivitas pekerja.
b. Kapabilitas sistem informasi (Information system capabilities)
Meskipun motivasi dan keahlian pekerja telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan
perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik yang dapat
mendukung kinerja pekerja.
c. Motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan (Motivation, empowerment, and
alignment)
Perspektif ini penting untuk menjamin terciptanya proses berkesinambungan
terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi
pekerja.
2.2.13. Teori Pendukung Indikator Pengukuran
2.2.13.1. Pengukuran Indikator Finansial
Menurut Rangkuti (2006, p148), kebijakan mengenai laba harus seimbang
dengan kebijakan peningkatan kesejahteraan karyawan dan kebijakan peningkatan
kemakmuran masyarakat secara luas. Untuk mengendalikan laba yang diperoleh,
perusahaan dapat menganalisis rasio-rasio profitabilitas. Jenis rasio profitabilitas ialah:
55
• Net Profit Margin (NPM)
NPM dapat diperoleh dengan menghitung rasio antara laba bersih setelah pajak (net
profit after tax) dengan penjualan (sales). Rumus NPM ialah:
NPM = Laba bersih 100%Penjualan bersih
x
Semakin besar rasio NPM menunjukkan bahwa manajemen telah bekerja dengan
baik dalam pengelolaan operasional perusahaan. Rasio ini merupakan ukuran
kemampuan perusahaan untuk mengubah setiap rupiah yang diperoleh dari penjualan
menjadi keuntungan bersih.
• Return on Investment (ROI)
Istilah investasi selalu mengacu pada total aset atau net asset. Di mana total aset =
(fixed asset + current asset) – current liabilities. Rumus ROI adalah:
ROI = Laba bersih 100%Total aset
x
2.2.13.2. Konsep Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler yang dikutip Tjiptono (2001) terdapat empat metode untuk
mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran, artinya setiap perusahaan yang berorientasi pada
pelanggan perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya
untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa
digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis,
menyediakan kartu komentar, menyediakan saluran telepon.
56
2. Survei kepuasan pelanggan, artinya kepuasan pelanggan dilakukan dengan
menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi.
Dengan melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik
secara langsung dari pelanggan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa
perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan
pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
a. Directly reported satisfaction, yaitu pengukuran dilakukan secara langsung
melalui pertanyaan, seperti sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat
puas.
b. Derived dissatisfaction, yaitu pertanyaan yang menyangkut besarnya harapan
pelanggan terhadap atribut.
c. Problem analysis, artinya pelanggan yang dijadikan responden untuk
mengungkapkan dua hal pokok, yaitu masalah-masalah yang mereka hadapi
berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan saran-saran untuk melakukan
perbaikan.
d. Importance-performance analysis, artinya dalam teknik ini responden dimintai
untuk me-ranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan pentingnya
elemen.
3. Ghost shopping, artinya metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan
beberapa orang (Ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai
pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian Ghost
shopper menyampaikan temuan-temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk
perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-
produk tersebut.
57
4. Lost customer analysis, artinya perusahaan menghubungi para pelanggannya yang
telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok dan diharapkan diperoleh
informasi penyebab terjadinya hal tersebut.
Tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu suatu produk. Suatu
produk dikatakan bermutu bagi seseorang kalau produk tersebut dapat memenuhi
kebutuhannya. Aspek mutu suatu produk dapat diukur. Pengukuran tingkat kepuasan
erat hubungannya dengan mutu produk. Di samping itu, pengukuran aspek mutu
bermanfaat bagi pimpinan bisnis, yaitu
untuk mengetahui dengan baik bagaimana jalannya proses bisnis.
mengetahui di mana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan perbaikan
secara terus-menerus untuk memuaskan pelanggan.
menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke perbaikan.
Salah satu cara untuk mengukur sikap pelanggan ialah dengan menggunakan
kuesioner. Perusahaan harus mendesain kuesioner kepuasan pelanggan yang secara
akurat dapat memperkirakan persepsi pelanggan tentang mutu barang atau jasa.
Penggunaan kuesioner kepuasan pelanggan harus benar-benar dapat mengukur dengan
tepat persepsi dan sikap pelanggan.
2.2.13.3. Stock Turnover
Menurut Rangkuti (2006, p144), perusahaan selalu berusaha mengelola
asetnya secara optimal untuk memperoleh nilai penjualan dan laba yang semakin tinggi.
Analisis rasio aktivitas dapat menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam
mengelola aset yang dimilikinya. Rasio aktivitas disebut juga rasio perputaran karena
rasio ini dapat menjelaskan kecepatan perputaran antara penjualan dengan aset.
58
Keseimbangan kecepatan perputaran antara penjualan dan aset menunjukkan manajemen
telah bekerja secara optimal. Semakin tinggi nilai tingkat perputaran stock, kinerja
perusahaan semakin baik, karena akan memenuhi kebutuhan aliran kas dan modal kerja.
Menurut Rangkuti (2006, p144) rumus yang digunakan untuk menghitung
perputaran persediaan (stock turnover) pada perusahaan dagang ialah:
COGS=Stock Turnover
Average Stock
Keterangan:
Average Inventory dihitung dengan cara: persediaan awal ditambah persediaan akhir,
lalu dibagi dua.
Cost of Goods Sold (COGS) adalah biaya penjualan barang (Rangkuti, 2006, p160).
COGS dihitung berdasarkan biaya-biaya berikut:
• Inventory awal
• Net cost dari barang yang dibeli
• Inventory akhir
Cost Of Goods Sell (COGS) adalah biaya yang dibutuhkan untuk produksi, material,
atau pekerja yang berkaitan langsung dengan penjualan. Biaya ini dibebankan kepada
penjual untuk setiap barang yang dijual kepada pelanggan. Berdasarkan COGS,
pengusaha dapat menentukan harga jual produk, dapat memperkirakan keuntungan yang
akan diperoleh, dan dapat memperkirakan tambahan biaya-biaya lainnya yang harus
dipertimbangkan dalam penjualan (Rangkuti, 2006, p167).
Rumus COGS untuk perusahaan retail ialah:
59
COGS = Persediaan awal + Pembelian + Net Cost dari barang yang dibeli – Persediaan
Akhir
2.2.13.4. Teori Hierarki Kebutuhan
Setiap manusia memiliki kebutuhan yang tergantung dari kepentingan masing-
masing individu. Dengan kenyataan ini, Maslow (1954) membuat “need hierarchy
theory” untuk menjawab tentang kebutuhan manusia tersebut. Menurut Hasibuan (2003),
hierarki kebutuhan Maslow menganggap memotivasi orang sama dengan memuaskan
kebutuhan internal mereka.
Manusia dapat mengejar tingkat kebutuhan yang lebih tinggi seperti
aktualisasi diri hanya jika tingkat kebutuhan yang lebih rendah sudah terpuaskan, yaitu
kebutuhan fisiologis (memiliki cukup makanan), perlindungan dan keamanan (merasa
aman dari bahaya), penerimaan sosial (mempunyai orang lain yang mendukung dan
bekerja sama). Semua faktor tersebut berasal dari luar diri manusia. Lalu ada dua tingkat
kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk dihargai (merasa nyaman terhadap
diri sendiri) dan aktualisasi diri (berjuang mengembangkan diri).
60
2.3. Sistem Informasi
2.3.1. Pengertian Sistem
Menurut McLeod (2001, p11) sistem merupakan sekelompok elemen yang
terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan.
Mathiassen et al (2000, p9) mengatakan bahwa sistem adalah sekumpulan
komponen yang mengimplementasikan persyaratan modelling, functions, dan interfaces.
Menurut O’Brien (2003, p8), sistem adalah sebuah kelompok yang
terintegrasi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan menerima
masukan (inputs) dan menghasilkan keluaran (outputs) dalam sebuah proses
transformasi yang terorganisir dengan baik.
Dari pengertian–pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian
sistem secara umum adalah sekumpulan komponen yang saling terintegrasi dan
mengimplementasikan persyaratan modelling, functions, dan interfaces untuk mencapai
suatu tujuan melalui transformasi.
Sistem terdiri dari elemen-elemen yang menunjang terbentuknya sistem itu
sendiri yaitu input, proses transformasi, output, dan feedback. Dimana elemen umpan
balik (feedback) terkadang digunakan untuk menampung informasi dari output sistem
dan memberikan kepada sistem sebagai input baru.
Sistem ini sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu sistem terbuka dan sistem
tertutup. Suatu sistem yang dihubungkan dengan lingkungannya melalui arus sumber
61
daya disebut sistem terbuka, sedangkan jika sistem tidak lagi dihubungkan dengan
lingkungannya maka ini disebut sistem tertutup.
2.3.2. Pengertian Informasi
Menurut Romney dan Steinbart (2002, p9), informasi adalah data yang telah
diorganisasikan dan diolah sehingga mempunyai arti.
Menurut McLeod (2001, p12), informasi merupakan data yang telah diproses
atau data yang memiliki arti, biasanya memberitahukan pengguna sesuatu yang belum
diketahuinya.
Terdapat empat dimensi informasi menurut McLeod, yaitu :
• Ketepatan waktu
Informasi harus dapat tersedia untuk memecahkan masalah pada waktu yang tepat,
sebelum situasi menjadi tidak terkendali atau kesempatan yang ada menghilang.
• Kelengkapan
Perusahaan khususnya manajer harus dapat memperoleh informasi yang memberi
gambaran lengkap dari suatu permasalahan atau penyelesaian. Namun pemberian
informasi yang tidak berguna secara berlebihan harus dihindari.
• Akurasi
Secara ideal, semua informasi harus akurat untuk menunjang terbentuknya sistem
yang akurat pula.
62
• Relevansi
Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan masalah
yang sedang dihadapi.
2.3.3. Pengertian Sistem Informasi
Menurut O’Brien (2003, p7), sebuah sistem informasi dapat berupa kombinasi
teratur dari orang, hardware, software, jaringan komunikasi dan sumber data yang
mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi di dalam suatu organisasi.
Menurut Laudon (2004, p7), sistem informasi adalah sebuah kumpulan dari
komponen-komponen yang saling berhubungan yang mengumpulkan (atau mengambil
kembali), mengolah, menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk mendukung
pengambilan keputusan, koordinasi, dan pengendalian di dalam sebuah organisasi.
Jadi sistem informasi adalah elemen-elemen yang saling berkaitan dengan
menggunakan sumber daya untuk mengolah masukan berupa data menjadi keluaran
berupa informasi, sehingga berguna bagi pihak yang membutuhkannya.
2.4. Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Mathiassen (2000, p135), Object-Oriented Analysis and Design
(OOAD) adalah metode untuk menganalisis dan merancang sistem dengan pendekatan
berorientasi object.
63
Menurut Mathiassen (2000, p4-6), pada tahap analisis, identitas sebuah object
menjelaskan bagaimana user membedakannya dari object lain. Sedangkan pada tahap
perancangan, identitas sebuah object digambarkan dengan cara bagaimana object lain
mengenalinya sehingga dapat diakses. Pada tahap analisis, behavior object digambarkan
melalui event yang dilakukan atau dialaminya. Sedangkan pada tahap perancangan,
behavior object digambarkan dengan operation yang dapat dilakukan object tersebut
yang dapat mempengaruhi object lain dalam sistem. Dalam tahap analisis, pengembang
menggunakan objek untuk menentukan kebutuhan sistem. Sedangkan pada tahap
perancangan, objek digunakan untuk mendeskripsikan sistem itu sendiri.
2.4.1. Objek dan Class
Objek merupakan sebuah entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku
(Mathiassen et al., 2000,p4). Contoh dari objek misalnya pelanggan yang merupakan
entitas dengan identitas yang spesifik, status, dan perilaku tertentu yang berbeda antara
satu pelanggan dengan pelanggan yang lain. Sedangkan class merupakan deskripsi dari
kumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku, dan atribut yang sama
(Mathiassen et al., 2000,p4). Class berguna untuk memahami dan mendeskripsikan
objek.
2.4.2. Konsep Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Terdapat tiga buah konsep atau teknik dasar dalam proses analisa dan
perancangan berorientasi objek, yaitu:
64
1. Encapsulation
Encapsulation dalam bahasa pemrograman berorientasi objek berarti
pengelompokkan fungsi. Pengelompokkan ini bertujuan agar developer hanya perlu
memanggil fungsi yang telah dibuat sebelumnya sehingga tidak perlu membuat
coding untuk fungsi yang sama.
2. Inheritance
Inheritance dalam bahasa pemrograman berorientasi objek secara sederhana berarti
menciptakan sebuah class baru yang memiliki sifat-sifat dan karakteristik-
karakteristik sama dengan yang dimiliki class induknya ditambah dengan sifat dan
karakteristik individualnya sendiri.
3. Polymorphism
Polymorphism berarti kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk menyediakan
atribut dan operasi yang sama dalam hal yang berbeda. Polymorphism adalah hasil
natural dari fakta bahwa objek dari tipe yang berbeda atau bahkan dari sub-tipe yang
berbeda dapat menggunakan atribut dan operasi yang sama.
2.4.3. Kelebihan dan Kekurangan Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen et al. (2000, p5-6) menyebutkan bahwa terdapat kelebihan
menggunakan OOAD diantaranya adalah:
1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem.
2. Dapat menangani data yang seragam dalam jumlah yang besar dan
mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.
65
3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi objek,
user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.
Selain kelebihan yang diperoleh dalam menggunakan OOAD seperti yang
telah disebutkan di atas, ternyata juga terdapat beberapa kekurangan yang berhasil
diidentifikasi oleh McLeod (2001, p615) yaitu:
1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
3. Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk sistem
bisnis.
2.4.4. Aktivitas Utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen et al. (2000, p14-15) menjelaskan empat buah aktivitas utama
dalam analisis dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan pada gambar 2.6
berikut ini.
66
Gambar 2.6 Aktivitas Utama dalam OOAD menurut Mathiassen et al
Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci mengenai keempat aktivitas
utama dalam melakukan analisa dan perancangan berorintasi objek menurut Mathiassen
et al. (2000, pp14-15):
1. Analisis Problem Domain
Problem domain ialah bagian dari situasi (context) yang diatur, diawasi, dan
dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem domain adalah
mengidentifikasi dan memodelkan problem domain untuk mendeskripsikan
kebutuhan dalam sistem. Analisis problem domain terbagi menjadi tiga aktivitas
seperti pada gambar 2.7, yaitu:
a. Classes. Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model
problem domain.
67
b. Structure. Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi
struktural antara class dan objek.
c. Behaviour. Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
Gambar 2.7 Aktivitas Analisis Problem Domain
Titik awal analisis problem domain adalah system definition. System definition adalah
penjelasan ringkas suatu sistem terkomputerisasi yang dideskripsikan dalam bahasa
sehari-hari (Mathiassen, 2000, p24). System definition ini menggambarkan pilihan
sistem yang akan dikembangkan. System definition menjelaskan konteks sistem,
informasi yang harus dikandung dalam sistem, fungsi-fungsi dalam sistem,
penggunaan serta batasan-batasan yang harus diperhatikan. Kriteria FACTOR yang
digunakan untuk menjelaskan system definition (Mathiassen, 2000, p39-40)
merupakan singkatan dari enam kriteria, yaitu:
• Functionality. Fungsi dari sistem yang mendukung kegiatan dalam application
domain.
• Application domain. Bagian dari organisasi yang mengatur, mengawasi dan
mengontrol problem domain.
• Conditions. Kondisi di mana system akan dikembangkan dan digunakan.
68
• Technology. Teknologi yang digunakan, baik untuk mengembangkan sistem
maupun yang memungkinkan dan mendukung jalannya sistem.
• Objects. Objek utama dalam problem domain
• Responsibility. Tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam hubungannya
dengan konteksnya.
Pada aktivitas classes, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan class
dan event (Mathiassen, 2000, p47). Langkah berikutnya adalah membuat sebuah
event table untuk menentukan event-event yang dimiliki oleh setiap objek.
Pada aktivitas structure, class-class yang telah ditentukan sebelumnya akan
dihubungkan berdasarkan tiga jenis hubungan struktural yaitu generalisasi, agregasi,
atau asosiasi sehingga menjadi sebuah diagram yang disebut class diagram.
Dalam aktivitas behavior, akan dilakukan analisis dari perilaku dan interaksi objek
(Mathiassen, 2000, p47). Pada tahap ini, definisi class dalam class diagram akan
diperluas dengan menambahkan deskripsi pola perilaku dan atribut dari masing-
masing class. Pola perilaku dari class terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Sequence, merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu.
• Selection, merupakan pemilihan salah satu dari beberapa event yang terjadi.
• Iteration, merupakan event yang terjadi berulang kali.
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan
perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event tertentu
mulai dari initial state sampai dengan final state.
69
2. Analisis Application Domain
Menurut Mathiassen, et al (2000, p115), application-domain adalah organisasi yang
mengatur, memonitor atau mengendalikan problem-domain. Analisis application-
domain memfokuskan pada bagaimana target dalam sistem untuk mendefinisikan
kebutuhan function dan interface sistem. Analisis application domain terdiri dari tiga
aktivitas, yaitu:
a. Usage. Yaitu menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi
dengan user.
b. Functions. Yaitu menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah
informasi.
c. Interface. Yaitu menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang
interface.
Berikut ini merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat melakukan
analisis application domain.
Gambar 2.8 Aktivitas Analisis Application Domain
Usage adalah kegiatan pertama dalam analisis application domain yang bertujuan
untuk menentukan bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna atau sistem
70
yang berinteraksi dengan sistem yang dituju (Mathiassen, et al, 2000, p119-120). Hal
pertama yang harus dilakukan adalah membuat actor table yang dapat membantu
menentukan actor dan use case yang berkaitan. Langkah selanjutnya ialah
mendeskripsikan interaksi antara aktor dengan sistem tersebut dalam use case
diagram.
Aktivitas kedua, yaitu function akan memfokuskan pada bagaimana cara sebuah
sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan pekerjaan mereka (Mathiassen, et
al, 2000, p137-138). Function memiliki empat tipe yang berbeda, yaitu:
1. Update
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan
perubahan status model.
2. Signal
Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan reaksi di
dalam context.
3. Read
Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan menghasilkan
tampilan model sistem yang relevan.
4. Compute
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan berisi
perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun oleh model. Hasilnya adalah
tampilan dari hasil perhitungan yang dilakukan.
71
Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan sistem untuk
memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-function
yang ada pada sistem. Daftar function harus lengkap dan menyatakan kebutuhan
kolektif dari aktor sehingga harus konsisten dengan use case.
Aktivitas ketiga, yaitu interface menghubungkan sistem dengan semua aktor yang
berhubungan dalam konteks (Mathiassen, et al, 2000, p151-152). Ada dua jenis
interface, yaitu: interface pengguna yang menghubungkan pengguna dengan sistem
dan interface sistem yang menghubungkan sistem dengan sistem lainya.
Kegiatan analisis user interface ini berdasarkan pada hasil dari kegiatan analisis
lainnya, seperti model problem domain, kebutuhan functional dan use case. Untuk
menentukan elemen dari user interface dapat mengunakan object dan class pada
model serta functions. Elemen tersebut harus direpresentasikan dalam bentuk yang
mudah dipahami oleh user, seperti icon, fields, tables, diagrams, windows, button.
Sedangkan untuk kasus yang kompleks, dapat mengunakan Sequence Diagram untuk
merelasikan interaksi antara elemen interface dengan use case-nya. Sequence
Diagram mendeskripsikan langkah-langkah interaksi individual dan
menghubungkannya dengan window yang relevan.
Aktivitas interface mencakup pembuatan navigation diagram yang merupakan
skema yang menunjukkan tampilan dari sistem dan relasi antar interface. Navigation
Diagram menyediakan gambaran keseluruhan dari elemen user interface. Diagram
ini terdiri dari gambar yang diperkecil di setiap window, panah yang menunjukkan
bagaimana mengunakan button dan seleksi lain yang akan mengaktivasi function
atau membuka window lain (Mathiassen et al, 2000, p159).
72
3. Architectural Design
Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas pengembangan
sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem. Tujuannya adalah
untuk membuat struktur dari sebuah sistem yang terkomputerisasi. Hasil yang
diperoleh berupa struktur dari komponen-komponen dan proses-proses sistem.
Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component
architecture, dan process architecture. Tahapan ini dapat dilihat dalam gambar 2.9.
Gambar 2.9 Aktivitas Architectural Design
Pada aktivitas pertama, criteria merupakan properti yang diinginkan dari sebuah
arsitektur. Tujuan aktivitas criteria adalah untuk menentukan prioritas desain. Hasil
yang diperoleh dari tahap ini adalah kumpulan criteria untuk desain yang telah
diprioritaskan. Tabel 2.3 menunjukkan criterion yang telah ditentukan oleh para
peneliti untuk menentukan kualitas dari sebuah software.
73
Tabel 2.3 Criteria untuk Menentukan Kualitas Software
Criterion Ukuran
Usable Kemampuan sistem beradaptasi dengan context organisasional dan teknikal
Secure Pencegahan akses ilegal terhadap data dan fasilitas
Efficient Eksploitasi ekonomis dari fasilitas technical platform
Correct Kesesuaian dengan kebutuhan
Reliable Fungsi yang dijalankan secara tepat
Maintainable Biaya untuk mencari dan memperbaiki kerusakan sistem
Testable Biaya untuk menjamin bahwa sistem melakukan fungsinya
Flexible Biaya memodifikasi sistem
Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memahami sistem
Reusable Penggunaan bagian dari sistem ke dalam sistem lain yang berkaitan
Portable Biaya memindahkan sistem ke technical platform lain
Interoperable Biaya pemasangan sistem dengan sistem lain
Mathiassen et al. (2000, pp179-182) menyebutkan bahwa kriteria usable, flexible,
dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum yang harus dimiliki oleh
sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan sistem.
Pada aktivitas kedua, Component architecture adalah struktur sistem dari komponen-
komponen yang berkaitan. Component adalah kumpulan dari bagian-bagian program
yang membentuk sistem dan memiliki tanggung jawab yang telah terdefinisikan
dengan jelas (Mathiassen, et al, 2000, p190). Component architecture memiliki tiga
bagian yaitu :
74
• User interface. Bertanggung jawab untuk membaca perintah dari tombol dalam
tampilan, dan mengupdate tampilan yang memungkinkan interaksi antara
pengguna dengan sistem.
• Model. Bertanggung jawab dalam menampung objek.
• Function. Bertanggung jawab dalam menyediakan fungsi dari sistem.
Dalam aktivitas kedua ini, perlu ditentukan pola arsitektural yang paling sesuai
dengan model sistem. Menurut Mathiassen et al (2000, p193-198), pola-pola
arsitektural tersebut ialah:
• Layered Architecture Pattern
• Generic Architecture Pattern
• Client-Server Architecture Pattern
Pada aktivitas ketiga, Process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem
yang terdiri dari proses-proses yang saling tergantung satu sama lain. Dalam aktivitas
ini juga perlu ditentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola
distribusi yang ada antara lain:
• Centralized Pattern
• Distributed Pattern
• Decentralized Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan
processor dengan komponen program dan active objects.
75
4. Component Design
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p231), Component design bertujuan untuk
menentukan implementasi kebutuhan dalam kerangka kerja arsitektural. Kegiatan
component design bermula dari spesifikasi arsitektural dan kebutuhan sistem.
Hasilnya adalah deskripsi tentang komponen-komponen yang saling berhubungan
dengan sistem. Aktivitas-aktivitas yang terdapat dalam component design
digambarkan dalam gambar 2.10.
Gambar 2.10 Aktivitas Component Design
Component design terdiri dari dua aktivitas, yaitu:
a. Design of Components, merupakan tahapan untuk merancang komponen sistem,
yaitu :
• Model component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p235) Model component adalah bagian dari
sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Konsep utama
dalam desain komponen model adalah struktur. Dalam aktivitas ini
dihasilkan sebuah class diagram yang telah direvisi.
76
• Function component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p251) komponen function adalah bagian
dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan dari
function komponen adalah memberikan akses bagi user interface dan
komponen sistem lainnya ke model.
b. Connecting component
Merupakan desain hubungan antar komponen untuk memperoleh rancangan
yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah class diagram dari
komponen yang saling berhubungan.
2.5. Unified Modeling Language (UML)
UML bukan merupakan metode untuk mengembangkan sistem, melainkan
hanya berupa notasi yang kemudian pada saat ini diterima dengan luas sebagai bahasa
pemodelan objek yang standar. Object Management Group (OMG) mengadopsi UML
pada bulan November 1997 dan sejak saat itu terus mengembangkannya berdasarkan
pada kebutuhan dunia industri. Sebelum UML mulai diperkenalkan, terdapat banyak
metode pemodelan berorientasi objek yang digunakan pada industri-industri.
Berbedanya konsep masing-masing metode pemodelan objek menyebabkan
terhambatnya komunikasi antara anggota tim pengembang dengan user yang berujung
pada banyaknya kesalahan atau error pada proyek. Keberadaan berbagai metode
tersebut pada akhirnya justru menjadi masalah utama dalam pengembangan sistem
77
berorientasi objek. Pada tahun 2004, telah diluncurkan UML versi 1.4 dan pada saat itu
juga OMG telah mulai merencanakan pengembangan UML versi 2.0.
Menurut Mathiassen et al (2000, p237), notasi adalah bahasa textual dan
graphical untuk menggambarkan sebuah sistem dan konteksnya yang diformalisasikan
secara terpisah. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan komunikasi dan
dokumentasi.
2.5.1. Class Diagram
Class Diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Class diagram
menunjukkan class objek yang membentuk sistem dan hubungan struktural diantara
class objek tersebut (Mathiassen et al., 2000, p336). Terdapat tiga jenis hubungan antar
class yang biasa digunakan dalam class diagram (Whitten et al., 2004, p455-459).
Ketiga jenis hubungan tersebut antara lain:
1. Asosiasi
Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini
menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class lainnya.
Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan objek atau
class lain dan saling mengirimkan pesan.
Gambar 2.11 Contoh Hubungan Asosiasi
78
2. Generalisasi (atau Spesialisasi)
Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype dan
class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan behavior yang
umum dari hierarki tersebut. Class subtype atau class anak memiliki atribut dan
behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan behavior milik class induknya.
Class induk merupakan generalisasi dari class anaknya, sedangkan class anak
merupakan spesialisai dari class induknya.
Gambar 2.12 Contoh Hubungan Generalisasi
3. Agregasi
Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan bagian
dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B merupakan
bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari objek B. Pada
hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu tidak akan memiliki
atribut atau behavior dari objek tersebut.
Menurut Lau (2001, p13), ada dua jenis hubungan agregasi, yaitu composition dan
shared. Composition aggregation adalah bentuk kepemilikan agregasi yang kuat,
79
disimbolkan dengan black diamond. Sedangkan shared agreagation adalah bentuk
kepemilikan agregasi yang lemah, disimbolkan dengan hollow diamond.
Gambar 2.13 Contoh Hubungan Agregasi
2.5.2. Statechart Diagram
Statechart Diagram digunakan untuk memodelkan perilaku dinamis dari
sebuah objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition
(Mathiassen et al., 2000, p341). Statechart diagram mengilustrasikan siklus hidup objek,
yaitu berbagai status yang dapat dimiliki objek dan event yang menyebabkan status
objek berubah menjadi status lain (Whitten et al., 2004, p700).
Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut (Whitten
et al., 2004, p700):
1. Identifikasi initial dan final state.
2. Identifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
3. Identifikasi event pemicu perubahan status objek.
4. Identifikasi jalur perubahan status.
80
Gambar 2.14 Contoh Statechart Diagram
2.5.3. Use Case Diagram
Use Case Diagram menggambarkan interaksi antara sistem dan user (Whitten
et al., 2004, p441). Use case diagram mendeskripsikan secara grafis hubungan antara
actors dan use case (Mathiassen et al., 2000, p343). Penjelasan use case biasa
ditambahkan untuk menjelaskan langkah-langkah interaksi.
Gambar 2.15 Contoh Use Case Diagram
Menurut Mathiassen et al. (2000, p129), use case dapat menunjukkan suatu
pengelompokkan. Gambar 2.15 di atas menunjukkan suatu contoh use case grouping.
81
Use case group “Deposit” menunjukkan bahwa customer berpartisipasi dalam semua
use case yang ada dalam deposit, tetapi hanya berperan dalam use case payment dalam
kelompok “Loan”. Sedangkan bank employee hanya berpartisipasi dalam obtain
customer dan deposit dalam kelompok “Loan”, namun berpartisipasi dalam semua use
case pada kelompok “Deposit”.
2.5.4. Sequence Diagram
Menurut Bennet et al. (2006, p253), sequence diagram menunjukkan interaksi
antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu. Aplikasi sequence diagram umumnya
digunakan untuk menggambarkan interaksi antar objek yang terjadi pada sebuah use
case atau sebuah operation.
Bennet et al. (2006, pp253-254) menyatakan bahwa setiap sequence diagram
harus diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi “sd” yang
merupakan kependekan dari sequence diagram. Bennet et al. (2006, p270) juga
menyatakan bahwa terdapat beberapa notasi penulisan heading pada setiap frame yang
terdapat dalam sequence diagram, antara lain:
a. alt
Notasi alt merupakan kependekan dari alternatives yang menyatakan bahwa terdapat
beberapa buah alternatif jalur eksekusi untuk dijalankan.
b. opt
Notasi opt merupakan kependekan dari optional dimana frame yang memiliki
heading ini memiliki status pilihan yang akan dijalankan jika syarat tertentu
dipenuhi.
82
c. loop
Notasi loop menyatakan bahwa operation yang terdapat dalam frame tersebut
dijalankan secara berulang selama kondisi tertentu.
d. break
Notasi break mengindikasikan bahwa semua operation yang berada setelah frame
tersebut tidak dijalankan.
e. par
Merupakan kependekan dari parallel yang mengindikasikan bahwa operation dalam
frame tersebut dijalankan secara bersamaan.
f. seq
Notasi seq merupakan kependekan dari weak sequencing yang berarti operation yang
berasal dari lifeline yang berbeda dapat terjadi pada urutan manapun.
g. strict
Notasi strict merupakan kependekan dari strict sequencing yang menyatakan bahwa
operation harus dilakukan secara berurutan.
h. neg
Notasi neg merupakan kependekan dari negative yang mendeskripsikan operasi yang
tidak valid.
i. critical
Frame yang memiliki heading critical menyatakan bahwa operasi-operasi yang
terdapat di dalamnya tidak memiliki sela yang kosong.
83
j. ignore
Notasi ini mengindikasikan bahwa tipe pesan atau parameter yang dikirimkan dapat
diabaikan dalam interaksi.
k. consider
Consider menyatakan pesan mana yang harus dipertimbangkan dalam interaksi.
l. assert
Merupakan kependekan dari assertion yang menyatakan urutan pesan yang valid.
m. ref
Notasi ref merupakan kependekan dari refer yang menyatakan bahwa frame
mereferensikan operation yang terdapat di dalamnya pada sebuah sequence diagram
tertentu.
84
Gambar 2.16 Contoh Sequence Diagram
2.5.5. Navigation Diagram
Navigation Diagram merupakan statechart diagram khusus yang berfokus
pada user interface (Mathiassen et al., 2000, p344). Diagram ini menunjukkan window-
window dan transisi di antara window-window tersebut.
Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki
nama dan berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh ditekannya
sebuah tombol yang menghubungkan dua window.
2.5.6. Component Diagram
Component Diagram merupakan diagram implementasi yang digunakan untuk
menggambarkan arsitektur fisik dari software sistem. Diagram ini menunjukkan
bagaimana coding pemrograman terbagi menjadi komponen-komponen dan juga
menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut (Whitten et al., 2004, p442).
Dalam UML, sebuah komponen digambarkan sebagai sebuah kotak dengan
kotak sebuah kecil di sebelah kiri atasnya. Ketergantungan antar dua komponen
menunjukkan bagaimana kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.
85
Gambar 2.17 Contoh Component Diagram
2.5.7. Deployment Diagram
Deployment Diagram, sama seperti component diagram, juga merupakan
diagram implementasi yang menggambarkan arsitektur fisik sistem. Perbedaannya ialah
deployment diagram tidak hanya menggambarkan arsitektur fisik software saja,
melainkan juga software dan hardware. Diagram ini menggambarkan komponen
software, processor, dan peralatan lain yang melengkapi arsitektur sistem (Whitten et
al., 2004, p442). Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram
menunjukkan konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang terhubung
dengan processor tersebut.
Setiap kotak dalam deployment diagram menggambarkan sebuah node yang
menunjukkan sebuah hardware. Hardware dapat berupa PC, mainframe, printer, atau
bahkan sensor. Software yang terdapat di dalam node digambarkan dengan simbol
86
komponen. Garis yang menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar
device. Contoh deployment diagram dapat dilihat pada gambar 2.18.
Gambar 2.18 Contoh Deployment Diagram
2.6. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir konseptual untuk penyusunan BSC pada gambar 2.19 di
bawah ini dibentuk atas sintesis dari teori yang dikemukakan Kaplan (Mulyadi, 2001,
p113).
87
Gambar 2.19 Kerangka Berpikir Konseptual Balanced Scorecard
Keterangan:
Tahap Perumusan Strategi
Pada tahap perumusan strategi dilakukan analisis kondisi saat ini serta pengamatan
terhadap faktor eksternal (tren perubahan lingkungan makro dan lingkungan industri)
serta faktor internal (analisis value chain). Analisis lingkungan makro dilakukan
dengan PEST Analysis (analisis kondisi politik, ekonomi, sosial, teknologi),
88
sedangkan analisis lingkungan industri dilakukan dengan analisis Porter Five
Forces. Hasil pengamatan tren ini digabungkan dengan hasil analisis SWOT untuk
perumusan strategi.
Selain itu, visi dan misi perusahaan akan dijabarkan ke dalam tujuan (goals) dan
ditetapkan strategi untuk mewujudkan tujuan dan visi tersebut.
Tahap Perencanaan Strategis
Strategi yang telah ditetapkan pada tahap perumusan strategi, kemudian
diterjemahkan menjadi tujuan strategis dalam empat perspektif BSC. Setelah tujuan
strategis ditetapkan, maka selanjutnya ditentukan ukuran-ukuran strategis, target
yang akan diwujudkan, penyusunan strategy map, hasil pengukuran tiap perspektif,
kemudian dilakukan evaluasi pencapaian kinerja tiap perspektif serta solusi untuk
memperbaiki kinerja masing-masing-masing tujuan strategis tersebut.
Setelah kerangka BSC selesai disusun, maka tahap akhir ialah perancangan aplikasi BSC
yang memudahkan perusahaan untuk melakukan pengukuran kinerjanya.