Download - Bab 2 Kompos

Transcript

12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian 2.1.1 Komposting menurut Winarko & Darjati (2003:24) Komposting adalah cara pengolahan sampah organik secara alamiah dengan hasil akhir tidak membahayakan lingkungan dan mempunyai manfaat sebagai pupuk. 2.1.2 Kompos menurut Isroi & Yuliati, N (2009:2) Kompos adalah hasil penguraian tidak lengkap (parsial) dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara buatan oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik.2.2.3 Bioaktivator menurut Isroi & Yuliati, N (2009:21) Bioaktivator adalah bahan yang mengandung mikroba yang dapat mempercepat proses pengomposan Pada dasarnya, di dalam bioaktivator terdapat berbagai jenis mikroorganisme yang diharapkan dapat mempercepat proses komposting dan meningkatkan kualitas kompos. 2.2.4 Sampah menurut Nurhidayat & Purwendro, S (2006:5) Sampah adalah bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran, ruamh penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas manusia lainnya. Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai.

2.2 Jenis-jenis sampah menurut Nurhidayat & Purwendro, S (2006:6)2.2.1 Jenis-Jenis Sampah Berdasarkan Bahan Asalnya 1. Sampah Organik Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi sampah organik basah (kandungan air yang cukup tinggi) contoh diantaranya kulit buah dan sisa sayuran, sedangkan sampah organik kering (kandungan airnya kecil) contoh diantaranya kertas, kayu, atau ranting pohon, dedaunan kering.2. Sampah Anorganik Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa bersal dari bahan yang bisa diperbaharui dan bahan berbahaya serta beracun. Contohnya bahan yang terbuat dari plastik dan logam.

2.3 Metode Pengomposan Proses pengomposan baik secara aerob dan anaerob dapat diterapkan dalam pengolahan sampah kota. Umumnya proses anaerob lebih komplek dibandingkan proses aerob. Proses anaerob memungkinkan produksi energi dalam bentuk gas metan yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Sebaliknya proses aerob memerlukan energi karena suplay oksigen harus diberikan agar proses penguraian sampah berlangsung optimum. Namun demikian, proses aerob memiliki kelebihan yakni mudah pengoperasiannya dan bila dilakukan dengan benar dapat mereduksi volume sampah kota khususnya materi organiknya. Tabel berikut memperlihatkan masing-masing proses.Tabel 2.1 Perbandingan Proses Pengomposan Aerob dan AnaerobKarakteristikAerobAnaerob

Pemakaian energiPemakai energiPenghasil energi

Produk akhirHumus,CO2,H2OLumpur,CO2,CH4

Reduksi volume sampahMencapai 50 %Mencapai 50 %

Waktu pengomposan20-30 hari20-40 hari

Tujuan PrimerReduksi volumeProduk energi

Tujuan SekunderProduk komposReduksi volume,stabilisasi sampah.

Sumber : Winarko & Darjati,2003 Pengomposan aerob merupakan proses penguraian secara biologis yang paling banyak diterapkan dalam merubah materi organik sampah kota menjadi materi yang stabil menyerupai humus atau lebih dikenal kompos. Bahan kompos yang paling banyak diterapkan adalah :1. Sampah kebun atau halaman.1. Sampah kota telah dipisahkan materi organiknya.1. Komposting bersama lumpur air buangan.Tabel 2.2 Kadar Nitrogen (Dalam Persen) dan Rasio C/N dari Beberapa Sampah (Dalam Berat Kering)Macam sampahPersen NRasio C/N

Kotoran hewan :1. Sapi1. Kuda1. Babi1. Ayam

1,72,33,756,3

18,025,020,015,0

Lumpur :1. Lumpur aktif terdigesti1. Lumpur aktif segar1,885,615,76,3

Sampah halaman :1. Rumput1. Daun segar2,150,5-1,020,140,0-80,0

Kertas :1. Kertas campuran1. Kertas koran0,250,05173983

Sumber : Winarko & Darjati,2003Tabel 2.3 Perkiraan Komposisi C/N dari Berbagai Bahan OrganikNoBahanC/N rasio (berat/berat) Kelembaban(%)C/100 gr.bahan basah(gram)N/100 gr.bahan basah(gram)

1.Rumput Potong208560,3

2.Rumput Liar198560,3

3.Daun6040240,4

4.Kertas17010860,2

5.Sampah Berat358080,2

6.Sampah Makanan158080,5

7.Serbuk Gergaji (kayu)45015340,08

8.Kotoran Ayam (tak termasuk feses)7450304,3

9.Feses ayam1030252,5

10.Jerami10010360,4

11.Kotoran Lembu1250201,7

12.Urine Manusia---0,9 (per 100 ml)

Secara labotarium mencari C/N lebih tepat, namun demikian dengan cara menggunakan tabel tersebut khususnya bagi tenaga lapangan cukup sangat praktis. Cara mendapatkan C/N rasio yang bernilai 25-35 pakai sistem coba-coba dengan rumus :

2.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi PengomposanSetiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.

Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:a. Rasio C/NRasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.b. Ukuran PartikelAktifitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.c. AerasiPengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.d. PorositasPorositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.e. Kelembaban (Moisture content)Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada ketersediaan oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktifitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktifitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.f. Temperatur/suhuPanas dihasilkan dari aktifitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60oC menunjukkan aktifitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba termofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.g. pHProses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH, sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

h. Kandungan haraKandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.i. Kandungan bahan berbahayaBeberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, dan Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.j. Lama pengomposanLama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang digunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami, pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.Tabel 2.4 Kondisi yang Optimal untuk Mempercepat Proses PengomposanKondisiKondisi yang bisa diterimaIdeal

Rasio C/N20:1 s/d 40:125-35:1

Kelembaban40 65%45 62% berat

Konsentrasi oksigen tersedia> 5%> 10%

Ukuran partikel1 inchibervariasi

Bulk Density1000 lbs/cu yd1000 lbs/cu yd

pH5.5 9.06.5 8.0

Suhu43 66oC54 -60oC

(Sumber: Isroi. 2008)

2.5 Mengetahui Kompos yang Sudah MatangStabilitas dan kematangan kompos adalah beberapa istilah yang sering dipergunakan untuk menentukan kualitas kompos. Stabil merujuk pada kondisi kompos yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi dan hara tanaman secara perlahan (slow release) dikeluarkan ke dalam tanah. Stabilitas sangat penting untuk menentukan potensi ketersediaan hara di dalam tanah atau media tumbuh lainnya. Kematangan adalah tingkat kesempurnaan proses pengomposan. Pada kompos yang telah matang, bahan organik mentah telah terdekomposisi membentuk produk yang stabil.Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji dilaboratorium ataupun pengamatan sederhana di lapangan. Berikut ini disampaikan cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos (Isroi, 2008).a. Dicium atau dibauiJika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tidak boleh menghasilkan bau yang menyengat (bau busuk). Walaupun demikian dalam pembuatan kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau. Dengan memanfaatkan indra penciuman, dapat dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi permasalahan yang terjadi selama proses pembuatan kompos. Sebagai gambaran, jika tercium bau amonia, patut diduga campuran bahan kompos kelebihan bahan yang mengandung unsur Nitrogen (ratio C/N terlalu rendah). Untuk mengatasinya tambahkanlah bahan-bahan yang mengandung C/N tinggi, misalnya berupa:1. Potongan jerami, atau 2. Potongan kayu, atau 3. Serbuk gergaji, atau 4. Potongan kertas koran dan atau karton dan lain-lainJika tercium bau busuk, mungkin campuran kompos terlalu banyak mengandung air. Apabila ini terjadi, lakukanlah pembalikan. Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.

b. Warna komposWarna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.c. PenyusutanTerjadi penyusutan volume atau bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20-40%. Apabila penyusutan masih kecil atau sedikit kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.d. Tas kantong plastikContoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan dalam kantung plastik, ditutup rapat, dan disimpan dalam suhu ruang selama kurang lebih 1 minggu. Apabila setelah 1 minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah matang.e. Tes perkecambahanContoh kompos diletakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3-4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan beberapa benih juga ditaruh di atas kapas basah yang diletakkan di dalam bak dan ditutup dengan kaca atau plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari kelima atau ketujuh hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang sudah berkecambah.f. SuhuSuhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50 C berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif.g. Kandungan air komposKompos yang sudah matang memiliki kandungan air kurang lebih 55-65%. Cara mengukur kandungan air kompos adalah sebagai berikut :1) Ambil sampel kompos dan ditimbang.2) Kompos dikeringkan dalam oven atau micriwave hingga beratnya konstan, kompos ditimbang kembali.3) Kandungan air kompos dihitung dengan rumus sebagai berikut :

2.6 Manfaat KomposKompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktifitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktifitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktifitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:a. Aspek Ekonomi:1) Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah 2) Mengurangi volume/ukuran limbah 3) Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya b. Aspek Lingkungan:1) Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah 2) Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan c. Aspek bagi tanah/tanaman:1) Meningkatkan kesuburan tanah 2) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah 3) Meningkatkan kapasitas jerap air tanah 4) Meningkatkan aktifitas mikroba tanah 5) Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) 6) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman 7) Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman 8) Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah (Isroi, 2008).Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisik tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 5-6 bulan. Kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas yang terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut secara masing-masing. Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai jenis mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses peruraian ini memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban. Makin cocok kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 46 minggu sudah jadi. Apabila sampah organik ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian menjadi kompos. Dalam proses pengomposan akan timbul panas krn aktifitas mikroba. Ini pertanda mikroba mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 450-650C. Jika terlalu panas harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari (Nia, Tanpa Tahun).

3


Top Related