1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memberitakan konflik merupakan kewajiban media untuk memenuhi
kepentingan publik (public interest) akan informasi. Selain itu berita konflik juga
memiliki muatan peristiwa nyata, faktual, dan memiliki nilai berita yang tinggi.
Sebuah berita yang memiliki nilai berita yang tinggi biasanya banyak menarik
perhatian publik, seperti konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan.
Pada bulan Desember 2011 masyarakat Indonesia dikejutkan dengan
pemberitaan konflik antara Kepolisian dan warga Mesuji di Lampung. Konflik
tersebut berawal dari sengeketa lahan antara masyarakat desa Sritanjung Mesuji
dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BMSI). Dari konflik tersebut
tercatat satu orang tewas dan sembilan luka-luka. Tempo.com (26/02) mencatat
bahwa menurut pihak BMSI ada sekitar 500 warga dari tiga Desa, yaitu Desa
Sritanjung, Nipah Kuning, dan Desa Kaagungan Dala Kecamatan Tanjung Raya
di Kabupaten Mesuji, mengamuk dan membakar seluruh fasilitas perusahaan.
Atas serangan warga tersebut karyawan perusahaan BMSI langsung menghubungi
pihak Kepolisian untuk mengamankan masa yang mengamuk.
Setelah mendapat laporan tersebut Polisi langsung mendatangi tempat
terjadinya kerusuhan. Masa yang bergitu banyak dan anarki memaksa Polisi untuk
melakukan pembubaran paksa terhadap warga yang mengamuk. Seperti yang
dikatakan Detiknews.com (21/12) Kepolisian bereaksi dalam upaya membubarkan
masa. Namun yang terjadi dilapangan Polisi justru menembaki dan memukuli
masa. Saling serang antara Kepolisian dan warga Mesuji berakhir dengan
tewasnya satu orang warga Sritanjung akibat luka tembak dan sembilan warga
luka-luka. Kejadian tersebut seketika ditanggapi oleh Pemerintah Pusat dengan
dibuatnya Panita Kerja (Panja) yang mengusut konflik mesuji. Kompas.com
(21/12) mengatakan bahwa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
Alie mendukung pembentukan Panja di Komisi III DPR untuk mengusut
penyimpangan di sektor pertanahan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
Pada tahun 2012 masyarakat Indonesia juga dikejutkan dengan berita
konflik etnis Bali dan etnis Lampung tepatnya wilayah Kalianda Lampung
Selatan. Bisnis.com (20/10) menjelaskan konflik di Lampung selatan bermula
dari masalah sederhana di mana seorang gadis Balinuraga sedang bersepeda di
desa Agom kemudian terjatuh. Lebih lanjut informasi yang bermunculan
menyatakan bahwa gadis itu terjatuh kemudian mengalami pelecehan seksual.
Keluarga gadis yang tidak terima kemudian mendatangi pemuda Agom yang
dituduh telah berbuat tidak senonoh. Pemuda Agom yang merasa tidak bersalah
menolak semua tuduhan yang diberikan suku Bali. Karena tidak percaya dengan
keterangan pemuda Agom, suku Bali membakar rumah pemudah suku Agom.
Sejak kehadirannya, etnis Bali yang berbeda dengan orang Jawa,
dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung.
Kompas.com (4/11) lebih lanjut menyatakan bahwa kehadiran masyarakat Bali
yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum
sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama.
Kenyataan pula bahwa kedua etnis relatif hidup terpisah dalam nuansa yang
eksklusif enclave. Tidak mengherankan jika kedua etnis itu kerap masih merasa
asing satu dan lainnya. Hal ini terjadi terutama di Lampung Selatan.
Dari kedua berita konflik di atas, terlihat jelas ada perbedaan munculnya
konflik tersebut. Kasus Mesuji awalnya merupakan konflik antara perusahaan dan
masyarakat, tetapi ternyata yang terjadi di lapangan adalah konflik vertikal antara
polisi dan masyarakat. Konflik vertikal adalah konflik yang terjadi dalam lapisan
kekuasan masyarakat, dimana yang satu memiliki kekuasaan dalam kasus ini
adalah Kepolisian yang diberikan otoritas pemeritah untuk mempunyai senjata
sesuai dengan standar Kepolisian dan masyarakat sipil di Mesuji yang sebagian
besar berprofesi sebagai petani, yang secara hukum administrasi tidak memiliki
sertifikat atas lahan yang mereka kelola. Kemudian konflik Lampung Selatan
tentang perkelahian antara suku Bali dan suku Lampung merupakan konflik
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
horizontal. Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi antara komunitas atau
suku dengan komunitas atau suku lain yang sejajar.
Perbedaan karakter konflik itulah peneliti ingin melihat bagaimana pola
berita TV One dalam membingkai (framing) berita konflik Mesuji dan berita
konflik Lampung Selatan. Secara sederhana media massa dalam hal ini televisi
bisa dikatakan sebagai sebuah saluran atau sarana yang berfungsi sebagai
penyebar pesan dari komunikator kepada komunikan. Namun lebih komplek lagi
media massa merupakan sebuah wadah yang syarat akan kepentingan. Menurut
Eriyanto, media massa merupakan subjek yang berfungsi untuk
mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan sudut pandangan, bias, dan
pemihakannya. Media massa juga memiliki kemampuan yang kuat untuk memilih
realitas mana saja yang akan diambil untuk dijadikan berita dan mana saja yang
tidak diambil. Selain itu, secara sadar atau tidak sadar, media massa juga memilih
aktor siapa saja yang dijadikan sumber berita untuk memperkuat isi berita
tersebut. Media massa juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa,
hal tersebut bisa dilihat melalui bahasa yang digunakan dalam pemberitaan.
Kemampuan lain media massa dalam mengkonstruksi berita adalah kekuatan
dalam membingkai realitas. Dengan membingkai realitas tertentu maka akan
terlihat bagaimana cara khalayak harus melihat dan memahami peristiwa dalam
kaca mata tertentu (2002: 22-24).
Pada titik inilah, media massa menunjukan potensinya yang besar untuk
membentuk wacana. Mengangkat peristiwa konflik dalam media massa
merupakan peristiwa yang lazim dalam kerja jurnalisme. Konflik merupakan
realitas sosial yang mengandung nilai berita (news value) yang dapat menarik
perhatian audiens. Pembangunan konstruksi realitas konflik yang diangkat
masing-masing media massa akan berbeda. Hal tersebut terjadi karena konstruksi
realitas yang dilakukan tergantung pada kebijakan redaksional masing-masing
media. Salah satu cara yang dipakai untuk menangkap masing-masing media
dalam membangun satu realitas adalah framing. Analisis framing secara
sederhana dapat bertujuan untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh
media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Realitas
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
dipahami dengan bentuk tertentu yang hasilnya berupa pemberitaan media pada
sisi tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik,
tetapi bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan.
Proses framing tampaknya juga terjadi pada media massa di Indonesia,
misalnya saja peristiwa konflik Mesuji dan Konflik suku Bali dan Lampung di
Lampung Selatan. Dari fakta yang sama menjadi jauh berbeda ketika
disandingkan dengan kepentingan ideologi dan kepentingan ekonomi politik
media tersebut. Hal tersebut bisa saja terjadi karena media massa memiliki
keterbatasan dalam menyajikan seluruh realitas sosial, sehingga ada proses seleksi
dalam membuat berita. Proses penyeleksian tersebut dilakukan oleh gatekeeper
atau selektor di dalam keredaksian. Proses penyeleksian itu tentunya akan sangat
subjektif, semuanya tergantung kepada visi, misi dan ideologi masing-masing
media.
Media massa diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Ia dapat menjadi
senjata kekerasan yang mengerikan bila menyiarkan pesan-pesan yang bersifat
tidak toleran atau disinformasi yang memanipulasi sentimen masyarakat. Tetapi ia
juga memiliki aspek lain. Ia dapat menjadi instrumen penyelesaian konflik, yaitu
bila informasi yang disajikannya terandalkan, menghormati HAM (Hak Azasi
Manusia), dan mewakili berbagai sudut pandang. Media seperti ini
memungkinkan masyarakat untuk menetapkan pilihan secara baik yang dilandasi
pada informasi, sesuatu yang menjadi komponen dasar (precursor) tata
pemerintahan yang demokratis. Ia dapat meredakan konflik dan memupuk rasa
aman manusia (ISAI, 2004).
Seperti tersirat dalam kutipan di atas, kajian hubungan sebab dan akibat
antara media dan konflik dapat lebih memperjelas bagaimana kedua hal itu saling
mempengaruhi. Pertama, efek media terhadap konflik dapat ditilik dari akibat
negatif yang ditimbulkan oleh jurnalisme yang secara tidak sengaja atau secara
terselubung menyebarkan propaganda atau bersifat memihak dalam bentuk
ketegangan dan memprovokasi terjadinya konflik. Sebaliknya, media dapat
memiliki dampak positif bila dilandasi standar profesional yang baku, yang
dibarengi dengan keragaman akses terhadap informasi, sumber daya keuangan
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
yang memadai dan kepatuhan terhadap kode etik. Media seperti ini dapat
membantu rekonsiliasi masyarakat, mengubah kesalahan persepsi dan
memperbesar saling pengertian tentang sebab dan akibat konflik. Kedua, efek
konflik terhadap media. Efek negatif konflik kekerasan terhadap media telah
dipetakan dengan baik. Saat konflik sedang berkembang, kebebasan berekspresi
dan ketidakberpihakan media seringkali menjadi korban pertama. Di negara-
negara dengan demokrasi yang lemah yang belum memberikan independensi
keredaksian, baik entitas negara maupun non-negara seringkali berhasil dalam
menjadikan media sebagai suatu instrumen propaganda.
Dalam konflik yang terjadi di Mesuji tentang perebutan lahan sawit yang
terjadi antara kepolisian dan masyarakat Mesuji dan konflik suku Bali dan suku
Lampung di Lampung Selatan tentang kesalahpahaman antar suku yang
mengakibatkan kematian dari suku tertentu akhir-akhir ini, cukup menimbulkan
kecurigaan terhadap semua pihak. Untuk membantu para aktor konflik dalam
menyelesaikan masalah mereka sendiri dibutuhkan mediasi yang memadai dengan
citra diri yang baik. Citra diri harus dijaga dan dikembangkan sebaik-baiknya di
masyarakat agar dipercaya, dapat menciptakan rasa tenang pada masing-masing
partisan konflik dan berpotensi untuk memperoleh mandat dalam kerja
perdamaian. Media massa sangat potensial untuk berperan sebagai mediator bagi
kelompok-kelompok di masyarakat yang sedang berkonflik seperti masyarakat
Mesuji dan Lampung Selatan.
Sumindaria (2013) mengatakan media massa dalam fungsi sebagai
mediator, setidaknya harus menjaga citra diri mediator dengan lima prinsip
tersebut. Pertama, neutrality. Media harus memiliki sikap netral, yang
diwujudkan melalui sikap tidak memihak, tidak partisan, menegakkan ukuran-
ukuran objektif dan bersikap sebagai penengah. Kedua, accessibility, yang
diwujudkan melalui jaringan kerja sama dengan berbagai pihak seluas-luasnya
dengan para pengambil keputusan politik, pertahanan, keamanan, keagamaan,
akademik, budaya, ekonomi, birokrasi, dan sebagainya, dari jajaran elite,
menengah sampai grass roots. Ketiga, competence, yang diwujudkan dengan
selalu meningkatkan kinerja yang profesional sesuai dengan kode etik jurnalistik.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
Keempat, communication, yang diwujudkan melalui upaya-upaya jalinan
komunikasi serta memberi ruang kepada kelompok-kelompok yang ada di
masyarakat dengan melibatkan unsur-unsur lintas agama, lintas suku, lintas
budaya, lintas profesi, lintas kelas sosial dan menginformasikannya dalam
rumusan yang lengkap serta mudah dimengerti oleh segenap lapisan masyarakat.
Informasi tidak boleh memusat pada pribadi tertentu, melainkan harus menyebar
sesuai dengan urgensi dan hirarki yang ada. Kelima, integrity yang diwujudkan
dengan menjaga kredibilitasnya sebagai insan media maupun sebagai mediator
bagi kelompok-kelompok di masyarakat. Meluasnya konflik berkekerasan yang
masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia hingga kini, menggugah kita untuk
serius, profesional dan proporsional melakukan sebanyak mungkin mediasi dalam
rangka rekonsiliasi.
TV One, dalam memberitakan berita konflik Mesuji dan Lampung Selaran
cenderung mengarahkan konsentrasi mereka kepada siapa yang menang dan siapa
yang kalah, siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang menjadi korban.
Mereka juga mengulas konflik tersebut dengan dramatis dan dilematis. Dari
karakteristik ini TV One tidak jarang sering dianggap sebagai media yang
melebih-lebihan dalam memberitakan kasus tertentu. Sikap kritis dan tegas yang
ditampilkan dalam siaran TV One sering kali menggiring perasaan khalayak
beripikir emosional dalam melihat peristiwa tertentu. Hal tersebut juga didukung
oleh staf analis KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang mengatakan TV One
merupakan salah satu stasiun televisi berita yang paling banyak mendapat teguran
KPI dalam memberitakan informasi. Sejak Agustus 2012 hingga saat ini TV One
telah mendapat 58 sanksi teguran yang dikeluarkan KPI atas siaran berita yang
kurang etis.
Merujuk pada paparan di atas maka penelitian ini akan memfokuskan pada
konstruksi pemberitaan konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan yang di
siarkan oleh TV One. Hal ini ditujukan untuk mengetahui konstruksi dan sejauh
mana media tersebut berpihak dalam pemberitaan mengenai kasus konflik.
Dimana secara tidak sadar, dalam pemberitaan media cenderung menjadi
perpanjangan konflik itu sendiri. Eriyanto mengatakan bahwa sebagai institusi
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
yang reflektor atas realitas yang terjadi di kehidupan masyarakat. Media masa
tentu memiliki pandangan tersendiri mengenai peristiwa konflik. Sebuah peristiwa
tidak dipandang sebagai suatu yang taken for granted, akan tetapi ada sebuah
negosiasi yang berlangsung saat wartawan dan media menyajikan berita (2005: 7).
B. Pertanyaan Penelitian
Setelah melihat latar belakang permasalahan, maka diperoleh pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
Bagaimana bingkai berita konflik Mesuji yang disiarkan TV One ?
Bagaimana bingkai berita konflik Lampung Selatan yang disiarkan TV
One ?
C. Tujuan Penelitian
Dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana bingkai berita konflik Mesuji yang
disiarkan TV One
Untuk mengetahui bagaimana bingkai berita konflik Lampung Selatan
yang disiarkan TV One
Untuk memahami kebijakan redaksional yang digunakan TV One
dalam mengkonstruksi berita konflik Mesuji dan berita konflik
Lampung Selatan.
Mengetahui bagaimana tanggapan televisi berita dalam hal ini adalah
TV One dalam menanggapi framing terhadap berita konflik Mesuji
dan konflik Lampung Selatan.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan kajian
bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi dalam memahami pembingkaian
pemberitaan konflik pada media televisi.
b. Manfaat praktis
Sedangkan secara praktis penelitian ini memberikan pengetahuan baru
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya tentang
perkembangan metode pembingkaian suatu media dan memahami realitas
(peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media, serta
ideologi yang terbentuk dibalik pemberitaan media.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang dibuat dalam penelitian ini disusun untuk
memberikan landasan teori yang bertujuan untuk memberi cerminan struktur
berfikir peneliti dalam mendekati obyek yang diteliti. Perlu diketahui sering kali
media tak menyadari telah membangun sebuah realitas baru dari fakta yang
diperoleh. Dalam pandangan positivisme, realitas sosial dipandang sebagai ilmu
alam dan empiris. Lebih mengarah kepada sebab dan akibat dari sebuah ilmu
alam. Realitas akan terbentuk mengikuti fakta yang terjadi, dalam hal ini
wartawan diposisikan sebagai penyambung fakta secara apa adanya kepada
khalayak.
Berbeda dengan pandangan konstruksionis yang banyak dipengaruhi oleh
pemahaman bahwa realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh
individu-individu. Berita dinilai sebagai sebuah hasil dari proses konstruksian
realitas atau fakta. Berita yang disajikan kepada khalayak sudah melalui proses
penyaringan atau pemilhan yang dilakukan oleh redakasi. Dalam padangan
konstruksionis wartawan dilihat sebagai eksekutor dalam memilih sudut
pandangan yang diinginkan. Sehingga berita yang dihasilkan tidak lagi murni dari
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
realitas sosial atau fakta, berita yang disajikan dalam pandangan konstruksionisme
merupakan realitas media.
Oleh sebab itu untuk menggali lebih dalam tentang penenitan ini.
Pembahasan ini akan diawali dengan berita dan konstruksionisme. Televisi dan
politik, berita konflik, dan analisis framing dalam berita konflik yang akan
dijabarkan sebagai berikut ini.
1. Berita dan Pandangan Konstruksionis
Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa
atau fakta dalam arti yang nyata. Disini realitas bukan hanya dioper begitu saja
sebagai berita, tetapi merupakan hasil produk interaksi antara wartawan dengan
fakta. Dalam proses internalisasi wartawan dilanda oleh realitas. Realitas diamati
oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses
ekternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi
tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Hasil dari berita adalah produk
dari proses interaksi dan dialektika tersebut.
Menurut Eriyanto fakta dan berita dilihat dari paradigma konstruksionis
dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 1.1
Pendekatan Konstruksionis Wartawan
Penilaian Paradigma Konstruksionis Paradigma Positivis
Fakta/peristiwa adalah hasil
konstruksi.
Fakta merupakan konstruksi atas
realitas. Kebenaran suatu fakta
bersifat relatif, berlaku sesuai
konteks tertentu.
Ada fakta yang “riil”
yang diatur oleh kaidah-
kaidah tertentu yang
berlaku universal.
Media adalah agen
konstruksi.
Media sebagai agen konstruksi
pesan.
Media sebagai saluran
pesan.
Berita bukan refleksi dari
realitas. Ia hanyalah
konstruksi dari realitas.
Berita tidak mungkin merupakan
cermin dan refleksi dari realitas.
Karena berita yang terbentuk
nerupakan konstruksi atas
realitas.
Berita adalah cermin dan
refleksi dari kenyataan.
Karena itu, berita
haruslah sama dan
sebangun dengan fakta
yang hendak diliput.
Berita bersifat Berita bersifat subyektif, opini Berita bersifat oyektif,
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
subyektif/konstruksi atas
realitas.
tidak dapat dihilangkan karena
ketika meliput, wartawan melihat
dengan perspektif dan
pertimbangan subyektif.
menyingkirkan opini dan
pandangan subyektif dari
pembuat berita.
Wartawan bukan pelapor. Ia
agen konstruksi realitas.
Wartawan sebagai partisipan
yang menjembatani keragaman
subyektifitas pelaku sosial.
Wartawan sebagai
pelapor.
Etika, pilihan moral, dan
keberpihakan wartawan
adalah bagian yang integral
dalam produksi berita.
Nilai, etika, atau keberpihakan
wartawan tidak dapat dipisahkan
dari proses peliputan dan
pelaporan suatu peristiwa.
Nilai, etika, opini, dan
pilihan moral berada
diluar proses peliputan
berita.
Nilai, etika, dan polihan
motal penelitian menjadi
bagaian integral dalam
penelitian
Nilai, etika, dan pilihan moral
bagian tak terpisahkan dari suatu
penelitian.
Nilai, etika, dan pilihan
moral harus berada di
luar proses penelitian.
Khalayak mempunyai
penafsiran tersendiri atas
berita.
Khalayak mempunyai penafsiran
sendiri yang bisa jadi berbeda
dari pembuat berita.
Berita diterima sama
dengan apa yang
dimaksudkan oleh
pembuat berita.
Setelah melihat mengenai paradigma konstruksionis dan positivis
selanjutnya adalah melihat karakteristik penelitian isi media antara konstruksionis
dan positivis yang akan dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 1.2
Karakteristik Isi Media
Penilaian Paradigma Konstruksionis Paradigma Positivis
Tujuan penelitian:
rekonstruksi realitas sosial
Rekonstruksi realitas sosial secara
dialektis antara peneliti dengan
pelaku sosial yang diteliti.
Eksplanasi, prediksi, dan
kontrol.
Peneliti sebagai fasilitator
keragaman subyektifitas
sosial.
Peneliti sebagai passionate
participant, fasilitator yang
menjembatani keragaman
subyektifitas pelaku sosial.
Peneliti berperan sebagai
disinterested scientist.
Makna suatu teks adalah
hasil negosiasi antara teks
dan peneliti.
Negosiasi; makna adalah hasil dari
proses saling mempengaruhi antara
teks dan pembaca. Makna bukan
ditransmisikan, tetapi
dinegosiasikan.
Transmisi; makna secara
inheren ada dalam teks,
dan ditransmisikan
kepada pembaca.
Penafsiran bagian yang
tak terpisahkan dalam
analisis.
Subyektif; penafsiran bagian tak
terpisahkan dari penelitian teks.
Bahkan dasar dari analisis teks.
Obyektif; analisis teks
tidak boleh menyertakan
penafsiran atau opini
peneliti.
Menekankan empati dan
interaksi dialektis antara
peneliti— teks.
Reflektif/dialektik; menekankan
empati dan interaksi dialektis antara
peneliti—teks untuk merekonstruksi
realitas yang diteliti melalui metode
kualitatif.
Intervensionis; pengujian
hipotesis dalam struktur
hipoteticodeductive
method. Melalui lab
eksperimen atau survai
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
eksplanatif, dengan
analisis kuantitatif.
Kualitas penelitian diukur
dari otentisitas dan
refleksivitas temuan.
Kriteria kualitas penelitian;
otentisitas dan refleksivitas, sejauh
mana temuan merupakan refleksi
otentik dari realitas dihayati oleh
para pelaku sosial.
Kriteria kualitas
penelitian; obyektif,
validitas, dan reliabilitas
(internal dan eksternal).
Peter L. Berger sebagai seorang yang berlatar belakang sosiologi
menjelaskan realitas sosial sebagai sebuah kenyataan dan pengetahuan. Kemudian
Berger juga menjelaskan bahwa memahami kenyataan berarti memahami gejala-
gejala sosial dalam kehidupan sehari-hari dan menyeluruh dengan segala aspek
(kognitif, psiko-motoris, emosional, dan intuitif). Kenyataan sosial akan
ditemukan dari pengalaman intersubyektif. Intersubyektif merupakan kehidupan
masyarakat tertentu yang dibentuk secara terus-menerus. Konsep intersubyektif
merujuk kepada dimensi struktur kesadaran umum dan kesadaran individu dalam
suatu kelompok khusus yang sedang berinteraksi dan berintegrasi (1990: 17).
Secara sederhana wartawan mengkonstruksi realitas sosial untuk dijadikan
sebuah informasi. Realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi,
internalisasi, dan obyektifivas. Konstruksi sosial, dalam pandangan Berger, tidak
berlangsung dalam ruang hampa, namun berjalan di ruang sarat dengan
kepentingan-kepentingan. Eksternalisasi adalah penyesuaian diri individu dengan
dunia sosiokultural sebagai produk manusia bisa dikatakan sebagai wartawan
yang sedang mencari berita. Kemudian internalisasi adalah proses dimana
individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau
organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya, bisa digambarkan sebagai
profesi wartawan yang terikat dengan norma kode etik wartawan dan terikat
dengan media dimana wartawan tersebut bekerja. Sedangkan obyektifivas adalah
interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan.
Berhubungan dengan konstruksi realitas Sudibyo (2006: 56) mengatakan
bahwa media bukanlah ranah yang netral dimana berbagai kepentingan dan
pemaknaan dari berbagai kelompok akan mendapat perlakuan yang sama dan
seimbang. Media justru bisa menjadi subjek yang mengkonstruksi realitas
berdasarkan penafsiran dan definisinya sendiri untuk disebarkan kepada khalayak.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
Media berbeda dalam mendefinisikan realitas. Kemudian Sudibyo menambahkan
ada dua peran yang dimaikan media dalam mengkosntruksi realitas. Pertama,
media sebagai sumber kekuatan hegemoni. Artinya dalah media memiliki otoritas
untuk memilih informasi apa saja yang akan di jadikan berita. Kekuatan media
tersebut pada akhirnya mampu menguasai kesadaran khalayak. Kedua, media
sebagai sumber legitimasi. Artinya adalah media dapat memupuk kekuasaannya
agar tampak berita-berita yang disiarkan terlegitimasi atau disetujui kebenarannya.
Oleh sebab itu kemungkinan bias informasi akan dapat terjadi.
Eriyanto menambahkan bahwa ada tiga tingkatan bagaimana media
mengkonstruksi realitas (2002: 24):
a. Media membingkai peristiwa dalam bingkai tertentu.
Dalam memaknai realitas, media memahami dan menyetujui atau
tidak fakta yang sedang terjadi. Hasilnya dapat dilihat dari bagaimana
media mendefinisikan peristiwa tersebut.
b. Media memberikan simbol-simbol tertentu terhadap peristiwa.
Pemberian simbol tersebut akan menentukan bagaimana peristiwa
dipahami, sebagai yang dilihat sebagai pahlawan dan sebagai musuh.
Simbol tersebut biasanya berupa gambar atau foto, penggunaan kata,
dan bahasa.
c. Agenda setting media.
Media juga menentukan apakah peritiwa tertentu ditempatkan
sebagai hal yang penting atau tidak. Hal ini dapat dilihat dari
peristiwa apa saja yang mendapat perhatian khusus, sehingga
perhatian masyarakat tertuju pada peristiwa tersebut.
Lebih lanjut Niklas Luhman menambahkan cara media massa
mengkonstruksi realitas sosial. Dalam buku the reality of the mass media,
Luhman mengatakan bahwa adanya penggandaan realitas yang dilakukan media
massa dalam menyebarkan informasi (Luhman, 2003: 3).
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
“Doubling of reality, the excerpt from reality in which the second world is
constituted is marked visually or acoustically (books, screen plays, etc.) This
external frame then releases a world in which a fictional reality of its own
applies. Viewers are able to observe beginning and end (unlike in their own life)
because they experience things beforehand and still do afterwards. Transition
from real reality to fictional reality. This world of the imagination, because it
does not have to coordinate the social behaviour of the observers, does not need
any game rules. Instead it needs information. The reader or viewer has to be put
in a position very quickly to form a memory which fits the story, which is tailored
to it. And he or she can only do this if provided with sufficient familiar details
along with the pictures or the texts...etc”.
Menggandakan realitas di mana realitas nyata di konstruksi sedemikian
rupa menjadi dunia kedua didasari ditandai secara visual atau akustik (buku,drama
layar, dan sebagainya) ini bingkai secara eksternal, kemudian dilepaskan sebuah
dunia di mana realitas fiksi kepada pemirsa. Pemirsa dapat mengamati awal dan
akhir seperti dalam kehidupan mereka sendiri, karena mereka mengalami hal ini
sebelumnya dan masih melakukannya setelah itu. Transisi dari realitas nyata
dengan realitas fiksi berupa dunia imajinasi, tidak harus mengkoordinasikan
perilaku sosial dari para pengamat, tidak memerlukan aturan permainan.
Sebaliknya perlu informasi, pembaca atau pemirsa harus dimasukkan ke dalam
posisi yang sangat cepat untuk membentuk memori sesuai dengan cerita yang
disesuaikan dengan gambar-gambar atau teks.
Bagan 1.1
Realitas Ganda
Dalam lingkup redaksi proses getakeeping dan agenda setting dalam
media mulai melakukan seleksi atau memilah informasi mana saja yang akan
Redaksi MEDIA
Wartawan
Realitas sosial
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
disiarkan oleh media mereka. Dalam melakukan seleksi informasi yang akan
dijadikan berita tentu terdapat kepentingan-kepentingan khusus yang melekat
dalam redaksi. Kepentingan tersebut bisa kepentingan ekonomi, politik, dan
sosial. Niklas Luhman lebih dalam menjabarkan sepuluh karakteristik informasi
apa saja yang akan dipilih redaksi sebagai sebuah berita. Karakteristik tersebut
meliputi (2000: 28-34):
1) Surprise, adalah informasi yang mengejutkan berbagai golongan
masyarakat atau mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan
masyarakat. Informasi mengejutkan tersebut akan dipilih redaksi
untuk disiarkan. Dalam memilih waktu kapan berita surprise itu
akan disiarkan juga menjadi perhatian khusus redaksi. Bisa saja
berita mengejutkan itu disiarkan pada saat program acara lain
sedang berlangsung, atau kita terbiasa mengenalnya dengan
program breaking news. Program breaking news adalah program
berita tanpa jadwal siaran, program itu muncul ketika sebuah
persitiwa baru saja terjadi dan mempunyai dampak yang luas
terhadap kehidupan masyarakat .
2) Conflict, atau menyiarkan berita konflik merupakan keuntungan
tersendiri pada perusahaan media. Media meramu dan mengemas
konflik tersebut menjadi paket berita yang menarik dan membuat
penonton akan terus menyimak konflik tersebut. Dalam
menyiarkan berita konflik bisanya media membuat pihak yang
menang dan kalah, serta mengeneralisasi perhatian masyarakat
dalam melihat konflik tersebut.
3) Quantities, atau banyaknya fakta yang ditemui dalam suatu
peristiwa juga menjadi pilihan redaksi untuk diberitakan. Lebih
lanjut Luhman menjelaskan quantities ke dalam dua bagian, yaitu
medium dan large. Dikatakan medium bila banyaknya narasumber
yang bisa dimintai keterangan tentang suatu peristiwa tertentu.
Dikatakan large apa bila peristiwa tersebut mengandung jumlah
yang banyak dari segi kuantitas, sebagai contoh berita tentang
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
jumlah korban tewas akibat bencana alam, atau berita tentang
naiknya harga minyak.
4) Local relevance, atau kedekatan lokal akan menambah nilai
informasi pada sebuah berita dan berita tersebut akan menarik
pusat perhatian masyarakat disekitarnya. Hal tersebut terjadi
karena adanya kedekatan antara pemirsa dengan peristiwa yang
sedang terjadi. Misalnya saja berita tentang kecelakaan kereta api
yang menelan korban tewas di Jakarta akan menarik perhatian
masyarakat Indonesia, dari pada berita kecelakaan kereta api di
India. Redaksi akan lebih memilih kecelakaan kereta api di
Indonesia karena mengandung kedekatan lokal dengan masyarakat
Indonesia.
5) Norm violations, atau pelanggaran norma merupakan peristiwa
yang patut untuk disiarkan kepada masyarakat. Menurut redaksi
pelanggaran norma dapat menarik perhatian masyakarat. Bisanya
pelanggaran norma meliputi pelanggaran hukum, skandal,
penolakan pluralisme atau keberagaman, dan kriminalisasi. Baik
yang dilakukan oleh masyarakat maupun aktor politik.
6) Moral judgements lebih kepada sengketa sosial yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat, hal tersebut terkait dengan konflik etnik
dalam golongan masyarakat. Istilah “keroyokan” terhadap etnik
lain menjadi peristiwa yang pantas untuk disiarkan kepada
masyarakat.
7) Norm violations recognizable merupakan kejelasan tentang
pelanggaran norma yang dapat dijabarkan secara sosiologis.
Dengan kemudahan menjabarkan peristiwa tersebut, redaksi
dengan kemahirannya mengkonstruksi peristiwa tersebut untuk
mudah dipahami, didengarkan dan dibaca oleh masyarakat luas.
Sehingga masyarakat memahami bagaimana peristiwa sebenarnya
yang terjadi menurut media.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
8) The requirment of topicality merupakan informasi yang baru yang
atas sebuah peristiwa. Misalnya berita kasus penangkapan
Nazarudin di Columbia atau korupsi Hambalang pada 2011,
sampai saat ini di 2013 berita kasus ini masih berlangsung, dan
kembali melibatkan berbagai aktor politik yang sedang berkuasa.
9) Expression of opinions merupakan opini pengingat kepada
masyarakat atas sebuh peristiwa yang sudah terjadi, dan media
akan kembali mengulang-ulang sumber opini tersebut hingga
akhirnya melekat dibenak khalayak tentang peristiwa tertentu.
Disini adalah kekuatan redaksi dalam memasuki alam bawah sadar
khalayak untuk tersebut berfikir sesuai dengan keinginan redaksi
media tertentu.
10) Selektor dalam media seperti yang sudah dijelaskan di atas
merupakan tujuan redaksi untuk memperkuat fakta-fakta yang
mereka dapatkan. Hal tersebut menjadi rutinitas kerja media dalam
mengolah informasi menjadi berita.
Lebih lanjut Shoemaker dan Reese melihat peristiwa yang layak untuk
dijadikan sebuah berita paling tidak mengandung enam unsur. Unsur tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut (1996: 110-111):
a. Prominence, yaitu penting tidaknya sebuah peristiwa dilihat dari
banyak sedikitnya efek yang ditimbulkannya. Contohnya adalah
invansi yang dilakukan Presiden Amerika Serikat Goerge W Bush
terhadap Irak tentunya akan menjadi berita menarik untuk disimak.
Peristiwa tersebut menjadi sangat penting ketika masyarakat
internasional mengecam tindakan tersebut karena menelan banyak
korban dari masyarakat sipil.
b. Human interest, yaitu peristiwa yang memberikan sentuhan
perasaan kepada penonton televisi. Contohnya kisah korban gempa
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
di Nangroe Aceh Darussalam yang tertimpa musibah. Semuanya
mengugah perasaan untuk disimak.
c. Conflict/controversy, yaitu informasi yang menggambarkan
pertentangan antar individu, kelompok, politik, atau negara. Segala
sesuatu yang bersifat pertentangan menarik untuk diberitakan. Hal
ini menarik karena konflik merupakan bagian dari kehidupan
manusia. Masalah pertentangan dapat menyangkut persoalan harga
diri, hukum, batas wilayah, ekonomi, dan lain-lain. Sebagai contoh:
kontroversi makelar kasus di tubuh Kepolisian yang menjadi fokus
pada penelitian ini.
d. Unique, yaitu mengenai peristiwa yang jarang terjadi. Contohnya
berita seni lukisan berbahan dasar rambut pelukis.
e. Timeliness, yaitu informasi penting yang menyangkut hal-hal yang
sedang terjadi. Contohnya adalah breaking news penangkapan
teroris internasional Dulmatin di Tangerang.
f. Proxomity, yaitu informasi mengenai hubungan kedekatan sebuah
berita dengan pemirsa baik secara geografis, dan emosional.
Contohnya peristiwa peliputan tentang hobi, profesi, dan kaitan lain
yang memunyai kedekatan dengan pemirsa.
Dari semua unsur di atas Abrar (2005: 4) menambahkan bahwa berita
harus mengandung delapan unsur:
a. Konflik, yaitu informasi yang menggambarkan pertentangan antara
manusia, bangsa Negara.
b. Kemajuan, yaitu informasi tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
c. Penting yaitu informasi yang penting bagi khalayak luas dalam
rangka menjalani kehidupan mereka sehari-hari.
d. Dekat, yaitu informasi penting yang memiliki kedekatan emosi dan
jarak geografis dengan khalayak.
e. Aktual, yaitu informasi tentang peristiwa yang baru terjadi.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
f. Unik, yaitu informasi tentang peristiwa yang unik dan jarang
terjadi.
g. Manusiawi, yaitu informasi yang bisa menyentuh emosi khalayak,
seperti yang membuat orang menangis, terharu, tertawa, dan
sebagainya.
h. Berpengaruh, yaitu informasi tentang peristiwa yang berpengaruh
terhadap kehidupan orang banyak.
Jika di dalam sebuah pemberitaan setidaknya terdapat satu unsur berita,
maka peristiwa tersebut layak untuk diberitakan. Namun jika sebuah peristiwa
terdapat dua unsur atau lebih, maka peristiwa tersebut memunyai nilai berita yang
tinggi dan layak untuk disiarkan. Karakteristik informasi di atas merupakan
generalisasi dari kerja selektor di media pada umumnya. Namun yang
membedakan antara media satu dengan yang lain dalam melihat peristiwa yang
sama adalah ideologi. Siregar (2001: 106) lebih lanjut menjelaskan karakter
perusahaan media dapat dijelaskan ke dalam dua bagian yaitu orientasi etis
terhadap aspek teknis dan orientasi etis terhadap subtansi informasi. Dampak dari
kedua orientasi tersebut secara otomatis memengaruhi format penyampaian
informasi yang akan disiarkan.
Teknis jurnalisme televisi merupakan bagian penting dalam menjalankan
penyesuaian karakter institusi media yang dianut. Kegiatan jurnalime televisi
adalah menentukan standar kelayakan yang diutamakan dalam menginformasikan
fakta sosial. Barometer yang digunakan jurnalisme televisi dalam melihat fakta
sosial inilah yang dijadikan dasar orientasi untuk melayani kepentingan
masyarakat luas.
Terkait dengan jurnalistik televisi, Weiner menjelaskan bahwa jurnalistik
adalah keseluruhan proses pengumpulan fakta, penulisan, penyuntingan, dan
penyiaran berita. Semua fakta kegiatan yang bermuara pada penyiaran berita,
mulai dari pengumpulan fakta, penulisan sampai pada penyuntingan berita bisa
disebut sebagai jurnalistik (Abrar, 2005: 1). Dalam teknik jurnalistik kebijakan
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
redaksional menjadi sumber dari setiap tindakan yang dilakukan oleh anggota
redaksional, mulai dari memilah informasi hingga menyajikan informasi.
Jurnalistik juga diartikan sebagai sebuah kegiatan memilih informasi dari
masyarakat dan sesuai dengan standar kelayakan informasi, serta menyajikan
dalam gaya bahasa yang sesuai dengan kebijakan redaksional (Siregar, 1992: 4).
Sedangkan Bromley menyatakan tidak ada satu formula khusus untuk
merumuskan apa itu jurnalistik, tetapi Bromley mencoba mendefinisikan
jurnalistik sebagai suatu produk dari instinct dan experince. Bromley memandang
jurnalistik bukan sekedar kegiatan mengumpulkan fakta kemudian menuliskan
sebagai sebuah berita saja, tetapi jurnalistik adalah sebuah komoditas yang akan
diperdagangkan karena kecepatan dan keberadaannya (1992: 1-2).
“Journalism then was the product of instinct and experience. Writing a
news story (or a feature acticle or a sport repot, or a press release) was not
like removing a gall bladder. It was not a procedure, defined and written up
ini text... is the art of writting something that will not be read twice;
journalism will be grasped at once. Journalism traded on its immediacy and
accessibility,
Bisa disimpulkan bahwa jurnalistik merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk memenuhi hak khalayak untuk mengetahui dan mengakses informasi.
dalam tugasnya menyampaikan semua informasi kepada khalayak, maka
jurnalistik memiliki kewajiban untuk bersikap profesional, etis dan kode etik
jurnalistik. Diranah strutural jurnalistik masuk sebagai komponen dari media
massa. Menurut Siregar media massa merupakan institusi sosial dalam
mendapatkan informasi (right to know) dan hak untuk menyakatan pendapat (right
to expression) .. agar kebutuhan manusia akan informasi tersebut dapat
diselenggarakan dengan baik maka mau tidak mau harus ada sikap saling
membutuhkan antara audiens atau khalayak dengan media dan nara sumber berita
(Wahyuni, 2000: 54).
Media massa menurut Herman dan Chomsky terlibat dalam suatu interaksi
simbiosis (a simbiotic relationship), bahwa penyedia informasi media massa
digerakkan oleh kebutuhan ekonomi (economic necessity) dan pertukaran
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
kepentingan (respocity of interest). Media massa membutuhkan keberlangsungan
ekonomi guna memaparkan ide dan dirinya pada khalayak. Sementara di sisi lain
khalayak membutuhkan berita tentang kejadian di lingkungan yang mengitarinya.
Pada titik inilah wartawan menjadi mediator utama sebagai penghubung a
symbiotic relationship (Sulhan, 2006: 330).
Selain itu pembentukan konstruksi realitas pada media sangat dipengaruhi
oleh hubungan kekuatan-kekuatan sosial yang melingkupinya media dan berbagai
tekanan. Berbagai faktor tersebut akan mempengaruhi konstruksi kebijakan
redakasi dalam melihat realitas, lebih lanjut Gebner mengatakan pola komunikasi
massa yang tertekan. Tekanan yang mereka hadapai berasal dari berbagai
kekuasaan, termasuk dari klien (misalnya para pemasang iklan), penguasa (baik
hukum dan politik), pakar ilmuan, institusi lain, dan khalyak (McQuail,
2000:249). Skema berikut ini menggambarkan peran organisasi media serta
komponennya sebagai penentu dalam situasi yang ditandai oleh adanya berbagai
kendala, tuntutan, serta sekian banyak kekuasaan dan pengaruh (McQuail, 2010:
281).
Bagan 1.2
Media dalam tekanan sosial
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
a. Hubungan organisasi media dengan klien, pemilik, dan pemasok. Dalam
hal ini media sesungguhnya dalam posisi yang sulit. Di satu sisi media
butuh menghidupi dirinya namun di sisi lain media harus mengutamakan
kualitas informasi yang mereka siarkan. Pengaruh klien, pemilik, dan
pemasok seringkali mengganggu porses informasi yang berkualitas.
b. Hubungan organisasi media dengan sumber berita. Dalam hubungan ini
media harus melakukan seleksi terhadap begitu banyak peristiwa yang
diperoleh untuk dijadikan berita. sementara itu pola hubungan penyeleksi
(selektor) dengan sumber berita sangat bervariasi, seperti yang sudah
dijelaskan dalam pemikiran Nilkas Luhman.
c. Hubungan organisasi media dengan khalayak. Dalam hubungan ini
khalayak merupakan bagian penting dalam memberi pengaruh kepada
lingkungan organisasi media. Hal tersebut dikarenakan khalayak sebagai
sumber berita sekaligus sebagai penonton berita itu sendiri.
d. Hubungan organisasi media dengan kelompok penekan, pemerintah, dan
sosial politik. Mereka turut serta memberi tekanan sosial budaya yang
mempengaruhi isi media dalam memberitakan peristiwa tertentu.
2. Televisi dan politik
Televisi tidak hanya menjadi bagian yang integral dari politik, tetapi juga
memiliki posisi yang sentral dalam politik. Media massa merupakan saluran
komunikasi politik yang banyak digunakan untuk berbagai macam kepentingan.
Hal tersebut bisa terjadi karena sifat media massa yang dapat mengangkut pesan-
pesan secara masif dan luas kepada khalayak atau publik yang jauh, beragam, dan
terpancar luas. Aspek yang sangat menonjol dengan media massa terkait dengan
politik adalah fungsi media massa dalam kehidupan politik. Karena sifatnya yang
sentral dalam politik, media massa memiliki fungsi penting dan strategis.
Komunikasi politik dapat didefinisikan dengan berbagai macam sudut
pandang. Seperti yang dikatakan Denton dan Woordward yang mengatakan
bahwa, komunikasi politik merupakan diskusi tentang public resources (revenue),
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
official authority (mereka yang diberikan kekuasaan untuk membuat peraturan,
keputusan legislatif dan eksekutif), dan official sanction (penghargaan atau
hukuman oleh Negara). Pandangan Deton and Woordward ditanggapi oleh Brian
McNair hanya sebagai sebuah retorika politik verbal dan tulisan. Kemudian
Menurut Doris Graber mempunyai pandangan lain bahwa komunikasi politik
merupakan paralinguistik seperti bahasa tubuh dan tindakan politik seperti boikot
dan protes. Pandangan Doris Graber serta merta mendapat dukungan Mcnair
bahwa, pakaian apa yang digunakan, gaya rambut, tata rias, dan logo yang
ditujukan untuk membentuk image politik termasuk dalam komunikasi politik
(McNair, 2003: 4).
Sedangkan menurut McNair sendiri komunikasi politik terbagi menjadi
tiga bagaian penting. Pertama, komunikasi politik merupakan suatu bentuk
komunikasi yang dilakukan oleh politikus atau aktor politik semata-mata hanya
untuk mencapai tujuannya tertentu. Kedua, komunikasi politik ditujukan kepada
aktor politik oleh non politikus seperti pemilih dan kolumnis. Ketiga, aktor politik
dan kegiatan meraka, merupakan isi yang dimuat berita, editorial, dan berbagai
bentuk media. Dari pandangan McNair dihasilkan tiga elemen penting dalam
komunikasi politik yaitu: organisasi politik, media, dan citizens.
Elemen pertama adalah organisasi politik, merupakan sebuah institusi
yang membawa pengaruh kepada pengambilan kebijakan politik. Organisasi
politik itu sendiri terdiri dari lima komponen yaitu: partai politik, organisasi
public non partai, kelompok penekan, organisasi teroris, dan pemerintah. Kelima
komponen tersebut merupakan wadah politik untuk, menampung semua aspirasi
aktor politik sesuai dengan kepentingannya. Partai politik berkepentingan untuk
agregasi kelompok yang mempunyai kesamaan ideologi untuk mencapai tujuan
bersama organisasi public non-partai hampir sama dengan partai politik
mempunyai kepentingan tetapi tidak menggunakan ideologi sebagai pijakan.
Organisasi teroris mempunyai kepentingan yang berwujud radikal dan
membahayakan orang lain dengan cara meneror, menyandra, mengngebom, dan
lain-lain demi mencapai tujuannya. Pemerintah berkepentingan menjalankan
fungsi sebagai pemerintah.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
Elemen kedua adalah media. Selain menjalankan fungsinya sebagai
pengawasan, penghubung, pentransferan budaya, dan hiburan. Ternyata juga
digunakan untuk tunggangan aktor politik untuk menyampaikan kepentingan dan
tujuan kepada organisasi politik dan citizens bisa berupa reportase, komentar,
analisis, dan editorial. Juga terjadi hubungan timbal balik berupa appeals,
programmes, adv, and public relation. Elemen ketiga yang terdapat pada
komunikasi politik adalah citizens, maksudnya bagaimana keterlibatan individu
yang mempunyai aspirasi atau tujuan politik, yang akan disampaikan kepada
organisasi politik tertentu, demi bendapatkan kebijakan tertentu. Berikut ini
adalah skema bagaimana posisi media dalam komunikasi politik.
Bagan 1.3
Komunikasi Politik Brain Mcnair
Kemudian Laswell (1995, 93:94) mengidentifikasi tiga fungsi pokok
media massa dalam komunikasi politik sebagai berikut:
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
“The surveillance of the enviroment, the correlations of the part of society
in responding to the environment, the transmission of the society heritage
from one generation to the next”
The surveillance of the enviroment diartikan sebagai pengawasan terhadap
lingkungan. The correlations of the part of society in responding to the
environment diartikan sebagai penghubung bagian-bagian masyarakat dalam
merespon lingkungan. The transmission of the society heritage from one
generation to the next diartikan sebagai mentransmisikan warisan sosial dari dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
Pertama adalah fungsi pengawasan, merujuk pada aktivitas media massa
dalam mencermati dan melaporkan peristiwa-peristiwa penting dalam mencermati
dan melaporkan peristiwa-peritiwa penting publik. Dari sinilah, publik
mengetahui dan kemudian memberikan respon kepada peristiwa tersebut. Fungsi
pengawasan tidak sekedar pemberitaan, akan tetapi mencakup upaya menyingkap
ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemerintah maupun kehidupan
bermasyarakat. Kedua adalah fungsi pengubung, fungsi ini lebih berkenaan
dengan kiprah media massa dalam menyediakan diri sebagai forum untuk adanya
diskusi, saling memperdengarkan pendapat, tuntutan dan aspirasi-aspirasi bagi
semua kelompok masyarakat. Ketiga adalah fungsi sebagai transmisi, merupakan
peran media massa dalam proses sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat luas. Isi
dari sosialisasi ini adalah nilai-nilai norma-norma, dan kesepakatan yang
berkembang di masyarakat.
Charles R. Wright (1975: 8-22) menambahkan fungsi lain dari media
massa adalah menghibur. Fungsi ini pada awalnya kurang berkaitan dengan
politik. Akan tetapi pada perkembangan kemudian, setidaknya peran ini memiliki
relevansi dengan politik. Selain itu media massa juga memiliki tiga fungsi yang
lain yaitu: pertama, kekuatan mengkonstruksi dan mendekonstruksi realitas
hingga terciptanya citra dan persepsi-persepsi tertentu pada khalayak. Kedua,
mengartikulasikan kepentingan atau tuntutan. Ketiga, memproduksi dan
mereprosuksi identitas budaya (Pawito, 2009: 104).
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
Lebih lanjut Pawito mengatakan (2009: 126) berbicara tentang pengaruh
dan juga dampak media massa dalam konteks politik sangat melekat dengan
fungsi media massa. Media massa dapat berpengaruh terhadap khalayak, hal
tersebut bisa dilihat dari lima faktor sebagai berikut:
a. Pengangendaan isu publik pada khalayak.
Hal ini nampak dengan penguatan demi penguatan terhadap teori
agenda-setting yang pada dasarnya berpandangan bahwa agenda-
setting media mempengaruhi agenda khalayak.
b. Frame khalayak mengenai isu-isu publik.
Hal ini dapat dilihat dengan berkembanganya teori media framing
yang mengatakan bahwa frame media (subtasnsi persoalan yang
ditonjolkan oleh media mengenai isu-isu atau peristiwa-peristiwa
tertentu) berpengaruh terhadap frame khalayak (persepsi khalayak
mengenai isu atau peristiwa-peristiwa tertentu).
c. Pembentukan pendapat khalayak mengeni isu publik.
Hal ini nampak dengan perkembangan teori spiral of silent yang
mengatakan bahwa individu-individu khalayak sampai tingkatan
tertentu merujuk pada pemberitaan media untuk membangun
pendapat-pendapat mengenai peristiwa atau isu-isu publik sambil
mempertimbngankan pendapat mana yang terkesan lebih kuat (lebih
banyak memperoleh dukungan).
d. Pandangan, penilaian, atau persepsi terhadap realitas.
Misalnya teori kultivasi yang mengasumsi bahwa individu-individu
dengan terpaan televisi lebih tinggi cenderung memiliki pandangan
atau penilaian terhadap realitas yang sama dengan realitas yang
disuguhkan melalui televisi.
e. Penumbuhan citra pada khalayak mengenai objek (figur atau tokoh,
partai politik, organisasi, pemerintah, dan perusahaan),
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
Pengaruh dan dampak media massa tersebut telah membuka peluang bagi
adanya kritik terhadap media dan wartawan. Paul Johnson (dalam Pawito 2009:
131-133) mengatakan bahwa ada tujuh kesalahan yang sering dilakukan oleh
media atau yang biasa kita kenal sebagai tujuh dosa yang fatal (seven deadly sins)
yang seringkali dilakukan media yaitu:
a. Melakukan distorsi
Media massa sering kali, sengaja atau tidak sengaja melakukan
distorsi atau menyamarkan realitas. Kebenaran seringkali terkalahkan
oleh kepentingan-kepentingan tertentu sehingga realitas yang
sebenarnya tersamarkan.
b. Memberikan kesan keliru
Media ataupun wartawan seringkali terhanyut dalam praktek
pemberian kesan keliru kepada khalayak dengan pemberitaan yang
mengarah kepada penciptaan atau pengukuhan stereotipe dan skeptis.
Media massa selayaknya bekerja seperti kaca bening dimana khalayak
dapat melihat kebenaran.
c. Mencuri privasi
Ikut mencampuri urusan pribadi merupakan kesalahan paling buruk
yang dilakukan oleh media massa. Setiap manusia memiliki hak yang
tak terpisahkan dengan privasi setidaknya sampai tingkat tertentu.
d. Membunuh karakter
Media mass baik melalui pemberitaan, karikatur, maupun talkshow
seringkali digunakan untuk menghancurkan karir dan citra seseorang
ataupun kelompok.
e. Eksploitasi seks
Demi meningkatkan rating, media massa seringkali memberikan kesan
kuat mengeksploitasi seks. Untuk kepentingan ini, media mengemas
erotisme dan seksualias ke dalam paket pesan gosip para selebritis.
f. Meracuni pikiran anak-anak
Media massa seringkali menyuguhkan materi atau acara-acara yang
tidak mendidik. Hal ini dapat dicermati melalui berbagai paket
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
tayangan sinetron untuk anak-anak dan remaja yang kental bernuansa
konflik dan kekerasan.
g. Penyalahgunaan kekuasaan
Para editor seringkali berpikiran bahwa mereka memiliki kewenangan
untuk melakukan eksekusi terhaap kasus-kasus yang berkembang
melalui pemberitaan terhadap kasus tersebut. Dalam hal ini editor
sering tergoda untuk melakukan penerapan kebijakan yang bersifat
memihak.
3. Berita konflik
Terkait dengan konflik sebagai sebuah realitas yang dikonstruksi. Konflik
dipandang sebagai penggalan dari proses yang dianggap penting dan menarik bagi
khalayak (Siregar, 2006: 265). Dalam pemberitaan konflik yang terjadi di Mesuji
dan Lampung Selatan, maka tidak heran jika media massa khususnya TV One
menaruh perhatian khusus kepada konflik tersebut.
Joe Kelly mengatakan bahwa,
“Conflict is inevitable, often determined by strutural factor in the
organization or group, and an integral part of process of change. In fact,
some degree of conflict is hepful. Conflict is natural part of any
communication relationship, not all conflict have the some outcomes
generally the outcomes of conflict can be perceived of destructive or
constructive” (Myers dkk 1980: 227-229).
Mancher (2003: 68) menyatakan media massa memiliki dua general
guidelines. Pertama, news is information about a break form the normal flow of
event, an interrupt ion in the expected, a deviation from the norm. Kedua, news is
an information people need to make sound decisions about their lives. Mancher
menjelaskan bahwa bagaimana seorang wartawan dan editor menentukan apakah
suatu peristiwa merupakan suatu informasi yang perlu diketahui khalayak atau
tidak. Informasi harus mengandung nilai berita seperti: timeliness, impact,
consesquence or importance, prominence of the people involve, proximity to
reader or listeners, conlift, the unusual nature and the event necessity (2003:64).
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
Berita tidak terlepas dari kaidah kerja jurnalisme, seperti dikatakan
Weiner mengungkapkan bahwa jurnalisme merupakan keseluruhan proses
pengumpulan fakta, penulisan, penyutingan dan penyiaran (Abrar, 2005: 15).
Sedangkan Siregar (2001: 106) melihat jurnalisme sebagai kegiatan memungut
fakta sosial untuk dijadikan informasi, kemudian selanjutnya disampaikan melalui
media massa. Dari dua pengertian jurnalisme di atas terdapat pemahaman yang
sama atas adanya fakta sosial yang akan dijadikan informasi. Dalam
mengumpulkan fakta sosial, seorang jurnalis memiliki ketentuan tersendiri dalam
penyampaikan informasi. Ketentuan ini biasanya berorientasi terhadap karakter
perusahaan media tersebut.
Konflik sebagai sebuah realitas sosial yang coba diulas insan pers,
tentunya memiliki kepentingan khusus untuk mengulas konflik. Kepentingan
tersebut bisa berupa kepentingan teknik maupun etis subtansi kepada masyarakat
luas. Konflik pada dasarnya merupakan pertikaian individu atau pun kelompok.
Untuk menyelesaikan beberapa masalah biasanya konflik merupakan suatu cara
yang banyak digunakan individu untuk menyelesaikan masalah. Ada yang
berakhir. Robert M.Z. Lawang (1986: 311) mengatakan bahwa konflik diartikan
sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status,
kekuasaan dan sebagainya, yang tujuan mereka berkonflik itu hanya memperoleh
keuntungan, tetapi juga untuk menundukan pesaingnya. Konflik dapat diartikan
sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara suatu kelompok dan kelompok
lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatam ekonomi, politik,
sosial, dan budaya, yang terlatif terbatas. Lebih lanjut Lawang melihat konflik
yang terjadi di Indonesia pada umumnya terdiri atas dua jenis yaitu:
1) Konflik vertikal, merupakan konflik yang terjadi antar herarki masyarakat
contohnya konflik negara versus warga buruh dan majikan. Dalam
penelitian ini konflik vertikal adalah konflik Mesuji.
2) Konflik horizontal, merpukan konflik yang terjadi antar golongan
masyarakat yang seimbang. Contohnya konflik antar suku, antar agama,
dan antar masyarakat. Konflik tersebut bisa berlatar belakang ekonomi,
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
29
politik, agama, kekuasaan, dan kepentingan lainnya. Dalam penelitian ini
konflik horizontal adalah konflik suku Bali dan suku Lampung.
Charles Lewis Taylor dan Michael C.Husdson membuat beberapa
indikator dalam menggambarkan intensitas konflik yang terjadi dalam masyarakat
indonesia. indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut (dikutip McDaniel,
2010: 382):
1) Demonstrasi (a protest demonstration) adalah sejumlah orang yang tidak
menggunakan kekerasan, kemudian mengorganisasikan diri untuk
melakukan protes terhadap suatu kebijakan pemerintah atau ideologi.
2) Kerusuhan pada dasarnya sama dengan demonstrasi, yang membedakan
adakah adanya kekerasan fisik, perusakan fasilitas umum, menggunakan
berbagai alat-alat pengendali kerusuhan oleh aparat keamanan, dan
penggunakan berbagai macam senjata kerusuhan yang biasanya terjadi
secara spontan.
3) Serangan bersenjata (armed attack) serangan yang dilakukan kelompok
tertentu terhadap kelompok lain dengan menggunakan senjata, akibat
pertentangan konflik sosial.
Berikut ini adalah kronologi konflik yang terjadi di Mesuji dan Lampung
Selatan. Pada bulan Desember 2011 masyarakat Indonesia dikejutkan dengan
pemberitaan konflik antara Kepolisian dan warga Mesuji di Lampung. Konflik
tersebut berawal dari sengketa lahan antara masyarakat desa Sritanjung Mesuji
dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BMSI). Dari konflik tersebut
tercatat satu orang tewas dan sembilan luka-luka. Tempo.com (26/02) mencatat
bahwa menurut pihak BMSI ada sekitar 500 warga dari tiga Desa, yaitu Desa
Sritanjung, Nipah Kuning, dan Desa Kaagungan Dala Kecamatan Tanjung Raya
di Kabupaten Mesuji, mengamuk dan membakar seluruh fasilitas perusahaan.
Atas serangan warga tersebut karyawan perusahaan BMSI langsung menghubungi
pihak Kepolisian untuk mengamankan masa yang mengamuk.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
30
Setelah mendapat laporan tersebut Polisi langsung mendatangi tempat
terjadinya kerusuhan. Masa yang bergitu banyak dan anarki memaksa Polisi untuk
melakukan pembubaran paksa terhadap warga yang mengamuk. Seperti yang
dikatakan Detiknews.com (21/12) Kepolisian bereaksi dalam upaya membubarkan
masa. Namun yang terjadi dilapangan Polisi justru menembaki dan memukuli
masa. Saling serang antara Kepolisian dan warga Mesuji berakhir dengan
tewasnya satu orang warga Sritanjung akibat luka tembak dan sembilan warga
luka-luka. Kejadian tersebut seketika ditanggapi oleh Pemerintah Pusat dengan
dibuatnya Panita Kerja (Panja) yang mengusut konflik mesuji. Kompas.com
(21/12) mengatakan bahwa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki
Alie mendukung pembentukan Panja di Komisi III DPR untuk mengusut
penyimpangan di sektor pertanahan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
Pada tahun 2012 masyarakat Indonesia juga dikejutkan dengan beria
konflik etnis antara masyarakat Bali dan Lampung tepatnya wilayah Kalianda
Lampung Selatan. Bisnis.com (20/10) menjelaskan konflik di Lampung selatan
bermula dari masalah sederhana di mana seorang gadis Balinuraga sedang
bersepeda di desa Agom kemudian terjatuh. Lebih lanjut informasi yang
bermunculan menyatakan bahwa gadis itu terjatuh kemudian mengalami
pelecehan seksual. Keluarga gadis yang tidak terima kemudian mendatangi
pemuda Agom yang dituduh telah berbuat tidak senonoh. Pemuda Agom yang
merasa tidak bersalah menolak semua tuduhan yang diberikan suku Bali. Karena
tidak percaya dengan keterangan pemuda Agom, suku Bali membakar rumah
pemudah suku Agom. Melihat konfigurasi sosial suku di pedesaan Lampung yang
sangat beragam, membuat desa-desa di Lampung Selatan eksklusif. contohnya
saja suku Bali di desa Balinuraga dan desan Agom.
Sejak kehadirannya, etnis Bali yang berbeda dengan orang Jawa,
dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung.
Kompas.com (4/11) lebih lanjut menyatakan bahwa kehadiran masyarakat Bali
yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum
sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama.
Kenyataan pula bahwa kedua etnis relatif hidup terpisah dalam nuansa yang
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
31
eksklusif enclave. Tidak mengherankan jika kedua etnis itu kerap masih merasa
asing satu dan lainnya. Hal ini terjadi terutama di Lampung Selatan.
Dari kedua berita konflik di atas, terlihat jelas ada perbedaan munculnya
konflik tersebut. Kasus Mesuji awalnya merupakan konflik antara perusahaan dan
masyarakat, tetapi ternyata yang terjadi di lapangan adalah konflik vertikal antara
polisi dan masyarakat. Konflik vertikal adalah konflik yang terjadi dalam lapisan
kekuasan masyarakat, dimana yang satu memiliki kekuasaan dalam kasus ini
adalah Kepolisian yang diberikan otoritas pemeritah untuk mempunyai senjata
sesuai dengan standar Kepolisian dan masyarakat sipil di Mesuji yang sebagian
besar berprofesi sebagai petani, yang secara hukum administrasi tidak memiliki
sertifikat atas lahan yang mereka kelola. Kemudian kasus konflik Bali dan
Lampung yang merupakan konflik antar suku di Lampung Selatan merupakan
konflik horizontal. Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi antara
komunitas atau suku dengan komunitas atau suku lain yang sejajar.
4. Teori Framing
Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson pada
1955 (Sobur, 2002:161). Ia mengatakan bahwa framing merupakan pendekatan
untuk mengetahui bagaimana perspektif yang digunakan oleh wartawan ketika
menyeleksi isu dan menulis berita. Perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta
apa yang akan diambil, kemudian bagaimana ditonjolkan dan dihilangkan. Hal
tersebut membuat berita begitu manipulatif dan bertujuan mendominasi
keberadaan subyek sebagai suatu yang legitimasi, obyektif, alamiah, wajar atau
tak terelakkan (Imawan, 2000: 54-67). Berikut ini adalah definisi framing yang
disampaikan dari beberapa ahli (Eriyanto, 2008: 77-79)
Tabel 1.3
Definisi Framing
Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga
bagaian tertentu dari peristiwa itu leboh menonjol
dibandingkan dengan aspek lain. Ia juga menyertakan
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
32
penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas
sehingga sisi tertentu mendapat alokasi leboh besar dari
pada sisi yang lain.
William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir
sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu
wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan
(package). Kemasan itu semacam skema atau struktur
pemahaman yang digunakan individu untuk
mengkonstruksi makan pesan-pesan yang ia sampaikan,
serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima
Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan
disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada
khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam
pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian
khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi,
pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari
realitas.
David E. Snow dan Robert
Sanford
Pemberian makna untuk penafsiran peristiwa dan kondisi
yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem
kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu,
anak kalimat, citra tertentu. Sumber informasi, dan kalimat
tertentu.
Amy Blinder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk
menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melaneli
peristiwa yang komplek ke dalam bentuk dan pola yang
mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti
makna peritiwa.
Zhongdang Pan dan Gerald
M. Kosiki
Stretegi konstruksi dan memproses berita. perangkat
kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,
menafsirkan dalam mengkode informasi, menafsirkan
peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi
pembentukan berita.
Meskipun berbeda dalam penekanan dan pengertian tentang definisi
framing, dapat dilihat ada titik singung utama dari keseluruhan definisi tersebut.
Titik singgung tersebut adalah bagaimana realitas dibentuk dan dikonstruksi oleh
media. Dari hasil konstruksi tersebut dapat dilihat bagian mana yang menonjol
dari sebuah berita dan bagian mana yang hilang atau dikaburkan dari sebuah
berita. Gitlin mengatakan bahwa frame media lebih tepat dikatakan sebagai
bentuk yang muncul dari pikiran (kognisi), penafsiran, dan penyajian dari seleksi,
penekanan, dan pengucilan dengan mengunakan simbol-simbol yang dilakukan
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
33
secara teratur dalam wacana yang terorganisir, baik dalam bentuk verbal mauapun
visual (2008: 80).
Menurut Ervin Goffman (dalam Sobur, 2001: 76-77), secara sosiologis
konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi,
mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif mengalaman-pengalaman hidup
kita untuk dapat memahaminya. Skema interpretasi itu disebut frames, yang
memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengindetifikasi, dan
memberi label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi. Frames
memungkinkan para jurnalis memproses sejumlah besar informasi demi penyiaran
yang efisien kepada khalayak. Secara psikologi, framing dilihat sebagai
penempatan informasi dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen tertentu
suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar.
Lebih lanjut Eriyanto mengatakan ada dua aspek dalam framing. Pertama,
memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi,
wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta
ini selalu tekandung dua kemungkinan yaitu apa yang dipilih (included) dan apa
yang dibuang (excluded). Akibatnya adalah pemahaman dan konstruksi atas
sebuah peristiwa bisa menjadi berbeda antara satu media dengan media lain.
Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan
menghasilkan berita tertentu. Kedua, menulis fakta, proses ini berhubungan
dengan bagaimana fakta dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu
diungkapkan dengan kata, kalimat, dan proposisi apa saja dengan bantuan foto
dan gambar. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih
mendaptkan alokasi dan perhatian yang benar dibandingankan aspek yang lain
(2008: 81).
Dilihat dari landasan teoritik analisis framing memiliki tiga pedekatan
yaitu; perspektif komunikasi, sosiologi, dan psikologi. Dilihat dari perspektif
komunikasi, nalisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi
media saat mengkonstruksi fakta. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan
untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Oleh karena itu, berita
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
34
menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai
sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, dan tak terelakkan. Dilihat dari
perspektif Sosiologi, secara sosiologis, konsep frame analysis ialah memelihara
kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan
menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat
memahaminya. Skemata interpretasi itu disebut frames, yang memungkinkan
individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasikan, dan memberi label
terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi.
Dilihat dari perspektif psikologi, framing dilihat sebagai penempatan
informasi dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen tertentu suatu isu
memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya,
elemen-elemen yang terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian
individu dalam penarikan kesimpulan.
Berikut ini merupakan model proses framing yang akan dijabarkan
menjadi empat bagian:
a. Frame Building
Frame building dapat dilihat dari beberapa faktor seperti,
pengendalian diri pada organisasi, nilai-nilai profesional wartawan,
atau harapan audiesn pada bentuk dan isi berita. Walaupun demikian,
apa yang dipelajari belum mampu untuk menjawab pertanyaan
begaimana media dibentuk atau tipe pandangan atau analisis yang
terbentuk pada kreasi atau perubahan analisis dan penulis yang
diterapakan wartawan. Frame building meliputi pertanyaan: faktor
struktur dan oragnisasi seperti apakah yang mempengaruhi sistem
media atau karakteristik individu wartawan seperti apakah yang
mampu mempengaruhi penulisan sebuah berita terhadap peristiwa
yang terjadi.
Gans, Shoemaker, dan Reese memberi saran, yaitu minimal ada
tiga pengaruh yang potensial. Faktor pertama, adalah pengaruh dari
wartawan. Konstruksi analisis lebih sering dibuat wartawan untuk
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
35
membuat perasaan memiliki akan kedatangan informasi. bentuk
analisis fenomena yang ditulis wartawan sangat dipengaruhi oleh
varibel-variabel seperti ideologi, perilaku, norma-norma profesional,
dan memberi ciri pada wartawan dama menulis berita. faktor kedua
yang berpengaruh dalam penulisan berita adalah pemilihan pendekatan
yang digunakan wartawan dalam penulisan berita sebagai konsekuensi
dari tipe dan orientasi politik atau “rutinitas organisasi”. Faktor ketiga
adalah pengaruh dari sumber-sumber eksternal, misalnya aktor politik
dan otoritas.
b. Frame setting
Proses kedua dalam framing sebagai teori efek media adalah frame
setting. Argumen para ahli, frame setting didasarkan pada proses
identifikasi yang sangat penting. Frame setting termasuk dalam aspek
pengkondisian agenda (adenda setting). Agenda setting ini lebih
menitik beratkan pada isu-isu yang menonjol dan penting. Level awal
dari agenda setting adalah transmisi objek yang penting, kemudian
level selanjutnya adalah transmisi atribut yang penting. Nelson
menambahkan pernyataan bahwa analisa penulisan berita
mempengaruhi opini dengan penekanan nilai spesifik, fakta, dan
pertimbngan yang lainnya yang kemudian diikuti dengan isu-isu yang
lebih besar, nyata, serta relevan.
c. Individual- level effect of framing
Tingkat pengaruh individu pada seseorang akan membentuk
beberapa variabel perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lain yang
telah dilakukan dengan menggunakaan model kontak hitam (black box
model). Dapat dikatakan bahwa stusi ini lebih berfokus pada input dan
output, dan proses yang menghubungan variabel-variabel kunci dapat
diabaikan.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
36
Sebagai peneliti melakukan percobaan pada nilai keluaran framing
tingkat individu. Walaupun telah memberikan kontribusi yang penting
dalam menjelaskan efek penulisan berita di media dalam hubungannya
dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya, studi ini
tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel ini
saling berhubungan.
d. Journalist as audience
Wartawan lebih cenderung untuk melakukan pemilihan konteks.
Dalam hal ini, diharapkan wartawan dapat berperan sebagai orang
yang mendengarkan analisis pembaca sehingga muncul timbal balik
ide. Hal ini berakibat analisis wartawan tidak selalu dianggap paling
benar dan tidak memiliki kelemahan.
Menurut Urs Dahiden dalam sejarah framing diinterpretasikan secara
beragam. Framing dimaknai berbeda-beda dalam berbagai kelompok obyek
kajian. Misalnya dalam psikologi, framing dimaknai sebagai skema, sedangkan
dalam konteks ilmu informasi, skema merupakan instrumen representasi
pengetahuan. Sosiolog Ervin Goffman, yang lebih fokus pada obyek kajian
komunikasi interpersonal dan komunikasi langsung memaknai framing sebagai
pendefinisian tentang situasi yang sedang terjadi dan menjawan pertanyaan “what
is it that’s going on hare?” dalam konteks ilmu politik frame dimaknai sebagai
bentuk dari sistem kepercayaam seperti diungkapkan oleh Gerhards/Rucht sebagai
berikut: “we define a belief system as a configuration of idea and attitudes in
which the elements are bound together by some form of constraint or functional
interdependence” (seperti dikutip Hermin, 2008: 2).
Dalam konteks studi media keberagaman perspektif coba diatasi oleh
Dahiden dengan menawarkan serangkaian kategori frame yang menurutnya dapat
dijadikan frame yang muncul dalam penelitian mengenai sebuah tema. Sebagai
meta-analisis-proposional yang merupakan bangunan kategori berdasarkan hasil
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
37
dari serangkaian penelitian. Basis frame yang dimaksud adalah sebagai berikut
(Hermin, 2008: 3):
Tabel 1.4
Basis Frame dari Urs Dahiden
Basis Frame Definisi
Konflik Tema yang dipilih berangkat dari konflik
kepentingan antara kelompok sosial yang beragam
Ekonomi Tema diurai dari perspektif ekonomi
Kemajuan Tema dijelaskan dari konteks kemajuan dan
perspektif ilmu pengetahuan
Moral, Etika, Hukum Tema dibahas dan didiskusikan dari perspektif
moral etika, dan hukum
Personalisasi Tema dijelaskan dari perspektif personal dari
individu
Dengan alasan bahwa penelitian ini beranggapan kecenderungan umum
fenomena media dan konflik, maka metode framing yang diterapkan Dahinden
didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian analisis
framing juga termasuk kedalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini
merupakan posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang
dihasilkan, kemudian Robert N. Entman mendefinisikan framing sebagai berikut:
“to frame is to select some aspect of a perceived reality and make them
more salient in a communicating text, in such way as to promote a
particular problem definition, causal interpretatiom, moral evaluation or
treatment recommendation”
Entman menjelaskan bahwa dalam membuat kerangka framing dengan
cara menyeleksi dan memberi perlakukan tertentu terhadap aspek dari sebuah
peristiwa yang akan diteliti dalam teks berita. Hal ini bisa dianggap sebagai cara
promosi masalah tertentu, interpretasi kausal, evaluasi moral atau memberi
rekomendasi atas peristiwa yang terjadi. Pada dasarnya Entman menjelaskan
bahwa framing merupakan kegiatan pemberi definisi, penjelasan, evaluasi, dan
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
38
rekomendasi terhadap peristiwa yang diwacanakan. Konsepsi mengenai framing
dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai
dan ditandakan oleh wartawan. Berikut ini adalah empat penjelasan Entman
mengenai konsepsi framing.
Pertama, pedefinisian masalah (Define problems) elemen ini merupakan
frame yang paling utama. Frame tersebut menekankan bagaimana peristiwa
dipahami oleh wartawan. Bagaimana peristiwa tersebut dipahami secara berbeda
dan dan bingkai yang berbeda ini menyebabkan realitas yang berbeda. Kedua,
memperkirakan penyebab masalah (diagnose causes) merupakan framing untuk
membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab ini
bisa berupa apa (what), tetapi bisa berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa
dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber
masalah. Ketiga, membuat keputusan moral (make moral judgement) adalah
elemen framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi
pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika suatu masalah sudah
didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah
argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Keempat,
menekankan penyelesaian (treatment recommendation) elemen ini dipakai untuk
menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Penyelesaian itu tentu saja sangat
tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai
penyebab masalah.
Tabel 1.5
Perangkat Framing Robert N. Entman
Define problems Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai
apa? Atau berbagai masalah apa?
diagnose causes Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang
dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa
(aktor) yang dianggap sebagaimana penyebab
masalah?
make moral judgement Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan
masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk
melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan
treatment recommendation Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi
masalah tersebut?
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
39
F. Kerangka Konseptual
Dalam menganalisis suatu objek penelitian tertentu dibutuhkan beberapa
konsep yang dapat memberikan batasan-batasan dalam penelitian. Dari penjabaran
teori yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka ada beberapa konsep utama yang
akan dipadupadankan lebih mendalam dalam penelitian ini. Berikut ini konsep-
konsep yang perlu dijabarkan dalam penelitian:
1. Konstruksi
Konstruksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruksi
yang dilakukan media dalam melihat realitas sosial dalam melihat konflik
Mesuji dan konflik Lampung Selatan. Hal tersebut bertujuan untuk melihat
frame-frame apa yang ditampilkan TV One dalam mengkonstruksi kedua
konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan.
2. Berita
Berita merupakan hasil produksi dari kerja jurnalistik berupa narasi
dan gambar. Oleh sebab itu berita yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berita konflik yang menyiarkan konflik Mesuji dan konflik
Lampung Selatan pada 2011 – 2012. Berita tersebut meliputi pembahasan
tentang motif konflik, dinamika konflik, dan penyelesaian konflik.
3. Konflik
Walaupun banyak definisi yang membahas masalah konflik,
penelitian ini akan lebih berfokus pada peristiwa konflik yang berkaitan
dengan fenomena konflik Mesuji yang diakibatkan dari perluasan lahan
sawit oleh perusahaan. Konflik tersebut terjadi diduga melibatkan
kepolisian dan masyarakat Mesuji yang berujung pada tewasnya warga
Mesuji. Serta konflik antar suku Bali dan suku Lampung yang terjadi di
Lampung Selatan. Konflik tersebut berawal dari kesalahapahaman antar
kedua suku tersebut. Dari konflik ini beberapa warga suku Bali tewas dan
warga Bali menggugat pemerintah jika kasus tersebut tidak ditangani
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
40
cepat, masyarakat Bali akan melepaskan dari Negara Kesatuan Indonesia
(NKRI).
4. Framing berita
Framing berita yang digunakan dalam penelitian mengadosi
pemikiran Dahinden dan Entman. Alasan menggunakan pemikiran
Dahinden sebagai basis frame dalam penelitian ini adalah untuk
menangkap fenomena umum atau fenomena makro dalam konflik-konflik
tersebut. Framing akan dilakukan secara umum melalui pengamatan pada
obyek penelitian yaitu berita konflik yang muncul di televisi. Sedangakan
menggunakan pemikiran Entman dalam penelitian ini adalah untuk
menangkap secara detail memaknai teks berita dari sebuah media televisi.
Dari kedua mikiran tersebut maka diperoleh framing konflik Mesuji dan
konflik Lampung Selatan yang akan di jelaskan kedalam tiga kategori
yaitu motif konflik, dinamika konflik, dan penyelesaian konflik.
Pertama, frame tentang motif konflik yang akan melihat bagaimana
media membingkai pemicu konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan.
Kedua, frame tentang dinamika konflik yang akan melihat bagaimana
media membingkai situasi konflik yang sedang terjadi. Ketiga, frame
tentang penyelesaian konflik yang akan membahas bagaimana media
membingkai upaya perdamaian yang terjadi dari kedua konflik tersebut.
Setelah mengkategorikan berita yang akan dianalisis kemudian secara satu
persatu teks tersebut akan dianalisis sebagai berikut:
a. Secara basic frame yang gunakan untuk membedah frame
subtasnsi di atas adalah dengan menggunakan pemikiran
Dahinden yang lebih mengulas frame secara besar. Frame
tersebut meliputi, konflik, ekonomi, kemajuan, (moral, etika,
dan hukum), personalisasi. Masing-masing elemen tersebut
memiliki unit yang diamati, yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
41
Konflik, elemen ini merupakan elemen framing untuk
melihat tema yang dipilih berangkat dari kepentingan antar
kelompok
Ekonomi, elemen ini merupakan elemen framing untuk
melihat tema apa yang terkait dalam perspektif ekonomi.
Kemajuan, elemen ini merupakan elemen framing untuk
melihat tema apa yang termasuk ke dalam konteks
kemajuan dan pengetahuan
Moral, etika, dan hukum, elemen ini merupakan elemen
framing untuk melihat tema apa yang dibahas dengan
perspektif moral, etika, dan hukum
Personalisasi, elemen ini merupakan elemen framing untuk
melihat tema dijelaskan secara individu.
b. Pemikiran Entman memiliki empat elemen yaitu: define
problems, diagnose causes, moral judgement, treatment
recommendation. Keempat elemen tersebut bertujuan untuk
menditeksi secara detail tentang makna yang terkandung di
dalam sebuah teks berita konflik. Keempat elemen tersebut
memiliki unit yang diamati, yang akan dijelaskan sebagai
berikut.
Define problems, unit analisisnya terdiri dari isi berita,
sumber berita dan narasumber. Sumber berita adalah
organisasi atau institusi dimana aktor atau individu
berkelompok. Sedangkan narasumber adalah aktor dari
organisasi atau institusi tersebut.
Diagnose causes, Elemen ini merupakan elemen framing
untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari
suatu peristiwa. Oleh sebab itu unit analisis yang digunakan
berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who).
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
42
Moral Evaluation, Elemen ini merupakan elemen framing
yang dipakai untuk membenarkan atau memberikan
argumentasi pada pendefinisian masalah yang telah dibuat.
Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah
sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat
untuk mendukung gagasan tersebut. Oleh karena itu unit
analisis yang digunakan bisa mengandung moral judgement
positif dan negatif,
Treatment recommendation. Elemen ini dipakai untuk
menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa
yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu
unit yang diamati mengarah kepada penyelesaian itu tentu
saja sangat bergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
43
Tabel 1.6
Tabel Framing
Framing
substansi
Motif konflik 1. Mesuji
2. Lampung Selatan
Dinamika Konflik 1. Mesuji
2. Lampung Selatan
Penyelesaian Konflik 1. Mesuji
2. Lampung Selatan
Basic Frame Konflik Tema yang dipilih berangkat dari
kepenting antar kelompok
Ekonomi Tema dalam perspektif ekonomi
Kemajuan Tema dengan kontek kemajuan dan
pengetahuan
Moral,etika,hukum Tema dibahas dengan perspektif
moral, etika, dan hukum
Personalisasi Tema dijelaskan secara individu
Frame Define
Problems Judul
Isi Berita
Nara Sumber
Sumber Berita
Causal
Interpretation Apa penyebab masalah
Siapa yang dianggap sebagai
penyebab masalah
Moral
Evaluation
Nilai moral apa yang digunakan untuk
melegitimasi atau delegitimasi suatu
tindakan
Treatmen
Recomendation
Penyelesaian apa yang ditawarkan
untuk mengatasi masalah
G. Metodelogi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini akan membahas tentang jenis
penelitian, sifat penelitian, subyek penelitian, objek penelitian, teknis
pengumpulan data, dan analisis data yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif sebab peneliti ingin
menggambarkan kejadian sosial yang bisa mempengaruhi wartawan dalam
membingkai berita konflik di Mesuji dan konflik Lampung Selatan yang
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
44
siarkan TV One pada 2011-2012. Hasil temuan tersebut bersifat deskriptif,
yaitu memberi gambaran terkait bingkai pemberitaan wacana konstruksi
berita konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan. Metode deskriptif ini
bertujuan untuk memaparkan secara sistematis fakta atau karakteristik
tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat (Rachmat,
2007:22).
2. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran dan pemahaman bagaimana suatu gejala atau realitas
komunikasi terjadi
3. Subjek penelitian
Fokus penelitian ini adalah TV One. program televisi yang
digunakan dalam penelitian ini. Peneliti memilih program Kabar Siang
dan Kabar Hari Ini. Alasan memilih TV One akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. TV One merupakan stasiun televisi berformat berita yang disiarkan
skala nasional. Serta televisi tersebut menjadi rujukan pemerintah
untuk membuat bahan pertimbangan kebijakan.
b. Peneliti melihat adanya asumsi relasi hubungan antara pemimpin
redaksi TV One Karni Ilyas dengan Brigjen Pol Drs. Edmond Ilyas
dalam siaran berita konflik Mesuji dan Lampung Selatan di TV One
4. Objek penelitian
Objek penelitian adalah istilah untuk menjawab apa yang
sebenarnya hendak diteliti dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini
objek penelitiannya adalah teks-teks berita terkait konstruksi pemberitaan
konflik di Mesuji dan konflik Lampung Selatan pada kurun waktu 2011-
2012. Selama kurun waktu tersebut TV One menyiarkan konflik Mesuji
sebanyak 18 berita dan konflik Lampung Selatan sebanyak 15 berita.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
45
5. Teknis pengumpulan data
a. Data primer
Data dalam penelitian ini didapat dengan mengumpulkan rekaman
siaran berita konflik Mesuji dan Lampung Selatan yang disiarkan TV
One. Data rekaman diperoleh dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia)
Pusat di Jakarta. Berita tersebut meliputi konflik Mesuji pada Desember
2011 dan konflik Lampung Selatan yang disiarkan pada Oktober 2012.
b. Data skunder
Data berupa studi pustaka yang menjelaskan tentang konstruksi media,
berita konflik, televisi dan framing yang terkait dengan penelitian ini..
6. Penyajian Data
Penelitian kualitatif dengan metode framing menempatkan
subjektivitas peneliti sebagai instrumen utama. Hal tersebut mendorong
posisi peneliti dan sumber data menentukan kualitas hasil penelitian. Oleh
sebab itu peneliti harus mempunyai instrumen yang kuat untuk digunakan
sebagai metode analisis data. Instrumen tersebut berupa langkah-langkah
yang digunakan peneliti untuk mempermudah melakukan analisis data.
Selain itu langkah-langkah tersebut penting dilakukan untuk mengapai
data yang akurat dan validitasnya tidak diragukan. Oleh sebab itu peneliti
membagi tiga langkah memproses remakan siaran berita konflik Mesuji
dan konflik Lampung Selatan, sebelum melakukan analisis data
Langkah pertama, setelah mendapatkan data dari KPI (Komisi
Penyiaran Indonesia) berupa rekaman siaran TV One mengenai konflik
Mesuji dan konflik Lampung Selatan. Hal pertama yang dilakukan adalah
melakukan pengamatan atau melihat keseluruhan berita konflik Mesuji
dan konflik Lampung Selatan. Dalam penelitian ini terdapat tiga puluh tiga
berita, delapan belas berita merupakan berita konflik Mesuji dan lima
belas berita merupakan berita konflik Lampung Selatan.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
46
Langkah kedua, setelah melakukan pengamatan terhadap
keseluruhan berita konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan. Hal
kedua yang dilakukan adalah mengetikan narasi setiap berita, hal tersebut
bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis teks berita.
Narasi tersebut disajikan dengan menggunakan tabel dan potongan gambar
yang mewakili berita tersebut.
Langkah ketiga, setelah mendapatkan narasi berupa teks dari
keseluruhan berita. Hal ketiga yang dilakukan adalah mengkelompokkan
berita tersebut berdasarkan faming substansi. Framing substansi dalam
penelitian ini meliputi frame motif konflik, frame dinamika konflik, dan
frame penyelesaian konflik. Teks dikelompokan dengan cara melihat
rentang waktu kapan berita itu disiarkan. Teks yang tergolong dalam
frame motif konflik adalah teks berita yang muncul hari pertama atau hari
kedua dalam menjelaskan kedua konflik tersebut. Untuk konflik Mesuji
peneliti memilih rekam siaran TV One pada 14 -15 Desember 2011.
Alasan memilih tanggal tersebut adalah TV One pertama kali mulai
memberitakan konflik Mesuji, dari rentan waktu tersebut diperoleh enam
berita yang masuk kedalam frame motif konflik Mesuji. Kemudian untuk
konflik Lampung Selatan peneliti memilih rekam siaran TV One pada 28-
29 Oktober 2012. Dari rentan waktu tersebut diperoleh empat berita yang
masuk kedalam frame motif konflik Lampung Selatan
Kemudian untuk mengelompokan teks kedalam frame dinamika
konflik peneliti memilih rekam siaran TV One pada 17 Desember 2011
sampai 3 Januari 2012. Dari rentan waktu tersebut diperoleh sembilan
berita yang masuk ke dalam frame dinamika konflik Mesuji. Alasan
memilih tanggal tersebut karena konflik Mesuji mulai memlibatkan
banyak golongan masyrakat yang terkait dengan konflik tersebut.
Kemudian untuk konflik Lampung Selatan peneliti memilih rekam siaran
TV One pada 1 November 2012 hingga 31 Oktober 2012. Dari rentan
waktu tersebut diperoleh delapan berita yang masuk kedalam frame
dinamika konflik tersebut. Alasan memilih tanggal tersebut karena konflik
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
47
Lampung Selatan mulai diperdebatkan TV One terkait dengan konflik
tersebut.
Terakhir adalah mengelompokan teks berita tersebut ke dalam
frame penyelesaian konflik. Peneliti memilih rekam siaran TV One pada 4
Januari 2012. Pada tanggal tersebut merupakan akhir dari perjalan cerita
konflik Mesuji, tidak ada lagi siaran yang membahas tentang konflik
Mesuji. Pada tanggal 4 Januari 2012 diperoleh tiga berita yang masuk ke
dalam frame penyelesaian konflik. Kemudian untuk konflik Lampung
Selatan peneliti memilih rekam siaran TV One pada 5 dan 6 Novemeber
2012. Alasan memilih tanggal tersebut karena merupakan akhir dari siaran
konflik Lampung Selatan yang disiarkan TV One. Dari rentan waktu
tersebut terdapat tiga berita yang masuk ke dalam frame penyelesaian
konflik Mesuji.
Setelah tiga langkah tahapan penelitian ini terpenuhi selanjutnya
pembahasan mengenai analisis data tersebut yang akan dijelaskan dalam
pembahasan analisis data.
7. Analisis data
Analisis teks framing merupakan pengembangan dari metode
analisis isi media. Prinsip anlisis framing menyatakan bahwa terjadi proses
seleksi dan penajaman terhadap dimensi-dimensi tertentu dari fakta yang
diberitakan dalam media. fakta ditampilkan secara apa adanya, namun
diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna yang
spesifik. Bagaimana wacana sosial terhadap masalah konflik yang
dibingkai dalam TV One akan diketahui dari klasfisikasi dalam teks.
Analisis teks framing dalam penelitian ini memiliki alur yang
diadopsi dari kerangkan framing Urs Dahinden dan Entman. Langkah-
langkahnya akan dijabarkan sebagai berikut:
a) Melakukan anaslisis data satu persatu terhadap framing substansi
dengan menggunakan coding sheet. yang digunkan peneliti Dari
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
48
sinilah akan dapat diamati bagaimana wartawan menyusun peristiwa
konflik dalam bentuk berita.
b) Dari hasil coding sheet tersebut peneliti mulai menganalisis teks dan
gambar, kemudian menyajikannya data tersebut dalam bentuk kalimat.
c) Kemudian peneliti membandingakan antara konflik Mesuji dan konflik
Lampung Selatan berdasarkan temuan-temuan yang didapat dalam
hasil framing.
d) Setelah itu peneliti akan melakukan analisis terhadap kedua berita
konflik tersebut dengan menggunakan pendekatan teoritis dan konsep
yang sudah dijabarkan pada kerangka pemikiran.
e) Terakhir semua proses terlewati penelitian ini akan menyajikan data
hasil pengamatan berupa kalimat dan gambar.
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
49
CODINGSHEET FRAMING PEMBERITAAN KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG
SELATAN DALAM SIARAN TV ONE 2011-2012
No :
Nama Media :
Judul :
Program siaran :
Tanggal Tayang :
No Elemen Unit yang di coding
Basic Frame
Konflik:
Ekonomi:
Kemajuan:
Moral, etika, hukum:
Personalisasi:
No Elemen Unit yang di coding
1 Define
Problem
(Definisi
Masalah)
Judul
Isi Berita
Nara Sumber
Sumber Berita
2 Causal
Interpretation
(Penyebab
Masalah)
Apa penyebab masalah
Siapa yang dianggap sebagai
penyebab masalah
3 Moral
Evaluation
(Keputusan
Moral)
Nilai moral apa yang digunakan untuk melegitimasi atau
delegitimasi suatu tindakan
4 Treatment
Recomendation
(Menekankan
Penyelesaian)
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi
masalah
KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/