Download - Aplikasi Pressure Control(Lampiran)
-
1
Makalah Seminar Kerja Praktek
Analisis Pressure Control Pada Absorber (101-C1)
di CO2 Removal Field Subang
Reza Dwi Imami (L2F008080)
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang
Jln. Prof. Soedharto, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak
Absorber (101-C) adalah sebagai ruang untuk proses absorbsi CO2 dari gas inlet. Jadi gas inlet akan
direaksikan dengan larutan aMDEA dan make up water. Hasil dari proses ini yaitu gas yang berkadar CO2 5% atau
yang disebut sweet gas dan rich aMDEA (larutan aMDEA+CO2). Pada proses absorbsi, dibutuhkan tekanan yang
tinggi dan temperatur yang rendah pada absorber. Temperatur yang terjadi pada absorber selalu rendah karena ada
proses pelepasan panas sedangkan untuk tekanan yang masuk berubah-ubah bergantung pada tekanan gas inlet. Oleh
karena itu, kontrol valve yang dikendalikan oleh PIC 1101. Tekanan yang dideteksi oleh sensor diterima transmitter
kemudian dikirimkan ke PIC-1101 untuk dibandingkan tekanannya dengan set point sehingga didapat pengaturan
bukaan valve. Di dalam laporan ini akan membahas tentang analisis sistem kontrol tekanan pada absorber.
Kata kunci: control valve, sistem kontrol, tekanan
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Dewasa ini penggunaan minyak bumi dan gas
alam sangat berpengaruh besar dalam kehidupan
manusia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia
mendirikan perusahaan BUMN yang bernama PT.
PERTAMINA (Persero) yang bergerak dalam
bidang eksplorasi dan pengolahan minyak dan gas
alam.
PT. PERTAMINA EP bergerak dalam bidang
eksplorasi produksi gas alam dengan memiliki 18
sumur yang terletak di daerah Subang dan
sekitarnya. Berdasarkan data yang didapatkan,
kandungan CO2 yang keluar dari masing-masing
sumur masih besar yaitu sekitar 23% . Hal ini
tentunya sangat merugikan konsumen dan
Pertamina. Oleh karena itu PT. PERTAMINA EP
membangun CO2 Removal Plant yang berlokasi di
daerah Subang. Plant bertujuan untuk menurunkan
kadar CO2 menjadi 5%.
1.2 Tujuan
Tujuan penulis melakukan Kerja Praktek ini
adalah :
1. Mengenal alat dengan sistem otomatisasi modern yang dipakai di PT PERTAMINA
EP field Subang Region Jawa,
2. Mengetahui sistem CO2 Removal yang digunakan di PT PERTAMINA EP field
Subang Region Jawa,
3. Mempelajari serta memahami pengontrolan tekanan yang terjadi pada absorber yang
diterapkan di PT PERTAMINA EP field
Subang Region Jawa,
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam melakukan penyusunan laporan kerja praktek ini, agar pembahasan menjadi terarah dan
tidak meluas maka penulis membatasi permasalahan
yang dibahas. Adapun pembatasan masalahnya
yaitu laporan ini hanya membahas sistem kontrol
pressure pada absorber dalam proses CO2 Removal
Plant. Adapun hal yang tidak dibahas seperti
pemodelan sistem secara matematis, program logika
untuk pengontrolan serta proses kimia yang terjadi.
II. DASAR TEORI
2.1 Sistem Instrumentasi Di PT PERTAMINA EP Field Subang
Region Jawa parameter utama yang selalu diukur
antara lain: suhu (temperature), aliran (flow),
tekanan (pressure), tinggi permukaan (level).
Gabungan serta kerja alat-alat pengendalian
otomatis ini dinamakan sistem pengendalian,
sedangkan semua peralatan yang membentuk sistem
pengendalian disebut instrumentasi sistem kendali.
Fungsi instrumentasi pada suatu proses industri
dapat diklasifikasikan ke dalam 4 bagian yaitu :
-
2
1. Sebagai Alat Ukur Instrument mendeteksi dan memberikan
informasi tentang besarnya nilai proses
variabel yang diukur dari suatu proses industri
sehingga dapat dipahami (mempunyai
informasi) oleh pengamat.
2. Sebagai Alat Kontrol/Pengendali Instrument berfungsi untuk mengendalikan
jalannya operasi agar variabel proses yang
diukur dapat diatur dan dikendalikan, tetap
pada nilai yang ditentukan (set point).
3. Sebagai Alat Safety Instrument memberikan tanda bahaya atau
tanda gangguan apabila terjadi trouble atau
kondisi tidak normal yang diakibatkan tidak
berfungsinya suatu peralatan pada proses, serta
berfungsi untuk mentripkan suatu proses
apabila gangguan tersebut tidak teratasi dalam
jangka waktu tertentu.
4. Sebagai Alat Analisa Instrument berfungsi sebagai alat untuk
menganalisa produk yang dikelola, apakah
sudah memenuhi spesifikasi yang diinginkan
sesuai dengan standar mengetahui polusi dari
hasil buangan sisa produksi yang diproses agar
tidak membahayakan dan merusak lingkungan.
2.2 Instrumentasi Pengukuran
Transmitter adalah individual instrument
yang berfungsi mengukur nilai flow, level, pressure
untuk selanjutnya mengubah sinyal pengukuran
standar yang sebanding dengan arus listrik searah 4-
20 mA, tegangan 1-5 V atau sinyal pneumatic 3-15
psi atau 0,2-1 kg/cm.
Gambar 2.1 Pressure Transmitter Rosemount 1151
.
Transmiter yang digunakan adalah Pressure
Transmitter Rosemount 1151. Prinsip kerjanya yaitu
perbedaan nilai antara beberapa nilai tekanan dan
beberapa tekanan referensi. Dalam artian tekanan
absolut dapat dianggap sebagai tekanan differensial
dengan vakum atau zero absolut sebagai referensi.
Jadi pengukur tekanan dapat dianggap sama dengan
tekanan atmosfir sebagai referensi.
2.3 Kontrol Valve
Valve adalah suatu peralatan mekanis yang
melaksanakan suatu aksi untuk mengontrol atau
memberikan efek terhadap suatu aliran fluida di
dalam suatu sistem perpipaan atau peralatan.
Fungsi valve dapat dibedakan menjadi :
1. Mengalirkan atau menghentikan aliran (on-off) 2. Mengatur variasi kecepatan aliran (regulating) 3. Mengatur aliran hanya pada suatu aliran saja
(checking)
4. Merubah/memindahkan aliran pada line pipa yang berbeda (switching)
5. Melepas aliran dari system ke atmosfer (discharging)
Control valve adalah jenis final control
element yang paling umum dipakai untuk sistem
pengendalian proses, sehingga orang cenderung
mengartikan final control element sebagai control
valve. Aksi kontrol pada control valve ini dibedakan
menjadi 2, yaitu :
Air To Close / ATC: apabila mendapat signal input, maka control valve akan menutup.
Semakin besar signalinput yang diterima maka
semakin besar pula gerakan stem kebawah.
Air To Open / ATO: apabila mendapat signal input, maka controlvalve akan membuka.
Semakin besar signal input yang diterima maka
semakin besar pula gerakan stem keatas.
(a) (b)
Gambar 2.2 (a) Control Valve aksi ATO
(b) Control Valve aksi ATC
Kontrol valve yang digunakan adalah tipe butterfly
valve.
Gambar 2.3 Butterfly Valve
-
3
Sesuai dengan namanya, valve tipe ini cara kerjanya
adalah dengan memutar piringan (disk) pada sumbu
utamanya untuk membuka atau menutup jalan
fluida. Gerakan memutar ini mirip dengan gerakan
mengepak pada kupu-kupu, sehingga
dinamakan butterfly valve, atau katup tipe kupu-
kupu. Butterfly valve banyak dipakai dalam proses-
proses yang membutuhkan flow yang besar serta
fluida-fluida yang banyak mengandung partikel.
Cara kerjanya : Gerakannya berputar membentuk
sudut 0o sampai 90
o
Gambar 2.4 Gerakan putaran butterfly valve
Kontrol valve yang digunakan bertipe ATO (Air To
Open). Ketika kontrol valve ini mendapatkan sinyal
kontrol maka valve akan membuka dan jika tidak
ada sinyal kontrol maka valve akan menutup
III. ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Proses CO2 Removal
Gambar 3.1 PFD CO2 Removal Plant Subang
CO2 Removal ini didesain untuk
menurunkan kadar CO2 dalam feed gas sebesar 200
mmscfd, dari kadar 23 % menjadi 5 % (dry basis).
Pemisahan CO2 dilakukan dengan menggunakan
larutan aMDEA sebagai solvent. Larutan ini
bereaksi secara kimiawi dengan CO2 didalam gas
umpan. Penyerapan ini terjadi di Absorber Column,
pada temperature 60-70.8o C dan tekanan 36 kg/cm
2
Setelah kandungan CO2 terserap oleh aMDEA di
dalam Absorber Column, gas yang mengandung 5%
CO2 (Sweet Gas) kemudian didinginkan di Sweet
Gas Fin Fan Cooler sampai temperatur 40.5 C
untuk memisahkan kondensat. Cairan hasil
kondensasi ditampung di Sweet Gas KO Drum
selanjutnya dialirkan ke konsumen.
Larutan aMDEA yang banyak mengandung
CO2 (Rich Amine), keluar dari Absorber,
dipanaskan di aMDEA Solution Heater sampai
73.6o
C dengan menggunakan steam bertekanan
rendah sebagai media pemanas (LP Steam). Pada
tekanan rendah di LP Flash Column (0.2 kg/cm2),
CO2 yang terlarut akan terlepas dari Rich aMDEA
pada temperatur 73.6 C.
Gas CO2 yang terlepas pada 73.6 C di LP
Flash Column keluar dari bagian atas kemudian
didinginkan di CO2 Fin Fan cooler sampai 50o C
untuk mengkondensasikan partikel-partikel air
maupun aMDEA yang berada dalam off gas
sebelum dibuang ke atmosfer. Hasil kondensasi ini
akan dikirim kembali ke LP Flash Column
menggunakan pompa 104-P1/2.
Lean aMDEA dipompakan ke Absorber
menggunakan Circulation Pump. Jumlah Lean
aMDEA yang melewati Mechanical dan Carbon
Filter adalah 10 % dari jumlah aliran yang ke
Absorber Column..
3.2 Analisa Sistem Kontrol Pressure pada
Absorber 101-C1
Pada kontrol tekanan absorber 101-C1,
digunakan konfigurasi control single control. Single
control adalah loop instrumen yang terdiri dari satu
transmitter, satu controller, dan sebuah final control
element. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
stabilitas dari output proses yang dikontrol.
Contohnya pada absorber seperti
digambarkan di bawah ini:
Gambar 3.2 Struktur Single Loop Control
Pada pengukuran tekanan dilakukan oleh
pressure transmitter (PT), selnjutnya output PT
dikirim ke pressure indicator controller (PIC)
sebagai measured variable. Harga tekanan yang
-
4
dikehendaki dinyatakan sebagai set point pada
kontroler PIC. Dari perbandingan kedua harga
tersebut, PIC mengeluarkan sinyal output untuk
mengatur bukaan control valve sehingga didapatkan
tekanan yang diinginkan.
Gambar 3.3 P&ID Loop Control pressure
absorber 101-C1
Seperti pada gambar 4.7 pengontrolan
pressure pada absorber memiliki masukan dari feed
gas yang berasal dari sumur. Pada sisi inlet
absorber, feed gas ini akan dibaca nilai tekanannya.
Hasil pembacaan tekanan yang dilakukan oleh
pressure transmitter (PT 1101) akan memberikan
sinyal hasil pembacaan pressure yang kemudian di
ubah oleh transducer menjadi sinyal elektrik. Sinyal
elektrik ini menjadi inputan dari controller PIC
1101. Kontroler PIC 1101 ini kemudian diteruskan
ke transducer untuk diubah menjadi sinyal
pneumatic. Sinyal pneumatic inilah yang berfungsi
untuk mengatur perubahan bukaan valve.
Misalnya tekanan pada absorber kurang dari
set point yang telah ditentukan maka PT 1101 akan
memberikan sinyal turun yang sebelumnya sinyal
akan diubah dari sinyal fisis menjadi sinyal elektrik.
Valve yang digunakan bertipe ATO (Air To Open),
sehingga proses yang dikontrol memiliki sifat
reverse (semakin kecil sinyal kontrol, bukaan valve
output semakin kecil sehingga tekanan pada
absorber naik mendekati set point). Karena proses
yang dikontrol memiliki sifat reverse, maka mode
aksi kontroler yang digunakan adalah mode direct (
e = PV- SP ). Dengan aksi kontrol direct pada
transmitter, jika transmitter memberi sinyal turun
(PV) maka output dari PIC 1101 akan turun.
Perubahan output akan merubah bukaan valve,
sehingga bukaan akan menjadi lebih kecil dari
posisi normal dan tekanan menjadi lebih besar. Di
bawah ini merupakan diagram blok sistem kontrol
tekanan pada absorber column 101-C1.
Gambar 3.4 Diagram Blok Sistem Kontrol Pressure
pada Absorber (101-C1)
Keterangan :
PID : metode kontrol yang digunakan pada
kontroler (PIC 1101)
Transmitter : transmitter yang digunakan (PT 1101)
CO : output dari kontroler
PV : output dari proses
Pada intinya kontrol pressure ini bertujuan untuk
menjaga tekanan dalam absorber yang sesuai
dengan set point yang diinginkan.
3.3 Tampilan Distributed Control System (DCS)
Di bawah ini adalah tampilan Distribute
Control System (DCS) pada absorber
Gambar 3.5 Tampilan DCS
Pada gambar 4.9 terlihat gambar absorber dan KO
Drum. Pada absorber, terdapat 3 input yaitu gas
dengan jalur berwarna kuning, make up water
dengan jalur berwarna biru dan larutan aMDEA
dengan jalur berwarna coklat. Output absorber ada 2
yaitu swet gas dengan jalur berwarna kuning dan
rich aMDEA dengan berwarna coklat. Pada
tampilan DCS terdapat berbagai alat instrumen,
namun alat untuk pengontrolan pressure absorber
yaitu PIC 1101 pada gas inlet absorber dan kontrol
valve XV 1102 pada gas outlet KO Drum.
Pada sistem ini, metode kontrol yang
digunakan adalah metode kontrol PID. Hal ini
dikarenakan tuning parameter pada metode kontrol
-
5
PID lebih mudah dibandingkan dengan metode
kontrol yang lain. Pada kontrol PID, yang harus
disetting adalah nilai Kp, Ki, dan Kd.
Gambar 3.6 Tampilan DCS kontrol PIC 1101
Dari gambar 4.12, terlihat bahwa unit
kontrol PID yang digunakan hanyalah unit
Proposional dan Integral. Hal ini ditunjukan pada
pengisian Tuning, yaitu unit Proposional yang
ditunjukan dengan pengisian nilai Gain dan unit
Time Integral yang ditunjukan dengan pengisian
nilai Reset. Sedangkan nilai unit Time Derivative
yang ditunjukan oleh pengisian Rate di isi nilai nol.
Hal ini menunjukan bahwa kontrol yang dipakai
dalam PIC-1101 adalah kontrol Proposional dan
Integral (PI). Sedangkan untuk unit Derivative tidak
digunakan karena jika dipakai dalam proses
produksi maka akan menimbulkan derau. Derau
yang terjadi ini sangat berbahaya dalam proses
produksi
Pengendali PI merupakan gabungan dua
unit kontrol yaitu P dan I. Sehingga semua
kelebihan dan kekurangan yang ada pada
pengendali P dan I juga ada padanya. Sifat
pengendali P yang selalu meninggalkan offset dapat
ditutupi oleh kelebihan pengendali I, sedangkan
sifat pengendali I yang lambat dapat ditutupi oleh
kelebihan pengendali P. Sehingga pengendali PI
memiliki response yang lebih cepat dari pengendali
I tetapi mampu menghilangkan offset yang
ditinggalkan pengendali P. Berikut adalah rumus
nya :
dte
TieGcO .
1
dimana O adalah output, e adalah error (input dari
unit kontrol), Ti adalah integral time (waktu
integral) dan Gc atau biasanya disebut Kp adalah
gain controller (penguatan proporsional).
Gambar 3.11 Performansi Pengontrol P vs PI
Dari gambar di atas terlihat bahwa kontrol
PI lebih baik daripada kontrol Proporsional. Pada
pengontrolan temperatur diperlukan kontrol
proporsional integral atau lebih sering disebut
kontrol PI.
Pada DCS, range PIC 1101 antara 0-64
kg/cm2 sedangkan untuk kontrol valve XV 1102
rangenya antara 0% - 100%. Set point untuk PIC
1101 yaitu 35,85 kg/cm2. Berikut ini adalah
tampilan mengenai pengaturan set point pada PIC
1101 yaitu
Gambar 4.12 Tampilan DCS pengaturan set point
-
6
Berdasarkan gambar 4.10, pada suatu
keadaan gas inlet adalah 35,86 kg/cm2 maka
persentase sinyal kontrol valvenya adalah 24,44%
dan pengaturan untuk kontrol valvenya
menggunakan mode auto.
Setelah tuning PID dan menentukan set
point, grafik respon dari sistem akan terlihat.
Berikut ini adalah tampilan grafik mengenai
tekanan pada gas inlet dan persentase sinyal valve
pada DCS dengan saat hari rabu, 27 Juli 2011 jam
12.00 hingga kamis 28 Juli 2011 jam 9.00 dengan
selang waktu 1 jam
Gambar 4.13 Grafik set point, proses value dan
persentase sinyal kontrol valve
Keterangan:
Garis merah : Set point gas inlet
Garis hitam : Proses value gas inlet
Garis biru : Persentase kontrol valve terbuka
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa set
point tekanan gas inlet pada 35,85 kg/cm2. Tekanan
gas inlet yang terukur berubah-ubah besarnya
bahkan bisa di atas set point dan juga bisa di bawah
set point. Hal ini disebabkan karena adanya
aktivitas pada sumur gas. Ketika tekanan gas inlet
berada di atas set point maka sinyal kontrol valve
akan naik dan valve akan terbuka lebih besar.
Begitu juga sebaliknya. Namun, ada suatu keadaan
ketika gas inlet turun dan sinyal kontrol valve naik.
Hal ini terjadi karena ada lag process sehingga
kontrol valve telat mengubah kondisinya. Lag
process ini terjadi karena instrumen pengukur dan
akuatornya yaitu kontrol valve diletakkan berjauhan
sehingga terjadi delay dalam sistem.
IV. Kesimpulan
1. Pada CO2 Removal field Subang, terdapat 2 proses yang berjalan yaitu proses
pngontakan gas bumi dengan larutan
aMDEA dan regenerasi larutan aMDEA.
2. Semua proses yang berjalan dapat dikontrol oleh DCS dan hasil proses juga dapat dilihat
pada DCS
3. Control tekanan pada absorber 101-C1 mempunyai satu loop pengontrolan yaitu
pengontrolan tekanan gas inlet (feed gas).
4. Tekanan pada absorber 101-C1 dapat dikontrol dengan cara mengatur besar
kecilnya buka tutup valve pada outlet dari
sweet gas KO Drum
5. Berdasarkan grafik yang diperoleh pada saat pengamatan, maka dapat dilihat ketika
tekanan gas inlet rendah maka valve akan
menutup begitu juga sebaliknya.
-
7
BIOGRAFI
Reza Dwi Imami - L2F008080,
dilahirkan di Jakarta, 27 Juni 1990.
Jenjang edukasi ditempuh dari
SDN Pondok Labu 02, SMP
Negeri 37 Jakarta, SMA Negeri 34
Jakarta dan sekarang sedang
menempuh studi S1 di Jurusan
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro Konsentrasi Kontrol.
Semarang, Oktober 2011
Mengetahui dan mengesahkan,
Dosen Pembimbing
Iwan Setiawan, ST. MT
NIP. 19730926 20001210 01