Download - angka kejadian diare pada balita
6
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Balita
Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima
tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini.
Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda
dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke
dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan
mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan
pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga
mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus
disesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal
dengan Batita merupakan konsumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal
sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004).
1. Karakteristik Batita
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima
makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar
dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar.
Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu
diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh
karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.
Universitas Sumatera Utara
7
2. Karakteristik Usia Pra-sekolah
Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat
memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan
lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa
perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes
sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan.
Karakteristik anak pra-sekolah ini mencakup perkembangan fisik dan
kemampuan motorik serta emosional anak. Perkembangan fisik yaitu hasil tumbuh
kembang fisik adalah bertumbuh besarnya ukuran-ukuran antropometrik dan
gejala/tanda lain pada rambut, gigi-geligi, otot, serta jaringan lemak, darah, dan
lainnya. Sedangkan kemampuan motorik dan emosional anak mencakup sikap anak
dalam lingkungan, gerakan anggota badan, serta kemampuan intelektual anak seperti
menyebutkan nama atau bercerita lainnya.
2.2 Penyediaan Menu Seimbang untuk Balita
2.2.1. Pengertian Makanan bagi Balita
Pada dasarnya makanan bagi balita harus bersifat lengkap artinya kualitas dari
makanan harus baik dan kuantitas makanan pun harus cukup, dan bergizi artinya
makanan mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dengan memperhitungkan:
1. Pada periode ini dibutuhkan penambahan konsumsi zat pembangun karena tubuh
anak sedang berkembang pesat.
2. Bertambahnya aktivitas membutuhkan penambahan bahan makanan sebagai
sumber energi.
Universitas Sumatera Utara
8
3. Untuk perkembangan mentalnya anak membutuhkan lebih banyak lagi zat
pembangun terutama untuk pertumbuhan jaringan otak yang mempengaruhi
kecerdasan walaupun tak secara signifikan.
2.2.2. Pola Makan Sehat dan Seimbang
Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara seseorang
atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan makanannya serta
mengkonsumsinya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya
dan sosial. Pola makan dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola
pangan (Suhardjo, 2003).
Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan
dalam jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi
seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta
pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2004). Pola menu seimbang adalah
pengaturan makanan yang sehat dengan susunan hidangan menu sesuai dengan
kebutuhan gizi esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan dengan daya
toleran si anak. Dengan kata lain menu seimbang adalah menu yang kebutuhan
gizinya sudah disesuaikan dengan golongan usia balita.
Ciri khas pola menu di Indonesia ialah Empat Sehat Lima Sempurna yaitu
menu lengkap terdiri dari nasi atau makanan pokok, lauk, sayur, buah dan agar
menjadi sempurna ditambahkan dengan susu (Santoso, 2004).
Universitas Sumatera Utara
9
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Makan
Dalam hal pola makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Pengetahuan Gizi Ibu
Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka
pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang hanya
dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau
tidak, sehingga kebutuhan energi dan gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak
tercukupi (Sapoetra, 1997).
Menurut Suhardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi
yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk
dikonsumsi.
2. Pendidikan Ibu
Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya,
pengetahuan yang diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan
untuk ditetapkan dalam hal pemilihan dan penentuan jenis makanan yang dikonsumsi
oleh balita dan anggota keluarga lainnya.
Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya
makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat disumsikan bahwa tingkat kecukupan
energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan ibu tinggi (Depkes RI,
2010).
3. Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan
kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa
Universitas Sumatera Utara
10
perbaikan pada susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis
pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin
membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahan tersebut untuk makanan,
sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin besar
pula persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur
mayur, dan berbagai jenis bahan pangan lain (Berg, A &Sajogyo, 1986).
2.2.4. Porsi Makanan
Menurut Lia Amalia yang dikutip oleh Komsatiningrum (2009), porsi makan
bagi orang dewasa dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi makan anak balita lebih
sedikit karena kebutuhan gizi esensial jumlahnya lebih sedikit yang harus dipenuhi.
Selain itu karakteristik pertumbuhan dan aktivitasnya juga berbeda. Porsi makan bagi
anak balita harus mempunyai kandungan air dan serat yang sesuai dengan daya
toleransi, tekstur makanannya agak lunak agar mudah dicerna, memberikan rasa
kenyang.
Makanan selingan perlu diberikan kepada balita terutama jika porsi makan
utama yang dikonsumsi belum mencukupi. Pemberian makanan selingan tidak boleh
berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu
kenyang makan makanan selingan. Pemilihan makanan selingan disesuaikan dengan
fungsinya yaitu:
1. Mencukupi asupan nutrisi yang mungkin kurang pada saat pemberian makan
pagi, siang, sore.
2. Memperkenalkan aneka ragam jenis makanan yang terdapat dalam makanan
selingan.
Universitas Sumatera Utara
11
3. Mengatasi masalah anak yang sulit makan nasi.
4. Untuk mencukupi kebutuhan kalori terutama pada anak yang banyak
melakukan aktivitas.
2.2.5. Bahan Makanan
Bahan makanan bagi anak balita harus dipilih yang tidak merangsang,
rendah serat, dan tidak mengandung gas. Penggunaan rempah yang merangsang
seperti cabai, asam sebaiknya dihindari, penambahan vetsin sebaiknya dihindari dan
sebaiknya menggunakan garam dan gula yang tidak membahayakan tubuh.
Menu Empat Sehat Lima Sempurna sangat baik diberikan kepada balita, di
dalam menu ini digunakan berbagai jenis bahan makanan yang terdiri atas:
1. Bahan makanan pokok
Bahan makanan pokok memegang peranan penting, biasa dihidangkan pada waktu
makan pagi, siang, dan malam. Pada umumnya bahan makanan pokok jumlahnya
(kuantitas/volume) lebih banyak dibanding bahan makanan lainnya. Bahan
makanan pokok merupakan sumber energi dan mengandung banyak karbohidrat.
Jenis bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi adalah beras, jagung, gandum,
sagu, umbi-umbian.
2. Bahan makanan lauk pauk
Bahan makanan lauk pauk biasa digunakan sebagai teman makanan pokok yang
memberikan rasa enak dan merupakan sumber protein. Sebagai sumbernya dikenal
bahan makanan berasal dari hewan yang disebut protein hewani seperti daging,
ikan, telur, lauk yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati yaitu kacang-
kacangan serta hasil olahnya seperti tahu dan tempe.
Universitas Sumatera Utara
12
3. Bahan makanan sayur mayur
Dalam hidangan orang Indonesia sayur mayur sebagai teman makanan pokok,
pemberi serat dalam hidangan. Bahan makanan sayuran biasa berasal dari berbagai
jenis tumbuhan seperti batang, daun, bunga, umbi, buah muda. Bagi balita
sebaiknya diberikan sayuran yang kadar seratnya tidak terlalu tinggi. Sayur-mayur
merupakan sumber vitamin dan mineral. Namun jika mengalami pemanasan maka
zat gizi yang terdapat di dalamnya dapat rusak atau berkurang.
4. Bahan makanan buah-buahan
Buah biasanya di hidangkan dan disantap terakhir kali dalam suatu acara makan,
umumnya buah yang dipilih buah yang matang dan berasa manis. Buah-buahan
merupakan sumber vitamin bagi tubuh dan zat pengatur.
5. Susu
Susu adalah cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh kelenjar susu. Susu
merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Istilah untuk air susu manusia
adalah air susu ibu (ASI) dan susu yang bukan berasal dari manusia disebut
pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa berasal dari hewan ternak seperti sapi,
kambing, kuda. Susu merupakan minuman yang baik bagi balita, selain itu air
putih juga baik diberikan. Susu dapat diperoleh dalam berbagai bentuk yaitu bubuk
dan cair (Soegeng Santoso, 2004).
2.2.6. Pengaturan Makanan Untuk Balita
Dalam merencanakan pengetahuan makanan makan untuk balita, jika kita
hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
13
1. Menentukan jumlah kebutuhan zat gizi dengan menggunakan data tentang
kebutuhan zat gizi.
2. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi
yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi zat gizi dari berbagai
macam bahan makanan.
3. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula
ditentukan cara pemberian makan.
4. Memperhatikan masukan yang terjadi terhadap hidangan tersebut.
Perlu dipertimbangkan kemungkinan faktor kesukaan dan ketidaksukaan
terhadap suatu makanan. Perhatikan pula bila ia betul-betul terjadi keadaan anoreksia.
Bila tidak terdapat sisa makanan, mungkin makanan yang diberikan jumlahnya
kurang.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makan yang tepat
adalah umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan, kebiasaan
makan, kesukaan dan ketidaksukaan, akseptabilitas dari makanan dan toleransi anak
terhadap makanan yang diberikan.
Dengan memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor tersebut di atas,
umumnya tidak akan banyak terjadi kekeliruan dalam mengatur makan untuk seorang
anak balita. Pada umumnya kepada anak balita telah dapat diberikan jadwal waktu
makan yang serupa, yaitu 3 kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan
kecil (snack).
Pemberian makanan yang sesuai dengan umur dan jam pengaturan pemberian
makanan dapat dilihat pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 2.1 Daftar Pemberian Makanan Anak BalitaUmur balita Macam makanan Pemberian dalam
sehari (kali)Jam pemberian
(WIB)12 bulan ke atas
ASI BuahNasi tim atau makanan keluarga Makanan kecil
1 atau 31
31
06.00, 14.00, 21.0016.00
08.00, 12.00, 18.0010.00
Sumber : Husaini, Yayah (1999)
Keterangan : Kalau ASI sudah berkurang dapat diberikan 4 sendok makan peres susu bubuk dalam air matang
menjadi 200 ml dan dapat ditambahkan 1 sendok teh gula. Makanan keluarga yang lembek, mudah dicerna, dan tidak pedas. Makanan kecil berupa biskuit, bubur kacang hijau, dan lain-lain.
Sebaiknya jangan diberikan makanan yang terlalu manis (coklat, permen, dan lain-lain) atau yang terlalu gurih atau yang berlemak (Husaini, Yayah, 1999).
2.2.7. Kebutuhan Zat Gizi pada Balita
Menurut Uripi (2004) kebutuhan zat gizi pada balita adalah jumlah yang
diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan. Kebutuhan gizi ditentukan oleh
usia, jenis kelamin, berat badan, aktivitas dan tinggi badan.
Kebutuhan zat gizi pada balita harus cukup dan seimbang karena anak balita
sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Kebutuhan
energi dan protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per
hari yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi (1998) dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Kebutuhan Konsumsi Energi dan Protein Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari.
No. Golongan Umur
Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (cm)
Energi (kkal)
Protein (gr)
1. 1-3 12 90 1.250 232. 4-5 18 110 1.750 32
Fungsi utama energi sebagai zat tenaga yang menunjang aktivitas sehari-
haridan fungsi utama protein sebagai zat pembangun bagi jaringan baru dan
Universitas Sumatera Utara
15
mempertahankan jaringan yang telah ada. Makan makanan yang beraneka ragam
menunjang terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat
pengatur bagi kebutuhan gizi balita. Konsumsi pangan yang cukup dan seimbang
merupakan salah satu faktor yang menentukan agar proses tumbuh kembang anak
balita menjadi optimal dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat (Depkes RI, 2000).
2.3. Penyuluhan
2.3.1 Pengertian Penyuluhan Gizi
Istilah penyuluhan sering kali dibedakan dari penerangan, walaupun keduanya
merupakan upaya edukatif. Secara populer penyuluhan lebih menekankan
“bagaimana”, sedangkan penerangan lebih menitikberatkan pada “apa”. Dalam uraian
berikut ini penyuluhan diberikan arti lebih luas dan menyeluruh. Ia merupakan upaya
perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif (Suhardjo,
2003).
Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan
secara sistematik – terencana – terarah, dengan peran serta aktif individu maupun
kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan
memperhitungkan faktor sosial-ekonomi-budaya setempat. Dengan pendekatan
edukatif ini yang hendak dicapai bukan sekedar terpecahnya masalah atau
terpenuhinya kebutuhan individu/masyarakat melainkan sekaligus ingin
dikembangkan kemampuan individu/masyarakat untuk bertindak sendiri
memecahkan masalah yang dihadapi (Suhardjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
16
2.3.2 Proses Adopsi dalam Penyuluhan
Berbicara tentang penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar sasaran
penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik dan mengikuti apa yang kita
suluhkan dengan baik dan benar atas kesadarannya sendiri berusaha untuk
menerapkan ide-ide baru tersebut dalam kehidupannya.
Menurut penelitian Rogers (1974), indikasi yang dapat dilihat pada diri
seseorang pada setiap tahapan adopsi dalam penyuluhan adalah sebagai berikut :
1. Tahap sadar (awarness), pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu
yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain.
2. Tahap minat (interest), pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih
banyak tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari
keterangan atau informasi yang lebih terperinci.
3. Tahap menilai (evaluation), pada tahap ini seseorang mulai menilai atau
menimbang-nimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri,
misalnya kesanggupan serta resiko yang akan ditanggung, baik dari segi sosial
maupun ekonomis.
4. Tahap mencoba (trial), pada tahap ini seseorang mulai menerapkan atau mencoba
dalam skala kecil sebagai upaya mencoba untuk meyakinkan apakah dapat
dilanjutkan.
5. Tahap penerapan (adoption), pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru
dan mulai melaksanakan dalam skala besar (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
17
2.3.3. Metode dan Media Penyuluhan
2.3.3.1. Metode Penyuluhan
Menurut Van deb Ban dan Hawkins yang dikutip oleh Lucie (2005), pilihan
seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat
tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai.
Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode
penyuluhan ada tiga :
1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak
langsung dengan sasarannya secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena
sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus
dari penyuluh.
Sementara itu adapun kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang
ingin dicapai, kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk
mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu, selain itu ada juga
membutuhkan banyak tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama.
2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara
kelompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk
melakukan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam
pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer
informasi juga terjadi tukar pendapat dan pengalaman antara sasaran penyuluhan
dalam kelompok yang bersangkutan. Serta memungkinkan adanya umpan balik dan
Universitas Sumatera Utara
18
interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman maupun
pengaruh terhadap perilaku dan norma anggotanya.
Kelemahan metode ini adalah adanya kesulitan dalam mengkoordinir sasaran
karena faktor geografis dan aktivitas sasaran. Salah satu cara yang efektif dalam
metode pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah, metode ini cocok
digunakan untuk masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi maupun
rendah.
3. Metode berdasarkan pendekatan massal.
Sesuai dengan namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah
banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun
terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa metode pendekatan massa dapat mempercepat proses
perubahan, tapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam perilaku. Yang termasuk
dalam metode ini antara lain : rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film,
surat kabar dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih metode pendekatan kelompok
dengan metode ceramah untuk melakukan penyuluhan gizi, dengan tujuan terjadinya
proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran
penyuluhan dalam memberikan umpan balik terhadap penyuluh serta adanya saling
tukar informasi dan pengalaman sesama peserta penyuluhan.
2.3.3.2. Media Penyuluhan
Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan–pesan kesehatan sangat
bervariasi, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
19
1. Leaflet
Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui lembaran yang
dilipat. Keuntungan menggunakan leaflet antara lain : sasaran dapat menyesuaikan
dan belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran
dapat melihat isinya disaat santai dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat
diberikan atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran, sehingga bisa didiskusikan,
dapat membeerikan informasi yang detail yang mana tidak dapat diberikan secara
lisan, mudah dibuat, diperbanyak, dan diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan
kelompok sasaran.
Sementra itu, ada beberapa kelemahan dari leaflet yaitu : tidak cocok untuk
sasaran individu per individu, tidak tahan lama dan mudah hilang, leaflet akan
menjadi percuma jika sasaran tidak diikutsertakan secara aktif, serta perlu proses
penggandaan yang baik.
2. Flif chart (lembar balik)
Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk buku di
mana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat
sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar.
Keunggulan menggunakan media ini antara lain : mudah dibawa, dapat dilipat
ataupun digulung, murah dan efisien, dan tidak perlu peralatan yang rumit.
Kelemahan dari media ini adalah : terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relatif
besar, serta mudah robek dan tercabik.
Universitas Sumatera Utara
20
3. Film dan Video
Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah : dapat memberikan realita
yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, dapat memicu
diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif
penting dapat diulang kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan
yang gelap.
Sementara itu kelemahan media ini antara lain : memerlukan sambungan
lisrik, peralatannya beresiko untuk rusak, perlu adanya kesesuaian antara kaset
dengan alat pemutar, membutuhkan ahli yang profesional agar gambar mempunyai
makna dalam sisi artistik maupun materi, serta membutuhkan banyak biaya.
4. Slide
Keunggulan media ini antara lain : dapat memberikan berbagai realita
walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar, dan
pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup ringkas dan mudah digunakan.
Sedangkan keterbatasan menggunakan media antara lain : memerlukan sambungan
listrik, peralatannya beresiko mudah rusak, dan memerlukan ruangan yang sedikit
gelap.
5. Transparansi OHP
Keunggulan menggunakan OHP sebagai media penyuluhan adalah : dapat
dipakai untuk mencatat point-point penting saat diskusi sedang berjalan, murah dan
efisien karena alatnya mudah dapat didapat dan dibuat serta tidak memerlukan
ruangan yang gelap, dapat digunakan untuk sasaran yang relatif kecil maupun besar,
peralatannya mudah digunakan dan dipelihara.
Universitas Sumatera Utara
21
Sementara itu kelemahan media ini adalah : memerlukan aliran listrik, sukar
memperkenalkan gerakan dalam bentuk visual, lensa OHP dapat menghalangi
pandangan kelompok sasaran apabila pengaturan tempat duduk komunikan yang
tidak baik.
6. Papan Tulis
Keunggulan menggunakan papan tulis yaitu : murah dan efisien, baik untuk
menjelaskan sesuatu, mudah dibersihkan dan digunakan kembali, tidak perlu ruang
gelap. Kelemahannya adalah terlalu kecil untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar,
tidak efektif karena penyuluh harus membelakangi kelompok sasaran saat sedang
menulis sesuatu, terkesan kotor apabila tidak dibersihkan dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih leaflet dan slide sebagai media
dalam penyuluhan karena keunggulannya serta sedikitnya faktor keterbatasan yang
dimiliki.
2.3.4. Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Perilaku
Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan
dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-
perubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga
yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan.
Titik berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan
yang berkesinambungan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran
berubah tidak semata-mata karena adanya penambahan pengetahuan saja, namun
diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap mantap yang
menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntugkan.
Universitas Sumatera Utara
22
Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah, hal ini menuntut
suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai bagi penyuluh maupun
sasarannya. Penyuluh sebagai proses perubahan perilaku, selain membutuhkan waktu
yang relatif lama juga membutuhkan perencanaan yang matang, terarah dan
berkesinambungan (Lucie, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2003) untuk merubah perilaku, seseorang harus
mengikuti tahap-tahap proses perubahan : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude),
dan praktek (practice). Dalam hal ini penyuluhan berperan sebagai salah satu metode
penambahan dan peningkatan pengetahuan seseorang sebagai tahap awal terjadinya
perubahan perilaku.
2.3.5. Kekuatan yang Mempengaruhi Penyuluhan
Penyuluhan adalah sebagai proses perubahan perilaku melalui suatu kegiatan
pendidikan nonformal, oleh karena itu selalu saja ada berbagai kendala dalam
pelaksanaannya di lapangan. Secara umum ada beberapa faktor atau kekuatan yang
mempengaruhi proses perubahan keadaan yang disebabkan karena penyuluhan, di
antaranya sebagai berikut :
1. Keadaan pribadi sasaran
Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran penyuluhan adalah ada tidaknya
motivasi pribadi sasaran penyuluhan dalam melakukan suatu perubahan.
Berikutnya, adanya ketakutan atau trauma masa lampau yang berupa
ketidakpercayaan pada pihak lain karena pengalaman ketidakberhasilan atau
kegagalan, kekurangsiapan dalam melakukan perubahan karena keterbatasan
Universitas Sumatera Utara
23
pengetahuan, keterampilan dana, sarana, dan pengalaman, serta adanya perasaan
puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang tanpa harus melakukan perubahan.
2. Keadaan lingkungan fisik
Yang dimaksud lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang
berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam keberhasilan
penyuluhan.
3. Keadaan sosial budaya masyarakat
Sebagai pola perilaku sudah sewajarnya apabila kondisi sosial budaya di
masyarakat akan mempengaruhi efektivitas penyuluhan, karena kondisi sosial
budaya merupakan suatu pola perilaku yang dipelajari, dipegang teguh oleh setiap
warga masyarakat dan diteruskan secara turun-temurun, dan akan sangat sulit
merubah perilaku masyarakat jika sudah berbenturan dengan keadaan sosial
budaya masyarakat.
4. Keadaan dan macam aktivitas kelembagaan yang tersedia dan menunjang kegiatan
penyuluhan. Ada tidaknya peran serta lembaga terkait dalam proses penyuluhan
akan menentukan efektivitas penyuluhan. Dalam hal ini lembaga berfungsi sebagai
pembuat keputusan yang akan ditetapkan sehingga harus dilaksanakan oleh
masyarakat.
2.4. Tinjauan Tentang Perilaku
2.4.1. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
Universitas Sumatera Utara
24
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan gizi seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizinya. Demikian juga pada remaja putri
yang mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan gizi, ia akan dapat
menetukan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsinya. Pengetahuan gizi seseorang
didukung oleh latar belakang pendidikannya. Rendahnya tingkat pndidikan
menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menerima informasi dan penanganan
masalah gizi dan kesehatan, sekalipun di daerah tempat tinggalnya banyak tersedia
bahan makanan (sayuran dan buah), serta pelayanan kesehatan yang memadai, yang
dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengkonsumsi makanan yang
sehat dan bergizi.
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi menurut
Suhardjo (2003), didasarkan pada tiga kenyataan :
1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang
optimal, pemeliharaan dan energi.
3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
2.4.2. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
Universitas Sumatera Utara
25
reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis
sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku (Notoatmodjo, 2003).
2.4.3. Tindakan (Practice)
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu
terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu
antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini
menurut Notoatmodjo (2005) dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut
kualitasnya, yaitu :
a. Praktik terpimpin (guided response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah
melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan
panduan.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang
yang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis.
c. Adopsi (adoption), yaitu suatu tindakan atau praktik yang dilakukan tidak
sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau
tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Universitas Sumatera Utara
26
2.5 Kerangka Konsep
Pre-test Post-test
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah
pengaruh penyuluhan gizi terhadap perilaku ibu dalam penyediaan menu seimbang
untuk balita. Untuk mengukur perilaku ibu dalam penyediaan menu seimbang untuk
balita (pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu) dilakukan pre-test. Kemudian sebagai
intervensi dilakukan penyuluhan berupa ceramah, pembagian leaflet, dan demo menu
seimbang untuk balita. Dan untuk melihat sejauh mana pengaruh penyuluhan gizi
terhadap perilaku ibu dalam penyediaan menu seimbang untuk balita dilakukan post-
test.
2.6 Hipotesis Penelitian
a. Ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap pengetahuan ibu tentang penyediaan
menu seimbang untuk balita.
Penyuluhan Gizi :- Ceramah- Leaflet- Demo menu seimbang
untuk balita
Perilaku Ibu tentang Menu Seimbang- Pengetahuan Ibu- Sikap Ibu- Tindakan Ibu
Perilaku Ibu tentang Menu Seimbang- Pengetahuan Ibu- Sikap Ibu- Tindakan Ibu
Universitas Sumatera Utara
27
b. Ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap sikap ibu tentang penyediaan menu
seimbang untuk balita.
c. Ada pengaruh penyuluhan gizi terhadap tindakan ibu dalam penyediaan menu
seimbang untuk balita.
Universitas Sumatera Utara