ANESTESIA PADA PENDERITA KELAINAN KATUP JANTUNG
Purwoko
A. PENDAHULUANEvaluasi umum dari pasien dengan kelainan katup tanpa melihat lesi
atau penyebabnya, evaluasi pre operatif dititikberatkan pada penentuan
beratnya lesi dan signifikansi hemodinamik, fungsi ventrikel dan adanya
efek sekunder pada organ–organ lain terutama paru–paru.(1,2)
Kita harus memahami respon jantung terhadap penyakit/ gangguan
katup jantung, seperti hal–hal dibawah ini (1,2)
a. Adanya tekanan dan volume yang abnormal yang dihasilkan karena
katup yang abnormal.
b. Bagaimana mekanisme kompensasi jantung secara struktural dan
fungsional.
c. Tanda–tanda kalau kompensasi jantung telah mencapai batas maksimal
seperti : aritmia, iskemia jantung dan gagal jantung.
d. Kompensasi sekunder seperti endokarditis dan emboli.
Hal–hal tersebut diatas akan menyebabkan :
a. Gangguan pada fungsi ventrikel, baik fungsi sistoliknya (kontraktilitias
ventrikel) maupun fungsi diastoliknya (compliance).
b. Hipertrofi ventrikel
Akibat chronic volume and pressure load akan menimbulkan respon
ventrikel yang khas. Pressure load mengakibatkan hipertrofi ventrikel
yang konsentris sedangkan volume load menyebabkan hipertrofi yang
eksentris (karena dilatasi).
c. Pressure volume relationship
Bentuk kurva berubah sesuai ventricular load, ventricular compliance
dan ventricular contractility. Masing–masing lesi katup menunjukkan
pengaruh yang khas pada ventrikel kiri (LV) dan ventrikel kanan (RV).
Variasi ini menimbulkan keadaan hemodinamik yang khas yang dapat
membantu kita menentukan prioritas untuk pasien dengan tiap kelainan.(1, 2, 4)
1
B. PEMERIKSAAN FISIK UMUMTanda yang paling penting pada pemeriksaan fisik adalah tanda–tanda
gagal jantung kongestif, gallop S3, suara parau, distensi v. jugularis, reflex
hepato juguler, hepato spleno megali, udem tungkai juga mungkin
ditemukan. Temuan dengan auscultasi untuk konfirmasi disfungsi katup, tapi
pemeriksaan ekokardiografi umumnya dapat dipercaya. Defisit neurology
biasanya sekunder dengan fenomena emboli, perlu diperhatikan.(4)
EKG secara umum tak spesifik, adanya gelombang T atau perubahan
segmen ST, aritmia, defiasi QRS yang menunjukkan hipertrofi ventrikel, dan
lain–lain. Foto thorax berguna untuk menilai ukuran jantung dan kongesti
katup pulmonal, hipertrofi ventrikel yang spesifik mungkin terlihat.(1, 4)
C. PEMERIKSAAN KHUSUSEkokardiografi, angiografi nukleotid dan kateterisasi jantung
menunjukkan diagnosis penting dan informasi prognosis mengenai lesi
katup. Lesi lebih dari satu katup mungkin sering ditemukan. Pada
pemeriksaan–pemeriksaan khusus ini umumnya harus bisa menjawab
pertanyaan–pertanyaan sebagai berikut (2, 4)
a. Dimana katup abnormal yang penting secara hemodinamik.
b. Seberapa berat lesi itu.
c. Bagaimana derajat kerusakan ventrikel yang ada.
d. Apa ada abnormalitas hemodinamik yang signifikan.
e. Apa terdapat CAD.
D. ILUSTRASI (5, 11, 12)
1. Heart, section through the middle
2
2. Heart, front viem
3. Heart valves, anterior view
4. Heart valves–superior view
5. Heart valve surgery-series
3
E. PRINSIP–PRINSIP MANAJAMEN I. Stenosis Aorta
Pasien dengan stenosis aorta (karena rematik) dapat asitomatik
sampai 40 tahun. Kalsifikasi katup Ao terjadi setelah umur 30 tahun,
biasanya setelah dekade 7 atau 8. Trias simtom stenosis Ao
menggambarkan derajad progresinya dan biasanya umur harapan hidup
kurang dari 5 tahun.
a. Angina pectoris, merupakan simtom pertama pada 50 – 70% dengan
AS berat.
b. Syncope
c. Congestive Heart failure, terjadi pada As yang berat, resiko
mengalami kematian mendadak, terjadi bila lubang katup Ao yang
efektif kurang dari 0,7 cm2 (index katup A0 < 0,5 cm2 /m2)
AS tahap I : mild AS–asimptomatik, dengan kompensasi. Index
katup Ao 2 cm2 / m2 (normal).
AS tahap II : moderate AS-mulai timbul simptom,
index katup Ao 0,5 cm2 / m2.
Hipertrofi ventrikel kiri mengakibatkan peningkatan
LVEDV dan LVEDP, sehingga mengakibatkan kerja
miokard dan kebutuhan O2 meningkat.
AS tahap III : critical AS–kegagalan terminal, tahap II berlanjut,
penurunan indeks katup Ao kurang dari 0,5 cm2 /
m2. Kematian mendadak dapat terjadi, jika masih
bertahan hidup peningkatan hipertensi arteri
pulmonal menimbulkan right ventricle failure (RVF).(1)
Pengukuran stenosis Ao Modifikasi Gorlin(1, 2)
Area katup Ao ( cm2 ) =
I : konstanta orifisium
HR : Heart Rate
4
Cardiac output
(periode ejeksi systole) x HR
I x 44,5 x
Management Perioperatif1. Profil Hemodinamik(1, 2, 4)
a. LV preload
Terjadi penurunan komplians LV karena peningkatan LVEDP dan
LVEPV, peningkatan preload diperlukan untuk menjaga stroke
volume normal. Hindari penggunaan nitroglicerin, dapat
menurunkan cardiac output dengan berat.
b. Heart rate
Jaga heart rate sinus ritme
HR 50 – 70 / mt lebih disukai
Hindari > 90 / mt penurunan perfusi koroner.
c. Kontraktilitas
Stroke volume dijaga dengan tingkat kontraktilitas yang tinggi.
d. Sistemik vascular resistance
Penggunaan awal adrenergic agonist diindikasikan untuk
mencegah turunnya tekanan darah.
e. Pulmonal vascular resistance
Tekanan arteri pulmonalis relatif tetap, tidak diperlukan intervensi
khusus, kecuali pada Ao stenosis critical.
2. Teknik Anesthesia
a. Premedikasi ringan
Cukup membuat pasien tenang tanpa takikardi, hindari
premedikasi berat yang bisa menurunkan tekanan darah.
Kombinasi morfin 0,05 mg/kg dan scopolamin 0,2 mg I.M.,
Lorazepam 1–2 mg/oral atau midazolam 1–3 mg dapat
digunakan dengan sedikit perubahan hemodinamik.(1, 4)
b. Induksi anestesi dan maintenance
Induksi general anestesi harus dilakukan dengan perlahan
dan lembut. Obat–obatan yang menyebabkan depresi miokard,
penurunan tekanan darah, takikardi atau disritmia lain, harus
digunakan dengan hati–hati. Tiap perubahan fisiologi ini dapat
menyebabkan perburukan keadaan yang cepat. Obat induksi yang
5
digunakan diberikan dengan dosis kecil, perlahan–lahan dan
bertahap.
Selama induksi dan maintenance anestesi, agen adrenergic
yang poten (seperti fenilefrin) harus selalu siap untuk mengatasi
turunnya tekanan darah. Jika pasien menunjukkan gejala iskemik,
nitroglicerin harus diberikan hati–hati karena efeknya pada preload
atau tekanan arteri dapat memperburuk keadaan pasien.
Pemilihan agen anestesi didasarkan pada stabilitas
hemodinamik, untuk induksi bisa digunakan propofol (0,5–1,5
mg/kg) atau etomidate (0,1–0,3 mg/kg) atau pentotal (1–2 mg/kg).
Opioid diberikan bersama agen volatil (0,5–1,5 MAC) untuk
maintenance dan mencegah respon simpatis selama
pembedahan. Opioid dapat diberikan bolus kecil intermiten atau
infus kontinyu. Dosis total fentanyl biasanya berkisar 15 c/kg
atau sufenta 5 cgr/kg. Dapat juga diberikan propofol 25–50
mc/kg/min untuk maintenance. Keuntungan utama dari agen
volatil atau infus remifentanyl atau infus propofol adalah
kemampuan merubah konsentrasi dan kedalaman anestesi. Agen
volátil yang sering digunakan adalah isofluran, desfloran, dan
sevofluran. N2O jarang digunakan karena meningkatkan resiko
pembentukan gelembung udara intravaskuler selama pelaksanaan
CPB.(1, 2)
c. Transoseophagal echocardiography (TEE) digunakan untuk
monitoring fungsi ventrikel kiri intra operatif dan deteksi trombus
intrakavitas. Jika dipilih tindakan komisurotomi daripada
penggantian katup, TEE merupakan metode yang sangat efektif
untuk mengukur regurgitasi residual aorta. Pada penggantian
katup total, TEE dapat segera mengidentifikasi kebocoran katup.(1,3)
d. Post Operatif Care
Setelah komisurotomi atau penggantian katup, tekanan kapiler
paru dan LVEDP segera menurun dan stroke volume meningkat.
Fungsi miokardium membaik dengan cepat, walaupun ventrikel
yang hipertrofi masih membutuhkan preload yang tinggi untuk
6
berfungsi normal. Setelah beberapa bulan hipertrofi ventrikel kri
berkurang. Harus diingat jika katup buatan digunakan dapat
ditemukan gradien residual sebesar 7–19 mmHg, dan jika
dilakukan komisurotomi dapat ditemukan cuncurrent aortic
regurgitation, kebanyakan pasien berespon baik terhadap
pembedahan untuk stenosis Ao dengan didukung pemeliharaan
miokard intra operatif yang adekwat.(2, 3, 4)
3. Pilihan Anestesi
AS gradient transvaskuler akan secara progresif meningkat
selama kehamilan, hal ini dikarenakan peningkatan volume darah
dan penurunan SVR
Menghindari takikardi dan bradikardi, menjaga volume
intravaskuler dan venous return, menghindari kompresi aortokaval
dan depresi myokard, menjaga denyut jantung seperti keadaan
normal karena penurunan denyut jantung akan menurunkan
cardiac output
GA: kombinasi etomidat dan opioid dengan succinil cholin untuk
RSI. depresi myokard dengan agen anestesi volatil harus
dihindari.
II. Regurgitasi AortaPasien dengan regurgitasi Ao kronis dapat asimtomatis sampai
lebih dari 20 tahun, tetapi sekali simptomnya terdeteksi, keadaan pasien
memburuk dengan cepat. Simtomnya meliputi dispneu, kelelahan dan
palpitasi. Angina biasanya muncul belakangan. Pasien dengan
regurgitasi Ao akut keadaannya dapat memburuk dengan cepat.(1, 2, 4)
a. Patofisiologi
1. Regurgitasi Ao akut
Terjadi karena load volume yang besar pada ventrikel kiri.
Mekanisme kompensasinya adalah peningkatan tonus simpatis,
terjadi takikardi dan peningkatan kontraktilitas. Bila kompensasi
sudah maksimal dapat terjadi perburukan fungsi LV dan perlu
intervensi bedah.
7
2. Regurgitasi Ao kronis
Tahap I : regurgitasi Ao ringan–asimtomatis dengan
kompensasi fisiologis
Didapatkan simtom minimal selama fraksi yang terregugirtasi
kurang dari 40% stroke volume.
Tahap II : regurgitasi Ao sedang–gejala impairment.
Jumlah regurgitasi meningkat > 60% stroke volume. Terjadi
disfungsi ventrikel kiri diikuti peningkatan tekanan arteri
pulmonalis dengan gejala dispone dan gagal jantung kongestif.
Tahap III : regurgitasi Ao berat – kegagalan terminal
Disfungsi ventrikel kiri irreversible
.
b. Management Perioperatif(1, 2, 4)
1. Manajemen hemodinamik
LV
preload
HR Status
kontraktilitas
SVR PVR
Reg.
Ao
Maintain Maintain
2. Teknik anestesi
Premedikasi yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah harus
dihindari. Premedikasi ringan direkomendasikan untuk menjaga
kontraktilitas miokard dan heart rate, karena takikardi dapat
berguna untuk pasien ini. Peningkatan SVR yang muncul
karena cemas dapat merugikan.
Agen pilihan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi harus
secara langsung menjamin preload pasien, memperbaiki
kontraktilitas dan menjaga HR + 90 x/mt. Penggunaan isofluran
dan pancuronium sebagai kombinasi dapat dilakukan, kecuali
pada pasien stadium akhir penurunan fungsi ventrikel
kombinasi narkotik dan pancuronium ditoleransi lebih baik.
8
Penggunaan IABP merupakan kontra indikasi jika terdapat
regurgitasi Ao. Sebelum katup diperbaiki pada penggantian
katup, TEE bermanfaat untuk menilai kebocoran perivalvuler.
Perawatan post operatif segera setelah dilakukan poenggantian
katup Ao, LVEDP dan LVEDV menurun, tetapi hipertrofi dan
dilatasi LV masih tetap ada, mungkin memerlukan inotropik atau
IABP.(1, 4)
3. Pilihan Anestesi
Patofisiologi yang terjadi disebabkan oleh volume over load
pada LV, dengan hipertrofi dan dilatasi, dan peningkatan
volume akhir diastolik pada LV (LVEDV), penurunan fraksi
ejeksi (EF) dan tanda serta gejala dari oedem pulmoner.
Meminimalisir nyeri yang terjadi sebagai upaya mencegah
pelepasan katekolamin yang dapat meningkatkan SVR.
Menghindari bradikardi karena dapat menyebabkan
peningkatan regurgitasi
Epidural anestesi lebih disukai
Induksi menggunakan etomidate, intubasi endotrakheal
menggunakan suksametonium
Remi fentanyl untuk analgesia
III. Mitral Stenosis Pada orang dewasa mitral stenosis hampir selalu sebagai akibat
sekunder setelah penyakit jantung rematik, yang kemudian akan
mengakibatkan terjadinya jaringan parut dan terjadi fibrosis katup mitral.
Angka kejadian pada wanita 2 x lebih sering. Mitral stenosis karena
jantung rematik sering terjadi bersama MR atau AR.(1, 2, 4)
a. Gejala
Biasanya asimtomatik selama 20 tahun setelah episode akut
demam rematik. Memberatnya menimbulkan gejala pada saat
exercise. Tanpa intervensi jelas 50% penderita meninggal kurang dari
10 tahun.
9
Perjalanan penyakit lambat dengan episode berulang dari
oedem paru, disponoe, paroxysmal nocturnas dispnoe, kele-lahan,
nyeri dada, palpitasi, hemoptisis, suara parau (LA membesar
menekan n.rekurensi laringeus kiri), nyeri dada terjadi pada 10–20%
penderita.(4)
b. Patofisiologi
1. Perjalanan penyakit
Tahap I : MS ringan–asimtomatik dengan komponen
fisiologis.
Katup mitral (N) : 4–6 cm2 (index katup mitral
4,0–4,5 cm2/m2) pasien asimtomatik sampai 20–
30 tahun. Kedepan sampai stenosis mencapai
1,5–2,5 cm2 (index katup 1,0–2,0 cm2/m2).
Tahap II : MS sedang–timbul gejala.
Besar katup 1,0–1,5 cm2, beratnya gejala timbul
saat latihan ringan–sedang. Gagal jantung
kongestif berat dapat ditimbulkan karena adanya
AF atau hal–hal / penyakit yang menyebabkan
peningkatan cardiac out put.
Tahap III : MS kritis–kegagalan terminal.
Besar katup < 1,0 cm2. Gejala sudah timbul saat
istirahat. Tekanan di atrium kiri pada nilai yang
menyebabkan gagal jantung kongestif, dan
diperberat dengan penurunan CO. Hipertensi
paru kronis menyebabkan dilatasi ventrikel
kanan.1)
2. Hubungan tekanan–volume
Karena restriksi arus dari atrium kiri ke ventrikel, LVEDP dan
LVEDV menurun. Stroke volume juga menurun. Fungsi LV masih
normal. Terbatasnya stroke volume karena tidak adekwatnya
pengisian LV.(1)
3. Penghitungan area katup mitral (1, 3, 5)
10
mitral valve area (cm2) =
0,85 adalah konstanta lubang mitral.
Arus katup mitral adalah CO ( ml/mt ).
Waktu pengisian diastole (s/denyut) x HR (denyut / mt).
Takikardi akan memperpendek waktu pengisian diastole, maka
akan mengurangi pengisian LV dan keadaan pasien akan
memburuk.
c. Manajemen Perioperatif(1,2, 4 )
1). Manajemen hemodinamik
MS =
LV preload HR Contractile
state
SVR PVR
maintain maintain
a). Preload LV
Aliran arus ke depan melalui katup mitral yang stenosis
tergantung pada pre load yang adekwat. Pasien dengan MS
tekanan Lanya tinggi, sehingga pemberian cairan yang
berlebihan dapat menyebabkan pasien jatuh ke gagal jantung
kongestif dan oedem paru.
b). HR
Aliran darah melalui katup mitral terjadi saat diastole,
takikardi akan memperpendek waktu diastole.
Bradicardi juga berbahaya, karena stroke volume relatif
tidak berubah, jadi CO akan rendah.
Hindari AF, karena fibrilasi tidak memberikan aliran dari
atrium kiri ke ventrikel kiri.
c). Kontraktilitas
Aliran darah yang adekwat tergantung pada kontrak-tilitas RV
dan LV yang adekwat. Pengisian LV yang kurang dan kronis
dapat menyebabkan kardiomiopati dengan kontraktilitas LV
yang terdepresi. Banyak pasien yang membutuhkan
dukungan inotropik sebelum dan terutama sesudah CPB.
d). SVR
11
Pasien dengan MS normalnya SVR akan meningkat, yang
menyebabkan terbatasnya CO adalah stenosis katup mitral.
e). PVR
Pasien dengan MS biasanya PVR nya tinggi dan jika terjadi
hipoksia rentan terjadi vasokonstriksi pada paru. Kita harus
menghindari –N2O, hiperkapnea, dan hipoksemia.
2). Manajemen Anestesi
a). Premedikasi
Premedikasi ringan untuk mencegah penurunan pre load
yang tiba – tiba.
Hindari antikolinergik untuk meminimalisasi takikardi.
b). Lanjutkan pemberian digitalis sampai hari operasi
(pembedahan).
c). Induksi dan maintenance
Prinsipnya adalah hindari obat-obatan, situasi atau tindakan-
tindakan yang menyebabkan takikardi. Jika terjadi AF harus
segera diterapi, harus dijaga tetap sinus ritme jika terjadi AF
segera Cardioversi. Maintenance dengan narkotik dosis
tinggi+O2 lebih terpilih.
d). TEE adalah cara yang sangat membantu untuk monitoring
adekwatnya repair katup mitral. Komisurektomi mitral dapat
menyebabkan regurgitasi mitral yang berat yang segera
dapat diketahui dengan TEE, sehingga tindakan bedah dapat
segera dilakukan.(1, 4)
3). Pilihan Anestesi
Mempertahankan denyut jantung, venous return, dan SVR
tetap rendah.
Menghindari kompresi aorto kaval, menterapi atrial fibrilasi
secara agresif, mempertahankan irama sinus, mencegah
nyeri, hipoksemia, hiperkarbi, dan asidosis oleh karena hal-
hal tersebut di atas dapat meningkatkan SVR
Baik RA atau GA dapat digunakan
12
Anestesi epidural merupakan pilihan
GA juga memberikan hemodinamik yang stabil
Etomidat paling baik digunakan sebagai agen induksi
-Blocker seperti esmolol dan opioid dosis moderate
sebaiknya diberikan sebelum induksi
4). Perawatan Post Operasi
Intervensi bedah yang sukses dapat menurunkan PVR, tekanan
arteri paru dan meningkatkan CO pada post operasi. Karena LV
mengalami kardiomiopati dibutuhkan dukungan inotropik pada
pasien ini. PVR akan menurun setelah pembedahan, jika tidak
turun mungkin disebabkan karena hipertensi paru yang
irreversible dan disfungsi LV yang irreversible. Penambahan pre
load dan penurunan alter load harus terjadi segera setelah
bypass. Untuk memper-baiki arus darah maju. Pada pasien AF
kronis agar menjadi SR harus diberikan profilaxis ambdaron 33
mg/min dan pacu atrium dengan denyut 100 x/mt. Obat inotropik
pada masa post bypass dapat berfungsi sebagai :
1). Peningkatan kontraktilitias
2). Penurunan LV dan ketegangan dinding (1, 4)
IV. Mitral RegurgitasiPenyebab kebanyakan adalah prolaps katup mitral dan penyakit
jantung rematik. Mitral regurgitasi karena jantung rematik dapat
asimtomatik sampai 20–40 tahun. Kelelahan dan dispnoe timbul
perlahan–lahan, gejala yang berat (lelah, dispone, orthopneu) diikuti
perburukan KU yang cepat dan biasanya mati < 5 tahun tanpa intervensi
bedah. AF terjadi pada 75% kasus, harapan hidup pasien yang dioperasi
sebelum timbul AF yang irreversible lebih baik.(2, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 12)
a. Patofisiologi
Progresi alami
1). MR akut
Terjadinya MR yang tiba–tiba dapat menyebabkan overload dan
peningkatan tekanan di atrium kiri. Peningkatan yang akut
13
tekanan di LA dan tekanan arteri paru dapat menyebabkan
kongesti dan oedem paru.
2). MR kronis
a). Tahap I : MR ringan–asimtomatik.
Dengan kompensasi fisiologi hipertrofi dan
dilatasi LV dapat mengkompensasi untuk
memperbaiki stroke volume.
b). Tahap II : MR sedang–gejala gagal jantung.
Dilatasi LA yang berlanjut dapat memperberat
MR karena anulis mitral meregang. Saat
seperti ini gejala gagal jantung terjadi. Setelah
fraksi regurgitasi lebih dari 60% terjadi gagal
jantung kongestif.
c). Tahap III : MR berat–gejala terminal.
Penurunan CO yang berkepanjangan
menyebabkan peningkatan arteri paru dan
akhirnya gagal RV. Fungsi LV memburuk dan
depresi FS ventrikel yang irreversible
walaupun sudah dilakukan penggantian katup.(2, 4, 6, 7, 9, 10, 11)
b. Manajemen Perioperatif (1, 2, 4)
1) Manajemen Hemodinamik
a). Pre load LV
Penambahan dan menjaga pre load dapat menjamin stroke
volume yang adekwat.
b). HR
Bradikardi berbahaya pada pasien dengan MR karena dapat
menyebabkan peningkatan volume LV, penurunan CO dan
peningkatan fraksi regurgitasi. HR harus diangka normal
sampai sedikit tinggi pada pasien ini.
c). Kontraktilitas
Maintenance stroke volume tergantung fungsi maksimal dari
hipertrofi LV yang eksentris. Depresi kontraktilitas miokard
14
dapat mengakibatkan disfungsi LV yang berat dan
memperburuk keadaan klinis. Obat – obat inotropik dapat
meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan regurgitasi
karena kontraksi anulus mitral.
d). SVR
Peningkatan afterload menyebabkan peningkatan fraksi
regurgitasi dan penurunan CO karena alasan ini maka
penurunan after load diperlukan. Obat–obat adrenergic
harus dihindari.
e). PVR
Pasien dengan MR akan mengalami peningkatan PVR dan
dapat terjadi gagal jantung. Hindari hiperkapnea, hipoksia, O2
dan obat–obat dan tindakan yang menyebabkan respon
konstriksi paru.
2) Manajemen Anestesi
a). Premedikasi
Hati–hati, hindari over sedasi bisa mengakibatkan
hiperkapnea dan meningkatkan PVR.
b). Induksi dan maintenance
Hindari agen anestesi yang menurunkan kontraktilitas. Paling
sering digunakan adalah relaksan ditambah narkotik dosis
tinggi.
c). IABP sangat membantu pada pasien–pasien dengan
disfungsi m.papilaris.
d). TEE
Evaluasi fraksi regurgitasi dengan TEE. TEE juga dapat
mendeteksi kebocoran perivaskuler setelah bypass.
e). NO
Sebagai dilator a.pulmoner berperan penting dalam
manajemen hipertensi pulmonal.(1, 4)
3) Pilihan Anestesi
15
Pada kehamilan akan menginduksi suatu keadaan
hiperkoagulasi dan embolisme sistemik
Epidural anestesi dapat mencegah peningkatan SVR, dan
mencegah kongesti pulmonal
GA : ketamindan pankoronium merupakan agen yang terpilih
Monitor tekanan darah invasif
Antibiotik profilaksis dengan premedikasi direkomendasikan
Pertimbangan utama adalah untuk menjaga sedikit
peningkatan denyut jantung, hal ini untuk mencegah
peningkatan SVR, peningkatan volumen darah, mencegah
hipoksemia, hiperkarbi, asidosis yang akan menyebabkan
peningkatan PVR, menghindari kompresi aortokaval dan
depresi myokard
4) Perawatan Post Anestesi
Setelah penggantian katup, kita harus menjaga kekuatan
kontraksi LV. Setelah katup berada ditempatnya, LV harus
mengeluarkan stroke volume penuh ke aorta. Hasilnya berupa
peningkatan tekanan dinding LV yang mengurangi fraksi ejeksi.
Karena itu periode post bypass kekuatan kontraksi LV sering
diperkuat dengan IABP atau dukungan inotropik sampai LV dapat
menyesuaikan dengan keadaan hemodinamik yang baru.(1, 2, 4)
Setelah weaning CPB pasien dengan AF harus cepat
berubah menjadi sinus ritme, usaha ini dapat menggunakan
overdrive atrial pacing dan amiodaron/procain amide.(4)
F. KESIMPULAN1. Bila kita akan melakukan anestesi pada operasi katup, maka kita harus
memahami dahulu pengaruh kerusakan katup tersebut terhadap fungsi
hemodinamik secara keseluruhan. Komplikasi yang sudah terjadi
16
utamanya terhadap fungsi jantung secara fungsional, struktural dan
komplikasi ke paru-paru serta organ-organ lain.
2. Kita juga harus memahami profil hemodinamik pada masing-masing lesi
katup. Hal ini sangat berhubungan dengan tindakan sebagai berikut :
Premedikasi
Induksi
Maintenance
Pemakaian obat-obat inotropik dan vasopresor pre operatif dan post
operatif.
Pemakaian IABP
Perawatan post operatif.
Dimana pada masing–masing katup berbeda.
G. DAFTAR PUSTAKA1. Ghaisas NK, Foley JB. Management patients with valvular Heart disease.
J.Am Coll Cardiol 2006;48:1-148
2. Morgan, G.E., Mikhail, M.S., Murray M.J., Anesthesia for Cardiovascular
Surgery. In : Clinical Anesthesiology, 4th ed., Lange Medical Book,
2006:490 – 536
3. Bluhm Cardiovascular Institute. 2007. Surgical Instructions Heart Valve
Surgery. Northwestern Memorial Hospital
4. Otto CM, Bonow RO. 2012. Valvular heart disease. In RO Bonow et al.,
eds., Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicine, 9th ed., vol. 2, pp. 1468–1539. Philadelphia: Saunders
5. Y, Looney, P Quinton. 2005. Mitral Valve Surgery. Continuing Education
in Anaesthesia, Critical Care & Pain. Volume 5. No 6
17