Download - Anest Salamah
Presentasi Kasus
ANESTESI SPINAL PADA SECTIO CAESARIA TRANSPERITONEAL
EMERGENCY ATAS INDIKASI DKP PANGGUL SEMPIT, PREEKLAMSIA
BERAT PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM
KALA I FASE LATEN
Disusun Oleh :
Salamah Ary WidyasariG0002136
Pembimbing:dr. RTh. Supraptomo, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK LAB/UPF ANESTESIOLOGI
FK UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus dengan
judul ANESTESI SPINAL PADA SECTIO CAESARIA TRANSPERITONEAL
EMERGENCY ATAS INDIKASI DKP PANGGUL SEMPIT, PREEKLAMSIA
BERAT PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM
KALA I FASE LATEN dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Unit Anestesi dan Reanimasi di FK UNS / RSUD dr. Moewardi
Surakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Marthunus
Judin, SpAn, selaku Kepala Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNS / RSUD dr.
Moewardi Surakarta, dr. R.T.H. Supraptomo, Sp.An selaku pembimbing presentasi kasus
ini, dan seluruh staf ahli anestesi yang saya hormati.
Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya penyusun
berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang
berkepentingan.
Surakarta, Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
Bab I. Pendahuluan........................................................................................... 1
Bab II. Tinjauan Pustaka................................................................................... 2
Bab III. Laporan Kasus..................................................................................... 16
Bab IV. Pembahasan......................................................................................... 22
Bab V. Penutup................................................................................................ 25
Daftar Pustaka................................................................................................... 32
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami
pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi
inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.1
Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi lumbal
pertama kali dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal subarachnoid dicoba
oleh Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh penderita dengan kokain secara
injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit, mungkin akibat difusi
pada ruang epidural. Indikasi penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah tindakan
pada bedah obstetri dan ginekologi.2
Dalam persalinan membutuhkan tindakan anestesi karena nyeri sangat mungkin
terjadi saat persalinan berlangsung. Nyeri karena persalinan terjadi karena kontraksi
uterus, dilatasi servik, selain itu, tindakan dalam persalinan seperti ekstraksi cunam,
vakum, versi dalam, versi luar, dan bedah caesar juga menimbulkan nyeri sehingga
membutuhkan anestesi.2,3
Beberapa komplikasi akut preeklampsia, yaitu eklampsia, sindroma HELLP
(hemolisis, elevasi enzim hati, penurunan platelet), ruptur hepar, edema pulmonal, gagal
ginjal, koagulopati intravaskular diseminasi, kedaruratan hipertensi dan hipertensi
ensefalopati serta kebutaan kortikal. Pada kasus ini akan dibahas tentang penatalaksanaan
klinis dari pre eklampsia berat.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERSIAPAN PRA ANESTESI
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan
baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.
Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan
kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology):1
a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali,
biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai
akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap.
Angka mortalitas 68%.
e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak
ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi.
Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .1
B. PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain :1
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
2
4. Memberikan analgesia, misal pethidin
5. Mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin
C. ANESTESI SPINAL
Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat analgetik
lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian
tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya,
sedang penderita tetap sadar.
Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra
L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-L5 (obat lebih cenderung
berkumpul di kaudal).
Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian
bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi ini memberi relaksasi yang baik,
tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain hanya sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain
misalnya bupivakain, sinkokain, atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang sampai 2-
3 jam.
Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit jantung,
kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang meninggi.4,5
1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai berikut:
a. Sadle back anestesi, yang terkena pengaruhnya adalah daerah lumbal bawah dan
segmen sakrum.
b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah umbilikus / Th X di
sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan sakral.
c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk thoraks
bawah, lumbal dan sakral.
3
d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk daerah thoraks
segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih tinggi.
2. Teknik anestesi :
a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik dan berkaitan
keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara.
b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi obat anestesi
lokal.
c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil lumbal pungsi,
tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah untuk pungsi. Asisten harus
membantu memfleksikan posisi penderita.
d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan kiri akan
memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5.
e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis.
f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.
g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai sarung tangan
steril, pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan jarum lumbal no. 22 lebih
halus no. 23, 25, 26 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap
bidang horisontal ke arah kranial pada ruang antar vertebra lumbalis yang sudah
dipilih. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa ligamen, yang
terakhir ditembus adalah duramater subarachnoid.
h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan
larutan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Cabut jarum, tutup luka
dengan kasa steril.
i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika terjadi hipotensi
diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg, infus 500-1000 ml NaCl atau
hemacel cukup untuk memperbaiki tekanan darah.4
4
3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :
a. Bupivakain
Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali lebih kuat dan
bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk anestesi daerah luas
(larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan adrenalin 1:200.000, derajat relaksasinya
terhadap otot tergantung terhadap kadarnya. Presentase pengikatannya sebesar 82-
96%. Melalui N-dealkilasi zat ini dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX).
Ekskresinya melalui kemih 5% dalam keadaan utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan
sisanya metabolit-metabolit lain. Plasma t1/2 1,5-5,5jam. Untuk kehamilan, sama
dengan mepivakain dapat digunakan selama kehamilan dengan kadar 2,5-5 mg/ml.
Dari semua anestetika lokal, bupivakain adalah yang paling sedikit melintasi plasenta.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah 1,003-1,008.
Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS disebut isobarik sedangkan
yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik. Anestesi lokal yang sering digunakan
adalah jenis hiperbarik yang diperoleh dengan mencampur anestesi lokal dengan
dekstrosa.
Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis
Bupivakain (decain)
0,5% dalam air 1,005 Isobarik 5-20 mg (1-4 mL)
0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1, 027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3mL)
b. Metoclopramide
Obat ini bertindak di perifer sebagai Cholinomimetik (memfasilitasi transmisi
asetilkolin pada reseptor muskarinik selektif) dan disentral sebagai agen prokinetik di
saluran gastrointestinal atas, tidak bergantung pada persarafan vagal tetapi dapat
dihapuskan oleh agen antikolinergik. Dengan meningkatkan efek stimulasi
asetilkolin pada otot polos usus, obat ini mampu meningkatkan pengosongan
lambung, dan menurunkan volume cairan lambung. Obat ini tidak mempengaruhi
sekresi asam lambung atau pH cairan lambung. Metroclopramid menghasilkan efek
anti muntah dengan memblokir reseptor dopamine di zona pemicu chemoreseptor
5
pada sistem saraf pusat. Dosis dewasa 10-20 mg metroclopramid (0,25mg/kgBB) per
oral, IM, atau IV.4,5,7
c. Fentanyl
Merupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi analgesinya antara 75-125
kali lebih kuat disbanding morfin. Fentanil bekerja pada thalamus dan hypothalamus
sistem retikuler dan neuron-neuronnya. Dengan demikian rangsang sakit tidak dapat
mencapai daerah kortikal. Blokade terhadap rasa sakit, somatic, dan visceral
berhubungan dengan blockade fentanil pada mesencepalon. Pada pemberian intravena
onsetnya 30 detik dan mencapai puncak dalam 5 menit. 5
d. Efedrin
Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma huang.
Efedrin merupakan obat adrenergic yang bekerja pada reseptor α,ß1, dan β2. Efek
perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan Norepinefrin endogen.
Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek epinefrin, tetapi berlangsung kira-kira
10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolic,
serta tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan
oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan
kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak
berubah, aliran darah ginjal dan visceral berkurang , tetapi aliran darah ke koroner,
otak, dan otot rangka meningkat. 5
4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :
a. Keuntungan
1) Respirasi spontan
2) Lebih murah
3) Ideal untuk pasien kondisi fit
4) Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada pasien dengan
perut penuh
5) Tidak memerlukan intubasi
6) Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal
7) Fungsi usus cepat kembali
6
8) Tidak ada bahaya ledakan
9) Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan
b. Kerugian
1) Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem
2) Menyebabkan post operatif headache.
5. Komplikasi tindakan anestesi spinal
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai
T-2
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
D. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan
komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi
lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan,
luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg
BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
7
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada
dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml / kgBB/jam
Sedang = 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 %
EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang
hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian
plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
Kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa:10
a. Air : 30 – 40 ml/kg BB/hari
b. Na : 1 – 2 mEq/kgBB/hari
c. K : 1 mEq/kgBB/hari.
Kebutuhan kalori rata – rata/ kgBB orang dewasa, dipengaruhi oleh faktor trauma
atau stress :11
E. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang
biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi
pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar menjadi batu loncatan sebelum pasien
dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian
pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu dilakukan
skoring tentang keadaan pasien setelah anestesi dan pembedahan. Untuk regional anestesi
digunakan skor Bromage.
8
BROMAGE SCORING SYSTEM
Bromage skor< 2 boleh pindah ke ruang perawatan.
F. ANESTESI OBSTETRI
Anestesi pada kebidanan berbeda dengan anestesi pada wanita biasa karena kehamilan
menyebabkan perubahan fisiologi bagi ibu.
A. Perubahan Fisiologi pada Ibu Hamil
1. Pernafasan
Pada ibu hamil terjadi peningkatan volume nafas satu menit sampai 50% sehingga
anestesi inhalasi berjalan lebih cepat, tetapi cadangan oksigen paru menurun sedikit
padahal kebutuhan oksigen meningkat sehingga perlu tindakan pre oksigenasi
sebelum anestesi.
2. Sirkulasi
Terjadi kenaikan volume darah sampai 50 %., termasuk peningkatan volume plasma,
eritrosit, dan leukosit. Peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya anemia
fisiologis. Kardiak output juga meningkat sebesar 30-40%
3. Penurunan fungsi hati
4. Perubahan pada Ginjal
GFR meningkat selama kehamilan karena peningkatan renal plasma flow. Renal
plasma flow dan glomerular filtration rate (GFR) meningkat 150% pada trimester
pertama kehamilan, tapi saat hamil aterm menurun lagi sampai 60% di atas wanita
yang tidak hamil.
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki
3
9
5. Penurunan aktivitas serum kolinesterase
Plasma kolinesterase menurun yang kemungkinan disebabkan sintesanya menurun
dan karena adanya hemodilusi
6. Kemungkinan timbul sindrom hipotensif supine; oleh karena penurunan venous
return melalui pembuluh darah besar abdominal, yang disebabkan oleh penekanan
uterus yang besar.4,5
B. Komplikasi Anestesi pada Ibu Hamil
1. Aspirasi paru
Aspirasi isi lambung dapat disebabkan oleh regurgitasi atau muntah, dapat
menimbulkan obstruksi dan pneumonitis kimia akut yang dikenal dengan sindroma
Mendelson. Hal ini terjadi karena tonus sfingter lambung menurun, pengosongan
lambung diperlambat, dan produksi cairan lambung lebih banyak dan lebih asam.
Aspirasi lebih sering terjadi pada saat induksi dan intubasi, mendorong uterus guna
mempercepat proses kelahiran bayi, dan ekstubasi.
2. Gangguan respirasi
Gangguan respirasi terjadi karena trauma pada saluran nafas waktu intubasi
endotrakea, kesukaran ekstubasi, hipoventilasi karena obat narkotika dan analgesia.
3. Gangguan kardiovaskular
Salah satu gejala kardiovaskular yang tidak adekuat adalah hipotensi. Keadaan ini
dijumpai pada perdarahan yang hebat tiba-tiba, obstruksi aortokava, blok simpatis
karena analgesia subaraknoid atau epidural, dan depresi vasomotor karena anestesi
yang dalam.4,6
C. Persiapan Anestesi pada Ibu Hamil :
1. Persiapan ibu :
a. Untuk mencegah aspirasi dan mengurangi akibat aspirasi :
1) Pengosongan lambung
2) Netralisasi asam lambung
3) Mengurangi produksi asam lambung
b. Untuk menghindari hipovolemi :
10
1) Pemasangan infuse, cairan RL atau NaCl 0,9% 500ml untuk cadangan
seandainya terjadi perdarahan berlebihan selama pembedahan
2) Menyediakan darah
3) Untuk menghindari perdarahan setelah anak lahir disiapkan obat untuk
merangsang kontraksi otot rahim.
2. Persiapan janin :
a. Alat resusitasi bayi
1) Bayi lahir dengan operasi Caesar 5-10% depresi nafas berat.
b. Tempat menghangatkan bayi 5,7
G. SCTP-EMERGENCY
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman daripada dahulu berhubung dengan
adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang lebih sempurna dan anestesia yang
lebih baik.
Pembedahan yang dewasa ini paling banyak dilakukan ialah seksio sesaria
transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan pembedahan
ini adalah : perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak, bahaya peritonitis tidak besar, luka
dapat sembuh lebih sempurna.8,9,10
Seksio sesar dipertimbangkan pada presentasi bokong, kelainan panggul (panggul
sempit/patologis), janin besar diproporsi kepala panggul (nulipara berat badan janin lebih dari
3500g. multipara berat badan janin lebih dari 4000 g), riwayat obstetri jelek, cacat rahim,
hipertensi dalam kehamilan (preeklamsia berat, eklamsia), ketuban pecah sebelum waktunya,
kepala hiperekstensi, gawat janin, pertumbuhan janin terlambat berat, perematuritas, nulipara
(primitua/infertil/ presentasi kaki), kemajuan persalinan terganggu (lihat Partograf WHO
untuk presentasi bokong), nilai Zatuchi-Andros kurang atau sama dengan 3.
Skor Zatuchi-Andros
11
Tindakan : Skor< 3 :
Seksio sesar;
Skor= 4 :
Reevaluasi, kalau tetap 4 lakukan seksio sesar; Skor>5 Pervaginam11,12
H. PRE EKLAMPSIA BERAT
Pre-eklampsia umumnya didefinisikan sebagai hipertensi akut (tekanan darah ≥140/
90 mm Hg) dan proteinuria (≥ 300 mg dalam 24 jam) pada atau setelah kehamilan 20
minggu. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut :
kehamilan multifetal dan hidrops fetalis, penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial
kronis dan diabetes mellitus dan penyakit ginjal.
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
1. Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat
keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
2. Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeclampsia.
3. Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan
kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
4. Kegemukan
5. Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi
kembar atau lebih.
Keterangan
N i l a i
0 1 2
Paritas Nulipara Multipara
Umur kehamilan - 39
minggu
38 minggu < 37 minggu
Taksiran berat janin 3630 g 3629 –3176 g <3175 g
Pernah presentasi bokong Belum
pernah
Pernah 1 kali Pernah 2
kali
Penurunan (station) - 3 - 2 - 1
Pembukaan < 2 cm 3 cm - 4 cm
12
6. Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu
sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi
hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik
arthritis atau lupus.
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori
yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu
disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.
Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”.
Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.2
Penanganan pada preeklampsia berat adalah dengan pemberian obat antikejang MgSO4
4gram (40% dalam 10cc) selama 15 menit secara IM agar menghambat atau menurunkan
kadar asetilkolin pada rangsangan serabut saraf dengan menghambat transmisi
neuromuscular. Pada transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps, sehingga
pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, dan menyebankan
aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion
magnesium. Dan dilakukan terminasi kehamilan, karena pada kasus ini umur kehamilan
pasien sudah ≥ 37 minggu
I. Disproposi Kepala Panggul
Definisi
DKP adalah adanya ketidakseimbanngan antara luasnya panggul ibu dengan besarnya
kepala janin.11
Etiologi
Kemungkinan penyebab dari DKP meliputi 7 :
a. Bayi besar (disproposi absolut)
o Faktor hereditas
o Postmaturitas
o Diabetes
o Multiparitas
13
b. Presentasi abnormal (disproposi relatif)
Janin normal lahir dalam posisi occipito anterior Jika kepala fleksi dengan baik kemudian
kepala dalam posisi diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm ) dan akan mudah
melewati panggul. Pada presentsi diameter tang lain akan menghasilkan presentasi
dengan diameter ang lebih besar (11.5 cm - 13.5 cm).
c. Panggul kecil
d. Kelainan bentuk panggul abnormal
e. Kelainan traktus genital
o Cervix : kekakuan kongenital, parut pasca operasi
o Vagina : septum kongenital
o Fibroid dapat menyebabkan obstruksi
Diagnosa
a. Anamnesis 12
o Riwayat bedah cesar atas indikasi DK
o Riwayat trauma atau penyakit panggul
o Persalinan yang tidak maju.
b. Pemeriksaan Fisik 12
o Hamil aterm, kepala belum masuk panggul.
o Pemeriksaan panggul dalam → panggul sempit.
o Sudut Muller Kerr Monroe tumpul.
Diagnosa dari DKP seringkali ketika perjalanan dari persalinan tidak adekuat dan
terapi medis seperti oksitosin tidak berhasil dicoba. DKP sulit didiagnosa sebelum
persalinan dimulai jika bayi diperkirakan besar dan pangul ibu diketahui sempit. USG
digunakan untuk memperkirakan ukuran janin, meskipun tidak 100 % akurat dalam
menentukan berat badan janin. Pemeriksaan fisik khususnya pengukuran pelvis seringkali
lebih akurat dalam menentukan diagnosa DKP.7
Untuk mengantisipasi adanya kecurigaan DKP bila terdapat :
a) Tinggi badan kurang dari 145 cm
b) Malnutrisi yang kronis
c) Trauma yang menyebabkanfraktur pada panggul
d) Gangguan neuromuskular
14
e) Kyphoscoliosis
f) Riwayat obsterik jelek
Penatalaksanaan 12
a. DKP berat yang mengakibatkan persalinan macet → sectio cesaria
b. DKP ringan → dapat dicoba partus percobaan
J. Kala I fase Laten
Persalinan kala I adalah pembukaan yang berlansung antara prmbukaan nol sampai lengkap.
Ditandai dengan :
a) Penipisan pembukaan serviks
b) Kontraksi uterus
c) Keluar lendir bercampur darah
Fase laten
Suatu keadaan di mana pembukaan serviks berlangsung lambat, mulai dai pembukaan 0
sampai dengan pembukaan 3 yang berlangsung kira – kira 8 jam
15
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. B.D.
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 01158105
Diagnosis pre operatif :Preeklampsia berat ,DKP panggul sempit pada primigravida hamil
aterm kala I fase laten. Pro SCTP-EM dengan RSAB, ASA I
Macam Operasi : SCTP Emergency
Macam Anestesi : Anestesi spinal
Tanggal Masuk : 29 Oktober 2012 jam 10.00
Tanggal Operasi : 29 Oktober 2012 jam 16.45
B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Tensi Tinggi
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien adalah konsulan dari bagian Obsgyn dengan diagnosis preeklampsia berat
DKP panggul sempit pada primigravida hamil aterm dalam persalinan kala I fase
laten
Datang seorang G1P0A0, usia 31 tahun, umur kehamilan 38+1 minggu kiriman dari
bidan dengan keluhan tensi tinggi. Tensi tinggi sejak hamil tujuh bulan. Pasien tidak
mengeluh sesak nafas, pandangan kabur, ataupun adanya kejang. BAB dan BAK
tidak ada keluhan. Pasien merasa hamil 9 bulan, namun kenceng-kenceng teratur
belum dirasakan. Lendir darah dan air kawah belum di rasakan keluar. Gerakan janin
masih dirasakan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma (–)
Riwayat alergi (–)
16
Riwayat hipertensi atau penyakit jantung (–)
Riwayat DM (–)
Riwayat gigi goyah (–)
Riwayat gigi palsu (-)
Riwayat operasi sebelumnya (-)
d. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok (–)
Riwayat minum alkohol (–)
Makan terakhir : jam 11.00, 29 Oktober 2012
Minum terakhir : jam 11.00, 29 Oktober 2012
Pemeriksaan Fisik:
a. Keadaan umum : baik, CM, gizi kesan cukup, GCS E4V5M6
b. Vital sign : T : 170/100 mmHg
N : 88 x/menit
Rr : 20 x/menit
t : 36,80C
BB : 75 kg
TB : 155 cm
c. Status Generalis :
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
Mulut : malampati I
Jalan nafas: tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem (-), kekakuan sendi
rahang (-), kaku leher (-)
Thorax : retraksi (-)
Cor : BJ I – II intensitas normal, reguler bising (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler : kanan/kiri = +/+
Suara tambahan whezing kanan/kiri = -/-
RBK kanan/kiri = -/-
RBH kanan/kiri = -/-
17
Abdomen : lihat status obstetri
Ekstremitas : Oedem akral dingin
d. Status Obstetri
Abdomen
1) Inspeksi :tampak membuncit, dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, striae
alba (+), linea fuscha (+)
2) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterin, memanjang,
presentasi kepala, punggung kanan, kepala masuk panggul < 1/3
bagian, TFU : 38 cm ~ TBJ : 3800 gram, his (-)
3) Auskultasi: DJJ 12 – 13 – 12/12 – 12 – 112/12 – 13 – 12/reguler
Genital VT : vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
lunak, mendatar, kepala di Hodge I, kulit ketuban dan penunjuk sulit dinilai, air
ketuban (-), STLD (-)
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium
Hemoglobin
Hct
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
Gol darah
PT
APTT
:
:
:
:
:
:
:
:
10,4 g/dl
35 %
4,71.106 ul
8,6.103 ul
415.103 ul
O
13,3 detik
31,9 detik
GDS
Ureum
Creatinin
Albumin
Natrium
Kalium
Clorida
HbsAg
:
:
:
:
:
:
:
:
117 mg/dl
14 mg/dl
0,6 mg/dl
3,5 g/dl
140 mmol/L
4,0 mmol/L
107 mmol/L
Non reaktif
b. USG :
1) Janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, DJJ ( + ) reguler
2) Fetal biometri : BPD 9,05; AC 34,8; FL 6,96; EFBW 3800 gr
3) Plasenta berinsersi di corpus kanan, grade II-III, air ketuban kesan cukup, tidak
tampak jelas kelainan kelainan congenital mayor. Kesan janin saat ini dalam
keadaan baik.
18
3. Kesimpulan :
Kelainan sistemik : ( – )
Kegawatan : ( + )
Status fisik ASA : II E
C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis (+)
b. Puasa > 6 jam
c. Infus RL 20 tetes /menit
2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
3. Teknik Anestesi : Subaraknoid spinal anestesi
4. Premedikasi : Ranitidine 50 mg, Piralen 10 mg
5. Analgesi spinal : Bupivakain 12,5 mg, fentanyl 25 μg
6. Maintenance : O2 3 lt/menit
7. Monitoring : tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan.
8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
D. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi
b. Periksa tanda vital dan keadaan umum
c. Lama puasa > 6 jam.
d. Cek obat-obat dan alat anestesi.
e. Infus RL 40 tetes/menit.
f. Posisi terlentang.
g. Pakaian pasien diganti pakaian operasi.
2. Di ruang operasi
a. Jam 16.00 : pasien ditidurkan di ruang operasi dengan posisi telentang, dilakukan
pemasangan, manset, monitor.
b. Jam 16.05 : mulai dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai berikut:
19
1. Pasien diminta duduk dengan punggung flexi maksimal.
2. Dilakukan tindakan antisepsis pada daerah kulit punggung bawah pasien dengan
menggunakan larutan iodin 1% + Alkohol 70%
3. Menggunakan sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan
menyuntikkan jarum spinal no. 25 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat
terhadap bidang horisontal ke arah kranial pada ruang antarvertebra lumbal 3-4.
4. Setelah jarum sampai di ruang subarachnoid yang ditandai dengan menetesnya
cairan LCS, stilet dicabut dan disuntikkan Decain Spinal 0,5% 15 mg.
5. Lokasi penyuntikan ditutup dengan plester.
6. Pasien dikembalikan pada posisi terlentang dan kepala diekestensikan. Kanul
oksigen dipasang pada hidung dengan maintenance O2 3 L/menit.
c. Jam 16.10 : operasi dimulai, monitor tanda vital dan saturasi O2 tiap 5 menit selama
operasi.
d. Jam 16.15 : Infus diganti HES 500ml dipercepat
e. Jam 16.25 : bayi dilahirkan perabdominal, jenis kelamin perempuan, berat badan
3800 gram, panjang badan 50 cm, APGAR 8-9-10, anus (+). Diberikan methergin
200 μg IV, oxytosin 10 IU per drip.
f. Jam 16.30 : plasenta dilahirkan per abdominal, kesan lengkap dengan insersio
parasentral.
g. Jam 16.45 : infus HES habis, diganti RL 500 cc tetesan dipercepat.
h. Jam 17.00 : di injeksikan ketorolac 30mg IV
Monitoring Selama Anestesi
Jam Tensi Nadi Sa02
16.05 155/85 96 10016.10 140/75 90 10016.15 140/85 90 10016.20 143/86 98 10016.25 128/70 85 10016.30 145/82 95 10016.35 130/70 82 10016.40 125/75 85 10016.45 127/70 84 10016.50 118//65 82 10016.55 120/70 80 10017.00 120/70 82 100
20
3. Di ruang pemulihan
a. Jam 17.05 : pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar dalam keadaan sadar, posisi
terlentang, diberikan O2 3 liter/menit, dan tanda-tanda vital dimonitoring tiap 5
menit.
b. Jam 17.30 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Mawar 1.
Monitoring Pasca Anestesi
Jam Tensi Nadi RR Keterangan17.05 120/70 82 20 O2 3 L/menit, monitoring tanda vital17.10 120/70 84 2017.15 120/70 88 2017.20 120/80 88 2017.25 120/80 84 20 Bromage score < 217.30 120/80 84 20 Pasien dipindah ke Bangsal
4. Instruksi Pasca Anestesi
a. Rawat pasien posisi setengah duduk, oksigen 3 L/mnt, kontrol tanda vital. Bila
tensi turun dibawah 90/60mmHg, berikan loading kristaloid 250 cc / efedrin 5-10
mg. Bila muntah berikan injeksi Piralen 10 mg IV. Bila kesakitan berikan injeksi
Ketorolac 30 mg IV.
b. Lain-lain
- Antibiotik sesuai bagian Obsgyn
- Puasa sampai dengan flatus atau bising usus (+)
- Post op cek Hb, bila <10 g/dl transfusi sampai dengan Hb> 10 g/dl.
- Monitor tanda vital, kontrol balance cairan
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi pada wanita hamil
yang akan melakukan persalinan. Karena dalam melakukan tindakan anestesi harus
memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai demi menjaga keselamatan ibu, bayi, serta
kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat melakukan tindakan
anestesi pada wanita hamil, maka kita harus mengetahui perubahan-perubahan fisiologis wanita
hamil serta efek masing-masing obat anestesi.
Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki keuntungan yaitu:
1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan sadar.
2. Relaksasi otot yang lebih baik.
3. Analgesi yang cukup kuat.
A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK
1. Emergensi
2. Menyangkut dua nyawa yaitu nyawa ibu dan anak
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Apabila tidak segera dilakukan pembedahan maka bisa mempersulit proses persalinan
dan mengancam jiwa janin dan ibu.
2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.
3. Resiko kerusakan organ yang diakibatkan pembedahan.
4. Obat-obat yang membantu kontraksi uterus harus dipersiapkan karena pengosongan
uterus lebih cepat pada Sectio Caesaria dari pada pervaginam, untuk meminimalkan
bahaya perdarahan pasca persalinan
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan teknik anestesi
yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu dipersiapkan darah untuk mengatasi
perdarahan.
22
C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Premedikasi
Puasa pasien sudah mencapai 6 jam atau lebih. Pemberian ranitidine 50 mg dan
metroclopamide 10 mg untuk mencegah mual muntah pasien selama dan sesudah operasi.
2. Analgesi spinal
Pada kasus ini digunakan bupivakain 12,5 mg, karena mula kerjanya cepat, lebih
kuat, lebih lama dibandingkan lidokain, dan aman untuk kehamilan karena paling
minimal melintasi plasenta. Pada kasus ini ditambahkan fentanil 25 μg (golongan opioid)
yang dapat meningkatkan kualitas intraoperatif analgesia, memperpanjang durasi
analgesik, tanpa mempengaruhi status klinis bayi baru lahir. Tidak ada aksi pada
onset blok sensorik atau motor.
3. Maintenance
Dipakai O2 3 liter/menit
4. Terapi Cairan
a. Defisit cairan karena puasa 6 jam.
2 cc x 75 x 6 = 900 cc
b. Kebutuhan cairan selama operasi besar 1 jam
= kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang
= (2 cc x 75 kg x 1 jam) + (6 cc x 75 kg x 1 jam) = 150 cc + 450 cc
= 600 cc
c. Pendarahan yang terjadi = 300 cc
EBV = 70 x 75 kg = 5250 cc
Jadi kehilangan darah = 300/5250 x 100% = 5,71 %
Kehilangan darah < 10 % ,diganti dengan cairan koloid 500 cc
Produksi urine jam I = 100 cc
d. Kebutuhan cairan basal total
Jam I = (1/2 x 900) +600 = 1148 cc
Jam II = (1/4 x 900) + 600 = 902 cc
Jam III = (1/4 x 900) + 600 = 902 cc
Jam IV = 600 cc
23
e. Cairan yang sudah diberikan :
Pra anestesi : 700 cc
Saat anestesi : kristaloid 700 cc, koloid 500 cc
Pada kasus ini, yang dilakukan anestesi spinal, saat operasi terjadi penurunan tekanan
darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal biasanya sering terjadi. Hipotensi
dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal. Hipotensi terjadi karena :
1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.
2. Penurunan resistensi perifer.
Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat gejala-gejala
penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk menghindari cedera ginjal, jantung
dan otak, di antaranya dengan memberikan oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus
dan jika perlu diberikan vasokonstriktor seperti pada pasien ini diberikan efedrin 10 μg yang
telah diencerkan jika tekanan sistolik dibawah 100 mmHg.
Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk mengatasi
bradikardi yang terjadi dapat diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.
Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot pernafasan,
abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami kesulitan bernafas. Untuk
mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang adekuat dan pengawasan terhadap
depresi pernafasan yang mungkin terjadi.
24
BAB V
PENUTUP
Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar tindakan anestesi
tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi. Anastesi umum dalam
persalinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan ibu dan bayi. Dalam hal ini
pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan
anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan
memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya serta dapat
menentukan teknik anestesi yang akan dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus
benar-benar diperhatikan agar tidak mendepresi janin, dimana hampir semuanya dapat
mendepresi nafas janin.
Pada laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi regional dengan menggunakan
teknik anestesi spinal pada preeklampsia berat pada primigravida kala I fase laten ASA I dengan
menggunakan induksi Bupivakain 12,5 mg dan Fentanyl 25 μg, maintenance O2 3 lt/menit.
Pemeriksaan pre anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi, melalui
pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan
masalah yang mungkin timbul sehingga komplikasi anestesi dapat diantisipasi ataupun ditekan
seminimal mungkin. Seperti pada kasus ini kemungkinan hipotensi yang dapat terjadi sudah
diantisipasi. Walaupun terjadi hipotensi penanganan segera yang dibutuhkan sudah tersedia
sehingga akibat dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya ditekan seminimal mungkin.
Penatalaksanaan operasi dan penatalaksanaan anestesi pada kasus ini terdapat komplikasi
hipotensi tetapi secara umum berjalan lancar karena persiapan operasi baik pre operasi dan
selama operasi sudah baik di bangsal.
25
Tabel 1. Aldrete Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Aktivitas
motorik
Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas
atas perintah atau secara sadar.
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas
perintah atau secara sadar.
Tidak mampu menggerakkan ekstremitas
atas perintah atau secara sadar.
2
1
0
2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk
Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi
Apneu/tidak bernafas
2
1
0
3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula
Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari
semula
Tekanan darah berbeda >50% dari semula
2
1
0
4 Kesadaran Sadar penuh
Bangun jika dipanggil
Tidak ada respon atau belum sadar
2
1
0
5 Warna kulit Kemerahan atau seperti semula
Pucat
Sianosis
2
1
0
Aldrete skor ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
26
Tabel 2. Steward Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Kesadaran Bangun
Respon terhadap stimuli
Tak ada respon
2
1
0
2 Jalan
napas
Batuk atas perintah atau menangis
Mempertahankan jalan nafas dengan baik
Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan
nafas
2
1
0
3 Gerakan Menggerakkan anggota badan dengan tujuan
Gerakan tanpa maksud
Tidak bergerak
2
1
0
Mallampati Test
1. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk menentukan kesulitan atau
tidaknya dalam melakukan intubasi. Penilaiannya yaitu:
i. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding posterior
oropharynk, tonsilla palatina dan tonsilla pharingeal
ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula, dinding posterior
uvula
iii. Mallampati III : palatum molle, dasar uvula
iv. Mallampati IV : palatum durum saja
27
Robertson Test
1. Pernafasan
Kemampuan untuk mempertahankan pernafasan, penilaiannya :
20-30 detik = normal
15-19 detik = baik
10-14 detik = cukup
1-9 detik = buruk
0 detik = tidak ada
2. Fonasi
3. Diadochokinesis
- Mampu untuk mengulangi “oo-ee” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “pa-pa” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “la-la” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “ka-la” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “p-t-k” dengan cepat (N)
Apache III Test
Test ini menggabungkan dan menilai beberapa variabel, yaitu beberapa diantaranya seperti :a. variasi variabel fisilologik (seperti mean arterial pressure, temperatur, tekanan parsial arteri oksigen, alveolar arterial O2 difference, frekuensi nadi dan pernapasan)b. nilai laboratorium (beberapa seperti hemoglobin, kreatinin, hitung sel darah putih)c. usiad. variabel penyakit kronike. status neurologik /Glasgow Coma Scale (GCS)
28
29
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, FKUI,
CV Infomedia, Jakarta.
2. Rustam M, (1998). Sinopsis Obstetri, jilid I edisi 2, cetakan I, EGC, Jakarta.
31
3. Cunningham F.G., et al. (1995). Obstetri Williams, edisi 18, editor Devi H.R., EGC,
Jakarta.
4. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC, Jakarta.
5. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A large medical
Book
6. Kumpulan protokol, (2008), Penanganan kasus Obstetri & Ginekologi, Lab/SMF obsgyn
FK UNS / RSUD dr Moewardi Surakarta.
7. Michael B D., (1994),Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
8. Ery L., (1998), Belajar Ilmu Anestesi. FK Univ. Diponegoro. Semarang.
9. Agus R., (2003), Buku Pelatihan Penaggulangan Penderita Gawat Darurat Bagi
Dokter. FK Univ. Sebelas Maret. Surakarta.
10. Hanifah M., (2005), Buku Saku Internoid. FK Univ. Gajah Mada. Yogyakarta.
11. Sunita A., (2005), Penuntun Diet. Cetakan kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
12. Prawirohardjo, Sarwono, Ilmu Kebidanan, edisi ke 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2007.
32