ANALISIS SOAL TIPE HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)
DALAM SOAL UJIAN NASIONAL (UN) IPA SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA (SMP) DI SMP N 1 BATIPUH TAHUN AJARAN 2018/2019
SKRIPSI
Ditulis Sebagai Syarat untuk Penulisan Skripsi
Pada Jurusan Tadris Biologi
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Oleh:
SUCI ULVA
NIM. 16 301 06065
JURUSAN TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2020
i
ABSTRAK
SUCI ULVA, NIM. 1630106065, Judul Skripsi: “ANALISIS SOAL
TIPE HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) DALAM SOAL
UJIAN NASIONAL (UN) IPA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
DI SMP N 1 BATIPUH TAHUN AJARAN 2018/2019”. Jurusan Tadris Biologi
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Batusangkar 2020.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh kurang mampunya siswa memahami
ataupun mengenali struktur dan komposisi soal Ujian Nasional. Salah satu upaya
untuk mengatasi permasalahan rendahnya prestasi belajar dan keterampilan
berpikir siswa yaitu melaksanaan Ujian Nasional, maka sudah seharusnya terdapat
komponen soal dengan mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kualitas butir soal, kesesuaian
antara butir soal UN yang HOTS dengan indikator pencapaian kompetensi,
stimulus yang terdapat pada soal UN IPA yang HOTS, serta karakteristik soal tipe
HOTS ditinjau dari; soal yang menunjang kemampuan berpikir kritis, berpikir
kreatif serta kemampuan pemecahan masalah. Jenis penelitian ini adalah Mixed
Methods Research. Soal UN IPA tersebut dianalisis oleh guru IPA yang mengajar
di UPT SMP N 1 Batipuh dan peneliti. Analisis data dalam penelitian ini yaitu
menganalisis kualitas butir soal kategori HOTS dan LOTS, menganalisis
kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan indikator pencapaian
kompetensi, menganalisis karakteritik stimulus pada soal, dan menganalisis
karakteristik kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa kualitas soal UN IPA
65,5% bertipe HOTS, karakteristik pada butir soal UN IPA 96% sesuai dengan
indikator pencapaian kompetensi, soal UN IPA yang HOTS hampir semua
berstimulus, serta karakteristik soal tipe HOTS dengan persentase 60%
menunjang kemampuan berpikir kritis, 28% kemampuan berpikir kreatif dan 12%
menunjang kemampuan memecahkan masalah.
Kata Kunci: Ujian Nasional (UN), Stimulus, HOTS, Kemampuan Berpikir
Kritis, Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan
Pemecahan Masalah.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
melimpahkan rahmat dan karunia kepada peneliti sehingga dapat menyusun
skripsi yang berjudul: “Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking Skills
(HOTS) Dalam Soal Ujian Nasional (UN) IPA Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Di SMP N 1 Batipuh Tahun Ajaran 2018/2019”. Shalawat serta salam
kepada Nabi Muhammad SAW selaku penutup segala Nabi dan Rasul yang diutus
dengan sebaik-baik agama, sebagai rahmat untuk seluruh manusia, sebagai
personifikasi yang utuh dari ajaran islam dan sebagai tumpuan harapan pemberi
cahaya syari‟at di akhirat kelak. Skripsi ini disusun untuk emenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Tadris Biologi
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.
Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini banyak bantuan, motivasi serta
bimbingan dari berbagai pihak, baik berupa moril maupun materi yang peneliti
terima. Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sirajul Munir, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Batusangkar.
2. Bapak Aidhya Irhash Putra, S.Si., M.P selaku Ketua Jurusan Tadris Biologi
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN Batusangkar. Serta sebagai
Dosen Penasehat Akademik.
3. Ibu Najmiatul Fajar, M.Pd selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan, masukan dan motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
ini.
4. Ibu Rina Delfita, M.Si selaku penguji.
5. Ibu Roza Helmita, M.Si dan Bapak Safrizal, M.Pd yang telah bersedia
sebagai validator untuk lembar analisis.
6. Ibu Erma Taswita, S.Pd dan Ibu Faria Gusni, S.Pd yang telah bersedia
sebagai analis untuk mengisi lembar analisis dalam penelitian.
iii
7. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu.
Semoga bantuan, motivasi dan bimbingan serta nasehat dari berbagai pihak
menjadi amal ibadah dan dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat
ganda. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat dalam dunia pendidikan.
Aamiin Yaa Rabbal „Aalamiin.
Batusangkar, Agustus 2020
SUCI ULVA
NIM. 1630106049
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ....................................................................................... 6
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian Dan Luaran Penelitian .............................................. 7
F. Definisi Operasional ................................................................................ 8
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan Teori ......................................................................................... 10
1. Evaluasi .............................................................................................. 10
2. Analisis Soal ...................................................................................... 14
3. Kemampuan Berpikir ......................................................................... 16
4. Konsep Higher Order Thinking Skills (HOTS) ................................. 17
5. Kriteria Higher Order Thinking Skills (HOTS) ................................. 19
6. Cara Menyusun Soal HOTS ............................................................... 29
7. Ujian Nasional (UN) .......................................................................... 31
B. Kajian Penelitian yang Relevan ............................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................................... 35
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 35
C. Instrumen Penelitian ................................................................................ 35
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 39
E. Teknik Analisis Data ................................................................................ 40
F. Teknik Keabsahan Data ........................................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 44
B. Pembahsan ............................................................................................... 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 55
B. Saran ........................................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Hasil rata-rata nilai UN IPA beberapa tahun ajaran ........................... 5
Tabel 2.1 Perbedaan LOTS dan HOTS ............................................................. 19
Tabel 2.2 Soal yang mampu menunjang kemampuan berpikir kritis ............... 25
Tabel 2.3 Soal yang mampu menunjang kemampuan berpikir kreatif ............. 25
Tabel 2.4 Soal yang mampu menunjang kemampuan pemecahan masalah ..... 28
Tabel 2.5 Indikator menurut jenjang Kognitif Bloom ...................................... 30
Tabel 3.1 Soal mengukur dimensi proses berpikir Ander dan Krathwohl ........ 38
Tabel 3.2 Analisis kualitas soal berdasarkan Taksonomi Bloom ..................... 38
Tabel 3.3 Analisis kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan
indikator pencapaian kompetensi soal .............................................. 39
Tabel 3.4 Soal yang mampu menunjang kemampuan berpikir kritis ............... 39
Tabel 3.5 Soal yang mampu menunjang kemampuan berpikir kreatif ............. 40
Tabel 3.6 Soal yang mampu menunjang kemampuan pemecahan masalah ..... 40
Tabel 3.7 Analisis 3 karakteristik Soal tipe HOTS ........................................... 41
Tabel 3.8 Kriteria karakteristik ......................................................................... 41
Tabel 4.1 Hasil analisis soal UN IPA 2018/ 2019 ditinjau dari
karakteristik stimulus ........................................................................ 46
Tabel 4.2 Hasil analisis analis terhadap soal tipe HOTS & LOTS
berdasarkan Taxonomi Bloom revisi Ander & Krathwohl .............. 47
Tabel 4.3 Persentase soal UN IPA ditinjau karakteristik HOTS ...................... 48
Tabel 4.4 Kualitas soal UN IPA 2018/ 2019..................................................... 49
Tabel 4.5 Kesesuaian butir soal dengan indikator pencapaian kompetensi ...... 49
Tabel 4.6 Persentase karakteristik HOTS ........................................................ 50
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Paradigma proses triangulasi ......................................................... 43
Gambar 4.1 Grafik kualitas soal........................................................................ 44
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum 2013 diawali dari kegelisahan melihat sistem pendidikan
yang diterapkan selama ini hanya berbasis pada pengajaran untuk memenuhi
target pengetahuan siswa. Selain itu, diperlukan keterampilan dan sikap yang
tidak kalah pentingnya untuk mendapat lulusan yang handal dan beretika untuk
selanjutnya siap berkompetisi secara global. Berubahnya kurikulum KTSP ke
kurikulum 2013 ini merupakan salah satu upaya memperbaharui setelah
dilakukannya penelitian untuk pengembangan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan generasi muda. Kurikulum 2013 memadukan tiga konsep yang
menyeimbangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan. Melalui konsep itu,
keseimbangan antara hardskill dan softskill dimulai dari standar kompetensi
kelulusan, standar isi, standar proses dan standar penilaian dapat diwujudkan
(Sunarti dan Rahmawati, 2014, p. 1).
Salah satu aspek yang mengalami perkembangan dibanding kurikulum
sebelumnya adalah penilaian. Pada Kurikulum 2013, penilaian diatur dalam
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan
meliputi penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan
harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir, ujian tingkat kompetensi, ujian
mutu tingkat kompetensi, ujian nasional dan ujian sekolah/madrasah. Penilaian
ini merupakan penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik, satuan
pendidikan dan pemerintah. Pada Kurikulum 2013, penilaian lebih tegas dan
menyeluruh dibanding dengan pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2006.
Pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013 secara eksplisit meminta agar
guru-guru di sekolah seimbang dalam melakukan penilaian di tiga ranah
domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan tujuannya yang
hendak diukur (Setiadi, 2016, p. 167).
2
Tujuan melakukan penilaian tidak jauh berbeda dengan melakukan
evaluasi. Melaksanakan penilaian sebagai bentuk evaluasi terhadap penerapan
kebijakan dibidang pendidikan maupun sistem pembelajaran dalam suatu
negara, menjadi hal yang sangatlah penting. Pengertian Evaluasi pendidikan
terdapat dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 21.
Menyatakan bahwa Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggung jawaban penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu bentuk evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah adalah
dengan melaksanakan ujian nasional. Ujian Nasional merupakan upaya
pemerintah untuk mengetahui perkembangan pendidikan di Indonesia,
khususnya perkembangan sistem pembelajaran bagi peserta didik selama
mengikuti pendidikan, baik tingkat dasar maupun menengah umum kejuruan.
Kegiatan ujian nasional diselenggarakan serentak secara nasional setiap
tahunnya dan sudah terstandarisasi serta mempunyai tujuan untuk mengukur
hasil belajar siswa pada akhir suatu program pendidikan. Sebagaimana dalam
Permendiknas Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2005 Pasal 2 dijelaskan
bahwa hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk
pemetaan suatu program, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya,
penentuan kelulusan peserta didik, serta pembinaan dan pemberian bantuan
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Jika ditinjau lebih lanjut salah satu masalah yang timbul pada Ujian
Nasional adalah kurang mampunya siswa memahami ataupun mengenali
struktur dan komposisi soal Ujian Nasional yang berimbas pada kurang
mampunya siswa menyelesaikan soal-soal tersebut sehingga kemampuan
berpikirnya masih tergolong rendah. Berkaitan dengan pernyataan diatas,
menurut Oktiningrum (2014) dalam Dewi (2016, p. 99) menyatakan salah satu
faktor penyebabnya adalah kurang terlatihnya siswa meyelesaikan tes atau soal
soal yang sifatnya menuntut penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam
menyelesaikannya. Pelaksanaan Ujian Nasional sendiri disesuaikan dengan
3
kompetensi dasar yang diberikan dan didalam kompetensi dasar tersebut
termuat indikator kompetensi yang menjadi acuan dalam pembuatan soal Ujian
Nasional. Ditinjau dari segi tujuan pelaksanaan UN sebagai tolak ukur standar
nasional dalam mencapai kualitas siswa, maka sudah seharusnya terdapat
komponen soal dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sekolah-sekolah
harusnya mulai melakukan penanaman HOTS untuk memenuhi tuntutan zaman
ke-21. Hal ini sesuai dengan karateristik kemampuan masyarakat abad ke-21
menurut partnership of 21st century skills yang mengidentifikasikan bahwa
pelajar pada abad ke-21 harus mengembangkan keterampilan kompetitif yang
diperlukan pada abad ke-21 yang terfokus pada pengembangan HOTS (Siregar,
2018, p. 4).
Berdasarkan hasil penelitian Wijaya (2019, p. 60) menunjukkan bahwa,
sebaran soal pada soal ujian nasional SMP mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam tahun pelajaran 2018/2019 sampai 2019/2020, hanya terdapat empat
aspek yang terpenuhi yaitu aspek mengingat (C1), memahami (C2),
mengaplikasikan (C3) dan menganalisis (C4). Soal-soal yang dibuat untuk UN
harus menuntut peserta didik untuk berpikir secara kritis, hal ini sesuai dengan
penerapan Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan sumber daya
manusia yang produktif, kreatif inovatif dan afektif, melalui penguatan
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tidak hanya mengenai soal
UN yang diujikan, instrumen penilain yang dipakai juga harus dapat menilai
keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) menguji proses analisis, sintesis,
evaluasi bahkan sampai kreatif.
Hasil pengukuran capaian siswa berdasar UN ternyata selaras dengan
capaian Programme for International Student Assessment (PISA) maupun
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Hasil UN
tahun 2018 menunjukkan bahwa siswa-siswa masih lemah dalam keterampilan
berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill) seperti menalar,
menganalisa, dan mengevaluasi. Oleh karena itu salah satu upaya Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan (Ditjen GTK) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang
4
bermuara pada peningkatan kualitas siswa dengan menyelenggarakan Program
Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP). Salah satu materi yang
dikembangkan pada program PKP adalah Penilaian Berbasis HOTS. Materi ini
bertujuan untuk membekali guru agar mampu melaksanakan penilaian berbasis
HOTS sehingga siswa terbiasa dengan soal-soal dan pembelajaran yang
berorientasi kepada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order
Thinking Skill) agar terdorong kemampuan berpikir kritisnya (Setiawati, 2018,
p. 2).
Menurut Hayat dan Suhendra (2010: 325) dalam Lailly dan Wisudawati
(2015, p. 28) menyatakan bahwa tingkat literasi IPA pada Programme for
International Student Assessment (PISA) siswa Indonesia pada umumnya
hanya mampu mengingat fakta, istilah dan hukum-hukum ilmiah serta
menggunakannya dalam menarik kesimpulan ilmiah yang sederhana maupun
kehidupan sehari-hari. Prestasi tersebut menunjukkan bahwa anak- anak
Indonesia kesulitan menjawab soal-soal dalam berbentuk uraian yang
memerlukan penalaran. Hal tersebut diperkirakan karena mereka terbiasa
dalam menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. Salah satu soal pilihan
ganda yang biasa dikerjakan siswa Indonesia adalah soal Ujian Nasional.
Ditinjau dari segi tujuan pelaksanaan UN sebagai tolak ukur standar nasional
dalam mencapai kualitas siswa, maka sudah seharusnya terdapat komponen
soal dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru IPA yang
mengajar di kelas IX di UPT SMP N 1 Batipuh yaitu Ibu Erma Taswita, S.Pd
pada hari Senin tanggal 27 Januari 2020, diketahui bahwa masih banyak siswa
kelas XI UPT SMP N 1 Batipuh yang kurang mampu dalam keterampilan
berfikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill). Hal ini dapat kita lihat dari
hasil nilai UN yang diperoleh siswa masih tergolong rendah, tidak semua nilai
yang diperoleh siswa mendapat hasil yang memuaskan sehingga rata-rata nilai
UN disekolah tersebut masih rendah. Barikut ini tabel hasil rata-rata nilai UN
IPA di sekolah UPT SMP N 1 Batipuh Beberapa tahun terakhir.
5
Tabel 1.1 Hasil rata-rata nilai UN IPA beberapa tahun ajaran
No. Tahun Ajaran Jumlah Siswa Rata-Rata Nilai UN
IPA
1. 2016/2017 93 52, 93
2. 2017/2018 147 52, 29
3. 2018/ 2019 89 50, 78
4. 2019/2020 89 51, 4
(Sumber: Ibu Waka Kurikulum UPT SMP N 1 Batipuh)
Soal UN IPA tingkat sekolah menengah pertama dibagi menjadi Fisika,
Kimia dan Biologi. Menurut penuturan Ibu Erma Taswita, S.Pd, siswa
kesulitan dalam menjawab soal dalam bentuk soal hitungan seperti contohnya
pada materi fisika, namun tidak menutup kemungkinan jika soal kimia dan
biologi dalam soal UN mudah atau bisa dijawab oleh siswa. Sedangkan dalam
membahas seluruh materi di kelas IX untuk persiapan UN sangat banyak
namun waktu yang disediakan dalam persiapan UN tidak efektif.
Permasalahan rendahnya prestasi belajar dan keterampilan berpikir
siswa, maka harus ada upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Oleh karena
itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia pasal 1 ayat 4 Tahun
2005 seharusnya soal Ujian Nasional yang diselenggarakan di Indonesia
didalamnya mencakup soal HOTS agar tujuan dan fungsi Ujian Nasional
tercapai sehingga menghasilkan lulusan berkualitas yang kritis dan kreatif
dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Siregar, 2018: 4).
Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan suatu proses berpikir
peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari
berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti
metode problem solving, taksonomi bloom, dan taksonomi pembelajaran,
pengajaran, dan penilaian. HOTS ini meliputi di dalamnya kemampuan
pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis, kemampuan
berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan. Tujuan utama dari high
order thinking skills adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir
peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan
kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis
informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah menggunakan
6
pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan dalam situasi-situasi yang
kompleks (Saputra, 2016, pp. 91-92).
Peserta didik dikatakan mampu menyelesaikan suatu masalah apabila
peserta didik tersebut mampu menelaah suatu permasalahan dan mampu
menggunakan pengetahuannya ke dalam situasi baru. Kemampuan inilah yang
biasanya dikenal sebagai High Order Thingking Skills. High Order Thingking
Skills merupakan kemampuan untuk menghubungkan, memanipulasi, dan
mengubah pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki secara kritis dan
kreatif dalam menentukan keputusan untuk menyelesaikan masalah pada
situasi baru.
Peserta didik perlu dilatih dalam hal keterampilan berpikirnya dengan
cara memberikan peserta didik tersebut soal yang memiliki tipe HOTS yang
dapat digunakan untuk memperbaiki keterampilan berpikir dari peserta didik.
Soal tersebut dibuat dengan menerapkan kompetensi dasar yang dapat
digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi dari peserta
didik. Mengingat peranan penilaian yang dapat menjadi motivasi dan tantangan
untuk perbaikan mutu daya saing pendidikan, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking
Skills (HOTS) Dalam Soal Ujian Nasional (UN) IPA Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Di SMP N 1 Batipuh Tahun Ajaran 2018/2019” .
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di
atas, maka fenomena yang akan dijadikan fokus penelitian yaitu analisis soal
tipe higher order thinking skills (HOTS) dalam soal ujian nasional (UN) IPA
sekolah menengah pertama (SMP) tahun ajaran 2018/ 2019.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana Kualitas Butir Soal UN SMP Tahun Ajaran 2018/2019?
7
2. Apakah terdapat kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan
indikator pencapaian koompetensi soal?
3. Bagaimana jenis stimulus yang terdapat pada soal UN IPA yang HOTS?
4. Bagaimana karakteristik soal Ujian Nasional (UN) Sekolah Menengah
Pertama Di SMP N 1 Batipuh Tahun Ajaran 2018/2019 tipe HOTS ditinjau
dari:
a. Bagaimana bentuk soal yang menunjang untuk kemampuan berpikir
kritis?
b. Bagaimana bentuk soal yang menunjang untuk kemampuan berpikir
kreatif?
c. Bagaimana bentuk soal yang menunjang untuk kemampuan pemecahan
masalah?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas maka tujuan yang ingin
dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kualitas butir Soal UN SMP tahun ajaran 2018/ 2019.
2. Untuk menganalisis kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan
indikator pencapaian kompetensi soal.
3. Untuk mengetahui Stimulus pada soal UN IPA yang HOTS.
4. Untuk mengetahui Karakteristik soal Ujian Nasional (UN) SMP tahun
ajaran 2018/ 2019 Tipe HOTS ditinjau dari:
a. Bentuk soal yang menunjang kemampuan berpikir kritis.
b. Bentuk soal yang menunjang kemampuan berpikir kreatif.
c. Bentuk soal yang menunjang kemampuan pemecahan masalah.
E. Manfaat dan Luaran Penelitian
Hasil yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Peneliti: mendapat pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan bekal berharga
sebagai calon pendidik terutama dalam menyusun soal dengan tipe Higher
Order Thinking Skill atau kemampuan berpikir tingkat tinggi.
8
2. Guru: menambah pengetahuan guru terhadap pembuatan soal dengan tipe
Higher Order Thinking Skill atau kemampuan berpikir tingkat tinggi serta
sebagai sumber informasi bagi guru untuk mengembangkan HOTS
3. Sekolah: dapat memberikan sumbangan berupa hasil penelitian yang
nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan proses evaluasi tiap
tahunnya.
F. Defenisi Operasional
1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan,
dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan sebenarnya, penjabaran sesudah
dikaji sebaik-baiknya, dan merupakan sposes pemecahan persoalan yang
dimulai dengan dugaan akan kebenarannya
2. Analisis soal adalah kegiatan untuk menentukan mutu soal. Kegiatan
analisis soal juga dilakukan dalam menyusun sebuah soal agar didapatkan
soal yang bermutu, dan dilakukan untuk meningkatkan kualitas butir soal.
Dimana soal yang bermutu adalah soal yang mampu memberikan informasi
yang tepat tentang materi yang sudah maupun yang belum dikuasai oleh
siswa.
3. Soal Ujian Nasional (UN) adalah sebuah alat evaluasi yang pemerintah
buat untuk mengukur serta menilai kompetensi kelulusan siswa secara
nasional pada mata pelajaran tertentu.
4. HOTS merupakan kepanjangan dari Higher Order Thinking Skills atau
dalam bahasa Indonesia adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu kemampuan berpikir pada tingkat
yang lebih tinggi dimana tidak hanya sekedar menghafal fakta namun sudah
melibatkan kegiatan menganalisis, mengevaluasi, serta menciptakan.
5. Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir
yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau
merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Soal-soal HOTS pada
konteks asesmen mengukur kemampuan: transfer satu konsep ke konsep
9
lainnya, memproses dan menerapkan informasi, mencari kaitan dari
berbagai informasi yang berbeda-beda, menggunakan informasi untuk
menyelesaikan masalah, dan menelaah ide dan informasi secara kritis.
Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang
lebih sulit daripada soal recall.
6. Berpikir kritis adalah sebuah proses yang kompleks dan jika dilakukan
dengan baik, berpikir kritis akan membantu kita dalam mengkaji
gagasangagasan yang rumit secara sistematis untuk dapat memahami lebih
baik, baik itu masalah ataupun akibat-akibat dalam mempraktekkannya.
seseorang yang berpikir secara kritis mengenai sebuah masalah tidak akan
puas dengan solusi yang jelas atau nyata tetapi akan menangguhkan
penilaiannya sambil mencari semua argumen, fakta-fakta, dan
penalaranpenalaran yang relevan yang dapat mendukung pembuatan
keputusan yang baik.
7. Berpikir kreatif dapat didefisinikan sebagai "proses" untuk menghasilkan
sesuatu yang baru dari elemen yang ada dengan menyusun kembali elemen
tersebut (Downing, 1997). Pemikiran kreatif masing-masing orang akan
berbeda dan terkait dengan cara mereka berpikir dalam melakukan
pendekatan terhadap permasalahan.
8. Pemecahan masalah sebagai aktivitas yang bersifat mekanistis, sistematis,
dan sering diasosiaskan dengan suatu konsep yang abstrak. Dalam konteks
ini masalah yang diselesaikan adalah masalah yang mempunyai jawab
tunggal yang diperoleh melalui proses yang melibatkan cara atau metode
yang tunggal pula (penalaran konvergen). Pemecahan masalah adalah proses
yang melibatkan penggunaan langkah-langkah tertentu (heuristik), yang
sering disebut sebagai model atau langkahlangkah pemecahan masalah,
untuk menemukan solusi suatu masalah. Heuristik merupakan pedoman atau
langkah-langkah umum yang digunakan untuk memandu penyelesaian
masalah.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang dirancang untuk
mengukur efektivitas sistem pembelajaran secara keseluruhan. Secara
khusus ada beberapa pengertian yang telah dikemukakan para pakar, sebagai
berikut (Sudaryono, 2014, p. 5):
a. Edwin Wandt dan Gerald W.Brown (1997) mengemukakan: istilah
evaluasi menunjukkan pada suatu pengertian yaitu suatu tindakan atau
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
b. Ten Brink dan Terry D (1994) mengemukakan: evaluasi adalah proses
mengumpulkan informasi dan menggunakannya sebagai bahan untuk
pertimbangan dalam membuat keputusan.
c. Suharsimi Arikunto (2004) mengemukakan: evaluasi adalah kegiatan
mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu
tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam
menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur serta alternative
strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dengan demikian, evaluasi berarti menetukan sampai seberapa jauh
sesuatu itu berharga, bermutu dan bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar
yang dicapai oleh siswa dan terhadap proses pembelajaran mengandung
penilaian terhadap hasil belajar atau proses belajar itu, sampai seberapa jauh
keduanya dapat dinilai baik. Istilah tes, pengukuran, pengujian, penilaian
dan evaluasi merupakan istilah yang saling berhubungan tetapi juga
memiliki perbedaan.
Tes adalah sejumlah daftar pertanyaan yang dipergunakan untuk
mendapatkan data atau informasi mengenai hasil belajar siswa. Pengukuran
merupakan tindak lanjut dari tes yang telah dilakukan, yaitu mengenai
tindakan penentuan tingkat keberhasilan siswa. Penilaian berarti mengambil
11
suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk dan
ditindaklanjuti dengan evaluasi serta merupakan kegiatan yang dilakukan
saat memberikan arti terhadap angka atau huruf yang telah diperoleh siswa
(Sudaryono, 2014, p. 6).
Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai
dengan objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan evaluasi antara lain adalah
(Wirawan, 2012, pp. 22-24):
a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat.
b. Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.
c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan strandar.
d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi
program yang jalan, mana yang tidak berjalan.
e. Pengembangan staf program.
f. Memenuhi ketentuan undang-undang.
g. Akreditasi program.
h. Mengukur cost effectiveness dan cost-efficiency.
i. Mengambil keputusan mengenai program.
j. Accountabilitas.
k. Memberikan balikan kepada pimpinan dan staf program.
l. Mengembangkan teori ilmu evaluasi dan riset evaluasi.
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan
sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang
dialami oleh peserta didik, setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran
yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka
waktu tertentu.
12
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam
bidang pendidikan, adalah:
a. Untuk merangsang kegiatan kegiatan peserta didik dalam menempuh
jenjang pendidikan.
b. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan
dan ketidakberhasilan dalam mengikuti program pendidikan, sehingga
dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.
Obyek atau sasaran evaluasi pendidikan ialah segala sesuatu yang
berkaitan dengan kegiatan atau proses pendidikan, yang dijadikan titik
pusat perhatian atau pengamatan karena pihak penilai (evaluator) ingin
memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut.
Dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran di sekolah,
input, atau bahan mentah yang siap untuk diolah, tidak lain adalah para
calon peserta didik seperti calon murid, calon siswa, calon mahasiswa dan
sebagainya . dibalik dari segi input ini, maka obyek dari evaluasi
pendidikan meliputi tiga aspek yaitu aspek kemampuan, aspek kepribadian
dan aspek sikap (Sudijono, 2015, p. 25).
Ruang lingkup dari evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah
mencakup tiga komponen utama, yaitu (Sudijono, 2015, pp. 29-30):
a. Evaluasi program pengajaran
Evaluasi atau penilaian terhadap program pengajaran akan
mencakup tiga hal yaitu evaluasi terhadap tujuan pengajaran, evaluasi
terhadap isi program pengajaran dan evaluasi terhadap strategi belajar
mengajar.
b. Evaluasi proses pelaksanaan pengajaran
Evaluasi proses pelaksanaan pengajaran akan mencakup: (1)
kesesuaian antara proses belajar mengajar yang berlangsung, dengan
garis-garis besar program pengajaran yang telah ditentukan; (2)
kesiapan guru dalam melaksanakan program pengajaran; (3) kesiapan
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran; (4) minat atau perhatian
siswa dalam mengikuti proses pengajaran; (5) keaktifan atau
13
partisipasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung; (6) peranan
bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang memerlukannya; (7)
komunikasi dua arah antara guru dan murid selama proses
pembelajaran berlangsung; (8) pemberian dorongan atau motivasi
terhadap siswa; (9) pemberian tugas-tugas kepada siswa dalam rangka
penerapan teori-teori yang diperoleh di dalam kelas; (10) upaya
menghilangkan dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah.
c. Evaluasi hasil belajar
Evaluasi hasil belajar peserta didik ini mencakup; (1) evaluasi
mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujjuan-tujuan
khusus yang ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang
bersifat terbatas; (2) evaluasi mengenai tingkat pencapaian peserta
didik terhadap tujuan-tujuan umum pengajaran.
Sebagai suatu bidang kegiatan, evaluasi hasil belajar memiliki
ciri-ciri khas yang membedakannya dari bidang kegiatan yang lain.
Di antara ciri-ciri yang dimiliki oleh evaluasi hasil belajar adalah
sebagai berikut (Sudijono, 2015, pp. 33-38):
1) Evaluasi dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan
belajar peserta didik itu, pengukurannnya dilakukan secara tidak
langsung.
2) Pengukuran dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta
didik pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat
kuantitatif atau simbol-simbol angka.
3) Kegiatan evaluasi hasil belajar pada umumnya digunakan unit-
unit atau satuan-satuan yang tetap.
4) Prestasi belajar yang diperoleh oleh peserta didik dari waktu ke
waktu adalah bersifat relatif.
5) Kegiatan evaluasi hasil belajar, sulit untuk terjadinya kekeliruan
pengukuran (=error).
14
2. Analisis Soal
Menurut Karnoto (2003) dalam Alpunsari (2014, p. 107)
menyatakan bahwa analisis tes adalah salah satu kegiatan dalam rangka
mengkonstruksi tes untuk mendapatkan gambaran tentang mutu tes, baik
mutu keseluruhan tes maupun mutu tiap butir soal. Analisis dilakukan
setelah tes disusun dan dicobakan kepada seluruh subyek dan hasilnya
menjadi umpan balik untuk perbaikan mutu tes bersangkutan. Oleh karena
itu kegiatan analisis tes merupakan keharusan dalam keseluruhan proses
mengkontruksi tes. Menurut Purwanto (2011) dalam Alpunsari (2014, p.
107) menyatakan bahwa dengan membuat analisis soal sedikitnya tenaga
edukatif dapat mengetahui tiga hal penting yang dapat diperoleh dari tiap
soal. Pertama sampai dimana pemahaman tingkat kesukaran soal, kedua
apakah soal tersebut mempunyai daya pembeda sehingga dapat
membedakan peserta didik yang pandai dan kurang pandai, ketiga apakah
alternatif jawaban menarik jawaban, dan keempat apakah soal tersebut hasil
korelasinya tinggi dan rendah.
Menurut Anastasi (1997) dalam Siregar (2018, p. 34) menyatakan
bahwa soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi
setepat-tepatnya sesuai dengan tujuan, diantaranya dapat menentukan
peserta didik sudah menguasai materi yang disajikan atau belum. Dalam
melakukan analisis butir soal, soal dapat dianalisis secara kualitatif, dalam
kaitan isi dan bentuknya, serta kuantitatif dalam kaitan dengan ciri-ciri
statistiknya. Menurut Arifin (2014) dalam Siregar (2018, p. 34) menyatakan
bahwa analisis kualitas tes merupakan suatu tahap yang harus ditempuh
untuk mengetahui derajat kualitas suatu tes, baik tes secara keseluruhan
maupun butir soal yang menjadi bagian dari tes. Dalam penilaian hasil
belajar, tes diharapkan dapat menggambarkan sampel perilaku dan
menghasilkan nilai yang objektif serta akurat.
Soal yang baik didukung oleh kualitas butir-butirnya yang dapat
ditelusuri melalui analisis butir. Kegiatan analisis butir soal merupakan
kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dalam mengembangkan instrument
15
penilaian/ assesmen. Analisis pada umumnya dilakukan melalui dua cara,
yaitu (Sunarti dan Rahmawati, 2014, pp. 135-137):
a. Analisis Kualitatif
Analisis butir soal secara kualitatif dilakukan berdasarkan kaidah
penyusunan soal. Analisis kualitatif dilakukan sebelum soal digunakan
berupa penelaahan, yang dimaksud untuk menganalisis soal ditinjau dari
segi materi, konstruksi dan bahasa. Analisis meteri berupa penelaahan
berkaitan dengan substansi keilmuan yang ditanyakan dalam soal.
Analisis konstruksi berupa penelaahan yang umumnya berkaitan dengan
teknik penulisan soal. Analisis bahasa berupa penelaahan soal yang
berkaitan dengan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
b. Analisis Kuantitatif
Analisis secara kuantitatif sering dinamakan analisis empirik
dilakukan untuk melihat kualitas instrument penilaian setelah soal itu
diujicobakan kepada sampel representative. Melalui analisis empirik
dapat diketahui kualitas suatu soal, yaitu apakah suatu soal (1) dapat
diterima karena didukung oleh data statistik, (2) direvisi karena terbukti
terdapat kelemahan, atau bahkan (3) tidak digunakan sama sekali karena
terbukti secara empiris tidak berfungsi sama sekali.
Kegiatan menganalisis butir soal adalah kegiatan yang harus
dilakukan oleh guru agar dapat meningkatkan mutu soal yang telah ditulis.
Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan
informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap
penilaian. Adapun tujuan penelaahan adalah untuk mengkaji dan menelaah
setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu. Selain itu, tujuan analisis
soal juga untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang
soal yang tidak efektif, serta untuk mengetahui informasi diagnistik pada
siswa apakah mereka sudah/belum memahami materi yang telah diajarkan
(Siregar, 2018, pp. 34-35).
Secara umum manfaat analisis butir soal, yaitu (Basuki dan
Hariyanto, 2014, p. 130):
16
a. Membantu para pengguna tes dalam evaluasi terhadap tes yang
digunakan.
b. Mendukung penulisan butir soal yang efektif.
c. Meningkatkan validitas dan reliabilitas soal.
d. Memberikan masukan kepada peserta didik tentang kemampuannya.
e. Memberikan masukan kepada guru tentang kesulitan-kesulitan siswa.
f. Memberikan masukan kepada guru tentang efektivitas pembelajaran.
g. Merevisi atau mengganti sama sekali butir soal yang dinilai tingkat
kesukarannya terlalu tinggi atau terlalu rendah yang validitas dan
reliabilitasnya rendah.
h. Meningkatkan keterampilan guru dalam penulisan soal.
i. Memberi masukan hal-hal tertentu yang bermanfaat bagi pengembangan
kurikulum.
Tujuan utama analisis butir soal menurut Daryanto (2001) dalam
Siregar (2018, p. 35) menyatakan bahwa untuk mengadakan identifikasi
soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis soal
dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk
mengadakan perbaikan. Analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan
berdasarkan kaidah penulisan soal. Aspek yang diperhatikan dalam analisis
soal secara kualitatif adalah materi, konstruksi, bahasa dan budaya, kunci
jawaban dan pedoman penskoran. Analisis soal secara kuantitatif
merupakan penelaahan butir soal didasarkan pada data empirik dari butir
soal yang bersangkutan. Aspek yang diperlukan dalam analisis soal pada
penelitian ini adalah berapa persen soal-soal UN IPA SMP yang
dikategorikan HOTS. Analisis soal secara kuantitatif adalah penelaahan
butir soal didasarkan pada data empirik dari butir soal yang bersangkutan.
3. Kemampuan Berpikir
Pendapat para ahli mengenai berpikir itu bermacam-macam.
Misalnya ahli-ahli psikologi asosiasi menganggap bahwa berpikir adalah
kelangsungan tanggapantanggapan di mana subjek yang berpikir pasif. Plato
17
beranggapan bahwa berpikir itu adalah berbicara dalam hati. Sehubungan
dengan pendapat Plato ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa berpikir
adalah aktivitas ideasional. Pada pendapat yang terakhir itu dikemukakan
dua kenyataan, yaitu (Siregar, 2018, p. 22):
a. Bahwa berpikir itu adalah aktivitas, jadi subjek yang berpikir aktif.
b. Bahwa aktivitas itu sifatnya ideasional, jadi bukan sensoris dan bukan
motoris,walaupun dapat disertai oleh kedua hal itu, berpikir itu
mempergunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas”.
4. Konsep Higher Order Thinking Skills (HOTS)
King dkk (2012) dalam Sani (2019, p. 8) mendefenisikan higher
order thinking skills (HOTS) sebagai keterampilan berpikir kritis berpikir
logis, reflektif, metakognitif dan kreatif. Sedangkan menurut Arter dan
Salmon (1987) dalam Sani (2019, p. 8) menyatakan bahwa kemampuan
yang dibutuhkan dalam HOTS adalah kemampuan dalam menyelesaikan
masalah (problem solving) dan membuat keputusan (decision making).
Berdasarkan sintesis beberapa penelitian yang dilakukan terkait
keterampilan berpikir, dapat dibedakan beberapa keterampilan yang
termasuk keterampilan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking
Skills) dan termasuk HOTS. Keterampilan berpikir kritis diperlukan dalam
menyelesaikan masalah dan membuat keputusan. Higher order thinking
skills (HOTS) akan berkembang jika individu menghadapi masalah yang
tidak dikenal, pertanyaan yang menantang atau menghadapi ketidakpastian.
Berdasarkan sintesis beberapa penelitian yang dilakukan terkait
berfikir, dapat dibedakan beberapa keterampilan yang termasuk
keterampilan berfikir tingkat rendah ( lower order thinking skill) dan yang
termasuk Higher order thinking skill (HOTS). Berikut ini dideskripsikan
beberapa keterampilan dasar yang dibedakan dalam kategori LOTS dan
HOTS:
18
Tabel 2.1 Perbedaan LOTS dan HOTS
Lower order thinking skill
(LOTS)
Higher order thinking skill
(HOTS)
Mengingat
Memahamii
Klasifikasi konsep
Membedakan
Menggunakan aturan rutin
Menerapkan strategi ognitif
Analisis sederhana
Berfikir kreatif
Berfikir kritis
Menyelesaikan masalah
Membuat keputusan
Mengevaluasi
Sintesis
Berfikkir logis
Berfikir metaognitif
Berfikir refletif
Analisis komplek
Analisis sistem
Sumber: (Sani, 2019, p. 8)
Penilaian HOTS tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran
HOTS. Tugas guru bukan hanya melakukan penilaian HOTS, tetapi guru
juga harus mampu melaksanakan pembelajaran yang dapat melatih siswa
untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih
efektif. Prinsip umum untuk menilai berpikir tingkat tinggi, adalah sebagai
berikut (Kemendikbud, 2019, p. 3):
a. Menentukan secara tepat dan jelas apa yang akan dinilai.
b. Merencanakan tugas yang menuntut siswa untuk berfikir tingkat tinggi
menunjukkan pengetahuan atau keterampilan yang mereka miliki.
c. Menentukan langkah apa yang akan diambil sebagai bukti peningkatan
pengetahuan dan kecakapan siswa yang telah ditunjukkan dalam proses.
Penilaian berpikir tingkat tinggi meliputi 3 prinsip, yaitu
(Kemendikbud, 2019, p. 3):
a. Menyajikan stimulus bagi siswa untuk dipikirkan, biasanya dalam
bentuk pengantar teks, visual, skenario, wacana, atau masalah (kasus).
b. Menggunakan permasalahan baru bagi siswa, belum dibahas di kelas,
dan bukan pertanyaan hanya untuk proses mengingat.
c. Membedakan antara tingkat kesulitan soal (mudah, sedang, atau sulit)
dan level kognitif (berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi).
19
Perlu diperhatikan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi
(higher order thinking skills) berbeda dengan berpikir tingkat tinggi (higher
order thinking). Jika mengacu pada taksonomi Bloom yang direvisi,
berpikir tingkat tinggi (HOTS) terkait dengan kemampuan kognitif dalam
menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi. Sedangkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HOTS) berkaitan dengan kemampuan
menyelesaikan permasalahan, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Pada
umumnya kemampuan analisis komplek dan analisis sistem merupakan
bagian dari problem solving sehingga tidak dinyatakan secara tersendiri
dalam elemen utama HOTS. Demikian juga kemampuan berpikir logis dan
evaluasi merupakan bagian berpikir kritis, sehingga elemen utama dari
HOTS dapat dibuat lebih sederhana. Pada dasarnya, keterampilan berpikir
tingkat tinggi mencakup kemampuan berpikir tingkat tinggi. Misalnya untuk
dapat menyelesaikan suatu permasalahan, siswa harus mampu menganalisis
permasalahan, memikirkan alternatif solusi, menerapkan strategi
penyelesaian masalah, serta mengevaluasi metode dan solusi yang
diterapkan (Sani, 2019, p. 11).
5. Kriteria Soal Higher Order Thinking Skills(HOTS)
Soal HOTS yang digunakan dalam ujian nasional dan ujian lainnya
adalah soal berfikir kritis. Oleh sebab itu, salah satu ciri soal tersebut
mencakup aspek berpikir kritis, yaitu: inferensi, interpretasi, analisis, dan
evaluasi. Soal seperti itu pada umumnya menyajikan stimulus, bersifat
kontekstual, membutuhkan kemampuan berpikir kritis, dan bukan
merupakan soal rutin yang umum diberikan ketika belajar di kelas atau
terdapat di dalam buku pelajaran. Stimulus yang disajikan dalam soal
sebaiknya memungkinkan siswa untuk mencari hubungan antar data atau
konteks, dapat mentransfer dari suatu konteks ke konteks yang lain, melihat
hubungan antar informasi, memproses dan menerapkan informasi,
menganalisis dan mengevaluasi informasi/ gagasan secara kritis, dan
menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, Namun perlu
20
dicatat bahwa tidak semua soal HOTS harus mencakup transfer antar
konsep Kriteria utama soal HOTS adalah kontekstual, 2) mencakup Aspek
berpikir kritis, dan 3) menyajikan stimulus (Sani r. a., 2019, p. 109).
Perlu dicermati bahwa soal HOTS tidak harus sulit, dan soal yang
sulit belum tentu merupakan soal HOTS. Soal sulit yang biasa dilatihkan di
sekolah bukan merupakan soal HOTS karena siswa telah mengerti cara
menjawab soal tersebut. Namun soal sederhana yang membutuhkan
penalaran akan menjadi soal HOTS. Pada beberapa kasus, soal HOTS
mungkin sangat sulit untuk diselesaikan karena memerlukan kemampuan
analisis, evaluasi, dan kreativitas tingkat tinggi. Jadi, soal HOTS juga dapat
memiliki tingkat kesukaran rendah, sedang, dan tinggi. Ada soal HOTS
yang bisa diselesaikan dengan cara dan strategi yang berbeda, terutama
untuk soal pemecahan masalah (problem solving) (Sani, 2019, pp. 109-
110).
Soal-soal LOTD umumnya akan bertanya tentang “apa”, “siapa”,
dan “kapan”. Pada soal-soal yang menampilkan narasi seperti mata
pelajaran bahasa, soal LOTS akan menyatakan informasi yang tertera di
teks. Pada mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan ekonomi, soal akan
menerapkan rumus dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan soal-soal
HOTS akan menguji kemampuan menelaah gagasan atau informai secara
kritis, menelaah konsep yang tersembunyi, menyimpulkan dari beberapa
konsep yang ditampilkan, dan mengguanaan informasi yang diketahui untuk
menyelesaikan masalah. Untuk menjawab soal HOTS , tentu tidak cukup
dengan hafalan, rumus, pengertian, atau defenisi, tetapi juga perlu
memahami konsep dan konteks persoalan yang mendalam (Yani, 2019 p. 8).
Soal-soal HOTS merupakan instrumen yang digunakan untuk
mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu keterampilan berpikir
yang tidak sekadar mengingat (remembering), memahami (understanding),
atau menerapkan (applying). Soal-soal HOTS pada konteks asessment
mengukur keterampilan: 1) transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2)
memproses dan mengintegrasikan informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai
21
informasi yang berbeda-beda, 4) menggunakan informasi untuk
menyelesaikan masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi secara kritis.
Dengan demikian soal-soal HOTS menguji keterampilan berpikir
menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (Kemendikbud, 2019, p. 3).
Klasifikasi ranah kognitif kali pertama dikemukakan oleh Benjamin
S. Bloom (1956). Secara rinci, Bloom membagi enam kategori tingkatan
kognitif yaitu dari level yang rendah ke level yang lebih tinggi Knowledge
(C-1), Comprehension(C-2), Application(C-3), Analisis (C-4), Synthesis (C-
5), dan Evaluation (C-6). Taksonomi kognitif yang dikemukakan oleh
Bloom kemudian direvisi oleh Anderson dan Krathwohl (2001) dalam Yani
(2019, pp. 5-6) menyusun kembali taksonomi kognitif atas enam tingkatan
dengan sejumlah modifikasi yaitu remembering, understanding, applying,
analyzing, evaluating dan creating. Tingkat Remembering (C-1),
Understanding C-2) Applying (C-3) menjadi dasar untuk pengembangan
butir soal yang LOTS (Lower Order Thinking Skill); sedangkan , Analysis
(C-4), Synthesis (C-5) dan Creation(C-6) menjadi dasar untuk
pengembangan butir soal yang HOTS.
Kata kerja operasional (KKO) yang ada pada pengelompokkan
Taksonomi Bloom menggambarkan proses berpikir, bukanlah kata kerja
pada soal. Ketiga kemampuan berpikir tinggi ini (analyzing, evaluating, dan
creating) menjadi penting dalam menyelesaikan masalah, transfer
pembelajaran (transfer of learning) dan kreativitas. Pada pemilihan kata
kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS,
hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata
kerja „menentukan‟ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3.
Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja „menentukan‟ bisa jadi
ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila soal tersebut untuk menentukan
keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang
disajikan pada stimulus lalu siswa diminta menentukan keputusan yang
terbaik. Bahkan kata kerja „menentukan‟ bias digolongkan C6 (mencipta)
bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan
22
masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi
oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan (Kemendikbud, 2019, pp. 3-4).
Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur
dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual,
atau procedural saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan
menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan,
memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan
masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning),
dan mengambil keputusan yang tepat. Dalam struktur soal-soal HOTS
umumnya menggunakan stimulus.
Menurut Widana, IW., dkk (2017) dalam Yani (2019, p. 43)
menyatakan bahwa butir soal HOTS adalah soal yang menuntut kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan
berpikir kritis (critical thinking) berpikir kreatif (creative thinking),
kemampuan berargumen (reasoning) dan kemampuan mengambil
keputusan (decision making).
Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan suatu proses
berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang
dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi
pembelajaran seperti metode problem solving, taksonomi bloom, dan
taksonomi pembelajaran, pengajaran, dan penilaian. HOTS ini meliputi di
dalamnya kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif,
berpikir kritis, kemampuan berargumen, dan kemampuan mengambil
keputusan. Tujuan utama dari high order thinking skills adalah bagaimana
meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih
tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara
kritis dalam menerima berbagai jenis informasi, berpikir kreatif dalam
memecahkan suatu masalah menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta
23
membuat keputusan dalam situasi-situasi yang kompleks (Saputra, 2016, pp.
91-92).
Berikut ini kriteria kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu sebagai
berikut, (Sani, 2019, pp. 15-58):
a. Berpikir Kritis
Menurut Halpern (2014) dalam Sani (2019, p. 15) menyatakan
bahwa berpikir kritis terkait dengan penggunaan keterampilan berpikir
kognitif atau strategi yang meningkatkan kemungkinan untuk
memperoleh dampak yang diinginkan. Proses berpikir kritis diperlukan
dalam menyelesaikan suaut permasalahan (problem solving) dan
membuat keputusan. Teori Halpern tentang pemikiran kritis mencakup
tentang ingatan, pemikiran dan bahasa, menalar secara deduktif, analisis
argumen, menguji hipotesis, kemiripan dan ketidakpastian, pengambilan
keputusan, penyelesaian masalah dan berpikir kreatif.
Definisi yang dikemukakan oleh Facione didukung oleh
pernyataan Norris (1989) dalam Sani (2019, p. 15) menyatakan bahwa
berpikir kritis harus dilandasi dengan upaya mencari alasan, berupaya
untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, mencari alternatif,
mempertimbangkan pandangan orang lain, yang diperlukan untuk
meyakini sebelum melakukan sesuatu. Seseorang yang mampu berpikir
kritis juga harus dapat mengemukakan alasan atau kritik logis terhadap
permasalahan yang dihadapi. Jadi orang yang berpikir kritis adalah
individu yang rasional mampu berpikir reflektif dan mengambil suatu
keputusan berdasarkan pertimbangan yang matang.
Menurut Watson dan Glaser (1980) dalam Sani (2019, p. 15)
menyatakan bahwa memandang berpikir kritis sebagai kombinasi dari
dimensi kognitif dan afektif. Menurut mereka berpikir kritis didasarkan
pada afiliasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Watson dan Glaser
mengusulkan empat keterampilan yang terkait dengan berpikir kritis,
yakni: 1) kemampuan mendefinisikan permasalahan, 2) kemampuan
memilih informasi yang relevan untuk menyelesaikan masalah, 3)
24
kemampuan mengembangkan dan memilih hipotesis yang relevan, dan 4)
kemampuan melegitimasi kesimpulan dan mengevaluasi inferensi. Jadi,
seseorang akan dapat berpikir kritis jika menguasai keterampilan umum
dalam menyelesaikan masalah, dan mampu menggunakan pengetahuan
dalam kondisi yang baru. Lima kriteria dalam berikir kritis menurut
Watson dan Glaser tersebut dideskripsikan sebagai berikut:
Tabel 2.2 Soal yang mampu menunjang kemampuan berpikir kritis
menurut Watson dan Glaser
Aspek Indikator
Inferensi
Soal yang menimbulkan alasan yang terlibat dalam
menunjang penilaian logis berdasarkan bukti tidak
langsung daripada atas dasar pengamaatan langsung
Asumsi Soal yang menunjang pernyataan yang dianggap
benar dan dapat ditarik kesimpulan oleh siswa
Deduksi
Soal yang menunjang siswa untuk mampu
menyimpulkan sesuatu (dideduksi atau dipaksakan
atau tersirat) atau alasan dari yang umum ke yang
khusus (atau dari sebab ke akibat)
Interpretasi
Soal memberikan kejelasan tentang sesuatu sehingga
dapat menunjang siswa untuk mampu
merepresentasikan tanpa keraguan
Evaluasi
Argumen
Soal menyampaikan suatu argumen sehingga
menimbulkan siswa untuk menilai apakah argumen
tersebut tepat atau tidak tepat.
Sumber: (Sani r. a., 2019, p. 15).
b. Berpikir Kreatif
Kreativitas dapat didefisinikan sebagai proses untuk
menghasilkan sesuatu yang baru dari elemen yang ada dengan menyusun
kembali elemen tersebut. Pemikiran kreatif masing-masing orang akan
berbeda dan terkait dengan cara mereka berpikir dalam melakukan
pendekatan terhadap permasalahan. Kemampuan siswa untuk
mengajukan ide kreatif seharusnya dikembangkan dengan meminta
mereka untuk memikirkan ide-ide atau pendapat yang berbeda dari
diajukan temannya. Pemikiran kreatif juga terkait dengan pengetahuan
25
yang dimiliki oleh seseorang yang relevan dengan ide atau upaya kreatif
yang diajukan. Terdapat dua jenis pengetahuan yang diperlukan untuk
menghasilkan kreativitas, yaitu: 1) pengalaman tentang dan fokus pada
kajian tertentu yang membuat seseorang menjadi ahli, 2) kemampuan
mengkombinasikan elemen-elemen dengan cara yang baru. Jadi,
seseorang yang kreatif harus memiliki pengetahuan yang luas (beberapa
bidang ilmu) dan kumpulkan satu atau dua bidang secara keseluruhan
(ahli).
Batey dan Furnham (2006) dalam Sani (2019, p. 40) menyatakan
bahwa ada tiga domain utama dari klaim kreatif, yaitu: kreativitas seni,
kreativitas saintifik, dan kreativitas sehari-hari. Lubart dkk
mengembangkan tes kreativitas yang didasarkan pada proses berpikir
evaluasi divergen (mengembangkan beberapa respon untuk tantangan)
dan proses berpikir integratif konvergen (mengembangkan respons
tunggal yang paling kreatif). Sedangkan Hu dan Adey (2002) dalam Sani
(2019, p. 40) menyatakan bahwa mengembangkan tes kreativitas
berdasarkan kemampuan siswa berpikir divergen dan berimajinasi untuk
menghasilkan produk saintifik. Adapun kriteria kreativitas menurut
Torrance (1990):
Tabel 2.3 Soal yang mampu menunjang kemampuan berpikir kreatif
menurut Torrance (1990)
Aspek Indikator
Kelancaran (fluency)
Soal yang menunjang siswa untuk
menjawab berdasarkan pernyataan pada soal
yang relevan sehingga dijawab dengan
jumlah respon yang relevan
Keaslian (originality)
Soal yang menunjang siswa untuk
menghasilkan suatu ide yang tidak umum,
namun tidak terlepas dari konsep suatu
pengetahuan
Fleksibilitas
Soal yang menunjang siswa untuk
menghasilkan ide yang bervariasi yang
dapat dikembangkan
Elaborasi
Soal yang menunjang siswa untuk
menimbulkan ide yang lebih rinci dalam
suatu permasalahan.
26
Sumber: (Sani, 2019, p. 40).
c. Problem Solving
Kemampuan dasar menyelesaikan masalah (problem solving)
sering tumpang tindih dengan kemampuan dasar berpikir kritis. Oleh
sebab itu problem solving sering dipertukarkan dengan berpikir kritis.
Hal tersebut disebabkan karena proses menyelesaikan suatu masalah
(problem solving) mencakup proses berpikir secara kritis. Namun untuk
dapat menyelesaikan permasalahan kompleks, pemikir harus dapat
melakukan analisis dan sintesis yang merupakan kemampuan berpikir
tingkat tinggi menurut Bloom. Berpikir sintesis adalah berpikir kreatif.
Jika permasalahan yang diberikan pada siswa adalah sesuatu yang telah
diketahui dengan baik sehingga mereka dapat menyelesaikan
permasalahan tanpa menggunakan keterampilan menyelesaikan masalah,
maka permasalahan tersebut bukan merupakan masalah bagi siswa.
Garofalo dan Lester (1985) dalam Sani (2019, p. 58) menyatakan bahwa
problem solving adalah proses yang mencakup visualisasi, sosiasi,
abstraksi, pemahaman, manipulasi, bernalar, analisis, sintesis, dan
generalisasi, yang masing-masing harus diatur dan dikoordinasikan.
Pada umumnya untuk menyelesaikan suatu masalah orang harus
berpikir secara kritis sebelum menetapkan solusi untuk permasalahan
tersebut. Pada umumnya problem solving dapat dikategorikan dalam
penyelesaian masalah secara sederhana (simple problem solving) dan
penyelesaian masalah kompleks. Problem solving yang kompleks
melibatkan kemampuan berpikir kritis, berpikir secara kreatif, dan
pengambilan keputusan yang tepat. Berikut ini diberikan contoh bagan
problem solving sederhana yang mencakup kemampuan berpikir kritis.
Menurut Polya (1973) dalam Sani (2019, p. 58) menyatakan
bahwa Pemecahan masalah atau problem solving sebagai satu usaha
mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang
tidak begitu mudah segera untuk dicapai. Adapun langkah-langkah
27
pemecahan masalah menurut Polya (1973) sebagai berikut (Nurhasanah,
2018, p. 8):
Tabel 2.4 Soal yang mampu merancang kemampuan kemampuan
pemecahan masalah manurut Polya (1973)
Aspek Indikator
Memahami masalah
Soal seperti menyebutkan yang
diketahui dan ditanya dapat menunjang
siswa untuk menyajikan informasi
Merencanakan masalah
Soal memaparkan suatu masalah yang
menunjang siswa untuk dapat
menyederhanakan suatu masalah dan
mampu mengembangkan suatu model
Melaksanakan masalah
Soal memaparkan suatu permasalahan
yang menunjang siswa untuk dapat
menimbulkan suatu strategi dengan
menyesuaikan berbagai masalah yang
telah dijelaskan dalam soal
Memeriksa kembali
Mengecek kembali semua informasi
yang penting yang telah diidentifikasi
pada soal
Sumber: (Nurhasanah, 2018, p. 8).
d. Membuat Keputusan
Setiap orang perlu melakukan sejumlah pengambilan keputusan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menyebabkan orang yang mem
nggunakan strategi yang sederhana dalam mengambil keputusan, karena
dianggap tidak praktis jika harus menggunakan analisis yang mendalam.
Strategi pengambilan keputusan dengan menggunakan aturan-aturan.
Proses pengambilan putusan pada umumnya dimulai dari
penetapan tujuan. Kemudian dilakukan pengumpulan informasi dan
diikuti dengan pembangkitan solusi alternatif atau pilihan yang layak.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan aternatif
yang telah dikembangkan.Tahapan pengambilan keputusan secara
analitik atau secara klasik yaitu:
1) Menetukan atau menetapkan tujuan secara jelas
2) Memperoleh atau mencari informasi
28
3) Membandingkan alternatif sehingga dapat mengembangkan alternatif
yang dipilih
4) Memutuskan langkah selanjutnya dengan mengimplementasikan
kegiatan atau sesuatu yang dipilih tersebut
Menurut Sudjana (2014, p. 22) dalam sistem pendidikan Nasionl
rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, menggunakan hasil belajar dari Benjamin Bloom yang
secara garis besar membagi tiga ranah yakni:
a. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yan terdiri
dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitf
tingkat rendah dan empat aspek beriktnya termasuk kognitif tingkat
tinggi.
Tabel 2.5 Indikator menurut jenjang kognitif Bloom
No Kemampuan Indikator
1 Hafalan Kemampuan menyatakan kembali fakta,
konsep, prisip, prosedur, yang telah dipelajari.
2 Pemahaman Kemampuan menangkap arti dari informasi
yang diterima, misalnya dapat menafsirkan
bagan, diagram, atau grafik. Atau dapat
mengungkapkan suatu konsep dengan kata
sendiri.
3 Penerapan Kamampuan menggunakan prinsip, aturan,
metode yang telah dipelajari, pada situasi baru
atau pada situasi kongkrit.
4 Analisis Kemampuan menguraikan suatu informasi
yang dihadapi menjadi komponen-
komponennya, sehingga struktur informasi
serta hubungan antara komponen informasi
tersebut menjadi jelas.
5 Sintesis Kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-
bagian yang terpisah menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu. Termasuk kedalam
kemampuan merencanakan eksperimen,
menyusun karangan (laporan, artikel).
6 Evaluasi Kemampuan untuk mempertimbangkan nilai
suatu pernyataan, uraian, pekerjaan,
berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.
Sumber: (Sudjana, 2014, p. 22).
29
Menurut Anderson dan Krathwohl dalam Sani (2019, pp. 55-57):
a. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek
yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, oranisasi dn
internalisasi.
b. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni
gerakkan refleks, gerakan dasar, keharmonisan atau ketepatan, gerakkan
keterampilan kompleks dan gerakkan ekspresif dan interpretataif.
6. Cara Menyusun Soal HOTS
Menurut Sani (2019, p. 153) prosedur yang dilakukan untuk
menyusun soal HOTS adalah: 1) menganalisis kompetensi dasar, 2)
memikirkan stimulus, 3) menyusun kisi-kisi soal, 4) menulis soal. Langkah
terakir adalah menulis pedoman penskoran, terutama untuk soal uraian
(essay).
a. Menganalisis kompetensi dasar
Secara umum, langkah pertama yang perlu dilakukan dalam
menyusun soal HOTS terkait dengan mata pelajaran adalah menganalisis
kompetensi dasar (KD) yang dimuat dalam silabus. Soal HOTS
seharusnya dibuat jika rumusan kompetensi dasar menggunakan kata
kerja dalam kategori berfikir tingkat tinggi, misalnya: menganalisis,
membedakan, membandingkan, menyimpulkan, mengevaluasi,
mengkritisi, menyelesaikan masalah, menyusun, merancang, mengkreasi.
Analisis KD dalam tiap semester untuk tiap mata pelajaran perlu
dilakukan dengan mengidentifikasi level kognitif dan cakupan materi
yang di pelajari. Level kognitif yang digunakan dalam menyusun
kurikulum adalah berdasarkan taksonomi bloom (revisi), sehingga
kategori level kognitif untuk analisi KD menggunakan C1 (Mengingat),
C2 (Memahami), C3 (Aplikasi), C4 (Analisis), C5 (Evaluasi), C6
(Kreasi).
30
b. Stimulus
Langkah yang lebih mudah dilakukan dalam menyusun soal
HOTS adalah memikirkan atau menemukan stimulus yang sesuai dengan
materi pokok terlebih dahulu sebelum menyusun kisi-kisi soal. Hal
tersebut disebabkan karena kisi-kisi soal akan lebih mudah di rumuskan
jika stimulus telah ditujukan atau dipilih. Upaya memikirkan atau
menemukan stimulus juga dapat dilakukan setelah indikator soal
dirumuskan.
Setelah membaca stimulus, pembuat soal perlu memikirkan
informasi atau data apa saja yang akan digunakan untuk dapat menjawab
pertanyaan. Komponen yang perlu dikaitkan dengan stimulus adalah
penggunaan stimulus, aspek HOTS, dan proses berfikir. Penggunaan
stimulus antara lain adalah: 1) memahami dan menginterprestasikan data,
2) memeriksa argumen atau asumsi, 3) melakukan deduksi atau induksi,
4) membedakan dan membandingkan informasi, 5) mencari hubungan
antar data atau konteks, 6) mentransfer data suatu konteks ke konteks
yang lain, 7) menganalisis hubungan antar informasi, 8) memproses dan
menerapkan informasi, 9) menganalisis informasi secara kritis, 10)
mengevaluasi informasi/gagasan secara kritis , dan 11) menggunakan
informasi untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan aspek HOTS terkait
dengan aspek berfikir kritis, problem solving, kreativitas dan membuat
keputusan.
c. Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi soal memuat kompetensi dasar, materi pokok, indikator
soal, dan bentuk soal.
d. Menulis soal
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah membuat soal
berdasarkan stimulus dan indikator soal. Bentuk soal yang dibuat
disesuaikan dengan rencana yang telah ditulis pada kisi-kisi soal.
(Setiawati, 2019, p. 47-51).
31
7. Ujian Nasional
Ujian Nasional (UN) menurut permendikbud nomor 5 tahun 2015
pasal 1 ayat 5, Ujian Nasional selanjutnya disebut UN adalah kegiatan
pengukuran dan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional
pada mata pelajaran tertentu. Kegunaan hasil Ujian Nasional UN menurut
Permendikbud nomor 5 tahun 2015 pasal 21 ayat 1 adalah sebagai berikut:
a. Pemetaan mutu program atau satuan pendidikan.
b. Pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
c. Pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan
pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Soal ujian yang berkualitas adalah soal yang baik, pelaksanaan yang
jujur dan kredibel, pemanfaatan hasil untuk peningkatan mutu pendidikan
berkelanjutan, tepat mutu, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran.
Ujian nasional dilakukan untuk membentuk generasi pembelajar yang
berintegritas (Kemendikbud, 2019, pp. 10-13).
Mengevaluasi kemampuan peserta didik di tahap akhir tiap satuan
pendidikan, Pemerintah menetapkan Ujian Nasional (UN) sebagai suatu tes
formal yang mesti ditempuh oleh peserta didik untuk lulus guna
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hasil ujian nasional
juga dipakai sebagai bahan evaluasi pendidikan dan acuan guna menyeleksi
calon peserta didik baru. Ujian Nasional menguji kemampuan peserta didik
dalam beberapa mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran tertentu.
Berdasarkan klasifikasi kompetensi, UN mengukur kemampuan peserta
didik dari segi kognitif dalam. Selain itu, untuk melihat apakah hasil proses
pendidikannya mampu bersaing dalam era globalisasi (Ramadhan, 2013, p.
21).
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dari Desi Lestari Ningsih, Rini Rita T Marpaung dan Berti Yolida
di tahun 2018. Judul “Analisis Soal Ujian Nasional Biologi Sekolah
32
Menengah Atas”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua
(92,5%) soal UN bertipe HOTS. Kakarteristik pada butir soal UN hampir
semua (97,3%) butir soal sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi.
Stimulus yang digunakan pada soal setengtahnya adalah gambar sedangkan
sebagian kecil adalah diagram, table, contoh, dan kurang dari setengah
adalah penggalan kasus. Karakteristik soal berpikir kritis sebesar 85%,
kurang dari setengahnya adalah indikator yang memfokuskan pada
pertanyaan. Karakteristik soal pemecahan masalah sebesar 22,5% yang
sebagian kecilnya indikator mengidentifikasi masalah sebesar,
mengidentifikasi masalah yang tidak sesuai dan memecahkan masalah
berdasarkan data dan masalah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat perbedaan dengan
penelitian yang penulis lakukan yaitu berbeda tempat penelitian dan periode
penelitian serta fokus penelitian yang dilakukan pada analisis HOT pada
soal UN Biologi SMA tahun 2018 sedangkan penulis menganalisis HOT
pada soal UN IPA SMP tahun ajaran 2018/ 2019. Persamaan dari penelitian
tersebut dengan penulis, dimana menggunakan metode penelitian kualitatif
atau penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti tersebut menganalisis tahapan
HOTS diantaranya tahapan stimulus, berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah.
2. Penelitian dari Nurhayani di tahun 2017. Judul “Kesulitan Guru Dalam
Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Pada
Pembelajaran Biologi Kelas XII Di Sma Negeri 2 Gowa”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yaitu
tergolong rendah. Kesulitan yang dihadapi oleh guru diantaranya adalah
guru sulit mengatasi kemampuan siswa yang berbeda-beda, kurang mampu
dalam menentukan metode dan model pembelajaran yang tepat, kurang
memahami mengenai berpikir tingkat tinggi, membuat siswa merasa tertarik
dalam merespon apersepsi yang diberikan, kurang mampu menyesuaikan
antara soal dengan kata kerja operasional, dan belum mampu mengatasi
33
siswa yang mempunyai perbedaaan cara untuk menunjukkan
kemampuannya dalam berpikir.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat perbedaan dengan
penelitian yang penulis lakukan yaitu berbeda tempat penelitian dan periode
penelitian. Selain itu peneliti tersebut menganalisis keterampilan berpikir
tingkat tinggi siswa, kesulitan yang dihadapi dalam mengembangkan
keterampilan tingkat tinggi siswa dan solusi untuk mengatasi kesulitan guru
dalam mengembangkan keterampilan tingkat tinggi. Persamaan dari
penelitian tersebut dengan penulis, dimana menggunakan metode penelitian
kualitatif atau penelitian deskriptif kualitatif.
3. Penelitian dari Ani Syahida dan Dedi Irwandi di tahun 2015. Judul “Analisis
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi pada Soal Ujian Nasional Kimia”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mayoritas soal UN Kimia pada tahun
ajaran 2011/2012 (92,5%) maupun 2012/ 2013 (85%) menunjukkan
keterampilan berpikir tingkat rendah siswa. Keterampilan tingkat tinggi
yang diujikan pada soal-soal tersebut hanya mewakili jenjang kognitif
menganalisis. Sub kategori menganalisis yang dikembangkan pada soal UN
Kimia tahun 2011/ 2012 dan 2012/ 2013 tersebut hanya mengikuti proses
kognitif membedakan dan mengorganisasi. Soal keterampilan berpikir
tingkat tinggi siswa UN Kimia pada tahun ajaran 2012/ 2013 lebih baik
dibandingkan soal UN Kimia tahun ajaran 2011/ 2012.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat perbedaan dengan
penelitian yang penulis lakukan yaitu berbeda tempat penelitian dan periode
penelitian. Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif noninteraktif.
Peneliti juga menganalisis jenjang kognitif pada soal UN Kimia kemudian
membandingkan perbedaan analisis HOT pada soal UN Kimia tahun ajaran
2011/2012 dan tahun ajaran 2012/2013.
4. Penelitian dari Qurratu A‟Yunina di tahun 2018. Judul “Analisis
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dalam Menyelesaikan Soal UN
Fisika SMA pada Materi Medan Magnet Siswa Kelas XII di SMA
Muhammadiyah 3 Jember”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase
34
rata-rata keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dalam menyelesaikan
soal Ujian Nasional (UN) Fisika SMA pada materi medan magnet sebagai
berikut: tahap menganalisis sebesar 33.13%, tahap mengevaluasi sebesar
29.77%, dan tahap mengkreasikan sebesar 21.05%. Tahap menganalisis
memiliki presentase yang besar sehingga menunjukkan siswa mampu
menguraikan informasi (diketahui dan ditanya) serta langkah-langkah
penyelesaian soal yang diberikan. Sedangkan tahap mengkreasikan memiliki
presentase yang rendah sehingga menunjukkan siswa tidak terbiasa
memeriksa kembali jawaban sesuai data yang diketahui dengan langkah-
langkah yang runtut.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat perbedaan dengan
penelitian yang penulis lakukan yaitu berbeda tempat penelitian dan periode
penelitian. Peneliti tersebut menganalisis tahapan HOTS diantaranya
tahapan menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi. Berbeda dengan
tahanpan penulis lakukan dimana menganalisis tahapan jenis stimulus,
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah. Persamaan
dari penelitian tersebut dengan penulis, dimana metode penelitian yang
digunakan yaitu penelitian deskriptif kualitatif.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
campuran atau Mixed Methods Research (MMR). Menurut (Creswell, 2014, p.
302) MMR merupakan pendekatan yang mengkombinasikan atau
mengasosiasikan data bentuk kualitatif dan kuantitatif. Teknik/ analisis
kualitatif yang digunakan dengan menggunakan pedoman studi dokumen
berupa lembar soal Ujian Nasional, lembar uji kompentensi soal UN IPA/ kisi-
kisi soal UN IPA serta data hasil nilai UN IPA. Kemudian teknik/ analisis
kuantitatif untuk menganalisis soal tipe HOTS pada soal UN IPA tahun ajaran
2018/ 2019.
B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 s/d 20 Juli 2020 di UPT
SMP N 1 Batipuh Kabupaten Tanah Datar.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar analisis
juga dilengkapi dengan soal UN IPA SMP tahun 2018/2019. Lembar analisis
yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Lembar analisis kualitas soal dilihat dari kategori soal HOTS dan LOTS
berdasarkan Taksonomi Bloom Revisi Ander dan Krathwohl (2001).
Berikut ini bentuk lembar analisis kualitas soal yaitu:
36
Tabel 3.1 Soal mengukur dimensi proses berpikir dikemukakan oleh
Anderson & Krathwohl:
Sumber: (Widana, 2017, p. 10).
HOTS
(Higher Order
Thinking
Skills)
C6
Mengkreasi/
Mencipta
Mengkreasi ide/gagasan
sendiri.
Kata kerja: mengkonstruksi,
desain, kreasi,
mengembangkan, menulis,
memformulasikan.
C5
Mengevaluasi
Mengambil keputusan sendiri.
Kata kerja: evaluasi, menilai,
menyanggah, memutuskan,
memilih, mendukung.
C4
Menganalisis
Menspesifikasi aspek-
aspek/elemen.
Kata kerja: membandingkan,
memeriksa, mengkritisi,
menguji.
LOTS
(Lower Order
Thinking
Sksills)
C3
Mengaplikasi/
Menerapkan
Menggunakan informasi pada
domain berbeda
Kata kerja: menggunakan,
mendemonstrasikan,
mengilustrasikan,
mengoperasikan.
C2
Memahami
Menjelaskan ide/konsep.
Kata kerja: menjelaskan,
mengklasifikasi, menerima,
melaporkan.
C1
Mengetahui/
Mengingat
Mengingat kembali.
Kata kerja: mengingat,
mendaftar, mengulang,
menirukan.
37
Tabel 3.2 Analisis kualitas soal berdasarkan Taksonomi Bloom Ander dan
Krathwohl (2001)
Soal
No.
Indikator
Keterangan LOTS (Lower
Order Thinking
Skills)
HOTS (Higher
Order Thinking
Skills)
C1
C2
C3
C4
C5
C6
1.
2.
3.
Dst.
Keterangan: Isilah kriteria indikator soal diatas dengan memberikan tanda
(√) beserta mengisis keterangannya.
2. Setelah mengisi lembar analisis pada tabel 3.2 selanjutnya, menganalisis
kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan indikator pencapaian
kompetensi soal atau kisi-kisi soal UN IPA tahun ajaran 2018/ 2019.
Berikut ini bentuk lembar analisis kesesuaian soal yaitu:
Tabel 3.3 Analisis kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan
indikator pencapaian kompetensi soal Soal
No. Materi Indikator Soal
Sesuai/
Tidak Sesuai
Level
Kognitif
Dst.
3. Setelah mengisi lembar analisis pada tabel 3.3 selanjutnya menganalisis
karakteritik dasar pertanyaan (stimulus) pada soal UN IPA yang HOTS.
4. Setelah mengisi lembar analisis stimulus soal selanjutnya, menganalisis
lembar analisis kriteria karakteristik kemampuan berpikir kritis, kemampuan
berpikir kreatif dan kemampuan memecahkan masalah atau problem solving
pada soal UN IPA tahun ajaran 2018/ 2019. Berikut ini kriteria kemampuan
berpikir yaitu:
38
a. Kriteria soal yang mampu merancang kemampuan berpikir kritis
Tabel 3.4 Soal yang mampu menunjang kemampuan berpikir kritis
menurut Watson dan Glaser
Aspek Indikator
Inferensi
Soal yang menimbulkan alasan yang terlibat dalam
menunjang penilaian logis berdasarkan bukti tidak
langsung daripada atas dasar pengamaatan langsung
Asumsi Soal yang menunjang pernyataan yang dianggap
benar dan dapat ditarik kesimpulan oleh siswa
Deduksi
Soal yang menunjang siswa untuk mampu
menyimpulkan sesuatu (dideduksi atau dipaksakan
atau tersirat) atau alasan dari yang umum ke yang
khusus (atau dari sebab ke akibat)
Interpretasi
Soal memberikan kejelasan tentang sesuatu sehingga
dapat menunjang siswa untuk mampu
merepresentasikan tanpa keraguan
Evaluasi
Argumen
Soal menyampaikan suatu argumen sehingga
menimbulkan siswa untuk menilai apakah argumen
tersebut tepat atau tidak tepat.
Sumber: (Sani r. a., 2019, p. 15).
b. Kriteria soal yang mampu merancang kemampuan berpikir kreatif
Tabel 3.5 Soal yang mampu merancang kemampuan kriteria berpikir
kreatif menurut Torrance (1990)
Aspek Indikator
Kelancaran (fluency)
Soal yang menunjang siswa untuk
menjawab berdasarkan pernyataan
pada soal yang relevan sehingga
dijawab dengan jumlah respon
yang relevan
Keaslian (originality)
Soal yang menunjang siswa untuk
menghasilkan suatu ide yang tidak
umum, namun tidak terlepas dari
konsep suatu pengetahuan
Fleksibilitas
Soal yang menunjang siswa untuk
menghasilkan ide yang bervariasi
yang dapat dikembangkan
Elaborasi
Soal yang menunjang siswa untuk
menimbulkan ide yang lebih rinci
dalam suatu permasalahan.
Sumber: (Sani r. a., 2019, p. 40)
39
c. Kriteria soal yang mampu merancang kemampuan pemecahan masalah
Tabel 3.6 Soal yang mampu merancang kemampuan kriteria kemampuan
pemecahan masalah manurut Polya (1973)
Aspek Indikator
Memahami masalah
Soal seperti menyebutkan yang diketahui
dan ditanya dapat menunjang siswa untuk
menyajikan informasi
Merencanakan masalah
Soal memaparkan suatu masalah yang
menunjang siswa untuk dapat
menyederhanakan suatu masalah dan
mampu mengembangkan suatu model
Melaksanakan masalah
Soal memaparkan suatu permasalahan
yang menunjang siswa untuk dapat
menimbulkan suatu strategi dengan
menyesuaikan berbagai masalah yang
telah dijelaskan dalam soal
Memeriksa kembali
Mengecek kembali semua informasi yang
penting yang telah diidentifikasi pada
soal
Sumber: (Nurhasanah, 2018, p. 8).
Tabel 3.7 Analisis 3 karakteristik soal tipe HOTS
Soal
No.
Kemam
puan
berpikir
kritis
Kemam
puan
berpikir
kreatif
Kemamp
uan
problem
solving
Indika
tor
soal
Karena
Dst.
Keterangan: Isilah tabel diatas dengan memberikan tanda (√) disalah
satu pilihan berdasarkan kriteria karakteristik soal beserta sebab memilih
kriteria tersebut pada soal.
40
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini memiliki beberapa tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
Menyiapakan surat izin untuk melakukan penelitian pendahuluan
untuk memperoleh dokumen berupa soal ujian sekolah. Kemudian peneliti
mempersiapkan instrumen yang diperlukan untuk menganalisis soal.
2. Tahap Pelaksanaan
Data penelitian ini diperoleh dengan teknik pengumpulan data, yaitu:
a. Analisis Soal
Analis dan Peneliti menganalisis soal dari 4 karakateristik yaitu
(1) Analisis kualitas butir soal Ujian Nasional (UN) IPA Sekolah
Menengah Pertama dari kategori soal HOTS dan LOTS berdasarkan
Taksonomi Bloom Revisi Ander dan Krathwohl (2001), (2) Analisis
kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan indikator pencapaian
kompetensi soal atau kisi-kisi soal, (3) Analisis karakteritik dasar
pertanyaan (stimulus) pada soal UN IPA yang HOTS, serta (4) Analisis
karakteristik kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah atau problem solving di dalam soal tipe
HOTS.
b. Melaksanakan Triangulasi
Teknik pengumpulan data dari analis dan peneliti itu sendiri
kemudian hasil dianalisis. Tujuan dari Teknik pengumpulan data non-tes
adalah untuk mendapatkan data primer hasil analisis narasumber, yang
selanjutnya direduksi peneliti dalam mengambil suatu simpulan
keputusan dalam penentuan soal yang berkarakter HOTS.
c. Melakukan Tabulasi data
Setelah di dapatkan kesepakatan hasil analisis dari tiap nomor
soal. Selanjutmya hasil analisis ditabulasikan pada masing-masing tipe
soal HOTS.
41
E. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini peneliti melakukan teknik analisis data dengan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk
menghitung kategori soal tipe HOTS beserta kriteria HOTS pada soal UN IPA
tahun ajaran 2018/ 2019, berikut ini langkah- langkah dalam menganalisis data
yaitu:
1. Menganalisis kualitas soal UN IPA baik kategori soal HOTS dan kategori
soal LOTS oleh validator dan peneliti berdasarkan Taksonomi Bloom yang
telah direvisi Ander dan Krathwohl (2001). Setelah ditabulasikan data
berdasarkan tabel, kemudian data direkapitulasi dengan cara menghitung
persentase kualitas soal UN IPA baik kategori soal HOTS dan kategori soal
LOTS dengan menggunakan rumus:
modifikasi dari Ali (2013: 201)
Keterangan:
Keterangan:
K: Persentase indikator dari masing-masing karakteristik soal tipe
HOTS dan LOTS dalam soal UN IPA tahun ajaran 2018/ 2019.
Ki: Banyaknya butir soal hasil analisis dari indikator masing-masing
karakteristik soal tipe HOTS dan LOTS dalam soal UN IPA tahun
ajaran 2018/ 2019.
2. Berdasarkan hasil soal HOTS yang didapatkan, dilanjutkan dengan
menganalisis kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan indikator
pencapaian kompetensi soal atau kisi-kisi soal UN IPA tahun ajaran 2018/
2019 serta interpretasikan berdasarkan data yang didapatkan.
3. Bedasarkan hasil analisis kesesuaian soal HOTS dengan kompetensi soal
kemudian menganalisis karakteritik dasar pertanyaan (stimulus) pada soal
UN IPA yang HOTS
4. Bedasarkan hasil analisis karakteristik stimulus pada soal UN IPA yang
HOTS kemudian menganalisis kriteria karakteristik kemampuan berpikir
kritis, kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan memecahkan masalah
K = Ki X 100%
Total Soal
42
atau problem solving pada soal UN IPA yang HOTS. Setelah ditabulasikan
data berdasarkan tabel, kemudian data direkapitulasi dengan cara
menghitung persentase setiap kriteria karakteristik soal berdasarkan jumlah
indikator soal tipe HOTS dalam soal UN tersebut. selanjutnya persentase
tiap penganalisis soal dijumlahkan dan dibagi banyaknya penganalisis soal
pada teknik triangulasi sumber. Hasil akhir persentase tersebut di
interpretasikan ke dalam kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.8 Kriteria karakteristik
Skala Katerangan
0 – 20 % Sebagian Kecil
21 – 40 % Kurang dari setengah
41 – 60 % Setengah
61 – 80 % Sebagian besar
81 – 100 % Hampir semua
Sumber: dimodifikasi dari Arikunto (2001: 245)
5. Mendeskripsikan masing-masing kriteria karakteristik yang terdapat pada
soal tipe HOTS. Setelah di dapatkan persentase masing-masing kriteria,
langkah selanjutnya mendeskripsikan masing-masing karakteristik baik
kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah.
F. Teknik Penjaminan Keabsahan Data
Teknik ini menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi adalah suatu
pendekatan analisa data yang mensintesa data dari berbagai sumber (beberapa
validator dan peneliti). Triangulasi merupakan pengujian data yang sudah ada
dalam memperkuat tafsir dan meningkatkan kebijakan serta program yang
berbasis pada bukti yang telah tersedia. Proses tersebut tergambar sebagai
berikut (Bachri, 2010: 59).
43
Gambar 3.1 Paradigma proses triangulasi
Data yang telah diperoleh dari beberapa sumber kemudian dianalisis,
direduksi kemudian diambil keputusan sesuai dengan tujuan penelitian.
Keberhasilan untuk mendapatkan kesimpulan penelitian yang tepat sangat
dipengaruhi oleh keabsahan data yang diperoleh. Oleh karena itu, triangulasi
sangat diperlukan untuk meyakinkan validitas suatu data.
Planning
Triangulation
Communicating
Result
Conducting
Triangulation
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian tentang analisis soal tipe Higher Order Thinking Skills
(HOTS) dalam soal Ujian Nasional (UN) IPA Sekolah Menengah Pertama
(SMP) tahun ajaran 2018/2019 yang dilaksanakan di UPT SMP N 1 Batipuh.
Data yang diperoleh di dapatkan dengan bantuan beberapa analis, masing-
masing analis menganalisis soal Ujian Nasional IPA tahun ajaran 2018/ 2019
untuk menganalisis soal tipe HOTS. Soal UN IPA tersebut dianalisis oleh Ibu
Erma Taswita, S.Pd dan Ibu Faria Gusni, S.Pd selaku guru IPA yang mengajar
di UPT SMP N 1 Batipuh beserta peneliti itu sendiri. Analisis data dalam
penelitian ini yang pertama adalah menganalisis kualitas soal baik kategori
HOTS atau LOTS, kesesuaian soal HOTS dengan indikator pencapaian
kompetensi soal, kemudian karakteristik dasar pertanyaan atau stimulus pada
soal UN IPA tahun ajaran 2018/ 2019, serta menganalisis kriteria soal tipe
HOTS yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan
berpikir kreatif dan pemecahan masalah atau problem solving. Berikut ini hasil
analisis yang telah didapatkan dari analis yaitu sebagai berikut:
1. Hasil analisis kualitas soal dilihat dari kategori soal HOTS dan LOTS
berdasarkan Taksonomi Bloom Revisi Ander dan Krathwohl (2001)
Gambar 4.1 Grafik kualitas soal UN IPA th 2018/ 2019
HOTS 65,5%
LOTS 34,5%
Grafik Kualitas Soal
45
Tabel 4.1 Persentase soal UN IPA ditinjau dari karakteristik HOTS
Butir Soal Yang Memenuhi
Karakteristik HOTS Jumlah Persentase
10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20,
21, 22, 23, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 35,
36, 37, 38, 39, 40
25 65,5%
Berdasarkan hasil analisis dari tiga orang analis terhadap soal UN
IPA tahun 2018/ 2019 yang ditinjau dari karakteristik HOTS diperoleh
bahwa dari 40 soal terdapat 25 soal termasuk ke dalam soal tipe HOTS
maka 25 soal tersebut yang selanjutnya akan dianalisis.
Tabel 4.2 kualitas soal UN IPA 2018/ 2019 (N= 40)
Tipe Soal Persentase Kategori
HOTS 65,5% Sebagian besar
LOTS 34,5% Kurang dari setengah
Berdasarkan data yang tersaji pada tabel di atas menunjukkan
bahwa 65,5% soal bertipe HOTS dan 34,5% soal bertipe LOTS.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa dari 40 butir soal UN
IPA terdapat 25 soal merupakan soal bertipe HOTS dan 15 soal bertipe
LOTS. Soal yang bertipe HOTS yaitu dengan soal nomor 10, 11, 12, 13, 14,
16, 17, 18, 19, 20, 21, 22 23, 27, 28 29, 32, 33, 34, 35 36, 37, 38, 39 dan 40.
Sehingga persentase yang diperoleh sebesar 65,5% soal yang
berkarakteristik HOTS pada soal UN IPA tahun ajaran 2018/ 2019. Lingkup
materi yang terdapat pada soal HOTS yaitu (1) Mekanika dan tata surya, (2)
Gelombang, listrik dan magnet, (3) Makhluk hidup dan lingkungannya serta
(4) Struktur dan fungsi makhluk hidup. Hal ini dikarenakan tuntutan
kompetensi dasar yang mengharuskan kompetensi dasar HOTS lebih
banyak dari pada LOTS. Soal tipe HOTS hanya ditemukan aspek
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) dan tidak ditemukan aspek
mengkreasi/ mencipta (C6). Soal yang diberikan pada siswa untuk soal ujian
46
nasional tingkat SMP seharusnya soal bertipe HOTS karena ditinjau dari
segi tujuan pelaksanaan UN sebagai tolak ukur standar nasional dalam
mencapai kualitas siswa, maka sudah seharusnya terdapat komponen soal
dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
2. Hasil analisis kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan indikator
pencapaian kompetensi soal atau kisi-kisi soal UN IPA tahun ajaran 2018/
2019
Tabel 4.3 Kesesuaian butir soal dengan indikator pencapaian kompetensi
Kesesuaian Persentase Kategori
Sesuai 96% Hampir semua
Tidak
Sesuai 4% Sebagian kecil
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel di atas menunjukkan bahwa
hampir semua atau sekitar 96% butir soal sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi, hal ini menunjukkan bahwa butir soal harus sesuai
dengan kisi-kisi sehingga dapat tercapai indikator pencapaian
kompetensinya. Soal yang sesuai dengan ketercapaian indikator kompetensi/
kisi-kisi soal yaitu soal no. 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23,
27, 28, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, dan 39. Sedangkan soal yang tidak
sesuai dengan kisi-kisi soal yaitu soal no. 40. Pada soal no. 40 membahas
tentang kelainan dan penyakit pada sistem peredaran darah. Namun, materi
tersebut tidak terdapat pada lingkup materi dalam indikator pencapaian
kompetensi soal.
Soal-soal pilihan ganda perlu diperhatikan kesesuaian dengan materi
yang hendak diukur sesuai dengan tuntutan indikator, semua pilihan
jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh
pokok soal sehingga dapat menghasilkan soal yang bermutu dan sesuai
dengan indikator pencapaian kompetensi soal.
47
3. Hasil analisis Soal UN IPA yang HOTS ditinjau dari karakteristik dasar
pertanyaan (stimulus)
Tabel 4.4 Hasil analisis Soal UN IPA tahun ajaran 2018/ 2019 ditinjau dari
karakteristik dasar pertanyaan (stimulus) (n=25)
No. Bentuk Stimulus Jumlah soal
A B C
1. Gambar/ Grafik/ Diagram 9 8 9
2. Simbol/ Rumus/ Persamaan Kimia 8 7 8
3. Tabel 2 5 3
4. Contoh Peristiwa 4 3 5
5. Penggalan Kasus 1 2 0
Keterangan (Analis): A: Faria Gusni, S.Pd
B: Erma Taswita, S.Pd
C: Suci Ulva
Stimulus diperlukan dalam penyusunan sebuah soal atau instrumen.
Stimulus merupakan dasar untuk membuat pertanyaan. Bentuk stimulus
diantaranya gambar/ grafik/ diagram, simbol/ rumus/ persamaan kimia,
tabel, contoh peristiwa dan penggalan kasus. Berdasarkan hasil penelitian
dari 25 soal HOTS, diperoleh data bahwa stimulus berupa gambar/ grafik/
diagram dengan rata- rata ada 9 soal, simbol/ rumus/ persamaan kimia
dengan rata- rata 8 soal, tabel dengan rata- rata 3 soal, contoh peristiwa
dengan rata- rata 4 soal dan penggalan kasus dengan rata-rata 1 soal. Dari
hasil tersebut menunjukkan bahwa, siswa lebih di fokuskan pada
pembelajaran objek konkret yang merupakan serangkaian gambar yang
menunjukkan data secara visual dan situasi yang nyata untuk memudahkan
siswa dalam berpikir logis.
48
4. Hasil analisis kriteria karakteristik kemampuan berpikir kritis, kemampuan
berpikir kreatif dan kemampuan memecahkan masalah atau problem solving
pada soal UN IPA tahun ajaran 2018/ 2019
Tabel 4.5 Persentase karakteristik HOTS (n=25)
Karakteristik HOTS Persentase Kategori
Kemampuan Berpikir
Kritis 60% Setengah
Kemampuan Berpikir
Kreatif 28% Kurang dari setengah
Kemampuan
Menyelesaikan
Masalah/ Problem
Solving
12% Sebagian kecil
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel di atas menunjukkan bahwa
60% soal HOTS menunjang karakteristik kemampuan berpikir kritis, 28%
soal HOTS menunjang karakteristik kemampuan berpikir kreatif, dan 12%
soal HOTS menunjang karakteristik kemampuan pemecahan masalah atau
problem solving. Soal yang menunjang untuk berkemampuan berpikir kritis
sangat diperlukan bagi perkembangan peserta didik begitu pula soal yang
menunjang untuk kemampuan berpikir kreatif. Meskipun hanya sedikit
ditemukan soal yang menunjang untuk berkemampuan menyelesaikan
masalah atau problem solving namun, soal pemecahan masalah tetap tetap
terdapat pada soal. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya soal
pemecahan masalah pada tingkat siswa SMP.
B. Pembahasan
Analisis data dalam penelitian ini yang pertama adalah analisis secara
kuantitatif dengan kualitas soal baik kategori HOTS atau LOTS, kesesuaian
soal HOTS dengan indikator pencapaian kompetensi soal, kemudian
menganalisis karakteristik stimulus pada soal UN IPA yang HOTS, serta
menganalisis kriteria soal yang menunjang kemampuan berpikir kritis,
kemampuan berpikir kreatif dan problem solving. Setelah didapatkan hasil data
secara kuantitatif selanjutnya menganalisis data tersebut secara kualitatif.
49
Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan suatu proses berpikir
peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari
berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti
metode problem solving, taksonomi bloom, dan taksonomi pembelajaran,
pengajaran, dan penilaian. HOTS ini meliputi di dalamnya kemampuan
pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis, kemampuan
berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan. Tujuan utama dari high
order thinking skills adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir
peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan
kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis
informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah menggunakan
pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan dalam situasi-situasi yang
kompleks (Saputra, 2016, pp. 91-92).
Menurut Widana, IW., dkk (2017) dalam Yani (2019, p. 43)
menyatakan bahwa butir soal HOTS adalah soal yang menuntut kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan
untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis
(critical thinking) berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen
(reasoning) dan kemampuan mengambil keputusan (decision making).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa dari 40 butir soal UN
IPA terdapat 25 soal merupakan soal bertipe HOTS dan 15 soal bertipe LOTS.
Soal yang bertipe HOTS yaitu dengan soal nomor 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17,
18, 19, 20, 21, 22 23, 27, 28 29, 32, 33, 34, 35 36, 37, 38, 39 dan 40. Sehingga
persentase yang diperoleh sebesar 65,5% soal yang berkarakteristik HOTS
pada soal UN IPA tahun ajaran 2018/ 2019. Lingkup materi yang terdapat pada
soal HOTS yaitu (1) Mekanika dan tata surya, (2) Gelombang, listrik dan
magnet, (3) Makhluk hidup dan lingkungannya serta (4) Struktur dan fungsi
makhluk hidup. Pada soal tipe HOTS hanya ditemukan aspek menganalisis
(C4), mengevaluasi (C5) dan tidak ditemukan aspek mengkreasi/ mencipta
(C6). Dengan demikian jenjang kognitif siswa yang diukur masih dalam
tingkat aspek mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3),
50
menganalisis (C4) dan mengevaluasi (C5). Soal yang diberikan pada siswa
untuk soal ujian nasional tingkat SMP seharusnya soal bertipe HOTS karena
ditinjau dari segi tujuan pelaksanaan UN sebagai tolak ukur standar nasional
dalam mencapai kualitas siswa, maka sudah seharusnya terdapat komponen
soal dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Soal-soal HOTS merupakan instrumen yang digunakan untuk
mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu keterampilan berpikir
yang tidak sekadar mengingat (remembering), memahami (understanding),
atau menerapkan (applying). Soal-soal HOTS pada konteks asessment
mengukur keterampilan: 1) transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2)
memproses dan mengintegrasikan informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai
informasi yang berbeda-beda, 4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan
masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi secara kritis. Dengan demikian
soal-soal HOTS menguji keterampilan berpikir menganalisis, mengevaluasi,
dan mencipta (Kemendikbud, 2019, p. 3).
Menurut Khan & Inamullah (2011) dalam Fanani (2018, p. 61)
menyatakan bahwa keterampilan berpikir di dalam taksonomi Bloom terbagi
menjadi dua, yaitu keterampilan berpikir tingkat rendah dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir dari taksonomi Bloom direvisi
oleh Anderson dan dipublikasikan Tahun 2001. Taksonomi kognitif yang telah
direvisi oleh Anderson dan Krathwohl yang menyusun kembali taksonomi
kognitif atas enam tingkatan dengan sejumlah modifikasi yaitu remembering,
understanding, applying, analyzing, evaluating dan creating. Tingkat
Remembering (C-1), Understanding C-2) Applying (C-3) menjadi dasar untuk
pengembangan butir soal yang LOTS (Lower Order Thinking Skill);
sedangkan, Analysis (C-4), Synthesis (C-5) dan Evaluation (C-6) menjadi dasar
untuk pengembangan butir soal yang HOTS (Yani, 2019, pp. 5-6).
Perbedaan antara soal LOTS dan HOTS tidak didasarkan pada mudah
atau sukarnya soal. Soal LOTS bisa saja sangat sukar, sebaliknya yang HOTS
bisa sangat mudah. Perbedaan soal LOTS dan HOTS terletak pada aspek yang
akan diukur.
50
Jika soal tersebut akan menalar kemampuan ingatan, pemahaman, dan
penerapan maka kita sebut soal kategori LOTS. Sedangkan jika membutuhkan
penalaran (analisis, mengevaluasi, dan mencipta) disebut soal kategori HOTS.
Indikator untuk mengukur keterampilan berfikir tingkat tinggi meliputi
menganalisis (C4) yaitu kemampuan memisahkan konsep ke dalam beberapa
komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman
atas konsep secara utuh, mengevaluasi (C5) yaitu kemampuan menetapkan
derajat sesuatu berdasarkan norma, kriteria atau patokan tertentu, dan mencipta
(C6) yaitu kemampuan memadukan unsureunsur menjadi sesuatu bentuk baru
yang utuh dan luas, atau membuat sesuatu yang orisinil (A'yuna, 2017, p. 162).
Perlu dicermati bahwa soal HOTS tidak harus sulit, dan soal yang sulit
belum tentu merupakan soal HOTS. Soal sulit yang biasa dilatihkan di sekolah
bukan merupakan soal HOTS karena siswa telah mengerti cara menjawab soal
tersebut. Namun soal sederhana yang membutuhkan penalaran akan menjadi
soal HOTS. Pada beberapa kasus, soal HOTS mungkin sangat sulit untuk
diselesaikan karena memerlukan kemampuan analisis, evaluasi, dan kreativitas
tingkat tinggi. Jadi, soal HOTS juga dapat memiliki tingkat kesukaran rendah,
sedang, dan tinggi. Ada soal HOTS yang bisa diselesaikan dengan cara dan
strategi yang berbeda, terutama untuk soal pemecahan masalah (problem
solving) (Sani, 2019, pp. 109-110).
Setelah menganalisis soal baik kategori HOTS atau LOTS, kemudian
menganalisis kesesuaian soal HOTS dengan indikator pencapaian kompetensi
soal. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa karakteristik pada butir
soal UN IPA dengan tipe HOTS hampir semua sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi. Hal ini menunjukkan butir soal harus sesuai dengan
kisi-kisi sehingga dapat tercapai indikator pencapaian kompetensi soal.
Menurut (Setiadi, 2016, p. 173) soal tanpa mengacu pada kisi-kisi memiliki
potensi besar untuk tidak sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi.
Akibatnya instrument penilaian tidak proporsional. Dalam suatu instrumen
dituntut untuk mengukur beberapa kompetensi dasar. Dengan demikian suatu
instrumen harus memuat butir yang merepresentasikan semua kemampuan
51
dalam setiap kompetensi dasar. Pada soal no. 40 tidak sesuai dengan indikator
pencapaian kompetensi soal. Soal tersebut membahas tentang kelainan dan
penyakit pada sistem peredaran darah. Namun, materi tersebut tidak terdapat
pada lingkup materi dalam indikator pencapaian kompetensi soal. Sehingga
untuk soal no. 40 tidak sesuai dengan kisi-kisi soal.
Berdasarkan panduan penyusunan soal standar Internasional oleh
Kemendikbud (2015) dalam Sani (2019, p. 109) menyatakan bahwa setiap soal
yang memenuhi karakteris tik soal HOTS harus memiliki stimulus, mengukur
kemampuan berpikir kritis, mengukur kemampuan berpikir kreatif dan
mengukur kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Soal seperti itu pada
umumnya menyajikan stimulus, bersifat kontekstual, membutuhkan
kemampuan berpikir kritis, dan bukan merupakan soal rutin yang umum
diberikan ketika belajar di kelas atau terdapat di dalam buku pelajaran.
Stimulus yang disajikan dalam soal sebaiknya memungkinkan siswa unt uk
mencari hubungan antar data atau konteks, dapat mentransfer dari suatu
konteks ke konteks yang lain, melihat hubungan antar informasi, memproses
dan menerapkan informasi, menganalisis dan mengevaluasi informasi atau
gagasan secara kritis, dan menggunakan informasi untuk menyelesaikan
masalah.
Bentuk stimulus atau dasar pertanyaan diantaranya gambar/grafik/
diagram, simbol/ rumus/ persamaan kimia, tabel, contoh peristiwa dan
penggalan kasus. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa soal UN
IPA yang HOTS lebih banyak stimulus berupa gambar, rumus, contoh
peristiwa dan tabel namun sedikit di temukan stimulus berupa penggalan
kasus. Hal ini menunjukkan bahwa siswa lebih di fokuskan pada pembelajaran
objek konkret yang merupakan serangkaian gambar yang menunjukkan data
secara visual dan situasi yang nyata untuk memudahkan siswa dalam
berpikir logis. Menurut Asih, Widi dan Eka dalam Krisbawati (2017, p. 17)
menyatakan bahwa materi atau kajian ilmu pengetahuan alam merupakan
rumpun ilmu yang memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena
alam yang faktual baik berupa kenyataan dan hubungan sebab akibatnya.
52
Materi- materi IPA lebih mempelajari tentang fenomena- fenomena alam dan
memerlukan penalaran lebih oleh siswa. Karakteristik materi IPA cendrung
abstrak, sehingga dalam pembuatan instrument atau soal diperlukan dasar
pertanyaan dengan objek konkret yang menunjukkan gambar, data secara
visual atau pun suatu peristiwa yang mengarahkan siswa agar dapat berpikir
logis dan mampu mencermati soal atau suatu instrumen.
Dalam menyelesaikan soal HOTS memerlukan pemahaman langkah-
langkah penyelesaiannya. Soal HOTS diawali dengan stimulus. Dengan
stimulus ini penyelesaian dimulai dengan melakukan analisa tetapi jawaban
dari pertanyaan tidak secara langsung ada dalam stimulus. Memahami maksud
soal adalah hal yang sangat penting. Apabila tidak memahami maksud soal
maka dapat terjadi kesalahan dalam menemukan jawaban.
Setelah menganalisis karakteristik stimulus pada soal yang bertipe
HOTS, selanjutnya menganalisis kriteria soal yang menunjang kemampuan
berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif dan problem solving. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan, bahwa soal tipe HOTS dengan persentase
sebesar 60% menunjang kemampuan berfikir kritis, 28% soal menunjang
kemampuan berpikir kreatif dan 12% soal menunjang kemampuan pemecahan
masalah. Soal yang menunjang untuk berkemampuan berpikir kritis sangat
diperlukan bagi perkembangan peserta didik begitu pula soal yang menunjang
untuk kemampuan berpikir kreatif. Meskipun hanya sedikit ditemukan soal
yang menunjang untuk berkemampuan menyelesaikan masalah atau problem
solving, namun soal pemecahan masalah tetap terdapat pada soal. Hal ini
menunjukkan bahwa perlu adanya soal pemecahan masalah pada tingkat siswa
SMP. Tujuan utama dari higher order thinking skills adalah bagaimana
meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih tinggi.
Menurut Watson dan Glaser (1980) dalam Sani (2019, p. 22)
menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai kombinasi dari dimensi kognitif dan
afektif. Berpikir kritis didasarkan pada afiliasi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. bahwa berpikir kritis harus dilandasi dengan upaya mencari
alasan, berupaya untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, mencari
53
alternatif, mempertimbangkan pandangan orang lain, yang diperlukan untuk
meyakini sebelum melakukan sesuatu. Seseorang yang mampu berpikir kritis
juga harus dapat mengemukakan alasan atau kritik logis terhadap permasalahan
yang dihadapi. Jadi orang yang berpikir kritis adalah individu yang mampu
berpikir reflektif dan dapat mempertimbangkan dalam mengambil keputusan
berdasarkan pengetahuan.
Kemampuan berpikir kreatif masing-masing orang akan berbeda dan
terkait dengan cara mereka berpikir dalam melakukan pendekatan terhadap
permasalahan. Kemampuan siswa untuk mengajukan ide kreatif seharusnya
dikembangkan dengan meminta mereka untuk memikirkan ide-ide atau
pendapat yang berbeda dari diajukan temannya. Pemikiran kreatif juga terkait
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang relevan dengan ide atau
upaya kreatif yang diajukan.
Menurut Polya (1973) dalam Sani (2019, p. 22) menyatakan bahwa
pemecahan masalah atau problem solving sebagai satu usaha mencari jalan
keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah
segera untuk dicapai. Adapun langkah-langkah dalam pemecahan masalah
yaitu memahami masalah, merencanakan masalah, melaksanakan masalah dan
memeriksa kembali semua informasi penting dalam suatu masalah.
Pelaksanaan pembalajaran IPA berbasis HOTS pada tingkat sekolah
menengah pertama sangat diperlukan untuk mengembangkan kemampuan
siswa dan dapat meningkatkan kompetensi siswa. Pembelajaran IPA berbasis
HOTS diperlukan karena siswa SMP dengan rentang usia antara 13-16 tahun
telah masuk ke dalam tahap operasional formal dimana siswa sudah dapat
menggunakan logikanya sehingga diharapkan siswa mampu mengikuti
pembelajaran IPA berbasis HOTS. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
(Higher Order Thinking Skill) merupakan proses berpikir yang tidak sekedar
menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang diketahui. Kemampuan
berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi,
dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk
berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan
54
memecahkan masalah pada situasi baru. Kriteria HOTS yaitu kemampuan
berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah sudah dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran IPA pada
ingkat sekolah menengah pertama karena dapat menumbuhkan kempuan
berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi (Rofiah, 2016, p.
291).
Implementasi HOTS dalam pembelajaran tidak memiliki sintaks
tertentu sehingga dituangkan melalui tahapan pendekatan saintifik. Proses
belajar menganalisis, mengevaluasi dan mencipta merupakan komponen HOTS
boleh dilaksanakan secara acak dalam proses pembelajaran begitu pula dalam
pengembangan instrument berbasis HOTS yang tidak harus berurutan dalam
penyusunan soal yang dilihat berdasarkan tingkatan ranah kognitif. Sehingga,
pembelajaran IPA berbasis HOTS dapat menigkatkan kemampuan siswa pada
aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan (Rofiah, 2016, p. 292).
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa Soal yang diberikan
pada siswa untuk soal ujian nasional tingkat SMP merupakan soal bertipe
HOTS karena ditinjau dari segi tujuan pelaksanaan UN sebagai tolak ukur
standar nasional dalam mencapai kualitas siswa, maka sudah seharusnya
terdapat komponen soal dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Namun
tidak di pungkiri bahwa soal bertipe LOTS tetap ada pada soal UN IPA karena
kualitas soal baik kategori HOTS dan LOTS tetap terdapat pada tingkatan
ranah kognitif yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi dan mencipta. Kriteria HOTS pada soal yang menunjang untuk
berkemampuan berpikir kritis sangat diperlukan bagi perkembangan peserta
didik begitu pula soal yang menunjang untuk kemampuan berpikir kreatif.
Meskipun hanya sedikit ditemukan soal yang menunjang untuk berkemampuan
menyelesaikan masalah atau problem solving, namun soal pemecahan masalah
tetap terdapat pada soal. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya soal
pemecahan masalah pada tingkat siswa SMP, karena ujuan utama dari higher
order thinking skills adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir
peserta didik pada level yang lebih tinggi.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan analisis karakteristik soal Higher Order Thinking Skill (HOTS) pada
soal Ujian Nasional IPA tingkat SMP tahun ajaran 2018/ 2019 yaitu:
1. Kualitas soal UN IPA dengan persentase sebesar 65, 5% bertipe HOTS
2. Karakteristik pada butir soal UN IPA dengan persentase sebesar 96% sesuai
dengan indikator pencapaian kompetensi.
3. soal UN IPA yang HOTS hampir semua berstimulus.
4. Karakteristik soal tipe HOTS dengan persentase sebesar 60% menunjang
kemampuan berpikir kritis, 28% menunjang kemampuan berpikir kreatif
dan 12% menunjang kemampuan pemecahan masalah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarakan hal-hal
sebagai berikut:
1. Perlunya diadakan pengembangan soal HOTS IPA tingkat SMP sehingga
dapat diterapkan pada kegiatan pembelajaran.
2. Perlu adanya pembiasaan pada siswa untuk mengerjakan soal-soal HOTS
agar siswa terbiasa menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada dan
untuk mengukur kompetensi siswa.
3. Guru harus mampu menerapkan proses pembelajaran berbasis HOTS agar
dapat mengimplementasikan Kurikulum 2013.
56
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M., Chamalah, E., & Wardani, O. P. (2013). Model Dan Metode
Pembelajaran Di Sekolah. Semarang: Unissula Press.
Agnafia, D. N. (2018). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam
Pembelajaran Biologi. Florea, 5(1), 1-8.
Agustine, J. (2019). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Sma
Kelas X Ipa Di Kecamatan Talang Ubi Pada Materi Virus. Universitas
Muhammadiyah. Palembang: Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Skripsi
Ahmad, Jumal. (2018). Desain Penelitian Analisis Isi (Content Analysis). Method.
DOI: 10.13140/RG.2.2.12201.08804
Akmala, N. F. (2019). Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Pada
Materi Fisika Kelas X Sma Di Bandarlampung. Universitas Lampung.
Bandar Lampung: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Skripsi
Ali, M. (2013). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung:
Angkasa
Alpusari, M. (2014). Analisis Butir Soal Konsep Dasar IPA 1 Melalui
Penggunaan Program Komputer Anates Versi 4.0 For Windows. Jurnal
Primary Program Study Pendidikan Sekolah Dasar. 3(2), 106-115.
ISSN: 2303-1514
Ambarsari, W., Santosa, S., & Mariadi. (2013). Penerapan Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar Pada Pelajaran
Biologi Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Surakarta. Pendidikan Biologi,
5(1), 81-95.
Amir, A. (2013). Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Kecerdasan
Majemuk (Multiple Intelligences). Logaritma, 1-15.
Andiasari, l. (2015). Penggunaan Model Inquiry dengan Metode Eksperimen
dalam Pembelajaran IPA di SMPN 10 Probolinggo. Jurnal Kebijakan dan
Pengembangan Pendidikan, 3(1), 15-20.
57
Anjani, Y. F. (2017). Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Menurut Teori
Anderson Dan Krathwohl Pada Peserta Didi k Kelas Xi Bilingual Class
System Man 2 Kudus Pada Pokok Bahasan Program Linier . Universitas
Islam Negeri Wali Songo. Semarang: Pendidikan Matematika Fakultas
Sains Dan Teknologi. Skripsi
Angraini, G., & Sriyati, S. (2019). Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Siswa Sman Kelas X Di Kota Solok Pada Konten Biologi. Journal Of
Education Informatic Technology And Science (Jeits), 1(1), 114-124.
Ardimen. (2016). Pengembangan Multiple Intellegence Melalui Pmbelajaran
Integratif Berbasis Games. Jurnal Edukasi, 107-129.
Arikunto, S. (2005). Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Armstrong, T. (2013). Kecerdasan Multipel Di Dalam Kelas. Jakarta: PT Indeks.
A‟yunina, Qurrotu, Sudarti daSn Subiki. (2018).Analisis Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi Dalam Menyelesaikan Soal UN Fsika SMA Pada Materi
Medan Magnet Siswa Kelas XII Di SMA Muhammadiyah 3 Jember.
Seminar Pendidikan Fisika 2018.3(2). ISSN: 2527-5917
Bachri, S,B. (2010). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada
Penelitian Kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan. 10(1), 46-62.
Basuki dan Hariyanto. (2014). Asesmen Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Brookhart, S. M. (2010). How To Assess Higher Order Thinking Skill In Your
Classroom. Virginia USA: ASCD Memmber Book.
Candra, M. D. (2015). Penerapan Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
Pada Siswa Kelas V Di Sd Juaragondokusuman. Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Yogyakarta, 3.
Creswell, J. W. (2014). Research Design (Qualitative, Quantitative And Mixed
Methods Approaches). California: SAGE Publication.
Dewi, N. d. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir Kompleks Siswa Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Mind Mapping. EDUSAINS,
8(1), 98-107.
58
Dinni, H. N. (2018). HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan
Kemampuan Literasi Matematika. PRISMA 1, 170-176.
Ernawati, A., Ibrahim, M. M., & Aflif, A. (2017). Pengembanagan Lembar Kerja
Siswa Berbasis Multiple Intelligences Pada Poko Bahasan Substansi
Genetika Kelas XII IPA SMA Negeri 16 Makasar. Jurnal Biotek, 1-14.
Fanani, M, Zainal. 2018. Strategi Pengembangan Soal HOTS Dalam Kurikulum
2013. Journal Of Islamic Religious Education. II(1). 57-76
Fanani, M. Z. (2018). Strategi Pengembangan Soal Higher Order Thinking Skills
(HOTS) Dalam Kurikulum 2013. Journal Of Islamic Religious Education,
II(1), 57-76.
Fanani, A. (2010). Ice Breaking Dalam Proses Belajar Mengajar. Dosen PGSD
FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, VI(11), 67-70.
Febriandar, E. I., Khakiim , U., & Pratama, N. A. (2018). Pengaruh Kreativitas
Guru Dalam Menerapkan Ice Breaking Dan Motivasi Belajar Terhadap
Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. BRILIANT: Jurnal Riset dan
Konseptual, 3(2), 485-894.
Gunawan, H. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Nht
(Numbered Head Together) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi
Belajar Siswa Pada Materi Alat Ukur Di Smk Piri Sleman Jurusan
Pendidikan Teknik Mesin . yokyakarta : Fakultas Teknik Universitas
Negeri Yokyakarta.
Hafshoh, S. (2017). Pengembangan Bahan Ajar Berupa Lks Dengan Metode
Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Pada Pembelajaran Ipa Materi
Interaksi Makhluk Hidup Dan Lingkungannya Kelas VII Semester Genap
Di Mts Negeri Kendal . Semarang: Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Universitas negeri walisongo Semarang.
Hajar, Y., Yanwar, R., Jalaludin, M. A., Achmad, N., Indriani, G. S., Hidayat, W.,
et al. (2018). Analisis Kemampuan High Order Thinking (Hot) Siswa Smp
Negeri Di Kota Cimahi. Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif, 1(3),
453-458.
59
Hairul, A. (2017). Konsep Multiple Intelligences System Pada Sekolah Menengah
Pertama Al Washliyah 8 Medan Dalam Perspektif Islam. Jurnal
EduTeach, 3(1), 52-73.
Hamzah, A. (2009). Teori Multiple Intelligences dan Implementasinya Dalam
Pengelolaan Pembelajaran. Tadris, 251-261.
Hanifah, N. (2019). Pengembangan instrumen penilaian Higher Order Thinking
Skill (HOTS) di sekolah dasar. Conference Series Journal, 1(1), 1-8.
Hapsari, A. I. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Video Contextual
Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Mahasiswa
Pada Mata Kuliah Fisiologi Hewan. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia,
2(1), 94-101.
Harsyad, F., Afif, A., & Abrar, A. (2016). Studi Komparasi Penggunaan Ice
Breaking Dan Brain Gym Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa
Kelas Vii Smp Negeri 21 Makassar. Jurnal Matematika Dan
Pembelajaran, 4.(2), 186-199.
Husna, M. (2018). Pengaruh Ice Breaking Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar
Peserta Didik Mi Al-Ishlah Tiudan Gondang Tulungagung. Tulungagung:
Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
tulungagung.
Husnawati, A., Hartono, H., & Masturi, M. (2019). Pengembangan Soal Higher
Order Thinking Skill (Hots) Fisika Kelas Viii Smp Materi Gerak Pada
Benda. Unnes Physics Education Journal, 8(2), 133-140.
Irawati, T. N. (2018). Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Smp
Dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Matematika Pada Materi
Bilangan Bulat. Jurnal gammath, 3(2), 1-7.
Irmayanti, S. (2018). Pengaruh Model Gallery Walk Dengan Teknik
Brainstorming Terhadap Higher Order Thinking Skill (Hots) Pada
Pelajaran Biologi Peserta Didik Kelas XI Sman 5 Bandar Lampung.
Lampung: Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung. Skripsi
60
Ismawati, B, P.(2019). Analisis KeterampilanTingkat Tinggi Dalam Pembelajaran
Tematik Siswa Kelas IV Tahun Ajaran 2018/ 2019. Yogyakarta: Program
Studi Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma. Skripsi
Kemendikbud. (2019). Modul Penyusunan Soal HOTS. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar Menengah.
Krisbawati, Cynthia, Ignatia. 2017. Pengetahuan Guru IPA Tentang Siswa Dan
Pengaruhnya Dalam Proses Pembelajaran. Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Skripsi
Kurniasih , A. N., & Alarifin, H. D. (2015). Penerapan Ice Breaking (Penyegar
Pembelajaran) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas 𝐕𝐈𝐈𝐈𝐀
Mts An-Nur Pelopor Bandarjaya Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal
Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Metro, 3(1), 27-35.
Kurniati, D., Harimukti, R., & Jamil, N. A. (2016). Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Siswa Smp Di Kabupaten Jember Dalam Menyelesaikan Soal
Berstandar Pisa. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 20(2), 142-
155.
Lailly N, R. dan Wisudawati. (2015). Analisis Soal Tipe HOTS dalam Soal UN
Kimia SMA Rayon B tahun 2012/2013. Kaunia. XI(1), 27-39. ISSN:
1829-5266
Legowo, E. (2017). Model Pembelajaran Berbasis Penstimulasian Multiple
Intelligences Siswa. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling, 2(1), 1-8.
Megawanti, P. (2015). Meretas Masalah Pendidikan Di Indonesia. Jurnal
Formatif, 227-234.
Muali, C. (2016). Konstruksi Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple
Intellegences Sebagai Upaya Pemecahan Masalah Belajar. Jurnal
Pendidikan, 3(2), 1-12.
Nasyrullah. (2017). Perbandingan Model Pembelajaran Guided Inquiry Dan
Model Pembelajaran Guided Discovery Terhadap Hasil Belajar Siswa
Pada Pokok Bahasan Sistem Peredaran Darah Manusia Kelas Xi Ipa Sma
61
Negeri 1 Pattallassang Kabupaten Gowa. Makassar: Fakultas Tarbiyah
Dan Keguruan Uin Alauddin Makassar . Skripsi
Nelson, K. N. (1998). Developing Students’ Multiple Intelligences . New York:
Professional Book.
Ningsih, D. L. (2018). Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking Skills (HOTS)
Dalam Soal UN Biologi SMA Tahun Ajaran 2016/ 2017. Lampung:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Lampung.
Skripsi
Nurhasanah. (2018). Kemampuan Pemecahan Masalah dan Penelaran Matematis
Soal HOTS Siswa SMP Pada Penerapan Metode Student Teams
Achievement Divisions (STAD) dengan Pendekatan Problem Based
Learning (PBL). Malang: Direktorat Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Malang. Tesis.
Nurhayani. (2017). Kesulitan Guru Dalam Pengembangan Keterampilan Tingkat
Tinggi Siswa Pada Pembelajaran Biologi Kelas XII Di SMA N 2 Gowa.
Makassar: Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alauddin Makassar. Skripsi
Nisa, N. c., Nadiroh, & Siswono, E. (2018). Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
(HOTS) Tentang Lingkungan Berdasarkan Latar Belakang Akademik
Siswa. Pendidikan Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan, 19, 1-
14.
Nurhayati, & Angraeni, L. (2017). Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Mahasiswa (Higher Order Thinking) Dalam Menyelesaikan Soal Konsep
Optika Melalui Model Problem Based Learning. Jurnal Penelitian &
Pengembangan Pendidikan Fisika, 3(2), 119-126.
Nurkholis. (2013). Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi. Jurnal
Kependidikan, 24-44.
Pasi, S, N dan Yusrizal. (2018). Analisis Butir Soal Ujian Bahasa Indonesia
Buatan Guru MTsN Di Kabupaten Aceh Besar. Master Bahasa. 6(2),
195-202
62
Pratiwi, A. N. (2016). Pengembangan Instrumen Penilaian Crossword Puzzle
Game Dengan Higher Order Thinking Skills Pada Pembelajaran Sistem
Koordinasi Manusia Di Sma. semarang: Jurusan Biologi Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Rahma, S. (2008). Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner Dan
Pengembangannya Pada Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Untuk Anak Usia Sekolah Dasr. Jurnal Pendidikan Agama Islam, V(1),
89-110.
Rahmat, S. P. (2009). Penelitian Kualitatif. Equilibrium, 5(9), 1-8.
Ramadhan, D dan Wasis. (2013). Analisis Perbandingan Level Kognitif dan
Keterampilan Proses Sains Dalam Standar Isi (SI), Soal Ujian Nasional,
Soal (Trends In International Mathematics and Science Study (TIMSS)
dan Soal Programme For International Student Assessment (PISA).
Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. 2(1), 20-25
Rofiah E, A. S. (2013). Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Fisika Pada Tingkat SMP. Jurnal Pendidikan Fisika, 1(2), 17-22.
Rofiah, N. H. (2016). Menerapkan Multiple Intelligences Dalam Pembelajaran Di
Sekolah Dasar. Jurnal Dinamika Pendidikan Dasar, 69- 79.
Rofiah, E, dkk. (2018). Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Berbasis HOTS
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP/
MTs. Jurnal Pendidikan IPA, 7(1), 285-296. ISSN: 2615-7489
Rauf, A., Hala, Y., & Taiyeb, A. M. (2017). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Head Together (Nht) Terhadap Motivasi Dan Hasil
Belajar Ipa Biologi Siswa Kelas Vii Smp Negeri 1 Watampone. Jurnal
Nalar Pendidikan, 5(1), 46-54.
Rubiyanto, B. A., Marjono, & Prayitno, B. A. (2016). Penerapan Model
Discovery Learning Pada Materi Ekosistem Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas X Sma. Bio-Pedagogi,
5(1), 6-14.
63
Royantoro, F., Mujasam, Yusuf, I., & Widyaningsih, S. W. (2018). Pengaruh
Model Problem Based Learning Terhadap Higher Order Thinking Skills
Peserta Didik. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 6(3), 371-382.
Safitri, I., Bancong, H., & Husain1, H. (2013). Pengaruh Pendekatan Multiple
Intelligences Melalui Model Pembelajaran Langsung Terhadap Sikap Dan
Hasil Belajar Kimia Peserta Didik Di Sma Negeri I Tellu Limpoe. Jurnal
Pendidikan Ipa Indonesia, 156-160.
Salamah, U. (2018, Maret). Penjaminan Mutu Penilaian Pendidikan. Evaluasi,
2(1), 274-293.
Sani, R. A. (2019). Cara Membuat Soal HOTS. Tangerang: Tira Smart.
Sari, W. N., & Silitonga, M. (2018). Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa
Kelas Xi Pmia Man Tanjung Morawa Pada Pembelajaran Sel Dengan
Model Pbl Berbantuan Lks High Order Thinking Skill Student Class Xi
Pmia Man Tanjung Morawaon Cell Learning With Lks- Assisted PBL
Model. Jurnal Pelita Pendidikan, 5(4), 361-365.
Saputra, H. (2016). Pengembangan Mutu Pendidikan Menuju Era Global:
Penguatan Mutu Pembelajaran Dengan Penerapan HOTS (High Order Thinking
Skills) . Bandung: SMILE' Publishing.
Saroya, A. (2014). Pengaruh Penerapan Ice Breaking Terhadap Hasil Belajar
Siswa Pada Pembelajaran Sosiologi Di Sma Darussalam Ciputat . Jakarta:
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (Ips) Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan Universitas Islam Negri (Uin) Syarif Hidayatullah. Skripsi
Setiawati, W. (2018). Buku Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills
(HOTS). Jakarta: Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan
Kemendikbud.
Siregar, l, V. (2018). Analisis Soal UN IPA SMP Tahun Ajaran 2016/ 2017.
Bandar Lampung: Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan
Matematika dan IPA. Skripsi
Siswoyo, & Sunaryo. (2017). High Order Thinking Skills Implementasinya dalam
Pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Penelitian &
Pengembangan Pendidikan Fisika, 11-20.
64
Sudaryono. (2014). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Lentara Ilmu
Cendekia.
Sudijono, A. (2015). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Sudjana, N. (2014). Penilaian Hasil Proses Belajar dan Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sunarti dan Rahmawati. (2014). Penilaian Dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta,
DIY: C.V Andi Offset.
Suryanti. (2014). Pengaruh Ice Breaker Terhadap Motivasi Belajar Kimia Siswa
Kelas X Semester 2 Di Sma N 10 Yokyakarta Tahun Ajaran 2013/2014 .
Yokyakarta: Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Sutama, Sandy dan Fuandi. (2017, Januari). Pengelolaan Penilaian Autentik
Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Matematika Di SMA. Manajemen
Pendidikan, 12(106), 105-114.
Syahida, A. d. (2015). Analisis Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Soal
Ujian Nasional Kimia. EDUSAINS, VII(1), 77-87.
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasi pada KTSP. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Wahyudi, D., & Alafiah, T. (2016). Studi Penerapan Strategi Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences Dalam Mata Pelajaran Agama Islam.
Jurnal Kajian Pendidikan Islam, 8(2), 252-282.
Wahyuni, A. (2015, September). Implementasi Pembelajaran Scientific Approach
Dengan Soal Higher Order Thinking Skill Pada Materi Alat-Alat Optik
Kelas X Di SMA Nahdatul Ulama 1 Gresik. 4(3), 32-37.
Warisdiono, E. (2017). Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills
(HOTS) . Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar
dan Menengah.
65
Widana, Wayan,I. (2017). Modul Penyusunan Soal HOTS. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan.
Widodo, T., & Kadarwati, S. (2013). Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan
Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan
Karakter Siswa. Cakrawala Pendidikan, 32(1), 161-171.
Wijaya, E. D. (2019, November). Analisis Butir Soal Persiapan Ijian Nasional
IPA SMP/MTS Tahun 2018 Sampai Dengan 2019 Berdasarkan
Taksonomi Bloom. LENSA (Lentera Sains): Jurnal Pendidikan IPA, 9(2),
57-63.
Wirawan. (2012). Evaluasi, Teori, Model, Standar Aplikasi dan Profesi. Jakarta:
Rajawali Press.
Yani, A. (2019). Cara Mudah Menulis Soal HOTS. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Yuriza, P. E., Adisyahputra, & Sigit, D. V. (2018). Hubungan Berfikir Tingkat
Tinggi Dan Tingkat Kecerdasan Dengan Kemampuan Literasi Sains Pada
Siswa SMP. Biosfer, 11(1), 13-20.
55