i
ANALISIS SALINITAS DAN DAMPAKNYA TERHADAP
PRODUKTIVITAS PADI DI WILAYAH PESISIR INDRAMAYU
TAMARA AYUNINGSIH SITORUS
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii
ABSTRAK
TAMARA AYUNINGSIH SITORUS. Analisis Salinitas dan Dampaknya terhadap Produktivitas
Padi di Wilayah Pesisir Indramayu. Dibimbing oleh PROF. DR. IR. RIZALDI BOER, M. SC.
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu pusat produksi beras utama di Jawa Barat.
Sebagian besar sawahnya terletak di sepanjang pesisir utara Jawa dan dipengaruhi oleh salinitas.
Masalah salinitas muncul terutama pada musim kemarau saat ketersediaan air irigasi sedikit karena
kandungan air tanah rendah sehingga terjadinya intrusi air laut. Masalah salinitas semakin
meningkat apabila terjadi musim kemarau yang berkepanjangan. Di bawah kondisi salinitas
tinggi, produktivitas padi akan menurun secara signifikan. Kajian ini bertujuan menganalisa
disitribusi spasial dari salinitas pada lahan sawah di Indramayu dan perubahannya selama musim
kemarau serta dampaknya pada produktivitas padi. Nilai salinitas diukur selama musim kemarau
(Juli, Oktober, dan November) pada 32 titik yang tersebar dari Utara ke Selatan dan produktivitas
padi juga diukur pada lokasi yang sama dengan ukuran sampel seluas 2.5x2.5 m2 pada bulan November. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa nilai salinitas menurun dengan semakin jauh
jaraknya dari garis pantai. Pada beberapa daerah dekat garis pantai, nilai salinitas dapat mencapai
9 dS/m dan sebagian besar dari daerah-daerah ini sudah berubah fungsinya menjadi tambak atau
tambak garam. Pada lahan sawah yang dipengaruhi oleh salinitas, nilai salinitasnya secara umum
kurang dari 5.5 dS/m. Luas areal yang dipengaruhi oleh intrusi air laut (salinitas) semakin besar
dengan menurunnya curah hujan pada musim kemarau. Namun demikian produktivitas padi tidak
dipengaruhi secara nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis varietas padi yang digunakan saat
ini oleh para petani relatif tahan atau toleran terhadap salinitas tinggi. Akan tetapi, risiko salinitas
diperkirakan akan meningkat di sama datang dengan adanya masalah peningkatan tinggi muka air
laut dan berubahnya karakteristik pantai (diantaranya degradasi dan konversi hutan mangrove).
Varietas padi yang saat ini digunakan dapat bertahan pada salinitas kurang dari 5.5 dS/m. Untuk
beradaptasi terhadap risiko peningkatan salinitas ini, penggunaan varietas yang lebih tahan salinitas tinggi dan juga rehabilitasi kawasan mangrove perlu dilakukan selain perbaikan sistem
irigasi.
Kata kunci : salinitas, produktivitas padi, curah hujan, pesisir, Indramayu
iii
ABSTRACT
TAMARA AYUNINGSIH SITORUS. The Analysis of Soil Salinity and its Impact on Rice
Productivity in Indramayu. Supervised by PROF. DR. IR. RIZALDI BOER, M. SC.
Indramayu District is one of main rice production centre in West Java. Most of rice fields
locate next to Java’s North Coast and some of the areas are influenced by salinity problem. The
problem of salinity increases during dry season particularly when irrigation water is limited as salt
water intrusion will increases under this condition. The salinity problem will be more severe when
dry season extends. Under high salinity condition, yield of rice will decrease significantly. This study analyzed the spatial distribution of salinity and its changes in the rice field during dry season
and its impact on rice yield. The salinity were measured during dry season (July, October and
November) in a number of location and yield of rice was measured in the same location from a
plot with size of area of size 2.5x2.5 m2 in November. It was found that the salinity decreased
with distance from the coast. In some area near the cost, the salinity could go up to 9 dS/m and
most this area had been converted to pond or salt mining or other uses. In most of paddy fields
affected by salinity have salinity level of less than 5.5 dS/m. The area of paddy field affected by
salinity expanded as the rainfall in the dry season decreased. The rice yield was not significantly
affected by the salinity. This study suggests that the current rice variety used by farmers is
tolerant to salinity. However, the risk of salinity may increase in the future due to change in sea
level and coastal characteristics (e.g. degradation and conversion of mangrove forests). Current
rice variety may be tolerant to salinity of not more than 5.5 dS/m. Adapting to increasing risk of salinity, it is very important to introduce alternative rice varieties which are more tolerant to
salinity, restoration of mangrove forest and also improvement of irrigation facilities.
Keywords : salinity, rice yield, rainfall, coast, Indramayu
iv
ANALISIS SALINITAS DAN DAMPAKNYA TERHADAP
PRODUKTIVITAS PADI DI WILAYAH PESISIR INDRAMAYU
TAMARA AYUNINGSIH SITORUS
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Mayor Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
v
Judul Skripsi : Analisis Salinitas dan Dampaknya terhadap Produktivitas Padi di Wilayah
Pesisir Indramayu
Nama : Tamara Ayuningsih Sitorus
NIM : G24061818
Menyetujui :
Pembimbing I,
Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc.
NIP. 19600927 198903 1 002
Mengetahui : Ketua Departemen
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS
NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia dan penyertaan-Nya yang luar
biasa sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Judul dari
karya ilmiah ini adalah Analisis Salinitas dan Hubungannya dengan Produktivitas Padi di Wilayah
Pesisir Indramayu. Tulisan ini secara khusus penulis persembahkan untuk kedua orang tua,
Richard Sitorus dan Wahyu Indianti, serta kedua adik, Natashia dan Tracy, atas kasih sayang,
dukungan dan doanya selama ini. Juga kepada keluarga besar Sitorus dan Soetomo atas semangat
dan dukungan doa yang telah diberikan. Terima kasih.
Pada kesempatan ini juga penulis ingin berterima kasih untuk semua pihak yang telah
membantu penulisan karya ilmiah ini. Kepada Dr. Ir. Rizaldi Boer, M. SC selaku pembimbing,
yang sudah dengan sabar memberikan waktu, nasehat, dan ilmunya selama proses penelitian
berlangsung. Terima kasih juga penulis ucapkan pada Bapak Kusnomo Tamkani selaku mantan
Kepala Dinas Pertanian Indramayu yang sudah banyak sekali membantu proses pengambilan data
di lapangan. Terima kasih kepada rekan-rekan penelitian di Indramayu, Daniel Naek Chrisendo,
Jessica Rossen, Dan Huber, Andrea Basche, serta seluruh tim IMHERE dan CCROM atas bantuan
dan kebersamaannya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Juanda Sianturi, Daniel Naek
Chrisendo, Christine Mahardika, Saputri Sapta, Sarah Balfas, Rizki Krisnanto, Bambang Tri
Atmojo, Enrico Doloksaribu, Wastin Hutabarat, Ghulam Zakiyan, Gito Immanuel, Yohanes
Ariyanto, Nancy Stephanie, Amelia Puspita, yang sudah memberikan banyak bantuan dan
masukan terhadap karya ilmiah ini, serta teman-teman tersayang GFM 43 dan Laboratorium
Klimatologi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih kepada teman-teman Komisi
Kesenian atas dukungan, doa, dan kebersamaannya. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan
kepada seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Meteorologi dan Geofisika, teman-teman,
serta organisasi lain yang juga turut membantu penyelesaian karya ilmiah ini Ucapan terima kasih
dan penghargaan juga saya ucapkan khususnya kepada para petani di Indramayu, yang telah
memberikan hidupnya untuk kelangsungan hidup masyarakat banyak.
Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga sangat
diharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga peneletian ini dapat lebih berguna di
kemudian hari. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagu semua yang membacanya.
Bogor, September 2012
Tamara Ayuningsih Sitorus
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Juli 1987, putri dari Richard Sitorus dan
Wahyu Indianti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan jenjang pendidikannya dari SMA Tarakanita 1
Jakarta dan kemudian diterima sebagai salah satu mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Pada tahun berikutnya, penulis
diterima pada Mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi.
Selama menjalani masa studi, penulis aktif di berbagai kegiatan kampus. Penulis aktif di
organisasi MAX (Music Agriculture Expression) sebagai salah satu dari divisi kreatif, dan
mengikuti berbagai festival musik. Pada tahun 2008 penulis mengikuti kompetisi IAC (IPB Art
Contest) dan berhasil mendapatkan juara 2 pada kategori Vocal Group. Penulis juga aktif di
organisasi HIMAGRETO sebagai salah satu divisi K3. Penulis aktif pada kegiatan kerohanian di
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB, dan dipercayakan sebagai divisi ekstern selama
periode 2007-2008. Selama aktif di PMK IPB, penulis mengikuti berbagai kegiatan yaitu KATA
2008, Festival Musik PMK 2009, MSP 2010, serta Natal CIVA IPB 2010 dan dipercayakan
sebagai juri dan koordinator acara. Pada tahun 2010, penulis merupakan salah satu asisten Mata
Kuliah Agama Kristen Protestan. Penulis mendapatkan beasiswa dari DIKTI dalam rangka Pekan
Kreativitas Mahasiswa IPB pada tahun 2009, dengan judul penelitian ‘Pemanenan Air Hujan
sebagai Salah Satu Alternatif Penyediaan Air Bersih di Desa Babakan Kabupaten Bogor (atau
Lingkungan Sekitar Kampus IPB Darmaga)’. Sejak tahun 2009 sampai dengan sekarang, penulis
aktif berkontribusi di ICSF (Indonesian Clinate Student Forum) sebagai tim kreatif dan
berkontribusi pada proyek mengajar ilmu lingkungan di SD Babakan 5 sebagai guru pengajar.
Penulis juga menggubah lagu lingkungan yang digunakan sebagai theme song dari ICSF. Aktif di
ICSF menghantar penulis untuk ikut berpartisipasi pada organisasi-organisasi lingkungan seperti
KOPHI dan WWF. Saat ini penulis merupakan salah satu staff pengajar dari Purwacaraka Music
School.
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Kabupaten Indramayu .................................................................... 1
2.2 Wilayah Pesisir .......................................................................................................... 1
2.3 Salinitas...................................................................................................................... 2 2.4 Pengukuran Salinitas .................................................................................................. 3
2.5 Toleransi Tanaman Terhadap Salinitas ........................................................................ 4
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................... 9
3.2 Bahan dan Alat ........................................................................................................ 10
3.3 Metode Penelitian ..................................................................................................... 10
3.3.1 Survei Lapang ................................................................................................. 11
3.3.2 Metode Pengukuran Salinitas dan Sampel Ubinan ............................................ 11
3.3.3 Analisis Data ................................................................................................... 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemetaan Salinitas, Curah Hujan, dan Jumlah Hari Hujan ....................................... 12
4.2 Analisis Hubungan Produktivitas Padi dengan Salinitas. ............................................ 14
4.3 Solusi Permasalahan Salinitas. .................................................................................. 17
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .................................................................................................................. 18
5.2. Saran ........................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 19
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 21
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Klasifikasi tanah berdasarkan daya hantar listrik ................................................................... 2
2 Klasifikasi nilai salinitas berdasarkan tekstur tanah ............................................................... 4
3 Klasifikasi nilai salinitas dan efeknya terhadap tanaman ...................................................... 4
4 Deskripsi Padi Ciherang ....................................................................................................... 17
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Keretakan pada tanah di lahan sawah Indramayu .................................................................. 2
2 Nekrosis sebagai akibat salinitas pada tanaman .................................................................... 5
3 Kristal garam pada permukaan tanah di lahan sawah Indramayu .......................................... 5
4 Dampak kenaikan salinitas pada tahapan pertumbuhan padi (a) jumlah bulir terisi,
(b) persentase rasio jumlah malai dan anakan (c) persentase berat jerami, (d) total
jumlah gabah per malai ........................................................................................................ 7
5 Hubungan antara salinitas dengan variabel pengukuran padi (a) tinggi tanaman,
(b) anakan kosong, (c) bulir kosong, (d) kesuburan, (e) jumlah anakan,
(f) jumlah bulir pada malai (g) jumlah malai (h) berat 100 bulir ........................................... 8
6 Diagram hubungan persentase produktivitas lahan dan salinitas ............................................ 9
7 Tinggi tanaman pada berbagai tahapan salinitas .................................................................... 9
8 Persamaan hubungan antara nilai salinitas musiman terhadap
produktivitas padi........................................................................................................... ........... 9
9 Lokasi stasiun hujan di Indramayu........................................................................................ 10
10 Alat EM38 untuk pengukuran salintias secara (a) vertical, (b) horizontal ............................... 10
11 Diagram alir penelitian ......................................................................................................... 10
12 Periode waktu pelaksanaan kegiatan penelitian ..................................................................... 10
13 Lokasi titik-titik pengamatan salinitas dan pengambilan sampel ubinan ................................. 11
14 Pemetaan sebaran salinitas tanah, curah hujan, dan jumlah hari hujan di Indramayu .............. 13
15 Hubungan produktivitas padi dan salinitas pada bulan November 2010 ................................. 15
16 Sebaran produktivitas padi di Indramayu .............................................................................. 16
17 Padi Ciherang ..................................................................................................................... 17
18 Gabah dan beras Ciherang................................................................................................... 17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner ............................................................................................................................ 21
2 Data Curah Hujan Bulanan dan Jumlah Hari Hujan Juli 2009, Oktober 2009,
dan November 2010 ............................................................................................................. 25
3 Data Salinitas Juli 2009, Oktober 2009, dan November 2010 ............................................... 30
4 Data Sampel Ubinan November 2010 ................................................................................... 33
5 Dokumentasi Penelitian ........................................................................................................ 34
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi merupakan sumber pangan penting di
Indonesia karena peranannya sebagai sumber
makanan utama sebagian besar masyarakat. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dari waktu
ke waktu, maka upaya peningkatan produksi padi
harus terus dilakukan agar ketahanan pangan dapat
dicapai dan dipertahankan. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik, produksi padi di Indonesia
secara umum cenderung meningkat dari waktu ke
waktu walaupun pada tahun tertentu terjadi
penurunan produksi yang cukup besar akibat
kegagalan panen, baik karena bencana iklim
maupun peledakan serangan hama penyakit.
Bencana iklim yang paling sering terjadi di
Indonesia ialah bencana kekeringan dan banjir. Namun demikian pada pusat-pusat pertanaman padi
yang berada di wilayah pesisir, masalah salinitas
mulai dominan (Motamed, 2008; Yadav, 2005).
Indramayu merupakan salah satu
lumbung padi terbesar di Pulau Jawa yang berada
di wilayah pesisir yaitu di Pantai Utara Jawa.
Sebagian wilayah pertanaman padinya berbatasan
langsung dengan laut. Menurut Motamed (2008),
tingginya salinitas pada wilayah pertanaman padi
yang terletak di wilayah pesisir akan berpengaruh
besar pada fase pertumbuhan. Salinitas di sebagian wilayah dekat pantai Indramayu sangat beragam
yaitu dari 0.03 – 12.91 ds/m (Marwanto et al,
2009). Semakin tinggi nilai salinitas, tanaman akan
semakin pendek. Grattan (2002) juga menemukan
bahwa tanaman padi memiliki jumlah anakan yang
lebih sedikit apabila tumbuh pada tanah bersalinitas
tinggi. Lebih lanjut lagi penelitiannya menunjukkan
bahwa apabila salinitas tanah sudah melebihi 6
ds/m hasil padi akan menurun drastis, hingga lebih
dari 50 % hasil normal. Hal ini memberikan
kerugian yang besar bagi para petani.
Kondisi salinitas tanah pertanaman padi yang ada diwilayah pesisir juga diduga dipengaruhi
oleh kondisi hujan. Pada musim hujan salinitas
lahan diperkirakan akan turun karena pori-pori
tanah dipenuhi oleh air hujan dan intrusi air laut
akan terhalang. Akan tetapi pada musim kemarau
pada saat kondisi air tanah sudah menurun, adanya
tekanan dari air laut menyebabkan terjadinya
intrusi air laut ke darat dan kemudian diikuti
dengan meningkatnya salinitas.
Wilayah pertanaman padi yang ada di
Pantai Utara Jawa umumnya berbatasan langsung dengan garis pantai. Karena itu, kajian untuk
mempelajari hubungan antara musim dengan
kondisi salinitas tanah dan kaitannya dengan hasil
padi perlu dilakukan. Hasil kajian ini akan dapat
dimanfaatkan dalam menyusun strategi untuk
mengatasi masalah salinitas pada pertanaman padi
di wilayah pesisir.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Memetakan dan menganalisis sebaran
salinitas lahan pertanaman padi di
Indramayu dan hubungannya dengan
kondisi hujan
2. Menganalisis hubungan antara salinitas tanah dan hasil padi di Indramayu
3. Menyusun pilihan teknologi antisipasi
yang dapat digunakan untuk penanganan
masalah salinitas
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran umum Kabupaten
Indramayu
Kabupaten Indramayu secara geografis
terletak pada 107° 52° - 108° 36° Bujur Timur dan
6° 15° - 6° 40° Lintang Selatan. Indramayu terletak di daerah pesisir utara Pulau Jawa. Sebagian besar
wilayahnya merupakan dataran atau daerah landai
dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0 – 2 % dan
ketinggian 0-100 mdpl. Keadaan wilayah yang
demikian akan mempengaruhi kondisi tata air
tanah. Pada saat curah hujan yang tinggi apabila
fasilitas drainase tidak baik akan mudah terbentuk
genangan-genangan air. Sebaliknya pada saat
musim kemarau, masalah intrusi air laut akan
mudah terjadi, terutama apabila kondisi hutan
mangrove sudah mengalami degradasi atau sudah dikonversi.
Luas wilayah Indramayu yang tercatat
seluas 204.011 hektar dan memiliki 10 kecamatan
dengan 35 desa yang berbatasan langsung dengan
laut dengan panjang garis pantai 114,1 km. Suhu
udara di kabupaten ini cukup tinggi yaitu berkisar
antara 18 C - 28° C. Curah hujan rata-rata tahunan 1.428 mm, dengan jumlah hari hujan 75 hari.
2.2 Wilayah Pesisir
Menurut letak geografis dan kondisi
wilayahnya, Indramayu dapat dikatakan sebagai
wilayah pesisir. Wilayah pesisir adalah suatu
wilayah peralihan antara daratan dan lautan dimana sebagian wilayah daratannya dipengaruhi sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin. Sementara ke arah laut,
sebagian wilayah lautnya dipengaruhi oleh proses-
proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh manusia seperti pencemaran.
Menurut Rokhmin et al (2000), apabila
ditinjau dari garis pantai (coastliner) maka suatu
wilayah pesisir memiliki dua macam batas
(boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai
(longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). Penetapan batas-batas
wilayah pesisir yang sejajar dengan garis pantai
relatif lebih mudah. . Berbeda dengan penetapan
batas-batas wilayah pesisir yang tegak lurus
terhadap garis pantai. Sejauh ini belum terdapat
kesepakatan dalam penentuan batas wilayah pesisir
menurut garis tegak lurus dari garis pantai. Hal ini
menyebabkan batas wilayah pesisir pada tiap-tiap
negara berbeda-beda karena karakteristik
lingkungan, sumber daya dan sistem penetapan
batasnya tidak sama. Namun demikian, dengan meggunakan definisi tersebut, ekosistem pesisir
dapat dikatakan sebagai ekosistem yang dinamis
dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di
darat maupun di laut, serta saling berinteraksi satu
dengan yang lain.
Wilayah pesisir kabupaten Indramayu
terdiri atas pantai pasir berlumpur, kawasan hutan
mangrove dan estuaria serta pantai berpasir. Daerah
terumbu karang tidak dijumpai di daerah pesisir
Indramayu. Pemakaian lahannya sebagian besar
digunakan untuk pertambakan, pemukiman, ladang
dan industri. Marwanto dkk (2009) menyatakan bahwa wilayah Indramayu pada penelitian bulan
Januari 2009 memiliki nilai ECe yang bervariasi
antara 0,03-12,91 ds/m, dengan rata-rata curah
hujan bulanan 293 mm.
Pengembangan usaha pertanian di wilayah
pesisir merupakan salah satu bagian dari
kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan
produksi pangan nasional. Namun, pengembangan
yang dilakukan pun harus sesuai dengan tetap
memperhatikan aspek-aspek perlindungan
lingkungan sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah lingkungan seperti pencemaran perairan,
perubahan siklus air, dan meningkatnya laju
sedimentasi.
Pada wilayah pesisir, tidak dipungkiri
bahwa perembesan air asin pasti terjadi dan
berpengaruh besar terhadap kadar garam dalam
tanah (salinitas). Hal ini menyebabkan kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan usaha pertanian
seperti pembuatan saluran irigasi serta drainase
akan mempengaruhi pola tata air dan juga
pertumbuhan tanaman. Pengaruh pada pola tata air
meliputi aspek kualitas, volume, dan debit air. Pengurangan debit air sungai bagi keperluan irigasi
dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di
perairan pesisir seperti wilayah estuaria.
Berkurangnya debit air sungai mengakibatkan
jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu
sungai dan mempengaruhi tidak hanya ekosistem
perairan pantai itu sendiri tetapi juga ekosistem
daratan di sekitar perairan tersebut.
2.3 Salinitas
Salinitas tanah menunjukkan besar konsentrasi garam terlarut di dalam tanah
(Sembiring dan Gani, 2010). Lahan yang tanahnya
memiliki salinitas tinggi disebut lahan salin. Lahan
salin umumnya ditemui pada daerah yang
dipengaruhi oleh pasang surut dan intrusi air asin
lebih dari 3 bulan dalam setahun, dengan
kandungan Na dalam tanah lebih dari 8%
(Aswidinnoor et al., 2008).
Tanah yang salin dapat diukur berdasarkan
daya hantar listrik (DHL) yang tergantung pada
kadar garam yang terlarut dalam tanah.
Berdasarkan daya hantar listriknya, Follet et al
(1981) mengelompokkan tanah menjadi 3 yang
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi tanah berdasarkan DHL
(sumber : Rosita Sipayung, 2003)
Garam-garam yang menimbulkan stres
tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2,
MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air (Sipayung,
2003). Menurut Follet et al, (1981), tanah salin
memiliki pH kurang dari 8,5 dengan daya hantar
listrik lebih dari 4 mmhos/cm. Hakim dkk (1986)
menyatakan bahwa kandungan NaCl yang tinggi
pada tanah salin menyebabkan rusaknya struktur
tanah, sehingga aerasi dan permeabilitas tanah tersebut menjadi sangat rendah. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan FAO pada tahun 2005,
ciri-ciri tanah yang terkena salinitas adalah
munculnya endapan liat atau butiran-butiran kristal
garam yang terdapat di permukaan tanah.
Keretakan adalah tanda yang jelas adanya endapan
liat atau debu.
Gambar 1 Keretakan pada tanah di lahan sawah
Indramayu
(Sumber : Dokumentasi pribadi)
Salinitas adalah salah satu cekaman
abiotik yang sangat mempengaruhi produktivitas
dan kualitas tanaman khususnya di wilayah lahan
pasang surut. Semakin besar jarak lahan terhadap
sumber air garam, maka akan semakin besar
pengaruhnya terhadap tanah (S. Marwanto, 2009). Menurut Sembiring dan Gani (2010), lahan pasang
surut sangat dipengaruhi oleh pergerakan air
pasang dan mempunyai nilai salinitas yang
bervariasi. Keadaan ini, seperti yang dijelaskan
oleh Sipayung (2003), akan menghambat
pertumbuhan akar, batang, dan luas daun karena
adanya cekaman garam, yaitu ketidakseimbangan metabolik yang disebabkan oleh keracunan ion
(Na+) dan kekurangan unsur hara (N, P, dan K).
Kekeringan merupakan sumber utama dari
permasalahan salinitas khususnya di wilayah
pesisir. Soemarno (2004) menyatakan apabila
persediaan air tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan tanaman secara penuh, evapotranspirasi
aktual (Eta) akan menurun di bawah
evapotranspirasi maksimum (Etm). Pada kondisi
ini, akan berkembang stres air pada tanaman yang
akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman. Pengurangan potensi air tanah yang terjadi di akuifer daerah pantai dapat menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan hidrostatis air tawar
dan air asin. Bila tekanan hidrostatis air tawar
berkurang maka terjadi intrusi air asin yang
meningkatkan kadar garam pada akuifer.
Penyerapan yang buruk merupakan salah
satu faktor penyebab salinisasi. Cepat lambatnya
perkolasi air tanah sangat dipengaruhi oleh jenis
tanah. Tekstur tanah yang halus memiliki pori-pori
yang kecil sehingga evaporasi rendah dan
penyerapan akan menjadi sulit. Akibat lambatnya perkolasi tanah, air yang menguap dari dalam tanah
akan menarik air tanah yang melarutkan garam ke
atas, sehingga pada saat menguap akan membentuk
kerak bermuatan garam di permukaan tanah yang
sering disebut kristal garam. (Darmawidjaya dalam
Santoso, 1993). Salinitas dikombinasikan dengan
irigasi dan kondisi drainase yang buruk, dapat
mengakibatkan hilangnya kesuburan tanah secara
permanen (FAO, 2005).
2.4 Pengukuran Salinitas
Salinitas tanah dapat diketahui dengan 2 cara, yaitu dengan mengukur daya hantar listrik
(DHL) atau Electrical Conductivity (EC) atau
dengan mengambil sampel pasta tanah yang
kemudian diuji pada laboratorium. ECa dapat
diukur dengan metode induksi elektromagnetik
menggunakan alat EM38. Metode EM induktif
adalah salah satu teknik geofisika permukaan non
destruktif yang digunakan untuk mengukur
konduktivitas bawah permukaan tanah, batuan, dan
air tanah. Metode ini merupakan metode aktif
karena menggunakan sumber medan EM terkontrol. Pengukuran dapat dilakukan tanpa
elektroda maupun kontak dengan tanah, sehingga
survei sangat memungkinkan dilakukan untuk
beragam daerah geologi termasuk daerah dengan
resistivitas permukaan yang tinggi seperti pasir,
aspal, kerikil, tetapi biasanya metode ini digunakan
untuk eksplorasi dangkal (Telford, 1990).
Pada umumnya sensor EM induksi terdiri
dari dua bagian utama yaitu koil transmiter dan koil
receiver. Transmiter koil yang dialiri arus bolak
balik akan memancarkan medan EM primer ke
segala arah, sebagian dari medan elektromagnetik
ini menembus bumi dan akan berinteraksi dengan material bumi. Material yang bersifat konduktif
akan terinduksi oleh medan tersebut, dan
menimbulkan arus Eddy (telluric current). Arus ini
kemudian membangkitkan medan elektromagnetik
sekunder yang akan dipancarkan kembali ke segala
arah. Kuat lemahnya arus Eddy dan medan
elektromagnetik sekunder bergantung pada sifat
konduktif dari material bumi, semakin tinggi
konduktivitas material semakin kuat arus dan
medan sekunder yang mampu dibangkitkan.
Sesampai di permukaan bumi, medan
sekunder kemudian ditangkap oleh koil receiver sebagai data. Koil receiver akan menerima
baik medan primer maupun medan sekunder, yang
dibedakan berdasarkan fasenya. Perbedaan medan
resultan terhadap medan primer akan memberikan
informasi mengenai geometri, ukuran, dan sifat
kelistrikan dari konduktor bawah permukaan.
Sebagian besar sensor EM induktif bekerja
pada domain frekuensi dan dikembangkan dengan
sistem sounding geometri tetap. Sensor terdiri dari
dua buah koil, berfungsi sebagai transmiter dan
receiver yang terpisah pada jarak tertentu. Jarak kedua koil tersebut menjadi salah satu
variabel dalam menentukan nilai konduktivitas
tanah. Pengoperasian alat diatur pada satu nilai
frekuensi tertentu, yang telah disesuaikan dengan
target kedalaman yang dapat dijangkau oleh alat.
EM 38 dengan frekuensi arus 14.6 kHz jarak koil 1
m, sensitif hingga kedalaman 0.4 m pada mode
horisontal coplanar (Simpson et al.,2009).
Alat ini dapat digunakan untuk mengukur
salinitas tanah di lapangan secara cepat. Semakin
tinggi elektrolit dalam tanah, menandakan jumlah
garam juga semakin meningkat. EM38 akan menangkap besaran konduktivitas elektrik di dalam
tanah untuk dapat menentukan kadar garamnya.
Alat EM38 juga digunakan di propinsi NAD untuk
memantau perubahan tingkat salinitas tanah di 20
lokasi di daerah yang terkena tsunami.
Dua tipe pengukuran dengan EM38 adalah
pengukuran secara rebah (horizontal) dan tegak
(vertikal). Perbandingan nilai dari kedua cara
pengukuran tersebut dapat digunakan untuk
memperkirakan sejauh mana garam telah
terinfiltrasi (masuk) kedalam tanah. Dua posisi tersebut menghasilkan dua hasil pengukuran yaitu
EMv (vertikal) pada posisi alat tegak, yang mampu
mengidentifikasi konduktifitas hidraulik hingga
kedalaman 1,5 m. Sedangkan posisi alat rebah
menghasilkan nilai EMh (horizontal) yang mampu
mengidentifikasi konduktifitas hidraulik hingga
kedalaman 0,5 m.
Hasil pengukuran salinitas tanah dengan
EM38 dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama
tekstur tanah. Berdasarkan hal tersebut, menurut
Irhas dan M. Nasir (2010), interpretasi hasil dari
pengukuran menggunakan EM38 ini harus
disesuaikan dengan tekstur tanah yang diukur. Berikut merupakan tingkat salinitas tanah pada
berbagai tekstur tanah.
Tabel 2 Klasifikasi nilai salinitas berdasarkan
tekstur tanah
(sumber : McKenzie, 1988)
2.5 Toleransi tanaman terhadap salinitas
Jenis tanaman bervariasi dalam hal
sensitifitas terhadap tanah yang berkadar garam
tinggi. Beberapa tanaman dapat mengatasi kadar
garam yang tinggi pada tanah, sedangkan yang lain tidak. Spesies-spesies tanaman yang hanya
mentoleransi konsentrasi garam rendah termasuk
dalam kelompok tanaman glikofita, dan spesies-
spesies tanaman yang mentoleransi konsentrasi
garam tinggi termasuk kelompok tanaman halofita
(Sipayung, 2003). Sensitifitas tanaman terhadap
keberadaan garam ini, sering disebut dengan
toleransi garam.
Menurut Oosterbaan (1992), tekanan
osmosis merupakan pergerakan air dari tempat
dengan konsentrasi garam rendah (tanah) ke tempat yang memiliki konsentrasi garam tinggi
(bagian dalam dari sel-sel akar). Jika konsentrasi
garam pada tanah lebih tinggi dibandingkan dengan
di dalam sel-sel akar, maka tanah akan menyerap
air dari akar, dan tanaman akan layu dan mati. Ini
merupakan prinsip dasar bagaimana salinisasi
mempengaruhi produksi tanaman (FAO, 2005).
Padi merupakan salah satu tanaman
pangan yang paling sering ditemukan, dan
merupakan makanan pokok dari setengah populasi
dunia. Tetapi amat disayangkan bahwa tanaman
padi bukan merupakan tanaman yang resistan terhadap salinitas (Zeng et al., 2004). Salinitas
dapat menjadi masalah utama dalam pertumbuhan
tanaman padi, khususnya di daerah kering dan
pesisir (Ashraf dan Harris, 2004). Besarnya
pengaruh yang ditimbulkan pada pertumbuhan
tanaman padi tergantung dari besarnya nilai
salinitas.
Brinkman dan Singh (1982) menjelaskan
lebih lanjut mengenai gejala keracunan garam pada
tanaman padi berupa tanaman menjadi lebih
pendek, berkurangnya anakan, ujung-ujung daun
berwarna keputihan dan sering terlihat bagian yang
khlorosis pada daun. Kondisi seperti ini, apabila
dibiarkan terus-menerus, akan menyebabkan
kematian pada tanaman. Follet et all (1981) juga menyatakan
bahwa pada tanah yang salin, kandungan larutan
garam dalam tanah dapat menghambat
perkecambahan, penyerapan unsur hara dan
pertumbuhan tanaman. Pada tanah sodik, garam
yang terlarut dalam tanah relatif rendah dan
keadaan tanah cenderung terdispersi dan tidak
permeable terhadap air hujan serta air irigasi.
Tingkat toleransi garam ini dapat dilihat melalui
nilai konduktivitas elektriknya atau EC. Penentuan
konduktivitas elektrik dari salinitas tanah dapat
dilakukan dengan mengambil sampel tanah untuk dilakukan uji laboratorium. Caranya adalah dengan
mengalirkan arus listrik dalam sel kaca
menggunakan dua elektroda pada larutan ekstrak
tanah hasil pengukuran. Satuan dari salinitas tanah
ini dinyatakan dalam decisiemens per meter (ds/m).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Yadaf dan Ibrol (1988), berdasarkan besaran
konduktivitasnya, salinitas dibagi menjadi lima
bagian seperti tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Klasifikasi nilai salinitas dan efeknya terhadap tanaman
(sumber : Sipayung, 2003)
Penelitian dari Hayuningtyas (2010)
mengenai uji toleransi padi terhadap salinitas
membuktikan bahwa salinitas sangat
mempengaruhi tanaman padi khususnya pada tahap
perkecambahan biji yang akan tumbuh. Salinitas mengakibatkan kekeringan pada tanaman.
Mencegah akar melakukan kegiatan osmosis
dimana air dan nutris-nutrisi bergerak dari area
berkonsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Oleh
sebab itu, karena kadar garam dalam tanah tersebut,
air dan nutrisi tidak dapat berpindah ke akar
tanaman. Semakin bertambahnya tingkat salinitas
tanah, tekanan pada pengecambahan juga
bertambah tinggi. Suwarno (1983) menyatakan
bahwa salinitas dapat menyebabkan kerusakan
daun, memperpendek tinggi tanaman, menurunkan
jumlah anakan, bobot 100 butir gabah, bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman, serta hasil gabah,
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang
akar.
Garam mempengaruhi pertumbuhan
tanaman sebab memiliki unsur sodium yang dapat
menyerap unsur garam secara berlebih. Gejala awal
terjadinya salinitas adalah warna daun menjadi
lebih gelap daripada warna normalnya. Selain
warna menjadi lebih gelap, ukuran daun juga
menjadi lebih kecil dari biasanya dengan jarak
tangkai daun pada batang menjadi lebih pendek.
Puncaknya adalah daun berubah warna menjadi kuning dan tepi daun mati (Gambar 2).
Gambar 2 Nekrosis sebagai akibat salinitas pada
tanaman
(sumber : www.deptan.go.id)
Terjadinya nekrosis (matinya jaringan)
pada bagian ujung dan tepi daun disebabkan oleh
pengaruh akumulasi ion Cl pada daun. Kerusakan
daun akan terjadi apabila akumulasi ion Cl dalam
tanaman mencapai lebih dari 2% (Francois 1982
dalam Yahya (1987)). Dominansi dari kadar garam
ditandai dengan kation Calsium (Ca), Magnesium
(Mg), Sodium (Na) dan anion Sulfat (SO4). Apabila
konsentrasi Na tinggi atau tidak seimbang dengan
nilai Ca dan Mg, maka kesuburan tanah akan terganggu. Muatan positif pada kation Na akan
bereaksi dengan muatan negatif pada partikel liat di
tanah, akibatnya tanah menjadi lengket atau lekat
pada saat basah serta keras dan rapat pori-porinya
pada saat kering. Pada umumnya, tanaman yang
dapat mentolerir kekeringan lebih baik, akan dapat
mentolerir salinitas lebih baik pula.
Salinitas sering terjadi pada daerah dataran
rendah dengan iklim kering dan permukaan air
tanah yang tinggi. Dataran yang rendah dan
permukaan air yang tinggi akan mengakibatkan
berlangsungnya proses infiltrasi air laut dengan
mudah, sedangkan iklim yang kering memiliki
curah hujan yang rendah sehingga pencucian garam
dalam tanah akan sulit dilakukan. Pada tanah yang
salin, sering ditemukan butiran seperti kristal, atau
sering disebut sebagai kristal garam (Gambar 3).
Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan kelembapan tanah antara bagian bawah
dengan bagian permukaan tanah, sehingga terjadi
peristiwa kapiler dimana air dan garam yang
terlarut akan bergerak ke atas dan mengendapkan
garam di daerah perakaran dan bagian atas tanah.
Faktor-faktor lain penyebab terjadinya salinitas
adalah penggunaan pupuk dengan dosis yang
tinggi, kontaminasi garam pada air irigasi, dan
infiltrasi air laut.
Gambar 3 Kristal garam dalam tanah di lahan
sawah Indramayu
(sumber : Dokumentasi Pribadi)
Sifat fisik tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah dengan pH
4–7. Pada padi sawah, penggenangan akan
mengubah pH tanah menjadi netral (7). Pada
prinsipnya, tanah berkapur dengan pH 8,1–8, 2
tidak merusak tanaman padi (Warintekristek,
2008). Tanaman padi dapat tumbuh di daerah
tropis/subtropis pada 45° LU– 45° LS, mulai dari
dataran rendah sampai dataran tinggi dengan cuaca
panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan
4 bulan. Pada dataran rendah padi memerlukan
ketinggian tempat 0–650 m dpl dengan temperatur 22° C–27° C sedangkan di daerah dataran tinggi
dibutuhkan 650–1.500 m dpl dengan temperatur
19° C–23° C. Rata–rata curah hujan yang baik
adalah 200 mm/bulan atau 1500–2000 mm/tahun
(Warintekbantul, 2008).
Kondisi iklim juga sangat mempengaruhi
toleransi tanaman terhadap salinitas. Kerugian lebih
banyak dirasakan pada musim kemarau dimana
pada saat itu curah hujan sedikit, sedangkan pada
musim hujan terjadi pencucian garam secara
berkesinambungan sehingga kadar garam dalam
tanah tidak setinggi pada saat kemarau. Pada
penelitian yang dilakukan Yadaf (2004), tanaman
memiliki nilai toleransi yang lebih tinggi terhadap
salinitas pada daerah yang relatif lebih lembab dan
dingin Kondisi salinitas tanah sangat ditentukan
oleh ketinggian lahan, kondisi porositas tanah,
kelembaban tanah, tekstur, iklim dan jaringan irigasi aktif (Rhoades, 1989).
Menurut Yadaf (1988), ada tiga faktor
yang mempengaruhi toleransi tanaman terhadap
salinitas, yaitu (1) tahap pertumbuhan, (2) faktor
lingkungan, dan (3) varietas tanaman itu sendiri.
Tahap pertumbuhan merupakan tahap yang penting
dimana pengaruh salinitas akan jelas melalui
kecepatan perkecambahannya, berkurangnya tinggi
tanaman dan jumlah anakan. Dobermann dan
fairhurst (2000) menyimpulkan bahwa padi relatif
lebih toleran terhadap salinitas saat
perkecambahan, tapi tanaman juga dapat dipengaruhi saat pindah tanam, bibit masih muda,
dan pembungaan.
Marwanto dkk (2009) melalui sebuah
penelitian menjelaskan bahwa semakin jauh dari
pantai, jumlah tanaman padi yang terkena salinitas
mulai berkurang. Hasil pengukuran salinitas di
lapangan menggunakan alat EM38 juga
menunjukkan hal yang sama dimana kadar salinitas
sawah semakin berkurang ke arah daratan, menjauh
dari pantai. Akan tetapi untuk wilayah yang
memiliki jalur drainase yang bermuara ke laut, tingkat salinitas lahan di sekitarnya juga tinggi
yang disebabkan karena intrusi air laut ke daratan
tersebut dapat melalui saluran drainase ini.
Faktor-faktor utama yang membatasi
tanah yang salin dalam pertumbuhan tanaman
adalah air (irigasi) dan nutrisi atau unsur hara
(Eynard et al., 2005). Menurut Bray (1993),
Salinitas yang tinggi menyebabkan terjadinya
keracunan unsur hara serta stres air pada tanaman
yang menyebabkan terganggunya aktivitas
membran sel, enzim-enzim, dan unsur-unsur yang
penting dalam proses fotosintesis. Respon yang diberikan oleh tanaman tersebut adalah dengan
mengumpulkan unsur-unsur metabolisme yang
penting dalam sitoplasma untuk mengatasi
permasalahan stres air (Muns, 2002). Dampak yang
ditimbulkan salinitas terhadap tanaman padi
tergantung dari beberapa faktor yaitu intensitas
stres, klimatologi, dan nilai resistansi masing-
masing tanaman (Asch dan Wopereis, 2001). Hoai
et al. (2005) menyatakan bahwa salinitas dapat
mempengaruhi akumulasi unsur Amonium dan
menurunkan klorofil dalam daun. Gambar 4 menunjukkan pengaruh dari
nilai salinitas terhadap produktivitas padi pada tiap
tahapan pertumbuhan. Pada gambar 4(a), terlihat
bahwa salinitas sangat mempengaruhi jumlah bulir
pada tiap malai pada proses perkecambahan.
Jumlah bulir terbanyak terjadi pada saat nilai
salinitas rendah yaitu 1 ds/m. Pada saat nilai
salinitas meningkat, jumlah bulir dalam anakan
mengalami penurunan sampai dengan 25 %.
Gambar 4(c) juga menunjukkan bahwa
salinitas memberikan pengaruh nyata terhadap
persentase rasio antara jumlah anakan dan malai pada fase pembentukan malai, bukan pada fase
perkecambahan. Sedangkan pada gambar 4(d)
terlihat bahwa tingga rendahnya nilai salinitas tidak
berpengaruh pada total jumlah bulir tiap malai.
Berdasarkan grafik-grafik tersebut, terlihat bahwa
pengaruh dari salinitas sangat nyata terlihat pada
fase perkecambahan.
Panduan mengenai salinitas pertama kali
dikembangkan oleh Maas dan Hoffman (1977)
yang menyatakan bahwa toleransi tanaman
terhadap salinitas dapat diketahui dengan
memplotkan produktivitas sebagai fungsi yang berkelanjutan pada salinitas tanah. Penelitian
tersebut dilakukan pada tahun 1959 sampai dengan
1972 pada lahan yang sudah tidak terpakai. Sejak
saat itu, Hasil ini menjadi panduan internasional
dan digunakan sebagai acuan dalam penelitian
lainnya. Pada tahun 2010, sebuah penelitian
dilakukan di Iran, untuk mengetahui perbedaan
hasil produktivitas tanaman padi dengan perlakuan
salnitas yang berbeda-beda.
Penelitian yang dilakukan oleh M. K.
Motamed et al. mengenai hubungan antara proses pertumbuhan tanaman padi dengan salinitas
memberikan informasi mengenai seberapa besar
salinitas mempengaruhi pertumbuhan padi
khususnya pada tiap-tiap tahapan pertumbuhan,
terlihat pada Gambar 5. Penelitian tersebut
memperbandingkan hasil tanaman padi yang
dikenakan perlakuan nilai salinitas yang berbeda-
beda dalam setiap tahap pertumbuhannya, yaitu
0.8, 2, 4, 6, dan 8 ds/m. Penelitian tersebut
dilakukan dalam rumah kaca buatan dan
menggunakan 8 jenis varietas padi yang berbeda
guna menguji ketahanan dari masing-masing varietas.
Berdasarkan grafik pada Gambar 5,
diketahui bahwa pada beberapa aspek dalam
pertumbuhan tanaman padi, terdapat penurunan
hasil dengan meningkatnya nilai salinitas. Aspek-
aspek yang dipengaruhi nyata oleh salinitas adalah
tinggi tanaman, total bulir dalam malai, jumlah
malai, dan berat 100 bulir. Panjang tanaman
semakin berkurang dan mencapai titik
minimumnya pada nilai salinitas tertinggi yaitu 8
ds/m. Berkurangnya tinggi tanaman menyebabkan jumlah daun yang diproduksi lebih sedikit,
sebagaimana diketahui bahwa daun adalah tempat
terjadinya fotosintesis. Akibatnya jumlah malai dan
anakan pun juga akan cenderung sedikit. Salinitas
tidak berpengaruh terhadap kesuburan tanaman,
demikian pula dengan jumlah anakan yang berisi
maupun yang kosong.
(a)
(b)
)
(c)
(d)
Gambar 4 Dampak kenaikan salinitas pada tahapan pertumbuhan padi (a) jumlah bulir terisi (b) persentase
rasio jumlah malai padi dan anakan. (c) persentase berat jerami (d) total jumlah bulir per malai
(sumber : Hassan, 2012)
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
Gambar 5 Hubungan antara salinitas dengan variabel pengukuran padi (a) tinggi tanaman (b) anakan kosong
(c) bulir kosong (d) kesuburan (e) jumlah anakan (f) jumlah bulir pada malai (g) jumlah malai (h)
berat 100 bulir
(sumber : Motamed et al, 2008)
Tinggi tanaman Jumlah anakan
Anakan kosong Total bulir tiap malai
Bulir kosong Jumlah malai
Kesuburan Berat 100 bulir
Pada penelitian ini, salah satu hal yang
sangat berpengaruh dalam proses penentuan
hubungan antara produktivitas tanaman padi
dengan salinitas adalah hubungan antara berat 100
butiran padi dengan salinitas tersebut. Pada
Gambar 6, terlihat bahwa persentase tertinggi didapat pada saat nilai salinitas terendah yaitu
mendekati 0 ds/m.
Gambar 6 Diagram hubungan persentase
produtivitas lahan dan salinitas
(sumber : Motamed et al, 2008)
Nilai R2 yang didapat dari persamaan
diatas adalah sebesar 0.9965 yang artinya data-data
yang digunakan adalah akurat dan hasilnya
memiliki nilai korelasi yang tinggi. Persentase
produktivitas lahan terendah didapat pada saat nilai salinitas mencapai 6 ds/m, yaitu hanya sebesar 20
%. Penurunan terjadi secara bertahap seiring
dengan bertambahnya salinitas. Pada nilai salinitas
1 ds/m, produktivitas masih dapat dipertahankan.
Perubahan terlihat secara signifikan pada saat
salinitas mencapai angka 4 ds/m, yaitu terjadi
penurunan sebesar 60 %.
Hasil yang didapat oleh Motamed (2008)
ini berkesesuaian dengan penelitian yang dilakukan
oleh Grattan (2002) yang juga melakukan uji coba
untuk membandingkan tinggi tanaman padi yang dikenai berbagai perlakuan salinitas dengan
tanaman padi dengan perlakuan normal. Penelitian
tersebut dilakukan pada tahun 1996 dengan
menggunakan ring metal berdiameter 8 kaki.
Perlakuan salinitasnya mencakup 0.4, 1, 2, 4, 6, 8,
dan 10 ds/m. Perbedaan tinggi tanaman terlihat
secara nyata pada masing-masing perlakuan
salinitas. Hasil penelitiannya dapat dilihat pada
Gambar 7.
Berdasarkan Gambar 7, dapat terlihat
perbedaan tinggi tanaman serta jumlah anakan pada
setiap perlakuan. Tanaman padi dengan perlakuan salinitas yang paling tinggi, memiliki jumlah
anakan yang paling sedikit. Tinggi tanamannya pun
terlihat berbeda secara nyata, dimana tanaman padi
yang paling tinggi adalah yang mendapat perlakuan
salinitas paling kecil, yaitu 0.3 ds/m. Persamaan
hasil produktivitas padi dengan nilai salinitas dapat
dilihat pada Gambar 8.
Gambar 7 Tinggi tanaman pada berbagai tahapan
salinitas
(sumber : Grattan, 2002)
Gambar 8 Persamaan hubungan antara nilai
salinitas musiman terhadap
produktivitas padi
(sumber : Grattan, 2002)
Pada gambar 8 didapat berdasarkan hasil
studi lapangan pada tahun 1996-1997 tentang produktivitas padi dan kenaikan salinitas.
Penurunan produksi terlihat pada saat nilai salinitas
di sawah mengalami kenaikan sebesar 1.9 ds/m.
Hasil persamaan yang didapat menunjukkan
berkurangnya produktivitas padi seiring dengan
bertambahnya nilai salinitas, dimana pada nilai
salinitas tertinggi yaitu 12 ds/m, produktivitas padi
mencapai angka 0. Penurunan terbesar terjadi pada
saat nilai salinitas sebesar 9 ds/m. Menurut Grattan
(2002), identifikasi pengaruh salinitas pada tiap-
tiap pertumbuhan tanaman padi sangat berguna untuk mengatur sistem irigasi sehingga dapat
mengontrol nilai salinitas.
III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan November 2010
bertempat di Kabupaten Indramayu. Lokasi
penelitian ialah pada kecamatan yang memiliki luas
sawah besar dan berdekatan dengan garis pantai.
Data hasil pengumpulan dari lapangan dianalisis di
Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika
dan Meteorologi IPB.
3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam
penelitian ini ialah :
1. Kuesioner yang digunakan dalam survei untuk
mempelajari sistem usaha tani padi (Lampiran
1)
2. Data hujan harian dari 17 stasiun (Gambar 9)
untuk bulan Juli 2009, Oktober 2009, dan
November 2010, yaitu bulan-bulan waktu
pengukuran salinitas
3. EM38, alat untuk mengukur salinitas (Gambar
10) diperlukan untuk analisis data
Gambar 9 Lokasi Stasiun Hujan di Indramayu
(sumber : Dinas Pertanian Indramayu,
2010)
(a)
(b)
Gambar 10 Alat EM38 untuk pengukuran salinitas secara (a) horizontal (b) vertikal
(sumber : Dokumentasi pribadi)
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa
tahapan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.
Tahap pertama ialah melakukan studi literatur
tentang kajian dampak salinitas terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dan survei lapang SUT dengan menggunakan kuesioner
pada Lampiran 1.
Tahap kedua ialah melakukan pengukuran
salinitas di kecamatan yang sudah dipilih pada
beberapa titik pengamatan pada bulan November
2010. Titik pengamatan salinitas ditetapkan pada
lokasi yang sama dengan lokasi tempat pengukuran
hasil ubinan padi yang dipanen pada bulan
November 2010. Untuk mempelajari pengaruh
kondisi hujan terhadap salinitas, penelitian ini juga
menggunakan data hasil pengukuran salinitas yang
dilakukan pada bulan Juli dan Oktober 2009 oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian-
Departemen Pertanian. Periode waktu pengambilan
sampel ubinan dan salinitas dilakukan selama
periode pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Gambar 12).
Tahap ketiga ialah melakukan analisis data
yang diperoleh dari Tahap 1 dan 2 untuk menyusun
peta sebaran kondisi salinitas dan hubungannya
dengan kondisi hujan, menyusun persamaan
hubungan antara salinitas dengan hasil tanaman
padi dan alternatif teknologi usahatani untuk mengatasi masalah salinitas.
Gambar 11 Diagram Alir Penelitian
Gambar 12 Periode Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Penelitian
3.3.1 Survei Lapang Survei lapang terhadap SUT padi
dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara mendalam (In-depth Intervew).
Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alas
an. Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami
petani, tetapi juga memungkinkan peneliti
mendapat informasi lain yang dirasa penting.
Kedua, apa yang ditanyakan kepada petani bisa
mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang
berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan
juga masa mendatang.
Responden yang dipilih dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode purposive
sampling atau pemilihan secara sengaja sebanyak
40 responden. Ketentuan responden yang dipilih
adalah petani-petani yang lahan sawahnya dipilih untuk pengukuran salinitas dan menjadi bahan
sampel ubinan. Setiap petani mewakili satu
kelompok petani. Responden yang dipilih terdiri
dari petani dengan tipe pengairan lahan irigasi dan
tadah hujan.
3.3.2 Metode Pengukuran Salinitas dan
Sampel Ubinan
Pengukuran salinitas dan hasil padi ubinan
dilakukan pada bulan November 2010. Salinitas
diukur dengan alat EM-38, dengan dua kali pengukuran yaitu secara vertikal dan horizontal.
Pada satu titik pengamatan dilakukan
pengambilan contoh sebanyak 10 kali baik secara
vertikal dan horizontal dan kemudian dihitung nilai
rata-ratanya. Sedangkan data hasil padi diukur
dengan pengambilan sampel ubinan berukuran 2.5
x 2.5 meter. Banyak titik pengukuran salinitas dan pengambilan contoh ubinan ialah sebanyak 32 titik
(Gambar 13).
3.3.3 Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mempelajari
pola sebaran kondisi salinitas tanah dan
hubungannya dengan kondisi hujan dengan
menyusun data jumlah hujan dan banyak hari hujan
dari semua stasiun hujan (Gambar 9) dan data hasil
pengamatan salinitas pada semua titik pengamatan
(Gambar 13) selama periode pengamatan salinitas
ke dalam software Surfer 10. Software Surfer 10 selanjutnya dijalankan dengan menggunakan
metode Kriging. Hasil dari proses ini adalah pola
sebaran salinitas dan juga pola sebaran tinggi hujan
dan banyak hari hujan. Langkah berikutnya
dilakukan analisis visual untuk melihat hubungan
antara pola sebaran salinitas dan kondisi hujan.
Selanjutnya untuk menyusun hubungan antara
salinitas dan hasil tanaman, data hasil padi dari
pengukuran ubinan dan salinitas dianalisis dengan
menggunakan teknik regresi. Bentuk-bentuk
hubungan yang diperoleh dari hasil kajian literatur digunakan sebagai referensi dalam menentukan
bentuk persamaan hubungan yang akan dibangun.
Gambar 13 Lokasi titik-titik pengamatan salinitas dan pengambilan sampel ubinan
(sumber : Balai Penelitian Tanah, 2010)
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemetaan salinitas, curah hujan, dan
jumlah hari hujan
Indramayu merupakan salah satu
penghasil padi terbesar di Jawa Barat. Jenis persawahan yang ditemui di wilayah Indramayu
adalah sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Letak
Indramayu yang berbatasan langsung dengan laut
menimbulkan permasalahan salinitas yang sangat
berpengaruh terhadap hasil produktivitas. Curah
hujan merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam situasi ini dikarenakan fungsinya sebagai
pencuci garam dalam tanah.
Pada bulan Juli 2009 curah hujan di
wilayah Indramayu cenderung rendah dengan nilai
tertinggi adalah 6 mm pada stasiun Bulak dan
Bangkir. Kecamatan yang dicakup adalah desa Pamayahan, Bulak, Karangsinom, Soge, Muntur,
Santing, dan sebagian wilayah Karanganyar. Nilai
terendahnya adalah tidak ada hujan pada stasiun
Cikedung Sukadana, Tugu, Sumurwatu, Losarang,
Sudimampir Lor, Kedokan Bunder, dan Bondan.
Stasiun-stasiun tersebut mencakup wilayah Selatan
Indramayu dan sebagian wilayah dekat laut seperti
desa Brondong, Indramayu. Jumlah hari hujan
tertinggi terdapat pada wilayah stasiun Bangkir dan
Cidempet yaitu selama 2 hari.
Pada Gambar 14 terlihat perbandingan antara 3 variabel yaitu curah hujan, jumlah hari
hujan, serta nilai salinitas. Perbandingan antara 3
variabel tersebut ditunjukkan dengan skala warna.
Warna merah menunjukkan curah hujan rendah,
sedangkan warna biru menunjukkan curah hujan
tinggi. Demikian juga dengan jumlah hari hujan,
warna merah menunjukkan intensitas hujan rendah
dan warna biru menunjukkan intensitas hujan
tinggi. Variabel salinitas ditunjukkan dengan warna
merah yang didefinisikan sebagai wilayah rawan
salinitas, serta warna biru yang didefinisikan
sebagai wilayah dengan salinitas rendah. Berdasarkan Gambar 14, terlihat kesesuaian pola
hubungan antara ketiga variabel tersebut.
Wilayah dengan curah hujan tinggi dan
jumlah hari hujan yang banyak memiliki nilai
salinitas yang rendah, tepatnya di daerah Barat Laut
Indramayu yang berbatasan langsung dengan laut.
Nilai salinitas yang tinggi terdapat pada Desa
Brondong, Kecamatan Indramayu, dimana pada
wilayah tersebut jumlah hari hujannya banyak
tetapi curah hujannya relatif rendah. Nilai
salinitasnya mencapai 10.54 ds/m. Rendahnya curah hujan disertai dengan permasalah salinitas di
wilayah pesisir Indramayu mengakibatkan banyak
kesulitan bagi petani. dimana mereka tidak dapat
menanam apapun di lahannya.
Selain itu juga, nilai salinitas yang rendah
pada wilayah Barat Laut Indramayu (Patrol,
Kandanghaur) menyebabkan terjadinya alih fungsi
lahan dari lahan pertanian menjadi lahan garam
atau tambak. Bulan Juli merupakan puncak musim
kemarau dengan rata-rata curah hujan bulanannya
kurang dari 2 mm. Menurut Soemarno (2004)
apabila persediaan air tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan tanaman secara penuh,
evapotranspirasi aktual (Eta) akan menurun di bawah evapotranspirasi maksimum (Etm). Pada
kondisi ini, akan berkembang stres air di dalam
tanaman yang akan berpengaruh buruk terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman.
Ketersediaan air yang kurang ditambah
dengan jarak lahan yang dekat dengan laut
mengakibatkan turunnya tingkat kesuburan tanah di
wilayah tersebut karena terkena salinitas. Masalah
utama yang dihadapi adalah keretakan pada lahan
serta banyaknya kristal garam pada permukaan
tanah yang sangat terlihat jelas di sepanjang
wilayah pesisir Indramayu pada bulan tersebut. Pada bulan Oktober 2009, sebaran curah hujan di
wilayah Indramayu didominasi oleh warna merah.
Nilai tertinggi yang tercatat adalah 41 mm pada
stasiun Krangkeng dengan cakupan wilayah desa
Krangkeng, Kapringan, dan Kali Anyar.
Nilai terendahnya adalah tidak ada hari
hujan yaitu pada stasiun Cikedung dengan cakupan
wilayah desa Loyang dan Cikedung Lor. Rata-rata
curah hujan pada bulan Oktober 2009 adalah
sebesar 18 mm. Terdapat sedikit perbedaan antara
curah hujan bulan Juli dengan bulan Oktober. Hal tersebut juga berdampak pada produktivitas padi
pada bulan-bulan terkait.
Jumlah hari hujan terbanyak adalah 4 hari
tercatat pada wilayah Stasiun Bangkir, Cidempet,
dan Jatibarang. Sedangkan pada beberapa stasiun
lainnya tidak turun hujan sama sekali. Tanaman
padi membutuhkan air untuk hidup. Variasi jumlah
hari hujan ini juga dapat mengakibatkan fluktuasi
nilai produktivitas padi di wilayah Indramayu.
Kesesuaian pola terlihat pada nilai salinitas yang
tinggi pada wilayah dengan intensitas hujan yang
tinggi, tetapi curah hujannya rendah. Menurut Sipayung (2003), kadar garam
yang tinggi pada tanah menyebabkan terganggunya
pergerakan air dari tanah menuju akar, akibatnya
tanaman akan kekurangan air, bahkan air dari
tanaman itu sendiri akan diserap oleh tanah,
sehingga pertumbuhannya akan terhambat. Irigasi
dapat menjadi salah satu solusi yang baik untuk
mengatasi hal tersebut karena air memiliki nilai pH
yang sangat netral sehingga dapat membantu proses
pencucian garam pada lahan sehingga tanah dapat
berfungsi lebih maksimal. Lahan yang diairi dengan baik (irigasi atau curah hujan) akan dapat
mengurangi permasalahan salinitas.
Nilai salinitas tertinggi pada bulan
Oktober tercatat sebesar 7.83 ds/m, tepatnya pada
wilayah desa Brondong. Lahan persawahan di
daerah ini sebagian terletak di pinggir sungai yang
mengarah ke laut. Tanpa adanya irigasi yang baik
atau curah hujan yang tinggi, hal ini merupakan
Gambar 14 Pemetaan Sebaran Salinitas Tanah, Curah Hujan, dan Jumlah Hari Hujan di Indramayu
(sumber : Balai Penelitian Tanah dan Dinas Pertanian Indramayu, 2010)
13
salah satu penyebab tingginya salinitas di wilayah
tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Yadraf dan Ibrol (1988), angka tersebut termasuk
kategori salinitas sedang. Sebaran salinitas pada
bulan Juli dan Oktober mengindikasikan hal yang
sama, yaitu jarak antara laut dengan lahan pertanian berpengaruh terhadap besar nilai salinitas tanah di
wilayah tersebut. Semakin mendekati laut, nilai
salinitasnya menjadi lebih tinggi dan demikian pula
sebaliknya.
Sebaran curah hujan pada bulan
November 2010 didominasi dengan warna biru,
yang artinya pada bulan ini curah hujannya relatif
tinggi, dengan rata-rata curah hujannya sebesar 268
mm. Curah hujan tertinggi terdapat pada wilayah
Stasiun Sukadana dengan angka 325 mm.
Sedangkan curah hujan terendah terjadi di wilayah
stasiun Lohbener dengan angka 37 mm. Jumlah hari hujan pada bulan November juga termasuk
tinggi, apabila dibandingkan pada bulan-bulan hasil
penelitian yang sebelumnya, yaitu Juli dan Oktober
2009.
Rata-rata jumlah hari hujan pada bulan
November adalah 11 hari per stasiun dalam
sebulan. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi di
wilayah Jutinyuat selama 15 hari. Sedangkan angka
terendahnya terjadi di wilayah Lohbener dengan 4
hari kejadian hujan. Angka tersebut masih lebih
tinggi dari jumlah hari hujan di bulan Juli dan Oktober. Berkebalikan dengan curah hujan dan
jumlah hari hujannya, variabel salinitas didominasi
oleh warna biru tua, yang berarti memiliki sebaran
dengan nilai yang rendah. Hal ini sangat sesuai,
dikarenakan curah hujan serta jumlah hari hujan
yang tinggi dapat membantu proses pencucian
garam di dalam tanah, sehingga tanah dapat
berfungsi lebih maksimal dan mengurangi angka
salinitas di daerah tersebut. Akan tetapi, walaupun
perbedaan curah hujan pada bulan Juli dan Oktober
2009 sangat besar dibandingkan dengan curah
hujan bulan November 2010, nilai salinitas yang didapatkan dari hasil penelitian tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada bulan
November 2010, dapat diketahui bahwa semakin
mendekati laut, nilai salinitas cenderung akan
meningkat, tetapi tidak dipungkiri bahwa banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi selain daripada
jaraknya terhadap laut, curah hujan, dan jumlah
hari hujan. Faktor tersebut antara lain jenis tanah
yang dapat menyimpan kapasitas air lebih baik.
Tanah dengan pori-pori yang kecil akan menghambat pergerakan air sehingga penyerapan
air dengan kandungan garam yang tinggi akan
menjadi sulit. Selain itu faktor lain yang
menyebabkan hal tersebut adalah terjadinya
konversi lahan di beberapa lokasi di Indramayu.
Lahan yang tadinya dialokasikan untuk kegiatan
pertanian berubah menjadi lahan garam, tambak,
dan rawa-rawa.
Salinitas memberikan pengaruh yang
besar pada saat musim kemarau. Pada musim
kemarau, ketersediaan air tanah menurun sehingga
tanah menjadi kering. Kekeringan menyebabkan tanah mengalami keretakan, akibatnya intrusi air
asin dapat dengan mudah terjadi. Penyerapan air
laut tersebut mengakibatkan akumulasi garam
sehingga konsentrasi garam dalam tanah
meningkat. Tanaman membutuhkan kandungan air
yang cukup dalam tanah untuk dapat melakukan
pertumbuhan. Kondisi tanah dengan kapasitas air
yang rendah serta akumulasi garam yang tinggi
menyebabkan tanaman kesulitan bertumbuh
sehingga akan menyebabkan kematian.
Pengaruh curah hujan pada penurunan
nilai salinitas terletak pada konsentrasi air yang terserap ke dalam tanah. Curah hujan yang turun ke
permukaan bumi memiliki pH yang hampir, atau
bisa diasumsikan, netral. Curah hujan yang jatuh ke
bumi dan terserap ke dalam tanah akan berikatan
dengan kation-kation garam dalam tanah sehingga
akan menurunkan konsentrasi garam di dalam
tanah.
4.2 Analisis hubungan produktivitas padi
dengan salinitas
Salinitas merupakan masalah utama pada lahan pertanian di wilayah pesisir. Permasalahan
tersebut berpengaruh terhadap hasil produktivitas
padi di wilayah Indramayu. Mengetahui hal
tersebut, ada juga petani yang akhirnya
menkonversi lahannya menjadi lahan garam atau
tambak. Kondisi ini merupakan bentuk adaptasi
dari sistem pertanian yang umumnya dilakukan di
wilayah dataran rendah (650 mdpl) dengan pH
tanah 4-7. Oleh sebab itu dibutuhkan perlakuan
yang berbeda pada sistem usaha pertanian yang
diterapkan.
Sampel produksi panen yang diambil pada pengamatan akan menentukan banyaknya hasil
panen di wilayah pesisir Indramayu yang rentan
terhadap bencana salinitas. Salinitas tanah yang
tinggi akan menurunkan hasil panen karena kadar
garam tinggi dalam tanah akan menghambat aliran
air serta unsur hara dalam tanah. Hubungan
produktivitas padi dan salinitas tersedia pada
Gambar 15. Berdasarkan diagram pada Gambar 15,
terlihat bahwa hasil plot titik-titik tersebut
menyebar dan peningkatan salinitas tidak diikuti
dengan adanya perbedaan nyata terhadap produktivitas padi. Persamaan yang didapat adalah
sebagai berikut.
y = -0.0608x + 3.1214
Persamaan yang didapat pada penelitian
ini kurang berkesesuaian dengan persamaan yang didapat oleh Grattan (2002) pada Gambar 8.
Terdapat penurunan yang nyata pada produktivitas
padi seiring dengan bertambahnya nilai salinitas.
Penurunan secara signifikan terjadi pada saat nilai
salinitas 8 menuju 9 ds/m dengan penurunan
produktivitas sebesar 70 %. Sedangkan pada
diagram yang didapat dari hasil penelitian, sampai
dengan nilai salinitas 7 ds/m masih belum
ditemukan penurunan produktivitas padi secara
signifikan.
Pada penelitian yang dilakukan Grattan
(2002) terjadi penurunan produktivitas sebesar 40 % pada nilai salinitas 6 ds/m, berbeda dengan
produktivitas padi yang didapat pada penelitian ini.
Produktivitas padi yang didapat dari penelitian ini
hanya berkisar pada angka 2 kg sampai dengan 3
kg per 2.5 m2 atau sekitar 4 ton/ha, walaupun nilai
salinitasnya fluktuatif antara 1 sampai dengan 6
ds/m.
Gambar 16 menunjukkan sebaran
produktivitas padi di Indramayu selama bulan
November 2010. Sebaran ditunjukkan dengan skala
warna, dengan warna hijau sebagai indikasi lahan memiliki produktivitas yang baik sedangkan warna
putih menunjukkan lahan memiliki produktivitas
kurang baik. Hasil produktivitas padi terbesar
dicapai di desa Pamayahan dengan angka salinitas
1.85 ds/m, yaitu 4.80 kg/ubinan. Sedangkan angka
terendahnya ditunjukkan oleh area berwarna putih
pada Gambar 16 sebesar 0 kg pada angka salinitas
3.12 ds/m, yaitu di Desa Losarang. Angka salinitas
tersebut tergolong salinitas rendah, namun demikian lahan tidak menghasilkan sama sekali.
Hal tersebut dikarenakan lahan yang tadinya
merupakan wilayah persawahan telah berubah
fungsinya menjadi rawa-rawa sehingga tidak dapat
menghasilkan.
Konversi lahan juga terjadi di berbagai
wilayah lain di Indramayu seperti di Patrol, yang
tadinya adalah lahan sawah berubah menjadi lahan
garam dan tambak. Para petani yang pada akhirnya
menggarap sawah garam, karena dianggap lebih
menguntungkan. Sawah garam banyak terdapat di wilayah Indramayu, khususnya di daerah sepanjang
pantai utara Jawa.
Pada wilayah lainnya, Desa Santing
memiliki angka produktivitas sebesar 2.23
kg/ubinan dan nilai salinitas sebesar 5.51 ds/m.
Nilai salinitas sedang disertai curah hujan yang
rendah, akan membuat tanaman padi akan
mengalami kekurangan ketersediaan air.
Pertumbuhan tanaman akan terganggu, tanamannya
menjadi pendek dan bahkan sampai mati. Hal
tersebut sangat merugikan petani sawah. Berbeda dengan wilayah lainnya, terdapat
satu titik yang menonjol diantara 32 titik yang
menjadi sampel penelitian, yaitu pada wilayah
Brondong, sebesar 9.59 ds/m. Pada angka ini,
salinitas sudah tergolong sangat tinggi dan secara
teori dapat mengganggu pertumbuhan tanaman,
bahkan mematikan (Follet et al, 1981). Tetapi yang
Gambar 15 Hubungan Produktivitas Padi dan Salinitas pada bulan November 2010
terjadi adalah kebalikannya, pada saat angka
salinitas mencapai 9.59 ds/m, ternyata angka produktivitasnya dapat mencapai 2.64 kg/ubinan.
Hal ini tidak berkesesuaian dengan teori dimana
nilai salinitas berbanding terbalik dengan hasil
produktivitas (Grattan et al, 2002).
Berdasarkan data dari kuesioner, penyebab
utamanya adalah jenis tanah serta irigasi yang baik.
Jenis tanah yang ada di wilayah Brondong
merupakan jenis tanah yang dapat menyimpan
kapasitas air dengan lebih baik, sehingga lebih
tahan terhadap ancaman salinitas. Penerapan irigasi
yang cukup baik juga sudah dilakukan di wilayah
ini, sehingga hampir sebagian besar dari lahan sawah di wilayah ini dapat terairi dengan baik.
Wilayah Brondong memiliki angka salinitas yang
tergolong tinggi, tetapi dapat menjaga hasil
produktivitasnya. .
Pada penelitian yang dilakukan oleh
Grattan (2002) dan Motamed (2008), terjadi
penurunan hasil produktivitas padi yang nyata
seiring dengan bertambahnya nilai salinitas. Jumlah
anakan yang lebih sedikit, tinggi tanaman yang
lebih pendek, serta berkurangnya berat 100 bulir
padi menjadi pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh salinitas. Hal ini tidak berkesesuaian dengan
penelitian yang dilakukan di Indramayu ini. Pada
pengambilan hasil ubinan yang dilakukan pada
bulan November 2010, kenaikan nilai salinitas
tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil
produktivitas padi di wilayah tersebut. Nilai
salinitas yang diamati pada penelitian ini mencapai
angka 9.59 ds/m yang menurut klasifikasi besaran
salinitas dan efeknya terhadap tanaman pada Tabel
3 (Sipayung, 2003), hanya sedikit tanaman yang dapat bertahan.
Ketidaksesuaian yang terjadi pada
penelitian ini salah satunya diakibatkan oleh faktor
cuaca atau curah hujan, dimana pada bulan
November curah hujan relatif tinggi mencapai 325
mm, dengan jumlah hari hujan yang cukup banyak.
Curah hujan yang tinggi dapat membantu proses
pencucian garam dalam tanah, sehingga tanaman
padi dapat menyerap unsur hara dengan lebih baik.
Berdasarkan hasil survei yang dikumpulkan, sistem
irigasi pada sistem pertanian di Indramayu secara
umum masih kurang memadai sehingga tidak semua lahan sawah di Indramayu terairi dengan
baik. Irigasi merupakan hal yang sangat penting
mengingat lokasi Indramayu yang berdekatan
dengan laut, sehingga akan sulit mendapatkan air
dengan pH netral. Proses infiltrasi air laut
menyebabkan air irigasi dengan kandungan garam
yang tinggi merembes ke dalam lahan, sehingga
tanaman padi tidak dapat bertumbuh dengan baik.
Salah satu komponen yang juga
mempengaruhi analisis hubungan ini adalah jenis
varietas padi yang digunakan oleh para petani di Indramayu. Tanaman padi bukan merupakan
tanaman halofita atau tanaman yang memiliki
ketahanan tinggi terhadap salinitas, tetapi pada
kenyataannya varietas padi Ciherang memiliki
toleransi yang cukup baik terhadap salinitas. Hal ini
dikuatkan dengan deskripsi padi Ciherang yang
terdapat pada Tabel 4.
Gambar 16 Sebaran Produktivitas Padi di Indramayu
Berdasarkan hasil kuesioner yang
dikumpulkan, 80 % dari petani di wilayah
Indramayu menggunakan varietas padi Ciherang,
sebagaimana disarankan oleh penyuluh pertanian
setempat. Padi Ciherang dikeluarkan oleh
pemerintah sejak tahun 2000 dan dinilai memiliki kualitas yang unggul. Umur tanamnya berkisar
antara 116-125 hari, lebih pendek dari varietas
lainnya seperti IR 64. Hal ini menguntungkan
petani khususnya dalam penentuan waktu tanam.
Petani dapat menentukan waktu tanam yang sesuai
agar dapat mengatasi musim kemarau dengan baik.
Selain itu, varietas Ciherang juga terbukti
cocok ditanam baik pada musim kemarau dan
musim hujan. Salah satu petani di Indramayu
mengatakan bahwa varietas Ciherang telah dipakai
sejak tahun 2000 dan masih tetap bertahan karena
menghasilkan produksi yang baik sampai sekarang. Gambar padi, beras, dan gabah Ciherang dapat
dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.
Gambar 17 Padi Ciherang
(sumber : Balai Besar
Penelitian Padi)
Gambar 18 Gabah dan beras Ciherang
(sumber : Balai Besar Penelitian
Padi)
Pada musim tanam 2005, varietas
Ciherang menempati posisi kedua terbanyak
ditanam di wilayah Jawa Barat, yaitu mencapai
0.73 juta ha, 33% lebih luas dari jenis varietas IR
64 yang seluas 0.5 juta ha. Sampai dengan tahun
2011, varietas Ciherang masih mendominasi luas
pertanian di Indonesia yaitu sebesar 47%, dari total
lahan pertanian seluas 12.8 juta ha (Hermanto,
2006).
Varietas ini merupakan jenis persilangan
antara IR 64 dengan varietas lainnya. Para petani di
Indramayu menilai varietas ini memiliki rasa nasi yang pulen dan enak. Varietas Ciherang dianjurkan
ditanam pada wilayah dengan ketinggian di bawah
500 mdpl, sehingga Indramayu yang memiliki
ketinggian 0-100 mdpl merupakan lokasi yang
sesuai untuk ditanami varietas ini.
Informasi mengenai iklim sudah banyak
diterapkan di wilayah Indramayu. Para petani di
wilayah tersebut sudah mendapatkan penyuluhan
mengenai penerapan informasi iklim dalam
meningkatkan produktivitas padi. Ciherang
merupakan varietas yang dianjurkan penyuluh
pertanian untuk ditanam di wilayah Indramayu, dan terbukti cukup resistan terhadap salinitas
Tabel 4 Deskripsi padi Ciherang
(sumber : Litbang Deptan, 2002)
4.3 Solusi Permasalahan Salinitas
Indramayu merupakan salah satu wilayah
yang sudah cukup maju dalam bidang pertanian,
mengingat banyaknya penelitian yang dilakukan di
wilayah ini. Informasi iklim serta penyuluhan-
penyuluhan yang disampaikan oleh penyuluh pertanian menjadi sangat berguna dalam proses
tanam menanam padi di wilayah tersebut. Salah
satu bentuk adaptasi yang dapat dilakukan
masyarakat Indramayu sehubungan dengan
kegiatan pertanian dan permasalahan salinitas
adalah dengan mencari varietas padi yang tahan
salin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Ciherang ternyata memiliki toleransi yang cukup
baik dalam menghadapi permasalahan salinitas.
Oleh sebab itu penggunaan varietas Ciherang dapat
dilanjutkan sebagai salah satu solusi permasalahan
salinitas. Penelitian lebih lanjut mengenai padi Ciherang juga akan sangat membantu
keberlangsungan kegiatan pertanian di wilayah
pesisir Indramayu. Selain itu, Dinas Pertanian juga
telah mengeluarkan beberapa jenis varietas padi
yang tahan salin yang dapat diterapkan di wilayah
bersalinitas tinggi, yaitu padi Banyuasin dan
Lambur. Jenis-jenis padi ini mempunyai toleransi
yang tinggi terhadap tanah yang salin. Padi
Banyuasin tahan terhadap penyakit bias, serta
WBC biotipe 3 dan penyakit HBD strain III.
Sedangkan varietas Lambur, memiliki ketahanan
terhadap bias dan toleran terhadap keracunan Fe dan Al. Kedua varietas ini diharapkan juga dapat
menjadi salah satu solusi dari permasalahan
salinitas di Indramayu.
Selain itu, solusi lain yang dapat dilakukan
adalah dengan memperhatikan irigasi serta
pemupukan. Efek salinitas yang terutama dalam
kegiatan tanam menanam adalah berkurangnya
unsur-unsur hara yang seharusnya digunakan
tanaman padi untuk pertumbuhan. Akumulasi
garam dalam tanah menyebabkan air dalam tanah
tidak terserap baik oleh akar tanaman. Sepanjang kegiatan tanam menanam, proses pemupukan
bertujuan untuk menambah unsur-unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman untuk bertumbuh. Air
serta unsur hara yang cukup akan menunjang
pertumbuhan tanaman padi dengan baik.
Pengelolaan irigasi yang baik akan sangat
membantu petani dan menjadi salah satu solusi
peningkatan produktivitas.
Berdasarkan survei yang dilakukan pada
petani di wilayah Indramayu, salah satu keluhan
yang kerap kali disebutkan adalah sulitnya
mendapatkan air untuk irigasi, khususnya air bersih. Letak Indramayu yang dekat dengan pesisir
menyebabkan air yang digunakan untuk irigasi pun
sudah terkontaminasi oleh garam. Sulit untuk
mendapatkan air dengan pH netral, sehingga para
petani merasa kesulitan selama musim tanam,
khususnya di musim kemarau, dimana curah hujan
sangat sedikit. Pada saat curah hujan turun, intrusi
air asin bisa masuk jauh ke dalam.
Kekeringan adalah musuh utama dari
salinitas. Apabila wilayah Indramayu mengalami
kekeringan berkepanjangan, maka berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini, kemungkinan
terjadinya penurunan produksi adalah sangat besar.
Pemerataan irigasi harus dilakukan guna
meningkatkan hasil produktivitas padi. Peran dinas
pertanian setempat dengan organisasi yang
mengatur pembagian air irigasi sangat besar. Harus
ada pengaturan waktu atau interval yang jelas
dalam pembagian irigasi sehingga setiap lahan
dapat terairi dengan baik. Pembangunan
bendungan-bendungan karet pada titik-titik penting
yang dapat mengalirkan air ke sawah-sawah
disekitarnya juga dapat menjadi solusi. Bendungan-
bendungan ini akan disebar di berbagai daerah,
khususnya daerah-daerah yang terletak jauh dari sumber mata air dan dekat dengan laut.
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Letak Indramayu yang dekat dengan laut
mengakibatkan terjadinya peleburan sifat-sifat fisik
antara daratan dan laut di daerah pesisir. Kenaikan
permukaan air laut, curah hujan, jumlah hari hujan
menjadi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
kegiatan pertanian di wilayah Indramayu. Pada
beberapa kecamatan di daerah yang berdekatan dengan garis pantai Indramayu, salinitas menjadi
salah satu permasalahan utama. Pengadaan irigasi
menjadi sulit karena sumber air yang dibutuhkan
telah terkontaminasi oleh garam akibat intrusi air
laut.
Hasil penelitian menyatakan bahwa pada
bulan November 2010, salinitas masih dapat
ditoleransi dengan baik oleh tanaman padi di
Indramayu. Penurunan produktivitas belum nyata
terlihat. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi.
Salah satunya adalah dikarenakan curah hujan yang tinggi pada bulan tersebut yang mencapai 324 mm,
sehingga membantu proses pencucian garam dalam
tanah.
Berdasarkan hasil pemetaan antara nilai
salintias dengan peta lahan sawah di Indramayu,
terlihat bahwa semakin menjauhi pesisir, nilai
salinitas cenderung semakin rendah. Hal tersebut
berkesuaian dengan analisis spasial salinitas
dengan curah hujan dan jumlah hari hujan dimana
pada saat curah hujan rendah, potensi nilai salinitas
cenderung meningkat dan berbahaya bagi
kelangsungan pertanian di wilayah tersebut. Semakin sering terjadinya hari hujan, potensi
meningkatnya salinitas menjadi lebih kecil. Jenis
tanah juga menjadi salah satu faktor penentu. Jenis
tanah dengan kapasitas penyimpanan air yang lebih
baik serta pori-pori yang kecil akan membantu
menurunkan laju infiltrasi air laut sehingga akan
meningkatkan akumulasi garam dalam tanah.
Adapun teknologi-teknologi yang dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan salinitas
adalah dengan membangun sistem irigasi yang
memadai bagi para petani serta penggunaan kalender tanam yang didapat dari informasi iklim.
Pemupukan secara baik dan benar juga dapat
membantu ketersediaan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman pada saat ancaman salinitas
terjadi. Selain itu, penggunaan padi varietas
Ciherang dapat terus dilanjutkan, serta uji coba
menggunakan varietas padi tahan salin seoerti
varietas Banyu Asin dan Lambur.
5.2 Saran
Pencegahan kenaikan salinitas di lahan
sawah perlu menjadi prioritas dalam kegiatan
pertanian di wilayah Indramayu. Alih fungsi lahan
yang sudah banyak terjadi harus mendapat perhatian yang lebih. Penurunan hasil belum
terlihat nyata saat ini. Namun demikian, tanpa
adanya penanganan yang serius dapat menjadi
suatu awal dari permasalahan yang lebih berat lagi
di tahun-tahun mendatang. Musim kemarau akan
menjadi saat-saat berat bagi petani Indramayu
dikarenakan rendahnya curah hujan, sehingga
irigasi menjadi sangat diperlukan oleh petani lebih
dari sebelumnya. Pembangunan dam-dam karet
pada area persawahan dapat menjadi solusi
pemerataan irigasi. Hal yang harus diperhatikan
adalah irigasi yang sudah terkontaminasi oleh air asin.
Penanaman mangrove juga dapat menjadi
solusi permasalahan salinitas. Mangrove dapat
hidup diantara dua zona berbeda yaitu zona daratan
dan zona lautan. Vegetasi mangrove dapat bertahan
dari cekaman salinitas melalui mekanisme filtrasi
dan ekskresi garam yang dapat mebuang kelebihan
garam serta mencegah garam masuk ke dalam
jaringan. Akarnya dapat bertahan melalui
gelombang besar di daerah pesisir. Hutan
mangrove juga dapat memberikan perlindungan kepada berbagai organisme untuk berkembang
biak. Oleh sebab itu mangrove memiliki peluang
tumbuh yang sangat besar di wilayah pesisir.
Peran dinas pertanian serta para penyuluh
pertanian menjadi sangat penting, khususnya dalam
hal penyampaian informasi mengenai iklim dan
sistem usaha tani. Kalender tanam dengan
informasi iklim yang memadai dapat digunakan
untuk mengetahui waktu penaman yang tepat
sehingga curah hujan dapat dimanfaatkan dengan
baik oleh para petani. Pemupukan yang baik dan
benar dapat juga membantu tanaman mendapatkan unsur hara yang dibutuhkan.
Ciherang dinilai memiliki ketahanan yang
cukup baik dalam menghadapi permasalahan
salinitas. Pemakaian varietas Ciherang dapat terus
dilakukan. Selain itu, jenis-jenis varietas padi yang
tahan salin seperti varietas Banyuasin, Lambur, dan
Cisadane dapat dipertimbangkan menjadi salah satu
jenis varietas unggul yang harapannya dapat
meningkatkan produktivitas padi di Indramayu.
DAFTAR PUSTAKA
Abrol I.P., Yadav J.S.P., and Massoud F.I. 1988.
Salt-Affected Soils and Their
Management. FAO Soils Bull. 39, FAO,
Rome, 131p. Haryoko, U. 2000. Pewilayahan Hujan Untuk
Menentukan Pola Hujan (Contoh Kasus
Kabupaten Indramayu). Badan
Meteorologi dan Geofisika.
Soemarmo. 2004. Pengelolaan Air Tanah Bagi
Tanaman. Universitas Brawijaya.
Malang.
Sipayung, R. 2003. Stres Garam Dan Mekanisme
Toleransi Tanaman. Universitas
Sumatra Utara. Medan.
Follet, R.H., Murphy, L.S. and Donahue, R.L.
(1981): Fertilizers and Soil Amendments. Prentice -Hall Inc.,
Englewood Cliffs, NJ. 557 pp.
Motamed M.K., Asadi R., Rezaei M., and Amiri E.
2008. Response of High Yielding Rice
Varieties to NaCl Salinity in
Greenhouse Circumstances. Iran.
Rad H. E., Aerf F. and Rezaei M. 2012. Evalution
of Salinity Stress Affects Rice Growth
and Yield Components in Northern Iran.
Iran.
Grattan S. R., Zeng L., Shannon M. C., Roberts S. R. 2002. Rice is More Sensitive to
Salinity Than Previously Thought.
California Agriculture, Volume 56(6):
189-195.
Hermanto. 2006. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Vol. 28(2):
14-15.
Shereen A., Mumtaz S., Raza S., Khan M.A., and
Solangi S. 2005. Salinity Effects on
Seedling Growth and Yield Components
of Different Inbred Rice Lines. Nuclear
Institute of Agriculture. Pakistan. [Jabar]. Situs Resmi Pemerintah Jawa Barat. 2002.
Kabupaten Indramayu.
http://www.jabarprov.go.id/index.php/s
ubMenu/kabupaten_slashkota/profil_ka
bupaten_slashkota/detailprofil/23. [14
Juni 2010]. Sembiring H. dan Gani A.. 2010. Adaptasi Varietas
Padi Pada Tanah Terkena Tsunami.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Provin T. and Pitt J. L. Managing Soil Salinity.
Texas Cooperative Extension E-60. http://www.tcebookstore.org. [14 Juni
2010]
Aswidinnoor, H., Sabran M., Masganti dan
Susilawati. 2008. Perakitan Varietas
Unggul Padi Tipe Baru dan Padi Tipe
Baru Ratun Apesifik Lahan Pasang
Surut Kalimantan untuk Mendukung
Teknologi Budidaya Dua Kali Panen
Setahun. LPPM IPB. Bogor. 30 hal.
Oosterbaan, R.J. 1992. Agricultural Land Drainage:
A wider application through caution and
restraint. ILRI Annual Report 1991, p.
21 – 35, ILRI,Wageningen, The Netherlands.
FAO. 2005. 20 Hal yang Perlu Diketahui Tentang
Dampak Air Laut Pada Lahan Pertanian
di Propinsi NAD. http://www.fao.org.[3
Agustus 2010].
Hakim N., Nyakpa Yusuf M., Lubis A. M., Sutopo
G. N., Rusdi Saul M., Amin Diha M.,
Hong G. B., Bailey H. H. 1986. Dasar-
dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung. Lampung.
Marwanto S., Rachman A., Erfandi D, dan Subiksa
I. G.M. 2009. Tingkat Salinitas Tanah Pada Lahan Sawah Intensif Di
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Santoso, B. 1993. Tanah Salin, Tanah Sodik, dan
Cara Meraklamasinya. Yayasan
Pembina Fakultas Universitas
Brawijaya. Malang.
Hayuningtyas, R.D. 2010. Metode Uji Toleransi
Padi (Oryza sativa L) Terhadap
Salinitas Pada Stadia Perkecambahan.
Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di
Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta. 318
hal.
Suwarno dan Solahudin S. 1983. Toleransi varietas
padi terhadap salinitas pada fase
perkecambahan. Bul. Agron. XIV (3) :
1-1
Yahya, S. 1987. Pengaruh Salinitas terhadap
Pertumbuhan Bibit Tanaman Kelapa
Varietas Genjah, Dalam dan Hibrida. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 63 hlm.
Warintekristek. 2008. Padi (Oryza sativa).
Http://www. warintek.ristek.go.id. [3
Agustus 2010].
Warintekbantul . 2008. Padi (Oryza sativa).
Http://warintekbantul.go.id. [3 Agustus
2010]
Dobermann A. and Fairhurst T. 2000. Rice.
Nutrient disorders &nutrient management. International
Rice Research Institute (IRRI). Potash
& Phophate Institute/Potash &
Phosphate Institute of Canada. p: 139-
144.
Mass, E.V. and Hofmann G. J. 1977. Crop salt
tolerance – current assessment. Journal
Irrigation Divison. 2: 115-134.
Rhoades, J.D., Manteghi N. A., Shouse P. J. and
Alves W. J. 1989. Soil electrical
conductivity and soil salinity: new
formulation and calibrations. Soil Sci.
Soc. Am. J. 53:433-9
Rokhmin D. H., Rais J., Ginting Sapta P., Sitepu M.J. 2000. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Zeng, L.; Kwon, T-R.; Liu, X.; Wilson, C.; Grieve,
C.M. And Gregorio, G.B. (2004).
Genetic diversity analyzed by
microsatellite markers among rice
(Oryza sativa L.) genotypes with
different adaptations to saline
soils. Plant Science, vol. 166(5): 1275-
1285
Ashraf M., Harris J.C. (2004). Potential biochemical indicators of salinity
tolerance in plants. Plant Science, 166:
3–16.
Asch, F. and Wopereis, M.C.S., 2001. Responses
of field-grown irrigated rice cultivars to
varying levels of floodwater salinity in a
semi-arid environment. Field Crop Res.,
70: 127–137.
Bray, E.A., 1993. Molecular responses to water
deficit. Plant Physiol., 103: 1035–1040.
Eynard, A., Lal, R. and Wiebe, K., 2005. Crop response in salt-affected soils. J.
Sustain. Agric., 27(1): 5–50.
Munns, R., 2002. Comparative physiology of salt
and water stress. Plant Cell Environ.,
25: 239–250.
Hoai, N.T.T.; Shim, I.S.; Kobayashi, K. & Usui, K.
2003. Accumulation of some nitrogen
compounds in response to salt stress and
their relationships with salt tolerance in
rice (Oryza sativa L.) seedlings. Plant
Growth Regul.,41:159-164.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
KUESIONER
1. Nama responden :
2. Desa : Kecamatan : Kabupaten :
3. Umur :
4. Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan :
5. Jenis usaha yang dilakukan :
a. Petani sawah
b. Tambak udang
c. Petani garam
d. Usaha sampingan, seperti :
6. Luas lahan :
7. Status kepemilikan : a. Milik b. Sewa c. Bagi hasil d. Buruh tani
No Daftar Pertanyaan Jawaban
1 Jenis tanah
2 Jenis tanaman
3 Varietas
4 Jumlah lahan yang dimiliki
I. Karakteristik Lahan
No Daftar pertanyaan Jawaban
1 Waktu tanam MH
2 Waktu tanam MK I
3 Waktu tanam MK 2
4 Pernah gagal panen? Tahun?
5 Penyebab gagal panen?
No Daftar pertanyaan Jawaban
1 Waktu tanam MH
2 Waktu tanam MK I
3 Waktu tanam MK 2
4 Pernah gagal panen? Tahun?
5 Penyebab gagal panen?
Lahan 2, tanaman :
II. Pola dan waktu tanam
Lahan 1, tanaman :
Pola tanam :
22
Daftar Pertanyaan :
1. Bagaimana iklim mempengaruhi usaha tani utama anda?
2. Kondisi iklim paling ideal untuk usaha tani utama anda seperti apa?
3. Pengaruh iklim seberapa besar terhadap perubahan jumlah produksi?
4. Akibatnya terhadap harga di pasaran dan pendapatan?
5. Bagaimanakah pengaruh hama terhadap produktivitas padi? Hama apa saja?
No Daftar pertanyaan Jawaban
Kekeringan :
1 Pernah kesulitan air (kekeringan)?
2 Kapan? Berapa lama?
3 Upaya yang dilakukan?
4 Berapa penurunan produksi?
Banjir :
1 Pernah mengalami banjir?
2 Kapan? Berapa lama?
3 Upaya yang dilakukan?
4 Berapa penurunan produksi?
No Daftar Pertanyaan Jawaban
1Apakah lahan menjadi asin (kadar garam
meningkat)
2 Kalau ya, mulai kapan?
3 Apa dampaknya terhadap tanaman?
4 Apa terjadi alih fungsi lahan?
5 Kalau ya, apa penggunaan lahan sebelumnya?
6 Kapan perubahan itu terjadi?
7 Apakah terjadi banjir di lahan (rob)?
8 Kalau ya, kapan? Berapa lama?
9 Apa dampaknya?
10 Sejak kapan rob terjadi?
III. Banjir dan Kekeringan
IV. Salinitas dan Rob
23
Jumlah
fisikRp Per satuan Total (Rp)
Jumlah
fisik
Rp Per
satuanTotal (Rp.)
A. Hasil kotor padi (kg GKP)
B. Hasil bersih (kg)
1. Dijual (kg GKP)
2. Dikonsumsi (kg GKP)
C. Biaya
1. Benih (kg)
2. Pupuk
- Urea
- SP-36
- NPK Poska
- TS
3. Insektisida
- spontan
- dencis
- sepin
4. Herbisida
5. Fungisida
6. Racun tikus
D. Pendapatan (C-D)
E. TK dalam keluarga (HOK)
V. Hasil panen padi dan penggunaan input variable
Uraian
Musim Hujan (MH) Musim kering 1 (MK 1)
HOK Nilai (Rp)
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
7. Menyiram
8. Penyiangan
9. Penyemprotan
10. Panen
VI. Tenaga Kerja
1. Persemaian
2. Persiapan lahan
3. Menugal
4. Menanam
5. Menggulud
6. Pemupukan
Kegiatan
Tenaga
kerja dari
keluarga
(HOK)
Tenaga kerja di luar keluarga
Diborongkan
(Rp)
Harian
24
No Daftar pertanyaan Jawaban
1 Kapan memulai?
2 Pada musim apa dilakukan?
3 Selain garam, lahan ditanam komoditas apa?
4Kenapa tidak dirubah saja menjadi ladang
garam?
5Terjadi peningkatan salinitas atau tidak pada
lahan?
6 Kalau ya, apa dampaknya?
7 Pernah terjadi rob pada lading garam?
8 Kalau pernah, kapan? Berapa lama?
9 Apa dampaknya?
VII. Petani Garam
No Daftar pertanyaan Jawaban
1 Kapan memulai?
2 Sebelum tambak udang, lahan digunakan untuk apa?
3 Kenapa beralih ke tambak udang?
4 Ada pengaruh peningkatan salinitas terhadap tambak udang?
5 Pernah terjadi rob pada tambak udang?
6 Kalau ya, kapan? Berapa lama?
7 Apa dampaknya?
VIII. Penambak Udang
25
Lampiran 2. Data Curah Hujan Bulanan dan Jumlah Hari Hujan Juli 2009, Oktober 2009, dan November 2010
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2009 Januari 160 13 99 8 346 13 288 13 178 13 167 9
Februari 297 15 248 17 305 12 305 12 219 12 222 17
Maret 66 10 81 9 164 11 78 8 78 5 169 9
April 67 5 67 5 95 6 168 9 20 3 86 11
Mei 135 9 122 6 217 9 209 9 169 12 100 10
Juni 31 2 46 3 94 3 94 3 28 2 46 1
Juli 4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Agustus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
September 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Oktober 10 1 0 0 6 1 4 1 0 0 5 1
November 182 13 208 12 204 8 160 8 68 6 92 7
Desember 172 8 174 11 150 5 149 9 113 6 205 7
Jumlah 1124 77 1046 72 1581 68 1455 72 873 59 1092 72
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2009 Januari 307 15 275 17 196 14 372 12 445 15 237 8
Februari 315 16 360 17 405 19 236 13 236 13 267 18
Maret 141 7 109 7 240 7 45 4 45 4 74 6
April 66 5 103 9 127 9 82 6 82 6 99 5
Mei 180 10 103 9 142 8 131 8 131 8 119 7
Juni 100 7 83 9 79 7 39 4 39 4 45 3
Juli 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6 2
Agustus 0 0 0 0 3 1 0 0 0 0 0 0
September 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Oktober 8 2 23 1 15 3 15 3 15 3 36 4
November 129 8 197 11 197 11 124 11 124 11 124 11
Desember 171 8 107 7 114 7 126 10 126 10 141 10
Jumlah 1418 79 1361 88 1519 87 1170 71 1243 74 1148 74
Tahun BulanSliyeg Jatibarang Balongan Indramayu SindangJuntinyuat
Cikedung TerisiTahun Bulan
Haur Geulis Gantar Kroya Gabus Wetan
26
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2009 Januari 211 11 241 15 233 14 211 10 167 9 307 15
Februari 380 21 385 19 324 17 391 17 223 16 315 16
Maret 93 7 57 4 202 6 160 7 168 7 141 7
April 309 12 182 10 241 9 340 11 81 5 66 5
Mei 275 8 181 8 339 7 153 8 108 5 180 10
Juni 45 3 63 5 79 6 44 5 88 6 100 7
Juli 0 0 0 0 4 2 0 0 0 0 0 0
Agustus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
September 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Oktober 23 3 0 0 0 0 20 1 41 3 8 2
November 187 9 133 8 138 8 138 10 77 9 129 8
Desember 120 7 124 3 108 6 86 3 36 8 36 8
Jumlah 1643 81 1366 72 1668 75 1543 72 989 68 1282 78
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2009 Januari 127 7 271 12 226 14 329 14 329 14 350 16
Februari 405 19 405 19 219 12 337 15 352 18 419 16
Maret 32 3 74 6 48 2 44 4 126 9 29 6
April 6 4 6 4 102 6 87 2 190 8 126 5
Mei 76 6 16 4 176 9 180 10 180 10 64 10
Juni 18 3 99 3 94 2 42 2 58 3 42 3
Juli 1 1 0 0 0 0 3 1 0 0 0 0
Agustus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
September 0 0 0 0 0 0 7 1 3 1 0 0
Oktober 0 0 36 4 0 0 0 0 0 0 10 1
November 42 3 128 9 195 10 74 8 207 10 164 9
Desember 76 4 197 8 154 9 182 9 150 10 185 9
Jumlah 783 50 1232 69 1214 64 1285 66 1595 83 1389 75
Tahun Bulan
Tahun BulanAnjatanLoh Bener Arahan Losarang Kandang haur Bongas
Kertasmaya Sukagumiwang Krangkeng KarangampelTukdana Widasari
27
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2009 Januari 461 16 241 15 271 12 237 8 305 14 343 16
Februari 309 15 385 19 267 18 267 18 216 9 419 16
Maret 53 5 84 7 37 8 74 6 147 6 56 5
April 91 6 182 10 16 4 99 5 66 5 104 3
Mei 89 7 198 9 73 6 119 7 180 10 50 4
Juni 64 2 63 5 99 3 45 3 100 7 23 2
Juli 1 1 0 0 1 1 3 2 0 0 0 0
Agustus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
September 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Oktober 10 1 0 0 29 4 36 4 23 2 12 1
November 63 5 133 8 128 9 124 11 108 10 31 6
Desember 117 9 124 3 197 8 141 10 43 4 60 7
Jumlah 1258 67 1410 76 1118 73 1145 74 1188 67 1099 61
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2010 Januari 259 20 496 15 157 20 187 15 248 17 157 16
Februari 118 12 283 12 175 11 178 12 162 9 246 13
Maret 165 15 224 16 247 16 178 12 275 12 149 10
April 151 10 164 12 133 11 65 5 220 10 30 4
Mei 303 13 334 10 209 11 204 9 382 14 66 9
Juni 52 4 64 5 136 11 98 9 109 8 13 6
Juli 68 5 68 5 79 8 59 5 86 8 22 4
Agustus 39 9 46 2 76 9 76 9 37 3 8 1
September 226 10 188 6 128 8 80 3 110 7 15 3
Oktober 108 10 352 12 230 16 208 11 62 5 11 3
November 180 10 180 10 437 14 258 11 300 13 82 9
Desember 189 12 217 6 315 14 135 6 281 13 83 10
Jumlah 1858 130 2616 111 2322 149 1726 107 2272 119 882 88
Tahun Bulan
Gabus Wetan Cikedung Terisi
Sukra Patrol
Tahun BulanHaur Geulis Gantar Kroya
PasekanCantigi Kedokan BunderBangodua
28
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2010 Januari 139 13 182 16 207 18 139 17 139 17 214 14
Februari 214 9 127 10 203 10 281 10 281 10 208 10
Maret 248 14 263 11 318 15 77 8 77 8 212 12
April 192 6 258 8 223 10 90 6 90 6 213 8
Mei 310 13 232 12 329 14 177 12 177 12 274 12
Juni 221 17 158 13 167 12 150 13 150 13 212 14
Juli 108 11 127 9 72 9 94 8 94 8 214 14
Agustus 111 7 13 5 16 6 39 8 39 8 33 7
September 155 10 233 10 146 11 188 9 188 9 231 10
Oktober 159 15 34 10 75 8 86 13 86 13 110 13
November 262 15 249 14 271 11 249 14 289 13 289 13
Desember 153 13 225 15 146 13 104 13 104 13 253 16
Jumlah 2272 143 2101 133 2173 137 1674 131 1714 130 2463 143
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2010 Januari 234 15 158 13 268 17 177 14 133 12 155 13
Februari 250 11 153 6 272 9 220 11 87 8 212 7
Maret 186 9 98 7 193 12 207 12 161 12 184 10
April 191 9 78 5 192 12 156 13 133 12 52 3
Mei 337 16 140 9 198 15 419 17 252 12 365 15
Juni 103 10 126 7 127 11 74 7 132 14 221 17
Juli 83 8 81 5 84 8 64 4 130 11 108 11
Agustus 36 7 11 4 62 6 48 4 99 11 99 11
September 241 8 224 7 196 11 94 3 112 14 112 14
Oktober 51 6 33 6 69 11 99 8 100 12 99 11
November 299 12 217 9 254 12 325 9 185 13 262 15
Desember 302 10 191 13 288 16 324 13 113 11 153 13
Jumlah 2313 121 1510 91 2203 140 2207 115 1637 142 2022 140
Tahun Bulan
Tahun Bulan
Juntinyuat Sliyeg Jatibarang Balongan Indramayu Sindang
Widasari Kertasmaya Sukagumiwang Krangkeng KarangampelTukdana
29
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2010 Januari 116 13 139 12 149 16 136 16 144 13 259 21
Februari 109 7 208 10 254 12 319 12 162 9 164 12
Maret 147 9 313 11 208 13 152 9 146 10 170 12
April 71 6 213 8 115 6 52 3 51 5 132 9
Mei 58 7 166 8 197 14 227 8 74 6 94 9
Juni 95 8 169 10 158 13 97 12 85 9 94 9
Juli 46 6 133 10 97 9 81 7 81 7 5 5
Agustus 0 0 15 4 31 7 31 7 27 4 39 9
September 13 2 167 9 148 9 86 11 160 3 159 9
Oktober 6 2 86 8 123 12 113 10 89 14 87 10
November 37 4 289 13 184 9 289 11 38 6 215 12
Desember 107 13 253 16 201 13 227 14 153 11 281 15
Jumlah 805 77 2151 119 1865 133 1810 120 1210 97 1699 132
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari mm hari
2010 Januari 259 20 158 13 142 13 214 14 155 13 235 20
Februari 123 10 153 6 208 10 208 10 212 7 107 8
Maret 150 9 98 7 321 11 212 12 184 10 97 10
April 115 7 78 5 59 4 213 8 52 3 104 6
Mei 185 11 140 9 230 11 274 12 365 15 48 7
Juni 69 7 126 7 166 9 212 14 221 17 59 9
Juli 99 5 81 5 87 8 214 14 108 11 100 3
Agustus 16 3 11 4 13 3 33 7 95 7 28 5
September 159 9 224 7 114 7 231 10 108 13 161 9
Oktober 20 3 31 6 86 8 110 13 99 11 20 3
November 215 12 217 9 269 10 289 13 320 12 215 12
Desember 335 14 302 10 223 14 253 16 172 11 335 14
Jumlah 1745 110 1619 88 1918 108 2463 143 2091 130 1509 106
Tahun Bulan
Tahun Bulan
Bongas Anjatan
Sukra Patrol Cantigi Pasekan
Loh Bener Arahan Losarang Kandang haur
Kedokan BunderBangodua
30
Lampiran 3. Data Salinitas Juli 2009, Oktober 2009, dan November 2010
Desa Eca
Blok Bondol, Desa Brondong 108 20 48.7 108.34686 6 17 24.7 -6.2901944 10.54
Blok Bondol, Desa Brondong 108 20 43.8 108.3455 6 17 16.7 -6.2879722 2.09
Brondong 108 20 28.2 108.34117 6 17 52.5 -6.2979167 1.9
Karanganyar 108 8 41.3 108.14481 6 21 21.3 -6.3559167 4.87
Karanganyar 108 8 41.3 108.14481 6 21 21.3 -6.3559167 4.46
Santing 108 8 49.9 108.14719 6 21 18.7 -6.3551944 4.04
Petean/Legok 108 1 48.8 108.03022 6 18 57.3 -6.3159167 2.67
Eretan Kulon 108 2 31 108.04194 6 18 42.1 -6.3116944 4.91
Cantigi Kulon 108 13 48.9 108.23025 6 19 42.3 -6.3284167 4.47
Cantigi Kulon 108 13 48.9 108.23025 6 19 42.3 -6.3284167 5.51
Penyingkiran Lor 108 16 22.5 108.27292 6 21 3.1 -6.3508611 1.63
Arahan Lor 108 16 19.8 108.27217 6 21 35.4 -6.3598333 0.83
Bangkaloa 108 17 38.1 108.29392 6 28 52.4 -6.4812222 0.73
Bangkaloa 108 17 38.1 108.29392 6 28 52.4 -6.4812222 0.86
Pendok 108 16 30.6 108.27517 6 26 14.2 -6.4372778 0.2
Tamansari 108 14 47.8 108.24661 6 26 0 -6.4333333 0.27
Pamayahan 108 16 49.4 108.28039 6 23 34.2 -6.3928333 0.61
Dermayu 108 18 19.5 108.30542 6 20 14.4 -6.3373333 2.45
Pabean Ilir 108 19 46.9 108.32969 6 17 23.8 -6.2899444 4.73
Pabean Ilir 108 19 42.6 108.3285 6 17 14.9 -6.2874722 7.19
Pabean Ilir 108 19 41.5 108.32819 6 17 19 -6.2886111 3.45
Karanganyar 108 19 5.1 108.31808 6 17 45.1 -6.2958611 5.94
Langut 108 14 26.1 108.24058 6 23 19.4 -6.3887222 1.93
Kiajaran Kulon 108 12 51 108.21417 6 24 45 -6.4125 1.37
Kertajadi 108 9 52.9 108.16469 6 22 36.8 -6.3768889 4.27
Kertajadi 108 9 51.3 108.16425 6 22 35 -6.3763889 5.19
Pegagan 108 10 1 108.16694 6 25 59.1 -6.4330833 0.88
Wirakanan 108 5 44.3 108.09564 6 23 29.9 -6.3916389 0.94
Bulak 108 5 26.3 108.09064 6 21 50.2 -6.3639444 3.09
Bulak 108 5 24.7 108.09019 6 21 47.5 -6.3631944 2.31
Ujung Gebang 107 55 36.9 107.92692 6 15 19.3 -6.2553611 2.56
Mekarsari 107 59 11.8 107.98661 6 17 7.1 -6.2853056 1.36
Soge 108 3 55.6 108.06544 6 20 12.1 -6.3366944 3.64
Losarang/Jumbleng 108 10 57.3 108.18258 6 23 40.3 -6.3945278 6.35
Losarang/Jumbleng 108 10 59 108.18306 6 23 41.8 -6.3949444 4.13
Losarang/Jumbleng 108 10 48.1 108.18003 6 23 51.5 -6.3976389 4.12
Losarang/Jumbleng 108 10 50 108.18056 6 23 55.7 -6.3988056 3.74
Muntur 108 8 30.6 108.14183 6 24 3.3 -6.4009167 0.95
Muntur 108 7 53.6 108.13156 6 22 52 -6.3811111 2.66
Karangsinom 108 7 33.7 108.12603 6 21 43.3 -6.3620278 2.64
Bugel 108 0 20.5 108.00569 6 19 57.9 -6.33275 0.85
Bugel 108 0 19.2 108.00533 6 20 24.1 -6.3400278 1.02
Bujur Lintang
Juli 2009
31
Desa Eca
Brondong 108 20 48.2 108.34672 6 17 24.3 -6.2900833 7.83
Brondong 108 20 40.9 108.34469 6 17 15.7 -6.2876944 1.72
Karanganyar 108 8 40.3 108.14453 6 21 22.6 -6.3562778 3.62
Petean/Legok 108 1 47 108.02972 6 18 59.4 -6.3165 2.65
Eretan Kulon 108 2 29.6 108.04156 6 18 45.9 -6.31275 5.63
Cantigi Kulon 108 13 48.9 108.23025 6 19 41.9 -6.3283056 5.74
Tamansari 108 14 33.2 108.24256 6 20 47.6 -6.3465556 0.78
Penyingkiran Lor 108 16 22.4 108.27289 6 21 3.5 -6.3509722 0.68
Arahan Lor 108 16 20.1 108.27225 6 21 35.8 -6.3599444 1.02
Bangkaloa 108 17 40 108.29444 6 28 53.2 -6.4814444 0.97
Pendok 108 16 30.7 108.27519 6 26 14.7 -6.4374167 1.47
Tamansari 108 14 46.4 108.24622 6 26 0.3 -6.4334167 1.42
Pamayahan 108 16 50.5 108.28069 6 23 35.6 -6.3932222 1.05
Panyindangan Wetan 108 18 3.2 108.30089 6 22 0.7 -6.3668611 0.76
Dermayu 108 18 25 108.30694 6 21 15.3 -6.35425 1.18
Dermayu 108 18 18.9 108.30525 6 20 15 -6.3375 4
Pabean Ilir 108 19 43 108.32861 6 17 18.4 -6.2884444 2.85
Karanganyar 108 19 5.3 108.31814 6 17 43 -6.2952778 4.85
Langut 108 14 26.2 108.24061 6 23 20.1 -6.3889167 1.58
Larangan 108 15 21.3 108.25592 6 24 4 -6.4011111 0.88
Kiajaran Kulon 108 12 51 108.21417 6 24 45 -6.4125 1.37
Kiajaran Kulon 108 12 47.6 108.21322 6 24 44.2 -6.4122778 1.17
Kiajaran Kulon 108 12 53.6 108.21489 6 24 10.2 -6.4028333 1.19
Kertajadi 108 9 53.3 108.16481 6 22 38.2 -6.3772778 1.97
Pegagan 108 10 3 108.1675 6 26 0 -6.4333333 0.55
Wirakanan 108 5 44.1 108.09558 6 23 32.2 -6.3922778 0.67
Ranca Gunda 108 10 4.6 108.16794 6 24 44.7 -6.4124167 1.65
Bulak 108 5 25.9 108.09053 6 21 50 -6.3638889 1.91
Ujung Gebang 107 55 40.3 107.92786 6 15 25.8 -6.2571667 2.1
Ujung Gebang 107 55 38.9 107.92747 6 15 30.9 -6.2585833 2.18
Cilandak Lor 107 56 22.6 107.93961 6 19 16 -6.3211111 0.94
Sukra 107 55 41.5 107.92819 6 18 12.8 -6.3035556 0.63
Mekarsari 107 59 11.8 107.98661 6 17 7.1 -6.2853056 1.1
Soge 108 3 54.4 108.06511 6 20 12.1 -6.3366944 3.36
Losarang 108 10 48.6 108.18017 6 23 51.7 -6.3976944 3.64
Muntur 108 8 30.5 108.14181 6 24 3.7 -6.4010278 0.78
Muntur 108 7 52 108.13111 6 22 51.1 -6.3808611 2.27
Karangsinom 108 7 28.1 108.12447 6 21 45.9 -6.36275 2.82
Bugel 108 0 19.8 108.0055 6 20 26.1 -6.3405833 1.71
Bujur Lintang
Oktober 2009
32
33
Desa Eca
Langut 108 14 26.1 108.2405833 6 23 19.4 -6.388722222 2.38
Pamayahan 108 16 49.4 108.2803889 6 23 34.2 -6.392833333 1.85
Penyingkiran Lor 108 16 22.5 108.2729167 6 21 3.1 -6.350861111 1.75
Mekarsari 107 59 11.8 107.9866111 6 17 7.1 -6.285305556 0.83
Bugel 108 0 19.2 108.0053333 6 20 24.1 -6.340027778 1.54
Muntur 108 8 30.6 108.1418333 6 24 3.3 -6.400916667 1.48
Pegagan 108 10 10.1 108.1694722 6 25 59.1 -6.433083333 1.83
Pendok 108 16 30.6 108.2751667 6 26 14.2 -6.437277778 1.51
Bangkaloa 108 17 38.1 108.2939167 6 28 52.4 -6.481222222 1.19
Bulak 108 5 26.3 108.0906389 6 21 50.2 -6.363944444 2.46
Bulak 108 5 24.7 108.0901944 6 21 47.5 -6.363194444 2.22
Karangsinom 108 7 33.7 108.1260278 6 21 43.3 -6.362027778 2.3
Soge 108 3 55.6 108.0654444 6 20 12.1 -6.336694444 2.25
Dermayu 108 18 19.5 108.3054167 6 20 14.4 -6.337333333 2.45
Ujung Gebang 107 55 36.9 107.9269167 6 15 19.3 -6.255361111 2.9
Muntur 108 7 53.6 108.1315556 6 22 52 -6.381111111 1.49
Losarang 108 10 50 108.1805556 6 23 55.7 -6.398805556 3.12
Petean/legok 108 1 48.8 108.0302222 6 18 57.3 -6.315916667 3.09
Pabean Ilir 108 19 41.5 108.3281944 6 17 19 -6.288611111 2.43
Cantigi Kulon 108 13 48.9 108.23025 6 19 42.3 -6.328416667 4.03
Pabean Ilir 108 19 46.9 108.3296944 6 17 23.8 -6.289944444 2.66
Eretan Kulon 108 2 31 108.0419444 6 18 42.1 -6.311694444 9.59
Santing 108 8 49.9 108.1471944 6 21 18.7 -6.355194444 3.24
Kertajadi 108 9 51.3 108.16425 6 22 35 -6.376388889 3.66
Kertajadi 108 9 52.9 108.1646944 6 22 36.8 -6.376888889 3.51
Losarang 108 10 57.3 108.1825833 6 23 40.3 -6.394527778 3.12
Pabean Ilir 108 19 42.6 108.3285 6 17 14.9 -6.287472222 3.96
Brondong 108 20 48.7 108.3468611 6 17 24.7 -6.290194444 6.28
November 2010
Bujur Lintang
34
Lampiran 4. Data Sampel Ubinan November 2010
Kecamatan Desa Lintang Bujur 1 2 3
Langut -6° 23' 19.4'' 108° 14' 26.1" 3.5 3 3 3.17
Pamayahan -6° 23' 34.2'' 108° 16' 49.4" 5.2 4.5 4.7 4.80
Cantigi Penyingkiran Lor -6° 21' 3.1'' 108° 16' 22.5" 2.9 2.5 2.9 2.77
Mekarsari -6° 17' 7.1'' 107° 59' 11.8" 2.53 2.7 2.84 2.69
Bugel -6° 20' 24.1'' 108° 0' 19.2" 3.1 2.9 3.15 3.05
Muntur -6° 24' 3.3'' 108° 8' 30.6" 2.5 3 2.1 2.53
Pegagan -6° 25' 59.1'' 108° 10' 1" 3 2.9 3.2 3.03
Pendok -6° 26' 14.2'' 108° 16' 30.6" 4.5 3.5 4 4.00
Bangkaloa -6° 28' 52.4'' 108° 17' 38.1" 3.6 2.82 3.15 3.19
Kecamatan Desa Lintang Bujur 1 2 3
Bulak -6° 21' 50.2'' 108° 5' 26.3" 3.2 3 3.12 3.11
Bulak -6° 21' 47.5'' 108° 5' 24.7" 3 2.96 3.14 3.03
Karangsinom -6° 21' 43.3'' 108° 7' 33.7" 2.8 2.86 3 2.89
Soge -6° 20' 12.1'' 108° 3' 55.6" 3 3.25 3.3 3.18
Sindang Dermayu -6° 20' 14.4'' 108° 18' 19.5" 3.125 3.115 3.135 3.13
Sukra Ujung Gebang -6° 15' 19.3'' 107° 55' 36.9" 3.3 3.56 3.16 3.34
Muntur -6° 22' 52'' 108° 7' 53.6" 2.76 3.01 3.1 2.96
Losarang -6° 23' 55.7'' 108° 10' 50" 0 0 0 0.00
Patrol Petean/legok -6° 18' 57.3'' 108° 1' 48.8" 3.5 3.67 3.2 3.46
Pasekan Pabean Ilir -6° 17' 19'' 108° 19' 41.5" 4.01 3.58 3.76 3.78
Kecamatan Desa Lintang Bujur 1 2 3
Cantigi Kulon -6° 19' 42.3'' 108° 13' 48.9" 3 2.5 2.9 2.80
Cantigi Kulon -6° 19' 42.3'' 108° 13' 48.9" 2.9 2.4 3 2.77
Pasekan Pabean Ilir -6° 17' 23.8'' 108° 19' 46.9" 3.6 3.52 3.12 3.41
Karanganyar -6° 21' 21.3'' 108° 8' 41.3" 3.4 3.45 3.2 3.35
Karanganyar -6° 21' 21.3'' 108° 8' 41.3" 3.3 3.51 3.1 3.30
Karanganyar -6° 17' 45.1'' 108° 19' 5.1" 3.1 3 3.24 3.11
Eretan Kulon -6° 18' 42.1'' 108° 2' 31" 2.5 2.77 2.65 2.64
Santing -6° 21 18.7'' 108° 8' 49.9" 2.1 2.4 2.2 2.23
Kertajadi -6° 22' 35'' 108° 9' 51.3" 2.85 2.9 3.05 2.93
Kertajadi -6° 22' 36.8'' 108° 9' 52.9" 2.7 3 3.15 2.95
Kecamatan Desa Lintang Bujur 1 2 3
Losarang -6° 23' 40.3'' 108° 10' 57.3" 0 0 0 0.00
Losarang -6° 23' 40.3'' 108° 10' 57.3" 0 0 0 0.00
Losarang -6° 23' 40.3'' 108° 10' 57.3" 0 0 0 0.00
Losarang -6° 23' 40.3'' 108° 10' 57.3" 0 0 0 0.00
Pabean Ilir -6° 17' 14.9'' 108° 19' 42.6" 4.25 3.78 3.02 3.68
Pabean Ilir -6° 17' 14.9'' 108° 19' 42.6" 2.71 3.76 3.49 3.32
Pabean Ilir -6° 17' 14.9'' 108° 19' 42.6" 4.26 3.73 3.55 3.85
Brondong -6° 17' 24.7'' 108° 20' 48.7" 2.1 3.71 3.02 2.94
Brondong -6° 17' 24.7'' 108° 20' 48.7" 4.12 3.51 3.01 3.55
Brondong -6° 17' 24.7'' 108° 20' 48.7" 4.01 3.09 3.24 3.45
Wilayah Salinitas IV Hasil ubinan (kg)Rata-rata Produksi (kg)
Losarang
Pasekan
Wilayah Salinitas III Hasil ubinan (kg)Rata-rata Produksi (kg)
Cantigi
Kandanghaur
Losarang
Widasari
Wilayah Salinitas II Hasil ubinan (kg)Rata-rata Produksi (kg)
Kandanghaur
Losarang
Wilayah Salinitas I Hasil ubinan (kg)Rata-rata Produksi (kg)
Lohbener
Patrol
Losarang
35
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
36