i
ANALISIS KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN
DALAM KALIMAT KOORDINATIF
ANTARA BAHASA ARAB DENGAN BAHASA INDONESIA
(Studi Kasus Terjemahan Surah Al Baqarah Terbitan DEPAG RI
Tahun 1994)
Oleh:
Siti Aisyah
102024024429
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 / 2008
ii
ABSTRAK
Siti Aisyah
Analisis Konjungtor Hubungan Pertentangan Dalam Kalimat Koordinatif
Antara Bahasa Arab Dengan Bahasa Indonesia (Studi Kasus Terjemahan
Surah Al Baqarah Terbitan DEPAG RI Tahun 1994)
Setiap bahasa memiliki sui generis (ciri khas tersendiri). Demikian pula
yang berlaku antara bahasa Indoneisa dengan bahasa Arab. Dalam setiap lika-liku
kedua bahasa itu pasti saja ditemukan ciri khas masing-masing, termasuk ketika
kita menyelami “dunia kalimat”. Dan bahasa merupakan alat yang sistematis
untuk menyampaikan gagasan atau perasaan dengan memakai tanda, bunyi,
gestur, atau tanda yang disepakati yang mengandung makna yang dipahami.
Skripsi sederhana ini bertujuan untuk dapat menemui kesalahan
terjemahan dalam menyepadankan antara konjungsi bahasa Indonesia dengan
bahasa Arab, yaitu masalah konjungsi kalimat majemuk koordinatif yang
menyatakan pertentangan yang terdapat dalam Al quran. Sehingga menghindari
kesalahan interpretasi dalam memaknai suatu kata Bahasa Sumber , dalam hal ini
adalah Al quran kepada Bahasa Sasaran (bahasa Indonesia). Karena bagi Penulis,
masalah penerjemahan adalah hal yang vital yang harus benar-benar dicermati dan
dilakukan secara hati-hati dan kritis agar tidak mengarah pada interpretasi yang
salah dan mampu menyampaikan serta tidak mengurangi pesan yang ingin
disampaikan oleh Bahasa Sumber, terutama dalam naskah ilmiah (Al quran).
Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah melalui metode
analisis korpus. Caranya yaitu dengan membaca dan mencari kalimat majemuk
koordinatif hubungan penjumlahan yang menyatakan pertentangan dalam Al
quran surah Al Baqarah terjemahan DEPAG RI tahun 1994.
Meskipun dalam kualitas analisis yang tidak seberapa, Penulis berharap
analisis ini dapat mewakili kajian dan terjemahan kalimat majemuk koordinatif
hubungan pertentangan yang kerap kita temui dalam Al quran.
iii
KATA PENGANTAR
Maha Suci Allah yang telah menciptakan alam raya beserta isinya. Semua
yang ada di langit dan di bumi selalu meminta pada-Nya. Saat alam begitu gelap
gulita dan wajah zaman berlumuran debu hitam, di saat fajar menjelang, dengan
lantang ku sebut nama-Mu dan fajarpun merekah seraya menebar senyuman
indah. Maha Suci Allah yang dapat membuka mata, hati, pikiran dan wawasan
kita, sehingga menjadikan kita sebagai pencari hikmah yang penuh kerendahan
hati, membukakan telinga kita selebar-lebarnya dan mengunci lisan kita dari
pelbagai ucapan yang berlebihan serta kata-kata yang menyakitkan, menjauhkan
kita dari orang-orang yang tertipu oleh “kehebatan diri”. Shalawat serta salam
semoga tercurah atas Nabi Muhammad SAW yang telah dengan sabar dan ikhlas
menunjukkan kita semua pada kebenaran yang haqiqi.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat gelar strata
satu (SI) Jurusan Terjemah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis sangat menyadari, tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya atas partisipasinya, terutama kepada:
1. Bapak. Dr. Abdul Chaer, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Ikhwan Azizi, MA., Ketua Jurusan Tarjamah. Serta
Bapak Ahmad Syaekhuddin, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan
Tarjamah.
iv
3. Bapak Drs. H. Ahmad Syatibi, MA., selaku Dosen Pembimbing
Materi dan Teknis dalam penyusuan skripsi ini.
4. Para Dosen dan seluruh staf Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan
Terjemah yang telah memberikan pencerahan bagi saya.
5. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Adab UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Universitas Negeri Jakarta, Pusat Bahasa. Terima kasih atas
layanan dan buku-bukunya.
6. Kedua orangtua tercinta, (Alm.) Bapak H.M. Siddiq EHB dan Ibu
Hj. Saodah. “maaf, persembahan ini baru dapat ananda berikan.”
7. Keluarga Tercinta: Abang Andi “Terimakasih atas dukungan Abang,
baik moril maupun materiil”, Kak Hera, Kak Ida, Mas Erwin, Kak
Mameh, Kak Awin, Bang Muni, Kak Husnul, Bang Aden, Kak
Audry “Kita adalah satu dan satu adalah kita.” Keponakan-
keponakan tersayang: Kakak Mitha, Kakak Dwi, Kakak Risha, Adik
Indah, Adik Shafwa, si Mungil dan tomboy Adik Yasmin “Tante
sayang kalian, kalian adalah obat rasa jenuh buat tante.”
8. Sahabat-sahabat kelas: Mbak Ida, terimakasih untuk waktu dan
pemasukannya untuk skripsi ini. Shofa, Hilda, Ela, Mala, Husna,
Hamid: Makasih atas waktu dan dukungannya , Windhi: Thanks for
anter-jemputnya dan teman-teman yang ‘g Cha sebutin satu persatu
namanya, khususnya teman-teman Terjemah 2002. Semoga
persahabatan ini tetap terjalin.
9. Keluarga besar PONPES DAARUL ‘ULUUM LIDO, terimakasih
atas naungan yang telah diberikan pada Cha untuk menuntut ilmu.
Keluarga besar MAN 6 Jakarta, terimakasih untuk segala pengajaran
dan ilmu yang telah diberikan.
10. Specially: Kepada seseorang yang telah memberikan rasa sakit, dan
kebahagiaan.
Mudah-mudahan segala bantuan yang telah diberikan untuk penulis
dibalas Allah Swt. dengan ganjaran yang setimpal. Dan semoga skripsi ini
berguna dan bermanfaat untuk semua pihak. Selain itu, penulis berharap bahwa
v
limpahan hidayah dan taufik-Nya senantiasa dicurahkan kepada kita semua.
Amin!
Penulis menyadari, meskipun telah semaksimal mungkin berusaha dalam
menyelesaikan skripsi ini, masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Kritik
dan saran membangun, selalu Penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini
Jakarta 11 Maret 2008
Penulis
Siti AisySiti AisySiti AisySiti Aisyahahahah
6
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................v
TRANSLITERASI..................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................... 4
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 5
D. Metodologi Penelitian............................................................. 5
E. Sistematika Penulisan ............................................................. 5
BAB II KERANGKA TEORI
A. ILMU PENERJEMAHAN...................................................... 7
1. Definisi Penerjemahan................................................. 7
2. Tahap-tahap Penerjemahan .......................................... 9
3. Metode-metode Penerjemahan..................................... 11
B. KALIMAT MAJEMUK DAN PEMBAGIANNYA................ 14
1. Pengertian dan Pembagian Kalimat Majemuk.............. 14
2. Kalimat Majemuk Subordinatif.................................... 23
3. Kalimat Majemuk Koordinatif ..................................... 32
7
C. KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN DALAM
KALIMAT KOORDINATIF...................................................….39
1. Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab.............................. 39
BAB III SURAH AL BAQARAH…………………………………………........51
A. Penamaan…………………………………………………………..51
B. Isi Kandungan……………………………………………………...52
BAB IV ANALISIS PENERJEMAHAN KONJUNGTOR HUBUNGAN
PERTENTANGAN DALAM KALIMAT KOORDINATIF………..54
BAB V PENUTUP……………………………………………………………....62
Kesimpulan………………………………………………….………...…62
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..64
LAMPIRAN
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Arab Latin Arab Latin
t = ط a = ا
z = ظ b = ب
‘ = ع t = ت
gh = غ ts = ث
f = ف j = ج
q = ق h = ح
k = ك kh = خ
8
l = ل d = د
m = م dz = ذ
n = ن r = ر
w = و z = ز
s � = h = س
' = ء sy = ش
y = ي s = ص
d = ض
Penulisan Vokal
Vokal Tunggal Vokal Ganda Vokal Panjang Tanwin
a ي Ai ـ! Â an
i Au #ـ Î in
u
و
Û &ـ un
Penulisan Partikel al-
1 Ditulis al- (tidak kapital) bila merupakan istilah umum dalam bahasa Arab.
Misalnya: - al-hasan - al-îmân
2 Ditulis Al- (dengan huruf awal kapital) bila merupakan nama orang, kota, sifatAllah, dan judul buku.
Misalnya: - Al-Ghazali - Al-Bustami - Al-Munqidz min Adh-Dhalâl
3 Penulisan partikel al- harus luruh mengikuti huruf sesudahnya apabila ia termasuk kelompok huruf syamsiyah.
Misalnya: - ar-rasûl - az-ziâdah
9
Kelompok huruf syamsiyah: t, ts, s, r, t, d, dz, n, d, s, z, z, sy, dan l.
Kelompok huruf qamariyah: a, b, gh, h, j, k, w, kh, f, ‘, q, y, m, dan h.
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, satu bahasa sama baik dengan bahasa lainnya. Dan setiap bahasa
sama-sama digunakan dengan benar, baik dan sempurna oleh masyarakat pemakai
bahasa tersebut. Dengan perbandingan antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia di sini
tidak dimaksudkan untuk melihat bahasa mana yang maju dan bahasa mana yang masih
terbelakang, atau bahasa mana yang baik dan bahasa mana yang kurang baik, melainkan
hanya untuk melihat titik pertemuan atau titik yang harus dipertemukan antara
keduanya, karena sangat diperlukan antara lain untuk kepentingan penerjemahan.
Kalimat merupakan satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang
biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai
dengan intonasi final.1
Jenis kalimat ditinjau dari segi jumlah klausanya, dibagi atas kalimat tunggal
dan kalimat majemuk.2 Kalimat tunggal yaitu kalimat yang terdiri atas satu subjek dan
satu predikat3 (kalimat yang terdiri dari satu klausa). Kalimat ini biasa disebut dengan
kalimat sederhana. Sedangkan kalimat majemuk ialah kalimat yang memiliki dua atau
lebih klausa yang saling berhubungan. Dan klausa-klausa tersebut dapat bersifat
koordinatif, subordinatif atau campuran.
1 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 21 2 Hasan Alwi, et, al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 336 3 Zaenal Arifin, et, al., Cermat Berbahasa Indonesia (Jakarta: Akademika Pressindo, 2002), h.
64
11
Kalimat majemuk setara (koordinatif) yaitu kalimat yang terdiri atas dua atau
lebih klausa bebas. Yang dimaksud dengan klausa bebas yaitu masing-masing klausa
berdiri sendiri dan tidak menjadi bagian dari klausa lainnya.4 Kedua klausa pada setiap
kalimat dihubungkan oleh konjungtor (partikel penghubung) yang setara, seperti dan,
serta, lalu, kemudian, tetapi, padahal, sedangkan, baik…maupun, tidak…tetapi, dan
bukan…melainkan…5
Kalimat majemuk setara tersusun dari dua klausa atau lebih dimana setiap klausa
memiiki kedudukan yang sama dalam struktur konstituennya.6
Ciri semantis dalam hubungan koordinasi ditentukan oleh makna dari macam
koordinator yang kita pakai dan makna leksikal ataupun gramatikal dari kata dan klausa
yang kita bentuk. Selain itu, arti hubungan semantis antarklausa dalam kalimat
majemuk setara juga ditentukan oleh arti klausa-klausa yang dihubungkan. Contoh:
(1) a. Pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan sebagian besar rakyat
Indonesia telah menggunakan hak pilihnya.
b. Pemilihan umum baru saja belalu dengan tertib dan sebuah kalimat luas terdiri
atas dua klausa atau lebih.
Kalimat (1a) terdiri atas klausa pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib, dan
klausa sebagian besar rakyat indonesia menggunakan hak pilihnya. Keterkaitan makna
memungkinkan kedua klausa tersebut digabungkan untuk membentuk kalimat majemuk
setara, yang secara gramatikal benar dan berterima. Kalimat (1b) terdiri atas klausa
pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan klausa sebuah kalimat luas terdiri
4 Chaer, Linguistik Umum, h. 243 5 Alwi, et, al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 348 6 Soenjono Dardjowidjojo, et, al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1988), cet. Ke-I, h. 307
12
atas dua klausa atau lebih. Arti kedua klausa tersebut tidak memungkinkan
digabungkannya menjadi kalimat mejemuk setara, secara gramatikal memang benar
namun tidak berterima secara semantis.
Kalimat majemuk setara dikelompokkan menjadi empat jenis,7 yaitu kalimat
majemuk setara penjumlahan, pertentangan, perurutan dan pemilihan. Tiap hubungan
itu berkaitan erat dengan koordinatornya.
Dalam penelitan ini, Penulis akan meneliti salah satu bentuk dari kalimat
majemuk yaitu kalimat majemuk setara (koordinatif) khususnya hubungan koordinatif
yang menyatakan pertentangan. Anak kalimat ini ditandai oleh konjungtor tetapi, tapi,
akan tetapi, namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan sebaliknya.8
Contoh:
وإذا 896 *�+ ءا72&ا آ3! ءا12 ا*7-!س 6!*&ا أ.125 آ3! ءا12 ا*()'�!ء أ*! إ.-�+ ه+ ا*()'�!ء
.و*=1 *! ی;:3&ن
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain Telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu Telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. (Q.S. Al Baqarah: 13)
Partikel 1=* dapat digunakan dalam kalimat nominal (jumlah ismiyah) maupun
dalam kalimat verbal (jumlah fi’liyah). Keunikan partikel dalam Bahasa Arab inilah
yang mendorong Penulis melakukan analisis skripsi dengan judul
7 Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi
(Jakarta: Akademika Pressindo, 2002), cet. Ke-V, h. 74-75 8 Prof. Drs. M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis” (Yogyakarta: CV. Karyono, 1983),
cet. Ke-III, h. 54-57
13
“ANALISIS KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN DALAM
KALIMAT KOORDINATIF ANTARA BAHASA ARAB DENGAN BAHASA
INDONESIA (Studi Kasus Surah Al Baqarah Terjemahan DEPAG RI Tahun
1994).” Judul ini dimaksudkan untuk membandingkan struktur hubungan koordinasi,
khususnya pertentangan yang terdapat dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia,
sekaligus meneliti konjungtor hubungan koordinatif pertentangan bahasa Arab, serta
mencari padanannya dalam bahasa Indonesia.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dikarenakan pembahasan mengenai konjungtor hubungan pertentangan sangat
luas, maka Penulis membatasi pembahasan hanya pada konjungtor tetapi dan tapi yang
dipadankan dengan konjugtor 1=* dan 8> dalam bahasa Arab. Namun perlu diketahui,
bahwa konjungtor bal tidak selamanya mengandung makna pertentangan. Tetapi dapat
pula berfungsi sebagai makna penegasan yang ditandai oleh konjungtor ‘bahkan’.
Untuk itu Penulis memfokuskan konjungtor bal khusus yang bermakna petentangan
yang ditandai dengan konjungtor ‘tetapi’. Hal ini dilakukan demi ketuntasan Penulis
dalam menganalisa konjugtor tersebut.
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja konjungtor hubungan pertentangan kalimat koordinatif dalam bahasa
Indonesia dan padanannya dalam bahasa Arab?
2. Bagaimana penerjemahan konjungtor hubungan pertentangan Bahasa Arab 1=*
dan 8> ke dalam Bahasa Indonesia pada surah Al Baqarah?
14
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui konjungtor hubungan pertentangan kalimat koordinatif dalam
bahasa Indonesia dan padanannya dalam bahasa Arab.
2. Mengetahui bagaimana menterjemahkan konjungtor hubungan pertentangan
bahasa Arab 1=* dan 8> ke dalam bahasa Indonesia pada surah Al Baqarah.
D. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korpus dengan
membaca dan mencari konjungtor hubungan penjumlahan pertentangan kalimat
koordinatif yang ada pada surah Al Baqarah terjemahan DEPAG RI yaitu dengan dua
partikel penghubung 1=* dan 8> mengingat dua partikel tersebut merupakan konjungtor
hubungan pertentangan dalam kalimat koordinatif. Kemudian melihat terjemahannya
dan menganalisa makna semantisnya.
Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada
buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh CeQDA
2007.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan terdiri dari:
15
BAB I Pendahuluan mencakup latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Kerangka teori mencakup ilmu penerjemahan yang meliputi definisi
penerjemahan, tahap-tahap penerjemahan dan metode-metode
penerjemahan. Kalimat majemuk dan pembagiannya yang meliputi
pengertian kalimat majemuk, kalimat majemuk subordinatif, dan kalimat
majemuk koordinatif. Konjungtor yang meliputi konjungtor dalam
Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab.
BAB III Surah Al Baqarah yang meliputi penamaan dan isi kandungan surah Al
Baqarah
BAB IV Analisis konjungtor hubungan pertentangan dalam kalimat koordinatif
antara bahasa Aarb dengan bahasa Indonesia (Studi kasus terjemahan
surah Al Baqarah terbitan DEPAG RI tahun 1994)
BAB V Penutup mencakup kesimpulan.
16
BAB II
KERANGKA TEORI
A. ILMU PENERJEMAHAN
1. Definisi Penerjemahan
Penerjemahan atau translation selama ini didefinisikan menurut latar
belakang dan teori dan pendekatan yang berbeda-beda oleh para pakar terjemah.
Meski begitu, definisi penerjemahan secara umum dapat dibagi menjadi dua:
a. Definisi secara bahasa
Terjemah atau penerjemahan berasal dari Bahasa Arab ?3@AB yang
merupakan bentuk masdar dari fi’il madî mujarrad +@AB 9. Profesor Izuddin
Muhammad Najib dalam kitabnya usus attarjamah mendefinisikan terjemah
menurut bahasa sebagai:
?C* 12 مD=*8 اE.إ ?C* F*ىأAH
‘pemindahan kalimat dari satu bahasa ke dalam bahasa lain’
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan secara
etimologi ialah proses pemindahan dan pencarian padanan dari teks bahasa sumber
(BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) untuk mendapatkan kejelasan makna.
b. Definisi secara istilah
Penerjemahan secara istilah (terminology) didefinisikan dengan berbagai
macam pengertian. Menurut Eugene A. Nida, Menterjemah ialah kegiatan yang
9 Muhammad Maksum bin Ali, Al-Amtsilah At-Tashrifiyah (Surabaya: Maktabah Assyaikh
Salim Nabhan, 1995), h. 8
17
menghasilkan pesan yang sedekat-dekatnya dan sewajar-wajarnya dalam bahasa
sasaran dengan pesan yang terdapat dalam bahasa sumber. Pertama menyangkut
makna dan kedua menyangkut gaya bahasanya.10
Menurut J. C. Catford. Sebagai seorang penerjemah professional sekaligus
pakar dalam bidang Linguistik, mengungkapkan bahwa, penerjemahan ialah
pemindahan naskah dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain dengan sesuai.11
Sedangkan Pendapat J. Levy lebih kepada sebuah proses penerjemahan yang
dinilai sebagai sebuah proses kreatif dan suatu keterampilan tersendiri yang dimiliki
oleh seorang penerjemah. J. Levy mengatakan, dalam penerjemahan merupakan
proses kreatif yang memberikan kebebasan bagi penerjemah untuk memilih
kemungkinan padanan terdekat dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan
situasinya.12
Seperti yang dikutip oleh Nurahman Hanafi, dalam disertasinya yang
berjudul A model for translation quality assessment, Juliana mendefinisikan,
penerjemahan merupakan proses pemindahan naskah dari bahasa sumber kedalam
bahasa sasaran dengan semantik dan pragmatik yang sepadan.13
Itulah pendapat tokoh-tokoh terjemah tentang definisi penerjemahan. Mereka
mengungkapkan argumen masing-masing sesuai dengan latar belakang keilmuan
dan proses yang telah mereka tekuni sebelumnya sebagai penerjemah. Benang
merah yang dapat kita ambil dari penjelasan di atas ialah, penerjemahan merupakan
10 Eugene A. Nida and Charles. R. Taber, The Theory Practice of Translation (Leiden: The united bible societies), page. 12 11 J. C. Catford, A Linguistic Theory of Translation (London: Oxford University Press, 1965), page. 20 12 Nurrahman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan (Flores: Nusa Indah, 1986), cet. Ke-I, h. 23 13 Ibid., h. 26
18
suatu proses pengalihan makna dari naskah bahasa sumber ke dalam naskah bahasa
sasaran dengan padanan sedekat-dekatnya dan sewajar-wajarnya, baru kemudian
memperhatikan gaya bahasanya.
2. Tahap-tahap Penerjemahan
Ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh penerjemah untuk mendapatkan
hasil yang dianggap baik.
a. Tahap Analisis
Setiap teks yang terdapat dalam naskah asli tentu bukan hal yang sakral
untuk dianalisis terlebih dahulu. Analisis ini bisa dilakukan sekitar pesan yang ingin
disampaikan oleh pengarang, karena tidak mungkin seorang penulis tidak ingin
menyampaikan perasaannya saat menulis. Meskipun naskah itu berupa teks
ekspresif (perwujudan perasaan).
Analisis juga bisa dilakukan seputar gaya bahasa yang digunakan oleh
penulis, struktur gramatikal, atau dalam pemilihan kata, frasa, dan kalimat. Setelah
mendapat gambaran jelas tentang naskah yang akan diterjemahkan barulah ia bisa
melanjutkan proses selanjutnya.
b. Tahap Pengalihan
Pada tahap ini, seorang penerjemah diuji kecakapan dan keterampilannya
dalam menterjemah sekaligus penguasaan pada bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Inti dari tahap ini ialah mengalihkan unsur yang terdapat dalam naskah bahasa
sumber dengan naskah bahasa sasaran secara sepadan. Baik bentuk dan isinya harus
disepadankan, meski kesepadanan bukan berarti kesamaan. Apakah pesan penulis
19
dalam naskah asli harus tetap dipertahankan dalam terjemahan? Dapatkah
penerjemah mengubah pesan yang terdapat dalam naskah asli? Jika boleh, sejauh
mana perubahan yang bisa dilakukan dan atas pertimbangan apa? Inilah pertanyaan
yang kerap muncul di sela-sela proses penerjemahan.
Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan pada definisi penerjemahan,
seorang penerjemah harus mempertahankan maksud yang ingin disampaikan
pengarang,14 karena pada dasarnya terjemahan bukan sekedar mengalihkan huruf
atau kata yang terdapat dalam bahasa sumber, tetapi lebih kepada pengalihan pesan
yang terdapat dalam bahasa sumber kepada bahasa sasaran. Tidak heran bila seorang
penerjemah yang telah memasuki tahap ini harus kembali ke tahap analisis atau
sebaliknya sampai ia yakin betul bahwa pemahaman dan analisisnya sudah cukup
baik.
Setelah tahap analisis dan pengalihan dilalui dengan baik, tahap terakhir
yang harus dilakukan ialah tahap penyerasian.
c. Tahap Penyerasian
Pada tahap ini, hasil terjemahan yang telah selesai akan diuji lagi. Apakah
hasil terjemahan ini benar-benar telah melewati tahap analisis dan pengalihan
dengan baik? Apakah hasil terjemahan telah cukup memenuhi syarat terjemahan
yang baik? Inilah yang sering disebut sebagai faktor keterbacaan, dimana
penerjemah harus menyesuaikan bahasanya yang masih terasa “kaku” untuk
kemudian disesuaikan dengan kaidah yang berlaku pada bahasa sasaran. Di samping
14 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 35
20
itu, mungkin juga terjadi penyerasian dalam hal peristilahan, misalnya apakah
menggunakan istilah yang umum digunakan ataukah yang baku.
Penerjemah dapat melakukan tahap ini sendiri, atau bisa meminta bantuan
orang lain untuk mengoreksinya. Ada dua hal yang mendasari ungkapan ini.
Pertama, penerjemah kerap merasa kesulitan mengoreksi kerjaannya sendiri, karena
secara psikologis ia akan menganggap terjemahannya sudah baik. Hal ini karena
didorong latar belakang yang ia miliki. Maka penyerasian yang dilakukan orang lain
cukup membantu dalam menghasilkan terjemahan yang baik dan komunikatif.
Kedua, penerjemahan sebaiknya merupakan kerja tim. Ada yang menterjemah dan
ada pula yang “mengedit”. Hal ini menyangkut faktor keterbacaan, karena
terjemahan yang baik ialah terjemahan yang mampu mengadopsi pesan yang dimuat
dalam naskah asli ke dalam bahasa sasaran serta menyajikannya secara komunikatif
sehingga terkesan antara naskah asli dan naskah terjemahan tidak jauh berbeda.
3. Metode-metode Penerjemahan
Newmark, seperti yang dikutip oleh Rochayah Machali dalam bukunya
pedoman bagi penerjemah, mengajukan dua metode penerjemahan.15
a. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber (BSu).
Pada metode jenis ini, makna kontekstual yang terdapat dalam naskah BSu
diwujudkan kembali dengan setepat-tepatnya dalam bahasa sasaran (BSa), meskipun
dijumpai hambatan sintaksis dan semantis. Metode ini dituangkan dalam beberapa
metode penerjemahan:
15 Ibid., h. 49
21
1) Penerjemahan Kata demi kata
Metode penerjemahan ini ialah metode yang mengalihkan teks dari
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran secara “mentah”. Biasanya kata-kata teks
sasaran langsung diletakkan di bawah teks sumber, dan kata-kata yang bersifat
cultural dipindahkan apa adanya. Umumnya metode ini dipergunakan sebagai
tahapan pra penerjemahan pada penerjemahan teks yang sukar atau untuk
memahami mekanisme BSu terhadap BSa.
Contoh:
و*:Kی1 @!هIوا I�7* !79Jی�7+
Pasti akan kami beri
petunjuk kepada
mereka
Di dalam kami Mereka berjihad Dan orang-
orang yang
2) Penerjemahan Literal
Metode jenis ini ialah mencari padanan terdekat kondtruksi gramatikal
yang terdapat dalam BSu ke dalam BSa. Penerjemahan kata-katanya dilakukan
terpisah dari konteksnya. Umumnya metode ini digunakan pada tahap awal
pengalihan.
Contoh:
وا*:Kی1 @!هIو I�7* !79Jی�7+
Dan orang-orang yang berjihad di jalan kami, pasti akan kami beri petunjuk
(hidayah) kepada mereka semua.
22
3) Penerjemahan Setia
Penerjemahan setia mencoba mereproduksi makna kontekstual BSu
dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-kata yang bersifat budaya
dialih bahasakan tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih
tetap dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan BSu,
maka tidak heran bilahasil terjemahan ini terasa “kaku”.
وا*:Kی1 @!هIو I�7* !79Jی�7+
Dan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, pasti akan diberikan petunjuk oleh
Allah.
4) Penerjemahan Semantis
Penerjemahan semantis ialah metode penerjemahan yang
mempertimbangkan unsur estetika teks BSu dengan mengkompromikan makna
selama masih dalam batas kewajaran. Bila dibandingkan dengan metode
penerjemahan setia, penerjemahan semantis lebih “luwes” dan fleksibel, karena
tidak terikat oleh BSu seperti penerjemahan setia. Kata-kata yang bersifat budaya
diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional.
b. Metode yang memberikan penekanan terhadap BSa.
Pada metode ini, penerjemah berupaya untuk menghasilkan dampak relatif
sama dengan yang diharapkan oleh penulis terhadap pembaca versi BSu. Model
terjemahan ini berbentuk penerjemahan bebas dan komunikatif.
1) Penerjemahan Bebas
23
Metode ini lebih mengutamakan isi dan mengorbankan struktur
gramatikal BSu. Terkadang metode ini berbentuk parafrasa yang lebih panjang atau
lebih pendek dari naskah aslinya. Contoh:
LMN !2 O7P!J QRذا *+ B(إ
‘Jika tidak malu, kamu bisa berbuat apa saja’
2) Penerjemahan Komunikatif
Metode penerjemahan ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual
sedemikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun isi langsung dapat
dipahami oleh pembaca. Contoh:
ذا *+ LMN !2 O7P!J QR)Bإ
‘Jika tidak malu, berbuatlah sesukamu’
B. KALIMAT MAJEMUK DAN PEMBAGIANNYA
1. Pengertian dan Pembagian Kalimat
Kalimat dalam satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan,
mengungkapkan pikiran yang utuh.
Untuk lebih jauh lagi, guna mengenal dan memahami definisi kalimat,
Penulis akan menyajikan beberapa pendapat para tokoh bahasa mengenai definisi
kalimat.
1. Ramlan mengatakan:
“Kalimat ialah satuan yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai
nada akhir turun atau naik.” Dalam definisi ini Ramlan melihat dari ciri formalnya,
24
yakni jeda panjang disertai nada akhir turun naik. Kalau definisi ini kita hadapkan
dengan satuan-satuan di atas, semuanya dapat disebut kalimat.
2. Sutan Takdir Alisjahbana menyatakan:
“Kalimat ialah satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung
pikiran lengkap.” Menilik definisinya, kita melihat bahwa hal itu pendekatan dari
segi makna.
3. Gorys Keraf mengatakan:
“Suatu bangunan ujaran, yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan.
Sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa ujaran itu sudah lengkap, disebut
kalimat.”
4. A. A Fokker mengatakan:
“Kalimat ialah ucapan bahasa yang mempunyai arti penuh dan turunnya
suara menjadi cirinya sebagai keseluruhannya.”
Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, keras lembut,
disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi final. Dalam wujud tulisan kalimat diawali
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan intonasi akhir atau dengan tanda titik (.),
tanda tanya (?), dan tanda seru (!).16 Di dalam sebuah kalimat juga disertakan
berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda
titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda
baca lain sepadan dengan jeda.17
16 Zainal Arifin, et al., Cermat Berbahasa Indonesia (Jakarta: Akademika Pressindo, 2003), cet. Ke-VI, h. 56 17 Hasan Alwi, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), cet. Ke-V, h. 311
25
Definisi ini tidak jauh berbeda dengan definisi kalimat dalam sintaksis
bahasa Arab, yaitu suatu satuan yang terkonstruksi dari dua kata atau lebih yang
memberikan makna utuh.18 Hanya saja kalimat dalam bahasa Arab tidaklah harus
disertai dengan intonasi final sebagaimana kalimat yang terdapat dalam bahasa
Indonesia. Karena itu, nyaris semua kalimat dalam sejumlah naskah klasik Arab
tidak disertai dengan intonasi final yang tidak jarang menyulitkan penutur non-Arab
untuk memahaminya. Namun, baru saat-saat ini saja kalimat yang terdapat dalam
naskah Arab disertai dengan intonasi final—atau lebih lengkapnya dengan tanda
baca—yang memudahkan untuk memahaminya.
Kalimat merupakan bagian dari bahasa secara keseluruhan. Kalimat itu
mungkin terdiri dari satu kata atau mungkin juga lebih.19 sekurang-kurangnya
kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tulisan, harus memiliki subjek (S)
dan unsur predikat (P), kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat,
pernyataan itu bukanlah kalimat.20 Deretan kata tersebut hanya dapat disebut
sebagai frasa.
Setiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya
dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat
sintaksis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat.
18 Musthafa al-Ghulayaini, Jâmi ad-Durûs al-Arabiyyah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,
2002), h. 12 19 Sudarno dan Eman A. rahman, Terampil Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. Hikmah Syahid Indah), h. 42 20 Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1999), cet. Ke-III, h. 73
26
Fungsi utama sintaksis dalam bahasa Indonesia adalah subjek, predikat,
objek dan keterangan.21 Di samping itu, ada fungsi lain seperti atributif (yang
menerangkan), koordinatif (yang menggabungkan secara setara), subordinatif (yang
menggabungkan secara setingkat).22 Di dalam Bahasa Arab, hanya terdapat tiga
kategori:23 isim(kata benda), fi’il (kata kerja), dan huruf (kata tugas). Adapun
pelaku, penderita, penerima, dan pengalam merupakan peran. Dalam Bahasa Arab
belum diperoleh padanan yang tepat untuk istilah peran ini.
Sedangkan pengertian kalimat (kalâm) dalam bahasa Arab, merupakan suatu
bentuk kata (lafaz)24 yang tersusun (SآA2) yang dapat dimengerti (I9'2)25 dengan
maksud yang jelas (OTو).26 Jika dibagankan:
Kalimat dalam bahasa Arab ada dua macam, yaitu kalimat Nominatif
(Jumlah Ismiyyah) dan kalimat Verbal (Jumlah Fi’liyyah)27
21 Kusno B.S., Pengantar Tata Bahasa Indonesia (Bandung: CV. Rosda, 1985), h. 128
22 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 96
23 Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat (Malang: Misykat, 2004), h. 98 24 Lafazh adalah satuan suara terdiri dari huruf hija’iyah (alfabet). Contoh: K93:B (siswa) terdiri dari huruf ي, م, ل,ت dan ذ. (Thoifuri M. Ag, Tata Bahasa Arab Praktis (Jakarta: Puspa Swara, 2005), h. 2) 25 Mufid adalah ungkapan yang memberi pemahaman yang dapat diterima secara rasional sehingga pendengar puas atau paham tanpa bertanya kembali. Contoh: +6!ئ I*&*ا (Anak laki-laki itu berdiri). Hal ini tentu berbeda dengan ungkapan yang tidak mufid, seperti I*&*ان 6!م ا (Jika anak laki-laki itu telah berdiri,…) 26 Mustafa Al-Ghulayayni, Jami Al-Durūs Al-arabiyyah (pelajaran Bahasa Arab Lengkap), (Beirut: Maktabah Al-Asriyyah, 1997), jilid ke-I, h. 14 27 Fuad Ni’mah, Qowaid Al-Lughah Al-Arabiyyah (Beirut: Daarussaqofah, tt), h. 169
lafaz mufίd Wadha’ murakkab
Syarat-syarat kalām
27
Kalimat nominatif atau disebut juga dengan jumlah ismiyyah, merupakan
kalimat yang dimulai dengan isim (nomina) atau damir yang tersusun dari mubtada
(pokok kalimat) dan khabar (predikat).
Mubtada adalah isim yang dirafa’-kan yang kosong dari ‘amil lafaz, jelasnya
tidak didahului oleh ‘amil atau sesuatu yang menjadi pelaku pekerjaan.28 Sedangkan
khabar adalah isim yang dirafa’-kan yang disandarkan kepada mubtada.29
Khabar (predikat) harus sesuai dengan mubtada atau fâ’il (subjek) dalam
bilangan dan jenisnya. Jika mubtadanya adalah perempuan, ganda atau jamak,
maka khabarnyapun harus perempuan, ganda atau jamak.30 Contoh:
زیI 6!ئ+
Zaid itu berdiri
زیIان 6!ئ3!ن
Dua orang yang bernama Zaid berdiri
زیIون 6!ئ3&ن
Tiga orang yang bernama Zaid itu berdiri semuanya
Pada kalimat +6!ئ Iزی, lafaz Iزی mubtada di rafa’kan oleh ibtida, tanda
rafa’nya dammah sebab isim mufrad. Adapun lafaz +6!ئ khabarnya yang dirafa’kan
oleh mubtada, tanda rafa’nya dammah sebab isim mufrad. Lafaz انIزی mubtada
28 Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat, h. 52 29 M. Anwar, Terjemah Matan Al-Ajrumiyah dan Imrity (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), h. 72 30 Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Ilmu Alqur’an (Bandung: Mizan, 1986), h. 39
28
dirafa’kan tanda rafa’nya alif sebab isim tatsniyah, lafaz ون 6!ئ3&نIزی khabar
dirafa’kan oleh mubtada tanda rafa’nya wawu sebab jama’ mudzakar sâlim.
Kalimat verbal atau dalam bahasa Arab disebut dengan jumlah fi’liyah
merupakan kalimat yang dimulai dengan fi’il (verb) yang tersusun dari fi’il dan
fâ’il.31 Dalam bahasa Arab urutan kata dalam kalimat verbal adalah: kata kerja,
pokok kalimat, dan objek langsung.
Kata kerja (8;J ) dalam bahasa Arab terbagi tiga:
1. Fi’il Madi, lafaz yang menunjukkan pekerjaan yang sudah lewat dan
selesai. Tanda-tandanya, ialah suka dimasuki ta ta’nits yang mati.32 Fi’il
madi itu selalu difathahkan akhirnya, kecuali ketika dia bersambung
dengan wawu jamak maka dia didammahkan atau ketika tersambung
dengan ta yang berharakat niswah atau nâ yang menunjukkan kepada
fâ’il maka dia disukunkan.33
2. Fi’il Mudari’, menyatakan perbuatan yang belum selesai. Pada umumnya
kata ini menunjukkan kepada waktu sekarang atau yang akan datang.34
Dengan kata lain fi’il mudari’ adalah fi’il yang menunjukkan pekerjaan
waktu sedang dan akan berlangsung. Dapat dimasuki dengan sin, saufa,
lam, dan lan.
31 Ibid., h. 75. 32 Anwar, Terjemah Matan Al-Ajrumiyah dan Imrity, h. 46 33 M. Tholib, Tata Bahasa Arab; Terjemah An-Nahwu Al-Wadih (Jakarta: PT. Al-Ma’arif), h. 26 34 Abbas An-Nadwi, Belajar Mudah Ilmu Alqur’an, h. 81
29
3. Fi’il Amr, lafaz yang menunjukkan permintaan pada waktu yang akan
datang ( سVER!لإ ), tanda-tandanya yaitu dengan adanya ya muannats
mukhatabah dan menunjukkan makna talab (tuntutan).35
Dalam bahasa Indonesia, menurut jenisnya kalimat dapat ditinjau dari sudut
(a) jumlah klausa pembentuknya, (b) fungsi isinya, (c) kelengkapan unsurnya, dan
(d) susunan subjek dan predikatnya.36
Di sini Penulis akan spesifik membahas kalimat menurut jumlah klausa
pembentuknya saja. Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibedakan
menjadi kalimat tunggal (kalimat sederhana) dan kalimat majemuk.37 Perbedaan
kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada di
dalam kalimat itu, kalau klausanya hanya satu maka kalimat tersebut disebut dengan
kalimat tunggal.38
Dalam kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif), tidak setara
(subordinatif), ataupun campuran (koordinatif-subordinatif). Gagasan yang tunggal
dinyatakan dalam kalimat tunggal, gagasan bersegi-segi diungkapkan dengan
kalimat majemuk.39
Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat40 (kalimat yang
terdiri dari satu klausa). Kalimat tunggal dan klausa merupakan konstruksi sintaksis
35 Ibid.
36 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Diksi Insan Media, 2005), h.137. 37 Alwi, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 336. 38 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 243 39 Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, h. 48 40 Arifin, et, al., Cermat Berbahasa Indonesia, h. 64
30
yang memiliki unsur predikasi. Kalimat ini biasa juga disebut dengan kalimat
sederhana. Dalam Bahasa Arab, kalimat ini bisa disebut dengan kalâm basίt.41
Contoh:
اY ر<7!
Kalimat di atas terdiri atas satu klausa, yaitu sebagai اdengan rincian Y اY ر<7!
subjek dan !7>ر sebagai predikat.
Dilihat dari struktur internalnya, kalimat tunggal dan klausa, keduanya
terdiri atas unsur predikat dan subjek dengan ataupun tanpa objek, pelengkap, atau
keterangan. Namun, yang membedakan kalimat tunggal dengan klausa adalah
intonasi akhir yang merupakan ciri dari sebuah kalimat. Setiap konstruksi sintaksis
yang terdiri atas unsur subjek dan predikat (tanpa memperhatikan intonasi atau
tanda baca akhir) adalah klausa. Dan sebaliknya, jika unsur-unsur subjek dan
predikat lengkap dengan intonasi atau tanda baca akhir adalah kalimat tunggal.
Dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa
Indonesia dapat dikembalikan dalam kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat
tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula
ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola
kalimat dasar. Pola-pola kalimat dasar itu adalah sebagai berikut.42
i. KB + KK : Mahasiswa berdiskusi.
S P
41 Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat, h. 101. 42 Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, h. 63
31
ii. KB + KS : Dosen itu di rumah.
S P
iii. KB + KBil : Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
S P
iv. KB + (KD + KB) : Direktur ke ruang kerja.
S P
v. KB1 + KK + KB2 : Mereka menonton film.
S P O
vi. KB1 + KK + KB2 + KB3 : Paman mencarikan saya pekerjaan.
S P O Pel.
vii. KB1 + KB2 : Icha penulis.
S P
Catatan:
� KB = Kata Benda
� KK = Kata Kerja
� KS = Kata Sifat
� KBil = Kata Bilangan
� KD = Kata Depan
� Pel = Pelengkap
� S = Subjek
� P = Predikat
� O = Objek
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terbentuk dari dua klausa utama atau
lebih dengan atau tanpa klausa subordinatif.43
43 Hans Lapoliwa, Klausa Pemerlengkap Dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan Sintaktik Dan
Semantik ( Jakarta : Kanisius, 1990). Cet. Ke-I, h. 43
32
Kalimat majemuk dapat dibedakan menjadi kalimat majemuk setara dan
kalimat majemuk bertingkat. Kedua jenis kalimat majemuk tersebut terdiri dari
beberapa subjek, predikat dan objek. Perhatikan contoh berikut:
1. Pengurus Dharma Wanita mengunjungi panti asuhan dan mereka memberi
penghununya hadiah.
2. Saudara harus meminjam uang dari bank atau menjual rumah saudara.
3. Walaupun perusahaannya mengalami kerugian, pengusaha itu harus
membayar pajak.
4. Orang tua itu mengatakan bahwa putrinya sangat mencintai pemuda itu.
Kalimat yang terdapat pada contoh di atas terdiri dari subjek dan predikat
yang berjumlah lebih dari satu. Pada contoh (1) terdiri dari subjek yang sama dan
dua predikat yang berbeda, contoh (2) terdiri dari subjek yang sama dan dua
predikat yang berbeda, contoh (3) terdiri dari subjek yang sama dan dua predikat
yang berbeda, contoh (4) terdiri dari dua subjek dan predikat yang berbeda. Kalimat-
kalimat di atas terdiri dari beberapa klausa dan setiap klausa yang membentuk
kalimat tersebut dihubungkan dengan konjungtor yang berbeda-beda pula sesuai
dengan hubungan semantik antarklausa pembentuknya.
Pembahasan kalimat majemuk setara (koordinatif), dan majemuk bertingkat
(subordinatif) akan dijelaskan oleh Penulis pada sub-bab berikutnya.
2. Kalimat Majemuk Subordinatif
Hubungan subordinatif ialah hubungan antar klausa dalam kalimat yang
membentuk anak kalimat dan induk kalimat. Yang terdiri dari suku kalimat bebas
33
dan satu suku kalimat atau lebih yang tidak bebas (terikat).44 Klausa terikat
merupakan sababiyah dari klausa bebas.45 Yang satu merupakan klausa atasan atau
klausa utama (induk kalimat), dan klausa yang lain merupakan klausa bawahan
(anak kalimat). Dalam Bahasa Arab, jenis kalimat ini bisa disebut dengan istilah
kalâm tarkibiy. Perhatikanlah contoh-contoh berikut:46
(1) LVإذه F'ZR)3*ا F*[\یA2 يI*ن وا
*[ _1 ا*=&یIP F*^ L یFJ ]E ا*=&یL ی(إآA9Z> SR رس!*? (2)
Kalimat (1) terdiri atas induk kalimat LVإذهF'ZR)3*ا F* dan anak kalimat
ن] وا*Iي A2ی\ dan pada kalimat (2) terdiri atas induk kalimat yaitu
*IP F یFJ ]E ا*=&یLإآA9Z> SR رس!*? dan anak kalimat )ی^L1 ا*=&ی_ ]* klausa ini
merupakan keterangan keadaan (hâliyah) bagi klausa yang lain, yaitu induk kalimat.
Dilihat dari kedua contoh di atas bahwa terdapat perbedaan. Pada contoh (1) anak
kalimat (klausa terikat) didahului oleh penghubung (konjungtor) yang tidak setara,
maka dengan demikian terbentuklah kalimat subordinatif. Namun pada contoh (2)
tidak diketemukannya anak kalimat yang didahului oleh konjungtor. Berarti dengan
demikian, hal ini menunjukkan bahwa dalam Bahasa Arab tidak semuanya anak
kalimat didahului dengan konjungtor.
Inti kalimat dituangkan dalam klausa utama (induk kalimat) sedang aspek
kalimat dituangkan dalam anak kalimat.47 Anak kalimat ialah suatu komponen
kalimat majemuk yang menyerupai kalimat mandiri serta tergantung pada
44 Zaenal Arifin, et. al., Cermat Berbahasa Indonesia, h. 77 45 Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat, h. 103 46 Ibid. 47 Chaer, Linguistik Umum, h. 244
34
komponen lain, yaitu induk kalimat yang merupakan satu keutuhan struktural, atau
melaksanakan fungsi suatu kalimat.
Dalam kalimat majemuk subordinatif terdapat klausa yang berfungsi sebagai
konstituen klausa yang lain. Hubungan ini ditentukan oleh konjungtor yang dipakai dan
makna leksikal dari kata atau frasa yang terdapat pada masing-masing klausa.
Konjungsi inilah yang membedakan struktur kalimat majemuk subordinatif dengan
kalimat majemuk koordinatif.48 Konjungtor yang digunakan seperti: walaupun,
meskipun, sehingga, jika, sampai, supaya, setelah, sebelum, dan sebagainya. Contoh:
(a) Orang tua itu mengatakan (sesuatu)
(b) Anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati
(c) Orang tua itu mengatakan bahwa anaknya mencintai gadis itu sepenuh hati
Klausa (a) dan klausa (b) digabungkan dengan cara bertingkat sehingga
membentuk kalimat majemuk subordinatif (c). Klausa (a) yang berfungsi sebagai
induk kalimat dihubungkan dengan klausa (b) yang merupakan anak kalimat. Kedua
klausa tersebut dihubungkan dengan konjungtor bahwa.
Kalimat majemuk subordinatif dapat digambarkan pada bagan (I)
Bagan I49
48 Dendy Sugono, Berbahasa Indonesia dengan Benar (Jakarta: Puspa Suara, 1999), h. 153 49 Alwi, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 389
Klausa I
Klausa II
Kalimat
35
Dalam bagan (I), dapat dilihat bahwa klausa (II) menjadi konstituen klausa
(1). Klausa (II) yang berkedudukan sebagai konstituen klausa (1) disebut sebagai
klausa subordinatif atau bawahan50, sedangkan klausa (1), tempat diletakkannya
klausa (II) disebut klausa utama.
Pembentukan kalimat majemuk subordinatif dapat dijelaskan dalam bagan
(II)
S P O
Konj S P O Ket
Bagan II
Pada bagan II dapat dilihat bahwa klausa utama orang tua itu mengatakan
digabungkan dengan klausa bawahan anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh
hati dengan menggunakan konjungtor bahwa. Pada kalimat di atas, klausa bawahan
50 Klausa bawahan ialah suatu komponen kalimat mejemuk yang menyerupai kalimat mandiri
serta tergantung pada komponen lain, yaitu klausa utama yang merupakan satu keutuhan struktural, atau melaksanakan fungsi suatu kalimat.
mengatakan Orang tua itu Klausa subordinasi
bahwa anak gadisnya mencintai pemuda itu sepenuh hati
Kalimat (c)
Kalimat Utama
36
mengisi fungsi objek. Dengan kata lain, klausa bawahan itu merupakan klausa
nominal karena mengisi fungsi yang biasa diisi oleh fungsi objek.
Terdapat tiga ciri sintaksis kalimat majemuk subordinatif, yaitu:51
1. Kalimat majemuk subordinatif menghubungkan dua klausa yang salah satu
di antaranya merupakan bagian dari klausa yang lain.
2. Pada umumnya, posisi klausa yang diawali oleh konjungtor dapat berubah.
Contoh:
(a) Para pejuang itu pantang menyerah selama hayat di kandung badan.
(b) Kau jangan pergi meninggalkanku sebelum aku kembali.
Urutan klausa-klausa pada contoh pertama dan kedua dapat diubah, yaitu
dengan meletakkan klausa yang diawali oleh konjungtor pada awal kalimat.
Perubahan posisi urutan klausa itu akan menghasilkan kalimat yang masih
berterima seperti terlihat pada kalimat berikut ini.
(a) Selama hayat masih dikandung badan, para pejuang itu pantang
menyerah.
(b) Sebelum aku kembali, kau jangan pergi meninggalkanku.
3. Kalimat majemuk subordinatif memungkinkan adanya acuan kataforis.
Dalam kalimat berikut ini, pronomina dia dapat mengacu pada nomina diri
Hasan, walaupun tidak harus demikian. Contoh:
Walaupun dia suka lagu keroncong, Hasan tidak mau membeli kaset itu.
51 Ibid., h. 395
37
Ada dua ciri semantis pada kalimat majemuk subordinatif, yaitu:
1. Dalam kalimat majemuk subordinatif, klausa yang mengikuti konjungtor
memuat informasi atau pernyataan yang dianggap sekunder oleh pemakai
bahasa, sedangkan klausa yang lain memuat pesan utama kalimat tersebut.
Contoh:
(a) Orang tua itu bunuh diri karena ia putus asa.
(b) Pemuda itu berhasil karena dia bekerja keras.
Dalam kalimat (a), pesan atau informasi klausa pertama lebih diutamakan
daripada klausa kedua. Dengan kata lain, matinya orang tua itu (dengan
bunuh diri) lebih diutamakan, sedangkan keputusasaannya dianggap sebagai
keterangan tambahan. Demikian pula dalam kalimat (b), keberhasilan
pemuda itu lebih diutamakan daripada kerja kerasnya.
2. Anak kalimat yang dihubungkan oleh konjungtor umumnya dapat diganti
dengan kata atau frasa tertentu, sesuai dengan makna anak kalimat itu. Jika
anak kalimat (klausa bawahan) menyatakan waktu maka kata atau frasa yang
mengacu kepada waktu dapat dipakai sebagai pengganti. Bandingkan (a) dan
(b) pada contoh kalimat berikut. Pada (b) klausa bawahan telah diganti
dengan kata atau frasa. Contoh:
(a) Saya tidak tahu kapan dia akan pindah.
(b) Saya tidak tahu waktu kepindahannya.
Para linguis mengklasifikasikan kalimat majemuk subordinatif berdasarkan
pada jenis hubungan semantis antarklausanya (jenis hubungan antara klausa utama
38
dan klausa bawahan) atau berdasarkan klausa subordinasi yang mengikutinya.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis hubungan tersebut:
1. Hubungan Waktu
Hubungan waktu ini dijelaskan oleh klausa bawahan yang
menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa
utama. Hubungan waktu ini dapat dibedakan lagi menjadi:52 Konjungtor Waktu:
setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu,
sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, dan sampai.
(a) Waktu Batas Permulaan
Untuk menyatakan hubungan waktu batas permulaan digunakan
konjungtor sejak dan sedari. Contoh:
Sejak duduk di bangku SD, aku sangat menyukai pelajaran bahasa.
(b) Waktu Bersamaan
Hubungan waktu bersamaan menunjukkan bahwa peristiwa atau
kedaan yang dinyatakan dalam klausa utama dan klausa subordinasi (klausa
bawahan) terjadi pada waktu yang bersamaan. Contoh:
Ibu menyapu halaman sambil membersihkan rumput-rumput liar.
(c) Waktu Berurutan
Hubungan waktu berurutan menyatakan bahwa apa yang
diungkapkan dalam klausa utama lebih dulu terjadi daripada yang
dinyatakan dalam klausa bawahan. Contoh:
Sehabis mengerjakan tugasnya, Adik langsung berlari menuju lapangan.
52 N. F. Alieva juga membagi hubungan waktu menjadi empat bagian, tetapi menggunakan
istilah yang berbeda.
39
(d) Waktu Batas akhir Terjadinya Peristiwa
Hubungan ini digunakan untuk menyatakan ujung dari suatu proses,
kejadian ataupun keadaan. Contoh:
Andi membawa adiknya hingga ibunya pulang kerja.
2. Hubungan Syarat
Hubungan syarat ini menyatakan pertalian syarat. Klausa bawahan
menjadi syarat terjadinya suatu kejadian yang dinyatakan oleh klausa utama.
Konjungtor Syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, dan manakala.Contoh:
Jika ia mencintaiku, aku akan langsung melamarnya
3. Hubungan Pengandaian
Hubungan ini menyatakan pengandaian. Pengandaian yang terdapat
dalam klausa bawahan menyatakan pengandaian suatu kejadian terjadi, maka
terjadilah pernyataan yang dinyatakan pada klausa utama. Konjungtor Pengandaian:
andaikan, seandainya, andaikata, dan sekiranya. Contoh:
Andaikan Ali mengusirmu dari rumahnya, kamu harus tetap menjalin persahabatan
dengannya.
4. Hubungan Tujuan
Hubungan ini menyatakan suatu tujuan yang ingin dicapai dalam
klausa utama.53 Konjungtor Tujuan: agar, supaya, dan biar. Contoh:
Kami pergi dari rumah agar dia bebas berbuat sesukanya.
53 Sri Nardiati memberikan istilah yang berbeda untuk hubungan ini, yaitu hubungan kegunaan.
Sementara itu, Dendy Sugono juga memberikan istilah hubungan tujuan untuk hubungan ini.
40
5. Hubungan Konsesif
Hubungan ini menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa
utama tidak akan berubah dengan pernyataan yang dinyatakan oleh klausa bawahan.
Konjungtor Konsesif: biarpun, meski(pun), sungguhpun, sekalipun, walau(pun), dan
kendati(pun). Contoh:
Biarpun dia menghianati saya, saya tetap setia kepadanya.
6. Hubungan Perbandingan
Hubungan ini menyatakan kemiripan, perbandingan, dan prefensi
antara klausa utama dengan klausa bawahannya. Konjungtor Pembandingan atau
Kemiripan: seakan-akan, bak, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai,
bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, dan ibarat. Contoh:
Saya akan menolongmu sebagaimana ayahmu menolong saya.
7. Hubungan Sebab
Hubungan ini menyatakan alasan terjadinya kejadian yang
dinyatakan dalam klausa utama. Konjungtor Sebab atau Alasan: sebab,
karena,lantaran dan oleh karena. Contoh:
Dia memarahiku lantaran dia mengetahui kesalahanku.
8. Hubungan Cara
Hubungan cara digunakan untuk menyatakan cara pelaksanaan
kejadian pada klausa utama. Konjungtor Cara: dengan dan tanpa. Contoh:
Aku berbicara dengannya tanpa melihat wajahnya.
41
9. Hubungan Komplementasi
Dalam hubungan komplementasi, klausa bawahan melengkapi apa
yang dinyatakan dalam klausa utama. Contoh:
Dia mengatakan bahwa akulah belahan jiwanya.
10. Hubungan Atributif
Hubungan ini sering ditandai oleh yang. Klausa yang dihasilkan
sering disebut klausa relatif. Contoh:
Lelaki setengah baya yang menggunakan seragam TNI itu pamanku.
3. Kalimat Majemuk Koordinatif
Kalimat majemuk setara (koordinatif) adalah kalimat majemuk yang klausa-
klausanya memiliki status yang sama, yang setara, atau yang sederajat. Dalam
bahasa Arab, kalimat ini bisa disebut sebagai kalâm murakkab.54
Contoh:
A9CP ?@درا `:B ة وA9Vدرا@? آ bKةه
Pada klausa yang membentuk kalimat ini, keduanya terdiri dari klausa
bebas; berdiri sendiri dan tidak menjadi bagian dari klausa lainnya. Kedua klausa
pada kalimat itu dihubungkan oleh konjungtor و.
Ada beberapa penjelasan dari para Pakar Bahasa mengenai kalimat
majemuk koordinatif:
1. Sutan Takdir Alisjahbana mengungkapkan bahwa kalimat majemuk setara
merupakan hubungan antarklausa yang satu dengan klausa yang lain,
54 Asrori, Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat, h. 103
42
masing-masing sama tingkatannya; klausa yang satu dijajarkan dengan
klausa yang lain.
2. Gorys Keraf menyatakan bahwa hubungan antarklausa pada kalimat
majemuk setara adalah koordinatif. Dan hubungan antarklausa pada kalimat
majemuk ini adalah setara.
3. Menurut Ramlan, pada kalimat majemuk setara klausa yang satu tidak
merupakan bagian dari klausa lainnya, masing-masing berdiri sendiri sebagai
klausa inti. Ramlan mengemukakan bahwa perbedaan antara kalimat
majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat dapat dilihat dari hubungan
semantis antarklausa yang membentuknya serta pemarkah formalnya atau
konjungtor yang digunakannya.
Penggabungan antara klausa satu dengan klausa yang lainnya dalam kalimat
majemuk koordinatif dilakukan dengan:55
1. Pengubahan intonasi. Contoh:
Adik menyanyi, adik menari, adik menangis.
(masing-masing diucapkan dengan nada menurun dan sama)
2. Pemberian kata penghubung kalimat. Contoh:
Adik menyanyi, adik menari, dan adik menangis.
(kata penghubung dan, dan perubahan intonasi)
3. Penghilangan bagian kalimat. Contoh:
Adik menyanyi, menari, menangis.
(penghilangan dua kata adik dan perubahan intonasi)
55 Abdul Syukur, Tata Bahasa Indonesia Untuk SMTA (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), h. 97-
98
43
4. Pemberian akhiran-nya. Contoh:
(a) Adik menulis surah itu
(b) Saya membaca surah itu
(c) Adik menulis surah itu, saya membacanya.
(akhiran-nya pada kalimat (c) menggantikan surah)
Kalimat koordinatif terdiri dari dua atau lebih klausa bebas. Yang
dimaksud dengan klausa bebas yaitu masing-masing klausa berdiri sendiri dan tidak
menjadi bagian dari klausa lainnya.56 Klausa-klausa yang digabungkan dengan
proses koordinasi, sehingga membentuk kalimat majemuk setara maka klausa yang
dihasilkan dalam penggabungan tersebut mempunyai kedudukan yang sama dan itu
semua adalah klausa utama. Jika dibuat bagan maka berbentuk:
Bagan I: Hubungan Koordinasi
Sesuai dengan bagan (I), pembentukan kalimat dapat dijelaskan dalam
bagan (II).
Untuk memperjelas bagan di atas, mari kita perhatikan contoh berikut ini.
(a) Pengurus Dharma Wanita mengunjungi panti asuhan.
(b) Mereka memberi penghuninya hadiah.
56 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 243
Klausa Utama Klausa Utama
Kalimat
44
(c) Pengurus Dharma wanita mengunjungi panti asuhan dan mereka memberi
penghuninya hadiah.
Klausa (a) dan (b) digabungkan dengan cara setara sehingga terbentuklah
kalimat majemuk koordinatif (c). Karena klausa-klausa dalam kalimat majemuk
yang disusun dengan cara setara dan mempunyai kedudukan yang sama, maka
klausa-klausa itu semuanya merupakan klausa utama. Bagan (I) di atas dapat lebih
jelas untuk kita pahami dalam bagan berikut ini:
S P O S P O Pel.
Pengurus mengun- panti asuhan dan mereka memberi peng- hadiah
Dharma jungi huninya
Wanita
Bagan II
Pada bagan (II) dapat dilihat bahwa kedua klausanya sederajat. Klausa yang
satu bukan merupakan bagian dari klausa yang lain; kedua-duanya mempunyai
kedudukan yang sama dan dihubungkan dengan konjungtor dan.
Kedua klausa pada setiap kalimat dihubungkan oleh konjungtor (partikel
penghubung) yang setara, seperti dan, serta, lalu, kemudian, tetapi, padahal,
Klausa Utama Klausa Utama
Kalimat
Konjungtor
45
sedangkan, baik...maupun, tidak...tetapi, dan bukan...melainkan...57 Namun, tak
jarang hubungan itu secara implisit, artinya tanpa menggunakan konjungtor.58
Hubungan setara itu dapat dirinci lagi atas:59
1. Setara menggabungkan, yaitu dengan merangkaikan dua kalimat tunggal
dengan diantaranya kesenyapan atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas
seperti: dan, lagi, sesudah itu, karena itu. Contoh:
Ayah memanjat pohon mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.
2. Setara memilih, kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini
adalah: atau. Contoh:
Engkau tinggal saja di sini atau engkau ikut dengan membawa barang itu.
3. Setara mempertentangkan, kata-kata tugas yang dipakai untuk menyatakan
hubungan ini adalah: tetapi, melainkan, hanya. Contoh:
Adiknya rajin, tetapi Ia sendiri malas.
4. Setara menguatkan, kata tugas yang digunakan: bahkan, lagipula. Contoh:
Anak ini pintar, bahkan budi pekertinya baik.
Ada empat ciri sintaksis kalimat majemuk koordinatif: 60
1. Kalimat majemuk koordinatif menggabungkan dua klausa atau lebih yang
bersifat setara.
2. Pada umumnya, posisi klausa yang diawali oleh konjungsi dan, atau, dan
tetapi tidak dapat diubah. Apabila diubah, perubahan itu akan
57 Hasan Alwi, et. al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 348
58 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Diksi Insan Media, 2005), h. 139 59 WJS Poerwadarminta, Bahasa Indonesia Untuk Karang Mengarang (Yogyakarta: UP. Indonesia, 1967), h. 26
60 Hasan Alwi, et. al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 393
46
mengakibatkan munculnya kalimat majemuk koordinatif yang tidak
berterima. Contoh:
Dalam pengungsian itu saya sering melihat orang ditembak musuh dan
mayatnya dibuang begitu saja.
(Jika urutan klausa pada contoh tersebut diubah, maka akan menjadi kalimat
berikut ini)
Dan mayatnya dibuang begitu saja, dalam pengungsian itu saya sering
melihat orang ditembak musuh.
3. Urutan klausa yang tetap dalam kalimat majemuk koordinatif yang telah
dibicarakan di atas berhubungan erat dengan pronominalisasi. Acuan
kataforis (pronominal yang mendahului nomina yang diacunya) tidak
diperoleh dalam kalimat majemuk koordinatif. Contoh:
Dia suka lagu keroncong, tetapi Hasan tidak mau membeli kaset itu.
(Pronomina dia tidak mengacu pada Hasan. Walaupun kalimat tersebut
berterima, hubungan antara pronomina dia dan nomina nama diri Hasan
bukanlah hubungan kataforis61.)
4. Sebuah konjungtor dapat didahului dengan konjungtor lain untuk
memperjelas atau mempertegas hubungan antara kedua klausa yang
digabungkan. Contoh:
Sidang mempertimbangkan usul salah seorang peserta dan kemudian
menerimanya dengan suara bulat.
61 Hubungan kataforis adalah hubungan penunjukkan ke sesuatu yang disebut di belakang;
misalnya: Dengan gayanya yang berapi-api itu Sukarno berhasil menarik massa; bentuk nya adalah katafora yang menunjuk ke Sukarno (Harimurti Kridalaksana: 1993)
47
(Penggunaan konjungsi kemudian setelah konjungsi dan pada kalimat
tersebut adalah untuk memperjelas gabungan klausa yang menunjukkan
hubungan waktu.)
Hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk setara ditentukan
oleh dua hal, yaitu makna konjungtor dan makna klausa-klausa yang dihubungkan.
Perbedaan koordinator yang digunakan untuk menggabungkan klausa-klausa ke dalam
masing-masing kalimat itu berpengaruh terhadap arti hubungan semantisnya. Contoh:
(1) a. Engkau harus menjadi orang kaya dan tetap rendah hati.
b. Engkau harus menjadi orang kaya tetapi tetap rendah hati.
Dalam kalimat (1a) menyiratkan hubungan semantis yang menggabungkan
suatu pernyataan dengan pernyataan yang lain. Sedangkan dalam kalimat (1b)
menyatakan arti hubungan semantis yang kontras, yaitu karakteristik orang yang kaya
yang dikontraskan dengan orang yang rendah hati.
Keterkaitan makna antar klausa dalam membentuk kalimat majemuk
koordinatif sangat menentukan; yang secara gramatikal benar dan berterima. Contoh:
(1) a. Pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan sebagian besar
rakyat Indonesia telah menggunakan hak pilihnya.
b. Pemilihan umum baru saja berlalu dengan tertib dan sebuah kalimat luas
terdiri atas dua klausa atau lebih.
Dalam kalimat (1a) kedua klausa yang membentuk kalimat majemuk setara
ini secara gramatikal benar dan berterima. Sedangkan pada kalimat koordinatif (1b),
kedua kalusa tersebut tidak memungkinkan digabungkannya menjadi kalimat majemuk
48
koordinatif. Meskipun secara gramatikal kalimat tersebut benar, namun tidak berterima
secara semantis.
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa hubungan kalimat majemuk setara itu
dapat dirinci atas empat: Setara menggabungkan, Setara memilih, Setara
mempertentangkan, dan Setara menguatkan. Dan di sini Penulis hanya akan membahas
tentang kalimat majemuk setara yang menyatakan pertentangan, konjungtornya: tetapi,
tapi, akan tetapi, namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan
sebaliknya.62
C. KONJUNGTOR HUBUNGAN PERTENTANGAN DALAM KALIMAT
KOORDINATIF
1. Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab
Konjungsi adalah kata atau gabungan kata yang berfungsi menghubungkan
bagian-bagian ujaran yang mungkin berupa kata dengan kata, frasa dengan frasa,
klausa dengan klausa, maupun kalimat dengan kalimat.63
Dalam bahasa Arab, konjungtor termasuk ke dalam kategori Partikel
yang dapat digunakan untuk mengkoordinasikan mufrad (kata atau frasa) ,(Acف)
dengan mufrad, klausa dengan klausa, dan kalimat dengan kalimat. Konstituen yang
terletak sebelum kata penghubung disebut dengan (]9:_ ف&d;2) atau konjungta I,
dan yang terletak sesudahnya disebut (ف&d;2) atau disebut dengan konjungta II.
62 Prof. Drs. M. Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis” (Yogyakarta: CV. Karyono, 1983),
cet. Ke-III, h. 54-57 63 Abdul Chaer, Penggunaan Preposisi Dan Konjungsi Bahasa Indonesia (Yogyakarta: Nusa
Indah, 1990), h. 53
49
Namun konjungtor tidak termasuk dalam klausa manapun, tetapi merupakan
konstituen tersendiri.
Partikel (فAc) adalah kata yang biasanya tidak dapat diderivikasikan atau
diinfleksikan, yang mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna
leksikal. Dan merupakan kata yang tidak dapat dipahami walaupun secara
tersendiri.64 Serta kata yang tidak mempunyai arti untuk dirinya sendiri melainkan
hanya mempunyai arti jika bergabung dengan kata lain.65 Dengan kata lain, kelas
kata harf tidak mempunyai makna jika berdiri sendiri dan baru memiliki makna jika
bergabung dengan kata lain.
Contoh:
#:_ Sرس?إذه I3*ا F*
Pada kata إF* jika berdiri sendiri tidak mempunyai makna, akan tetapi kata
itu baru memiliki makna jika disandarkan dengan kata lain, yang dalam contoh di
atas berupa kata ?رس I3*ا .
Hukum konjungta II (ف&d;2) itu bergantung kepada konjungta I
yaitu:66 (d;2&ف _:9[)
1. Jika konjungta I marfu’, maka konjungta II harus berupa marfu’ juga.
Contoh:
.ef ا*;S7 وا*3&ز
64 Hifni Bek Dayyab, Kaidah Tata Bahasa Arab (Jakarta: Darul Ulum Press, 1988), h. 13 65 Bahadud Din Abdullah Ibnu Aqli, Syarhu Ibni Aqli (Beirut: Dar al-Fikr li al-Thaba’ah wa al-Nasr wa al-Tauzi’, tt), Juz I, h. 13
66 Drs. Djawahir Djuha, Tatabahasa Arab (Ilmu Nahwu): Terjemah Matan Al-Ajrumiyah (Bandung: Sinar Baru, 1989), cet. Ke-II, h.113-114
50
Buah anggur dan pisang itu masak.
2. Jika konjungta I berupa manshub, maka konjungta II harus berupa
manshub juga. Contoh:
? وا*f9Vا*Aزآ:L أ
Saya makan nasi dan telur.
Jika konjungta I berupa majrur, maka konjungta II harus berupa majrur
juga. Contoh:
S7;*ج وا&g*اAhN اKه
Ini adalah pohon persik dan anggur.
3. Jika konjungta I berupa majzum, maka konjungta II harus majzum juga.
Contoh:
IزیI;Eوی +Eی +*
Zaid tidak berdiri dan tidak duduk.
Konjungtor dibagi atas empat kelompok:67
1. Konjungtor koordinatif menggabungkan kata atau klausa yang setara.
Kalimat yang dibentuk dengan cara ini dinamakan kalimat majemuk setara. Tempat
konjungsi di dalam kalimat majemuk ini adalah antara kedua klausanya, misalnya:
dan, serta, padahal dan lain-lainnya.
67 Alwi, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 297.
51
2. Konjungtor korelatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua kata
frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama. Konjungtor korelatif
terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa, atau klausa yang
dihubungkan. Misalnya: baik…maupun…., sedemikian….rupa…
Baik Pak Anwar maupun istrinya tidak suka merokok.
3. Konjungtor subordinatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua
klausa, atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Salah
satu dari klausa itu merupakan anak kalimat. Tempat konjungsi dalam kalimat
majemuk ini terletak di muka klausa bawahannya, atau klausa yang menjadi anak
kalimat pada kalimat tersebut. Misalnya: sejak, manakala, dengan, yang, dan lain-
lainnya.
4. Konjungtor antar kalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat
yang lain. Dan masing-masing merupakan kalimat yang utuh. Konjungtor macam ini
selalu memulai suatu kalimat yang baru dan tentu saja huruf pertamanya ditulis
dengan huruf kapital. Konjungtor pada antar kalimat berfungsi pada tataran wacana.
Misalnya: biarpun demikian/ begitu, sesungguhnya, bahwasanya, dan lain-lainnya.
(a) Kami tidak sependapat dengan dia. Biarpun begitu, kami tidak akan
menghalanginya.
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa skripsi ini menganalisa konjungtor
koordinatif, khususnya mengenai hubungan koordinasi yang menyatakan
pertentangan. Dan telah jelas dipaparkan, hubungan koordinasi yang menyatakan
52
pertentangan, dinyatakan dengan kata-kata penghubung: tetapi, tapi, akan tetapi,
namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan sebaliknya.68
Kata penghubung tetapi, tapi, akan tetapi, namun, dan hanya dalam
pemakaiannya sama sehingga kata-kata penghubung itu dapat dipertukarkan.
Contoh:
Rumah itu bagus, tetapi pekarangannya tidak terpelihara.
Kata penghubung tetapi69, dapat digunakan untuk menghubungkan
menyatakan ‘pertentangan’, konjungsi ini digunakan di antara:
1. Dua buah kata sifat yang maknanya berkontras.
Contoh:
Suaminya memang kaya tetapi pelit.
2. Dua buah klausa yang subjeknya merupakan identitas yang sama, sedangkan
predikatnya adalah dua buah kata atau frasa sifat yang berkontras.
Contoh:
Anakku ini memang nakal tetapi hatinya baik.
3. Dua buah klausa yang subjeknya merupakan identitas yang sama sedangkan
predikatnya berupa dua pernyataan yang berkontras.
Contoh:
Rumahnya jauh tetapi dia tidak pernah terlambat.
4. Dua buah klausa yang subjeknya merujuk pada identitas yang berlainan
sedangkan predikatnya berupa kata sifat atau pernyataan yang berlawanan.
Contoh:
68 Ramlan, Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis”, h. 54-57 69 Chaer, Penggunaan Preposisi Dan Konjungsi Bahasa Indonesia, h. 66-70
53
Kami sangat sedih mendengar berita itu tetapi dia tenang-tenang saja.
5. Dua buah klausa, klausa pertama berisi pernyataan dan kluasa kedua berisi
pengingkaran terhadap klausa pertama dengan kata Tidak.
Contoh:
Kami ingin sekali membantu anda tetapi kami juga dalam keadaan sulit.
Kata penghubung melainkan adakalanya pemakaiannya sama dengan kata
penghubung tetapi, tapi, akan tetapi, namun, dan hanya, dan dapat pula
menggantikan kata-kata tetapi, tapi, akan tetapi, namun, dan hanya namun
Adakalanya tidak sama. Apabila klausa di depannya merupakan klausa negatif, kata
melainkan dapat menggantikan kata-kata tetapi, tapi, akan tetapi, namun, dan
hanya; tetapi apabila klausa di depannya merupakan klausa positif, kata melainkan
tidak dapat menggantikannya. Contoh:
(1) Dia tidak langsung pulang, tapi berputar-putar di jalan Thamrin dan
Jendral Sudirman.
(1a) Dia tidak langsung pulang, melainkan berputar-putar di jalan Thamrin dan
Jendral Sudirman.
(2) Rumah itu bagus, tetapi pekarangannya tidak terpelihara.
(2a) Rumah itu bagus, melainkan pekarangannya tidak terpelihara.
Kata penghubung tapi pada kalimat (1) dapat disubstitusi dengan kata
penghubung melainkan, karena kata penghubung itu didahului oleh klausa negatif.
Berbeda dengan contoh kalimat (2) kalimat ini tidak dapat disubstitusi dengan kata
penghubung melainkan, karena kata penghubung dalam kalimat itu tidak didahului
54
oleh klausa negatif, sehingga kalimat (2a) merupakan kalimat yang tidak gramatik.
Jelaslah bahwa kata penghubung melainkan selalu dipakai di belakang klausa
negatif.
Kata penghubung sedang, sedangkan, dan padahal dalam segala hal
pemakaiannya sama; ke tiganya dapat dipertukarkan. Kata penghubung sedangkan
menghubungkan menyatakan ‘pertentangan atau kontra’, digunakan di antara dua
buah klausa yang subjeknya merujuk pada dua identitas yang tidak sama.
Contoh:
(a) Saya disuruh oleh Ibu memanggil dokter sedangkan Ibu menjaganya di
rumah.
(b) Di rumah dia tidak kerasan, sedang di kampus teman-teman yang
dikenalnya jarang muncul.
Kata penghubung sebaliknya dipakai apabila apa yang tersebut pada
klausa-klausa itu benar-benar berlawanan atau bertentangan. Untuk menghubungkan
menyatakan ‘pertentangan yang tegas’ digunakan di antara dua buah klausa yang
subjeknya merujuk pada identitas yang sama, dan predikat keduanya menyatakan
dua hal yang bertentangan.
Contoh:
(a) Di bagian muara sungai ini lebar dan dangkal. Sebaliknya, di bagian hulu
sempit dan dalam.
(b) Kakaknya sangat baik hati, sebaliknya Adiknya sangat jahat.
55
Kata penghubung namun sering berbentuk Namun begitu atau Namun
demikian, adalah konjungsi antarkalimat untuk menghubungkan menyatakan
‘pertentangan’ digunakan di antara dua buah kalimat. Kalimat pertama berisi suatu
pernyataan sedangkan kalimat kedua berisi hal yang kontras dengan pernyataan
pada kalimat pertama itu.
Contoh:
Segala keperluannya sudah kami penuhi, semua keinginannya sudah kami turuti,
dan semua permintaannya sudah kami laksanakan. Namun begitu, masih saja kami
disalahkan.
Konjungsi Namun tidak dapat digunakan sebagai:
1. Konjungsi antarkalimat dalam sebuah frasa.
Contoh:
Bodoh namun rajin.
2. Pengganti kata Tetapi di dalam konjungsi Akan tetapi.
Contoh:
Mereka boleh saja digusur karena mereka secara liar mendiami daerah itu.
Akan tetapi mereka juga adalah manusia yang harus diperlakukan secara
manusiawi.
Kata penghubung malah, malahan dapat digunakan untuk
‘menghubungkan mempertentangkan’ dan ‘menghubungkan menguatkan’:
1. Untuk menghubungkan menyatakan ‘pertentangan’ digunakan di antara dua
buah klausa. Klausa atau kalimat pertama berisi suatu pernyataan, dan klausa atau
56
kalimat kedua berisi pernyataan yang tidak seharusnya terjadi berkenaan dengan
klausa atau kalimat pertama.
Contoh:
Pindah ke Jakarta bukannya mendapat kehidupan yang lebih baik, malah
keadaannya semakin melarat.
2. Untuk menghubungkan menyatakan ‘penguatan’ digunakan di antara dua
buah klausa atau dua buah kalimat, klausa atau kalimat pertama berisi suatu
pernyataan; dan klausa atau kalimat kedua berisi pernyataan yang tarafnya lebih dari
pernyataan pada klausa atau kalimat pertama.
Contoh:
Anak itu memang nakal, malah Ibunya sendiri pernah ditipunya.
Dalam Bahasa Arab, konjungtor koordinatif yang menyatakan
pertentangan terdapat pada huruf ‘ataf, yaitu 1=* (lâkin) yang artinya tetapi (namun)
dan 8> (bal).70
1=* (lâkin) mempunyai makna اiراكIRاس (al-istidrâk) yang artinya meminta
pembetulan kesalahan tanggapan. 1=* (lâkin) dapat menjadi kata sambung dalam
tiga hal:
.d;2 (konjungta II) harus berupa mufrad dan bukan kalimat&ف .1
Contoh:
6!2'd 1=* Aهj*ا LA3k*ا
Saya tidak memetik bunga tetapi buah.
70 Al-Ghulayaini, Jâmi ad-Durûs al-Arabiyyah: Pelajaran Bahasa Arab Lengkap, h. 352
57
2. 1=* (lâkin) tidak boleh didahului oleh waw secara langsung.
Contoh:
P!2lJ!1)l3*1 ا=* m)3*ا L
Saya tidak menyalami orang jahat tetapi orang baik.
3. 1=* (lâkin) harus didahului oleh #'. (kalimat negatif) atau #�. (kalimat
negatif imperatif).
Contoh:
Bn^?hT!7*1 ا=* ?h'*آ8 ا*'!آ�? ا
Jangan kamu makan buah yang mentah, tetapi (makanlah buah) yang
matang.
8> (bal) merupakan salah satu konjungsi yang berbeda makna dan
penggunaannya dalam mufrad (kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan
klausa) dan kalimat.
Jika bal masuk dalam kalimat, maka bal merupakan partikel pemulai yang
berfungsi sebagai:
1. Penanda hubungan pembetulan kesalahan ‘melainkan’ atau ‘sebenarnya’
Contoh:
!*&ا اKgB ا*13cA و*Iا سV_ 8> ].!lV!د 2A=2&نو6
Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Maha suci Allah. Sebenarnya (Malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (Q.S. 21:26)
2. Sebagai penanda hubungan pembetulan kesalahan maksud atau tanggapan
‘tetapi’.
58
Contoh:
I6آأjB 12 Q:JF+اس A9! وذآ.I*9!ة اl*ون اA5ثB 8> F:pJ ]>ر
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia. (Q.S. 87: 14-16).
Jika bal masuk dalam mufrad, maka bal merupakan konjungsi yang
mengkoordinasikan mufrad dengan mufrad dan mempunyai makna yang berbeda:
1. Jika bal diletakkan setelah kalimat positif atau kalimat yang bermodus
hiperaktif, maka bal akan mempunyai dua fungsi:
a. Sebagai penanda penghapusan ungkapan kalimat sesudahnya, seakan akan
kalimat sesudah bal tidak diucapkan.
Contoh:
*LkV ا*qd;3 <8 ا*9k!ب
Saya mengenakan jas bukan baju.
b. Sebagai penanda penghapusan ungkapan sebelum bal, seakan-akan
ungkapan sebelum bal tidak pernah diucapkan.
Contoh:
q9;f*ج <8 ا!Rl3*ون ا!_
Tolonglah orang yang membutuhkan bukan orang yang lemah.
2. Jika bal diletakkan setelah kalimat negatif atau kalimat bermodus negatif
imperatif (#�. ?C9P), maka bal akan berfungsi sebagai:
a. Untuk menegaskan ungkapan setelahnya.
Contoh:
59
1dE*8 ا> Q3E*2!زرت ا
Saya tidak menanam gandum, tetapi kapas.
b. Untuk menegaskan ungkapan kalimat setelahnya melalui lawan kata, seperti:
r3c <8 ا*;!Sc!pB n86 ا]
Jangan bergaul dengan orang yang bodoh, tetapi dengan orang yang
pintar.
60
BAB III
SURAH AL BAQARAH
A. Penamaan
Surah ini turun setelah Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah.71 Setelah hijrah,
usaha yang dilakukan Rasulullah terfokus pada pembentukan masyarakat Islam genarasi
pertama di Madinah Al-Munawarah.
Kaum muslim perindividu telah berhasil melawan fitnah yang berasal dari kaum
penyembah berhala. Inilah mereka yang telah membersihkan agama dan memperbaharui
tempat tinggal umat guna membangun sebuah Negara. Akan tetapi mereka mendapat
bentuk permusuhan lain yaitu perlawanan Bangsa Yahudi yang menganggap bahwa agama
telah menzalimi bangsa mereka. Oleh sebab itu, kaum Yahudi mulai mempersiapkan diri
untuk melakukan perlawanan, melakukan konspirasi tersembunyi dan terbuka serta
melakukan tipu daya.72
Surah Al Baqarah berjumlah 286 ayat. Pada surah ini begitu banyak persoalan yang
dibicarakannya. Tidak heran, karena masyarakat Madinah ketika itu sangat heterogen, baik
dalam suku, agama, maupun kecenderungan.
Di sisi lain, ayat-ayat surah ini berbicara menyangkut peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa yang cukup panjang. Kalaulah peristiwa pengalihan kiblat (ayat 142),
atau peristiwa berpuasa (ayat 183), dijadikan sebagai awal masa turunnya surah ini, dan
71 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, vol. 1 (Jakarta:
Lentera Hati, 2006), cet., VII, h. 83. 72 Prof. DR. Syekh Muhammad Al-Ghazali, Tafsir Al-Ghazali; Tafsir Tematik Al Quran 30 Juz Surat
1-26, (Yogyakarta: Islamika, 2004), h. 9
61
ayat 281 sebagai akhir ayat Al-Qur’ân yang diterima Nabi Muhammad saw. – sebagaimana
disebutkan dalam sejumlah riwayat – maka ini berarti bahwa surah Al-Baqarah secara
keseluruhan turun dalam masa sepuluh tahun. Karena, perintah pengalihan kiblat terjadi
setelah sekitar 18 bulan Nabi Muhammad saw. Berada di Madinah, sedang ayat terakhir
turun beberapa saat, atau beberapa hari sebelum beliau wafat, tanggal 12 Rabiul Awal
tahun 13 Hijrah.73
B. Isi Kandungan
Surah al-Baqarah menampilkan solusi aturan dan undang-undang hukum syari’at
“Daulah Islam” yang baru terbentuk. Bagian terbesar dari surah ini ini mencakup hukum-
hukum syari’at dalam sisi ibadah, mu’âmalah, akhlak, nikah, ‘iddah, talak dan juga
hukum-hukum syari’at lainnnya, seperti shalat, puasa, haji dan zakat. Pasalnya orang-orang
muslim berada pada tahapan awal pembentukan “Daulah Islam”, sehingga mengherankan
jika mereka sangat membutuhkan ketetapan-ketetapan syari’at ilâhi dan minhaj Rabbani,
yang dapat memelihara mereka dari kesalahan dan kekeliruan ketika harus menjalani
kehidupan mereka di dunia, baik dalam sektor ibadah maupun mu’âmalah.74
Surah ini dinamai al-Baqarah karena tema pokoknya adalah ayat-ayat yang
menguraikan kisah al-Baqarah, yakni kisah Banî Isrâ’îl dengan seekor sapi. Ada seseorang
yang terbunuh dan tidak diketahui siapa pembunuhnya. Masyarakat Banî Isrâ’îl saling
mencurigai bahkan tuduh menuduh tentang pelaku pembunuhan tanpa ada bukti, sehingga
73 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, , h. 83. 74 Muhammad Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al-Quran; Tafsir Tematik Surat Al-Baqarah-Al-An’Âm,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000), h. 1
62
mereka tidak memperoleh kepastian. Menghadapi hal tersebut mereka menoleh kepada
Nabi Mûsâ as. meminta beliau berdoa agar Allah menunjukkan siapa pembunuhnya. Maka
Allah memerintahkan mereka menyembelih seekor sapi. Dari sini dimulai kisah al Baqarah.
Akhir dari kisah itu adalah, mereka menyembelihya setelah dialog tentang sapi
berkepanjangan – dan.dengan memukulkan bagian sapi itu kepada mayat yang terbunuh,
maka atas kudrat Allah swt. korban hidup kembali dan menyampaikan siapa pembunuhnya.
Melalui kisah Al Baqarah, ditemukan bukti kebenaran petunjuk-petunjuk Allah,
walau pada mulanya kelihatan tidak dapat dimengerti. Kisah ini juga membuktikan
kekuasaan-Nya menjatuhkan sanksi bagi siapa yang bersalah walau ia melakukan
kejahatannya dengan sembunyi-sembunyi.75 Dari sini kemudian disimpulkan bahwa uraian
surah ini berkisar pada penjelasan dan pembuktian tenang betapa haq dan benarnya kitab
suci dan betapa wajar petunjuk-petunjuknya diikuti dan diindahkan.
Surah ini dinamai juga as sinâm yang berarti puncak, karena tiada lagi puncak
petunjuk setelah Kitab suci ini, dan tiada puncak setelah kepercayaan kepada Allah Yang
Maha Esa dan keniscayaan hari kiamat.
Ia dinamai juga az zahrâ’ yakni terang benderang, karena kandungan surah ini
menerangi jalan dengan benderang menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, serta menjadi
penyebab bersinar terangnya wajah siapa yang mengikuti petunjuk-petunjuk surah ini kelak
di kemudian hari.
75 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an, , h. 84.
63
BAB IV
ANALISIS PENERJEMAHAN KONJUNGTOR HUBUNGAN
PERTENTANGAN DALAM KALIMAT KOORDINATIF
Dalam pembahasan pada bab III ini, Penulis berupaya menganalisis kalimat
majemuk koordinatif hubungan pertentangan dalam surah Al Baqarah. Meskipun dalam
kuantitas analisis yang tidak seberapa, Penulis berharap analisis ini dapat mewakili kajian
dan terjemahan kalimat majemuk koordinatif hubungan pertentangan yang kerap kita temui
dalam Al-Quran.
Setelah membaca dan menelaah surah Al Baqarah, Penulis menemukan ada 8
(delapan) ayat yang mengandung kalimat majemuk koordinatif hubungan pertentangan,
yang dikuatkan dengan konjungtor � dan ��. Selain itu, dalam bab ini Penulis juga akan
mencantumkan alternatif terjemahan di catatan kaki pada setiap ayat yang menurut Penulis
kurang sesuai, khususnya dari teknik penulisan dan akan disesuaikan dengan buku Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Berikut ini akan diuraikan hasil analisis Penulis
tersebut.
)12( *! یA;Zونو*=1*! إ.-�+ ه+ ا*I)'3ون أ .1
Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
64
Klausa yang digarisbawahi (Al Baqarah: 12) merupakan kalimat koordinatif hubungan
penjumlahan yang bermakna pertentangan. Pada ayat ini terdapat konjungtor lâkin yang
dipadankan dengan “tetapi” dalam bahasa Indonesia. Klausa pertama ����ون أ� إ���� ه� ا
dan klausa ke dua ون��� �. Ke dua klausa tersebut dipisahkan dengan lâkin. Setiap
hubungan antarklausa yang dipisahkan dengan lâkin maka termasuk ke dalam kalimat
koordinatif hubungan penjumlahan yang bermakna pertentangan. Dalam penerjemahan ayat
di atas, menurut Penulis sudahlah tepat.
أ*! إ.-�+ ه+ ا*()'�!ءوإذا 896 *�+ ءا72&ا آ3! ءا12 ا*7-!س 6!*&ا أ.125 آ3! ءا12 ا*()'�!ء .2
)13( *! ی;:3&نو*=1
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.
Ayat di atas (Al Baqarah: 13) mengandung kalimat majemuk koordinatif hubungan
penjumlahan yang bermakna pertentangan pada klausa yang digarisbawahi. Klausa pertama
yaitu ���!�ءأ� إ���� ه� ا dan klausa kedua ن"�#� �. Pada ayat ini menyatakan arti
hubungan semantis yang kontras, yaitu sifat orang-orang munafik yang bodoh karena
mereka tidak mau beriman kepada Allah, tetapi mereka tidak menyadari akan kebodohan
mereka. Pada ayat ini terdapat dua buah klausa yang subjeknya merupakan identitas yang
65
sama, sedangkan predikatnya merupakan dua frasa yang bertentangan. Dalam
penerjemahan pada ayat ini menurut Penulis sudahlah baik, namun secara penulisan ada
beberapa yang harus diubah.76
و2! و}:-:7! _:9=+ ا*3C!م وأ.j*7! _:9=+ ا*13- وا*(-:&ى آ:&ا Vy9z 12!ت 2! رز76!آ+ .3
)57(آ!.&ا أ.'(�+ ی|:3&ن و*=1 }:3&.!
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Pada klausa yang digarisbawahi (Al Baqarah: 57) konjungtor lâkin dipadankan dengan
“akan tetapi” dalam bahasa Indonesia. Jumlah pertama yang mempunyai arti وم� $#�"��
“Dan tidaklah mereka menganiaya Kami”, dan Jumlah kedua آ��"ا أ����� &#�"ن
“Merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”. Antar ke dua klausa ini mempunyai
hubungan semantis yang kontras, yaitu tindakan yang sebenarnya bukan mereka (Banî
Isrâ’îl) yang menganiaya Kami (Allah), melainkan merekalah (Banî Isrâ’îl) yang
sebenarnya menganiaya diri mereka sendiri. Hubungan pertentangan di sini menyangkut
duah buah klausa, klausa pertama berisi pernyataan dan klausa kedua berisi pengingkaran
76 Kalimat langsung yang pertama, merupakan kalimat perintah. Jadi, kalimat tersebut harus diakhiri
dengan tanda atau pemarkah perintah yaitu dengan memberikan tanda seru. Kalimat setelah tanda kutip harus ditulis dengan huruf kapital. Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman!" Mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (Q.S. Al Baqarah: 13)
66
terhadap klausa pertama dengan kata tidak. Penerjemahan ayat di atas sudahlah baik, tapi
dari segi penulisan belum sesuai dengan EYD.77
4. q:� !7>&:6 ه+ <8 و6!*&اA'=> ]-:*9:! 2! ی725&ن*;7�+ ا:EJ )88(
Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup". Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.
Ayat di atas (Al Baqaarah: 88) yang digarisbawahi menunjukkan kalimat yang menyatakan
pertentangan yang terdiri dari dua kalimat yang dibangun. Konjungtor (penghubung) yang
digunakan adalah bal dalam bahasa Arab yang dipadankan dengan tetapi dalam bahasa
Indonesia. Kalimat pertama (#) �*�"#+ ا" ”.”Dan mereka berkata: “Hati kami tertutup“ و+�
Kalimat ke dua �ه��� ,�#�*�� ا “Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran
mereka.” Konjungtor antar kedua kalimat ini mempunyai fungsi sebagai penanda hubungan
pembetulan kesalahan tanggapan. Dalam ayat ini kalimat ke dua merupakan pembetulan
dari kalimat pertama. Dan menurut Penulis penerjemahan yang sesuai adalah:78
)154( ن*! A;ZBو و*=1 أ9c!ء <8 و*! EB&*&ا *13 یJ 8RE# س89V ا*:-[ أ2&ات .5
77 Penulisan dan tidak boleh diawal kalimat. Pada kalimat “Makanlah dari makanan yang baik-
baik…,” cukup ditulis dengan kalimat “Makanlah dari makanan yang baik…” 78 Penulisan dan tidak boleh diawal kalimat. Setelah tanda kutip tidak boleh ada titik, dan pemberian
tanda titik diletakkan sebelum tanda kutip. Mereka berkata: “Hati kami tertutup. Namun sebenarnya, Allahlah yang telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman. (Q.S. Al Baqarah: 88)
67
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.
Jumlah yang digarisbawahi (Al Baqarah: 154) terdapat dua konjungtor yang
menghubungkan antara tiga klausa yang dibangun, yaitu bal dan lâkin. Bal dipadankan
dengan “Bahkan (sebenarnya)” dalam bahasa Indonesia. Bal diletakkan setelah kalimat
negatif yang berfungsi sebagai penegasan ungkapan klausa setelah konjungtor bal yaitu
pada klausa kedua “mereka itu hidup”, klausa ini sebagai penegas dari klausa “Dan
janganlah kamu menyatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa
mereka itu) mati”. Lâkin dipadankan dengan “tetapi” dalam bahasa Indonesia, yang
terbentuk dari dua klausa. Klausa pertama “Bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup”, dan
kluasa kedua “Kamu tidak menyadarinya.” Kedua klausa ini subjeknya merujuk pada
identitas yang berlainan. Pada klausa pertama subjeknya merujuk pada mereka yaitu orang-
orang yang gugur di jalan Allah. Sedangkan klausa ke dua merujuk pada kamu yaitu orang-
orang yang beriman. Sedangkan predikatnya berupa pernyataan yang berlawanan, mereka
(orang-orang yang gugur di jalan Allah) hidup dengan kamu (orang-orang yang beriman)
tidak menyadarinya. Dan terjemahan yang tepat menurut Penulis adalah:79
أو*& آ!ن ءا<!ؤه+ *! .OV-R 2! أ*'79! _:9[ ءا<!ء.! <8 وإذا 896 *�+ اV-B;&ا 2! أ.jل ا*:-[ 6!*&ا .6
)170( ی;E:&ن M9N! و*! یIR�ون
79 Janganlah kamu mengatakan bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah telah mati; padahal
mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (Q.S. Al Baqarah: 154)
68
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?
Klausa pada ayat ini (Al Baqarah: 170) yang digarisbawahi, terdapat konjungtor yang
menghubungkan klausa yang dibangun yaitu bal. Bal dipadankan dengan “tetapi” dalam
bahasa Indonesia. Klausa kedua “Kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami,” memuat informasi yang menguatkan dan menandaskan
informasi yang dinyatakan dalam klausa pertama yaitu “Dan apabila dikatakan kepada
mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”. Keterkaitan makna memungkinkan
kedua klausa tersebut digabungkan untuk membentuk kalimat majemuk setara. Dan
penerjemahan pada ayat ini sudahlah tepat, tapi dari segi penulisan belum sesuai dengan
EYD.80
وا*:-[ �'&ر ی5اKHآ+ <3! آ(LV 6:&<=+ و*=1 *! ی5اKHآ+ ا*:-[ <!*:-J &C# أی3!.=+ .7
+9:c)225(
80 Penulisan dan tidak boleh di awal kalimat. Kemudian, kalimat setelah tanda kutip harus ditulis
dengan huruf capital dan setelah tanda kutip tidak boleh ada titik. Apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," Mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapatkan petunjuk?" (Q.S. Al Baqarah: 170)
69
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Klausa yang digarisbawahi (Al Baqarah: 225) merupakan kalimat koordinatif yang
menyatakan hubungan pertentangan, antara klausa pertama -ا. �#�1" 0/ أ ������ ,�# 2آ� ا
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah)” dengan klausa ke dua ��"#+ 34�ا-2آ� ��� آ. “Allah menghukum kamu
disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Di dalam ayat ini
konjungtor lâkin dipadankan dengan “tetapi”. Berfungsi sebagai pengingkaran klausa kedua
terhadap klausa pertama. Hal ini terkait karena terdapatnya kata “tidak” pada klausa
pertama. Menurut Penulis penerjemahannya sudahlah tepat.81
8. 125B +*6!ل أو FB&3*9# اlB q9أر.# آ yاه9+ ربA>وإذ 6!ل إF:> 1- و*=1 6!لM3d9*
#V:6 -+ءا ثj@ -1�72 8V@ y8آ F:_ 8;@ث+- ا 6!ل KgJ أر<;? 12 ا*ApJ A9-dه1- إ*9
س;9! وا_:+ أن- ا*:-[ _jیc j=9+اد_� 79B )260(1- ی
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang
81 Penulisan dan tidak boleh di awal kalimat. Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan . Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Q.S. Al Baqarah: 225)
70
kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Pada ayat (Al Baqarah: 260) yang digarisbawahi, yang terdapat konjungtor lâkin yang
dipadankan dengan “akan tetapi” dalam bahasa Indonesia. Berfungsi sebagai klausa
pertentangan yang menyatakan perluasan, yaitu klausa kedua “Agar hatiku tetap mantap
(dengan imanku),” sebagai perluasan dari klausa pertama “Aku telah meyakininya.” Dan
terjemahan pada ayat ini sudahlah baik, namun secara penulisan ada beberapa yang harus
diubah.82
82 Penulisan dan tidak boleh di awal kalimat. Setelah tanda kutip tidak boleh terdapat tanda titik.
Frasa “Allah berfirman” yang ke tiga, sebaiknya dibuang. Sebagai alternatif, kalimat sesudahnya digabung pada kalimat sebelumnya. (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang telah mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu, kemudian letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggilah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. “Ketahuilah! Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al Baqarah: 260)
71
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari 286 ayat yang terdapat dalam surah Al Baqarah 8 (delapan) ayat yang
termasuk dalam kalimat majemuk penjumlahan yang menyatakan pertentangan. Dari
keseluruhan ayat yang termasuk ke dalam kategori tersebut terdapat enam ayat yang
menggunakan konjungsi lākin yang dipadankan dengan tetapi dan akan tetapi dan
dua ayat yang menggunakan konjungsi bal yang dipadankan dengan tetapi.
Dari hasil penelitian ini, kita juga dapat melihat persamaan dan perbedaan
kalimat majemuk koordinatif hubungan pertentangan dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Arab. Persamaan keduanya yaitu terdiri dari dua buah klausa atau lebih yang
sepadan atau sejajar. Di antara kedua klausa tersebut dihubungkan dengan
konjungtor. Dalam bahasa Indonesia, konjungsi yang digunakan adalah tetapi dan
akan tetapi, sedangkan dalam bahasa Arab berupa partikel lākin dan bal. Namun, jika
bal masuk dalam kalimat, maka bal merupakan partikel pemulai yang berfungsi
sebagai penanda pembetulan kesalahan maksud atau tanggapan.
Konjungtor tetapi dapat digunakan untuk menghubungkan menyatakan
pertentangan yang digunakan di antara dua buah klausa yang subjeknya merupakan
identitas yang sama, sedangkan predikatnya adalah dua buah frasa sifat yang
berkontras, seperti pada hasil analisa ن"�#� � � Serta dua . أ� إ���� ه� ا�!���ء و
72
buah klausa, pada klausa kedua berisi pengingkaran terhadap klausa pertama dengan
kata tidak, seperti pada hasil analisa berikut آ��"ا أ����� &#�"ن � وم� $#�"�� و
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan konjungsi dalam
suatu kalimat tergantung pada konteks dan pilihan kata yang tepat. Dengan kata lain,
tidak ada padanan pasti untuk setiap partikel penghubung. Karena itu, banyak
alternatif terjemahan dalam sejumlah ayat, dan yang paling penting adalah harus
sesuai dengan EYD. Hal ini terkait dengan penutur bahasa ataupun pengguna bahasa.
73
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-karîm
Alwi, Hasan., et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2003.
----------------------.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2005.
Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo, 1999.
------------------------------------------,Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo, 2002.
Arifin, Zaenal.,et al. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Akademika Pressindo, 2003.
Anwar, M. Terjemah Matan Al-Ajrumiyah dan Imrity. Bandung: PT. Al-Ma’arif,
1987
Ali Ash-Shabuny, Muhammad. Cahaya Al-Quran; Tafsir Tematik Surat Al-Baqarah-
Al-An’Âm, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000.
Ali, Muhammad Maksum. Al-Amtsilah At-Tasrifiyah. Surabaya: Maktabah Assaikh
Salim Nabhan, 1995
Aqli, Abdullah Bahadud Din. Syarhu Ibni Aqli. Beirut: Dâr Al-Fikr li Al-Taba’ah wa
Al-Nasr wa Al-Tauzi.
Abbas Nadwi, Abdullah. Dr. Belajar Mudah Bahasa Al quran. Jakarta: Mizan, 1996.
74
Asrori, Imam. Sintaksis Bahasa Arab: Frasa-Klausa-Kalimat. Malang: Misykat,
2004.
Bek Dayyab, Hifni. Kaidah Tata Bahasa Arab. Jakarta: Dârul ‘ûlûm Press, 1988.
Catford, J. C. Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press,
1965.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.
---------------, Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta,1994.
--------------, Penggunaan Preposisi dan Konjungsi Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
Nusa Indah, 1990.
Dardjowidjojo, Soenjono., et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1988.
Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Media, 2005.
Al-Gulayayni, Mustafa. Jami’ Ad-Durûs Al-‘arabiyyah; (Pelajaran Bahasa Arab
Lengkap). Beirut: MaktabahAl-‘Asriyyah, 1997.
Al-Ghazali, Muhammad, Prof. DR. Tafsir Al-Ghazali; Tafsir Tematik Al Quran 30
Juz Surat 1-26, Yogyakarta: Islamika, 2004.
Hanafi, Nurachman. Teori dan Seni Menerjemahkan. Flores: Nusa Indah, 1986.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1993.
Kusno B.S., Pengantar Tata Bahasa Indonesia. Bandung: CV. Rosda, 1985.
Lapoliwa, Hans. Klausa Pemerlengkap Dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan Sintaktik
dan Semantik. Jakarta: Kanisius, 1990.
Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo, 2000.
75
Nida, Eugene A. and Charles. R. Taber. The Theory Practice of Translation. Leiden:
The United Bible Societies.
Ni’mah, Fuad. Qowaid Al-Lughah Al-‘Arabiyah. (Beirut: Dârrussaqafah.)
Poerwadarminta, WJS. Bahasa Indonesia untuk Karang Mengarang. Yogyakarta:
UP. Indonesia, 1967.
Ramlan, M. Prof. Drs. Ilmu Bahasa Indonesia “Sintaksis”. Yogyakarta: CV.
Karyono, 1983.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur'an.
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Sugono, Dendy. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Suara, 1999.
Sudarno dan Eman A. Rahman. Terampil Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: PT. Hikmah Syahid Indah.
Syukur, Abdul. Tata Bahasa Indonesia untuk SMTA. Surabaya: Usaha Nasional,
1984.
Thalib, M. Tata Bahasa Arab; Terjemah An-Nahwu Al-Wadih. Jakarta: PT. Al-
Ma’ârif.
76
LAMPIRAN
No.
Ayat Terjemah Ayat
12 Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
أ*! إ.-�+ ه+ ا*I)'3ون و*=1 *! یA;Zون
13 Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.
ءا12 ا*7-!س 6!*&ا وإذا 896 *�+ ءا72&ا آ3!
أ.125 آ3! ءا12 ا*()'�!ء أ*! إ.-�+ ه+ ا*()'�!ء
و*=1 *! ی;:3&ن
57 Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
و}:-:7! _:9=+ ا*3C!م وأ.j*7! _:9=+ ا*13-
وا*(-:&ى آ:&ا Vy9z 12!ت 2! رز76!آ+ و2!
.! و*=1 آ!.&ا أ.'(�+ ی|:3&ن}:3&
88 Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup". Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.
[ <='Aه+ EJ:9:! و6!*&ا q:� !7>&:6 <8 *;7�+ ا*:-
2! ی725&ن
154 Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.
J 8REا *13 ی&*&EB !*89 ا*:-[ أ2&ات <8 وVس #
أ9c!ء و*=A;ZB !* 1ون
77
170 Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?
OV-R. 8> ل ا*:-[ 6!*&اj.ا 2! أ&;V-Bوإذا 896 *�+ ا
<!ء.! أو*& آ!ن ءا<!ؤه+ *! 2! أ*'79! _:9[ ءا
ی;E:&ن M9N! و*! یIR�ون
225 Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
*! ی5اKHآ+ ا*:-[ <!*:-J &C# أی3!.=+ و*=1
+9:c 6:&<=+ وا*:-[ �'&ر LV)آ+ <3! آKHی5ا
260 Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
FB&3*9# اlB q9أر.# آ yاه9+ ربA>وإذ 6!ل إ
#V:6 -1M3d9* 1=*و F:> 125 6!لB +*6!ل أو
ث+- 6!ل KgJ أر<;? 12 ا*ApJ A9-dه1- إ*9
-1�72 8V@ y8آ F:_ 8;@ءا ث+- اد_1�- اj@
+9=c jیj_ ]-:*س;9! وا_:+ أن- ا 79B ی