perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENDAPATAN DENGAN
PROPORSI PENGELUARAN PANGAN DAN KECUKUPAN GIZI
RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN CILACAP
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Program Studi Agribisnis
Oleh :
AYU NILASARI
H 0808080
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENDAPATAN DENGAN
PROPORSI PENGELUARAN PANGAN DAN KECUKUPAN GIZI
RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN CILACAP
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Ayu Nilasari H 0808080
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : Desember 2012
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Surakarta, Januari 2013
Mengetahui, Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.
NIP. 19560225 198601 1 001
Ketua Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si.
NIP. 19671012 199302 1 001
Anggota II
Arip Wijianto, SP, M.Si NIP. 19771226 200501 1 002
Anggota I
Widiyanto, SP, M.Si NIP. 19810221 200501 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PANGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kehidupan, kesempatan, kekuatan, berkat, kasih, dan anugerah-Nya, sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Hubungan Antara
Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan dan Kecukupan Gizi
Rumah Tangga Petani di Kabupaten Cilacap” dengan baik. Skripsi ini disusun
guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari
semua pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku
Pembimbing Utama sekaligus Pembimbing Akademik yang telah begitu sabar
memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan masukan yang sangat berharga
bagi Penulis.
3. Widiyanto, SP., M.Si, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan masukan kepada Penulis dalam penulisan skripsi ini.
4. Arip Wijianto, SP., M.Si, selaku Penguji Skripsi yang memberikan
pengarahan, dan saran kepada Penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
atas segala bimbingan yang telah diberikan selama proses belajar di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Mbak Ira, Mbak Dewi dan Bapak Mandimin serta seluruh staff karyawan
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak
membantu menyelesaikan segala urusan administrasi berkenaan dengan studi
dan skripsi Penulis.
7. Kepala dan seluruh staff Kantor BAPPEDA Kabupaten Cilacap,
BAKESBANGPOL Kabupaten Cilacap, Kantor BPS Kabupaten Cilacap,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap, Badan Pelaksana Penyuluh dan
Ketahanan Pangan Kabupaten Cilacap, yang telah memberikan ijin penelitian
serta menyediakan berbagai data yang diperlukan Penulis
8. Kepala Kantor Kecamatan Kesugihan, Kepala Desa Dondong serta
masyarakat yang telah membantu Penulis dalam penelitiannya.
9. Kedua orang tuaku Bapak Sukanto dan Ibu Sumirah, terima kasih atas segala
cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat, semangat, doa dan pengorbanan
yang tiada pernah putus yang telah diberikan selama ini
10. Kakakku Mariyanto dan Mutamimah terima kasih atas segala doa, kasih
sayang, perhatian, semangat, dan dukungan yang senantiasa diberikan kepada
Penulis.
11. Keluarga Besar di Weru atas segala kasih sayang, perhatiaan serta dukungan
di setiap perjuangan Penulis.
12. Sahabat-sahabatku Dyah Puspitasari Purnaningtyas, Septiana Irma Hapsari,
Rizki Budi Pratama, Galuh Perwita Sari, Noer Ayu Fajrina Okhta Nugraheni
dan Aulia Rahma Kautsari tempat berbagi cerita dan pengalaman, pemberi
semangat dan doa sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
13. Sahabat lamaku kos 88 Adhisty Aprilia Rizki, Utami, Deni Purnama Sari,
Dina, Wulan dan Ratna yang telah banyak membantu penulis mengerti tentang
nilai kehidupan dan senantiasa memberi warna dalam kehidupan ini.
14. Teman-teman Wisma Amanah, mbak Siska, mbak Lidia, kak Niken, Meking,
Dita, Inez dkk yang senantiasa memberi motivasi dan mau berbagi dalam
keseharian.
15. Teman-temanku, Retna, Tami, Riana, Carrine, Aik, Anin, Primasari, Resty,
Ema, Elin, Pipi, Budi, Abid, Nur P, Nanda, Puput, Mesti, Nyitnyit, Yurike,
dan seluruh teman-teman Agribisnis 2008 yang menjadi sahabat dan keluarga
selama Penulis belajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Terima kasih atas kebersamaan, kerjasama dan persahabatan yang
indah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
16. Teman-teman seperjuangan KAMAGRISTA periode 2010-2011, Bursa
Mahasiswa periode 2009-2011 yang telah memberi kesempatan untuk belajar
bersama dan memberi pengalaman yang tak ternilai harganya.
17. Teman-teman Agrobisnis 2007, Agribisnis 2009 dan 2010 yang telah memberi
semangat, bantuan dan berbagai pengetahuan.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnan skripsi ini. Akhirnya Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan dapat digunakan sebagai acuan
maupun tambahan referensi bagi para pembaca.
Surakarta, Januari 2013
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
RINGKASAN ................................................................................................... xiii
SUMMARY ...................................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6 D. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 7
II. LANDASAN TEORI.................................................................................. 8 A. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 8 B. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 9
1. Rumah Tangga Pertanian ................................................................. 9 2. Konsumsi Pangan ............................................................................. 10 3. Pengeluaran untuk Konsumsi .......................................................... 12 4. Ketahanan Pangan ............................................................................ 14
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah .................................................... 17 D. Pembatasan Masalah .............................................................................. 19 E. Asumsi ................................................................................................... 20 F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ........................ 20
III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 23 A. Metode Dasar Penelitian ........................................................................ 23 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ................................................ 23 C. Metode Pengambilan Sampel................................................................. 24 D. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 29 E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 30 F. Metode Analisis Data ............................................................................. 31
1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani ....................... 31 2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total
Rumah Tangga Petani ...................................................................... 32 3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani ........................................ 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
4. Hubungan antara Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan, Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) .................................................................................. 35
5. Ketahanan Pangan ............................................................................ 36
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ....................................... 37 A. Keadaan Alam ........................................................................................ 37
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif .................................... 38 2. Topografi Daerah ............................................................................. 38 3. Jenis Tanah ....................................................................................... 38 4. Keadaan Iklim dan Cuaca ................................................................ 39
B. Keadaan Penduduk ................................................................................. 40 1. Perkembangan Penduduk ................................................................. 40 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ..................... 42 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ........................................... 45 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian................................. 49
C. Keadaan Pertanian .................................................................................. 51 1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan ............................................. 51 2. Produksi Tanaman Bahan Makanan ................................................ 53
D. Keadaan Perekonomian .......................................................................... 55 E. Kondisi Ketahanan Pangan .................................................................... 58
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 59 A. Karakteristik Rumah Tangga Responden .............................................. 59 B. Pendapatan Rumah Tangga Responden ................................................. 61 C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden................................................ 62 D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran
Total Rumah Tangga ............................................................................. 73 E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga ....................................... 74 F. Hubungan antara Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan,
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) ..................................................................................................... 78
G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ........................................................ 81
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 85 A. Kesimpulan ............................................................................................ 85 B. Saran....................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 .. 2
Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Beras di Kabupaten Cilacap tahun 2008-2010 ................................................................... 3
Tabel 3. Keadaan Penduduk menurut Lapangan Usaha dari Mata Pencaharian Utamanya di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 .. 23
Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kecamatan di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 ...... 25
Tabel 5. Luas Panen Padi Menurut Desa di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010 ........................................................................... 26
Tabel 6. Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan ............................. 30
Tabel 7. Data-Data yang Dikumpulkan dalam Penelitian ................... 31
Tabel 8. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ................................................................................. 34
Tabel 9. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga................................................................................... 36
Tabel 10. Banyaknya Curah Hujan, Curah Hujan Terbesar dan Jumlah Hari Hujan menurut Bulan di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 ........................................................................... 39
Tabel 11. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Cilacap Tahun 2001 – 2010 ................................ 40
Tabel 12. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Kesugihan Tahun 2001 – 2010 .......................... 41
Tabel 13. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 ............................................ 43
Tabel 14. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010 ...................................... 44
Tabel 15. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Dondong Tahun 2010 ........................................................... 45
Tabel 16. Jumlah Penduduk Kabupaten Cilacap Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ........................................................ 46
Tabel 17. Jumlah Penduduk Kecamatan Kesugihan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ........................................................ 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Tabel 18. Jumlah Penduduk Desa Dondong Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ........................................................ 48
Tabel 19. Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Usaha dari Mata Pencaharian Utamanya di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 .. 49
Tabel 20. Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Usaha dari Mata Pencaharian Utamanya di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010....................................................................................... 50
Tabel 21. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 ........................................................................... 51
Tabel 22. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010 ......................................................... 52
Tabel 23. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Desa Dondong Tahun 2010 ........................................................................... 53
Tabel 24. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 ........... 54
Tabel 25. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010 ..... 54
Tabel 26. Sarana Perekonomian di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 .... 55
Tabel 27. Sarana Perekonomian di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010....................................................................................... 55
Tabel 28. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 .............................................................. 56
Tabel 29. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010 ......................................................... 56
Tabel 30. Panjang Jalan Menurut Keadaan dan Status Jalan di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 ............................................ 57
Tabel 31. Panjang Jalan Menurut Keadaan dan Status Jalan di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010 ...................................... 57
Tabel 32. Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan di Kabupaten Cilacap tahun 2010 ............................................................................. 58
Tabel 33. Karakteristik Rumah Tangga Responden ............................. 59
Tabel 34. Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga Responden ............................................................................. 61
Tabel 35. Pekerjaan di Luar Usahatani Rumah Tangga Responden ..... 63
Tabel 36. Rata-Rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden ............................................................................. 64
Tabel 37. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden ................................................................ 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Tabel 38. Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden ..................... 72
Tabel 39. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah Tangga Responden ................................................................ 72
Tabel 40. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga ................................... 73
Tabel 41. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga ................................. 74
Tabel 42. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden ................................................... 76
Tabel 43. Hasil Analisis Hubungan Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Responden .................. 78
Tabel 44. Hasil Analisis Hubungan Antara Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) Rumah Tangga Responden ............................................................................. 78
Tabel 45. Hasil Analisis Hubungan Antara Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) Rumah Tangga Responden ............................................................................. 79
Tabel 46. Jumlah Rumah Tangga Responden berdasarkan indikator Ketahanan Pangan ................................................................. 81
Tabel 47. Rata-rata Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden ............................................................................. 82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah ................... 19
Gambar 2. Bagan Alur Pengambilan Sampel Responden .................. 28
Gambar 3. Grafik Jumlah Penduduk di Kabupaten Cilacap Tahun 2001 – 2010 ...................................................................... 40
Gambar 4. Grafik Jumlah Penduduk di Kecamatan Kesugihan Tahun 2001 – 2010 ........................................................... 41
Gambar 5. Diagram Jumlah Penduduk Kabupaten Cilacap Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ...................................... 46
Gambar 6. Diagram Jumlah Penduduk Kecamatan Kesugihan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ........................ 47
Gambar 7. Diagram Jumlah Penduduk Desa Dondong Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ...................................... 48
Gambar 8. Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Usaha dari Mata Pencaharian Utamanya di Kabupaten Cilacap Tahun 2010 .................................................................................. 49
Gambar 9. Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Usaha dari Mata Pencaharian Utamanya di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010 .................................................................................. 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1. Identitas Responden .......................................................... 91
Lampiran 2. Pekerjaan Responden di Luar Usahatani .......................... 92
Lampiran 3. Pendapatan Rumah Tangga Petani ................................... 93
Lampiran 4. Pengeluaran Pangan .......................................................... 94
Lampiran 5. Pengeluaran Non Pangan .................................................. 95
Lampiran 6. Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total .................................................................................. 96
Lampiran 7. AKG, Konsumsi Gizi Rumah Tangga, dan TKG Rumah Tangga Responden ........................................................... 97
Lampiran 8. Ketahanan Pangan ............................................................ 98
Lampiran 9. Sebaran Kategori Ketahanan Pangan ............................... 99
Lampiran 10. Hubungan Konsumsi Energi dengan ProporsiPengeluaran Pangan ............................................ 100
Lampiran 11. Kuisioner .......................................................................... 101
Lampiran 12. Peta Kabupaten ................................................................. 102
Lampiran 13. Peta Kecamatan ................................................................ 103
Lampiran 14. Foto Penelitian .................................................................. 104
Lampiran 15. Surat Ijin Penelitian .......................................................... 105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
RINGKASAN
Ayu Nilasari, H 0808080. 2013. Analisis Hubungan Antara Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan dan Kecukupan Gizi Rumah Tangga Petani di Kabupaten Cilacap. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si. dan Widiyanto, SP, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan, tingkat konsumsi energi (TKE) dan tingkat konsumsi protein (TKP), dan kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi.
Metode dasar penelitian adalah metode deskriptif analitik dengan teknik penelitian survei. Penelitian dilakukan di Desa Dondong Kecamatan Kesugihan. Jumlah petani sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 orang dan teknik pengambilan petani sampel dengan menggunakan metode accidental sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, pencatatan dan recall method. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan, tingkat konsumsi energi (TKE) dan tingkat konsumsi protein (TKP), dan ketahanan pangan rumah tangga petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap sebesar Rp 2.311.250,00, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani sebesar Rp 1.446.250,00 dan pendapatan dari luar usahatani sebesar Rp 865.000,00. Pengeluaran rumah tangga petani sebesar Rp 1.208.782.53 dan besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total adalah 59,12%, artinya pengeluaran pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 86,04% dan termasuk dalam kategori sedang. Rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 98,54% dan termasuk dalam kategori sedang. Pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi bernilai negatif, yaitu -0,527 menunjukkan bahwa hubungan antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan adalah berlawanan, artinya jika pendapatan tinggi, maka proporsi pengeluaran pangan rendah. Pendapatan dengan tingkat konsumsi energi (TKE) tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Pendapatan dengan tingkat konsumsi protein (TKP) tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap terdiri atas kategori rentan pangan sebesar 50,00%, tahan pangan 30,00%, kurang pangan 13,33% dan rawan pangan 6,67%.
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk penganekaragaman pangan, mempertahankan rata-rata pendapatan rumah tangga yang sudah cukup tinggi serta menambah pengetahuan tentang gizi guna mencapai ketahanan pangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
SUMMARY
Ayu Nilasari, H 0808080. 2013. Analysis of the Relationship Among the Income with Proportion of Expenditure for Food and Nutrient Sufficiency Farmer’s Household in Cilacap Regency. Guidance by Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si. and Widiyanto, SP, M.Si. Agriculture Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.
This research aims to analyze the income and expenditure of farmer’s household, proportion of food expenditure to total expenditure of farmer’s household, the consumption of energy and protein farmer’s household, the relation between income with the proportion of food expenditure, Energy Consumption Level (Tingkat Konsumsi Energi = TKE), and Protein Consumption Level (Tingkat Konsumsi Protein = TKP), and food security condition of farmer’s household in Cilacap Regency by indicating the proportion of food expenditure and the level of energy consumption.
The basic method of the research is descriptive analytic method with survey research techniques. The research was done in Dondong village Sub District Kesugihan. The number of farmers sample used in this research were 30 people and taken by accidental sampling. The data are primary and secondary one. Collecting data is done by using observation, interview, noting, and recall methods. The analysis of data involves the income and expenditure of farmer’s household, the proportion of food expenditure to the total expenditure farmer’s household, energy and protein consumption of farmer’s household, the relation between income with the proportion of food expenditure, Energy Consumption Level (Tingkat Konsumsi Energi = TKE), and Protein Consumption Level (Tingkat Konsumsi Protein = TKP), and condition farmer’s household food security.
The result of this research showed that the average of farmer households income in Cilacap Regency is Rp 2.311.250,00, which consists of income from farming Rp 1.446.250,00 and off-farm income Rp 865.000,00. The expenditure of farmer’s household is Rp 1.208.782.53 and this amount is measured by proportion of food expenditure to the total expenditure is 59,12%, it means that the food consumption still takes a big part of total expenditure farmer’s household in Cilacap Regency. The average of Energy Consumption Level (Tingkat Konsumsi Energi = TKE) 86,04%, it is concluded as mid level. The average of Protein Consumption Level (Tingkat Konsumsi Protein = TKP) 98,54%, it is in a mid level. Income with Proportion of food expenditure has significant relation. The number of correlation co-efficience is negative, i.e. -0,527 shows that the relation beween income with proportion of food expenditure is contradictory, meaning if income is high, proportion of food expenditure will be low. Income with Energy Consumption Level (Tingkat Konsumsi Energi = TKE) had no significant relation. Income with Protein Consumption Level (Tingkat Konsumsi Protein = TKP) had no significant relation. Condition of food security of the farmer’s household in Cilacap consists of vulnerable food category is 50,00%, food security 30,00%, less food 13,33% and food insecurity 6,67%.
This research suggest to food diversification, maintain the average household income is high enough, and gain knowledge about nutrition in order to achieve food security.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan
penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian
berperan sebagai penyedia pangan bagi konsumsi domestik, penyedia
lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk, pangsa pasar bagi hasil
produksi sektor perekonomian lain dan meningkatkan pendapatan domestik.
Sektor pertanian berpengaruh terhadap gizi masyarakat melalui produksi
pangan untuk rumah tangga.
Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya
manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan
ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, selain itu
ketersediaan pangan tersebut hendaknya terdistribusi dengan harga terjangkau
dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-
hari sepanjang waktu, Saliem dalam Ariani dan Purwantini (2005).
Menurut Rachman dkk (2003), ketahanan pangan diartikan sebagai
tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi
dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk
menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Dengan definisi tersebut,
ketahanan pangan tidak hanya cukup sampai tingkat global, nasional, maupun
regional tetapi harus sampai tingkat rumah tangga dan individu. Ketahanan
pangan merupakan suatu wujud dimana masyarakat mempunyai pangan yang
cukup di tingkat wilayah dan juga masing-masing rumah tangga, serta
mampu mengakses pangan dengan cukup untuk semua anggota keluarganya,
sehingga mereka dapat hidup sehat dan bekerja secara produktif.
Kebutuhan pangan sebagian besar penduduk Indonesia dipenuhi dari
beras karena beras merupakan bahan pangan pokok mayoritas penduduk
Indonesia. Produksi padi terkait dengan ketersediaan beras sebagai makanan
pokok. Kabupaten Cilacap merupakan penghasil padi terbesar di Provinsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Jawa Tengah. Luas panen dan produksi padi sawah di Provinsi Jawa Tengah
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010
Kabupaten Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Rata-rata Produksi (Kw/Ha)
Cilacap 116.382 674.745 57,98 Banyumas 62.597 341.736 54,59 Purbalingga 34.615 188.686 54,51 Banjarnegara 24.324 140.447 57,74 Kebumen 68.902 412.103 59,81 Purworejo 52.360 300.337 57,36 Wonosobo 29.150 151.638 52,02 Magelang 53.967 309.339 57,32 Boyolali 42.784 255.249 59,66 Klaten 61.543 377.136 61,28 Sukoharjo 49.297 308.994 62,68 Wonogiri 47.849 269.486 56,32 Karanganyar 46.181 276.763 59,93 Sragen 83.816 491.078 58,59 Grobogan 104.703 659.315 62,97 Blora 71.974 366.995 50,99 Rembang 35.314 184.445 52,23 Pati 94.167 519.685 55,19 Kudus 26.519 137.895 52,00 Jepara 36.990 195.159 52,76 Demak 93.021 557.196 59,90 Semarang 40.249 201.418 50,04 Temanggung 27.794 161.983 58,28 Kendal 41.335 219.034 52,99 Batang 42.178 213.547 50,63 Pekalongan 44.837 212.752 47,45 Pemalang 68.165 345.324 50,66 Tegal 60.480 331.128 54,75 Brebes 90.202 522.450 57,92
Sumber : Provinsi Jawa Tengah dalam Angka tahun 2011
Pada tahun 2010 Kabupaten Cilacap memiliki produksi padi sebesar
674.745 ton dan merupakan kabupaten yang memiliki produksi padi terbesar
di Provinsi Jawa Tengah (Jawa Tengah dalam Angka, 2011). Produksi padi
yang dimiliki Kabupaten Cilacap menunjukkan bahwa Kabupaten Cilacap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
memiliki kemampuan untuk menyediakan beras sebagai bahan pangan pokok
penduduknya.
Ketersediaan dan kebutuhan pangan di Kabupaten Cilacap dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Beras di Kabupaten Cilacap tahun 2008-2010
Tahun Ketersediaan (kg)
Kebutuhan (kg)
Surplus/minus (kg)
2008 477.153.680 172.760,489 304.393.191,20 2009 479.687.368 172.779,063 306.908.305,20 2010 483.473.680 172.797.637 310.676.043,20
Sumber : Badan Pelaksana Penyuluh dan Ketahanan Pangan Kabupaten Cilacap, 2011
Berdasarkan Tabel 2, ketersediaan beras di Kabupaten Cilacap pada
tahun 2008-2010 dapat dikatakan surplus pangan yang besarnya semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 ketersediaan beras di
Kabupaten Cilacap surplus sebesar 310.676.043,20 kg. Produksi pangan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga merupakan salah
satu syarat tercapainya ketahanan pangan rumah tangga.
Menurut Marwanti (2000), Pangan merupakan sumber energi dan
protein yang berguna meningkatkan kualitas manusia sebagai sumber daya
pembangunan. Pangan juga merupakan kebutuhan pokok dan komoditi
strategis dalam kehidupan manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya
secara sehat dan produktif. Namun dalam kenyataannya, tidak semua orang
dapat terpenuhi kebutuhan pangannya karena beberapa alasan sehingga
mengalami kelaparan dan menghadapi kondisi rawan pangan, tetapi beberapa
orang berlebihan dalam konsumsi pangannya.
Kualitas makanan dapat dilihat dari besarnya sumbangan nilai gizinya.
Perbedaan nilai gizi tiap bahan pangan akan menentukan dalam pemilihan
bahan pangan yang akan dikonsumsi, sehingga ketercukupan energi dan
protein dapat terpenuhi. Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII
2004, norma kecukupan energi sebesar 2000 kkal/orang/hari dan protein
sebesar 52 gr/orang/hari. Perbedaan nilai gizi tiap bahan pangan akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
menentukan dalam pemilihan bahan pangan yang akan dikonsumsi, sehingga
ketercukupan energi dan protein dapat terpenuhi.
Menurut Badan Ketahanan Pangan Kementrian Republik Indonesia
(2010), ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan
pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses/memperoleh
(termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada
pihak manapun (termasuk pemerintah). Dalam hal inilah, petani memiliki
kedudukan strategis dalam ketahanan pangan : petani adalah produsen pangan
dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian
besar masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup tinggi untuk
membeli pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi
pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri.
Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat
memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Kemampuan daya
beli masyarakat yang menurun akan mempengaruhi pola konsumsi rumah
tangga. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten
Cilacap.
B. Rumusan Masalah
Menurut Badan Ketahanan Pangan Kementrian Republik Indonesia
Ketahanan pangan dibedakan dalam empat tingkatan, yaitu (1) ketahanan
pangan nasional, (2) regional atau lokal, (3) ketahanan pangan rumah tangga
atau keluarga, serta (4) ketahanan pangan individu. Beberapa hasil kajian
menunjukan persediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak
menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional),
rumah tangga atau individu. Hal ini terjadi karena ketersediaan dan akses
pangan yang berbeda-beda.
Konsep ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan
pangan dari aspek masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti
banyak diketahui, baik secara nasional maupun global, ketersediaan pangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
yang melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa
seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan
pangan yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu
tingkat kesejahteraan manusia.
Menurut Survey Konsumsi Pangan Kabupaten Cilacap Tahun 2011
tingkat konsumsi pangan di Kabupaten Cilacap masih didominasi oleh
besarnya konsumsi padi-padian, disusul kemudian konsumsi minyak dan
lemak, kemudian kacang-kacangan. Konsumsi energi di Kabupaten Cilacap
sebesar 1920,2 kkal/kapita/hari. Berdasarkan data ketersediaan beras tahun
2008-2010 Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten yang memiliki
ketersediaan beras dalam kategori surplus yang terus meningkat namun
konsumsi energi per kapita/hari masih dibawah angka kecukupan energi yaitu
2000 kkal/kapita/hari.
Ketersediaan pangan yang cukup di wilayah tertentu belum
menggambarkan ketahanan pangan rumah tangga, begitu juga konsumsi
energi di Kabupaten Cilacap belum menggambarkan keadaan konsumsi
pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini ditandai dengan ketersediaan pangan
di Kabupaten Cilacap yang surplus namun konsumsi energinya cenderung di
bawah angka kecukupan energi. Dimana konsumsi pangan menjadi salah satu
indikator ketahanan rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap.
Peningkatan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga bukan perkara
yang mudah. Masalah gizi tidak terlepas dari masalah pangan karena masalah
gizi timbul dari akibat kelebihan atau kekurangan kandungan zat gizi dalam
makanan. Sulitnya menanggulangi masalah pangan mengakibatkan kasus
rawan pangan dalam bentuk kekurangan energi dan protein bahkan menjadi
salah satu masalah utama peningkatan kualitas sumber daya manusia dari
aspek gizi.
Indikator aksesibilitas/keterjangkauan dalam pengukuran ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga dapat dilihat dari bagaimana suatu
rumahtangga memperoleh pangan, yang diukur dari luas dan status
kepemilikan lahan serta cara untuk memperoleh pangan. Luasnya lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
pertanian akan berpengaruh pada produksi padi, sedangkan status
kepemilikan lahan akan berpengaruh pada pendapatan rumah tangga petani,
sehingga akan mempengaruhi daya beli petani dan pola konsumsinya, yang
pada akhirnya juga akan mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga
petani.
Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Berapa besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di
Kabupaten Cilacap?
2. Berapa besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total
rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap?
3. Bagaimana konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di
Kabupaten Cilacap?
4. Bagaimana hubungan antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran
pangan, tingkat konsumsi energi (TKE) dan tingkat konsumsi protein
(TKP) rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap?
5. Bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten
Cilacap berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat
konsumsi energi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini,
yaitu :
1. Mengetahui pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di
Kabupaten Cilacap.
2. Mengetahui proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total
rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap.
3. Mengetahui konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di
Kabupaten Cilacap.
4. Mengetahui hubungan antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran
pangan, tingkat konsumsi energi (TKE) dan tingkat konsumsi protein
(TKP) rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
5. Mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten
Cilacap berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat
konsumsi energi.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi, sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam
menyusun suatu kebijakan yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan
pangan.
2. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau
penelitian-penelitian sejenis.
3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu dan Keterbaruan Penelitian
1. Penelitian Terdahulu
Widyareni (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo,
menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan rumah tangga
petani di Kabupaten Kulon Progo lebih besar dibanding bukan pangan
yaitu sebesar 60,00%. Konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di
Kabupaten Kulon Progo mempunyai tingkat kecukupan gizi sebesar
85,17% dan tingkat kecukupan proteinnya sebesar 94,41% sehingga
keduanya termasuk dalam kategori sedang. Semakin rendah proporsi
pengeluaran konsumsi pangan, maka akan semakin tinggi kecukupan
konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Kulon
Progo. Ketahanan pangan rumah tangga petani berdasarkan tingkatannya
adalah: tahan pangan sebesar 30,00%, rentan pangan 43,33%, 10% rumah
tangga kurang pangan, dan 16,67% termasuk dalam kondisi rawan pangan
Purwantini dan Ariani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul
Pola Konsumsi Pangan pada Rumah Tangga Petani Padi menyatakan
bahwa pada umumnya pada rumah tangga petani padi, beras merupakan
pangan pokok yang dikonsumsi dalam jumlah tinggi. Pola pangan pokok
berupa beras ini sulit untuk diubah walaupun rumah tangga menghadapi
musim paceklik. Petani tidak akan mengganti beras sebagai sumber
pangan pokok walaupun harga beras meningkat. Sebagai produsen padi,
pada umumnya rumah tangga petani mengkonsumsi beras berasal dari
hasil sendiri. Selain hasil sendiri, rumah tangga memperoleh beras dari
membeli baik melalui raskin maupn di pasar.
2. Keterbaruan Penelitian
Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji mengenai
besarnya proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi pangan rumah tangga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
petani di Kabupaten Cilacap yang merupakan salah satu kabupaten yang
terletak di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan penelitian-penelitian di
atas, pengeluaran pangan merupakan pengeluaran terbesar dalam rumah
tangga. Pengeluaran pangan terbesar adalah untuk konsumsi beras, karena
beras merupakan pangan pokok sumber energi bagi sebagian besar rumah
tangga Indonesia. Pendapatan yang rendah akan menuntut rumah tangga
untuk mendahulukan pengeluaran untuk pangan khususnya pangan pokok.
Secara keseluruhan analisis yang digunakan dalam penelitian dan
obyek dalam penelitian ini hampir sama dengan penelitian terdahulu,
namun lokasi yang dipilih dalam penelitian ini berbeda sehingga
diharapkan dapat memberikan gambaran yang berbeda dan memberikan
informasi tambahan mengenai ketahanan rumah tangga petani. Proporsi
pengeluaran pangan dalam rumah tangga petani merupakan salah satu
indikator ketahanan pangan rumah tangga petani disamping analisis
kecukupan energi. Oleh karena itu, sebagaimana pada penelitian
Widyareni (2011) proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi pangan
dijadikan indikator ketahanan pangan rumah tangga dalam penelitian ini.
B. Tinjauan Pustaka
1. Rumah Tangga Pertanian
Rumah tangga dibedakan menjadi dua, yaitu: rumah tangga biasa
(ordinary household) dan rumah tangga khusus (special household).
Rumah tangga biasa (ordinary household) adalah seorang atau
sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
fisik/sensus, dan biasanya tinggal bersama dan mengurus kebutuhan
sehari-hari bersama menjadi satu. Rumah tangga khusus (special
household) adalah orang-orang yang tinggal di asrama, tangsi, panti
asuhan, lembaga pemasyarakatan, atau rumah tahanan yang pengurusan
kebutuhan sehari-harinya dikelola oleh suatu yayasan atau lembaga serta
sekelompok orang yang mondok dengan makan (indekos) dan berjumlah
10 orang atau lebih (BPS, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian
utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk
menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan
lain-lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut
untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Mereka
juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri, seperti serealia
untuk minuman beralkohol, buah untuk jus, dan wol atau flax untuk
penenunan dan pembuatan-pakaian (Anonim, 2012).
Kurtz dalam Widiyanto (2010) mendefinisikan petani sebagai
pengolah tanah di pedesaan (rural cultivator). Di Indonesia, kelompok
masyarakat ini adalah salah satu kelompok masyarakat yang rata-rata
berada dibawah garis kemiskinan. Dengan luasan lahan dan pendapatan
rata-rata yang relatif kecil dibandingkan kelompok masyarakat lainnya.
Penguasaan lahan pertanian didefinisikan oleh BPS (2012) sebagai lahan
milik sendiri ditambah lahan yang berasal dari pihak lain, dikurangi lahan
yang berada di pihak lain yang pernah dan sedang diusahakan untuk
pertanian selama setahun terakhir.
Rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang sekurang-
kurangnya satu orang anggota rumah tangga melakukan kegiatan yang
menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh
hasilnya untuk dijual/ditukar untuk memperoleh pendapatan/keuntungan
atas resiko sendiri. Kegiatan dimaksud meliputi bertani/berkebun, beternak
ikan dikolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan, dan
mengusahakan ternak/unggas (BPS, 2012).
2. Konsumsi Pangan
Menurut UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang dimaksud
dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik diolah ataupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
makanan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman.
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara
tunggal maupu beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok
orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis
dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan
makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan
tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kebutuhan emosional
atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara
hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat. Konsumsi pangan
merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya
bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme,
memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Shinta, 2010).
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), konsumsi pangan adalah
informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau
kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini
menunjukkan telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek
jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi.
Susunan jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu
disebut pola konsumsi pangan.
Ariningsih dan Rachman (2008) menyatakan bahwa tingkat
konsumsi pangan sumber karbohidrat (energi) maupun pangan sumber
protein pada rumah tangga rawan pangan umumnya lebih rendah
dibandingkan konsumsi rumah tangga secara agregat. Terbatasnya akses
rumah tangga terhadap pangan menyebabkan tidak hanya pangan sumber
protein yang harganya mahal saja yang konsumsinya terbatas, tetapi juga
pangan sumber karbohidrat yang harganya relatif murah.
Konsumsi pangan dengan gizi yang cukup serta seimbang
merupakan salah satu faktor penting yang merupakan tingkat kesehatan
dan intelegensia manusia. Tingkat konsumsi pangan dan gizi seseorang
akan mempengaruhi keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
yang bersangkutan. Sementara itu, tingkat dan pola konsumsi pangan dan
gizi rumah tangga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial dan budaya
setempat (Nainggolan, 2005).
Penilaian pangan dari sisi kuantitas melihat volume pangan yang
dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.
Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan
sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang
dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi
pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE)
dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Beberapa kajian menunjukkan
bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai dengan norma
atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat
lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan (Anonim, 2008).
M. K. Bennet menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan
mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi
pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Pada
tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah, permintaan terhadap
pangan diutamakan pada pangan yang padat energi yang berasal dari
hidrat arang, terutama padi-padian. Apabila pendapatan meningkat, pola
konsumsi pangan akan lebih beragam, serta umumnya akan terjadi
peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan
pendapatan akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan
peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal (Soekirman, 2000).
3. Pengeluaran untuk Konsumsi
Pengeluaran total dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
pengeluaran untuk pangan dan barang-barang bukan pangan. Proporsi
antara pengeluaran pangan dan bukan pangan juga digunakan sebagai
indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan
rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran pangan dapat diungkapkan
bahwa semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga semakin rendah atau
rentan (Ariani dan Purwantini, 2005).
Menurut pengertian dari BPS, pengeluaran pangan terdiri dari padi-
padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-
kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-
bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, minuman
alkohol, tembakau dan sirih. Sedangkan, pengeluaran non pangan terdiri
dari perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan,
pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi,
keperluan pesta dan upacara.
Menurut Tanziha dalam Herdiana (2009) bahwa secara naluri
individu, seseorang akan terlebih dahulu memanfaatkan setiap penghasilan
bagi kebutuhan dasarnya berupa pangan. Jika kebutuhan dasarnya tersebut
telah terpenuhi, maka tiap kelebihan penghasilannya dialokasikan untuk
nonpangan.
Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan
pola distribusi pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan
penguasaan modal bukan tanah. Sebagai contoh, rumah tangga petani kecil
atau buruh tani, karena pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah
tangga hanya mampu membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan
lauk-pauk sekedarnya. Sedangkan petani bertanah luas, karena
pendapatannya besar disamping mampu membeli barang-barang konsumsi
pokok rumah tangga, juga mampu membeli kebutuhan barang-barang
kebutuhan sekunder, seperti barang perlengkapan rumah tangga, alat
transportasi, alat-alat hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung
atau diinvestasikan dalam barang-barang modal. Barang-barang modal
tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal untuk usaha di luar usaha
sektor pertanian (Djiwandi, 2002).
Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat
menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya
kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kondisi yang terbatas, seseorang akan mendahulukan pemenuhan
kebutuhan makanan dan sebagian besar pendapatan dibelanjakan untuk
konsumsi makanan (Marwanti, 2002).
Tingkat konsumsi pangan kaitanya dengan pendapatan dapat dibagi
menjadi 3 yaitu:
a. Initial stage dari pada tingkat konsumsi pangan. Makanan yang dibeli
semata-mata hanya untuk mengatasi rasa lapar. Makanan yang
dikonsumsi hanya kalori, dan biasanya hanya berupa bahan-bahan
karbohidrat saja. Dalam hal ini kualitas pangan hampir tidak
terpikirkan. Karakteristik tingkat ini, ada korelasi erat antara
pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Jika pendapatan naik, maka
tingkat konsumsi pangan akan naik.
b. Marginal stage daripada konsumsi pangan. Pada tingkat ini korelasi
antara tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi pangan tidak linear,
artinya kenaikan pendapatan tidak memberi reaksi yang proporsional
terhadap tingkat konsumsi pangan.
c. Stable stage daripada tingkat konsumsi pangan. Pada tingkat ini
kenaikan pendapatan tidak memberikan respon terhadap kenaikan
konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada kecenderungan mengkonsumsi
pangan secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan gizi
(Handajani, 1994).
Keterkaitan pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan
dengan hukum Engel. Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya
peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya
untuk pangan dengan proporsi yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila
pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin
meningkat (Soekirman, 2000).
4. Ketahanan Pangan
Konsep ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 tahun
1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Konsep ketahanan pangan dapat
diringkas ke dalam aspek:
a. Ketersediaan pangan: ketercukupan jumlah pangan (food sufficiency).
b. Keamanan pangan (food safety): pangan yang bebas dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan keadaan manusia, serta terjamin
mutunya (food quality) yaitu memenuhi kandungan gizi dan standar
perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman.
c. Kemerataan pangan: system distribusi pangan yang mendukung
tersedianya pangan setiap saat dan merata.
d. Keterjangkauan pangan: kemudahan rumah tangga untuk memperoleh
pangan dengan harga yang terjangkau.
(Purwaningsih, 2008).
Pada tahun 1996 di Roma dalam Deklarasi World Food Security,
ketahanan pangan didefinisikan sebagai: Makanan yang tersedia setiap
saat, setiap orang bisa mengakses, gizi yang tersedia cukup dalam hal
kuantitas, kualitas dan variasi, dan diterima dalam budaya tertentu.
Ketersediaan, akses dan keterjangkauan semua unsur keamanan pangan,
isu-isu kompleks yang mencakup berbagai saling terkait ekonomi, sosial
dan politik (Clover, 2003).
Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Bonar (2008) ketahanan pangan
rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain : (1) tingkat
kerusakan tanaman, ternak dan perikanan. (2) penurunan produksi pangan,
(3) tingkat persediaan pangan dirumah tangga, (4) proporsi pengeluaran
pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan utama yang
umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan sosial, seperti
migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi pangan
berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8) status
gizi.
Menurut Usfar dalam Mangkoeto (2009) menyebutkan bahwa
ketahanan pangan berhubungan dengan empat aspek yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1) ketersediaan (makanan yang cukup dan siap sedia digunakan); 2) akses
(semua anggota dalam rumahtangga tersebut memiliki sumber yang
cukup untuk memperoleh makanan yang sesuai); 3) utilisasi (kemampuan
tubuh manusia untuk mencerna dan melakukan metabolisme terhadap
makanan yang dikonsumsi dan fungsi sosial makanan dalam menjaga
keluarga dan masyarakat); dan 4) keberlanjutan (ketersediaan makanan
untuk jangka waktu yang lama). Keempat aspek tersebut saling
berhubungan satu dengan yang lainnya.
Menurut Setiawan dalam Herdiana (2009) terdapat dua tipe
ketidaktahanan pangan dalam rumah tangga yaitu kronis dan transitory.
Ketidaktahanan pangan kronis sifatnya menetap, merupakan
ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan
rumahtangga dalam memperoleh pangan biasanya kondisi ini diakibatkan
oleh kemiskinan. Ketidaktahanan pangan transitory adalah penurunan
akses terhadap pangan yang sifatnya sementara, biasanya disebabkan oleh
bencana alam yang berakibat pada ketidakstabilan harga pangan, produksi,
dan pendapatan.
Ketahanan pangan atau lebih tepatnya ketidakamanan adalah pusat
dari krisis pangan dan yang berhubungan dengan pangan dalam keadaan
darurat. Hal ini mendasari penyebab kekurangan gizi dan kematian dan
faktor yang signifikan dalam ketahanan mata pencaharian dalam jangka
panjang. Kerawanan pangan dapat disebabkan oleh tidak kerusakan yang
dapat diperbaiki pada mata pencaharian, sehingga mengurangi
swasembada. Oleh karena itu bagian dari proses menyebabkan kekurangan
gizi, morbiditas dan mortalitas. Selain itu, keadaan rawan pangan langsung
memberikan kontribusi terhadap kemiskinan dan kerusakan mata
pencaharian dalam jangka panjang. Dengan kata lain, jika ada kerawanan
pangan akut, ada risiko gizi (Young et. al., 2001).
Berdasarkan pengertian pada Declaration of World Forum on Food
Sovereignty (2001), Ketahanan pangan adalah hak rakyat untuk
menentukan kebijakan mereka sendiri dan strategi berkelanjutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
produksi, distribusi dan konsumsi pangan yang menjamin hak atas pangan
bagi seluruh penduduk, berdasarkan produksi kecil dan menengah,
menghargai kebudayaan mereka sendiri dan keragaman bentuk petani,
nelayan dan masyarakat adat produksi pertanian, pemasaran dan
pengelolaan kawasan pedesaan, di mana perempuan memainkan peran
mendasar (McHarry et. al., 2002).
Ketahanan pangan menurut Departemen Pertanian mensyaratkan
terpenuhinya dua sisi secara simultan, yaitu (a) sisi ketersediaan, yaitu
tersedianya pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dalam jumlah,
mutu, keamanan dan keterjangkauannya, yang diutamakan dari produk
dalam negeri, dan (b) sisi konsumsi, yaitu adanya kemampuan setiap
rumah tangga mengakses pangan yang cukup bagi masing-masing
anggotanya untuk tumbuh sehat dan produktif dari waktu ke waktu. Kedua
sisi tersebut memerlukan sistem distribusi yang efisien, yang dapat
menjangkau ke seluruh golongan masyarakat (Nainggolan, 2005).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Pendapatan rumah tangga petani padi diperoleh dari dua sumber
pendapatan, yaitu pendapatan dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan
luar usahatani yaitu industri, perdagangan, jasa dan angkutan, PNS/TNI-
POLRI/pensiunan/karyawan, dan lain-lain. Pendapatan rumah tangga petani
akan mempengaruhi daya beli dan pola konsumsinya. Pendapatan digunakan
untuk membayar semua pengeluaran rumah tangga. Selisih pendapatan dan
pengeluaran merupakan tabungan/investasi.
Hukum Engel menyatakan dengan asumsi selera seseorang adalah tetap,
proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan akan semakin kecil seiring
dengan semakin meningkatnya pendapatan. Pada tingkat pendapatan tertentu,
rumah tangga akan memprioritaskan pada pangan dengan harga murah seperti
pangan sumber energi, kemudian dengan semakin meningkatnya pendapatan,
akan terjadi perubahan preferensi konsumsi yaitu dari pangan dengan harga
murah beralih ke pangan yang harganya mahal seperti pangan sumber protein
(Purwantini dan Ariani, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan bahwa, jumlah dan
komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi
pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang
dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM). Penilaian jumlah zat gizi adalah:
Gij = xKGijBddj
xBPj
100100
Keterangan:
Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan j
BPj : berat makanan/ pangan yang dikonsumsi (gram)
Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam %/gram dari 100% pangan j)
Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan (j) atau makanan
yang dimakan
Tercukupinya kebutuhan pangan antara lain dapat diindikasikan dari
pemenuhan kebutuhan energi dan protein. Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein
penduduk Indonesia masing-masing adalah 2000 kkal/kapita/hari dan
52 gram/kapita/hari.
Adapun skema kerangka teori dan pendekatan masalah dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gambar 1. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah
D. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu yang
lalu, sedangkan untuk pengeluaran non pangan setahun yang lalu,
selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata
perbulan.
2. Harga barang baik pangan maupun non pangan dihitung berdasarkan harga
yang berlaku saat penelitian berlangsung.
3. Konsumsi pangan yang dihitung merupakan konsumsi yang dikonsumsi
oleh petani dan anggota keluarganya yang tinggal dalam satu rumah.
4. Penilaian konsumsi pangan dibatasi pada konsumsi energi dan protein.
5. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2012.
Non Pangan Konsumsi Pangan Pangan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani
Konsumsi Energi
Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total
Konsumsi Protein
Pendapatan Rumah Tangga
Tabungan
Usahatani
Luar usahatani
Pengeluaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
E. Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan ukuran
rumah tangga (URT) pada setiap rumah tangga petani sampel dianggap sama.
F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini diberikan beberapa pengertian untuk
mempermudah pemahaman mengenai ketahanan pangan, yaitu:
1. Rumah tangga petani terdiri dari rumah tangga petani pemilik penggarap,
rumah tangga petani penyewa dan rumah tangga petani penyakap yang
menanam padi dengan tujuan hasilnya untuk dikonsumsi sendiri maupun
dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau
memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha (BPS, 2012).
2. Pendapatan rumah tangga petani merupakan sejumlah uang yang didapat
oleh masing-masing rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan dalam
satu bulan yang dihitung dari pendapatan dari usahatani dan luar
usahatani yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.
3. Pengeluaran rata-rata sebulan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan
untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan yang
dinyatakan dalam rupiah per bulan.
4. Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang
dimakan/diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi
kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan
protein.
5. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per
orang per hari yang dinyatakan dalam kkal per orang per hari. Dalam
perhitungan, nilai asupan energi dikonversi berdasarkan Daftar Konsumsi
Bahan Makanan (DKBM).
6. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang
dinyatakan dalam gram per orang per hari. Dalam perhitungan, nilai
asupan protein dikonversi berdasarkan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
7. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah
konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Energi
(AKE) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)
yang dinyatakan dalam %.
8. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah perbandingan antara jumlah
konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Protein
(AKP) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)
yang dinyatakan dalam %.
9. Pengeluaran pangan adalah sejumlah uang yang digunakan untuk
mengkonsumsi bahan makanan yang terdiri dari padi-padian, umbi-
umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan,
buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan,
konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, minuman alkohol,
tembakau dan sirih (BPS, 2012). Pengeluaran pangan dinyatakan dalam
rupiah per bulan.
10. Pengeluaran non pangan adalah sejumlah uang yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan non pangan rumah tangga yang terdiri dari
perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian,
alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi,
keperluan pesta dan upacara (BPS, 2012). Pengeluaran non pangan
dinyatakan dalam rupiah per bulan.
11. Proporsi pengeluaran pangan adalah perbandingan antara jumlah
pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total
pengeluaran yang dinyatakan dalam %.
12. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan merupakan banyaknya
masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan.
Dalam penelitian ini, AKG yang digunakan adalah AKG berdasarkan
umur dan jenis kelamin menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII Tahun 2004.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
13. Daftar komposisi bahan makanan adalah daftar yang menyajikan
komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat gizi dari
bahan makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga (Supariasa, 2002).
14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 Tahun 1996).
Ketahanan pangan dalam penelitian ini dilihat dari proporsi pengeluaran
untuk pangan dan tingkat konsumsi energi rumah tangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 8
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu dan Keterbaruan Penelitian
1. Penelitian Terdahulu
Widyareni (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo,
menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan rumah tangga
petani di Kabupaten Kulon Progo lebih besar dibanding bukan pangan
yaitu sebesar 60,00%. Konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di
Kabupaten Kulon Progo mempunyai tingkat kecukupan gizi sebesar
85,17% dan tingkat kecukupan proteinnya sebesar 94,41% sehingga
keduanya termasuk dalam kategori sedang. Semakin rendah proporsi
pengeluaran konsumsi pangan, maka akan semakin tinggi kecukupan
konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Kulon
Progo. Ketahanan pangan rumah tangga petani berdasarkan tingkatannya
adalah: tahan pangan sebesar 30,00%, rentan pangan 43,33%, 10% rumah
tangga kurang pangan, dan 16,67% termasuk dalam kondisi rawan pangan
Purwantini dan Ariani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul
Pola Konsumsi Pangan pada Rumah Tangga Petani Padi menyatakan
bahwa pada umumnya pada rumah tangga petani padi, beras merupakan
pangan pokok yang dikonsumsi dalam jumlah tinggi. Pola pangan pokok
berupa beras ini sulit untuk diubah walaupun rumah tangga menghadapi
musim paceklik. Petani tidak akan mengganti beras sebagai sumber
pangan pokok walaupun harga beras meningkat. Sebagai produsen padi,
pada umumnya rumah tangga petani mengkonsumsi beras berasal dari
hasil sendiri. Selain hasil sendiri, rumah tangga memperoleh beras dari
membeli baik melalui raskin maupn di pasar.
2. Keterbaruan Penelitian
Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji mengenai
besarnya proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi pangan rumah tangga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
petani di Kabupaten Cilacap yang merupakan salah satu kabupaten yang
terletak di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan penelitian-penelitian di
atas, pengeluaran pangan merupakan pengeluaran terbesar dalam rumah
tangga. Pengeluaran pangan terbesar adalah untuk konsumsi beras, karena
beras merupakan pangan pokok sumber energi bagi sebagian besar rumah
tangga Indonesia. Pendapatan yang rendah akan menuntut rumah tangga
untuk mendahulukan pengeluaran untuk pangan khususnya pangan pokok.
Secara keseluruhan analisis yang digunakan dalam penelitian dan
obyek dalam penelitian ini hampir sama dengan penelitian terdahulu,
namun lokasi yang dipilih dalam penelitian ini berbeda sehingga
diharapkan dapat memberikan gambaran yang berbeda dan memberikan
informasi tambahan mengenai ketahanan rumah tangga petani. Proporsi
pengeluaran pangan dalam rumah tangga petani merupakan salah satu
indikator ketahanan pangan rumah tangga petani disamping analisis
kecukupan energi. Oleh karena itu, sebagaimana pada penelitian
Widyareni (2011) proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi pangan
dijadikan indikator ketahanan pangan rumah tangga dalam penelitian ini.
B. Tinjauan Pustaka
1. Rumah Tangga Pertanian
Rumah tangga dibedakan menjadi dua, yaitu: rumah tangga biasa
(ordinary household) dan rumah tangga khusus (special household).
Rumah tangga biasa (ordinary household) adalah seorang atau
sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
fisik/sensus, dan biasanya tinggal bersama dan mengurus kebutuhan
sehari-hari bersama menjadi satu. Rumah tangga khusus (special
household) adalah orang-orang yang tinggal di asrama, tangsi, panti
asuhan, lembaga pemasyarakatan, atau rumah tahanan yang pengurusan
kebutuhan sehari-harinya dikelola oleh suatu yayasan atau lembaga serta
sekelompok orang yang mondok dengan makan (indekos) dan berjumlah
10 orang atau lebih (BPS, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian
utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk
menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan
lain-lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut
untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Mereka
juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri, seperti serealia
untuk minuman beralkohol, buah untuk jus, dan wol atau flax untuk
penenunan dan pembuatan-pakaian (Anonim, 2012).
Kurtz dalam Widiyanto (2010) mendefinisikan petani sebagai
pengolah tanah di pedesaan (rural cultivator). Di Indonesia, kelompok
masyarakat ini adalah salah satu kelompok masyarakat yang rata-rata
berada dibawah garis kemiskinan. Dengan luasan lahan dan pendapatan
rata-rata yang relatif kecil dibandingkan kelompok masyarakat lainnya.
Penguasaan lahan pertanian didefinisikan oleh BPS (2012) sebagai lahan
milik sendiri ditambah lahan yang berasal dari pihak lain, dikurangi lahan
yang berada di pihak lain yang pernah dan sedang diusahakan untuk
pertanian selama setahun terakhir.
Rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang sekurang-
kurangnya satu orang anggota rumah tangga melakukan kegiatan yang
menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh
hasilnya untuk dijual/ditukar untuk memperoleh pendapatan/keuntungan
atas resiko sendiri. Kegiatan dimaksud meliputi bertani/berkebun, beternak
ikan dikolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan, dan
mengusahakan ternak/unggas (BPS, 2012).
2. Konsumsi Pangan
Menurut UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang dimaksud
dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik diolah ataupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
makanan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman.
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara
tunggal maupu beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok
orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis
dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan
makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan
tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kebutuhan emosional
atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara
hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat. Konsumsi pangan
merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya
bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme,
memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Shinta, 2010).
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), konsumsi pangan adalah
informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau
kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini
menunjukkan telaahan terhadap konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek
jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi.
Susunan jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu
disebut pola konsumsi pangan.
Ariningsih dan Rachman (2008) menyatakan bahwa tingkat
konsumsi pangan sumber karbohidrat (energi) maupun pangan sumber
protein pada rumah tangga rawan pangan umumnya lebih rendah
dibandingkan konsumsi rumah tangga secara agregat. Terbatasnya akses
rumah tangga terhadap pangan menyebabkan tidak hanya pangan sumber
protein yang harganya mahal saja yang konsumsinya terbatas, tetapi juga
pangan sumber karbohidrat yang harganya relatif murah.
Konsumsi pangan dengan gizi yang cukup serta seimbang
merupakan salah satu faktor penting yang merupakan tingkat kesehatan
dan intelegensia manusia. Tingkat konsumsi pangan dan gizi seseorang
akan mempengaruhi keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
yang bersangkutan. Sementara itu, tingkat dan pola konsumsi pangan dan
gizi rumah tangga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial dan budaya
setempat (Nainggolan, 2005).
Penilaian pangan dari sisi kuantitas melihat volume pangan yang
dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.
Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan
sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang
dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi
pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE)
dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Beberapa kajian menunjukkan
bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai dengan norma
atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat
lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan (Anonim, 2008).
M. K. Bennet menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan
mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi
pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Pada
tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah, permintaan terhadap
pangan diutamakan pada pangan yang padat energi yang berasal dari
hidrat arang, terutama padi-padian. Apabila pendapatan meningkat, pola
konsumsi pangan akan lebih beragam, serta umumnya akan terjadi
peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan
pendapatan akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan
peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal (Soekirman, 2000).
3. Pengeluaran untuk Konsumsi
Pengeluaran total dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
pengeluaran untuk pangan dan barang-barang bukan pangan. Proporsi
antara pengeluaran pangan dan bukan pangan juga digunakan sebagai
indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan
rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran pangan dapat diungkapkan
bahwa semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga semakin rendah atau
rentan (Ariani dan Purwantini, 2005).
Menurut pengertian dari BPS, pengeluaran pangan terdiri dari padi-
padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-
kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-
bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, minuman
alkohol, tembakau dan sirih. Sedangkan, pengeluaran non pangan terdiri
dari perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan,
pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi,
keperluan pesta dan upacara.
Menurut Tanziha dalam Herdiana (2009) bahwa secara naluri
individu, seseorang akan terlebih dahulu memanfaatkan setiap penghasilan
bagi kebutuhan dasarnya berupa pangan. Jika kebutuhan dasarnya tersebut
telah terpenuhi, maka tiap kelebihan penghasilannya dialokasikan untuk
nonpangan.
Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan
pola distribusi pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan
penguasaan modal bukan tanah. Sebagai contoh, rumah tangga petani kecil
atau buruh tani, karena pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah
tangga hanya mampu membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan
lauk-pauk sekedarnya. Sedangkan petani bertanah luas, karena
pendapatannya besar disamping mampu membeli barang-barang konsumsi
pokok rumah tangga, juga mampu membeli kebutuhan barang-barang
kebutuhan sekunder, seperti barang perlengkapan rumah tangga, alat
transportasi, alat-alat hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung
atau diinvestasikan dalam barang-barang modal. Barang-barang modal
tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal untuk usaha di luar usaha
sektor pertanian (Djiwandi, 2002).
Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat
menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya
kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kondisi yang terbatas, seseorang akan mendahulukan pemenuhan
kebutuhan makanan dan sebagian besar pendapatan dibelanjakan untuk
konsumsi makanan (Marwanti, 2002).
Tingkat konsumsi pangan kaitanya dengan pendapatan dapat dibagi
menjadi 3 yaitu:
a. Initial stage dari pada tingkat konsumsi pangan. Makanan yang dibeli
semata-mata hanya untuk mengatasi rasa lapar. Makanan yang
dikonsumsi hanya kalori, dan biasanya hanya berupa bahan-bahan
karbohidrat saja. Dalam hal ini kualitas pangan hampir tidak
terpikirkan. Karakteristik tingkat ini, ada korelasi erat antara
pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Jika pendapatan naik, maka
tingkat konsumsi pangan akan naik.
b. Marginal stage daripada konsumsi pangan. Pada tingkat ini korelasi
antara tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi pangan tidak linear,
artinya kenaikan pendapatan tidak memberi reaksi yang proporsional
terhadap tingkat konsumsi pangan.
c. Stable stage daripada tingkat konsumsi pangan. Pada tingkat ini
kenaikan pendapatan tidak memberikan respon terhadap kenaikan
konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada kecenderungan mengkonsumsi
pangan secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan gizi
(Handajani, 1994).
Keterkaitan pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan
dengan hukum Engel. Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya
peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya
untuk pangan dengan proporsi yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila
pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin
meningkat (Soekirman, 2000).
4. Ketahanan Pangan
Konsep ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 tahun
1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Konsep ketahanan pangan dapat
diringkas ke dalam aspek:
a. Ketersediaan pangan: ketercukupan jumlah pangan (food sufficiency).
b. Keamanan pangan (food safety): pangan yang bebas dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan keadaan manusia, serta terjamin
mutunya (food quality) yaitu memenuhi kandungan gizi dan standar
perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman.
c. Kemerataan pangan: system distribusi pangan yang mendukung
tersedianya pangan setiap saat dan merata.
d. Keterjangkauan pangan: kemudahan rumah tangga untuk memperoleh
pangan dengan harga yang terjangkau.
(Purwaningsih, 2008).
Pada tahun 1996 di Roma dalam Deklarasi World Food Security,
ketahanan pangan didefinisikan sebagai: Makanan yang tersedia setiap
saat, setiap orang bisa mengakses, gizi yang tersedia cukup dalam hal
kuantitas, kualitas dan variasi, dan diterima dalam budaya tertentu.
Ketersediaan, akses dan keterjangkauan semua unsur keamanan pangan,
isu-isu kompleks yang mencakup berbagai saling terkait ekonomi, sosial
dan politik (Clover, 2003).
Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Bonar (2008) ketahanan pangan
rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain : (1) tingkat
kerusakan tanaman, ternak dan perikanan. (2) penurunan produksi pangan,
(3) tingkat persediaan pangan dirumah tangga, (4) proporsi pengeluaran
pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan utama yang
umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan sosial, seperti
migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi pangan
berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8) status
gizi.
Menurut Usfar dalam Mangkoeto (2009) menyebutkan bahwa
ketahanan pangan berhubungan dengan empat aspek yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1) ketersediaan (makanan yang cukup dan siap sedia digunakan); 2) akses
(semua anggota dalam rumahtangga tersebut memiliki sumber yang
cukup untuk memperoleh makanan yang sesuai); 3) utilisasi (kemampuan
tubuh manusia untuk mencerna dan melakukan metabolisme terhadap
makanan yang dikonsumsi dan fungsi sosial makanan dalam menjaga
keluarga dan masyarakat); dan 4) keberlanjutan (ketersediaan makanan
untuk jangka waktu yang lama). Keempat aspek tersebut saling
berhubungan satu dengan yang lainnya.
Menurut Setiawan dalam Herdiana (2009) terdapat dua tipe
ketidaktahanan pangan dalam rumah tangga yaitu kronis dan transitory.
Ketidaktahanan pangan kronis sifatnya menetap, merupakan
ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan
rumahtangga dalam memperoleh pangan biasanya kondisi ini diakibatkan
oleh kemiskinan. Ketidaktahanan pangan transitory adalah penurunan
akses terhadap pangan yang sifatnya sementara, biasanya disebabkan oleh
bencana alam yang berakibat pada ketidakstabilan harga pangan, produksi,
dan pendapatan.
Ketahanan pangan atau lebih tepatnya ketidakamanan adalah pusat
dari krisis pangan dan yang berhubungan dengan pangan dalam keadaan
darurat. Hal ini mendasari penyebab kekurangan gizi dan kematian dan
faktor yang signifikan dalam ketahanan mata pencaharian dalam jangka
panjang. Kerawanan pangan dapat disebabkan oleh tidak kerusakan yang
dapat diperbaiki pada mata pencaharian, sehingga mengurangi
swasembada. Oleh karena itu bagian dari proses menyebabkan kekurangan
gizi, morbiditas dan mortalitas. Selain itu, keadaan rawan pangan langsung
memberikan kontribusi terhadap kemiskinan dan kerusakan mata
pencaharian dalam jangka panjang. Dengan kata lain, jika ada kerawanan
pangan akut, ada risiko gizi (Young et. al., 2001).
Berdasarkan pengertian pada Declaration of World Forum on Food
Sovereignty (2001), Ketahanan pangan adalah hak rakyat untuk
menentukan kebijakan mereka sendiri dan strategi berkelanjutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
produksi, distribusi dan konsumsi pangan yang menjamin hak atas pangan
bagi seluruh penduduk, berdasarkan produksi kecil dan menengah,
menghargai kebudayaan mereka sendiri dan keragaman bentuk petani,
nelayan dan masyarakat adat produksi pertanian, pemasaran dan
pengelolaan kawasan pedesaan, di mana perempuan memainkan peran
mendasar (McHarry et. al., 2002).
Ketahanan pangan menurut Departemen Pertanian mensyaratkan
terpenuhinya dua sisi secara simultan, yaitu (a) sisi ketersediaan, yaitu
tersedianya pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dalam jumlah,
mutu, keamanan dan keterjangkauannya, yang diutamakan dari produk
dalam negeri, dan (b) sisi konsumsi, yaitu adanya kemampuan setiap
rumah tangga mengakses pangan yang cukup bagi masing-masing
anggotanya untuk tumbuh sehat dan produktif dari waktu ke waktu. Kedua
sisi tersebut memerlukan sistem distribusi yang efisien, yang dapat
menjangkau ke seluruh golongan masyarakat (Nainggolan, 2005).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Pendapatan rumah tangga petani padi diperoleh dari dua sumber
pendapatan, yaitu pendapatan dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan
luar usahatani yaitu industri, perdagangan, jasa dan angkutan, PNS/TNI-
POLRI/pensiunan/karyawan, dan lain-lain. Pendapatan rumah tangga petani
akan mempengaruhi daya beli dan pola konsumsinya. Pendapatan digunakan
untuk membayar semua pengeluaran rumah tangga. Selisih pendapatan dan
pengeluaran merupakan tabungan/investasi.
Hukum Engel menyatakan dengan asumsi selera seseorang adalah tetap,
proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan akan semakin kecil seiring
dengan semakin meningkatnya pendapatan. Pada tingkat pendapatan tertentu,
rumah tangga akan memprioritaskan pada pangan dengan harga murah seperti
pangan sumber energi, kemudian dengan semakin meningkatnya pendapatan,
akan terjadi perubahan preferensi konsumsi yaitu dari pangan dengan harga
murah beralih ke pangan yang harganya mahal seperti pangan sumber protein
(Purwantini dan Ariani, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan bahwa, jumlah dan
komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi
pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang
dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM). Penilaian jumlah zat gizi adalah:
Gij = xKGijBddj
xBPj
100100
Keterangan:
Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan j
BPj : berat makanan/ pangan yang dikonsumsi (gram)
Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam %/gram dari 100% pangan j)
Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan (j) atau makanan
yang dimakan
Tercukupinya kebutuhan pangan antara lain dapat diindikasikan dari
pemenuhan kebutuhan energi dan protein. Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein
penduduk Indonesia masing-masing adalah 2000 kkal/kapita/hari dan
52 gram/kapita/hari.
Adapun skema kerangka teori dan pendekatan masalah dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gambar 1. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah
D. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu yang
lalu, sedangkan untuk pengeluaran non pangan setahun yang lalu,
selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata
perbulan.
2. Harga barang baik pangan maupun non pangan dihitung berdasarkan harga
yang berlaku saat penelitian berlangsung.
3. Konsumsi pangan yang dihitung merupakan konsumsi yang dikonsumsi
oleh petani dan anggota keluarganya yang tinggal dalam satu rumah.
4. Penilaian konsumsi pangan dibatasi pada konsumsi energi dan protein.
5. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2012.
Non Pangan Konsumsi Pangan Pangan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani
Konsumsi Energi
Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total
Konsumsi Protein
Pendapatan Rumah Tangga
Tabungan
Usahatani
Luar usahatani
Pengeluaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
E. Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan ukuran
rumah tangga (URT) pada setiap rumah tangga petani sampel dianggap sama.
F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini diberikan beberapa pengertian untuk
mempermudah pemahaman mengenai ketahanan pangan, yaitu:
1. Rumah tangga petani terdiri dari rumah tangga petani pemilik penggarap,
rumah tangga petani penyewa dan rumah tangga petani penyakap yang
menanam padi dengan tujuan hasilnya untuk dikonsumsi sendiri maupun
dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau
memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha (BPS, 2012).
2. Pendapatan rumah tangga petani merupakan sejumlah uang yang didapat
oleh masing-masing rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan dalam
satu bulan yang dihitung dari pendapatan dari usahatani dan luar
usahatani yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.
3. Pengeluaran rata-rata sebulan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan
untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan yang
dinyatakan dalam rupiah per bulan.
4. Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang
dimakan/diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi
kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan
protein.
5. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per
orang per hari yang dinyatakan dalam kkal per orang per hari. Dalam
perhitungan, nilai asupan energi dikonversi berdasarkan Daftar Konsumsi
Bahan Makanan (DKBM).
6. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang
dinyatakan dalam gram per orang per hari. Dalam perhitungan, nilai
asupan protein dikonversi berdasarkan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
7. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah
konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Energi
(AKE) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)
yang dinyatakan dalam %.
8. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah perbandingan antara jumlah
konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Protein
(AKP) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)
yang dinyatakan dalam %.
9. Pengeluaran pangan adalah sejumlah uang yang digunakan untuk
mengkonsumsi bahan makanan yang terdiri dari padi-padian, umbi-
umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan,
buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan,
konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, minuman alkohol,
tembakau dan sirih (BPS, 2012). Pengeluaran pangan dinyatakan dalam
rupiah per bulan.
10. Pengeluaran non pangan adalah sejumlah uang yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan non pangan rumah tangga yang terdiri dari
perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian,
alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi,
keperluan pesta dan upacara (BPS, 2012). Pengeluaran non pangan
dinyatakan dalam rupiah per bulan.
11. Proporsi pengeluaran pangan adalah perbandingan antara jumlah
pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total
pengeluaran yang dinyatakan dalam %.
12. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan merupakan banyaknya
masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan.
Dalam penelitian ini, AKG yang digunakan adalah AKG berdasarkan
umur dan jenis kelamin menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII Tahun 2004.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
13. Daftar komposisi bahan makanan adalah daftar yang menyajikan
komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat gizi dari
bahan makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga (Supariasa, 2002).
14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 Tahun 1996).
Ketahanan pangan dalam penelitian ini dilihat dari proporsi pengeluaran
untuk pangan dan tingkat konsumsi energi rumah tangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis menurut Surakhmad (1994)
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa
sekarang, pada mqasalah-masalah yang aktual.
2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian
dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik).
Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Penelitian
survei adalah pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dari suatu
populasi dalam jangka waktu yang bersamaan dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1995).
B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian
Daerah penelitian dalam penelitian ini adalah Kabupaten Cilacap,
pemililan daerah penelitian tersebut dengan mempertimbangkan alasan yang
diketahui berdasarkan tujuan penelitian. Penelitian ini dilakukan di
Kabupaten Cilacap dengan pertimbangan, sebagian besar penduduk
Kabupaten Cilacap bekerja di bidang pertanian sebagai mata pencahariannya.
Keadaan penduduk menurut lapangan usaha dari mata pencaharian utamanya
di Kabupaten Cilacap pada tahun 2010 dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3. Keadaan Penduduk menurut Lapangan Usaha dari Mata Pencaharian Utamanya di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
No Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertanian Industri Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Jasa Lainnya
550.475 67.190 99.531 20.840 84.221 95.242
60,00 7,32
10,85 2,27 9,18
10,38 Jumlah 917.499 100,00
Sumber : Kabupaten Cilacap dalam Angka 2011
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui jumlah penduduk yang memiliki
mata pencaharian pada bidang pertanian di Kabupaten Cilacap adalah sebesar
550.475 jiwa atau sebesar 60,00% dari total jumlah penduduk. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor penunjang kehidupan
penduduk di Kabupaten Cilacap. Di samping sebagian besar penduduknya
bekerja di sektor pertanian, Kabupaten Cilacap memiliki produksi padi
terbesar di Jawa Tengah yaitu sebesar 674.745 ton pada tahun 2010.
Ketersediaan beras di Kabupaten Cilacap pada tahun 2010 mengalami surplus
sebesar 310.676.043,20 kg. Namun konsumsi energi per kapita/hari masih
dibawah angka kecukupan energi yaitu 2000 kkal/kapita/hari yaitu sebesar
1920,2 kkal/kapita/hari. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah
disebutkan di atas maka dipilih Kabupaten Cilacap sebagai lokasi penelitian.
C. Metode Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani pemilik
penggarap di Kabupaten Cilacap yang mengusahakan tanaman padi.
2. Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini merupakan petani padi di
Kabupaten Cilacap. Pengambilan sample dalam penelitian ini dilakukan
secara sengaja dengan pertimbangan wilayah yang memiliki produksi
padi yang berada pada nilai tengah sehingga lebih dapat mencerminkan
keadaan daerah penelitian:
a. Pemilihan wilayah kecamatan berdasarkan produksi padi maka dipilih
satu kecamatan yaitu kecamatan dengan produksi padi yang berada
pada nilai tengah yaitu Kecamatan Kesugihan.
b. Penentuan desa sampel berdasarkan luas panen padi maka dipilih satu
desa dengan luas panen padi padi yang berada pada nilai tengah di
Kecamatan Kesugihan yaitu Desa Dondong.
Pemilihan wilayah kecamatan penelitian berdasarkan pertimbangan
bahwa daerah tersebut merupakan kecamatan dengan produksi padi yang
berada pada nilai tengah di Kabupaten Cilacap, dengan populasi sasaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
adalah rumah tangga petani padi. Data luas panen, produksi dan rata-rata
produksi padi sawah di Kabupaten Cilacap di berbagai kecamatan pada
tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kecamatan di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
Sumber : Kabupaten Cilacap dalam Angka 2011
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa kecamatan yang
mempunyai produksi padi pada nilai tengah adalah Kecamatan Kesugihan
dengan produksi padi sawah sebesar 41.432 ton. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka dipilih Kecamatan Kesugihan sebagai daerah
sampel penelitian.
Kecamatan Luas Panen
(Ha) Produksi
(Ton)
Rata-rata Produksi (Kw/ Ha)
Cilacap Selatan Cilacap Tengah Cilacap Utara Kampung Laut Jeruklegi Sidareja Cipari Karangpucung Bantarsari Sampang Maos Dayeuhluhur Kesugihan Nusawungu Cimanggu Binangun Kroya Patimuan Kawunganten Adipala Wanareja Kedungreja Majenang Gandrungmangu
355 752
1.220 1.459 2.764 2.760 4.100 4.299 4.900 5.902 5.884 6.612 6.714 7.098 7.231 7.200 7.376 8.064 8.435 8.191 8.549 8.803 9.594 9.999
2.117 4.492 7.216 8.364
15.816 16.499 23.997 25.588 29.175 36.073 36.334 39.242 41.432 42.687 43.548 43.589 44.905 48.102 49.096 49.351 51.773 52.276 57.612 58.134
59,64 59,74 59,15 57,33 59,78 57,22 58,53 59,52 59,54 61,12 61,75 59,35 61,71 60,14 60,22 60,54 60,88 59,65 58,22 60,25 60,56 60,52 60,05 60,14
Cilacap 2010 138.261 827.418 59,81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Penentuan desa sampel dilakukan dengan pertimbangan desa
sampel merupakan desa yang memiliki luas panen padi yang menempati
nilai tengah. Berikut merupakan data luas panen padi sawah menurut desa
di Kecamatan Kesugihan pada tahun 2010 :
Tabel 5. Luas Panen Padi Menurut Desa di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010
Desa Luas Panen (Ha) Ciwuni Pasanggrahan Keleng Kuripan Kidul Kuripan Bulupayung Jangrana Karangkandri Dondong Kesugihan Kesugihan Kidul Slarang Planjan Karang Jengkol Menganti Kalisabuk
62 122 158 204 246 302 352 370 484 500 504 518 542 566 608 738
Jumlah 9.857
Sumber : Kecamatan Kesugihan dalam Angka 2011
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa desa yang mempunyai
luas panen padi yang menempati posisi nilai tengah adalah Desa
Dondong dengan luas panen sebesar 484 Ha. Berdasarkan pertimbangan
tersebut maka dipilih Desa Dondong sebagai desa sampel penelitian.
Singarimbun dan Efendi (1995) menyatakan bahwa bila data
dianalisis dengan statistik parametrik, maka jumlah sampel harus besar
sehingga dapat mengikuti distribusi normal. Sampel yang jumlahnya
besar yang distribusinya normal adalah sampel yang jumlahnya
Berdasarkan pertimbangan tersebut, jumlah sampel pada penelitian ini
adalah 30 orang petani pemilik penggarap yang mengusahakan padi di
Desa Dondong, Kecamatan kesugihan, Kabupaten Cilacap.
Pada penelitian ini jumlah petani padi pemilik penggarap di Desa
Dondong adalah 2.105 orang. Besarnya sampel yang akan diambil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
sebanyak 30 orang petani padi pemilik penggarap. Pengambilan rumah
tangga petani sampel dilakukan dengan metode accidental sampling yang
merupakan cara pengambilan sampel dengan mengambil responden
sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila
orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data.
Adapun alur pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 3
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Keterangan: *) wilayah terpilih untuk sampel penelitian
Gambar 2. Bagan Alur Pengambilan Sampel Responden
Kabupaten Cilacap
Cilacap Selatan Cilacap Tengah Cilacap Utara Kampung Laut Jeruklegi Sidareja Cipari Karangpucung Bantarsari Sampang Maos Dayeuhluhur Kesugihan * Nusawungu Cimanggu Binangun Kroya Patimuan Kawunganten Adipala Wanareja Kedungreja Majenang Gandrungmangu
Kecamatan Kesugihan
Ciwuni Pasanggrahan Keleng Kuripan Kidul Kuripan Bulupayung Jangrana Karangkandri Dondong * Kesugihan Kesugihan Kidul Slarang Planjan Karang Jengkol Menganti Kalisabuk
Desa Dondong
Responden: 30 orang petani pemilik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
D. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan beberapa jenis dan sumber data, antara lain:
1. Data Primer
Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dari
responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan
instrumen pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data primer meliputi
data mengenai karakteristik responden, pendapatan rumah tangga petani,
pengeluaran rumah tangga petani dan banyaknya makanan yang
dikonsumsi 2x24 jam yang lalu.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara
mengutip data laporan maupun dokumen dari instansi pemerintah atau
lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya Badan
Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Cilacap, Badan Pelaksana Penyuluh dan Ketahanan Pangan Kabupaten
Cilacap, Kantor Kelurahan Desa Dondong. Data sekunder dalam
penelitian ini meliputi data mengenai kondisi umum Kabupaten Cilacap
yang terdiri dari keadaan alam, keadaan penduduk, keadaan pertanian,
keadaan perekonomian dan kondisi ketahanan pangan wilayah, monografi
Desa Dondong.
Data dalam penelitian ini terdiri dari data pokok dan data pendukung.
Sedangkan jenis data yang digunakan adalah data primer, data sekunder, data
kualitatif dan data kuantitatif yang dijelaskan secara terperinci dalam tabel 6
dibawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Tabel 6. Jenis dan Sumber Data yang Dibutuhkan
Data Jenis data Sumber data Pr Sk Kn Kl
Data pokok 1. Identitas responden 2. Pendapatan Rumah Tangga
a. Pendapatan dari usahatani b. Pendapatan dari luar usahatani
3. Pengeluaran Rumah Tangga a. Pengeluaran pangan keluarga b. Pengeluaran non pangan
keluarga 4. Banyaknya makanan yang
dikonsumsi 2x24 jam yang lalu oleh anggota keluarga
Data pendukung 1. Keadaan umum wilayah 2. Ketersediaan Pangan 3. Konsumsi Pangan 4. Jumlah Petani
x
x x
x x
x
x x x x
x x
x x
x
x x x x
x
x
Petani
Petani Petani
Petani Petani
Petani
BPS BP2KP BP2KP
Monografi Desa
Keterangan : Pr = Primer Kn = Kuantitatif
Sk = Sekunder Kl = Kualitatif
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian antara lain:
1. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek
penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden.
2. Wawancara
Wawancara (interview) adalah kegiatan mencari bahan (keterangan,
pendapat) melalui tanya jawab secara lisan dengan siapa saja yang
diperlukan (Soekartawi, 2006). Wawancara dilakukan untuk mengetahui
Identitas Responden, pendapatan rumah tangga dan pengeluaran rumah
tangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
3. Pencatatan
Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik data dari
responden maupun data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga
yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.
4. Recall Method (Metode Pengingatan)
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat jenis
dan jumlah satuan pangan yang dikonsumsi selama 2x24 jam terakhir
dihitung sejak saat wawancara dilakukan.
Data-data yang dikumpulkan dan instrumen dalam penelitian dengan
ketiga teknik di atas dapat dilihat pada tabel 7 berikut:
Tabel 7. Data-Data yang Dikumpulkan dalam Penelitian
No. Teknik Data yang Dikumpulkan 1. Observasi Identitas Responden, kondisi wilayah. 2.
Wawancara Identitas Responden, pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga.
3. Dokumentasi Keadaan umum wilayah dan responden. 4. Pencatatan Identitas responden, Ketersediaan pangan,
konsumsi pangan. 5. Recall Method
(Metode Pengingatan)
Banyaknya makanan yang dikonsumsi 2x24 jam yang lalu oleh anggota keluarga.
F. Metode Analisis Data
1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani
Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang
diterima/ dihasilkan yang dalam penelitian ini, pendapatan rumah tangga
petani merupakan penjumlahan dari pendapatan usahatani (on farm) dan
luar usahatani (off farm) yang diusahakan oleh rumah tangga petani
terpilih, sehingga dapat dituliskan :
Pd = Pdon + Pdoff
Dimana :
Pd : Pendapatan rumah tangga petani (Rupiah)
Pdon : Pendapatan dari usahatani (Rupiah)
Pdoff : Pendapatan dari luar usahatani (Rupiah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Total pengeluaran rumah tangga petani dapat diketahui dengan
menghitung pengeluaran pangan dan non pangan. Rumus yang digunakan
adalah:
TP = Pp + Pn
Dimana :
TP = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rupiah)
Pp = Pengeluaran pangan (Rupiah)
Pn = Pengeluaran non pangan (Rupiah)
Pengeluaran rumah tangga petani dianalisis dengan:
a. Angka rata-rata, digunakan untuk mengetahui taksiran secara kasar
untuk melihat gambaran dalam garis besar dari suatu karakteristik yang
ada.
b. Analisis persentase, dilakukan dengan membagi data ke dalam beberapa
kelompok yang dinyatakan atau diukur dalam persentase.
2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga
Petani.
Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah
tangga petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
PF = %100xTP
pp
Dimana :
PF = proporsi pengeluaran pangan (%)
pp = pengeluaran pangan (Rupiah)
TP = total pengeluaran (Rupiah)
(Ilham dan Bonar, 2008).
3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani.
Konsumsi pangan rumah tangga petani dapat dilihat dari kuantitas
dan kualitas konsumsi pangan. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan,
sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur
kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.
Jumlah dan komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau
kelompok orang dari konsumsi pangannya dapat dihitung atau dinilai dari
jumlah pangan yang dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Secara umum penilaian jumlah zat
gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut :
Gij = xKGijBddj
xBPj
100100
Dimana:
Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j
BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi (gram)
Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam persen atau gram dari 100
gram pangan atau makanan j)
Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan j atau
makanan yang dikonsumsi
(Hadinsyah dan Martianto, 1992).
Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah
konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Gej = xKGejBddj
xBPj
100100
Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j.
Sedangkan konsumsi protein dihitung dengan rumus :
Gpj = xKGpjBddj
xBPj
100100
Dimana Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j.
Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang
dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.
Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
TKE = %100dianjurkan yang AKE
energi konsumsixå
TKP = %100 dianjurkan yang AKP
protein konsumsixå
Dimana :
TKE : Tingkat konsumsi energi (%)
TKP : Tingkat konsumsi potein (%)
Konsumsi Energi : Jumlah konsumsi energi (kkal/kapita/hari)
Konsumsi Protein : Jumlah konsumsi protein (gram/kapita/hari)
Angka kecukupan gizi (AKG) yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan AKG berdasarkan umur dan jenis kelamin sesuai Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004. Berikut ini
merupakan daftar AKE dan AKP berdasarkan umur dan jenis kelamin:
Tabel 8. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
No. Umur AKE(kkal) AKP(gram) 1. Anak
0-6 bl 7-11 bl 1-3 th 4-6 th 7-9 th
550 650
1000 1550 1800
10 16 25 39 45
2. Pria 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th
2050 2400 2600 2550 2350 2250 2050
50 60 65 60 60 60 60
3. Wanita 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th
2050 2350 2200 1900 1800 1750 1600
50 57 55 50 50 50 45
4. Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3
+180 +300 +300
+17 +17 +17
5. Menyusui 6 bl pertama 6 bl kedua
+ 500 + 550
+17 +17
Sumber: WKNPG VIII, 2004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan
gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat konsumsi gizi (TKG). TKG
diklasifikasikan berdasarkan pada nilai ragam kecukupan gizi yang
dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Depkes (1990) dalam
Supariasa (2002), yaitu :
a. Baik : TKG
b. Sedang : TKG 80 – 99 % AKG
c. Kurang : TKG 70 – 80 % AKG
d. Defisit : TKG < 70% AKG
4. Hubungan antara Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan,
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP)
Pendapatan rumah tangga mempunyai hubungan terhadap proporsi
pengeluaran pangan, serta kecukupan energi dan protein yang disediakan
oleh setiap rumah tangga petani. Konsumsi energi dan protein akan
berbeda pada pendapatan yang berbeda. Untuk mengetahui hubungan
antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan, tingkat konsumsi
energi (TKE) dan tingkat konsumsi protein (TKP), dapat diketahui dengan
analisis korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut
dengan Product Moment Pearson menggunakan SPSS.
Keeratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya
disebut dengan koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi (r) dapat
diketahui dengan program SPSS. Nilai koefisien korelasi (r) berkisar
antara -1 hingga +1, nilai semakin mendekati -1 atau +1 berarti hubungan
antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti
hubungan dua variabel semakin melemah. Nilai positif (+) menunjukkan
hubungan yang searah (jika satu variabel naik maka variabel lain juga
naik) dan nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang berlawanan (jika
satu variabel naik akan diikuti penurunan variabel yang lain)
(Priyanto, 2008).
Besarnya nilai koefisien korelasi (r) menurut Alhusin, 2003 dibagi
menjadi lima kategori sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
a. 0 – 0,20 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan)
b. 0,21 – 0,40 = rendah
c. 0,41 – 0,60 = sedang
d. 0,61 – 0,80 = cukup tinggi
e. 0,81 – 1 = tinggi
Untuk menguji probabilitas (tingkat signifikasi) dari hasil koefisien
korelasi menggunakan kriteria sebagai berikut :
a. Jika probabilitas r > 0,05, berarti Ho diterima (tidak terdapat korelasi)
b. Jika probabilitas r < 0,05, berarti Ho ditolak (terdapat korelasi)
5. Ketahanan Pangan.
Berdasarkan penelitian Jonsson dan Toole (1991) yang diadopsi oleh
Maxwell et.al (2000) dalam penelitiannya yang berjudul Urban
Livelihoods and Food and Nutrition Security in Greater Accra, Ghana,
indikator yang digunakan untuk mengukur derajat ketahanan pangan
rumah tangga adalah proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan
konsumsi energi. Pengelompokan rumah tangga dengan menggunakan
kedua indikator tersebut dapat dilihat pada tabel tersebut:
Tabel 9. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga
Tingkat Konsumsi Energi
Proporsi pengeluaran pangan
Rendah (<60% pengeluaran total)
Tinggi (pengeluaran total)
Cukup (>80% kecukupan energi)
1. Tahan Pangan 2. Rentan Pangan
Kurang ( kecukupan energi)
3. Kurang Pangan 4. Rawan Pangan
Sumber : Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell et. al. (2000)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Rumah Tangga Responden
Karakteristik rumah tangga petani sampel merupakan gambaran secara
umum tentang keadaan dan latar belakang rumah tangga petani sampel yang
berkaitan dengan kegiatannya dalam usahatani padi. Karakteristik yang dikaji
merupakan data-data identitas responden dan anggota keluarganya, yang
meliputi umur, pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Responden pada
penelitian ini berjumlah 30 orang, yang merupakan penduduk dari Desa
Dondong Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap. Karakteristik rumah
tangga responden dapat dilihat pada Tabel 33 berikut:
Tabel 33. Karakteristik Rumah Tangga Responden
No. Uraian Keterangan Nilai 1. Umur (tahun)
a. suami b. istri
Rata-rata
52 45
2. Lama Pendidikan (tahun) a. Suami
1) Tidak Tamat SD 2) SD 3) SMP 4) SMA 5) S1
b. Istri 1) Tidak Tamat SD 2) SD 3) SMP 4) SMA 5) S1
Jumlah
4 9 8 6 3
3
10 8 5 2
3. Jumlah anggota keluarga (orang) a. laki-laki b. perempuan
Modus 2 2
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 33 di atas dapat diketahui bahwa umur rata-rata
suami adalah 52 tahun dan istri 45 tahun. Umur tersebut masih dikelompokkan
dalam masa produktif, yang berarti petani masih bisa mengerjakan pekerjaan
bertaninya dengan maksimal untuk menghasilkan pendapatan guna mencukupi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
kebutuhan rumah tangganya. Umur berpengaruh terhadap produktivitas,
semakin bertambahnya umur, produktivitas seseorang akan meningkat, namun
akan mengalami penurunan setelah melewati umur produktif. Usia juga
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan individu.
Tingkat pendidikan kepala keluarga yang paling banyak adalah tamat
SD yaitu 9 orang. Demikian halnya dengan istri, dimana 10 orang tamat SD.
Lamanya pendidikan formal berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan
seseorang. Rata-rata lamanya pendidikan formal yang diikuti petani adalan 9
tahun setara dengan tingkat SMP, sedangkan rata-rata lamanya pendidikan
formal yang diikuti istri adalah 8 tahun atau setara dengan tingkat SMP. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pedidikan petani masih rendah. Rendahnya
pendidikan petani dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keterbatasan
biaya, lingkungan dan belum adanya sarana yang memadai pada waktu
seharusnya mereka bersekolah. Rumah tangga petani umumnya adalah
keluarga dengan pendapatan yang terbatas, sehingga mereka terkadang lebih
memilih menyelesaikan pendidikan dasar, untuk kemudian bekerja memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada pola pikir
responden. Pendidikan formal yang telah ditempuh akan mempengaruhi
pengambilan keputusan dalam mengelola usahataninya dan mencukupi
kebutuhan rumah tangga baik pangan maupun nonpangan. Pendidikan formal
yang diikuti peran penting pengetahuan gizi ibu rumah tanggat erkait dengan
pengambilan keputusan dalam mencukupi kebutuhan pangan rumah tangga,
lamanya Karena pada umumnya pengambilan keputusan untuk pemenuhan
kebutuhan pangan dipegang oleh ibu rumah tangga. Dari seluruh responden
yang diambil terdapat dua rumah tangga yang tidak terdapat ibu rumah tangga.
Oleh karena itu, peran pengambilan keputusan dalam konsumsi pangan
diambil alih oleh kepala rumah tangga.
Anggota rumah tangga terdiri dari kepala rumah tangga, istri, anak dan
anggota keluarga lain yang makan dalam satu rumah. Jumlah anggota rumah
tangga berpengaruh terhadap pengeluaran dan konsumsi pangan rumah
tangga, semakin banyak anggota rumah tangga maka pengeluaran dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
konsumsi pangannya juga lebih banyak. Kebanyakan anggota jumlah keluarga
adalah 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Selain jumlah anggota dalam
keluarga, jenis kelamin dan umur juga berpengaruh dalam konsumsi pangan
keluarga karena kecukupan gizi masing-masing anggota keluarga berbeda
menurut umur dan jenis kelamin.
B. Pendapatan Rumah Tangga Responden
Pendapatan rumah tangga merupakan sejumlah uang yang diperoleh
dari masing-masing anggota rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan
dalam satu bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber
pendapatan rumah tangga petani diperoleh dari usahatani dan luar usahatani.
Pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diperoleh dari sawah, tegal dan
pekarangan. Pendapatan luar usahatani diperoleh dari pekerjaan anggota
rumah tangga sebagai PNS, karyawan swasta, buruh bangunan, tukang kayu,
berdagang di pasar maupun di warung dan lain-lain. Pada Tabel 34 dapat
dilihat besarnya rata-rata pendapatan responden.
Tabel 34. Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga Responden
No. Sumber pendapatan Pendapatan (Rp/bulan)
Persentase (%)
1. Pendapatan usahatani 1.446.250 62,57 2. Pendapatan luar usahatani 865.000 37,43
Jumlah 2.311.250 100,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Pendapatan usahatani pada penelitian ini berasal usahatani sawah dan
pekarangan, yaitu sebesar Rp 1.446.250,00 per bulan. Pola tanam usahatani
sawah petani responden terdiri dari usaha tani padi-padi-padi dengan rata-rata
luas lahan sawah seluas 5915 m2. Musim tanam I adalah bulan Juni-
September, musim tanam II bulan Oktober-Januari dan musim tanam III
adalah bulan Februari-Mei. Dari pekarangan petani responden mendapatkan
penghasilannya dari bertanam kelapa, pepaya, jeruk, jinistri, ketela pohon,
ketela rambat, dan pisang.
Pada penelitian ini responden adalah petani pemilik penggarap, ini
berarti petani mendapatkan penghasilan dari kepemilikan sawah, pengolahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
sawah dan produksi dari sawah. Petani pemilik penggarap ada yang
mengerjakan sawahnya sendiri. Namun juga ada yang membayar orang
sebagai buruh tani untuk menggarap sawah, misalnya seperti saat musim
tanam dan musim panen.
Persentase pendapatan usahatani rumah tangga sebesar 62,57%,
sedangkan persentase pendapatan non usahatani rumah tangga sebesar
37,43%. Persentase pendapatan usahatani lebih besar dari persentase
pendapatan non usahatani, hal ini berarti sebagian besar responden
mengandalkan pekerjaan di sektor pertanian lahan sawah.
Sebagian besar petani melakukan pekerjaan di luar usahatani karena
dari pendapatan usahatani dirasa belum cukup untuk dapat memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Pendapatan dari luar usahatani adalah pendapatan
dari anggota rumah tangga yang diperoleh dari pekerjaannya di luar usahatani
seperti PNS, karyawan swasta, buruh bangunan, tukang kayu, berdagang di
pasar maupun di warung dan lain-lain. Pada Tabel 34 di atas dapat diketahui
bahwa rata-rata pendapatan luar usahatani pada penelitian ini adalah sebesar
Rp 865.000,00 per bulan. Pekerjaan di luar usahatani dapat dilihat pada Tabel
berikut:
Tabel 35. Pekerjaan di Luar Usahatani Rumah Tangga Responden
No. Pekerjaan Suami Istri Anak 1. 2. 3.
Guru SD Guru SMA Pensiunan PNS
1 1 1
1
4. 5. 6.
Pedagang ikan di pasar Pedagang Beras Toko kelontong/ Warung
1 2 5
8. 9. 10. 11. 12.
Buruh Bangunan Buruh Pabrik Buruh Serabutan Buruh Cuci Tukang Kayu
5 1 2 4
1
1
13. 14.
Tukang Becak Tukang Ojek Motor
1 1
15. 16.
Karyawan Swasta Karyawan bengkel
1 1
17. Penjahit 1 18. Jasa penggilingan padi 1
Jumlah 20 9 3
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel 35, menjelaskan berbagai sumber pendapatan yang dilakukan
oleh rumah tangga responden untuk menambah pendapatan keluarga agar bisa
memenuhi kebutuhan rumah tangga baik pangan maupun non pangan.
Pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh rumah tangga petani antara lain
bekerja sebagai buruh bangunan, berjualan di warung dan tukang kayu. Dari
30 rumah tangga responden terdapat 3 rumah tangga yang tidak memiliki
sumber pendapatan di luar usahatani, artinya hanya mengandalkan pendapatan
dari usahatani.
Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu faktor penentu
kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, karena adanya kecenderungan rumah
tangga yang berpendapatan tinggi untuk lebih mementingkan kualitas pangan
dibandingkan dengan rumah tangga yang berpendapatan rendah. Rumah
tangga dengan penghasilan yang terbatas, pemilihan konsumsi pangan masih
didominasi oleh bagaimana memperoleh pangan secara cukup secara
kuantitas, dan belum mementingkan gizi yang terkandung di dalamnya.
C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden
Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan untuk
konsumsi semua anggota rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga
digolongkan menjadi 2 yaitu pengeluaran pangan dan non pangan tanpa
memperhatikan asal barang, yang dimaksud dengan tidak memperhatikan asal
barang adalah besarnya pengeluaran tetap dihitung meskipun barang tersebut
diperoleh dari hasil kebun atau usahatani sendiri maupun berupa barang
pemberian. Pengeluaran untuk konsumsi pangan dihitung selama seminggu
yang lalu, selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran
rata-rata per bulan. Berikut ini merupakan besarnya rata-rata pengeluaran
rumah tangga responden:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tabel 36. Rata-Rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden
No. Pengeluaran Pangan Rata-rata (Rp/bulan) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12. 13. 14. 15.
Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lain Makanan dan minuman jadi Minuman alkohol Tembakau dan sirih
218.140,43 8.762,20
46.383,50 41.860,43 50.152,23 62.161,93 40.991,03 17.713,57 33.649,07 41.666,20 55.556,93 36.643,90 19.306,83
0,00 41.647,37
30,52 1,23 6,49 5,86 7,02 8,70 5,74 2,48 4,71 5,83 7.77 5,13 2,70 0,00 5.83
Jumlah 714.635,63 100,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Tabel 36 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran pangan per
bulan rumah tangga responden. Pengeluaran untuk padi-padian merupakan
pengeluaran terbesar yaitu 30,52% dari seluruh pengeluaran untuk konsumsi
pangan. Kelompok pangan padi-padian meliputi beras, jagung, tepung beras,
tepung jagung, tepung terigu dan jenis produk dari padi-padian. Besarnya
pengeluaran untuk padi-padian karena padi/beras merupakan makanan pokok
bagi setiap rumah tangga responden, hal ini juga mempengaruhi pola pangan
masyarakat untuk mencukupi kebutuhan beras sebagai kebutuhan yang utama,
sehingga beras menempati urutan yang paling besar diantara kelompok pangan
lainnya. Beras yang dikonsumsi petani adalah beras yang mereka dapat dari
hasil usahatani padi. Besarnya pengeluaran untuk beras juga dipengaruhi oleh
harga beras di tingkat produsen. Saat penelitian harga beras sebesar Rp
7.000,00 – Rp 8.000,00. Selain beras sebagai pengeluaran terbanyak dalam
kelompok padi-padian, tepung terigu juga salah satu konsumsi pangan dari
kelompok padi-padian yang dapat digunakan untuk bahan-bahan pembuat
lauk-pauk atau makanan ringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Pengeluaran terbesar kedua adalah untuk sayur-sayuran mencapai
8,70%. Golongan sayuran antara lain adalah bayam, kangkung, kubis, kacang
panjang, buncis, tomat, terong, wortel, labu siam, kecambah, daun bawang,
sawi dan lain-lain. Untuk mendapatkan sayuran, petani membeli di pasar,
warung ataupun penjual keliling. Kecamatan Kesugihan mempunyai tujuh
pasar yaitu Pasar Karangkandri, Pasar Slarang, Pasar Kesugihan, Pasar
Kuripan, Pasar Planjan, Pasar Ciwuni, dan Pasar Pasanggrahan. Tidak semua
pasar di Kecamatan Kesugihan dapat dijangkau oleh penduduk. Sehingga
untuk untuk mendapatkan sayuran, mereka belanja di warung-warung terdekat
Selain itu, sayuran seperti lembayung dan genjer mereka dapatkan dari sawah
yang memang sengaja ditanam di pematang sawah, juga daun singkong dan
daun pepaya yang mereka dapat dari pekarangan.
Pengeluaran pangan untuk konsumsi bumbu-bumbuan sebesar 7,77%.
Golongan bumbu-bumbuan antara lain garam, merica, ketumbar, terasi, vetsin,
penyedap rasa, kecap, bawang merah, bawang putih, cabai, gula jawa dan lain-
lain. Pengeluaran untuk bawang merah dan bawang putih adalah yang
terbanyak. Hal ini dikarenakan kedua jenis ini diperlukan hampir disetiap
masakan dan dalam jumlah yang lebih banyak dibanding bumbu-bumbu yang
lain seperti garam, penyedap rasa, merica dan ketumbar. Bawang merah dan
bawang putih diperlukan dalam jumlah yang banyak di setiap masakan dan
harganya yang relatif lebih mahal menjadikan pengeluaran untuk konsumsi
bumbu-bumbuan tinggi. Harga garam, penyedap rasa dan ketumbar cukup
murah, sedangkan merica walaupun harganya mahal tetapi hanya dibutuhkan
dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan untuk gula jawa, biasanya merupakan
hasil deres dari pohon kelapa di pekarangan.
Pengeluaran untuk telur dan susu 7,02% dari pengeluaran pangan.
Rumah tangga responden yang mengkonsumsi susu adalah rumah tangga yang
mempunyai anak balita atau anak usia sekolah. Telur merupakan bahan
pangan sumber protein hewani yang murah dibandingkan dengan daging dan
lainnya, sehingga menjadi pilihan rumah tangga untuk mengkonsumsinya.
Konsumsi telur ini baik telur ayam maupun telur bebek, namun kebanyakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
responden memilih telur ayam karena harganya yang lebih murah. Selain itu
telur juga dapat menjadi lauk yang praktis karena mudah dalam menyajikan,
biasanya disajikan dalam bentuk telur mata sapi atau dadar.
Pengeluaran untuk ikan adalah 6,49% dari pengeluaran untuk pangan.
Golongan ikan meliputi ikan segar, ikan awetan dan lainnya. Ikan yang
dikonsumsi oleh petani responden adalah ikan awetan dan ikan segar. Ikan
awetan ini antara lain ikan tongkol, pindang, ikan asin, dan teri. Ikan segar
yang dikonsumsi adalah lele, tengiri, dan ikan pari. Ikan yang dikonsumsi oleh
sebagian besar petani responden adalah ikan awetan karena lebih tahan lama
dan harganya murah, namun banyak juga responden yang mengkonsumsi ikan
segar. Mengingat daerah penelitian dekat dengan pantai maka ikan segar dapat
dengan mudah didapatkan di pasar.
Pengeluaran untuk daging 5,86% dari pengeluaran pangan. Golongan
daging meliputi sapi, ayam, kambing dan lainnya. Rumah tangga petani
umumnya hanya mengkonsumsi daging ayam, hal ini karena harga daging
ayam yaitu sebesar Rp 24.000,00 per kg, lebih murah jika dibandingkan
dengan harga daging sapi yang mencapai Rp 80.000,00 per kg. Konsumsi
daging ayam pun juga tidak setiap hari dilakukan. Sedangkan untuk daging
sapi dan kambing biasanya mereka hanya mengkonsumsi saat hari raya kurban
saja.
Pengeluaran untuk minuman mencapai 5,83% dari pengeluaran
pangan. Pengeluaran untuk minuman meliputi gula, teh, kopi dan lainnya.
Pengeluaran terbesar adalah untuk gula, karena gula digunakan untuk
melengkapi teh, susu maupun kopi, selain itu juga gula dapat digunakan untuk
pelengkap bumbu dalam masakan. Gula, teh dan kopi merupakan pengeluaran
sehari-hari yang rutin karena dikonsumsi setiap harinya. Sedangkan
pengeluaran terkecil pada kelompok ini adalah kopi karena kopi tidak
dikonsumsi setiap hari seperti halnya teh.
Pengeluaran untuk konsumsi tembakau dan sirih yang mencapai
5,83%. Tidak semua rumah tangga responden mengkonsumsi tembakau dan
sirih. Golongan pangan yang termasuk dalam tembakau dan sirih antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
rokok kretek, rokok putih, cerutu, sirih, tembakau, dan inang. Pengeluaran
terbesar pada rokok kretek. Alasan memilih rokok kretek adalah harganya
yang lebih murah dibanding rokok putih dan lebih praktis dibanding meracik
sendiri.
Pengeluaran untuk kacang-kacangan adalah sebesar 5,74%, yang
meliputi pengeluaran untuk kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, tahu,
tempe dan lainnya. Tidak semua rumah tangga mengkonsumsi kacang tanah
dan kacang hijau. Kacang tanah biasanya direbus atau digoreng untuk
makanan ringan atau sebagai bumbu pecel, kacang hijau digunakan jika untuk
memasak bubur kacang hijau. Pengeluaran rumah tangga petani untuk
golongan kacang-kacangan yang paling besar untuk tempe dan tahu. Tempe
dan tahu merupakan lauk sumber protein nabati yang harganya tergolong
murah dan tersedia terus-menerus di pasar, oleh karena itu tahu dan tempe
digunakan sebagai lauk untuk sehari-hari.
Konsumsi lain mencapai 5,13% dari pengeluaran pangan. Golongan
konsumsi lain antara lain kerupuk, mie, bihun dan lain-lainnya. Konsumsi
untuk mie merupakan pengeluaran terbesar pada golongan ini. Hampir semua
rumah tangga mengkonsumsi mie, karena mudah dalam mendapatkannya
maupun penyajiannya. Mie menjadi alternatif bagi pemenuhan kebutuhan
selain nasi dibandingkan dengan golongan makanan lainnya. Dengan
perkembangan yang serba cepat dan praktis turut pula menjadi alasan
mengapa banyak orang memilihnya. Kerupuk juga dikonsumsi hampir setiap
rumah tangga, karena kerupuk merupakan makanan sampingan atau pelengkap
lauk yang hampir tiap hari pasti ada di rumah, hal itu disebabkan harga
kerupuk yang murah dan mudah didapatkan.
Pengeluaran untuk minyak dan lemak adalah 4,71% dari pengeluaran
pangan. Pengeluaran untuk minyak dan lemak meliputi minyak goreng,
mentega, kelapa dan lainnya. Pengeluaran untuk minyak goreng merupakan
pengeluaran terbesar, karena semua rumah tangga menggunakan minyak
goreng untuk memasak. Kelapa hanya digunakan untuk membuat sayur lodeh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
dan biasanya kelapa didapatkan dari hasil kebun sendiri. Sedangkan untuk
mentega semua rumah tangga tidak mengkonsumsinya.
Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi 2,70% dari pengeluaran
pangan. Golongan makanan dan minuman jadi antara lain roti, biskuit, bakso,
mie ayam dan lainnya. Makanan dan minuman jadi jarang dikonsumsi oleh
petani. Karena daerah penelitian merupakan daerah perkampungan yang
jarang terdapat warung makan. Mereka biasanya mengkonsumsi yang sudah
dimasak di rumah.
Pengeluaran untuk buah-buahan sebesar 2,48% dari pengeluaran
pangan. Buah yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani adalah
pepaya, dan pisang, sedangan jeruk, semangka, sirsak dan apel dikonsumsi
sesekali saja. Buah jeruk dan pisang adalah buah yang diperoleh dari
pekarangan mereka sendiri, sehingga selain dapat dijual, sebagian hasilnya
untuk dikonsumsi sendiri. Namun untuk buah jeruk hanya beberapa rumah
tangga yang menanamnya di pekarangan.
Pengeluaran umbi-umbian sebesar 1,23% dari pengeluaran pangan.
Golongan umbi-umbian meliputi ketela pohon, ketela rambat, gaplek, kentang,
talas dan lainnya. Jenis umbi yang sering dikonsumsi rumah tangga petani
adalah ketela pohon dan ketela rambat. Sebagian besar mereka memperoleh
bukan dari membeli melainkan dari hasil pekarangan rumahnya. Umbi-umbian
dikonsumsi untuk makanan sampingan, misalnya direbus, dikukus atau
digoreng. Untuk kentang biasanya kentang hanya digunakan untuk membuat
masakan seperti sambal goreng atau untuk tambahan pada sayur sop, bukan
untuk konsumsi kentang secara langsung, misalnya kentang goreng, kentang
rebus atau lainnya.
Kelompok yang tidak mengambil proporsinya dari pengeluaran adalah
minuman alkohol. Ini artinya dari seluruh rumah tangga petani responden
tidak ada yang mengkonsumsi minuman keras. Karena sebagai umat yang taat
beragama dan memegang teguh adat istiadat, mereka pantang meminum
minuman keras.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan dan fasilitas, aneka
barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian dan sepatu,
barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara. Berikut
ini merupakan besarnya pengeluaran non pangan rumah tangga responden.
Tabel 37. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden
No. Pengeluaran Non Pangan Rata-rata (Rp/bulan)
Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Perumahan (Sewa / kontrak, Listrik, Minyak tanah, Kayu bakar, LPG, Air) Aneka barang dan jasa Biaya pendidikan Biaya kesehatan Sandang Barang tahan lama Pajak dan asuransi Keperluan sosial
95.966,67
114.550,00 120.400,00 19.100,00 29.736,00
4.716,67 27.510,90 82.166,67
19,42
23,18 24,37
3,87 6,02 0,95 5,57
16,63 Jumlah 494.146,90 100,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Tabel 37 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran non pangan
perbulan rumah tangga responden. Besarnya pengeluaran non pangan adalah
Rp 494.146,90. Pengeluaran non pangan terbesar adalah Pengeluaran untuk
biaya pendidikan mencapai 24,37% dari pengeluaran non pangan. Biaya
pendidikan meliputi biaya untuk uang pangkal, SPP, pramuka, prakarya, buku,
alat tulis dan lainnya. Tingginya persentase biaya pendidikan karena sebagian
besar anak tangga responden masih bersekolah. Sebagian anak dari rumah
tangga responden sudah menyelesaikan pendidikan SMA dan tetap
melanjutkan ke Perguruan Tinggi dengan harapan masa depan anak menjadi
lebih baik dari orang tuanya meskipun dengan keterbatasan biaya.
Pengeluaran untuk aneka barang dan jasa yaitu sebesar Rp 114.550,00
atau 23,18% dari keseluruhan pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk
aneka barang dan jasa meliputi sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sikat gigi,
shampoo, ongkos transportasi, bensin, perawatan kendaraan, pembuatan KTP,
komunikasi dan lainnya. Pengeluaran pada golongan ini tinggi karena meliputi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
barang yang dibutuhkan dan dipergunakan setiap hari oleh seluruh anggota
rumah tangga seperti sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi dan shampoo.
Sebagian besar rumah tangga mempunyai kendaraan untuk transportasi,
sehingga membutuhkan bensin untuk bahan bakarnya. Selain itu sebagian
besar rumah tangga responden juga memiliki alat komunikasi berupa
handphone yang juga menambah pengeluaran pada golongan aneka barang
dan jasa untuk membeli pulsa.
Pengeluaran perumahan 19,42% dari pengeluaran non pangan.
Pengeluaran untuk perumahan meliputi sewa/kontrak, listrik, minyak tanah,
kayu bakar, LPG, air dan lainnya. Tempat tinggal responden adalah rumah
milik sendiri, sehingga tidak mengeluarkan biaya untuk sewa/kontrak.
Pengeluaran untuk golongan ini adalah untuk listrik, air, minyak tanah, kayu
bakar dan LPG. Listrik dan air digunakan setiap harinya, listrik untuk sarana
penerangan dan menggunakan alat-alat elektronik, sedangkan air digunakan
untuk kebutuhan sehari seperti memasak, MCK, dan lain-lain. Sebagian besar
rumah tangga petani responden menggunakan air dari PDAM dikarenakan air
sumur yang keruh tidak dimungkinkan untuk digunakan. Minyak tanah, kayu
bakar dan LPG digunakan untuk sarana memasak. Semenjak diberlakukannya
konversi minyak tanah ke LPG ada beberapa responden yang menggunakan
LPG untuk memasak, namun masih ada rumah tangga yang masih
menggunakan minyak tanah dan kayu untuk bahan bakar.
Pengeluaran untuk keperluan sosial sebesar 16,63% dari pengeluaran
non pangan. Pengeluaran untuk keperluan sosial meliputi sumbangan untuk
perkawinan, kematian, khitanan, perayaan agama, perayaan adat dan lainnya.
Kehidupan bermasyarakat di perdesaan bagi rumah tangga responden masih
sangat diutamakan. Pada penelitian ini, pengeluaran untuk keperluan sosial
meliputi sumbangan untuk perkawinan, kematian, khitanan dan saat musim
panen, dan keperluan sosial lain. Besarnya pengeluaran per bulan untuk
keperluan sosial bagi setiap rumah tangga responden tidaklah sama,
tergantung berapa banyaknya undangan dari orang yang punya hajat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Pengeluaran untuk sandang mencapai 6,02% dari pengeluaran non
pangan. Pengeluaran sandang meliputi pengeluaran untuk pakaian, alas kaki,
tutup kepala, dan lainnya. Sebagian besar rumah tangga responden hanya
membeli pakaian pada saat lebaran atau setahun sekali. Hal ini dilakukan
karena mereka lebih mementingkan untuk keperluan konsumsi lainnya yang
lebih penting daripada untuk membeli pakaian.
Keperluan pajak dan asuransi adalah sebesar 5,57% dari pengeluaran
non pangan. Pengeluaran untuk golongan ini meliputi pengeluaran untuk PBB,
dan lainnya. PBB dikeluarkan untuk pajak tanah yang mereka punya dan juga
bangunan yang mereka tempati (rumah). Biaya lainnya adalah biaya untuk
pajak kendaraan bermotor. Pengeluaran untuk pajak baik PPB maupun pajak
kendaraan bermotor hanya dilakukan sekali dalam setahun.
Pengeluaran untuk biaya kesehatan adalah sebesar 3,87% dari
pengeluaran non pangan. Biaya kesehatan yang rendah pada rumah tangga
responden disebabkan mereka lebih memilih untuk berobat ke Puskesmas atau
membeli obat di warung atau apotek. Apabila penyakit sudah parah, baru
mereka datang ke Dokter Praktek atau Rumah Sakit Daerah.
Pengeluaran non pangan lainnya adalah barang tahan lama. Barang
tahan lama meliputi alat rumah tangga, alat dapur, alat hiburan dan lainnya.
Pengeluaran untuk biaya barang tahan lama adalah sebesar 0,95% dari
pengeluaran non pangan. Pada penelitian ini hanya beberapa responden yang
mengeluarkan biaya untuk membeli barang tahan lama karena biasanya barang
tahan lama tidak dibeli dalam waktu dekat.
Dari data di atas dapat diketahui besarnya pengeluaran yang
dikeluarkan oleh rumah tangga responden baik pengeluaran pangan maupun
pengeluaran non pangan. Besarnya pengeluaran total rumah tangga responden
dapat dilihat pada Tabel 38.
Tabel 38. Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden
Pengeluaran Jumlah (Rp/bulan) Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan
714.635,63 494.146,90
Pengeluaran Total 1.208.782,53
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Berdasarkan Tabel 38 di atas, dapat diketahui bahwa besarnya
pengeluaran total adalah Rp 1.208.782,53 per bulan yang terdiri dari
pengeluaran pangan sebesar Rp 714.635,63 per bulan dan pengeluaran non
pangan sebesar Rp 494.146,90 per bulan. Pengeluaran pangan mempunyai
nilai pengeluaran yang lebih besar daripada pengeluaran non pangan, artinya
rumah tangga responden masih menggunakan sebagian besar pendapatannya
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yaitu kebutuhan
pangannya. Apabila kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, maka rumah
tangga petani akan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi
kebutulan lain dalam hal ini kebutuhan non pangan
Selisih antara pendapatan dan pengeluaran merupakan tabungan.
Besarnya rata-rata tabungan rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel
berikut:
Tabel 39. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah Tangga Responden
Jumlah (Rp/bulan) Pendapatan Pengeluaran Total
2.311.250,00 1.208.782,53
Tabungan 1.102.467,47
Sumber: Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 39 di atas, dapat diketahui bahwa besarnya
tabungan adalah Rp 1.102.467,47. Pada penelitian ini, tabungan bukan
merupakan tabungan dalam arti sesungguhnya atau sejumlah uang yang
disimpan/ ditabung oleh rumah tangga. Tabungan disini merupakan selisih
antara pendapatan rumah tangga dan pengeluaran. Tabungan rumah tangga
biasanya berupa simpanan bahan pokok ataupun perhiasan-perhiasan.
D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran Total
Rumah Tangga
Proporsi pengeluaran konsumsi pangan merupakan persentase
banyaknya pengeluaran pangan dibanding besarnya pengeluaran total. Berikut
ini merupakan proporsi pengeluaran rumah tangga responden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Tabel 40. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden
Pengeluaran Jumlah (Rp/bulan) Proporsi (%) Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan
714.635,63 494.146,90
59,12 40,88
Pengeluaran Total 1.208.782,53 100,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Pengeluaran total merupakan pengeluaran untuk konsumsi pangan
ditambah pengeluaran untuk non pangan. Besarnya rata-rata pengeluaran total
pada penelitian ini adalah Rp 1.208.782,53. Berdasarkan Tabel diatas, dapat
diketahui bahwa pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 714.635,63 atau
mencapai 59,12% dari pengeluaran total dan untuk pengeluaran non pangan
sebesar Rp 494.146,90 atau 40,88%.
Proporsi antara pengeluaran pangan dan non pangan digunakan
sebagai indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan
pangan rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran pangan dapat diungkapkan
bahwa semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat
kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga semakin rendah.
Berdasarkan data di atas pengeluaran pangan lebih besar daripada pengeluaran
non pangan, ini berarti tingkat kesejahteraan rumah tangga responden masih
rendah. Rumah tangga responden lebih mengutamakan pendapatannya untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yakni berupa pangan, apabila
kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, maka keluarga akan
mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan non pangan.
E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga
Konsumsi energi dan protein responden dapat dinilai dari konsumsi
pangannya. Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang
dimakan atau diminum penduduk atau seseorang dalam rangka memenuhi
kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dihitung dari makanan/minuman yang
dimakan setiap anggota rumah tangga tanpa mempertimbangkan asal makanan
tersebut (masak sendiri ataupun membeli). Konsumsi pangan yang dinilai
adalah konsumsi energi dan konsumsi protein. Konsumsi energi adalah
sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per orang per hari yang dinyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
dalam kkal/orang/hari dan konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan
yang dikonsumsi yang dinyatakan dalam gram/orang/hari.
Berikut ini merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah
tangga responden dan tingkat konsumsi gizinya.
Tabel 41. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Responden
Keterangan Energi (kkal) Protein (gram)
Rumah Tangga
Per orang per hari
Rumah Tangga
Per orang per hari
Konsumsi 6.208,65 1.795,83 189,39 53,97 AKG dianjurkan* 7.356,67 2.087,31 192,47 54,76 TKG (%) 86,04 86,04 98,54 98,54
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Keterangan : *) AKG berdasarkan umur dan jenis kelamin sesuai Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004
Berdasarkan Tabel 41 dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata
konsumsi energi rumah tangga responden adalah 1.795,83 kkal/orang/hari dan
konsumsi protein sebesar 53,97 gram/orang/hari. Besarnya rata-rata konsumsi
energi dan protein masih kurang dibandingkan dengan angka kecukupan gizi
(AKG) yang dianjurkan yaitu untuk energi sebesar 2.087,31 kkal/orang/hari,
dan untuk protein sebesar 54,76 gram/orang/hari.
Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga
responden adalah 86,04% dan bila dilihat dari tingkat konsumsi gizinya dapat
disimpulkan bahwa secara keseluruhan untuk TKE termasuk dalam kategori
sedang. Beras merupakan satu-satunya pangan pokok sekaligus sumber energi
utama yang dikonsumsi rumah tangga responden.
Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga
responden adalah 98,54% yang termasuk dalam kategori sedang. Konsumsi
protein diperoleh dari konsumsi protein nabati dan hewani. Seperti halnya
konsumsi energi, apabila dilihat dari nilai TKP-nya, konsumsi protein rumah
tangga responden juga belum mencapai angka kecukupan. Faktor daya beli
merupakan alasan utama kurangnya konsumsi protein dalam rumah tangga.
Keterbatasan pendapatan rumah tangga membuat mereka enggan membeli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
pangan sumber protein hewani yang mahal seperti daging sapi atau ikan segar.
Berdasar pola konsumsi pangan, jenis protein hewani yang sering dikonsumsi
oleh rumah tangga petani adalah telur yang harganya relatif terjangkau.
Sedangkan untuk jenis protein nabati, rumah tangga mengkonsumsi lauk pauk
berupa tahu dan tempe.
Baik TKE maupun TKP belum mencapai angka kecukupan yang
dianjurkan. Namun demikian, konsumsi protein sudah tinggi dan hampir
mencapai AKP yang dianjurkan, yaitu sebesar 53,97 gram/orang/hari. Lebih
tingginya nilai TKP dibandingkan TKE disebabkan karena kecenderungan
penduduk mengkonsumsi pangan sumber protein nabati seperti tahu, tempe
dan ikan setiap hari dalam jumlah yang cukup. Tahu dan tempe merupakan
makanan yang murah dan mudah untuk didapatkan, sehingga rumah tangga
responden hampir mengkonsumsinya setiap hari.
Indikator kuantitas pangan antara lain dapat dilihat melalui besarnya
konsumsi energi dan protein. Energi dan protein merupakan komponen gizi
yang sangat penting bagi tubuh makhluk hidup. Energi berperan sebagai bahan
bakar dalam aktivitas makhluk hidup, sedangkan protein berperan dalam
pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh.
Tingkat konsumsi energi dan protein diperoleh dari perbandingan
antara konsumsi rumah tangga dan konsumsi yang dianjurkan berdasarkan
angka kecukupan gizi (AKG). Pada Tabel dibawah ini, akan menjelaskan
sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga responden.
Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga
responden dapat dilihat pada Tabel 42.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Tabel 42. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden
Kategori Tingkat Konsumsi
Gizi
Energi (kkal/orang/hari)
Protein (gram/orang/hari)
Jumlah RT
% Jumlah RT
%
Baik TKG 4 13,33 12 40,00 Sedang TKG 80–99% AKG 19 63,33 17 56,67 Kurang TKG 70–80% AKG 7 23,33 1 3,33 Defisit TKG <70% AKG 0 0 0 0,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 42 dapat diketahui sebaran rumah tangga responden
berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein. Tingkat konsumsi energi
dan protein terbagi dalam empat kategori, yaitu defisit (<70% AKG), kurang
(70-80% AKG), sedang (80-99% AKG), dan baik ( Sebaran
kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga menunjukkan
bahwa status gizi tiap rumah tangga berbeda. Untuk konsumsi energi terdapat
19 atau 63,33% rumah tangga responden berdasarkan tingkat konsumsi energi
termasuk dalam kategori sedang, 7 atau 23,33% rumah tangga responden
termasuk dalam kategori kurang dan 4 atau 13,33% rumah tangga responden
termasuk dalam kategori baik. Untuk konsumsi protein terdapat terdapat 17
atau 56,67% rumah tangga dengan status sedang, 12 atau 40,00% rumah
tangga dengan status baik dan 1 rumah tangga atau 3,33% kurang. Hal ini
menunjukkan bahwa rumah tangga petani belum tercukupi kebutuhan
energinya maupun kebutuhan proteinnya. Perbedaan kategori tiap rumah
tangga disebabkan perbedaan makanan/minuman yang dikonsumsi tiap rumah
tangga.
Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga
petani menunjukkan bahwa status gizi tiap rumah tangga berbeda. Sebagian
besar rumah tangga termasuk dalam kategori sedang untuk energi dan sedang
untuk protein, artinya rumah tangga petani telah mampu mencukupi
kebutuhan energi dan proteinnya.
Setiap bahan pangan memiliki sumbangan energi dan protein yang
berbeda. Beras sebagai pangan pokok merupakan penyumbang energi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
terbesar. Sedangkan penyumbang protein adalah bahan makanan sumber
protein nabati dan hewani. Pada penelitian ini, pengeluaran pangan terbesar
adalah untuk padi-padian, sehingga dari sisi konsumsi padi-padian juga
memiliki sumbangan energi dan protein terbesar. Di samping itu, umbi-
umbian seperti ketela pohon dan ketela rambat hanya dikonsumsi sesekali saja
sebagai makanan selingan. Padahal umbi-umbian mempunyai kandungan
karbohidrat yang tinggi sebagai sumber tenaga/energi. Gula juga memiliki
energi yang tinggi dan semua rumah tangga responden mengkonsumsi gula
sebagai pemanis minuman teh/kopi.
Protein didapatkan dari sayuran dan lauk pauk yang dikonsumsi
keluarga yang terdiri dari protein nabati dan hewani. Sumber pangan nabati
yang biasa dikonsumsi oleh rumah tangga petani berasal dari kacang-kacangan
dan hasil olahannya, antara lain tempe dan tahu. Tempe dan tahu merupakan
sumber protein dengan harga murah dan mudah didapatkan di pasar atau di
warung, mudah diolah dan rasanya yang enak sehingga menjadi pilihan rumah
tangga responden untuk dikonsumsi. Sedangkan untuk protein hewani berasal
dari telur, ikan dan daging ayam.
Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga
responden adalah 86,04% dan termasuk dalam kategori sedang. Angka tersebut
belum mencapai angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Meskipun Kabupaten
Cilacap merupakan kabupaten yang memiliki ketersediaan beras dalam
kategori surplus, tidak menjamin kecukupan energi individu maupun rumah
tangga. Kurang beragamnya makanan yang dikonsumsi dan jumlahnya yang
terbatas, menyebabkan kurang tercukupinya gizi rumah tangga. Oleh karena itu
perlu perbaikan pola konsumsi pangan rumah tangga, yaitu dengan
penganekaragaman pangan berbasis potensi lokal seperti umbi-umbian yang
mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
nilai TKE.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
F. Hubungan antara Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan,
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP)
1. Hubungan Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan
Tabel 43. Hasil Analisis Hubungan Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Responden
Koefisien korelasi Probabilitas Hubungan Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan
- 0,527 0,003
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Dari hasil analisis hubungan korelasi dengan menggunakan
program SPSS 16 antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan
rumah tangga responden dapat diketahui nilai probabilitasnya adalah
0,003. Nilai probabilitas antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan
dengan konsumsi energi adalah kurang dari 0,05. Apabila nilai
probabilitasnya kurang dari 0,05 maka Ho ditolak, artinya antara
pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan mempunyai hubungan
yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil analisis korelasi antara pendapatan dengan proporsi
pengeluaran pangan menunjukkan bahwa koefisien korelasinya sebesar –
0,527. Pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan mempunyai nilai
koefisien korelasi yang menunjukkan hubungan yang sedang. Nilai
koefisien korelasi pada hasil analisis tersebut bernilai negatif yang artinya
antara variabel tersebut mempunyai hubungan yang berlawanan, apabila
pendapatan tinggi maka proporsi pengeluaran pangan rendah, begitu pula
sebaliknya.
2. Hubungan Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)
Tabel 44. Hasil Analisis Hubungan Antara Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) Rumah Tangga Responden
Koefisien korelasi Probabilitas Hubungan Antara Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)
- 0,040 0,835
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Dari hasil analisis hubungan korelasi dengan menggunakan
program SPSS 16 antara pendapatan dengan tingkat konsumsi energi
(TKE) rumah tangga responden dapat diketahui nilai probabilitasnya
adalah 0,835. Nilai probabilitas antara proporsi pengeluaran konsumsi
pangan dengan konsumsi energi adalah lebih dari 0,05. Apabila nilai
probabilitasnya lebih dari 0,05 maka Ho diterima, artinya antara
pendapatan dengan tingkat konsumsi energi (TKE) tidak mempunyai
hubungan yang signifikan. Kenaikan pendapatan tidak memberi reaksi
yang proporsional terhadap tingkat konsumsi energi.
3. Hubungan Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Protein (TKP)
Tabel 45. Hasil Analisis Hubungan Antara Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) Rumah Tangga Responden
Koefisien korelasi Probabilitas Hubungan Antara Pendapatan dengan Tingkat Konsumsi Protein (TKP)
0,232 0,217
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Dari hasil analisis hubungan korelasi dengan menggunakan
program SPSS 16 antara pendapatan dengan tingkat konsumsi protein
(TKP) rumah tangga responden dapat diketahui nilai probabilitasnya
adalah 0,217. Nilai probabilitas antara proporsi pengeluaran konsumsi
pangan dengan konsumsi energi adalah lebih dari 0,05. Apabila nilai
probabilitasnya lebih dari 0,05 maka Ho diterima, artinya antara
pendapatan dengan tingkat konsumsi protein (TKP) tidak mempunyai
hubungan yang signifikan. Kenaikan pendapatan tidak memberi reaksi
yang proporsional terhadap tingkat konsumsi protein.
Proporsi pengeluaran konsumsi pangan yang tinggi menunjukkan
kesejahteraan rumah tangga yang rendah dan dapat dikatakan mempunyai
pendapatan yang rendah pula, dengan pendapatan yang rendah rumah tangga
akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pangannya yang
berguna untuk mengatasi rasa lapar, sehingga kualitas pangan kurang
diperhatikan yang berakibat pada rendahnya konsumsi energi. Sebaliknya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
rumah tangga dengan proporsi pengeluaran konsumsi pangan yang rendah,
yang mencerminkan pendapatannya yang tinggi dan tingkat kesejahteraan
tinggi, akan mampu mencukupi kebutuhannya tidak hanya untuk pangan,
namun juga untuk non pangan.
Hal ini sesuai dengan hukum Bennet, bahwa peningkatan pendapatan
akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi
pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Keterkaitan
pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum Engel.
Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan,
konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi
yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang
dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat.
G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Ketahanan pangan dapat diketahui dari ketersediaan, distribusi dan
konsumsi masyarakat terhadap pangan. Pada penelitian ini ketahanan pangan
dilihat dari sisi konsumsi dan hubungannya dengan proporsi pengeluaran
pangan. Proporsi pengeluaran pangan dan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)
merupakan komponen untuk menentukan ketahanan pangan rumah tangga.
Tabel 46. Jumlah Rumah Tangga Responden berdasarkan indikator Ketahanan Pangan
Tingkat Konsumsi Energi
Proporsi pengeluaran pangan Jumlah
RT Rendah
(<60% pengeluaran total)
Tinggi (total)
Cukup (>80% kecukupan energi)
Tahan Pangan (9 RT)
Rentan Pangan (15 RT)
24
Kurang (energi)
Kurang Pangan (4 RT)
Rawan Pangan (2 RT)
6
Jumlah RT 13 17 30
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
Berdasarkan tabel 46 di atas sebagian besar rumah tangga proporsi
pengeluaran pangan nya tinggi dan tingkat konsumsi energi nya cukup. Dilihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dari sebanyak 17 rumah tangga responden proporsi pengeluaran pangannya
tinggi ( . Sedangkan rumah tangga yang proporsi
pengeluaran pangannya rendah (<60% pengeluaran total) sebanyak 13 rumah
tangga. Untuk tingkat konsumsi energi, sebanyak 24 rumah tangga responden
tingkat konsumsi energinya cukup (>80% kecukupan energi). Sedangkan
rumah tangga tingkat konsumsi energinya kurang ( ecukupan energi)
sebanyak 6 rumah tangga.
Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari
cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga
untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Ketahanan pangan rumah tangga
dapat diukur dengan menggunakan klasifikasi silang dua indikator ketahanan,
yaitu proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. Berdasarkan
Tabel 47 dapat diketahui status ketahanan pangan rumah tangga responden.
Rumah tangga dengan status rentan pangan memiliki sebaran terbesar dengan
persentase 50,00% dari seluruh responden yaitu 15 rumah tangga. Rumah
tangga dengan status tahan pangan menempati urutan kedua dengan persentase
30,00% atau 9 rumah tangga, rumah tangga kurang pangan memiliki
persentase sebesar 13,33% yaitu 4 rumah tangga dan rumah tangga rawan
pangan dengan persentase sebesar 6,67% atau 2 rumah tangga.
Rata-rata Sebaran ketahanan pangan rumah tangga responden dapat
dilihat pada Tabel 47di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Tabel 47. Rata-rata Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden
Kategori Ketahanan Pangan Pendapatan
Rumah Tangga (Rp/bulan)
Proporsi Pengeluaran Pangan (%)
Tingkat Konsumsi Energi (%)
Tahan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)
3.683.333,33 51,72 86,99
Rentan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan energi cukup (>80% kecukupan energi)
1.792.222,22 66,86 90,03
Kurang Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi kurang (kecukupan energi)
1.643.750,00 57,75 76,43
Rawan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan energi kurang (kecukupan energi)
1.364.583,33 62,02 74,61
Jumlah
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
Pada penelitian ini terdapat 15 rumah tangga responden dengan status
rentan pangan, ini berarti rumah tangga memiliki proporsi pengeluaran pangan
yang tinggi, namun konsumsi energinya sudah cukup. Status ketahanan
pangan rumah tangga responden terbesar adalah rentan pangan, hal ini berarti
sebagian besar rumah tangga responden harus mengeluarkan sejumlah uang
yang lebih banyak untuk memperoleh pangan yang dapat memenuhi
kebutuhan mereka. Rumah tangga yang rentan pangan dari sisi ekonomi
kurang baik yang diindikasikan oleh proporsi pengeluaran pangannya yang
tinggi yaitu sebesar 66,86%. Pendapatan rumah tangga yang rendah yaitu
sebesar Rp 1.792.222,22 per bulan, menjadikan proporsi pengeluaran pangan
mereka tinggi karena sebagian besar pendapatannya digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
memenuhi kebutuhan pangannya. Dari kenyataan ini dapat disarankan pada
rumah tangga rentan pangan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga
sehingga dapat meningkatkan status rumah tangganya dari kategori rentan
pangan ke tahan pangan. Jika dilihat dari aspek gizi, Tingkat Konsumsi Energi
rumah tangga rentan pangan sudah cukup yaitu sebesar 90,03%. Jenis pangan
yang dikonsumsi rumah tangga rentan pangan sebagian besar berasal dari jenis
pangan sumber energi, sehingga kebutuhan energi rumah tangga responden
telah melebihi 80% dari angka kecukupan yang dianjurkan.
Rumah tangga dengan status tahan pangan sebanyak 9 rumah tangga.
Status tahan pangan berarti proporsi pengeluaran pangan rumah tangga
responden rendah dan konsumsi energinya sudah cukup. Petani di Kabupaten
Cilacap tidak hanya mengandalkan pekerjaannya sebagai petani, tetapi juga
mempunyai pekerjaan lain di luar usahatani yang memungkinkan petani untuk
dapat meningkatkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan
keluarga sehingga kebutuhan gizinya dapat tercukupi dengan TKE sebesar
86,99%. Rata-rata pendapatan rumah tangga responden yang tahan pangan
adalah sebesar Rp 3.683.333,33 per bulan dengan proporsi pengeluaran
pangan sebesar 51,72%.
Sebanyak 4 rumah tangga responden termasuk kategori kurang pangan
yang memiliki proporsi pengeluaran pangan rendah dan konsumsi energinya
masih kurang. Rata-rata pendapatan rumah tangga kurang pangan yaitu
sebesar Rp 1.643.750,00 per bulan, dengan proporsi pengeluaran pangan
sebesar 57,75%. Proporsi pengeluaran pangan yang rendah bukan disebabkan
karena pendapatannya yang cukup, namun karena besarnya pengeluaran non
pangan. Pengeluaran non pangan yang besar disebabkan karena tingginya
biaya pendidikan bagi anak-anak yang melanjutkan pendidikannya ke tingkat
Perguruan Tinggi. TKE rumah tangga responden kurang pangan yaitu sebesar
75,43% sehingga dapat dikatakan bahwa rumah tangga responden kurang
pangan belum bisa mencukupi konsumsi energinya. Hal ini disebabkan
kurangnya pengetahuan gizi dan kurang diperhatikannya susunan menu yang
dikonsumsi, sehingga pemilihan menu kurang dapat mencukupi kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
energi. Untuk itu bagi rumah tangga dengan kategori kurang pangan perlu
adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang pangan dan gizi.
Status rumah tangga rawan pangan sebanyak 2 rumah tangga, hal ini
karena proporsi pengeluaran pangan yang tinggi dan konsumsi energinya
masih kurang. Tingginya proporsi pengeluaran pangan yaitu sebesar 62,02%
mengindikasikan bahwa rumah tangga responden mempunyai tingkat
kesejahteraannya pun masih rendah. Responden masih mengeluarkan bagian
yang lebih besar untuk konsumsi pangan. Keadaan ini terjadi karena
pendapatan yang terbatas yaitu sebesar Rp 1.364.583,33 per bulan, serta
kurangnya pengetahuan tentang gizi, sehingga yang terpenting adalah
bagaimana perut kenyang sedangkan pemenuhan kebutuhan gizi masih kurang
diperhatikan. Tingkat Konsumsi Energi rumah tangga responden rawan
pangan adalah sebesar 74,61%. Dengan keadaan yang demikian, rumah tangga
dengan status rawan pangan yang kesejahteraannya masih rendah disarankan
untuk meningkatkan pendapatan agar dapat meningkatkan kesejahteraan
rumah tangga dan dapat mengkonsumsi pangan yang lebih memiliki kualitas
yang baik sehingga kecukupan gizi rumah tangga dapat terpenuhi.
Peningkatan pengetahuan tentang pangan dan gizi juga diperlukan agar
responden lebih menganekaragamkan jenis makanan dan meningkatkan mutu
pangan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Dari hasil penelitian rumah tangga dengan status rentan pangan adalah
yang terbanyak, hal ini berarti rumah tangga memiliki proporsi pengeluaran
pangan yang besar dan konsumsi energinya cukup. Berdasarkan Hukum Engel
semakin besar proporsi pengeluaran untuk pangan maka rumah tangga
tersebut memiliki tingkat pendapatan yang rendah. Dilihat dari proporsi
pengeluaran pangan yang tinggi dapat diambil kesimpulan bahwa rumah
tangga responden adalah rumah tangga yang berpendapatan rendah sehingga
tingkat kesejahteraannya masih rendah. Oleh karena itu, dalam memenuhi
kebutuhannya, rumah tangga petani masih mengeluarkan bagian yang lebih
besar untuk keperluan pangannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif
Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten terluas di Provinsi Jawa
Tengah yang letaknya paling barat sehingga berbatasan langsung dengan
Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Cilacap seluruhnya adalah
225.361 Ha (termasuk Pulau Nusakambangan 11.511 Ha) atau sekitar
6,94% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten
Cilacap terletak diantara 1080 4’ 30’’ – 1090 30’ 30’’ Bujur Timur (BT)
dan 70 30’ – 70 45’ 20’’ Lintang Selatan (LS).
Secara administratif Kabupaten Cilacap terbagi menjadi 24
kecamatan yang terdiri dari 269 desa dan 15 kelurahan. Adapun batas
wilayah Kabupaten Cilacap adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Banyumas
Sebelah Selatan : Samudra Indonesia
Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat
Sebelah Timur : Kabupaten Kebumen
Kecamatan Kesugihan merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Cilacap. Kecamatan Kesugihan terdiri atas 16 Desa, salah satu
diantaranya adalah Desa Dondong yang merupakan desa sampel
penelitian. Adapun batas wilayah Kecamatan Kesugihan adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Banyumas
Sebelah Selatan : Samudra Indonesia
Sebelah Barat : Kecamatan Jeruk Legi dan Kecamatan Cilacap Utara
Sebelah Timur : Kecamatan Maos dan Kecamatan Adipala.
2. Topografi Daerah
Topografi daerah Kabupaten Cilacap bervariasi dari dataran rendah
sampai pegunungan. Wilayah kabupaten Cilacap terletak pada ketinggian
mulai dari 0 mdpl (garis pantai) sampai dengan ketinggian 1.146 mdpl
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
(Gunung Bongkok di Kecamatan Wanareja), dengan ketinggian wilayah
berkisar antara 0 – 1.146 mdpl. Wilayah tertinggi adalah Kacamatan
Dayeuhluhur dengan ketinggian rata-rata 198 mdpl dan wilayah terendah
adalah Kecamatan Kampung Laut dengan ketinggian rata-rata 1 mdpl.
3. Jenis Tanah
Berbagai jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Cilacap antara lain
adalah tanah latosol, regosol, alluvial, grumosol, dan podsolik merah.
a. Tanah Latosol
Merupakan tanah yang umumnya terdapat di lereng-lereng gunung
atau kaki bukit dengan cirri-ciri mempunyai ketebalan/kedalaman
dangkal – sedang, sekitar 1,5-10 meter, tekstur tanah lempung sampai
geluh, struktur tanah remah sampai gumpal lemah dan konsistensi
tanahnya gembur. Tanah latosol terdapat di wilayah Kabupaten
Cilacap bagian barat dan tengah.
b. Tanah Regosol
Merupakan tanah yang mempunyai sifat fisik kasar (berpasir), struktur
tanah remah, konsistensi tanah lepas sampai gembur, pH 6-7, peka
terhadap erosi, cukup mengandung unsur P dan K namun kekurangan
unsur N. ada beberapa macam tanah regosol antara lain regosol bukit
pasir dan regosol coklat kelabu. Regosol bukit pasir terdapat di
sepanjang pantai Cilacap – Parangtritis (Kecamatan Cilacap Selatan,
Adipala, Binangun, dan Nusawungu). Tanah regosol coklat kelabu
terdapat di wilayah Cilacap bagian barat (misalnya Dayeuhluhur,
Wanareja dan Majenang).
c. Tanah Aluvial
Tanah alluvial umumnya menyebar di daerah dataran rendah yang
merupakan zona endapan sungai dan rawa-rawa pantai. Tanah alluvial
terdapat di seluruh wilayah Kabupaten Cilacap.
d. Tanah Grumosol
Tanah grumosol memiliki warna kelabu sampai hitam, tekstur
lempung berliat, kandungan bahan organik lapisan atas antara 1 – 3%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dan mempunyai daya menahan air cukup baik. Tanah grumosol di
Kabupaten Cilacap terdapat di wilayah bagian barat dan tengah.
e. Tanah Podsolik Merah
Tanah podsolik merah memiliki ciri-ciri antara lain, solum(kedalaman)
tanah sedang, kandungan bahan organik rendah sampai sedang,
permeabilitas lambat, konsistensi teguh, dan pH kurang dari 5,5. Tanah
jenis ini terdapat di wilayah Kabupaten Cilacap bagian barat.
4. Keadaan Iklim dan Cuaca
Iklim merupakan faktor penting dalam pengelolaan usahatani.
Keadaan iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan,
suhu, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan musim. Berdasarka
data dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika kabupaten Cilacap,
banyaknya curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September (661,9 mm)
dan terendah bulan Februari (196,6 mm). Keadaan curah hujan per bulan
di Kabupaten Cilacap dapat diliha di Tabel berikut.
Tabel 10. Banyaknya Curah Hujan, Curah Hujan Terbesar dan Jumlah Hari Hujan menurut Bulan di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
Bulan Banyaknya Curah Hujan
(mm)
Curah Hujan Terbesar (mm)
Jumlah Hari Hujan
Januari 263,1 41,3 26 Pebruari 196,6 67,5 24 Maret 387,0 79,9 23 April 214,6 48,7 19 Mei 628,9 124,1 27 Juni 447,2 79,1 25 Juli 343,0 60,4 28 Agustus 389,9 116,4 19 September 661,9 135,1 29 Oktober 601,2 76,5 28 Nopember 365,1 72,5 27 Desember 570,3 88,0 26 Jumlah 5.068,8 989,5 301,0 Rata-rata 422,4 82,46 25,08
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
B. Keadaan Penduduk
1. Perkembangan Penduduk
Perkembangan penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh adanya
kelahiran, kematian dan migrasi. Keadaan kependudukan di Kabupaten
Cilacap selama 10 (sepuluh) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Cilacap Tahun 2001 - 2010
No. Tahun Penduduk
Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah Pertumbuhan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
844.412 848.246 852.943 855.838 858.739 861.643 865.619 870.295 873.251 875.825
844.802 848.519 851.653 854.070 857.496 860.964 864.850 868.308 870.877 872.880
1.689.214 1.696.765 1.704.596 1.709.908 1.716.235 1.722.607 1.730.469 1.738.603 1.744.128 1.748.705
1,04 0,45 0,46 0,31 0,37 0,37 0,46 0,47 0,32 0,26
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Gambar 3. Grafik Jumlah Penduduk di Kabupaten Cilacap Tahun 2001 -
2010
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di
Kabupaten Cilacap dari tahun ke tahun selalu meningkat. Peningkatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
jumlah penduduk dari tahun ke tahun di Kabupaten Cilacap, antara lain
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk secara alami, dimana jumlah
penduduk yang lahir lebih besar daripada jumlah penduduk yang mati.
Dengan peningkatan jumlah penduduk yang pesat maka diperlukan
peningkatan ketersediaan pangan wilayah untuk mencukupi kebutuhan
pangan rumah tangga penduduk, sehingga setiap penduduk mampu
mengakses pangan dengan mudah sehingga dapat menciptakan ketahanan
pangan rumah tangga maupun wilayah Kabupaten Cilacap.
Tabel 12. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Kesugihan Tahun 2001 – 2010
No. Tahun Penduduk
Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa) Jumlah Pertumbuhan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
47.179 47.285 47.292 48.305 48.372 48.393 48.441 48.362 48.219 48.149
46.255 46.336 46.321 48.119 48.151 48.108 48.103 48.031 47.954 47.865
93.424 93.621 93.613 96.424 96.523 96.501 96.544 96.393 96.173 96.014
0.37 0,20 -0,01 3,00 0,10 -0,02 0,04 -0,16 -0,23 -0,16
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Gambar 4. Grafik Jumlah Penduduk di Kecamatan Kesugihan Tahun 2001
- 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di
Kecamatan Kesugihan dari tahun ke tahun cenderung meningkat namun
pada tahun 2007-2010 mengalami penurunan. Peningkatan jumlah
penduduk di Kecamatan Kesugihan pada tahun 2001-2006, antara lain
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk secara alami, dimana jumlah
penduduk yang lahir lebih besar daripada jumlah penduduk yang mati.
Sedangkan penurunan jumlah penduduk yang terjadi pada tahun 2007-
2010 diakibatkan oleh migrasi penduduk ke luar daerah Kecamatan
Kesugihan.
2. Jumlah penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin
Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu penduduk usia belum produktif, usia produktif, dan usia
non produktif. Penduduk usia belum produktif adalah penduduk yang
berusia
dengan usia 15-64 tahun, dan penduduk tidak produktif adalah penduduk
yang memiliki usia . Keadaan penduduk di Kabupaten Cilacap
pada tahun 2010 berdasarkan umur didominasi kelompok usia produktif
dengan usia 15-64 tahun yakni sebesar 1,128,397 orang atau 64.53%,
sedangkan usia belum produktif 0-14 tahun sebanyak 495,749 orang
(28.35%) dan yang minoritas adalah kelompok usia tidak produktif 65
tahun keatas sebanyak 124,559 orang (7.12%). Komposisi penduduk yang
didominasi oleh kelompok usia produktif menunjukkan efektifitas
penduduk yang tinggi, hal tersebut dilihat pada Tabel 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 13. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
No. Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. 0 – 4 154,791 8.85 2. 5 – 9 162,369 9.29 3. 10 – 14 178,589 10.21 4. 15 – 19 139,229 7.96 5. 20 – 24 106,403 6.08 6. 25 – 29 125,900 7.20 7. 30 – 34 124,927 7.14 8. 35 – 39 130,158 7.44 9. 40 – 44 134,732 7.70
10. 45 – 49 125,282 7.16 11. 50 – 54 102,782 5.88 12. 55 – 59 81,707 4.67 13. 60 – 64 57,277 3.28 14. 65 124,559 7.12
Jumlah 1,748,705 100
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Berdasarkan Tabel 14, keadaan kependudukan di Kabupaten Cilacap
didominasi oleh kelompok penduduk usia produktif yaitu umur 15 - 64
tahun sebesar 64.53%. Penduduk dengan usia produktif juga mempunyai
lebih banyak peluang untuk bekerja, yang nantinya akan berpengaruh
terhadap pendapatan keluarga.
Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat
digunakan perumusan sebagai berikut:
=ABT %100Produktif siaPenduduk UJumlah
ProduktifNon siaPenduduk UJumlah X
=ABT %1001128397620308
X
= 54,97%
Berdasarkan perhitungan nilai ABT di Kabupaten Cilacap diketahui
bahwa nilai ABT di Kabupaten Cilacap sebesar 54,97 %, artinya setiap
100 orang usia produktif menanggung 55 orang usia non produktif.
Berdasarkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat diketahui
bahwa jumlah penduduk Kabupaten Cilacap pada tahun 2010 berjumlah
1,748,705 orang terdiri dari laki – laki sebanyak 875.825 orang dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
perempuan sebanyak 872.880 orang. Untuk mengetahui besarnya sex ratio
atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah
penduduk perempuan digunakan perumusan sebagai berikut:
=SexRatio %100PerempuanPenduduk Jumlah
Laki-LakiPenduduk Jumlah X
=SexRatio %100870.880
875.825X
= 100,34 %
Berdasarkan perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya
nilai sex ratio di Kabupaten Cilacap adalah 100,34 %, artinya dalam 100
orang penduduk perempuan terdapat 100 orang penduduk laki-laki.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan dan jumlah
penduduk laki-laki adalah sama banyak.
Keadaan penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan
Kesugihan dapat dilihat di Tabel berikut:
Tabel 14. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010
No. Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. 0 – 4 2.005 2,09 2. 5 – 9 6.612 6,89 3. 10 – 14 8.936 9,31 4. 15 – 19 10.270 10,70 5. 20 – 24 10.403 10,83 6. 25 – 29 8.794 9,16 7. 30 – 34 7.432 7,74 8. 35 – 39 7.314 7,62 9. 40 – 44 7.165 7,46
10. 45 – 49 6.456 6,72 11. 50 – 54 5.512 5,74 12. 55 – 59 3.985 4,15 13. 60 – 64 2.921 3,04 14. 65 8.209 8,55
Jumlah 96.014 100
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Keadaan penduduk di Kabupaten Cilacap pada tahun 2010
berdasarkan umur didominasi kelompok usia produktif dengan usia 15-64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
tahun yakni sebesar 70.252 orang atau 73.17%, sedangkan usia belum
produktif 0-14 dan 65 tahun keatas sebanyak 257262 orang (26,83%).
Berdasarkan perhitungan nilai ABT di Kabupaten Cilacap diketahui
bahwa nilai ABT di Kabupaten Cilacap sebesar 36,67 %, artinya setiap
100 orang usia produktif menanggung 37 orang usia non produktif.
Berdasarkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat diketahui
bahwa jumlah penduduk Kecamatan Kesugihan pada tahun 2010
berjumlah 96.014 orang terdiri dari laki – laki sebanyak 48.149 orang dan
perempuan sebanyak 47.865 orang. Berdasarkan perhitungan nilai sex
ratio diketahui bahwa besarnya nilai sex ratio di Kabupaten Cilacap
adalah 100,59 %, artinya dalam 100 orang penduduk perempuan terdapat
101 orang penduduk laki-laki. Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah
penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan.
Keadaan penduduk menurut kelompok umur di Desa Dondong dapat
dilihat di Tabel berikut:
Tabel 15. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Dondong Tahun 2010
No. Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. 0 – 4 453 6,56 2. 5 – 9 939 13,60 3. 10 – 14 437 6,33 4. 15 – 19 464 6,72 5. 20 – 24 442 6,40 6. 25 – 29 525 7,60 7. 30 – 34 615 8,91 8. 35 – 39 450 6,52 9. 2.580 37,36
Jumlah 6.905 100
Sumber : Monografi Desa, 2011
3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian pemerintah pada bidang
pendidikan diwujudkan melalui penyediaan sarana/prasarana pendidikan
dan peningkatan kualitas tenaga pengajar. Pendidikan merupakan hal yang
berperan penting dalam pembangunan suatu wilayah untuk kemajuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dalam suatu masyarakat. Keadaan penduduk menurut pendidikan di
Kabupaten Cilacap ditunjukkan pada Tabel 17 di bawah ini.
Tabel 16. Jumlah Penduduk Kabupaten Cilacap Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1. Tidak/belum sekolah 138.689 8,70 2. Tidak tamat SD/Sederajat 350.596 22,00 3. SD/Sederajat 618.146 38,78 4. SLTP/Sederajat 263.999 16,56 5. SLTA/Sederajat 177.573 11,14 6. Diploma I/II 8.261 0,52 7. Diploma III 11.572 0,73 8. Diploma IV/ Strata I ke atas 25.078 1,57
Jumlah Total 488.071 100
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Gambar 5. Diagram Jumlah Penduduk Kabupaten Cilacap Menurut
Tingkat Pendidikan Tahun 2010
Berdasarkan Tabel 17, jumlah penduduk paling banyak
berpendidikan dasar SD/Sederajat yakni sebanyak 618.146 orang
kemudian disusul Tidak tamat SD/Sederajat sebanyak 350.596 orang dan
yang terkecil berpendidikan Diploma I/II yakni sebesar 8.261 orang.
Sedangkan yang SLTP/Sederajat sebanyak 263.999 orang,
SLTA/Sederajat sebanyak 177.573 orang, belum sekolah 138.689 orang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
berpendidikan Diploma IV/ Strata I ke atas sebesar 25.078 orang dan yang
Diploma III sebesar 11.572. Semakin tinggi tingkat pendidikan, peluang
untuk mendapatkan pekerjaan akan semakin besar, sehingga kesempatan
untuk menperoleh pendapatan yang layak juga semakin besar, di samping
itu semakin tinggi tingkat pendidikan maka pengetahuan tentang gizi akan
semakin meningkat.
Tabel 17. Jumlah Penduduk Kecamatan Kesugihan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1. Tidak/belum sekolah 14.645 15,58 2. Tidak tamat SD/Sederajat 5.565 5,92 3. SD/Sederajat 45.466 48,36 4. SLTP/Sederajat 18.436 19,61 5. SLTA/Sederajat 8.987 9,56 6. Akademi/ Perguruan Tinggi 910 0,97
Jumlah Total 94009 100
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Gambar 6. Diagram Jumlah Penduduk Kecamatan Kesugihan Menurut
Tingkat Pendidikan Tahun 2010
Berdasarkan Tabel 17, jumlah penduduk di Kecamatana Kesugihan
paling banyak berpendidikan dasar SD/Sederajat yakni sebanyak 45.466
orang kemudian disusul SLTP/Sederajat sebanyak 18.436 orang dan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
terkecil Akademi/ Perguruan Tinggi sebanyak 910 orang. Sedangkan yang
tidak tamat SD/Sederajat sebanyak 5.565 orang, SLTA/Sederajat sebanyak
8.987 orang dan belum sekolah 14.645 orang.
Tabel 18. Jumlah Penduduk Desa Dondong Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1. Tidak/belum sekolah 808 20,44 2. Tidak tamat SD/Sederajat 150 3,79 3. SD/Sederajat 1.355 34,27 4. SLTP/Sederajat 1.260 31,87 5. SLTA/Sederajat 346 8,75 6. Diploma I/II/III 5 0,13 7. Diploma IV/ Strata I ke atas 30 0,76
Jumlah Total 3.954 100
Sumber : Monografi Desa, 2011
Gambar 7. Diagram Jumlah Penduduk Desa Dondong Menurut Tingkat
Pendidikan Tahun 2010
Berdasarkan Tabel 18, jumlah penduduk di Desa Dondong paling
banyak berpendidikan dasar SD/Sederajat yakni sebanyak 1.355 orang
kemudian disusul SLTP/Sederajat sebanyak 1.260 orang dan yang terkecil
Diploma I/II/III sebanyak 5 orang. Sedangkan yang Diploma IV/ Strata I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
ke atas sebesar 30 orang, tidak tamat SD/Sederajat sebanyak 150 orang,
SLTA/Sederajat sebanyak 346 orang dan belum sekolah 808 orang.
4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Keadaan mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh
sumber daya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti ketrampilan
yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan modal yang
ada. Keadaan penduduk menurut lapangan pekerjaan utama di Kabupaten
Cilacap ditunjukkan Tabel 19 berikut.
Tabel 19. Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Usaha dari Mata Pencaharian Utamanya di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
No Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pertanian Industri Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Jasa Lainnya
550.475 67.190 99.531 20.840 84.221 95.242
60,00 7,32
10,85 2,27 9,18
10,38 Jumlah 917.499 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Gambar 8. Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Usaha dari Mata
Pencaharian Utamanya di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
Seperti pada penjelasan sebelumnya, Kabupaten Cilacap merupakan
daerah dengan potensi lahan yang cukup baik sebagai daerah pertanian dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
tata guna lahan yang cukup besar untuk daerah persawahan/pertanian,
sehingga menjadikan sebagian besar penduduknya bekerja di sektor
pertanian. Berdasarkan Tabel 20 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
penduduk Kabupaten Cilacap mempunyai mata pencaharian di sektor
pertanian yaitu sebanyak 550.475 jiwa (60,00%), sedangkan sektor
perdagangan menempati urutan kedua sebagai lapangan pekerjaan utama
penduduk Kabupaten Cilacap yaitu sebanyak 99.531 jiwa (10,85%).
Selanjutnya sektor lainnya menempati urutan ketiga sebagai lapangan
pekerjaan utama penduduk yaitu sebanyak 84.221 jiwa (10,38%).
Tabel 20. Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Usaha dari Mata Pencaharian Utamanya di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010
No Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pertanian Pertambangan/ Penggalian Industri Bangunan Perdagangan Angkutan Jasa Lainnya
49.546 551
5.829 6.632 8.661 2.586 6.930 6.659
56,69 0,63 6,67 7,59 9,91 2,96 7,93 7,62
Jumlah 87.394 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Gambar 9. Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Usaha dari Mata
Pencaharian Utamanya di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Berdasarkan Tabel 20 sebagian besar penduduk Kecamatan
Kesugihan mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian yaitu
sebanyak 49.546 jiwa (56,69%), sedangkan sektor perdagangan
menempati urutan kedua sebagai lapangan pekerjaan utama penduduk
Kecamatan Kesugihan yaitu sebanyak 8661 jiwa (9,91%).
C. Keadaan Pertanian
1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan
Kabupaten Cilacap mempunyai luas wilayah sebesar 225.361 Ha,
dari luas wilayah tersebut sebesar 29,83% (63.318 ha) wilayah Kabupaten
Cilacap merupakan lahan sawah dan sisanya sebesar 70,17% (150.532)
merupakan lahan kering atau lahan bukan sawah. Secara terperinci
penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha)
Persentase (%)
a.
b.
Lahan Sawah 1) Irigasi Teknis 2) Irigasi ½ Teknis 3) Irigasi Sederhana 4) Irigasi Desa/ Non PU 5) Tadah Hujan Lahan Kering/ Bukan Sawah 1) Pekarangan 2) Tegal/ Kebun 3) Ladang/ Huma 4) Penggembalaan/ Padang
Rumput 5) Sementara tidak diusahakan 6) Ditanami pohon/ Hutan
rakyat 7) Hutan Negara 8) Perkebunan 9) Lain-lain 10) Rawa-rawa 11) Tambak 12) Kolam/ Empang
63.318 37.256 2.629 3.867 2.027
17.499 150.532
3.134 45.797
284 0
148
4.294
42.823 10.153 7.872 3.069
151 607
29,61 17,42
1,23 1,81 0,95 8,18
70,39 1,47
21,42 0,13
0
0,07 2,01
20,02
4,75 3,68 1,44 0,07 0,28
Jumlah total 213.850 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan
lahan di Kabupaten Cilacap meliputi 63.318 ha lahan sawah dan 150.532
ha lahan bukan sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan
lahan di Kabupaten Cilacap lebih besar digunakan sebagai lahan bukan
sawah yaitu sebesar 150.532 ha. Penggunaan lahan bukan sawah paling
besar dimanfaatkan untuk tegal/ kebun yaitu sebesar 45.797 ha.
Penggunaan lahan untuk sawah di Kabupaten Cilacap hanya sebesar
63.318 ha. Sawah irigasi teknis merupakan lahan sawah yang memiliki
luas terbesar di Kabupaten Cilacap 37.256 ha dan sawah tadah hujan
merupakan sawah terluas kedua setelah sawah irigasi teknis dengan luas
17.499 ha. Lahan sawah yang hanya 29,83% dari luas Kabupaten Cilacap
akan mempengaruhi ketersediaan pangan pokok di Kabupaten Cilacap
yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi ketahanan pangan rumah
tangga petani.
Tabel 22. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase
(%) a.
b.
Lahan Sawah 1) Irigasi Teknis 2) Irigasi ½ Teknis 3) Irigasi Sederhana 4) Tadah Hujan Lahan Kering/ Bukan Sawah 1) Pekarangan/ Bangunan 2) Tegal/ Kebun 3) Hutan Negara 4) Perkebunan 5) Lain-lain
3.763,446 2.581,182
228,305 30,474
932,485 4.467,178 2.763,446 1.593,486
281,596 0
215,538
45,72 31,36 2,77 0,37
11,33 54,28 33,58 19,36 3,42 0,00 2,62
Jumlah total 8.230,624 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Dari Tabel 22 dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan
lahan di Kecamatan Kesugihan meliputi 3.763,446 ha lahan sawah dan
4.467,178 ha lahan bukan sawah. Penggunaan lahan bukan sawah paling
besar dimanfaatkan untuk pekarangan/ bangunan yaitu sebesar 2.763,446
ha. Penggunaan lahan untuk sawah di Kecamatan Kesugihan hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
sebesar 3.763,446 ha. Sawah irigasi teknis merupakan lahan sawah yang
memiliki luas terbesar di Kecamatan Kesugihan 2.581,182 ha.
Tabel 23. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Desa Dondong Tahun 2010
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase
(%) a.
b.
Lahan Sawah 1) Irigasi Teknis 2) Irigasi ½ Teknis 3) Tadah Hujan Lahan Kering/ Bukan Sawah 1) Tegal/ Kebun 2) Lain-lain
272 129
75 68
96,133 90,183
5,95
73,89 35,04 20,37 18,47 26,11 24,50 1,62
Jumlah total 368,133 100,00
Sumber: Monografi Desa, 2011
Dari Tabel 23 dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan
lahan di Desa Dondong meliputi 272 ha (73,89%) lahan sawah dan 96,133
ha (26,11%) lahan bukan sawah. Penggunaan lahan bukan sawah paling
besar dimanfaatkan untuk tegal/ kebun yaitu sebesar 90,183ha.
Penggunaan lahan untuk sawah di Desa Dondong sebesar 129 ha meliputi
sawah irigasi teknis yang memiliki luas terbesar di Desa Dondong sebesar
129 ha. Sawah irigasi setengah teknis sebesar 75 ha dan sawah tadah hujan
sebesar 68 ha.
2. Produksi Tanaman Bahan Makanan
Jenis tanaman yang diusahakan di suatu daerah dipengaruhi oleh
faktor alam seperti keadaan tanah, iklim, dan ketinggian tempat, sehingga
jenis tanaman yang diusahakan oleh suatu daerah berbeda-beda dengan
daerah lainnya. Luas panen, produksi dan produktivitas dari tanaman
pangan Kabupaten Cilacap dapat diketahui pada Tabel 24 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Tabel 24. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
No. Jenis Tanaman Luas Panen (ha)
Rata-rata Produksi (ton/ha)
Produksi (ton)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Padi Sawah Padi Gogo Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau
138.261 2.358 5.952 6.844
410 2.865 2.703
317
5,981 5,080 5,724
24,515 12,355
1,432 1,397 1,300
827.418 11.979 34.069
167.781 4.219 1.402 4.049
412
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa terdapat 8 jenis bahan
makanan utama yang dibudidayakan petani di Kabupaten Cilacap yaitu
padi sawah, padi gogo, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kedelai,
kacang tanah dan kacang hijau. Produksi padi sawah merupakan produksi
tanaman pangan terbesar yaitu 827.418 ton, dengan rata-rata produksi per
ha sebesar 5,981 ton dan luas panen 138.261 ha. Besarnya produksi padi
sawah disebabkan oleh masih dijadikannya beras sebagai makanan pokok
hampir seluruh penduduk di Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap
memiliki potensi pertanian yang mampu menghasilkan tanaman pangan
lainnya, hal ini dapat dijadikan pertimbangan dalam mendukung
penerapan diversifikasi pangan.
Tabel 25. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010
No. Jenis Tanaman Luas Panen
(ha)
Rata-rata Produksi (ton/ha)
Produksi (ton)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Padi Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kedelai
6.276 251 276
34 80 90
6,55 4
19,35 7,53 3,00 1,50
41.081 1.004 5.340
256 240 135
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa terdapat 6 jenis bahan
makanan utama yang dibudidayakan petani di Kecamatan Kesugihan yaitu
padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah dan kedelai.
Produksi padi merupakan produksi tanaman pangan terbesar yaitu 41.081
ton, dengan rata-rata produksi per ha sebesar 6,55 ton dan luas panen
6.276 ha. Disusul oleh produksi ketela pohon yaitu dengan produksi
sebesar 5.340 ton. Sedangkan produksi tanaman pangan terkecil adalah
produksi kedelai yaitu sebesar 135 ton.
D. Keadaan Perekonomian
Keadaan perekonomian akan berkembang apabila ditunjang oleh
beberapa aspek, diantaranya sarana perekonomian, sarana perhubungan dan
transportasi. Pada Tabel 26 dapat dilihat sarana perekonomian yang ada di
Kabupaten Cilacap.
Tabel 26. Sarana Perekonomian di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
No. Jenis Sarana Perekonomian Jumlah 1. 2. 3.
Pasar Perusahaan Koperasi
199 2.563
488
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Tabel 28. Sarana Perekonomian di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010
No. Jenis Sarana Perekonomian Jumlah 1. 2. 3.
Pasar Toko/ Kios/ Warung Koperasi
8 1007
6
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Berdasarkan Tabel 26 terlihat bahwa sarana perekonomian yang terdapat
di Kabupaten Cilacap sudah memadai sehingga masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan mudah. Hal ini terlihat dengan adanya pasar
sebanyak 199 buah yang terdiri dari 2 departement store, 82 pasar swalayan,
30 pasar umum, 2 pasar hewan, 1 pasar ikan dan sisanya pasar lain-lain.
Dengan adanya pasar di Kabupaten Cilacap maka kegiatan jual beli dapat
dengan mudah dilakukan. Dimana produsen dapat bertemu dengan konsumen
untuk melakukan transaksi, sehingga produsen dapat menjual produksinya dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
kebutuhan konsumen dapat terpenuhi. Jumlah Perusahaan di Kabupaten
Cilacap tercatat sebanyak 2.563 buah. Koperasi yang masih bertahan dan terus
berkembang juga terhitung masih banyak yaitu sebanyak 488 unit.
Sedangkan di Kecamatan Kesugihan sendiri terdapat 8 pasar yang
tersebar di berbagai desa. Sebanyak 1007 toko/ kios/ warung yang
mempermudah penduduk untuk mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari.
Serta masih terdapat 6 koperasi yang bertahan.
Selain sarana perekonomian di atas, terdapat juga sarana perhubungan
sebagai penunjang dalam kegiatan perekonomian. Berikut ini merupakan
sarana perhubungan kendaraan bermotor di Kabupaten Cilacap:
Tabel 28. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
No. Jenis Sarana Perhubungan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5.
Sepeda Motor Mobil Pribadi Mobil Penumpang Umum Bus Umum Truk
258.397 13.784
581 400
8313
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Tabel 29. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010
No. Jenis Sarana Perhubungan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5.
Sepeda Motor Mobil Pribadi Mobil Dinas Bus Umum Truk
3.942 207
2 12 99
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Berdasarkan Tabel 28 dapat dilihat bahwa jenis sarana perhubungan
yang terbanyak di Kabupaten Cilacap adalah sepeda motor yaitu sebanyak
258.397 unit. Pada Tabel 29 memperlihatkan sarana transportasi di Kecamatan
Kesugihan, jenis sarana perhubungan yang terbanyak di Kecamatan
Kesugihan adalah sepeda motor yaitu sebanyak 3.942 unit.
Dengan banyaknya kendaraan maka masyarakat akan lebih mudah
dalam melakukan mobilitas. Dimana mobilitas penduduk tidak hanya
dilakukan dengan kendaraan pribadi tetapi juga dengan kendaraan umum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
ada. Selain itu, untuk mempermudah mobilitas maka diperlukan adanya sarana
yang lain, yaitu tersedianya jalan.
Pada Tabel 30 menunjukkan panjang jalan dan kondisi jalan di
Kabupaten Cilacap.
Tabel 30. Panjang Jalan Menurut Keadaan dan Status Jalan di Kabupaten Cilacap Tahun 2010
No. Jenis Sarana Perhubungan Panjang Jalan (km)
Persentase (%)
1. 2.
Jenis Permukaan Aspal Kerikil Tanah Tidak Dirinci Jumlah Kondisi Jalan Baik Sedang Rusak Rusak Berat Jumlah
1.492,87
0 0 0
1.492,87
561,51 441,44 215,40 274,41
1.492,87
100,00
0,00 0,00 0,00
100,00
37,62 29,57 14,43 18,38
100,00
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Tabel 31. Panjang Jalan Menurut Keadaan Jalan di Kecamatan Kesugihan Tahun 2010
Jenis Permukaan Panjang Jalan (km) Persentase (%) Aspal Diperkeras Tanah Jumlah
119 91
182 392
30,36 23,21 46,43
100,00
Sumber : BPS Kabupaten Cilacap, 2011
Dari Tabel 30 dapat dilihat bahwa sarana perhubungan di Kabupaten
Cilacap dapat dikatakan sangat baik, apabila dilihat dari jenis permukaan jalan
yang seluruhnya sudah berupa aspal menunjukkan bahwa sarana perhubungan
di Kabupaten Cilacap semakin lancar. Begitu pula dengan kondisi jalan yang
sebagian besar sudah dapat dikatakan baik dan sedang. Sehingga dengan
makin lancarnya sarana perhubungan di Kabupaten Cilacap maka masyarakat
akan lebih mudah melakukan mobilitas dalam melakukan kegiatan
perekonomian. Namun menurut Tabel 31 di Kecamatan Kesugihan sendiri
kondisi jalan dengan permukaan tanah masih sebesar 46,43 % atau sepanjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
182 km. Hal ini menunjukkan belum meratanya pembangunan sarana
perhubungan di Kabupaten Cilacap.
Keadaan sarana perekonomian yang memadai akan berpengaruh
terhadap lancarnya distribusi pangan dan ketersediaan pangan di setiap
wilayah. Apabila pangan dapat terdistribusi dengan baik, maka rumah tangga
sebagai konsumen akan mampu mengakses pangan dengan mudah sehingga
ketersediaan pangan rumah tangga akan terjamin dan terciptalah ketahanan
pangan rumah tangga maupun individu.
E. Kondisi Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan
seseorang akan pangannya. Ketersediaan pangan suatu wilayah dapat menjadi
indikator dalam mengetahui ketahanan pangan wilayah tersebut. Keadaan
pangan di wilayah Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada Tabel 32 :
Tabel 32. Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan di Kabupaten Cilacap tahun 2010
Komoditas Ketersediaan (kg)
Kebutuhan (kg)
Surplus/minus (kg)
Beras 483.473.680 172.797.637 310.676.043,20 Jagung 26.912.800 30.719.166 - 3.806.366,40 Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
6.228.040 2.665.900
880.200 156.331.150
3.160.080
19.722.784 6.251.750 2.046.704
104.754.032 11.908.096
- 13.494.744,00 - 3.595.850,40 - 1.166.504,00 51.577.118,00 - 8.748.016,00
Sumber : Badan Pelaksana Penyuluh dan Ketahanan Pangan Kabupaten Cilacap, 2011
Dari Tabel 32, dapat diketahui bahwa untuk beras dan ubi kayu tersedia
penuh dan mengalami surplus. Sedangkan untuk tanaman pangan jagung,
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar mengalami minus.
Ketersediaan pangan diatas hanya berdasarkan produksi dalam wilayah, dan
tidak termasuk impor dari luar wilayah. Tersedianya pangan dalam jumlah
yang cukup menjadi faktor utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan,
sehingga ketahanan pangan dapat terpenuhi. Kekurangan ketersediaan pangan
dapat diatasi dengan impor atau membeli dari luar daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis hubungan antara
pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan gizi rumah
tangga petani di Kabupaten Cilacap, maka dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap sebesar
Rp 2.311.250,00, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani sebesar Rp
1.446.250,00 (62,57%) dan pendapatan dari luar usahatani sebesar Rp
865.000,00 (37,43%). Besarnya rata-rata pengeluaran untuk pangan
adalah Rp 714.635,63 per bulan dan pengeluaran non pangan sebesar Rp
494.146,90 per bulan.
2. Besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran
total adalah 59,12%, yang artinya pengeluaran konsumsi pangan masih
mengambil sebagian besar bagian dari pengeluaran rumah tangga petani.
3. Rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten
Cilacap adalah 1.795,83 kkal/orang/hari dan 53,97 gram/orang/hari. Rata-
rata tingkat konsumsi energinya sebesar 86,04% dan tingkat konsumsi
proteinnya sebesar 98,54% sehingga keduanya termasuk dalam kategori
sedang.
4. Hubungan antara Pendapatan dengan Proporsi Pengeluaran Pangan,
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP)
a. Pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan mempunyai
hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi untuk pendapatan
dengan proporsi pengeluaran pangan adalah –0,527 yang
menunjukkan hubungan sedang. Nilai koefisen korelasi bernilai
negatif menunjukkan bahwa hubungan antara pendapatan dengan
proporsi pengeluaran pangan adalah berlawanan, artinya jika
pendapatan tinggi, maka proporsi pengeluaran pangan rendah atau
sebaliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
b. Pendapatan dengan tingkat konsumsi energi (TKE) tidak mempunyai
hubungan yang signifikan.
c. Pendapatan dengan tingkat konsumsi protein (TKP) tidak mempunyai
hubungan yang signifikan.
5. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani berdasarkan tingkatannya
adalah tahan pangan sebesar 30,00%, rentan pangan 50,00%, kurang
pangan 13,33%, dan 6,67% termasuk dalam kondisi rawan pangan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis
hubungan antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan dan
kecukupan gizi rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap, maka saran yang
dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengatasi rata-rata TKE dan TKP responden yang masih di bawah
angka kecukupan energi dan protein maka hendaknya perlu
penganekaragaman pangan berbasis potensi lokal seperti umbi-umbian.
Mengingat komoditas lokal seperti ubi kayu di wilayah Kabupaten
Cilacap berpotensi sebagai pangan sumber energi selain beras.
2. Mempertahankan pendapatan rumah tangga yang rata-rata sudah
termasuk tinggi, dapat dilakukan dengan mengoptimalkan intensifikasi
pertanian seperti meningkatkan produktivitas usahatani oleh karena itu
perlu didampingi oleh tenaga penyuluh lapangan agar petani dapat
berkonsultasi mengenai kegiatan usahataninya. Selain itu dapat ditunjang
dari pendapatan luar usaha tani antara lain pemberdayaan ibu rumah
tangga untuk membuka usaha seperti warung, menjahit, membuat kue,
dan lain-lain. Oleh karena itu perlu adanya pelatihan dan pengembangan
UMKM dari pemerintah.
3. Pemerintah juga perlu meningkatkan pengetahuan tentang gizi kepada
masyarakat melalui kegiatan penyuluhan yang bekerja sama dengan
petugas kesehatan di puskesmas atau bidan desa mengenai kecukupan
gizi dan pengaruhnya terhadap kesehatan.