i
ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA
BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI
FADJRI MAARIF
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
i
ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA
BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
FADJRI MAARIF
11160950000006
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
ii
ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA
BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
FADJRI MAARIF
11160950000006
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. Priyanti, M.Si.
NIP. 19750526 200012 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Priyanti, M.Si.
NIP. 19750526 200012 2 001
Pembimbing II
Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc.
NIP. 19710605 200003 2 005
iii
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud.
NIP. 19690404 200501 2 005
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan
Karakter Morfologi” yang ditulis oleh Fadjri Maarif, NIM. 11160950000006 telah
diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Mei 2020.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui,
Mengetahui,
Penguji II
Dr. Agus Salim, M.Si.
NIP. 19720816 199903 1 003
Penguji I
Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si.
NIP. 19720322 200212 2 002
Pembimbing I
Dr. Priyanti, M.Si.
NIP. 19750526 200012 2 001
Pembimbing II
Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc.
NIP. 19710605 200003 2 005
Ketua Program Studi Biologi
Dr. Priyanti, M.Si.
NIP. 19750526 200012 2 001
iv
v
ABSTRAK
Fadjri Maarif. Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan
Karakter Morfologi. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan
Teknologi. 2020. Dibimbing oleh Priyanti dan Himmah Rustiami.
Korthalsia (Blume) merupakan marga dari anak suku Calamoideae (rotan) dan
suku Arecaceae. Korthalsia tersebar luas dari Kawasan Indocina hingga Asia
Tenggara, antara lain Borneo, Jawa, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Sulawesi.
Penelitian ini dilakukan guna memperoleh karakter kunci secara morfologi dari
marga Korthalsia, hubungan kekerabatan, dan persebarannya di Sumatera.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif terhadap karakter morfologi
Korthalsia yang dikoleksi dari Sumatera. Spesimen herbarium yang diamati
sebanyak 85 nomor koleksi yang disimpan di Herbarium Bogoriense (BO).
Sebanyak 30 karakter morfologi diamati pada bagian daun, batang, bunga, dan
buahnya. Skoring dilakukan dengan pendekatan multinomial. Analisis dilakukan
menggunakan aplikasi NTSys PC 2.02 dengan metode SimQual dan SAHN.
Pemetaan persebaran dilakukan menggunakan aplikasi ArcGIS 10.5 dengan
bantuan Google Maps untuk mendapatkan titik koordinat. Hasil identifikasi
terhadap 85 nomor koleksi didapatkan 9 jenis Korthalsia di Sumatera yang dapat
dibedakan berdasarkan tipe okrea, yaitu memeluk batang, menggembung, dan
memanjang menjauhi batang dengan tepi menggulung. Karakter morfologi
Korthalsia spp. di Sumatera memiliki variasi bentuk, susunan, dan ukurannya.
Dendrogram hubungan kekerabatan menunjukkan terdapat 2 kelompok yang terdiri
dari masing-masing 4 dan 5 jenis. Koefisien tertinggi dengan nilai 0,93 yang
memiliki hubungan kekerabatan paling dekat adalah K. hispida dan K. robusta.
Hasil pemetaan persebaran menunjukkan bahwa Korthalsia terdistribusi di seluruh
kawasan di Pulau Sumatera dengan jumlah jenis yang bervariasi antara 2 hingga 6
jenis. Tingkat keanekaragaman Korthalsia paling tinggi terdapat di kawasan
Sumatera Selatan sebanyak 6 jenis. Data dasar tentang keanekaragaman jenis
Korthalsia di Sumatera diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan upaya
pelestariannya.
Kata kunci: Calamoideae, Fenetik, Korthalsia, Morfologi, Sumatera
vi
ABSTRACT
Fadjri Maarif. Phenetic Analysis of Korthalsia spp. in Sumatra Based on
Morphological Character. Undergraduate Thesis. Department of Biology.
Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic
University Jakarta. 2020. Advised by Priyanti and Himmah Rustiami.
Korthalsia (Blume) is a genus from sub-family Calamoideae (rattan), family
Arecaceae. Korthalsia is widely spread from Indochina to Southeast Asia,
including Borneo, Jawa, Malay Peninsula, Sumatra, and Sulawesi. This research
was conducted to obtain key morphological characters from the genus Korthalsia,
their relationship, also distribution in Sumatra. This research uses descriptive
method of Korthalsia morphological characters collected from Sumatra. There are
85 Korthalsia dried herbarium collection numbers deposited at the Bogoriense
Herbarium (BO). There are 30 morphological characters observed in the leaves,
stems, flowers, and fruit. Scoring is analyzed with a multinomial approach.
Analysis was performed using the NTSys PC 2.02 application with SimQual and
SAHN methods. Distribution map is performed using the ArcGIS 10.5 application
with the help of Google Maps to get the coordinates. The results of identification
of 85 collection numbers obtained 9 species of Korthalsia in Sumatra can be
distinguished by type of ocrea, namely hugging the stem, bulging, and extending
away from the stem with a curled edge. Morphological characters of Korthalsia spp.
in Sumatra has a variety of shapes, arrangements, and sizes. Dendrogram
relationship shows that there are 2 groups consisting of 4 and 5 species. The highest
coefficient with a value of 0.93 that has the closest relationship is K. hispida and K.
robusta. Distribution map shows that Korthalsia is distributed throughout the
region on the island of Sumatra with a number of species that vary between 2 to 6
species. The highest level of Korthalsia diversity is found in the South Sumatra
with 6 species. Basic data on the diversity of species of Korthalsia in Sumatra are
expected to be used for the development of conservation.
Keywords: Calamoideae, Korthalsia, Morphology, Phenetic, Sumatra
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah
memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan Karakter
Morfologi” dalam rangka Tugas Akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dari banyak pihak
yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Penulis berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai Dosen Pembimbing I.
3. Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc. selaku Peneliti Pusat Penelitian Biologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan sebagai Dosen Pembimbing II.
4. Narti Fitriana, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Dasumiati, M.Si. dan Ardian Khairiah, M.Si. selaku Dosen Penguji
Seminar Proposal dan Hasil Penelitian.
6. Kepala Pusat Penelitian Biologi - LIPI dan Kepala Herbarium Bogoriense
(BO), Bidang Botani beserta para staf.
7. Keluarga dan pihak yang terlibat membantu penulis dalam penyusunan skripsi.
Penulis menyadari tulisan ini belum sempurna, oleh karena itu Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan tulisan ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Mei 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3. Tujuan ........................................................................................ 3
1.4. Manfaat ...................................................................................... 3
1.5. Kerangka Berfikir ...................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
2.1. Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Fenetik ............ 5
2.2. Marga Korthalsia ....................................................................... 7
2.3. Ayat Al-Qur’an tentang Variasi Morfologi Tumbuhan .............. 8
2.4. Rotan .......................................................................................... 9
2.5. Morfologi Rotan ........................................................................ 11
2.6. Persebaran Rotan ....................................................................... 13
2.7. Pemanfaatan Rotan .................................................................... 15
2.8. Herbarium .................................................................................. 16
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 19
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 19
3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 19
3.3. Prosedur Kerja ........................................................................... 19
3.4. Analisis Data .............................................................................. 23
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 24
4.1. Morfologi Korthalsia spp. ......................................................... 24
4.2. Kunci Identifikasi dan Deskripsi Jenis Korthalsia spp. ............. 27
4.3. Hubungan Kekerabatan antar Jenis Korthalsia spp. .................. 45
4.4. Persebaran Korthalsia spp. di Sumatera .................................... 48
4.5. Habitat Korthalsia spp. .............................................................. 50
ix
BAB V. PENUTUP ...................................................................................... 52
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 52
5.2. Saran .......................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53
LAMPIRAN ................................................................................................. 58
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ....................................................... 4
Gambar 2. Contoh dendrogram hubungan kekerabatan fenetik ..................... 6
Gambar 3. Habitus rotan ................................................................................ 10
Gambar 4. Morfologi okrea ........................................................................... 12
Gambar 5. Morfologi anak daun Korthalsia .................................................. 13
Gambar 6. Herbarium kering Korthalsia ....................................................... 17
Gambar 7. Informasi lokasi dan titik koordinat herbarium Korthalsia .......... 21
Gambar 8. Tipe okrea Korthalsia spp. di Sumatera ....................................... 25
Gambar 9. Bentuk anak daun Korthalsia spp. ............................................... 26
Gambar 10. Bentuk perbungaan Korthalsia spp. ........................................... 26
Gambar 11. Bentuk buah Korthalsia spp. ...................................................... 27
Gambar 12. Spesimen herbarium Korthalsia debilis (BO) ........................... 29
Gambar 13. Spesimen herbarium Korthalsia echinometra (BO) .................. 31
Gambar 14. Spesimen herbarium Korthalsia flagellaris (BO) ...................... 33
Gambar 15. Perbedaan morfologi anak daun Korthalsia flagellaris ........ 34
Gambar 16. Spesimen herbarium Korthalsia hispida (BO) ........................... 35
Gambar 17. Spesimen herbarium Korthalsia laciniosa (BO) ........................ 37
Gambar 18. Spesimen herbarium Korthalsia paucijuga (BO) ....................... 38
Gambar 19. Spesimen herbarium Korthalsia rigida (BO) ............................. 40
Gambar 20. Spesimen herbarium Korthalsia robusta (BO) .......................... 42
Gambar 21. Spesimen herbarium Korthalsia rostrata (BO) .......................... 44
Gambar 22. Dendrogram kekerabatan Korthalsia spp. di Sumatera secara
fenetik ........................................................................................................... 45
Gambar 23. Peta persebaran Korthalsia spp. di Sumatera ........................... 49
Gambar 24. Koleksi Korthalsia di Kebun Raya Bogor .................................. 51
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Marga rotan dan persebarannya ....................................................... 14
Tabel 2. Koleksi herbarium Korthalsia dari Sumatera (BO) .......................... 20
Tabel 3. Parameter karakter morfologi dan skoring spesimen Korthalsia ..... 22
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tabel jumlah nomor koleksi dan lembar herbarium Korthalsia
spp. di Sumatera ............................................................................................ 58
Lampiran 2. Lokasi dan titik koordinat spesimen herbarium Korthalsia spp.
di Sumatera ................................................................................................... 61
Lampiran 3. Data karakterisasi morfologi Korthalsia spp. di Sumatera ...... 64
Lampiran 4. Matriks skoring Korthalsia spp. di Sumatera ............................ 69
Lampiran 5. Proses analisis data NTSys pc versi 2.0 ..................................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kawasan Malesia sebagai kawasan fitogeografi terbagi menjadi sembilan
wilayah, yaitu Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Borneo
(Kalimantan, Sarawak, Brunei, dan Sabah), Sunda Kecil (Bali, Lombok, Sumbawa,
Flores, Sumba, dan Timor), Maluku, Filipina, dan Nugini (Papua, Papua Nugini,
dan Kepulauan Bismarck) (Kalima & Rustiami, 2018). Indonesia termasuk negara
kawasan fitogeografi Malesia bersama dengan negara-negara lainnya, seperti
Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Papua Nugini, dan Timor Leste
(Kalima & Rustiami, 2018).
Tingkat keanekaragaman tumbuhan Angiospermae di Indonesia khususnya
Sumatera diperkirakan 8.391 jenis dan 1.891 jenis di antaranya merupakan endemik
(Widjaja et al., 2014). Tingkat keanekaragaman tumbuhan yang tinggi di Sumatera
dimanfaatkan oleh penduduk untuk kebutuhan sandang, pangan, dan papan
(Widjaja et al., 2014). Salah satu jenis yang memiliki keanekaragaman yang tinggi
serta banyak dimanfaatkan oleh penduduk adalah rotan.
Rotan (Calamoideae) merupakan anak suku dari suku Arecaceae atau palem
yang merambat pada tumbuhan lain di sekitarnya (Rotinsulu, Suprayogo, Guritno,
& Hairiah, 2013). Rotan menjadi salah satu hasil hutan bukan kayu yang banyak
dimanfaatkan dan memiliki nilai komersial (Hidayat, Yoza, & Budiani, 2017).
Rotan banyak ditemukan di beberapa pulau di Indonesia, antara lain Kalimantan,
Sulawesi, dan Sumatera (Widjaja et al., 2014). Sekitar 516 jenis rotan yang terdapat
di Asia Tenggara berasal dari 7 marga, yaitu Calamus, Calospatha, Ceratolobus,
Daemonorops, Korthalsia, Plectocomia, dan Plectocomiopsis (Herliyana, 2009).
Karakter setiap jenis rotan dikelompokkan berdasarkan persamaan ciri-ciri
morfologi bagian tubuhnya, antara lain batang, daun, bunga, dan buah (Telu, 2006).
Proses identifikasi dan klasifikasi tumbuhan untuk dikelompokkan ke dalam
jenis tertentu diperlukan studi morfologi (Tjitrosoepomo, 2004). Parameter
hubungan kekerabatan antar jenis dapat ditentukan melalui persamaan karakter
morfologi yang terdapat pada jenis tumbuhan, hubungan kekerabatan ini disebut
2
fenetik. Klasifikasi yang berdasarkan kesamaan karakter dari beberapa individu
dihasilkan dari analisis fenetik (Agustina, Widodo, & Hidayah, 2014)
Dransfield (1980) dalam penelitiannya yang berjudul sinopsis marga
Korthalsia, menyatakan bahwa morfologi Korthalsia spp. dapat diamati di
beberapa herbaria, di antaranya Herbarium Bogoriense (BO), Meise Botanical
Garden Herbarium (BR), Herbarium Universitatis Florentinae (FI), Herbarium
Kewense (K), Kepong (KEP), Leiden Herbarium (L), Philippine National
Herbarium (PNH), Sandakan (SAN), Kuching (SAR), dan The Singapore Botanic
Gardens Herbarium (SING). Penelitian tersebut mendeskripsikan karakter
morfologi setiap jenis Korthalsia spp. yang dikoleksi dari berbagai wilayah di dunia.
Karakter morfologi setiap jenis Korthalsia spp. diamati berdasarkan spesimen
herbarium kering. Penelitian tersebut menjelaskan kondisi spesimen herbarium
kering yang diamatinya serta sejarah evolusi marga Korthalsia. Kebaruan
penelitian ini adalah dianalisisnya hubungan kekerabatan beberapa jenis Korthalsia
spp. di Sumatera berdasarkan karakter morfologi dan dendrogram hubungan
kekerabatannya. Selain itu, penelitian ini juga melakukan pemetaan persebaran
marga Korthalsia di Sumatera.
Tingginya tingkat keanekaragaman rotan kawasan Asia banyak didominasi
oleh jenis-jenis dari Asia Tenggara dengan keanekaragaman rotan tertinggi di
Indonesia, salah satunya adalah rotan marga Korthalsia. Penelitian fenetik marga
Korthalsia di Indonesia belum pernah dilakukan dan dipublikasikan sehingga
penelitian mengenai fenetik marga Korthalsia di Indonesia khususnya Sumatera
merupakan penelitian awal. Penelitian ini menggunakan spesimen herbarium
kering yang disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) sebagai objek pengamatan.
Koleksi Korthalsia dari Sumatera di BO dinyatakan sudah lengkap dibanding
koleksi Korthalsia dari pulau lain sehingga penelitian ini dapat dilakukan.
Penelitian ini dilakukan guna menghasilkan kunci identifikasi, deskripsi jenis,
hubungan kekerabatan secara fenetik, persebaran, serta informasi dasar mengenai
habitat dan konservasi ex-situ. Penelitian dasar mengenai Korthalsia perlu
dilakukan untuk menyediakan informasi dasar yang diperlukan dalam upaya
meningkatkan kelestarian, pemanfaatan, dan konservasinya sehingga masyarakat
dapat mengetahui informasi jenis-jenis rotan dan potensinya.
3
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Apa saja karakter morfologi yang dapat membedakan antar jenis dalam marga
Korthalsia di Sumatera?
2. Bagaimana hubungan kekerabatan antar jenis Korthalsia spp. di Sumatera
secara fenetik?
3. Bagaimana persebaran Korthalsia spp. di Sumatera?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Memperoleh karakter kunci secara morfologi dari marga Korthalsia di
Sumatera untuk keperluan identifikasi jenis.
2. Mengonstruksi dendrogram hubungan kekerabatan marga Korthalsia di
Sumatera secara fenetik.
3. Mengetahui persebaran Korthalsia di Sumatera serta memvisualisasikannya
dalam peta persebaran Korthalsia di Sumatera.
1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa
data-data jenis Korthalsia yang terdapat di Sumatera. Kegiatan inventarisasi data
dan informasi jenis rotan perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat sehingga diketahui potensi jenis rotan yang bernilai tinggi. Selain
inventarisasi data, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
umum persebaran Korthalsia di Sumatera sehingga dapat digunakan sebagai
referensi untuk kajian lebih lanjut.
4
1.5. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini adalah
sebagai berikut (Gambar 1).
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian Analisis Fenetik Korthalsia spp. di
Sumatera Berdasarkan Karakter Morfologi
Indonesia memiliki tingkat
keanekaragaman flora yang tinggi.
Sumatera sebagai kawasan fitogeografi
memiliki keanekaragaman
flora endemik dan potensial seperti
rotan.
Rotan banyak ditemukan dengan variasi jenis yang
tinggi.
Belum ada penelitian karakterisasi
morfologi dan fenetik rotan jenis
Korthalsia di Indonesia.
Dilakukan studi morfologi rotan jenis
Korthalsia di Sumatera sebagai penelitian awal.
Pegamatan dilakukan
menggunakan spesimen herbarium kering Korthalsia
dari Sumatera yang disimpa di BO.
Parameter pengamatan dalam
penelitian ini adalah morfologi Korthalsia
serta informasi lainnya seperti persebaran dan
habitat.
Tabulasi data karakter morfologi dianalisis hubungan
kekerabatannya.
Inventarisasi data, informasi karakter
morfologi, dendrogram hubungan
kekerabatan, dan persebaran
Korthalsia spp. di Sumatera.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Fenetik
Kekerabatan dalam sistematika tumbuhan dapat diartikan sebagai pola atau
hubungan yang didasarkan pada kesamaan ciri atau karakter di antara beberapa
jenis tumbuhan sehingga dapat diklasifikasikan berdasarkan karakter tersebut.
Berdasarkan jenis data yang digunakan untuk menentukan jauh dekatnya
kekerabatan antara dua kelompok tumbuhan, kekerabatan dapat dibedakan atas
kekerabatan fenetik dan kekerabatan filogenetik (filetik). Kekerabatan fenetik
didasarkan pada persamaan sifat-sifat yang dimiliki masing-masing kelompok
tumbuhan tanpa memperhatikan sejarah keturunannya sedangkan kekerabatan
filogenetik didasarkan pada asumsi-asumsi evolusi sebagai acuan utama (Arrijani,
2003).
Hubungan kekerabatan tumbuhan ini dilakukan oleh berbagai ahli dikaji
melalui berbagai pendekatan (Hasanuddin & Fitriana, 2014). Sejalan dengan
perkembangan, pendekatan ini semakin diperbarui, yaitu berdasarkan pada
pendekatan kladistik, pendekatan klasifikasi evolusi dan pendekatan fenetik.
Penentuan hubungan kekerabatan fenetik secara kualitatif ditentukan dengan cara
membandingkan persamaan dan perbedaan ciri yang dimiliki oleh masing-masing
takson: dengan menggunakan sejumlah persamaan karakter morfologi, anatomi,
embriologi, palinologi, sitologi, kimia, biologi reproduksi, ekologi dan fisiologi
(Hasanuddin & Fitriana, 2014). Karakterisasi sifat morfologi merupakan cara
determinasi yang paling akurat untuk menilai sifat agronomi dan klasifikasi
taksonomi tumbuhan (Karsinah, Sudarsono, Setyobudi, & Aswidinnoor, 2002).
Analisis kekerabatan dapat dilakukan dengan pendekatan fenetik, yaitu
pengelompokan organisme berdasarkan kesamaan karakter fenotip (morfologi,
anatomi, embriologi, dan fitokimia) (Terry, 2000). Hasil dari analisis fenetik berupa
dendrogram yang merupakan klasifikasi jenis berdasarkan persamaan karakter
morfologi. Semakin erat kemiripan antar jenis, semakin dekat garis persamaan yang
dimiliki.
6
Data matriks hasil karakterisasi dapat dianalisis menggunakan aplikasi
Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System (NTSys-pc) versi 2.0
dengan metode pengelompokan Unweighted Pair Group Method with Arithmetic
Mean (UPGMA). Metode UPGMA mengasumsikan sebuah perhitungan skor
indeks kemiripan yang didefinisikan sebagai jumlah total dari jumlah skor karakter
yang identik antara dua jenis (Dharmayanti, 2011).
Keanekaragaman jenis rotan di Indonesia sangat tinggi, akan tetapi penelitian
mengenai karakterisasi morfologi dan studi hubungan kekerabatan rotan belum
banyak dilakukan. Salah satu penelitian mengenai karakterisasi morfologi rotan
dilakukan oleh (Rustiami, Mogea, & Tjitrosoedirdjo, 2011). Penelitian tersebut
mengkarakterisasi dan merevisi rotan marga Daemonorops di Sulawesi
menggunakan analisis fenetik. Penelitian lainnya dilakukan oleh Syam,
Chikmawati, & Rustiami, (2016) yang melakukan studi fenetik pada Calamus
flabellatus kompleks di Malesia Barat. Hasil dari penelitian tersebut adalah
dendrogram hubungan kekerabatan Calamus flabellatus kompleks di Malesia Barat.
Dendrogram tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Contoh dendrogram hubungan kekerabatan fenetik (Syam et al., 2016).
Jenis rotan di Indonesia tercatat sekitar 332 jenis, di antaranya 204 jenis dari
marga Calamus, 86 jenis dari marga Daemonorops, 25 jenis dari marga Korthalsia,
7 jenis dari marga Ceratolobus, 4 jenis dari marga Plectocomia, 4 jenis dari marga
7
Plectocomiopsis, dan 2 jenis dari marga Myrialepsis (Kusmana & Hikmat, 2015).
Penelitian mengenai marga rotan yang pernah dilakukan, belum ada penelitian dan
publikasi mengenai marga Korthalsia di Sumatera.
2.2. Marga Korthalsia
Korthalsia (Blume, 1843) merupakan marga dari anak suku Calamoideae
(rotan) dan suku Arecaceae yang hidup memanjat pada pohon (Baker, Dransfield,
& Hedderson, 2000). Persebaran Korthalsia sangat luas, meliputi Indocina, Burma,
Pulau Andaman, hingga ke kawasan Asia Tenggara (Sumatera hingga Sulawesi)
(Dransfield, Uhl, Asmussen, Baker, Harley, & Lewis, 2008). Saat ini terdapat 28
jenis Korthalsia di dunia dengan tingkat keanekaragaman Korthalsia paling tinggi
berada di Borneo dengan jumlah 15 jenis, Semenanjung Malaya 9 jenis, dan
Sumatera 9 jenis (Shahimi, Conejero, Prychid, Rudall, Hawkins, & Baker, 2019).
Korthalsia banyak ditemukan di Indochina, Burma, Pulau Andaman, hingga Asia
Tenggara (Dransfield, 1980). Menurut Dransfield et al. (2002), lebih dari 90 persen
rotan terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Marga Korthalsia diketahui pertama kali dalam publikasi Blume (1843),
publikasi selanjutnya mengenai deskripsi karakter morfologi marga Korthalsia oleh
Beccari (1918), dan terakhir oleh Dransfield (1980) mengenai sinopsis marga
Korthalsia. Penelitian taksonomi terkini mengenai Korthalsia telah banyak
dilakukan dengan berbagai pendekatan dan tujuan, di antaranya Matthes, Moog,
Fiala, Werner, Nais, & Maschwitz, (1998) mengkaji hubungan antara K. robusta
dengan serangga. Penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh Shahimi et al. (2019)
menganalisis hubungan antara beberapa jenis Korthalsia dengan semut berdasarkan
variasi karakter okrea.
Marga Korthalsia memiliki karakter yang khas, yaitu bentuk daun belah
ketupat. Marga Korthalsia memiliki okrea dengan berbagai bentuk dan ukuran, di
antaranya okrea yang hanya menutupi sebagian permukaan batang, membengkak,
menutupi seluruh permukaan batang, menempel erat, hingga menggulung. Selain
berbentuk seperti filamen, okrea pada Korthalsia juga sering dijumpai dengan
bentuk seperti jaring atau serabut. Korthalsia memiliki variasi indumentum pada
8
batang dan daunnya. Beberapa jenis pada marga Korthalsia memiliki duri dengan
ukuran yang pendek maupun ukuran yang panjang (Dransfield, 1980).
Korthalsia sering disebut sebagai ant-plants karena adanya simbiosis
mutualisme antara semut dan Korthalsia (Shahimi et al., 2019). Biasanya semut
hidup di dalam okrea batang. Bagian batang yang tertutup okrea memiliki rasa yang
manis sehingga banyak semut yang hidup dalam okrea. Korthalsia memiliki 25
jenis yang tersebar di beberapa wilayah, antara lain Pulau Andaman, Myanmar,
Asia Tenggara, hingga Sulawesi (Dransfield, 2008). Korthalsia juga terdapat di
Burma dan Indocina sebanyak 31 jenis dan 6 jenis di Malaya (Dransfield, 1980).
2.3. Ayat Al-Qur’an tentang Variasi Morfologi Tumbuhan
Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur tumbuhan
berdasarkan karakter morfologi fenetik ataupun anatomi. Morfologi digunakan
sebagai pendekatan untuk mengidentifikasi tumbuhan yang memiliki variasi
karakter pada struktur luar maupun dalam (Tjitrosoepomo, 2004). Tumbuhan
memiliki perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya, umumnya perbedaan
ini terekspresikan melalui bentuk morfologi tumbuhan. Variasi morfologi inilah
yang menjadi dasar identifikasi atau klasifikasi tumbuhan palem (Dransfield et al.,
2008)
Tingkat keanekaragaman tumbuhan dengan variasi morfologinya
merupakan salah satu dari sekian banyak kebesaran Allah SWT agar manusia dapat
menyadari kekuasaan-Nya dan senantiasa mensyukuri nikmat-Nya. Allah SWT
menciptakan tumbuhan dengan berbagai variasi bentuk antara satu dengan yang
lainnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al-An’am ayat 99:
ا ن ج ر خ أ ء ف ي ش ل ات ك ب ه ن ا ب ن ج ر خ أ اء ف اء م م ن الس ل م ز ن ي أ ذ و ال ه و
ة ان ي ان د و ن ا ق ه ع ل ن ط ل م خ ن الن م ا و ب اك ر ت ا م ب ح ه ن ج م ر خ ا ن ر ض ه خ ن م
ى ل وا إ ر ظ ه ان اب ش ت ر م ي غ ا و ه ب ت ش ان م م الر ون و ت ي الز اب و ن ع ن أ ات م ن ج و
نون م ؤ م ي و ق ات ل ي م ل ك ل ن في ذ ه إ ع ن ي ر و م ث ا أ ذ ه إ ر م ث
Artinya:
“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan
air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-
9
tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang
menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-
tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun
dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu
pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
beriman” (QS. Al-An’am 6:99).
Dari ayat di atas, Allah SWT berfirman: Lalu Kami tumbuhkan dengan air
itu segala macam tumbuh-tumbuhan. Ayat ini semakna dengan firman Allah SWT
yang lain, yaitu: Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (Al-Anbiya:
30). Adapun firman Allah SWT: Maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu
tanaman yang menghijau. Artinya, tanaman dan pepohonan yang hijau; sesudah itu
Kami ciptakan padanya biji-bijian dan buah-buahan. Karena itu, dalam firman
selanjutnya disebutkan: Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir
yang banyak. Yakni sebagian darinya bertumpang tindih dengan sebagian yang lain
seperti pada bulir-bulirnya dan lain sebagainya. Dan dari mayang kurma mengurai
tangkai-tangkai. Qinwan adalah bentuk jamak dari qinwun, artinya tangkai
ketandan (mayang) kurma. yang menjulai. Maksudnya, dekat untuk dipetik dan
mudah memetiknya Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Ali ibnu Abu
Talhah Al-Walibi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya:
tangkai-tangkai yang menjulai. Yakni tangkai yang menjulai ke bawah bagi pohon
kurma yang pendek, sehingga mayangnya yang dipenuhi dengan tangkai buah
berada dekat tanah dan mudah dipetik. Sehubungan dengan makna lafal ini, Imru-
ul Qais (seorang penyair Jahiliyyah yang ternama) mengatakan: Pucuk pohonnya
berdiri tegak, akarnya menghujam ke tanah, dan mayangnya yang dipenuhi dengan
tangkai-tangkai menjulai ke bawah, penuh dengan buah kurma yang merah (Al-
Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, 2002).
2.4. Rotan
Rotan (Calamoideae) merupakan salah satu anak suku dari suku Arecaceae
(Palmae). Rotan memiliki morfologi tumbuhan berduri yang hidup memanjat
dengan organ vegetatifnya seperti organ panjat atau sirus. Rotan memiliki ciri buah
10
yang bersisik dan permukaan batangnya licin (Kalima & Setyawati, 2003).
Sebanyak 7 marga rotan di Asia Tenggara, terdiri atas sekitar 600 jenis yang
terdapat di Asia Tenggara. Rotan memiliki berbagai macam bentuk, mulai dari
yang tidak memiliki tangkai hingga jenis rotan yang dapat memanjat tinggi
(Dransfield, 1979). Rotan memiliki karakter morfologi bentuk daun berbentuk
belah ketupat sehingga mudah dikenali oleh masyarakat dan sering digunakan
untuk keperluan sehari-hari (Kusnaedi & Pramudita, 2013). Habitus rotan dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Habitus rotan (Dokumentasi Pribadi, 2020)
Rotan tumbuh di daerah tropis, termasuk Indonesia. Rotan tumbuh subur dan
tersebar di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa,
Sulawesi, dan Irian Jaya (Papua). Rotan tumbuh dengan baik di daerah hutan hujan
tropis, baik hutan primer maupun hutan sekunder (Telu, 2006).
Rotan tumbuh pada kawasan dengan ketinggian 1.500 m dpl. Persebaran
rotan di Asia Tropis berkisar 85%, sisanya tersebar di Australia Utara, Fiji, Afrika
Tropis bagian barat, dan Papua Nugini. Rotan yang tumbuh di dunia diperkirakan
berjumlah sekitar 850 jenis rotan (Dransfield, 1984). Rotan dapat tumbuh pada
kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya 20-50%, kelembaban relatif berkisar
40-60%, curah hujan 2.000 mm/tahun, dan pada ketinggian 0-2.900 m dpl. Rotan
juga dapat tumbuh pada daerah dataran rendah seperti pantai hingga dataran tinggi
seperti daerah pegunungan. Rotan juga mampu hidup dan berkembang pada daerah
dengan kondisi yang lembab seperti pinggiran sungai (Sahwalita, 2014).
11
2.5. Morfologi Rotan
Akar rotan dapat tumbuh ke atas permukaan (apogeotropis) untuk menjalar
sampai permukaan tanah dan ada yang tumbuh ke bawah (geotropis). Akar rotan
memiliki tekstur yang bervariasi. Bagian permukaan kulit akar, teksturnya ada yang
seperti gabus. Variasi tekstur pada akar rotan ini berkaitan dengan fungsinya
sebagai organ yang membantu pernapasan (Kalima & Rustiami, 2018)
Batang rotan memiliki ukuran diameter yang bervariasi setiap jenisnya, ada
yang berbentuk ramping hingga memiliki batang berukuran besar. Batang ramping
memiliki diameter antara 3-6 cm seperti Calamus javensis, sedangkan batang
berukuran besar apabila memiliki diameter hingga 10 cm. Batang rotan memiliki
tinggi hingga 175 m, antara lain C. manan dan memiliki batang yang berukuran
sangat besar dengan diameter lebih dari 20 cm seperti Plectocomia elongata.
Panjang batang rotan dapat tumbuh terus menerus hingga mencapai panjang lebih
dari 200 meter (Dransfield & Manokaran, 1993).
Batang rotan memiliki penampang berbentuk lingkaran dan memiliki flagela
atau sirus (organ panjat) sebagai alat panjat. Posisi organ panjat ditandai oleh suatu
hubungan vertikal pada antar buku dan segaris dengan ketiak daun yang
berseberangan (Witono, Rustiami, Hadiah, & Purnomo, 2013). Rotan P. triquetra
memiliki bentuk penampang batang segitiga. Selain Plectocomiopsis, Eremospatha
juga memiliki bentuk penampang batang segitiga sehingga rotan jenis ini jarang
dimanfaatkan batangnya oleh masyarakat (Kalima & Rustiami, 2018)
Selain morfologi batang, marga dan jenis rotan juga memiliki anatomi batang
yang berbeda. Berdasarkan karakter anatomi batang rotan, kualitas batang suatu
rotan dinilai baik dari susunan serat yang terlihat ketika dilakukan sayatan
melintang dan membujur. Batang rotan dengan kualitas baik memiliki serat yang
mengandung lignin, sedangkan batang rotan tidak berlignin dan jumlah serat yang
sedikit dinilai kurang baik untuk dimanfaatkan sehari-hari (Jasni & Roliadi, 2010).
Okrea adalah bagian mulut pelepah yang memanjang melewati kedudukan
tangkai daun dan menyelubungi pelepah dari daun berikutnya atau ujung pelepah
daun yang memanjang. Okrea berbentuk menyerupai kertas yang menutupi batang,
ada pula yang menggulung rapat, berbentuk seperti jala atau jaring, dan
12
menggelembung. Variasi tipe okrea dapat dilihat pada Gambar 4 (Kalima &
Rustiami, 2018).
Gambar 4. Morfologi okrea A. Tipe okrea menempel erat pada batang; B. Tipe
okrea menggembung; C. Tipe okrea memanjang dan menggulung
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Rotan memiliki daun majemuk. Daun rotan terdiri atas organ panjat, pelepah
daun, rakis, okrea, lutut, dan tangkai daun. Pelepah daun berada pada buku atau
ruas dan menutupi ruas batang. Ujung pelepah daun menyempit sehingga menjadi
tangkai daun dan rakis daun, tangkai dan rakis inilah yang menjadi tempat
duduknya helaian anak daun. Tangkai daun bervariasi ukurannya, dari yang
panjang hingga yang pendek (Kalima & Rustiami, 2018).
Pelepah daun pada rotan memiliki duri yang padat dan banyak, tetapi ada juga
yang berduri sedikit bahkan tidak berduri sama sekali. Pelepah daun tidak hanya
dilapisi oleh duri, tetapi juga terdapat ragam bulu, sisik, atau lapisan lilin. Ujung
tempat pelepah daun disebut sebagai mulut pelepah daun (Kalima & Rustiami,
2018).
Tangkai daun umumnya memiliki duri dan panjang yang bervariasi
tergantung jenisnya. Pada ujung tangkai daun terdapat rakis yang merupakan
tempat anak daun. Tangkai daun pada rotan dapat dijadikan kunci identifikasi untuk
menentukan jenis rotan berdasarkan karakter morfologi (Kalima & Rustiami, 2018).
Anak daun pada rotan memiliki susunan yang bervariasi dalam jumlah,
bentuk, dan polanya. Pertumbuhan anak daun ada yang berakhir pada ujung rakis,
ada pula yang rakisnya tetap tumbuh memanjang sebagai organ panjat yang disebut
sirus. Pola susunan daun rotan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis rotan
secara vegetatif. Anak daun pada rotan umumnya menyirip teratur. anak daun pada
A B C
13
tumbuhan rotan bervariasi, dapat berbentuk jorong dengan tepi anak daun rata, pita,
belah ketupat dengan tepi anak daun tidak rata, belah ketupat dengan tepi anak daun
rata, dan lanset dengan tepi anak daun rata. Bentuk anak daun dapat dilihat pada
Gambar 5 (Kalima & Rustiami, 2018).
Gambar 5. Morfologi anak daun Korthalsia (Dokumentasi Pribadi, 2020)
Rotan biasanya hidup merambat dan memanjat menggunakan organ
panjatnya. Organ panjat pada rotan dapat berupa sirus atau kucir. Organ ini
memiliki panjang hingga 50 cm dan berfungsi untuk mengaitkan batang rotan pada
tegakan pohon inang (Dransfield & Manokaran, 1993). Sirus merupakan modifikasi
anak daun yang tumbuh melampaui ujung daun dan dilengkapi dengan duri, duri
ini berfungsi seperti mata kail untuk mengaitkan pada tegakan pohon. Flagela
merupakan perbungaan rotan yang bersifat steril dan tumbuh pada pelepah daun di
dekat lutut batang rotan (Kalima & Rustiami, 2018)
2.6. Persebaran Rotan
Rotan memiliki 600 jenis yang terbagi ke dalam 13 marga, di antaranya
terdapat pada daerah tropis. Marga rotan yang terdapat di dunia saat ini, 3 di
antaranya merupakan marga rotan endemik yang terdapat di Afrika, yaitu
Laccosperma, Eremospatha, dan Oncocalamus (Dransfield, 1992).
Keragaman jenis rotan ditemukan di Semenanjung Malaya, yaitu pusat daerah
dengan iklim basah di Paparan Sunda. Rotan yang terdapat di Asia Tenggara
berjumlah 11 marga, yaitu Calamus, Daemonorops, Korthalsia, Plectocomia,
Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepsis, Calosphata, Bejaudia, dan dua marga
14
lainnya belum dipublikasi (Dransfield, 1979). Jenis rotan dan persebarannya di
dunia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Marga rotan dan persebarannya (Uhl & Dransfield, 1987).
Marga Jumlah Persebarannya
Calamus 370 – 400 Asia Tropis, India dan Sri Lanka, China, Fiji,
Vanuatu, Australia
Calospatha 1 Semenanjung Malaya
Ceratolobus 6 Semenanjung Malaya, Sumatera, Borneo,
Jawa
Daemonorops 115 India dan Cina hingga Papua Nugini
Eremospatha 10 Afrika
Korthalsia 26 Indocina dan Burma hingga Sulawesi
Laccosperma 5 Afrika
Myrialepsis 1 Indocina, Thailand, Burma, Sumatera, dan
Semenanjung Malaya
Oncocalamus 4 Afrika
Plectocomia 16 Himalaya dan Cina Selatan hingga Malaysia
Plectocomiopsis 5 Laos, Thailand, Semenanjung Malaya,
Borneo, Sumatera
Pogonotrium 3 Borneo, Semenanjung Malaya
Retispatha 1 Borneo
Persebaran rotan di kawasan Asia Tenggara, yaitu Korthalsia terdapat di
pusat keragaman Paparan Sunda, Indocina, Burma, Pulau Andaman, beberapa jenis
ditemukan di luar wilayah ini. Calamus terdapat mulai dari Afrika Barat sampai Fiji
dan dari Cina Selatan sampai Queensland. Calosphata terdapat di Semenanjung
Malaya. Ceratolobus terdapat di Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan
Jawa. Daemonorops terdapat mulai dari Cina Selatan dan India Selatan sampai di
Kepulauan Nugini (pusat keragaman di Sumatera dan Kalimantan). Plectocomia
terdapat di Bali, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Filipina, Semenanjung Malaya,
dataran Asia Tenggara, kaki Gunung Himalaya, dan Cina Selatan. Plectocomiopsis
terdapat di Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, Thailand, dan Indocina
(Sanusi, 2012).
15
2.7. Pemanfaatan Rotan
Rotan termasuk tumbuhan hasil hutan yang bernilai penting karena dapat
meningkatkan devisa negara. Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar
di dunia dan telah memberikan kebutuhan bahan baku rotan di dunia sebesar 85%
(Jasni, Damayanti, & Kalima, 2012). Negara lainnya seperti Filipina, Vietnam dan
negara Asia lainnya juga merupakan negara penghasil rotan di dunia (Retraubun,
2013). Dari jumlah tersebut, 90% rotan di Indonesia berasal dari hutan alam yang
ada di Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan, serta 10% sisanya berasal dari hasil
budidaya rotan (Kalima & Jasni, 2015)
Batang rotan dapat digunakan untuk semua bahan dasar pembuatan tali
tambang, digunakan utuh, dan dibelah untuk dianyam menjadi keranjang.
Masyarakat lokal biasa menggunakan rotan untuk menangkap ikan, tongkat untuk
berjalan, peralatan rumah tangga, dan lain-lain (Dransfield, 1979).
Rotan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari
maupun untuk diperdagangkan seperti kerangka mebel dalam bentuk belahan kulit,
terasnya untuk tikar dan keranjang (Kalima, 2008). Rotan yang memiliki ukuran
diameter besar dapat digunakan sebagai komponen mebel termasuk yang dibuang
kulitnya. Rotan yang memiliki ukuran diameter kecil dapat dibelah dua untuk
dijadikan keranjang atau lampit. Kulit rotan dapat dijadikan tas, anyaman, dan
barang kerajinan. Bila batang rotan dibelah berbentuk hati (core) dengan ukuran
diameter 5 mm dapat digunakan untuk komponen mebel atau keranjang, sedangkan
jika dibelah menjadi ukuran diameter yang lebih kecil sekitar 3-4 mm disebut fitrit
dapat digunakan sebagai barang kerajinan, anyaman, dan keranjang (Kalima &
Jasni, 2015).
Tingkat pemanfaatan rotan yang tinggi dikarenakan kualitas rotan yang baik
sehingga mendukung fungsinya sebagai bahan sandang dan papan. Kualitas rotan
yang baik dipengaruhi oleh komposisi kimia dalam rotan. Komposisi kimia rotan
terdiri dari selulosa, lignin, dan zat ekstraktif. Komposisi kimia pada batang rotan
berpengaruh pada proses pengolahan rotan mulai dari pembelahan, pelengkungan,
dan pemutihan (Rachman & Jasni, 2013) serta keawetan alami rotan. Karakteristik
keawetan akan mempengaruhi umur atau durasi pakai rotan atau produk turunan
rotan yang dihasilkan (Jasni & Roliadi, 2010). Semakin tinggi nilai keawetannya
16
maka akan meningkatkan umur pakainya. Karakteristik keawetan rotan ditentukan
oleh kadar selulosa dan lignin yang terkandung di dalamnya.
Jasni, Pari, & Kalima, (2016) dalam penelitiannya mengenai komponen kimia
12 jenis rotan dari Papua menunjukkan bahwa kandungan selulosa pada batang
rotan berkisar 42.29-52.82% dan kandungan lignin pada batang rotan berkisar
21.00-33.37%, sedangkan untuk ketahanan 12 jenis rotan dari Papua terhadap rayap
tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren.), menghasilkan kelas ketahanan I (3
jenis), kelas II (5 jenis), kelas III (2 jenis), kelas II (2 jenis) dan kelas V (1 jenis).
Untuk rotan dengan kelas ketahanan III, IV, dan V, dilakukan pengawetan untuk
memperpanjang umur pakai rotan (Jasni et al., 2016).
Pengetahuan kelas ketahanan terhadap tingkat keawetan rotan sangat
membantu dalam proses pemanfaatan rotan di industri. Rotan dengan kelas
ketahanan I dan II dapat dimanfaatkan untuk menyuplai kebutuhan rotan komersial
baik untuk mebel, anyaman atau barang kerajinan lain yang membutuhkan umur
pakai lama. Rotan dengan kelas awet III dan V sebelum digunakan untuk bahan
produksi, sebaiknya diawetkan terlebih dahulu agar memperpanjang umur pakainya.
Rotan dengan kelas awet yang rendah dapat juga dimanfaatkan untuk membuat
mikrokristalin selulosa berbahan rotan (Steven, Mardiyanti, Suratman, 2014).
Mikrokristalin ini dapat diaplikasikan pada berbagai produk, antara lain electronic
display, packaging, optical device, super absorbant, nanokomposit serta
biokomposit (Eichhorn et al., 2010).
2.8. Herbarium
Herbarium merupakan material pokok yang penting dalam studi sistematika
tumbuhan. Herbarium mempunyai dua pengertian, pertama dapat diartikan sebagai
tempat penyimpanan spesimen tumbuhan baik yang kering maupun basah. Selain
tempat penyimpanan juga digunakan untuk studi mengenai tumbuhan terutama
untuk tata nama dan klasifikasi. Herbarium sangat erat kaitannya dengan kebun
botani, institusi riset, ataupun pendidikan (Murni, Muswita, Harlis, Yelianti, &
Kartika, 2015).
Pengertian kedua dari herbarium adalah spesimen (koleksi tumbuhan), baik
koleksi basah maupun kering. Spesimen kering pada umumnya telah dipres dan
17
dikeringkan, serta ditempelkan pada kertas (kertas mounting), diberi label berisi
keterangan yang penting dan sulit dikenali secara langsung dari spesimen kering
tersebut Gambar 6, diawetkan serta disimpan dengan baik di tempat penyimpanan
yang telah disediakan. Spesimen basah yaitu koleksi yang diawetkan dengan
menggunakan larutan tertentu, seperti FAA (Formaldehid Acete Alkohol) atau
alkohol (Murni et al., 2015).
Gambar 6. Herbarium kering Korthalsia (Dokumentasi Pribadi, 2020)
Spesimen herbarium selalu dilengkapi dengan informasi data berupa
keterangan ringkas flora yang dikoleksi, seperti nama pengumpul/kolektor, nomor
dan tanggal koleksi, lokasi penemuan, habitat, nama lokal, deskripsi singkat
morfologi, dan pemanfaatannya. Spesimen herbarium merupakan bukti ilmiah
eksistensi suatu flora yang berada pada kawasan tertentu di waktu tersebut
(Damayanto & Rahmawati, 2018)
Koleksi spesimen di Herbarium Bogoriense (BO) dibagi menjadi dua
spesimen, yaitu spesimen umum dan spesimen tipe. Spesimen umum adalah koleksi
yang diperoleh saat melaksanakan kegiatan eksplorasi flora di suatu wilayah.
Koleksi spesimen umum ini untuk menggambarkan daerah sebaran biota dan
ekosistemnya (Widjaja et al., 2014). Spesimen tipe adalah spesimen rujukan dari
hasil pertelaan jenis baru (Ardiyani, Dwibadra, Dewi, Mulyadi, Meliah, Maryanto,
Rustiami, Arifiani, Rahajoe, Sutrisno, & Kanti, 2017). Spesimen tipe bernilai
sangat penting karena pertelaan jenis baru didasarkan pada koleksi tipe (Widjaja et
al., 2014). Semakin banyak jenis baru yang dipertelakan semakin bertambah jumlah
keanekaragaman jenis di suatu wilayah (Damayanto & Rahmawati, 2018). Koleksi
18
spesimen umum lebih banyak dibandingkan spesimen tipe. Koleksi spesimen tipe
di BO berjumlah 17.037 lembar yang terdiri dari 19.289 jenis dan 1.657 marga
(Widjaja et al., 2014) dari total hingga 1 juta spesimen di BO.
Pengertian herbarium dapat diartikan menjadi beberapa makna. Herbarium
mengacu tiga hal, yaitu: (1) sekumpulan koleksi contoh tumbuhan yang dikeringkan
atau diawetkan, diklasifikasi, dan ditempel pada kertas plak; (2) kotak, lemari,
ruang, atau gedung tempat menyimpan contoh tumbuhan yang diawetkan; dan (3)
lembaga yang mengelola tempat menyimpan contoh tumbuhan yang diawetkan
untuk keperluan penelitian (Girmansyah, Santika, & Suratman, 2006).
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 hingga Maret 2020.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan, Herbarium
Bogoriense (BO), Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi - Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu kaca pembesar, pensil,
penghapus, pulpen, penggaris, buku catatan, kamera, laptop, dan aplikasi NTSys pc
versi 2.02. Bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu spesimen herbarium
kering Korthalsia asal Sumatera yang disimpan di BO.
3.3. Prosedur Kerja
1. Koleksi Sampel
Spesimen herbarium kering Korthalsia dikoleksi dari beberapa tempat di
Sumatera. Spesimen yang diamati merupakan koleksi kering Korthalsia spp. yang
disimpan di BO. Koleksi Korthalsia dipilih berdasarkan lokasi ditemukannya, yaitu
kawasan Sumatera. Korthalsia yang tumbuh di habitat aslinya sebelumnya telah
dikoleksi oleh beberapa kolektor secara lengkap mulai dari organ vegetatif hingga
organ generatifnya, lalu diproses menjadi herbarium kering. Proses pembuatan
herbarium kering mengacu pada Rugayah, Retnowati, Windadri, & Hidayat (2004).
Koleksi herbarium memuat informasi mengenai lokasi ditemukannya tumbuhan
tersebut. Lokasi dapat berupa nama tempat atau titik koordinat.
Herbarium yang disimpan di BO terdapat 199 lembar spesimen herbarium
yang tergolong menjadi 85 nomor koleksi sebagai objek pengamatan (Tabel 2).
Koleksi yang dipilih adalah koleksi yang memiliki organ lengkap, baik vegetatif
dan generatif dan tidak rusak sehingga dapat diamati karakter morfologinya. Organ
vegetatif yang diamati antara lain batang, okrea, tangkai daun, dan helaian anak
daun, sedangkan organ generatifnya berupa bunga dan buahnya.
20
Tabel 2. Koleksi herbarium Korthalsia dari Sumatera (BO)
Jenis Jumlah Nomor
Koleksi
Jumlah Lembar
Spesimen
Korthalsia rigida 22 53
Korthalsia rostrata 19 40
Korthalsia echinometra 11 37
Korthalsia flagellaris 12 29
Korthalsia laciniosa 6 16
Korthalsia debilis 7 9
Korthalsia hispida 3 7
Korthalsia robusta 3 6
Korthalsia paucijuga 2 2
Total 85 199
2. Operational Taxonomic Unit (OTU)
Operational Taxonomic Unit (OTU) merupakan metode pengelompokan
objek yang akan diamati untuk mewakili organisme tertentu (Schloss, 2011).
Operational Taxonomic Unit (OTU) yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nomor koleksi. Pemilihan nomor koleksi dijadikan sebagai OTU dikarenakan pada
tingkatan nomor koleksi, organisme yang diwakilkan dinilai representatif
dibandingkan dengan lembar herbarium. Setiap nomor koleksi herbarium terdiri
atas beberapa lembar herbarium dan mencakup organ tumbuhan yang lengkap dan
representatif.
3. Pengamatan Morfologi
Morfologi Korthalsia spp. diamati berdasarkan karakter organ vegetatif
(batang, okrea, tangkai daun, dan helaian anak daun) dan organ generatif (bunga
dan buah). Organ tersebut diamati dan dicatat morfometriknya, antara lain panjang
batang, diameter batang, panjang duri, panjang tangkai daun, diameter tangkai daun,
panjang helaian anak daun, lebar helaian anak daun, diameter bunga, panjang sirus,
diameter buah, dan panjang buah. Pengukuran morfometrik dilakukan dengan
menggunakan penggaris dan kaca pembesar. Metode identifikasi dan terminologi
karakter morfologi Korthalsia spp. mengacu pada pustaka Harris & Harris (1994),
Dransfield (1979), Dransfield (1997), Barfod & Dransfield (2013).
21
4. Pemetaan Persebaran Korthalsia
Informasi lokasi tumbuhnya Korthalsia terdapat pada label informasi yang
tertera di spesimen herbarium (Gambar 7). Informasi lokasi dapat berupa nama
tempat atau titik koordinat lokasi ditemukannya. Nama tempat dan titik koordinat
ditelusuri menggunakan Google Maps untuk mendapatkan lokasi detailnya
(Lampiran 2). Pola persebaran dibuat menggunakan aplikasi ArcGIS 10.5 dengan
metode ArchMap.
Gambar 7. Informasi lokasi dan titik koordinat herbarium Korthalsia (Dokumentasi
Pribadi, 2020)
5. Parameter Pengamatan
Metode pengamatan fenetik dalam penelitian ini menggunakan persamaan
morfologi sebagai karakter yang diamati. Nomor koleksi pada setiap jenis dijadikan
sebagai Operational Taxonomic Unit (OTU). Setiap jenis Korthalsia diberikan nilai
berdasarkan kesesuaian morfologi spesimen dengan karakter yang telah disediakan.
Setiap jenis yang diamati diberikan skor berdasarkan kesesuaian objek dan
parameter yang telah ditentukan. Jika karakter pada jenis yang diamati memiliki
kesesuaian terhadap karakter yang telah ditentukan, maka jenis tersebut diberikan
nilai yang sesuai dengan karakter.
Data morfometrik dikonversi menjadi data multinomial (nilai 1, 2, dan 3)
dengan skoring berdasarkan karakter morfologi Korthalsia yang ditetapkan.
22
Karakter jenis Korthalsia sesuai dengan karakter yang telah ditetapkan maka
diberikan nilai 2 atau 3, sedangkan bila tidak sesuai diberi nilai 1. Karakter
morfologi dan klasifikasi skor yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter karakter morfologi dan skoring spesimen Korthalsia
No. Karakter Sifat karakter dan skoring
1. Tinggi pohon (a) < 20 m (1), ≥ 20 m (2)
2. Diameter batang tanpa okrea (b) < 1 cm (1), ≥ 1 cm (2)
3. Diameter batang dengan okrea (c) < 2 cm (1), ≥ 2 cm (2)
4. Tipe okrea (d) Memeluk batang (1), Menggembung (2),
Memanjang dengan tepi menggulung (3)
5. Panjang okrea (e) < 10 cm (1), ≥ 10 cm (2)
6. Duri pada okrea (f) Tidak (1), Ya (2)
7. Panjang duri (g) < 2 cm (1), ≥ 2 cm (2)
8. Sebaran duri (h) Soliter (1), Cluster (2)
9. Bentuk anak daun (i) Belah ketupat (1), Pita (2), Lanset (3)
10. Bentuk ujung anak daun (j) Lancip (1), Meruncing (2)
11. Bentuk tepi anak daun (k) Bergerigi (1), Rata (2)
12. Bentuk pangkal anak daun (l) Membaji (1), Menyempit (2)
13. Indumentum pada permukaan
anak daun (m)
Tidak (1), Ya (2)
14. Warna permukaan bawah anak
daun (n)
Berbeda (1), Sama (2)
15. Posisi anak daun (o) Berseling (1), Berpasangan (2)
16. Jumlah anak daun (p) < 20 (1), ≥ 20 (2)
17. Gagang anak daun (q) Tidak (1), Ya (2)
18. Panjang anak daun (r) < 20 cm (1), ≥ 20 cm (2)
19. Lebar anak daun (s) < 5 cm (1), ≥ 5 cm (2)
20. Panjang daun (t) < 1 m (1), ≥ 1 m (2)
21. Anak tulang daun terlihat jelas (u) Tidak (1), Ya (2)
22. Panjang gagang daun (v) < 10 cm (1), ≥ 10 cm (2)
23. Panjang rakis (w) < 50 cm (1), ≥ 50 cm (2)
24. Panjang sirus (x) < 1 m (1), ≥ 1 m (2)
25. Panjang perbungaan (y) < 50 cm (1), ≥ 50 cm (2)
26. Panjang rachillae (z) < 15 cm (1), ≥ 15 cm (2)
27. Lebar rachillae (aa) < 1 cm (1), ≥ 1 cm (2)
28. Bentuk buah (ab) Bulat (1), Lonjong (2)
29. Panjang buah (ac) < 2 cm (1), ≥ 2 cm (2)
30. Lebar buah (ad) < 1,5 cm (1), ≥ 1,5 cm (2)
23
Objek yang diamati dalam penelitian ini, yaitu karakter morfologi batang,
okrea, duri, daun, bunga, dan buah dengan rincian karakter pada Tabel 3. Tabulasi
data memuat informasi berupa ukuran morfometrik setiap organ dari setiap koleksi
jenis Korthalsia di Sumatera. Karakter morfologi yang menjadi parameter
pengamatan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengamatan secara
kualitatif dan kuantitatif. Karakter morfologi yang diamati secara kualitatif adalah
karakter berupa bentuk, warna, dan ketersediaan organ tertentu, sedangkan karakter
yang diamati secara kuantitatif adalah karakter yang diukur dan dinyatakan dalam
bentuk angka, seperti tinggi, diameter, panjang, lebar, dan jumlah.
3.4. Analisis Data
Hubungan kekerabatan dianalisis menggunakan aplikasi NTSys pc versi 2.0.
Karakter morfologi yang dianalisis hubungan kekerabatannya adalah 30 karakter
yang diuraikan pada Tabel 3.. Spesimen yang diberikan nilai adalah 9 jenis
Korthalsia dari Sumatera dan karakter morfologi diberikan kode huruf alfabet.
Karakter morfologi yang dianalisis dipilih berdasarkan studi pendahuluan dan
beberapa referensi dan mengenai Korthalsia.
Skoring data multinomial pada pengamatan morfologi dianalisis
menggunakan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Aritmathic means)
dengan menggunakan prosedur SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data).
Hubungan kekerabatan (similarity) dianalisis menggunakan aplikasi NTSys pc
(Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.02. Hasil matriks
kemiripan dianalisis menggunakan SAHN (Sequential Angglomerative
Hierarchical and Nested) (Lampiran 5).
Pola persebaran Korthalsia di Sumatera dianalisis menggunakan program
ArcGIS. Informasi titik koordinat pada label dimasukkan ke dalam tabulasi data
kemudian dianalisis menggunakan ArcGIS. Hasil analisis ini adalah peta dengan
pola persebaran Korthalsia di Sumatera.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di BO didapatkan 9 jenis
Korthalsia spp. dari Sumatera, yaitu Korthalsia debilis, K. echinometra, K.
flagellaris, K. hispida, K. laciniosa, K. paucijuga, K. rigida, K. robusta, dan K.
rostrata. Jenis Korthalsia yang paling banyak dikoleksi, yaitu K. rigida dengan 22
nomor koleksi dan koleksi yang paling sedikit, yaitu K. paucijuga dengan 2 nomor
koleksi. Spesimen herbarium Korthalsia paling tua, yaitu K. flagellaris dan K.
rigida yang dikoleksi oleh Heyne pada tahun 1913 (Lampiran 1).
4.1. Morfologi Korthalsia spp.
Korthalsia spp. termasuk jenis rotan yang dapat memanjat hingga ketinggian
lebih dari 10 m. Karakter morfologi Korthalsia spp. secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran 3. Berdasarkan pengamatan karakter morfologi yang telah
dilakukan, diketahui terdapat 4 organ kunci yang dapat membedakan antar jenis
Korthalsia spp. di Sumatera, yaitu okrea, anak daun, perbungaan, dan buah.
Korthalsia memiliki batang yang ditutupi pelepah, beberapa jenis Korthalsia
memiliki duri pada permukaan pelepahnya. Diameter batang berkisar 1 - 2,5 cm.
Pelepah yang menutupi batang umumnya memiliki warna yang bervariasi, seperti
kuning, hijau, dan coklat. Pelepah pada Korthalsia juga dilapisi indumentum pada
permukaannya.
Korthalsia memiliki variasi bentuk pada okrea, seperti menggembung,
memanjang ke atas dengan tepi menggulung, berbentuk serabut atau jala, serta
lembaran yang memeluk batang. Tipe okrea Korthalsia spp. di Sumatera hanya
terdapat 3 variasi, yaitu memeluk erat batang, menggembung, dan memanjang
dengan tepi menggulung (Gambar 8). Okrea pada jenis-jenis Korthalsia spp.
dilapisi dengan indumentum berwarna kecokelatan. Panjang okrea berkisar 0,5 - 50
cm. Beberapa tipe okrea pada Korthalsia terdapat duri dengan ukuran yang berbeda
setiap jenisnya, yaitu berkisar 0,2 - 6 cm. Sebaran duri pada pelepah dan okrea
umumnya soliter (tidak berkelompok).
25
Gambar 8. Tipe okrea Korthalsia spp. di Sumatera A. Okrea memeluk batang; B.
Okrea menggembung; C. Okrea memanjang diagonal ke atas dengan
tepi samping okrea menggulung (Dokumentasi Pribadi, 2020)
Daun Korthalsia termasuk daun majemuk dengan panjang daun berkisar 50 -
250 cm termasuk gagang daun dan sirus. Gagang daun Korthalsia memiliki ukuran
berkisar 2 - 30 cm. Gagang daun memiliki bentuk permukaan adaksial yang rata
dan permukaan abaksial yang cenderung cembung. Umumnya terdapat gagang
anak daun pada rakis, akan tetapi jenis tertentu tidak memiliki gagang anak daun.
Sirus merupakan perpanjangan dari rakis (tempat dudukan anak daun). Panjang
sirus pada daun berkisar 30 - 100 cm. Sirus pada Korthalsia memiliki duri
berbentuk seperti mata kail yang tersebar secara beruas.
Anak daun umumnya tersusun berseling, tetapi beberapa jenis tertentu
memiliki susunan anak daun berpasangan. Jumlah anak daun berkisar 6 - 50 helai
setiap rakis. Anak daun umumnya berbentuk rhomboid atau belah ketupat. Namun,
beberapa jenis memiliki bentuk daun seperti pita dan melanset (Gambar 9). Panjang
anak daun berkisar 15 - 30 cm dan lebar berkisar 3 - 13 cm. Sisi tepi ujung anak
daun berbentuk praemorse atau bergerigi. Namun, K. echinometra memiliki bentuk
tepi entire atau rata. Bentuk ujung anak daun yaitu meruncing dan lancip. Bentuk
pangkal anak daun yaitu membaji dan menyempit. Anak daun Korthalsia memiliki
variasi warna pada permukaannya, seperti hijau tua, hijau kekuningan, hingga hijau
kebiruan. Umumnya permukaan daun Korthalsia terdapat indumentum pada sisi
bawahnya.
A B C
26
Gambar 9. Bentuk anak daun Korthalsia spp. A. Bentuk belah ketupat; B. Bentuk
memanjang dan tidak lebar; C. Bentuk memanjang dan meruncing
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Perbungaan Korthalsia memiliki ukuran yang bervariasi (Gambar 10).
Perbungaan terletak pada bagian batang. Organ perbungaan terdiri atas gagang
perbungaan (peduncle) dan rachillae. Permukaan perbungaan umumnya terdapat
indumentum. Struktur perbungaan memiliki ruas, setiap ruas terdapat satu buah
rachillae. Jumlah rachillae pada setiap jenis bervariasi, umumnya berkisar 2 - 4
rachillae setiap perbungaan. Ukuran rachillae setiap jenisnya berbeda. Panjang
rachillae berkisar 9 - 20 cm dan lebar 0,5 - 2 cm.
Gambar 10. Bentuk perbungaan Korthalsia spp. A. Perbungaan dengan ukuran
rachillae panjang dan kecil; B. Perbungaan dengan ukuran rachillae
panjang dan besar; C. Perbungaan dengan ukuran rachillae pendek
dan besar (Dokumentasi Pribadi, 2020)
Buah Korthalsia umumnya memiliki bentuk bulat dan beberapa jenis
berbentuk lonjong (Gambar 11). Bentuk buah bulat terdapat pada jenis K. debilis,
K. paucijuga, dan K. rigida. Sedangkan, buah dengan bentuk lonjong terdapat pada
A B C
A B C
27
jenis K. echinometra, K. flagellaris, K. hispida, K. laciniosa, K. robustra, dan K.
rostrata. Buah dilapisi kulit dengan bentuk seperti sisik berwarna coklat kemerahan.
Bentuk ujung bagian bawah pada buah terdapat perbedaan antara K. echinometra
dan K. rostrata. Bentuk ujung buah K. echinometra meruncing, sedangkan buah K.
rostrata lancip. Tekstur sisik buah keduanya juga berbeda. Buah K. rostrata
memiliki sisik yang lebih menonjol dibanding buah K. echinometra. Ukuran buah
bervariasi setiap jenisnya. Panjang buah berkisar 1 - 2,5 cm dan lebar 1 - 1,6 cm.
Gambar 11. Bentuk buah Korthalsia spp. A. Bentuk buah Korthalsia echinometra;
B. Bentuk buah Korthalsia rostrata (Dokumentasi Pribadi, 2020)
4.2. Kunci Identifikasi dan Deskripsi Jenis Korthalsia spp.
Perbedaan antar jenis Korthalsia spp. di Sumatera dapat dibedakan satu
dengan lainnya menggunakan kunci identifikasi yang diuraikan di bawah ini:
1. a. Ukuran okrea < 10 cm ............................................................................ 2
b. Ukuran okrea ≥ 10 cm ............................................................................ 5
2. a. Tipe okrea menggembung ...................................................... K. rostrata
b. Tipe okrea memeluk dan menempel erat pada batang ........................... 3
3. a. Panjang daun < 1 m, panjang rachillae < 15 cm ................................... 4
b. Panjang daun ≥ 1 m, panjang rachillae ≥ 15 cm ......................... K. rigida
4. a. Diameter batang tanpa okrea < 1 cm .................................... K. paucijuga
b. Diameter batang tanpa okrea ≥ 1 cm ......................................... K. debilis
5. a. Bentuk anak daun seperti pita .......................................... K. echinometra
b. Bentuk anak daun belah ketupat ............................................................ 6
6. a. Panjang duri < 2 cm ............................................................................... 7
b. Panjang duri ≥ 2 cm ............................................................................... 8
A B
28
7. a. Jumlah anak daun < 20 helai ................................................. K. laciniosa
b. Jumlah anak daun ≥ 20 helai ............................................... K. flagellaris
8. a. Susunan anak daun berseling ................................................... K. hispida
b. Susunan anak daun berpasangan ............................................. K. robusta
Karakter morfologi masing-masing jenis Khortalsia dideskripsikan sebagai berikut:
1. Korthalsia debilis Blume, Rumphia 2: 169 (1843), Gambar 12
Tumbuh merambat dengan tinggi 20 m. Diameter batang tanpa okrea 0,4 -
1,3 cm, diameter batang dengan okrea 0,8 - 1,7 cm. Panjang daun 50 - 100 cm
termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau, memiliki duri soliter
berukuran 0,2 - 0,3 cm. Okrea memeluk batang, berbentuk seperti serabut, panjang
okrea 2 - 8 cm (Gambar 12a). Panjang gagang daun 2 - 7 cm, panjang rakis 23 - 32
cm, dan panjang sirus 20 - 35 cm. Susunan anak daun berseling dan terdapat gagang
anak daun (Gambar 12b). Bentuk anak daun belah ketupat dengan tepi atas anak
daun bergerigi, bentuk ujung daun lancip, dan bentuk pangkal anak daun cunneate
(Gambar 12c). Jumlah anak daun berkisar 6 - 12 helai setiap rakis. Panjang anak
daun berkisar 12 - 19 cm dan lebar 4 - 9 cm. Warna permukaan adaksial dan abaksial
anak daun berbeda, warna permukaan adaksial hijau tua dan warna permukaan
abaksial putih keabuan. Indumentum berwarna abu-abu pada bagian abaksial anak
daun. Garis tulang anak daun transversal terlihat jelas. Panjang perbungaan tidak
diketahui, panjang rachillae 9 cm dan lebar 0,4 cm. Bentuk dan ukuran buah tidak
diketahui.
Catatan. Korthalsia debilis memiliki karakter yang hampir mirip dengan K. rigida
jika ditinjau dari bentuk anak daunnya. Karakter yang dapat membedakan antara K.
debilis dan K. rigida adalah tipe okreanya. Korthalsia debilis memiliki okrea seperti
serabut, sedangkan K. rigida tidak memiliki okrea seperti serabut (Dransfield,
1997).
Persebaran. Brunei Darussalam, Kalimantan, Sarawak, dan Sumatera.
Habitat. Hutan primer, hutan dipterokarpa dataran rendah.
Nama lokal. Wae melandeng tai ayam, rautan buai, rautan dan.
Pemanfaatan. Batang digunakan sebagai bahan kerajinan atau mebel.
29
Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Kutacane, Biak Mentelang, 450 m dpl,
[03°29’12.22”LS 97°48’39.47”BT], 14 Februari 1980, J.P. Mogea 1997, steril
(BO); Jambi, Bukit Barisan, 25 km dari Sungai Penuh, 1.200 m dpl,
[04°24’56.13”LS 103°34’0.59”BT], 30 Juli 1972, J. Dransfield 2725, steril (BO);
Kepulauan Bangka Belitung, Desa Lasar, Kecamatan Membalong, Kabupaten
Belitung, 19-20 m dpl, [07°88’02.2”LS 96°61’01.0”BT], 16 Maret 2017, Deri
Andayani DE 12D, steril (BO); Desa Limbungan, Kecamatan Gantung, Kabupaten
Belitung Timur, 11 m dpl, [01°78’48.2”LS 96°54’70.6”BT], 22 Maret 2017,
Cinthia Paramita Cin 02D, steril (BO); Sumatera Selatan, Danau Ranau,
Setumpau, 800-900 m dpl, [04°51’3.70”LS 103°56’15.37”BT], 16 November 1983,
J.J. Afriastini 0803, steril (BO); Sumatera Utara, Desa Dendang, Kecamatan
Stabat, Kabupaten Langkat, 55 m dpl, [03°45’2.76”LS 98°27’10.70”BT], 23 Maret
2011, Fitri V-3 008, steril (BO); Kecamatan Ulu Besitang, Kabupaten Tanjung Pura,
50 m dpl, [03°57’53.13”LS 98°27’44.28”BT], 14 Agustus 1971, J. Dransfield & D.
Saerudin 1844, steril (BO).
Gambar 12. Spesimen herbarium Korthalsia debilis (BO); A. Tipe okrea; B.
Susunan anak daun dan gagang pada anak daun; C. Bentuk anak daun
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
2. Korthalsia echinometra Becc., Malesia 2: 66 (1884), Gambar 13
Sinonim. Korthalsia angustifolia var. gracilis Miq., Palm. Archip. Ind.: 16
(1868); Korthalsia horrida Becc., Malesia 2: 66 (1884).
Tumbuhan merambat hingga ketinggian 40 m. Diameter batang tanpa okrea
0,8 - 2 cm, diameter batang dengan okrea 1,2 - 4 cm (Gambar 13a). Panjang daun
1,2 - 2 m termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau, terdapat
indumentum berwarna abu-abu, terdapat duri dengan jumlah yang banyak,
A B C
30
berbentuk triangular dengan panjang hingga 6 cm. Tipe okrea menggembung dan
terdapat duri, panjang okrea 10 - 20 cm (Gambar 13b). Panjang gagang daun 10 -
30 cm dengan indumentum berwarna coklat dan terdapat duri pendek seperti mata
kail. Panjang rakis berkisar 0,5 - 1 m dan panjang sirus 0,5 - 1,2 m. Susunan anak
daun berpasangan, tidak terdapat gagang anak daun, bentuk anak daun pita, bentuk
ujung anak daun meruncing, bentuk tepi anak daun rata, dan bentuk pangkal anak
daun menyempit (Gambar 13c). Jumlah anak daun berkisar antara 22 - 50 helai
setiap rakis. Panjang anak daun 24,5 - 33 cm dan lebar 2 - 3 cm. Warna permukaan
daun berbeda, permukaan adaksial anak daun hijau tua dan permukaan abaksial
berwarna putih. Indumentum berwarna putih pada permukaan abaksial anak daun.
Bentuk tulang anak daun transversal terlihat dengan jelas. Panjang perbungaan
berkisar antara 0,6 - 1,2 m. Jumlah rachillae 1 - 4 buah, panjang rachillae 11 - 20
cm, dan lebar rachillae 0,6 - 1,5 cm (Gambar 12d). Buah berbentuk lonjong dengan
sisik berwarna merah kecoklatan (Gambar 12e). Panjang buah 2 - 2,5 cm dan lebar
buah 1,5 cm.
Catatan. Korthalsia echinometra memiliki karakter khas yang mudah dibedakan
dengan jenis lain dari marga Korthalsia, antara lain bentuk anak daunnya yang
seperti pita dan okrea yang menggembung dengan duri yang panjang menjadi
karakter khas jenis ini. Tipe okrea menggembung ini sering dijadikan semut sebagai
tempat tingalnya di dalamnya (Shahimi et al., 2019).
Persebaran. Brunei, Borneo, Semenanjung Malaya, dan Sumatera.
Habitat. Hutan primer, hutan dipterokarpa dataran rendah, ketinggian 100 m dpl
Nama lokal. Rotan semut, rotan udang, rotan dangau, ketang cacing, dan rotan siu
Pemanfaatan. Batang digunakan untuk membuat kursi
Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Desa Sosor, Kecamatan Simpang
Kanan, Aceh Singkil, 5 m dpl, [02°25'35.38"LS 98°2'8.19"BT], 18 Agustus 2013,
Nasrianti Syam & M. Nasir Syam NS29, steril (BO); Bengkulu, Cagar Alam
Kepahiang, Kecamatan Curup, Kabupaten Kepahiang, 800 m dpl, [03°39'5.15"LS
102°34'41.52"BT], J. Dransfield 1231, steril (BO); Kepulauan Bangka Belitung,
Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, [01°38'59.87"LS 105°49'44.51"BT], 9
November 1914, W. Grashoff 79, steril (BO); Riau, Kecamatan Kuala Indragiri,
Kabupaten Indragiri Hilir, 600 m dpl, [0°18'34.83"LS 103°25'41.01"BT], 27 April
31
1939, Dr. P. Buwalda 6722, berbuah (BO); Kecamatan Kuala Cenaku, Kabupaten
Indragiri Hulu, 3 m dpl, [0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT], 10 Januari 1940, Rapii
BB.31.244, berbuah (BO); Sumatera Barat, Taman Nasional Teiteibati, Pulau
Siberut, 100 m dpl, [01°25'33.60"LS 98°55'28.32"BT], Juli 1992, J.J. Afriastini
1901, steril (BO); Teitei Lemori, Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Pulau
Siberut, 100 m dpl, [01°33'33.90"LS 99° 2'5.99"BT], 29 Juni 1993, J.J. Afriatini
& A. Adhikerana 2569, berbuah (BO); Sumatera Selatan, Kabupaten Ogan
Komering Ulu, 80 m dpl, [04°1'42.05"LS 104°0'26.05"BT], 22 Agustus 1915, W.
Grashoff 572, berbunga (BO); Kabupaten Banyuasin, 20 m dpl, [02°51'1.49"LS
104°45'49.54"BT], 11 Oktober 1915, W. Grashoff 701, berbunga (BO); Kota
Palembang, Kecamatan Sematang Ulu, 150 m dpl, [02°56'28.67"LS
104°50'22.65"BT], 19 Februari 1915, W. Grashoff 197, steril (BO); Sumatera
Utara, Kecamatan Ulu Besitang, Kabupaten Tanjung Pura, 50 m dpl,
[03°57’53,13”LS 98°27’44.28”BT], 15 Agustus 1971, J. Dransfield & D. Saerudin
1849, steril (BO).
Gambar 13. Spesimen herbarium Korthalsia echinometra (BO) A. Ukuran batang;
B. Tipe okrea; C. Bentuk dan susunan anak daun; D. Bentuk
perbungaan E. Bentuk buah (Dokumentasi Pribadi, 2020)
A C
D E
B
32
3. Korthalsia flagellaris Miq., Fl. Ned. Ind., Eerste Bijv. 3: 591 (1861), Gambar
14
Sinonim. Korthalsia rubiginosa Becc., Malesia 2: 72 (1884).
Batang rotan merambat hingga 40 m. Diameter batang tanpa okrea 1,5 - 2,5
cm, diameter dengan okrea 2 - 4 cm, panjang internodus 30 cm atau lebih pada saat
juvenil. Panjang daun 1,5 - 3 m termasuk gagang daun dan sirus. Indumentum pada
bagian pelepah dan tidak terdapat duri pada bagian pelepah daun. Okrea menempel
erat pada batang dengan panjang okrea 10 - 30 cm, tipe okrea cenderung seperti
serabut pada bagian sisi berlawanan dari gagang daun (Gambar 14a). Panjang
gagang daun 10 - 17 cm, panjang rakis 0,5 - 1,3 m, dan panjang sirus 0,5 - 1,5 m.
Susunan anak daun berpasangan, terdapat gagang anak daun, bentuk anak daun
melanset, bentuk ujung anak daun lancip, bentuk tepi anak daun praemorse atau
bergerigi, dan bentuk pangkal anak daun menyempit (Gambar 14b). Jumlah anak
daun berkisar 16 - 40 helai pada setiap rakis. Panjang anak daun 30 - 40 cm dan
lebar anak daun 3 - 4,5 cm. Sepuluh nomor koleksi K. flagellaris yang diamati,
terdapat variasi morfologi jenis pada 3 nomor koleksi spesimen herbarium yang
diamati. Hal ini diketahui berdasarkan perbedaan bentuk morfologi anak daun.
Umum Korthalsia flagellaris memiliki bentuk ujung tepi daun lancip. Namun,
terdapat 3 nomor koleksi dengan bentuk morfologi ujung anak daun rounded
(Gambar 15). Warna permukaan adaksial dan abaksial anak daun berbeda,
permukaan adaksial berwarna hijau kebiruan dan permukaan abaksial berwarna
kecoklatan. Garis tulang transversal anak daun terlihat jelas. Panjang perbungaan
75 cm dan sangat bercabang pada perbungannya sehingga memiliki rachillae yang
banyak (Gambar 14c). Panjang rachillae 9 - 12 cm dan lebar 0,7 cm. Bentuk buah
cenderung lonjong dengan panjang 2 cm dan lebar 1,2 cm.
Catatan. Korthalsia flagellaris biasa ditemukan pada hutan lahan gambut.
Korthalsia flagellaris memiliki bentuk anak daun melanset yang mudah dibedakan
dengan jenis lain. Selain itu, anak daun pada jenis ini dapat bergetar ketika terkena
angin. Tipe okrea yang memeluk erat batang dan tidak adanya duri pada okrea
menjadi karakter dari jenis ini (Dransfield, 1997).
Persebaran. Brunei, Borneo, Semenanjung Malaya, dan Sumatera
Habitat. Hutan lahan gambut dataran rendah
33
Nama lokal. Rotan dahan, rotan batu, rautan bidai, dan wae den
Pemanfaatan. Batang dimanfaatkan untuk membuat keranjang
Spesimen yang diamati. Sumatra, Jambi, Suaka Margasatwa Berbak, dekat
Sungai Air Hitam, 4 m dpl, [01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT], 13 Juli 1972, J.
Dransfield 2566, 2586, steril (BO); Kepulauan Bangka Belitung, Desa Pebuar,
Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, 43 m dpl, [01°41'44.28"LS
105°24'3.42"BT], 4 April 2011, Fitri V-3 021, steril (BO); Desa Kembiri,
Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, 18 m dpl, [03°2'43.70"LS
107°47'14.31"BT], 15 Maret 2017, Deri Andayani DE 08R, steril (BO); Belitung,
[02°52'15.22"LS 107°57'11.46"BT], 1913, Heyne 2, steril (BO); Kecamatan
Belinyu, Kabupaten Bangka, 50 m dpl, [01°38'59.87"LS 105°49'44.51"BT], 25
September 1914, Grashoff 8, steril (BO); Kepulauan Riau, Pulau Singkep,
Kabupaten Lingga, 40 m dpl, [0°28'21.38"LS 104°25'32.71"BT], 7 Agustus 1919,
H.A.B. Bünnemeyer 7361, berbunga (BO); Riau, Kabupaten Bengkalis, 3 m dpl,
[01°24'50.11"LS 101°36'56.80"BT], 13 November 1919, Beguin 468, steril (BO);
Sumatera Barat, [0°44'23.78"LS 100°48'0.02"BT], 17 Januari 1935, Houtv.
J.H.de Haan 50, steril (BO), 3 Januari 1935, Houtv. J.H. de Haan 16, steril (BO);
Sumatera Selatan, Kabupaten Banyuasin, 20 m dpl, [02°51'1.49"LS
104°45'49.54"BT], 16 November 1915, Grashoff 825, steril (BO); Kota Palembang,
[02°58'33.86"LS 104°46'31.55"BT], 1914, Heyne 19, steril (BO).
Gambar 14. Spesimen herbarium Korthalsia flagellaris (BO) A. Tipe okrea; B.
Bentuk anak daun C. Bentuk perbungaan (Dokumen Pribadi, 2020)
A B C
34
Gambar 15. Perbedaan morfologi anak daun Korthalsia flagellaris A. Bentuk anak
daun pada umumnya; B. Bentuk anak daun variasi morfologi jenis
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
4. Korthalsia hispida Becc., Malesia 2: 71 (1884), Gambar 16
Tumbuh merambat hingga ketinggian 20 - 30 m. Diameter batang tanpa
okrea 0,8 - 1,5 cm, diameter batang dengan okrea 1,5 - 2,5 cm, dan panjang
internodus 10 - 20 cm. Panjang daun 1 - 1,8 m termasuk gagang daun dan sirus.
Pelepah berwarna hijau terang dan dilapisi indumentum berwarna coklat. Duri
soliter berwarna hitam terdapat pada pelepah dan panjang duri 2 - 3 cm. Tipe okrea
memanjang ke arah atas dan tidak seluruh permukaannya menempel pada batang,
tetapi menjauhi batang. Kedua sisi tepinya menggulung dan dipenuhi duri hitam
kecoklatan yang cukup banyak, panjang duri berkisar 1 - 3 cm (Gambar 16a).
Panjang okrea berkisar 17 - 25 cm dan lebar 3 - 5 cm. Panjang gagang daun 14 - 20
cm dengan bentuk adaksial rata dan abaksial cenderung cembung dan terdapat
indumentum berwarna coklat. Panjang rakis berkisar 0,3 - 1,5 m dengan duri seperti
mata kail dan panjang sirus 60 - 90 cm. Susunan anak daun berseling dan terdapat
gagang pada anak daun. Bentuk anak daun belah ketupat, bentuk ujung anak daun
lancip, bentuk tepi anak daun praemorse atau bergerigi, dan bentuk pangkal anak
daun cunneate (Gambar 16b). Jumlah anak daun berkisar 10 - 16 helai setiap rakis.
Panjang anak daun 16 - 19 cm dan lebar 5 - 8 cm. Warna permukaan anak daun
berbeda, permukaan adaksial berwarna hijau terang dan warna abaksial putih
keabu-abuan disertai indumentum berwarna putih. Bentuk tulang anak daun
transversal terlihat jelas. Panjang perbungaan 30 - 50 cm dengan jumlah rachillae
1 - 3 buah, terdapat indumentum berwarna coklat dan duri halus berukuran kecil
berwarna coklat. Panjang rachillae 15 - 20 cm dan lebar 1 - 1,5 cm (Gambar 16c).
A B
35
Bentuk buah bulat dilapisi sisik berwarna coklat kemerahan. Panjang buah 18 - 22
cm dan lebar 0,6 - 0,9 cm.
Catatan. Okrea pada Korthalsia hispida sering dijadikan tempat tinggal semut dan
sering mengeluarkan suara desis karena gesekan semut dan sarang di dalam okrea.
Korthalsia hispida memiliki karakter morfologi yang sangat mirip dengan K.
robusta. Namun, kedua jenis tersebut masih dapat dibedakan. Korthalsia hispida
memiliki duri hitam yang panjang pada permukaan pelepah dan okreanya,
sedangkan K. robusta tidak memiliki duri hitam (Shahimi et al., 2019).
Persebaran. Borneo, Semenanjung Malaya, dan Sumatera.
Habitat. Hutan dipterokarpa dataran rendah, tepi sungai, dan perbukitan.
Nama lokal. Ketang udang
Pemanfaatan. Batang digunakan untuk membuat kursi
Spesimen yang diamati. Aceh, Desa Sosor, Kecamatan Simpang Kanan,
Kabupaten Aceh Singkil, 5 m dpl, [02°25'35.38"LS 98°2'8.19"BT], 18 Agustus
2013, Nasrianti Syam & M. Nasir Syam NS 28, steril (BO); Bukit Plawi, Kecamatan
Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, 30 m dpl, [04°47'8.73"LS 97°53'38.15"BT],
April 1931, Nainggolan s.n., steril (BO); Jambi, Kabupaten Kerinci, Sungai Penuh,
400 m dpl, [01°52'19.37"LS 101°26'2.09"BT], 22 Juli 1972, J. Dransfield 2620,
berbunga (BO).
Gambar 16. Spesimen herbarium Korthalsia hispida (BO) A. Tipe okrea; B.
Bentuk dan susunan anak daun; C. Bentuk perbungaan (Dokumentasi
Pribadi, 2020)
5. Korthalsia laciniosa Mart., Hist. Nat. Palm. III: 211 (1845), Gambar 17
Sinonim. Korthalsia andamanensis Becc., Malesia 2: 76 (1884); Korthalsia
grandis Ridl., Mat. Fl. Malay. Penins. 2: 217 (1907); Korthalsia scaphigera Kurz,
A B C
36
Forest Fl. Burma 2: 513 (1877); Korthalsia teysmanii Miq., Fl. Ned. Ind., Eerste
Bijv.: 591 (1861); Korthalsia wallichiifolia (Griff.) H. Wendl. in O.C.E.de
Kerchove de Denterghem, Palmiers: 248 (1878).
Tumbuh merambat hingga mencapai ketinggian 50 m. Diameter batang tanpa
okrea 2 - 6 cm, diameter batang dengan okrea 3 - 7 cm, dan internodus 30 cm.
Panjang daun 2,5 cm termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah daun berwarna putih
keabu-abuan dan terdapat indumentum. Duri soliter terdapat pada batang berukuran
0,6 cm dan sangat jarang. Tipe okrea memeluk erat batang dan cenderung rapuh
atau rusak dengan panjang okrea 10 - 15 cm (Gambar 17a). Panjang gagang daun 6
- 8 cm, panjang rakis 0,5 - 1,2 m, panjang sirus 1,2 m dengan duri seperti mata kail.
Susunan anak daun berpasangan dan terdapat gagang pada anak daun. Bentuk anak
daun belah ketupat dengan ukuran yang lebih besar dibanding jenis lain. Bentuk
ujung anak daun lancip, bentuk tepi anak daun bergerigi, dan bentuk pangkal anak
daun cunneate (Gambar 17b). Jumlah anak daun 12 - 18 helai setiap rakis. Panjang
anak daun berkisar 15 - 30 cm dan lebar 12 - 19 cm. Warna permukaan anak daun
adaksial dan abaksial berbeda. Indumentum pada bagian abaksial anak daun.
Bentuk tulang anak daun transversal terlihat jelas. Panjang perbungaan 50 - 75 cm
dengan panjang rachillae 10 - 15 cm dan lebar 0,5 - 1 cm (Gambar 17c). Bentuk
buah lonjong dan dilapisi sisik berwarna coklat. Panjang buah 2 cm dan lebar buah
1,5 cm.
Persebaran. Pulau Andaman, Pulau Nicobar, Burma, Thailand, Indochina,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan Filipina.
Habitat. Hutan dipterokarpa
Spesimen yang diamati. Sumatera, Lampung, Lampung [04°33'30.91"LS
105°24'24.51"BT], 1914, Gusdorf 317, 311, steril (BO); Sumatera Selatan, Bukit
Kelam, Desa Curup, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Penukal Abab Lematang
Ilir, 1.000 m dpl, [03°19'50.46"LS 104°9'8.69"BT], 13 Februari 1971, J. Dransfield
1244, steril (BO); Kecamatan Muaradua, Kota Palembang, 250 m dpl,
[04°31'34.26"LS 104°4'36.85"BT], 1 Juni 1915, Grashoff 425, berbunga (BO);
Kota Palembang, Kecamatan Sematang Ulu, 150 m dpl, [02°56'28.67"LS
104°50'22.65"BT], 19 Februari 1915, Grashoff 199, berbunga (BO); Sumatera
Utara, Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, 600 m dpl,
37
[03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT], 27 Februari 1973, J. Dransfield 3367, steril
(BO).
Gambar 17. Spesimen herbarium Korthalsia laciniosa (BO) A. Tipe okrea; B.
Bentuk anak daun; C. Bentuk perbungaan (Dokumentasi Pribadi,
2020)
6. Korthalsia paucijuga Becc., Ann. Roy. Bot. Gard. (Calcutta) 12(2): 121, 122
(1918), Gambar 18
Tumbuh merambat hingga ketinggian 30 m. Diameter batang tanpa okrea 0,5
cm, diameter batang dengan okrea 0,6 - 1 cm, dan internodus 10 cm. Panjang daun
80 cm termasuk gagang daun dan sirus. Duri terdapat pada pelepah, ukuran duri
sangat kecil dan jarang. Tipe okrea memeluk erat batang dan sangan pendek jika
dibandingkan dengan jenis Korthalsia lainnya, panjangnya berkisar 0,5 - 1,5 cm
(Gambar 18a). Panjang gagang daun 1 - 3 cm, panjang sirus 30 cm, dan panjang
rakis 50 cm dengan duri seperti mata kail yang berfungsi untuk memanjat. Susunan
anak daun berpasangan dan terdapat gagang anak daun. Bentuk anak daun belah
ketupat cenderung melanset, bentuk ujung anak daun lancip, bentuk tepi anak daun
bergerigi, dan bentuk pangkal anak daun cunneate (Gambar 18b). Jumlah anak daun
6 - 8 helai setiap rakis. Panjang anak daun 15 - 20 cm dan lebar 4 - 5,5 cm. Warna
permukaan adaksial dan abaksial anak daun berbeda. Garis tulang anak daun
transversal terlihat jelas. Panjang perbungaan 20 cm dengan panjang rachillae 8 cm
dan lebar 0,4 cm. Bentuk buah cenderung bulat dan dilapisi sisik berwarna coklat
(Gambar 18c). Panjang buah 1,2 cm dan lebar 1 cm.
Catatan. Korthalsia paucijuga memiliki karakter morfologi yang mirip dengan K.
rigida. Kedua jenis ini dapat dibedakan dari ukuran K. paucijuga yang lebih kecil
dan jumlah anak daun hanya 6 - 8 helai (Dransfield, 1980).
A B C
38
Persebaran. Sumatera dan Borneo
Habitat. Hutan lahan gambut
Nama lokal. Rotan tai ayam
Spesimen yang diamati. Sumatera, Jambi, Suaka Margasatwa Berbak, dekat
Sungai Air Hitam, 4 m dpl, [01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT], 13 Juli 1972, J.
Dransfield 2564, steril (BO); Sumatera Barat, [0°44'23.78"LS 100°48'0.02"BT],
16 Januari 1935, Houtv.J.H.de Haan 47, steril (BO).
Gambar 18. Spesimen herbarium Korthalsia paucijuga (BO) A. Ukuran batang; B.
Tipe dan panjang okrea; C. Bentuk anak daun (Dokumentasi Pribadi,
2020)
7. Korthalsia rigida Blume, Rumphia 2: 167 (1843), Gambar 19
Sinonim. Korthalsia ferox var. malayana Becc. in J.D.Hooker, Fl. Brit. India
6: 476 (1893); Korthalsia hallieriana Becc., Ann. Roy. Bot. Gard. (Calcutta) 12(2):
142 (1918); Korthalsia paludosa Furtado, Gard. Bull. Singapore 13: 313 (1951);
Korthalsia polystachya Mart., Hist. Nat. Palm. 3: 210 (1845).
Tumbuh merambat hingga tinggi 50 m. Diameter batang tanpa okrea 1 - 2 cm,
diameter dengan okrea 1,5 - 2,5 cm, dan internodus 20 cm. Panjang daun 1,5 - 2 m
termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau dan terdapat indumentum
berwarna abu-abu. Duri soliter terdapat pada pelepah berwarna coklat, duri
berbentuk triangular dan menempel kuat pada pelepah, ukuran duri 0,5 - 1 cm.
Okrea memeluk erat batang dan ujungnya sedikit hancur, panjang okrea berkisar 4
- 6 cm (Gambar 19a). Panjang gagang daun 10 - 25 cm, panjang rakis 30 - 80 cm,
dan panjang sirus 0,75 - 1 m dengan duri seperti mata kail sepanjang sirus. Susunan
anak daun berseling dan terdapat gagang anak daun. Bentuk anak daun belah
ketupat, bentuk ujung anak daun lancip, bentuk tepi anak daun praemorse atau
A B C
39
bergerigi, dan pangkal daun berbentuk cunneate (Gambar 19b). Jumlah anak daun
berkisar 10 - 14 helai setiap rakis. Panjang anak daun 9 - 15 cm dan lebar 6 - 8 cm.
Warna permukaan adaksial dan abaksial anak daun berbeda, permukaan adaksial
berwarna hijau tua, dan permukaan abaksial keabu-abuan serta terdapat
indumentum kecoklatan. Garis tulang anak daun transversal pada permukaan anak
daun terlihat jelas. Panjang perbungaan 70 - 80 cm dengan jumlah rachillae
mencapai 10 setiap tangkai perbungaan. Rachillae berwarna coklat dengan panjang
15 - 30 cm dan lebar 0,5 cm (Gambar 19c). Bentuk buah bulat, memiliki sisik
berwarna hijau kecoklatan dengan diameter 1 cm.
Persebaran. Thailand, Malaya, Sumatera, Borneo, Palawan
Habitat. Dataran rendah, bukit hutan dipterokarpa, hutan primer dengan tanah
cenderung kering
Nama Lokal. Rotan danan, rotan kubin, rotan belidang, dan rotan melandang
Pemanfaatan. Batang digunakan sebagai bahan dasar furniture
Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Gunung Kemiri, Aceh Tenggara, 700
m dpl, [03°45'44.00"LS 97°28'57.00"BT], 21 November 1975, J.P. Mogea 622,
steril (BO); Kabupaten Gayo Luwes, 744 m dpl, [04°01.798’LS 96°53.936’BT], 2
November 1997, Pak Ikram Sangaji & Sasha Barrow 25, steril (BO); Kepulauan
Bangka Belitung, Bukit Permis, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka
Selatan, 207 m dpl, [02°36'LS 105°58’BT], 23 Maret 2011, Leg. ign. SHER 010,
steril (BO); Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, 80 m dpl, [01°38'59.87"LS
105°49'44.51"BT], 30 Oktober 1914, W. Grashoff 60, steril (BO); Kecamatan
Lubuk Besar, Kabupaten Bangka, 20 m dpl, [02°36'18.24"LS 106°36'19.99"BT],
26 Agustus 1949, Kostermans & Anta 133, berbunga (BO); Kabupaten Belitung,
[02°52'15.22"LS 107°57'11.46"BT], 1913, Heyne 4, berbunga (BO); Gunung
Permisan, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan, 300 m dpl,
[02°33'20.06"LS 106°1'1.19"BT], H.A.B. Bünnemeyer 2025, steril (BO); Riau,
Kecamatan Kuala Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu, 3 m dpl, [0°10'56.69"LS
102°40'3.21"BT], 15 Januari 1919, Rapii BB.31.267, BB.31.268, steril (BO);
Sumatera Barat, Cagar Alam Rimbo Panti, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman,
35 km ke arah utara dari Kota Lubuk Sikaping, 200-500 m dpl, [0.459441 LS
100.048987 BT], 5 Agustus 1999, Nurainas N 1354, berbunga (BO); Gunung
40
Talamau, Kecamatan Jorong Bungo Tanjung, Kabupaten Pasaman, [0°4'45.01"LS
99°59'3.00"BT], 20 Juni 2011, H. Rustiami, A. Haryadi, M. Ardiyani, Y. Santika,
H. Handika, Wahyudi, & Daniel HR 1854, steril (BO); Muro Kulampi, Kabupaten
Sijunjung, 400 m dpl, [0°39'52.92"LS 101° 4'16.23"BT], 26 Februari 1974, J.
Dransfield & J.P. Mogea 3960, berbuah (BO); Sumatera Selatan, Kabupaten Musi
Rawas, 50 m dpl, [03°5'44.35"LS 103°4'54.44"BT], 19 Maret 1916, W. Grashoff
1006, steril (BO); Kabupaten Ogan Komering Ulu, 80 m dpl, [04°1'42.05"LS
104°0'26.05"BT], 23 Agustus 1915, W. Grashoff 584, steril (BO); Kota Palembang,
Kecamatan Muaradua, 250 m dpl, [04°31'34.26"LS 104°4'36.85"BT], 12 Juni 1915,
W. Grashoff 466, 30 Juli 1915, W. Grashoff 552, steril (BO); Sumatera Utara,
Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, 500 m dpl,
[03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT], 17 Februari 1973, J. Dransfield 3199, berbuah,
3201, steril, 3202, berbunga (BO), 20 Februari 1973, J. Dransfield 3257, berbuah
(BO); Kecamatan Sibolangit, 400-550 m dpl, [03°19'18.47"LS 98°33'0.46"BT], 2
Oktober 1927, J.A. Lorzing 12123, berbuah (BO); Gunung Sibualbuali jalur
Madurana, Kota Sipirok, 1.300 m dpl, [01°33'21.60"LS 99°15'18.00"BT], 20 Mei
1993, J.J. Afriastini 2400, berbuah (BO).
Gambar 19.Spesimen herbarium Korthalsia rigida (BO) A. Tipe okrea; B. Bentuk
dan susunan anak daun; C. Bentuk perbungaan (Dokumentasi Pribadi,
2020)
8. Korthalsia robusta Blume, Rumphia 2: 170 (1843), Gambar 20
Sinonim. Korthalsia macrocarpa Becc., Ann. Roy. Bot. Gard. (Calcutta)
12(2): 149 (1918); Korthalsia squarrosa Becc., Philipp. J. Sci., C 4: 620 (1909).
Tumbuh merambat dengan ketinggian 40 m. Diameter batang tanpa okrea 1,4
- 2 cm, diameter batang dengan okrea 2 - 3,5 cm, dan internodus 25 cm. Panjang
A B C
41
daun 1,5 - 3 m termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau dan hijau
terang serta terdapat indumentum kecoklatan. Duri soliter berwarna hitam,
berbentuk triangular dengan panjang duri 0,2 - 3 cm. Tipe okrea memanjang ke
arah atas dan menjauhi batang, kedua sisi tepinya menggulung, berwarna
kecoklatan, terdapat duri berwarna hitam dengan panjang 0,2 - 3 cm (Gambar 20a).
Panjang okrea 16 - 50 cm dan lebar 3 - 7 cm. Panjang gagang daun 10 - 35 cm
dengan bentuk adaksial rata dan abaksial cembung, terdapat indumentum berwarna
abu-abu. Panjang rakis 0,65 - 1,35 m dan panjang sirus 0,5 - 1,75 m serta terdapat
duri seperti mata kail untuk merambat. Susunan anak daun berpasangan dan
terdapat gagang anak daun. Bentuk anak daun belah ketupat, bentuk ujung anak
daun lancip, bentuk tepi anak daun praemorse atau bergerigi, dan bentuk pangkal
anak daun cunneate (Gambar 20b). Jumlah anak daun berkisar 12 - 20 helai setiap
rakis. Panjang anak daun 20 - 27 cm dan lebar anak daun 5 - 13 cm. Warna
permukaan adaksial dan abaksial anak daun berbeda, permukaan adaksial berwarna
hijau gelap dan permukaan abaksial berwarna abu-abu keputihan serta terdapat
indumentum. Bentuk tulang anak daun transversal terlihat jelas. Panjang
perbungaan 35 - 55 cm dengan indumentum berwarna coklat. Panjang rachillae 13
- 16 cm dan lebar 1 - 1,2 cm (Gambar 20c). Bentuk buah bulat dengan sisik
berwarna coklat, panjang buah 1,8 - 2,3 cm dan lebar 0,9 - 1,6 cm.
Catatan. Korthalsia robusta dan K. hispida memiliki tipe okrea yang sama
sehingga kedua jenis ini sering ditumpangi semut di dalam okreanya.
Persebaran. Borneo, Filipina, dan Sumatera
Habitat. Hutan dipterokarpa dataran rendah
Spesimen yang diamati. Sumatera, Jambi, Suaka Margasatwa Berbak, dekat
Sungai Air Hitam, 4 m dpl, [01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT], 13 Juli 1972, J.
Dransfield 2567, steril (BO); Lampung, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten
Tanggamus, 350-450 m dpl, [5°23’LS 104°25’BT], 9 Mei 1968, M. Jacobs 8295,
berbunga (BO); Desa Karangberak, Kecamatan Pematang Sawah, Kabupaten
Tanggamus, 100 m dpl, [05°43'17.44"LS 104°38'5.29"BT], 20 Februari 1971, J.
Dransfield 1258, steril (BO).
42
Gambar 20. Spesimen herbarium Korthalsia robusta (BO) A. Tipe okrea; B. Bentuk
anak daun; C. Bentuk perbungaan (Dokumentasi Pribadi, 2020)
9. Korthalsia rostrata Blume, Rumphia 2: 168 (1843), Gambar 21
Sinonim. Korthalsia lobbiana H.Wendl., Bot. Zeitung (Berlin) 17: 174
(1859); Korthalsia machadonis Ridl., Mat. Fl. Malay. Penins. 2: 216 (1907);
Korthalsia scaphigera Mart. Hist. Nat. Palm. 3(ed. 2): 211 (1845).
Tumbuh merambat dengan ketinggian 20 m. Diameter batang 0,4 - 0,9 cm,
diameter batang dengan pelepah 0,5 - 1,5 cm, dan internodus 10 - 12 cm. Panjang
daun 0,4 - 1 m termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau dengan
indumentum coklat kehitaman. Duri soliter berwarna kuning kecoklatan dengan
bentuk triangular, panjang duri berkisar 0,1 - 0,4 cm. Tipe okrea menggembung
berwarna coklat dengan duri berukuran 0,2 - 0,5 cm (Gambar 21a). Panjang okrea
2,5 - 5 cm dan lebar 1 - 3 cm. Panjang gagang daun 3 - 18 cm dengan bentuk rata
pada permukaan adaksial dan cembung pada abaksial serta terdapat indumentum
berwarna coklat. Panjang rakis 0,25 - 1,45 m dan panjang sirus 0,3 - 1,25 m dengan
duri seperti mata kail. Susunan anak daun Berpasangan dan terdapat gagang anak
daun. Bentuk anak daun belah ketupat cenderung melanset, bentuk ujung anak daun
lancip, bentuk tepi anak daun bergerigi, dan bentuk pangkal anak daun cunneate
(Gambar 21b). Jumlah anak daun berkisar 6 - 14 helai setiap rakis. Panjang anak
daun 11 - 20 cm dan lebar 5 - 10 cm. Warna permukaan anak daun berbeda,
permukaan adaksial berwarna hijau tua, dan permukaan abaksial berwarna keabu-
abuan serta terdapat indumentum. Garis tulang anak daun transversal terlihat jelas.
Panjang perbungaan 30-70 cm dengan jumlah rachillae setiap tangkai perbungaan
2-4 buah, serta terdapat indumentum berwarna coklat. Panjang rachillae 8-18 cm
A B C
43
dan lebar 0,5-0,8 cm (Gambar 21c). Bentuk buah cenderung lonjong dengan sisik
berwarna coklat (Gambar 21d). Panjang buah 2 - 2,5 cm dan lebar 1,2-1,7 cm.
Catatan. Tipe okrea yang menggembung sering dijadikan tempat tinggal semut dan
dijadikan semut sebagai sarangnya. Bentuk daun Korthalsia rostrata belah ketupat,
tetapi sering ditemui dengan bentuk melanset (Shahimi et al., 2019).
Persebaran. Borneo, Semenanjung Malaya, Sumatra, dan Singapura
Habitat. Hutan dipterokarpa dataran rendah dan hutan Kerangas
Nama lokal. Rotan semut, wae semut, dan rotan kawan
Pemanfaatan. Batang dapat digunakan untuk membuat keranjang
Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat,
73 m dpl, [04°0.745’LS 96°29.269’BT], 21 Oktober 1997, Pak Ikram Sangaji &
Sasha Barow 6, steril (BO); Desa Julok Rayeuk, Kecamatan Indra Makmur,
Kabupaten Aceh Timur, 100 m dpl, [04°52'35.63"LS 97°35'42.57"BT], Mei 1931,
Nainggolan s.n., steril (BO); Gunung Simpang Kiri, Kecamatan Simpang Kiri, Kota
Subulussalam, dikoleksi dari Kampung Adan, area Tangan-Tangan,
[02°40'55.94"LS 97°58'12.66"BT], 23 Oktober 1997, Pak Ikram Sangaji & Sasha
Barow 11, steril (BO); Bengkulu, Taman Nasional Bukit Barisan Setalan, Kaur
Tengah, Bengkulu Selatan, 400 m dpl, [03°30'31.75"LS 102°30'35.02"BT], 17
November 1995, A. Keim 14, berbuah (BO); Kepulauan Riau, Pulau Bakung,
Kabupaten Lingga, 5 m dpl, [0°5'9.21"LS 104°26'35.58"BT], 19 Agustus 1919,
H.A.B. Bünnemeyer 7580, berbunga (BO); Lampung, Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan, Kayongarang, Desa Sukaraja, Kecamatan Semaka, 550 m dpl,
[05°31’16.3”LS 104°26’54.6”BT], 27 Agustus 2008, D. Arifiani, R. Mahyuni &
Sugianto DA902, steril (BO); Riau, Kecamatan Kuala Cenaku, Kabupaten
Indragiri Hulu, [0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT], 10 Januari 1940, Rapii
BB.31.249, BB.31.250, berbunga (BO); Desa Belit, Kecamatan Rambah,
Kabupaten Rokan Hulu, 65 m dpl, [0°50'5.38"LS 100°16'56.81"BT], 14 Maret
2011, Fitri V-3 027, steril (BO); Sumatera Barat, Kecamatan Tapan, 39 km Jalan
Sungai Penuh, 500 m dpl, [02° 9'34.69"LS 101°4'37.57"BT], 14 Maret 1974, J.
Dransfield & J.P. Mogea 4162, berbuah (BO); Muro Kulampi, Kabupaten
Sijunjung, 400 m dpl, [0°39'52.92"LS 101°4'16.23"BT], 26 Februari 1974, J.
Dransfield & J.P. Mogea JD.3957, steril (BO); Cagar Alam Rimbo Panti,
44
Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, 35 km ke arah utara dari Kota Lubuk
Sikaping, 200-500 m dpl, [0.459441 LS 100.048987 BT], 8 Mei 1999, Nurainas N
1355, steril (BO); Sumatera Selatan, Kabupaten Banyuasin, 20 m dpl,
[02°51'1.49"LS 104°45'49.54"BT], 26 September 1915, W. Grashoff 634, berbunga
(BO); Kota Palembang, [02°58'33.86"LS 104°46'31.55"BT], 1914, Heyne 22,
berbunga (BO); Kabupaten Musi Rawas, 100 m dpl, [03°5'44.35"LS
103°4'54.44"BT], 10 Maret 1916, W. Grashoff 1003, berbunga (BO); Sumatera
Utara, Sungai Landak, Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat,
250 m dpl, [03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT], 5 Februari 1980, H. Wiriadinata &
Maskuri 669, berbuah (BO); 6 Februari 1980, H. Wiriadinata & Maskuri 682,
berbunga (BO); Kecamatan Ulu Besitang, Kabupaten Tanjung Pura, 50 m dpl,
[03°57’53,13”LS 98°27’44.28”BT], 14 Agustus 1971, J. Dransfield & D. Saerudin
1847, steril (BO); Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, 550 m
dpl, [03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT], 17 Februari 1973, J. Dransfield 3204,
berbuah (BO).
Gambar 21. Spesimen herbarium Korthalsia rostrata (BO) A. Tipe okrea; B.
Bentuk dan susunan anak daun; C. Bentuk perbungaan; D. Bentuk
buah (Dokumentasi Pribadi, 2020)
A B
C D
45
4.3. Hubungan Kekerabatan antar Jenis Korthalsia spp.
Tabel matriks skoring karakter morfologi Korthalsia spp. di Sumatera
terdapat pada Lampiran 4. Hasil dari analisis dengan metode UPGMA pada NTSys
menghasilkan dendrogram hubungan kekerabatan berdasarkan persamaan karakter
morfologi antar jenis Korthalsia spp. di Sumatera secara fenetik (Gambar 22).
Gambar 22. Dendrogram kekerabatan Korthalsia spp. di Sumatera secara fenetik
Dendrogram terbentuk 2 kelompok utama. Kelompok A terdiri atas 4 jenis
(Korthalsia debilis, K. paucijuga, K. rigida, dan K. rostrata) dan kelompok B terdiri
atas 5 jenis (K. echinometra, K. flagellaris, K. laciniosa, K. hispida, dan K. robusta).
Setiap jenis dalam kelompok memiliki hubungan yang berkaitan berdasarkan
persamaan karakter morfologi dengan koefisien 0,53 - 1,00.
Kelompok A terbagi menjadi 2 percabangan, yaitu cabang I terdiri dari K.
debilis, K. paucijuga, dan K. rigida, cabang II hanya terdiri dari K. rostrata dengan
nilai koefisien 0,66. Keempat jenis pada kelompok A memiliki persamaan karakter
morfologi. Persamaan karakter pada kelompok A yang dapat dilihat berdasarkan
morfologinya adalah panjang okrea < 10 cm, bentuk buah bulat, dan panjang buah
< 2 cm.
Cabang I pada kelompok A memiliki nilai koefisien 0,73. Percabangan I
kelompok A mengelompokkan 3 jenis Korthalsia, yaitu K. debilis, K. paucijuga,
dan K. rigida. Pengelompokan ini berdasarkan persamaan karakter morfologi,
antara lain tipe okrea memeluk batang, panjang daun < 1 m, panjang anak daun <
20 cm, dan memiliki gagang anak daun.
Cabang I pada kelompok A terbagi menjadi 2 cabang, yaitu cabang pertama
terdiri dari K. debilis dan K. paucijuga, cabang kedua hanya terdiri dari K. rigida.
46
Korthalsia debilis dan K. paucijuga memiliki nilai koefisien 0,83. Kedua jenis ini
memiliki persamaan karakter morfologi, antara lain diameter batang dengan okrea
< 2 cm, panjang duri < 2 cm, sebaran duri soliter, panjang daun < 1 m, posisi anak
daun berseling, terdapat gagang pada anak daun, bentuk anak daun belah ketupat,
panjang rakis < 50 cm, dan panjang sirus < 1 m. Namun, masih terdapat karakter
morfologi yang dapat membedakan keduanya. Cabang kedua hanya terdiri dari K.
rigida. Karakter yang membedakan K. rigida dengan K. debilis dan K. paucijuga,
antara lain panjang gagang daun ≥ 10 cm, panjang rakis ≥ 50 cm, panjang
perbungaan ≥ 50 cm, dan panjang rachillae ≥ 15 cm.
Cabang II pada kelompok A hanya terdiri dari K. rostrata. Karakter yang
membedakan antara K. rostrata dengan jenis-jenis pada cabang I, antara lain
diameter batang tanpa okrea ≥ 2 cm, tipe okrea menggembung, posisi anak daun
berpasangan, tidak terdapat gagang anak daun, panjang anak daun ≥ 20 cm, dan
panjang daun ≥ 1 m.
Kelompok B terbagi menjadi 2 percabangan, cabang I hanya terdiri dari
Korthalsia echinometra dan cabang II terdiri dari 4 jenis, yaitu K. flagellaris, K.
laciniosa, K. hispida, dan K. robusta dengan nilai koefisien 0,61. Kelima jenis pada
kelompok B memiliki persamaan karakter morfologi, antara lain tinggi pohon ≥ 20
m, diameter batang tanpa okrea ≥ 1 cm, diameter batang dengan okrea ≥ 2 cm,
panjang okrea ≥ 10 cm, panjang anak daun ≥ 20 cm, lebar anak daun ≥ 5 cm,
panjang daun ≥ 1 cm, panjang rakis ≥ 50 cm, bentuk buah lonjong, dan panjang
buah ≥ 2 cm.
Cabang I pada kelompok B hanya terdiri dari K. echinometra. Hal ini
dikarenakan karakter morfologi K. echinometra memiliki perbedaan yang jelas
dibandingkan jenis lain dalam kelompok B maupun kelompok A. Karakter yang
membedakan K. echinometra dibanding jenis-jenis lainnya dari kelompok B, antara
lain tipe okrea menggembung dengan panjang okrea ≥ 10 cm, sebaran duri
mengelompok (cluster), bentuk anak daun pita, tepi anak daun rata (entire), bentuk
ujung anak daun lancip, tidak memiliki gagang anak daun, dan lebar buah ≥ 1,5 cm.
Karakter tersebut memisahkan K. echinometra dengan keempat jenis lainnya.
Cabang II pada kelompok B terdiri dari 4 jenis, yaitu K. flagellaris, K.
laciniosa, K. hispida, dan K. robusta dengan nilai koefisien 0,73. Keempat jenis ini
47
memiliki persamaan karakter morfologi, antara lain tipe okrea yang tidak
menggembung, sebaran duri pada okrea soliter, bentuk anak daun belah ketupat,
bentuk ujung anak daun meruncing, bentuk tepi anak daun praemorse, terdapat
gagang anak daun, dan lebar buah < 1,5 cm.
Cabang II pada kelompok B terbagi menjadi 2 percabangan, cabang pertama
terdiri dari K. flagellaris dan K. laciniosa, cabang kedua terdiri dari K. hispida dan
K. robusta. Karakter yang membedakan percabangan pertama dan kedua, antara
lain tipe okrea, panjang duri, panjang sirus, dan lebar rachillae. Cabang pertama
memiliki nilai koefisien 0,83 antara K. flagellaris dan K. laciniosa. Nilai koefisien
tersebut berdasarkan pada persamaan karakter morfologi keduanya, antara lain
tinggi pohon ≥ 20 m, tipe okrea memeluk batang dengan panjang okrea ≥ 10 cm,
terdapat duri pada okrea dengan panjang duri < 2 cm, panjang sirus ≥ 1 m, panjang
perbungaan ≥ 50 cm, dan lebar rachillae < 1 cm. Namun, kedua jenis ini masih
dapat dibedakan berdasarkan bentuk anak daun K. flagellaris melanset, sedangkan
bentuk anak daun K. laciniosa belah ketupat. Bentuk pangkal anak daun K.
flagellaris adalah menyempit, sedangkan K. laciniosa berbentuk membaji. Jumlah
anak daun K. flagellaris adalah ≥ 20, sedangkan K. laciniosa < 20. Panjang
rachillae K. flagellaris adalah < 15 cm, sedangkan K. laciniosa ≥ 15 cm.
Percabangan selanjutnya pada cabang II kelompok B terdiri dari K. hispida
dan K. robusta dengan nilai koefisien 0,93. Kedua jenis tersebut memiliki
persamaan karakter morfologi, antara lain diameter batang tanpa okrea ≥ 1 cm, tipe
okrea memanjang ke atas menjauhi batang dan tepi okrea menggulung, panjang duri
≥ 2 cm, panjang sirus < 1 m, bentuk anak daun belah ketupat, bentuk ujung anak
daun meruncing dengan tepi anak daun praemorse, terdapat indumentum pada
permukaan daun, warna permukaan abaksial dan adaksial anak daun berbeda,
panjang perbungaan < 50 cm, dan lebar rachillae ≥ 1 cm. Kedua jenis ini memiliki
banyak persamaan karakter morfologi, akan tetapi kedua jenis ini masih dapat
dibedakan berdasarkan karakter lainnya. Perbedaan karakter tersebut, antara lain
posisi anak daun K. hispida berseling, sedangkan K. robusta berpasangan, panjang
rachillae K. hipida ≥ 15 cm, sedangkan K. robusta < 15 cm.
Berdasarkan dendrogram hubungan kekerabatan Korthalsia spp. di Sumatera
dapat diketahui bahwa hubungan kekerabatan paling jauh adalah kelompok B (K.
48
echinometra dengan K. flagellaris, K. laciniosa, K. hispida, dan K. robusta) dengan
nilai koefisien 0,61. Karakter morfologi pada K. echinometra tidak banyak dimiliki
oleh jenis lain dalam kelompok B, sehingga nilai koefisien kelompok ini paling
kecil di antara nilai koefisien lainnya.
Hubungan kekerabatan paling dekat di antara 9 jenis Korthalsia di Sumatera
yaitu antara K. hispida dan K. robusta. Kedua jenis ini memiliki nilai koefisien 0,93
atau indeks kemiripan 93%. Semakin besar nilai koefisien antar jenis, maka
semakin erat hubungan kekerabatannya. Kemiripan kedua jenis ini juga disebutkan
dalam Shahimi et al. (2019) dan Dransfield (1980). Berdasarkan 30 karakter
morfologi, hanya terdapat 2 karakter yang berbeda di antara kedua jenis tersebut.
Karakter tersebut antara lain susunan anak daun berseling pada K. hispida dan
berpasangan pada K. robusta. Selain itu terdapat perbedaan pada organ generatifnya,
yaitu panjang rachillae pada K. hispida ≥ 15 cm dan < 15 cm pada K. robusta.
4.4. Persebaran Korthalsia spp. di Sumatera
Sembilan jenis Korthalsia tersebar di Pulau Sumatera. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang telah dilakukan Dransfield (1980) dan Kalima et al.,
(2019). Dransfield (1980) menyatakan bahwa terdapat 9 jenis Korthalsia yang
terdapat di Sumatera, yaitu Korthalsia debilis, K. echinometra, K. flagellaris, K.
hispida, K. laciniosa, K. paucijuga, K. rigida, K. robusta, dan K. rostrata. Sebanyak
19 jenis Korthalsia yang terdapat di Indonesia dan tersebar di beberapa pulau di
Indonesia (Kalima et al., 2019). Korthalsia terdapat di semua bagian Pulau
Sumatera, seperti Aceh, Bengkulu, Jambi, Lampung, Riau, Kepulauan Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara
(Gambar 23).
Korthalsia rostrata merupakan jenis yang tersebar di 8 kawasan, yaitu Aceh,
Bengkulu, Kepulauan Riau, Lampung, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
dan Sumatera Utara. Korthalsia hispida, K. paucijuga, dan K. robusta hanya
terdapat pada 2 kawasan di Sumatera. K. hispida hanya terdapat pada kawasan Aceh
dan Jambi, K. paucijuga hanya terdapat pada kawasan Jambi dan Sumatera Barat,
dan K. robusta hanya terdapat pada kawasan Jambi dan Lampung.
49
Gambar 23. Peta persebaran Korthalsia spp. di Sumatera
Kawasan dengan jumlah keanekaragaman jenis paling banyak terdapat di
Sumatera Selatan dengan 6 jenis Korthalsia, yaitu K. debilis, K. echinometra, K.
flagellaris, K. laciniosa, K. rigida, dan K. rostrata. Titik dengan jumlah jenis paling
banyak di Sumatera Selatan adalah Kota Palembang. Hal ini dikarenakan jenis
Korthalsia spp. lebih banyak dikoleksi dari kawasan Sumatera Selatan dibanding
kawasan lainnya di Pulau Sumatera. Kawasan Sumatera Selatan memiliki iklim
tropis basah dengan curah hujan per-hari 61,0/17-634,4/22 mm sepanjang tahun
2008 (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2013). Hal ini relevan dengan
penelitian yang pernah dilakukan oleh Dransfield & Manokaran (1993) yang
menyatakan bahwa Korthalsia dapat ditemukan pada kawasan tropis dengan iklim
lembab.
Kawasan dengan jumlah keanekaragaman jenis paling sedikit adalah
Bengkulu dengan 2 jenis Korthalsia, yaitu K. echinometra dan K. rostrata.
Korthalsia echinometra terdapat di Cagar Alam Kepahiang dan K. rostrata terdapat
di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jumlah jenis yang terdapat pada kawasan
50
Bengkulu lebih sedikit dibandingkan kawasan lainnya karena sedikitnya jenis
Korthalsia spp. yang dikoleksi kawasan tersebut. Perubahan kondisi lapangan juga
mempengaruhi tingkat keanekaragaman jenis yang terdapat pada kawasan tersebut,
seperti perubahan tutupan hutan, deforestasi, dan degradasi habitat (Achmaliadi,
2001)
4.5. Habitat Korthalsia spp.
Berdasarkan spesimen herbarium yang diamati, terdapat label yang memuat
informasi mengenai habitat Korthalsia. Diketahui bahwa Korthalsia berada pada
hutan primer, hutan dipterokarpa, hutan lahan gambut, perbukitan, dan tepi sungai.
Informasi label juga memuat kisaran ketinggian Korthalsia ditemukan, yaitu 5 -
1200 m dpl. Umumnya Korthalsia dapat tumbuh pada dataran rendah maupun
dataran tinggi dengan ekosistem hutan dataran rendah, perbukitan, maupun kondisi
hutan dengan lahan basah atau gambut yang relatif lembab. Menurut Tomlinson
(2006) tumbuhan palem dapat hidup pada kawasan dingin dan kering, akan tetapi
dalam batasan tertentu. Kemampuan bertahan tersebut yang menyebabkan suku ini
dapat ditemukan pada area yang kering maupun lembab (Kissling, Eiserhardt,
Baker, Borchsenius, & Couvreur, 2012).
Umumnya rotan ditemukan di kawasan tropis (Dransfield & Manokaran,
1993) pada ketinggian 3000 m dpl dengan substrat tanah maupun batuan, kecuali
pada kawasan hutan mangrove (Dransfield, Tesoro, & Manokaran, 2002).
Berdasarkan spesimen yang diamati, terdapat jenis tertentu dalam beberapa nomor
koleksi yang ditemukan di kawasan hutan lahan gambut atau rawa. Jenis Korthalsia
yang ditemukan di kawasan hutan gambut atau rawa adalah K. flagellaris dan K.
paucijuga. Hal tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Dransfield (1980) yang menyatakan bahwa jenis tersebut tumbuh pada habitat
dengan kondisi lahan gambut atau rawa.
Berdasarkan informasi yang tercatat pada spesimen herbarium, Korthalsia
lebih banyak ditemukan pada habitat hutan dataran rendah dan hutan dipterokarpa
dibandingkan habitat lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Watanabe & Suzuki (2008) yang menyatakan bahwa jenis rotan yang ditemukan
pada kondisi tanah seperti rawa atau gambut jumlahnya tidak banyak. Kondisi tanah
51
yang tergenang air jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan habitat hutan
dipterokarpa. Beberapa jenis rotan mampu hidup pada kondisi tanah yang tergenang
air, akan tetapi jumlahnya tidak banyak (Dransfield, 1992). Kondisi tersebut
dikarenakan dapat menyulitkan dan menghambat drainase pada tumbuhan, serta
menghambat pertumbuhan tumbuhan semai di bawahnya (Siebert, 1993)
Kemampuan hidup Korthalsia pada kawasan hutan dataran rendah maupun
tinggi berdampak pada upaya konservasi yang dilakukan secara ex-situ. Jenis
Korthalsia spp. dapat ditemukan pada kawasan konservasi ex-situ Kebun Raya
Bogor. Berdasarkan penelitian Witono (1999) mengenai konservasi rotan Indonesia
di Kebun Raya Bogor, terdapat 5 jenis Korthalsia yang terdapat di Kebun Raya
Bogor, yaitu Korthalsia junghuhnii (Jawa), K. ferrox (Kalimantan), K. laciniosa
(Sumatera, Jawa), K. echinometra (Sumatera, Kalimantan), dan K. robusta
(Sumatera, Kalimantan). Kelima jenis Korthalsia tersebut, 3 di antaranya
merupakan Korthalsia dari Sumatera. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan
secara langsung, saat ini terdapat 3 jenis Korthalsia di Kebun Raya Bogor, yaitu
Korthalsia echinometra, K. hispida, dan K. laciniosa Gambar 24. Status Korthalsia
di IUCN Red List (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources) adalah belum terancam punah, sehingga upaya pelestarian Korthalsia
belum dilakukan karena persebarannya dan dapat ditemukan di kawasan hutan dan
perbukitan.
Gambar 24. Koleksi Korthalsia di Kebun Raya Bogor A. Korthalsia echinometra;
B. Korthalsia hispida; C. Korthalsia laciniosa (Dokumentasi Pribadi,
2020)
A B C
52
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Karakter morfologi Korthalsia spp. di Sumatera memiliki variasi bentuk,
susunan, dan ukurannya. Karakter kunci pada jenis Korthalsia adalah tipe okrea
dan anak daunnya. Hubungan kekerabatan Korthalsia spp. di Sumatera berdasarkan
karakter morfologi menunjukkan K. hispida dan K. robusta memiliki hubungan
kekerabatan paling dekat dengan nilai koefisien 0,93. Persebaran Korthalsia spp. di
Sumatera terdistribusi di setiap kawasan di Pulau Sumatera dan Sumatera Selatan
memiliki jenis Korthalsia terbanyak, yaitu K. debilis, K. echinometra, K. flagellaris,
K. laciniosa, K. rigida, dan K. rostrata dibandingkan kawasan lainnya di Pulau
Sumatera.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Korthalsia yang terdapat di
kawasan fitogeografi lain di Indonesia atau di Malesia untuk mengungkap
keanekaragamannya. Penggunaan spesimen dari pusat penyimpanan herbarium lain
dapat menambah referensi dan meminimalisasi adanya koleksi yang tidak cukup
representatif untuk diamati. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti
taksonomi dan lembaga konservasi karena penelitian ini memuat kunci identifikasi
dan deskripsi jenis Korthalsia di Sumatera yang dapat digunakan untuk
memudahkan identifikasi jenis Korthalsia lainnya serta upaya konservasinya.
Selain itu penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar untuk mengenalkan jenis
Korthalsia guna menjaga populasinya di habitat aslinya.
53
DAFTAR PUSTAKA
Achmaliadi, R., Adi, M., Hardiono, M., Kartadihardjo, H., Fachrurrazi, Malley, C.,
Mampioper, D., Togu, E., Manurung, Nababan, A., Pangkali, L.,
Ruwindrijarto, A., Situmorang, L., & Wardiyono. (2001). Keadaan Hutan
Indonesia. Bogor: Forest Watch Indonesia.
Agustina, S., Widodo, P., & Hidayah, H. A. (2014). Analisis fenetik kultivar cabai
besar Capsicum annuum L. dan cabai kecil Capsicum frutescens L. Scripta
Biologica, 1(1), 113. https://doi.org/10.20884/1.sb.2014.1.1.36.
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi. (2002). Terjemahan Tafsir
Ibnu Katsir. Bandung: Sinar Baru AL-Gesindo.
Ardiyani, M., Dwibadra, D., Dewi, K., Mulyadi, Meliah, S., Maryanto, I, Rustiami,
H., Arifiani, D., Rahajoe, J. S., Sutrisno, H., & Kanti, A. (2017). Temuan dan
Pertelaan Jenis Baru Biota Indonesia 1967-2017: Sumbangsih LIPI untuk
Sains. Jakarta: LIPI Press.
Arrijani. (2003). Phenetic relationship of Genus Knema, Horsfieldia, and Myristica
in Java based on pollen morphological evidence. Biodiversitas, Journal of
Biological Diversity, 4(2), 83-88. https://doi.org/10.13057/biodiv/d040203.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. (2013). Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) Kawasan Sumatera Selatan. BAPPEDA Kawasan Sumatera
Selatan.
Baker, W. J., Dransfield, J., & Hedderson, T. A. (2000). Phylogeny, character
evolution, and a new classification of the Calamoid palms. Systematic Botany,
25(2), 297-322. https://doi.org/10.2307/2666644.
Barfod, A. S., & Dransfield, J. (2013). Flora of Thailand: Arecaceae for Flora of
Thailand. Department of National Parks, Wildlife, and Plant Conservation.
Bangkok, Thailand.
Beccari, O. (1918). Asiatic palms — Lepidocaryeae, Part III, The species of
Korthalsia. Ann. Roy. Bot. Gard. (Calcutta), 12(2). 104-155.
Blume, C. L. (1843). De Ceratolobo de Korthalsia. Rumphia, sive commentationes
botanicae imprimis de plantis Indiae orientalis: tum penitus incognitis tum
quæ in libris Rheedii, Rumphii, Roxburghii, Wallichii aliorum recensentur 2:
166-173.
Damayanto, I. P. G. P., & Rahmawati, K. (2018). Karakteristik Koleksi Spesimen
Tipe Bambu Di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi – Lipi. Baca:
Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 39(2), 113.
https://doi.org/10.14203/j.baca.v39i2.424.
Dharmayanti, N. I. (2011). Filogenetika molekuler : Metode taksonomi organisme
berdasarkan sejarah evolusi. Jurnal Wartazoa, 21(1), 1-10.
54
Dransfield, J. (1979). A manual of the Rattans of the Malay Peninsula. Malaysia:
Forest Department.
Dransfield, J. (1980). A synopsis of the genus Korthalsia (Palmae:
Lepidocaryoideae). Kew Bulletin, 36(1), 163-194.
Dransfield, J. (1984). The Rattans of Sabah. Sabah: Sabah Forest Department.
Dransfield, J. (1992). The Rattans of Sarawak. Kew Royal Botanic Garden &
Sarawak Forest Department.
Dransfield, J. (1997). The Rattans of Brunei Darussalam. Royal Botanic Garden,
Kew.
Dransfield, J., & Manokaran. (1993). Plant Resources of Southeast Asia – Rattans.
Prosea Foundation Indonesia
Dransfield, J., Tesoro, F., & Manokaran, N. (2002). Rattan: Current research issues
and prospects for conservation and sustainable developement. Food and
Agriculture Organization of the United Nations.
Dransfield, J., Uhl, N. W., Asmussen, C. B., Baker, W. J., Harley, M. M. & Lewis,
C. E. (2008). Genera Palmarum: The Evolution and Classification of Palms.
Kew Publishing, Royal Botanic Gardens, Kew.
Eichhorn, S. J., Dufresne, A., Aranguren, M., Marcovich, N. E., Capadona, J. R.,
Rowan, S. J., Weder, C., Thielemans, W., Roman, M., Renneckar, S., Gindl,
W., Veigel, S., Keckes, J., Yano, H., Abe, K., Nogi, M., Nakagaito, A. N.,
Mangalam, A., Simonsen, J., … Peijs, T. (2010). Review: Current
international research into cellulose nanofibres and nanocomposites. In
Journal of Materials Science, 45(1), 1-33. https://doi.org/10.1007/s10853-
009-3874-0.
Girmansyah, D., Y. Santika, & Suratman. (2006). Index Herbariorum
Indonesianum. Bogor: Pusat Penelitian Biologi – LIPI.
Harris, J. & Harris, M. (1994). Plant Identification Terminology: An Illustrated
Glossary 2nd ed. Amerika: Spring Lake Publishing.
Hasanuddin, & Fitriana. (2014). Hubungan kekerabatan fenetik 12 spesies anggota
familia Asteraceae. Jurnal EduBio Tropika, 2(2), 187-250.
Herliyana, E. N. (2009). Identifikasi jamur mold dan blue stain pada rotan. Jurnal
Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan, 2(1), 21-26.
Hidayat, T., Yoza, D., & Budiani, E. (2017). Identifikasi jenis-jenis rotan pada
kawasan arboretum Universitas Riau. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas
Pertanian, 4(1), 1-6.
http://www.fao.org/docrep/003/Y2783E/y2783e0
Jasni, Damayanti, R., & Kalima, T. (2012). Atlas Rotan Indonesia. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
55
Jasni, J., & Roliadi, H. (2010). Daya tahan 25 jenis rotan terhadap rayap tanah.
Penelitian Hasil Hutan, 28(1), 55-65.
Jasni, Pari, G., & Kalima, T. (2016). Komposisi kimia dan ketahanan 12 jenis rotan
dari Papua terhadap bubuk kayu kering dan rayap tanah. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan, 34(1), 33–43.
Jones, S. B., & Luchsinger, A. E. (1986). Plant Systematics. McGraw-Hill Book
Campany, New York.
Kalima, T. & Setyawati, T. (2003). Analisa potensi jenis rotan kurang dikenal di
Hutan Berau, Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Hutan, 638, 59-72.
Kalima, T. (2008). Keragaman spesies rotan yang belum dimanfaatkan di Hutan
Tumbang Hiran, Katingan, Kalimantan Tengah. Info Hutan, 5(2), 161-175.
Kalima, T., & Jasni. (2015). Prioritas penelitian dan pengembangan jenis rotan
andalan setempat. Pros Sem Nas Masy. Biodiv Indon, 1(8), 1868-1876.
https://doi.org/10.13057/psnmbi/m0108220.
Kalima, T., & Rustiami, H. (2018). Identifikasi dan Petelaan Jenis Rotan Pulau
Jawa. CV. Sinar Jaya.
Kalima, T., Damayanti, R., & Susilo, A. (2019). Rotan potensial dari Hutan Bukit
Lubuk Pekak, Merangin, Jambi. Journal of Tropical Biodiversity and
Biotechnology, 04(01), 32–41. https://doi.org/10.22146/jtbb.4064
Karsinah, Sudarsono, Setyobudi, L., & Aswidinnoor, H. (2002). Keragaman
genetik plasma nutfah jeruk berdasarkan analisis penanda RAPD. J.
Bioteknologi Pertanian, 7(1), 8-16.
Kementerian Agama Republik Indonesia. (2015). Tafsir Ringkas Al-Qur’an Al-
Karim. Jakarta: Lajnah Pentashihah Al-Qur’an.
Kissling, W. D., Eiserhardt, W. L., Baker, W. J., Borchsenius, F., & Couvreur, T.
L. P. (2012). Cenozoic imprints on the phylogenetic structure of palm species
assemblages worldwide. Proceedings of the National Academy of Sciences of
the United States of America, 109 (19), 7379-7384.
https://doi.org/10.1073/pnas.1120467109
Kusmana, C., & Hikmat, A. (2015). Keanekaragaman hayati flora di Indonesia.
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 5(2), 187-198.
https://doi.org/10.19081/jpsl.5.2.187.
Kusnaedi, I., & Pramudita, A. S. (2013). Sistem bending pada proses pengolahan
kursi rotan Cirebon. Jurnal Rekajiva, 1(2), 1-13.
Martius, C. (1857). Historia Naturalis Palmarum, iii, 211.
Matthes, M., Moog, J., Fiala, B., Werner, B., Nais, J., & Maschwitz, U. (1998). The
rattan palm Korthalsia robusta Bl. and its ant and aphid partners: studies on
56
a myrmecophytic association in Kinabalu Park, Sabah. Sabah Parks Nature
Journal, 1, 37-50.
Miquel, F. A. (1861). Flora van Nederlandsch Indie, Eerste Bijvoegsel, 3, 591.
Murni, P., Muswita, Harlis, Yelianti, U., & Kartika, W. D. (2015). Lokakarya
pembuatan herbarium untuk pengembangan media pembelajaran biologi di
MAN Cendikia Muaro Jambi. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 30(2),
1-6. https://online-journal.unja.ac.id/index.php/jlpm/article/view/2491
Rachman, O. & Jasni. (2013). Rotan: Sumberdaya, Sifat, dan Pengelolaannya.
Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan.
Retraubun, A. S. W. (2013). Hilirisasi Industri Rotan Menjadi Komitmen Utama
Kementerian Perindustrian, Furnicraf today: Membangun Pertumbuhan
Industri yang Terbesar di Kawasan Regional. Media Informasi Industri
Mebel & Kerajinan Nasional.
Rotinsulu, J. M., Suprayogo, D., Guritno, B., & Hairiah, K. (2013). The potential
of rubber agroforestry for rattan (Calamus sp) cultivation in Katingan
Regency: Diversity of climbing trees for rattan. Agrivita, 35(3), 277–289.
https://doi.org/10.17503/Agrivita-2013-35-3-p277-289.
Rugayah, Retnowati, A., Windadri, F. I., & Hidayat, A. (2004). Pedoman
Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Bogor: Pusat Penelitian Biologi
– LIPI.
Rustiami, H., Mogea, J. P., & Tjitrosoedirdjo, S. S. (2011). Revision of the rattan
genus Daemonorops (Palmae: Calamoideae) in Sulawesi using a phenetic
analysis approach. Gardens’ Bulletin Singapore, 63(1&2), 1-30.
Sahwalita. (2014). Rotan sebagai HHBK Unggulan. Pelatihan Rotan Kabupaten
Musi Banyuasin. Balai Penelitian Kehutanan. Palembang.
Sanusi, D. (2012). Perlakuan kimia dan fisik empat jenis rotan sesudah penebangan
(chemical and physical treatments of four rattan species after felling). Jurnal
Ilmu Dan Teknologi Kayu Tropis, 10(1), 93-102.
Schloss, P. D. & Westcott S. L. (2011). Assessing and improving methods used in
Operational Taxonomic Unit – Based approaches for 16S rRNA gene
sequence analysis. Applied and environmental microbiology, 77(10), 3219-
3226.
Shahimi, S., Conejero, M., Prychid, C. J., Rudall, P. J., Hawkins, J. A., & Baker,
W. J. (2019). A taxonomic revision of the myrmecophilous species of the
rattan genus Korthalsia (Arecaceae). Kew Bulletin, 74(4).
https://doi.org/10.1007/s12225-019-9854-x.
Siebert, S. (1993). The abundance and site preferences of Calamus zollingeri in two
Indonesian national parks. Forest Ecology and Management, 59, 105-113.
57
Steven, Mardiyanti, & Suratman, R. (2014). Pembuatan mikrokristalin selulosa
rotan manau (Calamus manan sp.) serta karakterisasinya. Jurnal Selulosa,
4(2), 89-96. https://doi.org/10.25269/jsel.v4i02.84
Syam, N., Chikmawati, T., & Rustiami, H. (2016). A phenetic study of the Calamus
Flabellatus complex (Palmae) in West Malesia. Reinwardtia, 15(1), 27-41.
Telu, A. (2006). Cladistics of some rattans (Calamus spp.) from Central Sulawesi
based on physical and mechanical characteristic of stems. Biodiversitas,
Journal of Biological Diversity, 7(3), 225-229.
https://doi.org/10.13057/biodiv/d070306.
Terry, T. M. (2000). Microbial Taxonomy and Evolution. http://biologie.uni-
hamburg.de/bonline/library/micro229/terry/229sp00/lectures/taxonomy.
Diakses pada 14 Februari 2020.
Tjitrosoepomo, Gembong. (2004). Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada Press.
Uhl, N.W. & Dransfield, J., 1987. Genera palmarum: a classification of palms
based on the work of H.E.Moore Jr., pp.610. The International Palm Society
& the Bailey Hortorium, Kansas.
Watanabe, N. M., & Suzuki, E. (2008). Species diversity, abundance, and vertical
size structure of rattans in Borneo and Java. Biodiversity and Conservation,
17(3), 523-538. https://doi.org/10.1007/s10531-007-9268-1
Widjaja, E., Rahayuningsih, Y., Rahajoe, J., Ubaidillah, R., Maryanto, I., Walujo,
E., & Semiadi, G. (2014). Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia 2014.
In LIPI Press. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2.
Witono, J. R. (1999). Konservasi rotan Indonesia di Kebun Raya Bogor. Prosiding
Seminar Hasil-Hasil Penelitian Ilmu Hayat, September, 230-242.
Witono, J. R., Rustiami, H., Hadiah, J. T., & Purnomo, D. W. (2013). Panduan
Lapangan Pengenalan Jenis Rotan Katingan. Jakarta: WWF-Indonesia
Program Kalimantan Tengah.
58
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel jumlah nomor koleksi dan lembar herbarium Korthalsia spp. di
Sumatera
No. Nama Jenis No. Kol. Kolektor Tahun Jumlah
lembar
1. K. debilis 1844 John Dransfield & D.
Saerudin 1971 1
2. K. debilis 2725 John Dransfield 1972 1
3. K. debilis (0)803 J. J. Afriastini 1983 1
4. K. debilis 1997 Johanis P. Mogea 1980 3
5. K. debilis V-3 008 Fitri 2011 1
6. K. debilis Cin 02 D Cinthia Paramita 2017 1
7. K. debilis DE 12D Deri Andayani 2017 1
8. K. echinometra 572 Grashoff 1915 3
9. K. echinometra 1231 John Dransfield N/A 1
10. K. echinometra 1901 J. J. Afriastini 1992 2
11. K. echinometra 6722 Dr. P. Buwalda 1939 4
12. K. echinometra 197 Grashoff 1915 2
13. K. echinometra 701 Grashoff 1915 2
14. K. echinometra 2569 J. J. Afriastini 1993 9
15. K. echinometra 79 Grashoff 1914 2
16. K. echinometra 1849 John Dransfield 1971 1
17. K. echinometra NS 29 Nasrianti Syam & M.
Nasir Syam 2013 7
18. K. echinometra BB.31.244 Rapii 1940 4
19. K. flagellaris 50 Houtv. J. H. de Haan 1935 1
20. K. flagellaris 16 Houtv. J. H. de Haan 1935 1
21. K. flagellaris V-3 021 Fitri 2011 3
22. K. flagellaris 2586 John Dransfield 1972 1
23. K. flagellaris 19 Heyne N/A 2
24. K. flagellaris DE 08R Deri Andayani 2017 1
25. K. flagellaris 825 Grashoff 1915 3
26. K. flagellaris 2566 John Dransfield 1972 5
27. K. flagellaris 8 Grashoff 1914 3
28. K. flagellaris 2 Heyne 1913 3
29. K. flagellaris 7361 H. A. B. Bünnemeyer 1919 3
30. K. flagellaris 468 Beguin 1919 3
31. K. hispida 2620 John Dransfield 1972 3
32. K. hispida s.n. Nainggolan 1931 1
59
Lampiran 1. Lanjutan
No. Nama Jenis No. Kol. Kolektor Tahun Jumlah
lembar
33. K. hispida NS 28 Nasrianti Syam & M.
Nasir Syam 2013 3
34. K. laciniosa 425 Grashoff 1915 3
35. K. laciniosa 199 Grashoff 1915 5
36. K. laciniosa 3367 John Dransfield 1973 3
37. K. laciniosa 317 Gusdorf 1914 3
38. K. laciniosa 311 Gusdorf 1914 1
39. K. laciniosa 1244 John Dransfield 1971 1
40. K. paucijuga 47 Houtv. J. H. de Haan 1934 1
41. K. paucijuga 2564 John Dransfield 1972 1
42. K. rigida N 1354 Nurainas 1999 4
43. K. rigida Sher 010 Leg. Ign. 2011 1
44. K. rigida 1006 Grashoff 1916 3
45. K. rigida 3257 John Dransfield 1973 2
46. K. rigida 3202 John Dransfield 1973 3
47. K. rigida 3201 John Dransfield 1973 1
48. K. rigida 622 Johanis P. Mogea 1975 1
49. K. rigida 3199 John Dransfield 1973 3
50. K. rigida 25 Pak. Ikram Sangaji &
Sasha Barrow 1997 3
51. K. rigida HR 1854 Himmah Rustiami 2011 6
52. K. rigida 12123 J. A. Lorzing 1927 3
53. K. rigida 3960 John Dransfield & J.
P. Mogea 1974 3
54. K. rigida 466 Grashoff 1915 1
55. K. rigida 584 Grashoff 1915 1
56. K. rigida 552 Grashoff 1915 1
57. K. rigida 60 Grashoff 1914 1
58. K. rigida 133 Kostermans 1949 3
59. K. rigida 4 Heyne 1913 4
60. K. rigida 2025 H. A. B. Bünnemeyer 1918 4
61. K. rigida BB.31.267 Rapii 1919 2
62. K. rigida BB.31.268 Rapii 1940 1
63. K. rigida 2400 J. J. Afriastini 1993 2
64. K. robusta 8295 M. Jacobs 1968 3
65. K. robusta 2567 John Dransfield 1972 2
66. K. robusta 1258 John Dransfield 1971 1
60
Lampiran 1. Lanjutan
No. Nama Jenis No. Kol. Kolektor Tahun Jumlah
lembar
67. K. rostrata 7580 H. A. B. Bünnemeyer 1919 3
68. K. rostrata BB.31.249 Rapii 1940 1
69. K. rostrata BB.31.250 Rapii 1940 1
70. K. rostrata 669 H. Wiriadinata &
Maskuri 1980 2
71. K. rostrata 682 H. Wiriadinata &
Maskuri 1980 4
72. K. rostrata 634 Grashoff 1915 4
73. K. rostrata 6 Pak. Ikram Sangaji &
Sasha Barow 1997 2
74. K. rostrata JD 3957 John Dransfield 1974 1
75. K. rostrata 3204 John Dransfield 1973 2
76. K. rostrata 11 Pak. Ikram Sangaji &
Sasha Barow 1997 1
77. K. rostrata N 1355 Nurainas 1999 1
78. K. rostrata DA 902 Deby Arifiani, R.
Mahyuni, & Sugianto 2008 5
79. K. rostrata 1003 Grashoff 1916 2
80. K. rostrata V-3 027 Fitri 2011 1
81. K. rostrata s.n. Nainggolan 1931 2
82. K. rostrata 14 A. Keim 1995 3
83. K. rostrata 22 Heyne 1914 2
84. K. rostrata 1847 John Dransfield & D.
Saerudin 1971 1
85. K. rostrata 4162 John Dransfield & J.
P. Mogea 1974 2
Total 199
61
Lampiran 2. Lokasi dan titik koordinat spesimen herbarium Korthalsia spp. di
Sumatera
No. Nama Jenis No. Kol. Titik Koordinat
Latitude Longitude
1. K. debilis 1844 03°57’53.13” LS 98°27’44.28” BT
2. K. debilis 2725 04°24’56.13” LS 103°34’0.59” BT
3. K. debilis 0803 04°51’3.70” LS 103°56’15.37” BT
4. K. debilis 1997 03°29’12.22” LS 97°48’39.47” BT
5. K. debilis V-3 008 03°45’2.76” LS 98°27’10.70” BT
6. K. debilis Cin 02 D 01°78’48.2” LS 96°54’70.6” BT
7. K. debilis DE 12D 07°88’02.2” LS 96°61’01.0” BT
8. K. echinometra 572 04°1'42.05" LS 104°0'26.05" BT
9. K. echinometra 1231 03°39'5.15" LS 102°34'41.52" BT
10. K. echinometra 1901 01°25'33.60" LS 98°55'28.32" BT
11. K. echinometra 6722 0°18'34.83" LS 103°25'41.01" BT
12. K. echinometra 197 02°56'28.67" LS 104°50'22.65" BT
13. K. echinometra 701 02°51'1.49" LS 104°45'49.54" BT
14. K. echinometra 2569 01°33'33.90" LS 99° 2'5.99" BT
15. K. echinometra 79 01°38'59.87" LS 105°49'44.51" BT
16. K. echinometra 1849 03°57’53,13” LS 98°27’44.28” BT
17. K. echinometra NS 29 02°25'35.38" LS 98°2'8.19" BT
18. K. echinometra BB.31.244 0°10'56.69" LS 102°40'3.21" BT
19. K. flagellaris 50 0°44'23.78" LS 100°48'0.02" BT
20. K. flagellaris 16 0°44'23.78" LS 100°48'0.02" BT
21. K. flagellaris V-3 021 01°41'44.28" LS 105°24'3.42" BT
22. K. flagellaris 2586 01°17'12.71" LS 104°14'22.54" BT
23. K. flagellaris 19 02°58'33.86" LS 104°46'31.55" BT
24. K. flagellaris DE 08R 03°2'43.70" LS 107°47'14.31" BT
25. K. flagellaris 825 02°51'1.49" LS 104°45'49.54" BT
26. K. flagellaris 2566 01°17'12.71" LS 104°14'22.54" BT
27. K. flagellaris 8 01°38'59.87" LS 105°49'44.51" BT
28. K. flagellaris 2 02°52'15.22" LS 107°57'11.46" BT
29. K. flagellaris 7361 0°28'21.38" LS 104°25'32.71" BT
30. K. flagellaris 468 01°24'50.11" LS 101°36'56.80" BT
31. K. hispida 2620 01°52'19.37" LS 101°26'2.09" BT
32. K. hispida s.n. 04°47'8.73" LS 97°53'38.15" BT
33. K. hispida NS 28 02°25'35.38" LS 98°2'8.19" BT
34. K. laciniosa 425 04°31'34.26" LS 104°4'36.85" BT
35. K. laciniosa 199 02°56'28.67" LS 104°50'22.65" BT
36. K. laciniosa 3367 03°33'18.94" LS 98°8'41.21" BT
62
Lampiran 2. Lanjutan...
No. Nama Jenis No. Kol. Titik Koordinat
Latitude Longitude
37. K. laciniosa 317 04°33'30.91" LS 105°24'24.51" BT
38. K. laciniosa 311 04°33'30.91" LS 105°24'24.51" BT
39. K. laciniosa 1244 03°19'50.46" LS 104°9'8.69" BT
40. K. paucijuga 47 0°44'23.78"LS 100°48'0.02"BT
41. K. paucijuga 2564 01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT
42. K. rigida N 1354 0°27'34.0"LS 100°02'56.4"BT
43. K. rigida Sher 010 02°36'LS 105°58’BT
44. K. rigida 1006 03°5'44.35"LS 103°4'54.44"BT
45. K. rigida 3257 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT
46. K. rigida 3202 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT
47. K. rigida 3201 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT
48. K. rigida 622 03°45'44.00"LS 97°28'57.00"BT
49. K. rigida 3199 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT
50. K. rigida 25 04°01.798’LS 96°53.936’BT
51. K. rigida HR 1854 0°4'45.01"LS 99°59'3.00"BT
52. K. rigida 12123 03°19'18.47"LS 98°33'0.46"BT
53. K. rigida 3960 0°39'52.92"LS 101°4'16.23"BT
54. K. rigida 466 04°31'34.26"LS 104°4'36.85"BT
55. K. rigida 584 04°1'42.05"LS 104°0'26.05"BT
56. K. rigida 552 04°31'34.26"LS 104°4'36.85"BT
57. K. rigida 60 01°38'59.87"LS 105°49'44.51"BT
58. K. rigida 133 02°36'18.24"LS 106°36'19.99"BT
59. K. rigida 4 02°52'15.22"LS 107°57'11.46"BT
60. K. rigida 2025 02°33'20.06"LS 106°1'1.19"BT
61. K. rigida BB.31.267 0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT
62. K. rigida BB.31.268 0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT
63. K. rigida 2400 01°33'21.60"LS 99°15'18.00"BT
64. K. robusta 8295 05°23’LS 104°25’BT
65. K. robusta 2567 01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT
66. K. robusta 1258 05°43'17.44"LS 104°38'5.29"BT
67. K. rostrata 7580 0°5'9.21"LS 104°26'35.58"BT
68. K. rostrata BB.31.249 0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT
69. K. rostrata BB.31.250 0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT
70. K. rostrata 669 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT
71. K. rostrata 682 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT
72. K. rostrata 634 02°51'1.49"LS 104°45'49.54"BT
73. K. rostrata 6 04°0.745’LS 96°29.269’BT
63
Lampiran 2. Lanjutan...
No. Nama Jenis No. Kol. Titik Koordinat
Latitude Longitude
74. K. rostrata JD 3957 0°39'52.92"LS 101°4'16.23"BT
75. K. rostrata 3204 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT
76. K. rostrata 11 02°40'55.94"LS 97°58'12.66"BT
77. K. rostrata N 1355 0°27’34’’LS 100°02’56.4’’BT
78. K. rostrata DA 902 05°31’16.3”LS 104°26’54.6”BT
79. K. rostrata 1003 03°5'44.35"LS 103°4'54.44"BT
80. K. rostrata V-3 027 0°50'5.38"LS 100°16'56.81"BT
81. K. rostrata s.n. 04°52'35.63"LS 97°35'42.57"BT
82. K. rostrata 14 03°30'31.75"LS 102°30'35.02"BT
83. K. rostrata 22 02°58'33.86"LS 104°46'31.55"BT
84. K. rostrata 1847 03°57’53,13”LS 98°27’44.28”BT
85. K. rostrata 4162 02° 9'34.69"LS 101°4'37.57"BT
64
Lampiran 3. Data karakterisasi morfologi Korthalsia spp. di Sumatera
No. Karakter K. debilis K. echinometra K. flagellaris
1. Tinggi pohon 8 m 35 m 16 m
2. Diameter batang tanpa okrea 0,5 - 1,3 cm 0,8 - 2 cm 1,5 - 2,5 cm
3. Diameter batang dengan okrea 0,9 - 1,7 cm 1,2 - 4 cm 2 - 4 cm
4. Tipe okrea Memeluk batang Menggembung Memeluk batang
5. Panjang okrea 2 - 8 cm 10 - 21 cm 10,2 - 30 cm
6. Duri pada okrea Ya Ya Ya
7. Panjang duri 0,2 - 0,3 cm 1,8 - 6 cm 0,1 – 0,2 cm
8. Sebaran duri Soliter Clustering Soliter
9. Bentuk anak daun Rhomboid Linear Lanceolate
10. Bentuk ujung anak daun Acuminate Acute Acuminate
11. Bentuk tepi anak daun Praemorse Entire Praemorse
12. Bentuk pangkal anak daun Cuneate Attenuate Attenuate
13. Indumentum pada anak daun Ya Ya Ya
14. Warna permukaan bawah daun Berbeda Berbeda Berbeda
15. Posisi anak daun Berseling Berpasangan Berpasangan
16. Jumlah anak daun 10 - 12 helai 22 helai 20 - 40 helai
17. Gagang anak daun Ya Tidak Ya
18. Panjang anak daun 12 - 19 cm 24,5 - 33 cm 20 - 88 cm
19. Lebar anak daun 5 - 9 cm 2 - 3 cm 2 - 12 cm
20. Panjang daun 50 - 100 cm 120 - 200 cm 120 - 300 cm
21. Veinlets terlihat jelas Ya Ya Ya
65
Lampiran 3. Lanjutan
No. Karakter K. debilis K. echinometra K. flagellaris
22. Panjang gagang daun 6 - 7 cm 10 - 31,5 cm 10 - 17 cm
23. Panjang rakis 23 - 32 cm 50 - 100 cm 52,5 - 130 cm
24. Panjang sirus 13,6 - 20 cm 50 - 120 cm 51 - 150 cm
25. Panjang perbungaan N/A 61 - 120 cm 44 cm
26. Panjang rachillae 9 cm 21 - 24 cm 9 cm
27. Lebar rachillae 0,4 cm 1,2 - 1,5 cm 0,6 cm
28. Bentuk buah Bulat Lonjong Lonjong
29. Panjang buah 1 cm 2 cm 2 cm
30. Lebar buah 1,1 cm 1,5 cm 1,2 cm
No. Karakter K. hispida K. laciniosa K. paucijuga
1. Tinggi pohon 20 m 10 m 30 m
2. Diameter batang tanpa okrea 0,6 - 0,8 cm 1 - 2 cm 0,5 cm
3. Diameter batang dengan okrea 1 - 1,5 cm 1,5 - 3 cm 0,6 - 0,8 cm
4. Tipe okrea Memanjang diagonal Memeluk batang Memeluk batang
5. Panjang okrea 16 - 17 cm 5 - 6 cm 0,5 cm
6. Duri pada okrea Ya Ya Ya
7. Panjang duri 1 - 2 cm 0,6 cm N/A
8. Sebaran duri Soliter Soliter Soliter
9. Bentuk anak daun Rhomboid Rhomboid Rhomboid
66
Lampiran 3. Lanjutan
No. Karakter K. hispida K. laciniosa K. paucijuga
10. Bentuk ujung anak daun Acuminate Acuminate Acuminate
11. Bentuk tepi anak daun Praemorse Praemorse Praemorse
12. Bentuk pangkal anak daun Cuneate Cuneate Cuneate
13. Indumentum pada anak daun Ya Ya Ya
14. Warna permukaan bawah daun Berbeda Berbeda Berbeda
15. Posisi anak daun Berseling Berpasangan Berseling
16. Jumlah anak daun 10 - 14 helai 12 helai 6 - 8 helai
17. Gagang anak daun Ya Ya Ya
18. Panjang anak daun 16 - 18,5 cm 14 - 30 cm 16 - 17 cm
19. Lebar anak daun 3 - 8,5 cm 7 - 19 cm 5 - 5,5 cm
20. Panjang daun 100 - 180 cm 250 cm 80 cm
21. Veinlets terlihat jelas Ya Ya Ya
22. Panjang gagang daun 14,2 - 15 cm 6,5 - 33 cm 1 - 3 cm
23. Panjang rakis 35,8 - 75 cm 40 - 60 cm 30 cm
24. Panjang sirus 63 - 90 cm 120 cm 50 cm
25. Panjang perbungaan 31 cm 50 cm 20 cm
26. Panjang rachillae 15 cm 17 cm 8 cm
27. Lebar rachillae 1 cm 0,7 cm 0,4 cm
28. Bentuk buah Lonjong Lonjong Bulat
29. Panjang buah 2,2 cm 2 cm 1,2 cm
30. Lebar buah 1,9 cm 1,5 cm 1 cm
67
Lampiran 3. Lanjutan
No. Karakter K. rigida K. robusta K. rostrata
1. Tinggi pohon 50 m 20 m 30 m
2. Diameter batang tanpa okrea 0,5 - 1,7 cm 1,5 - 2 cm 0,5 – 1
3. Diameter batang dengan okrea 0,7 - 2,5 cm 2,5 - 3,5 cm 0,7 - 2,8 cm
4. Tipe okrea Memeluk batang Memanjang diagonal Menggembung
5. Panjang okrea 0,5 - 6 cm 30 - 50 cm 2,5 - 8 cm
6. Duri pada okrea Ya Ya Ya
7. Panjang duri 0,1 - 0,5 cm 2 - 3 cm 0,1 - 0,5 cm
8. Sebaran duri Soliter Soliter Soliter
9. Bentuk anak daun Rhomboid Rhomboid Rhomboid
10. Bentuk ujung anak daun Acuminate Acuminate Acuminate
11. Bentuk tepi anak daun Praemorse Praemorse Praemorse
12. Bentuk pangkal anak daun Cuneate Cuneate Cuneate
13. Indumentum pada anak daun Ya Ya Ya
14. Warna permukaan bawah daun Berbeda Berbeda Berbeda
15. Posisi anak daun Berseling Berpasangan Berpasangan
16. Jumlah anak daun 6 - 12 helai 12 - 16 helai 8 - 10 helai
17. Gagang anak daun Ya Ya Tidak
18. Panjang anak daun 9 - 33 cm 20 - 25 cm 11 - 25,5 cm
19. Lebar anak daun 6 - 13 cm 4,5 - 10 cm 3,5 - 8,7 cm
20. Panjang daun 70 - 200 cm 170 cm 41 - 82 cm
21. Veinlets terlihat jelas Ya Ya Ya
68
Lampiran 3. Lanjutan
No. Karakter K. rigida K. robusta K. rostrata
22. Panjang gagang daun 2 - 25 cm 10 - 32 cm 2 - 34 cm
23. Panjang rakis 30 - 80 cm 38 cm 13 - 37 cm
24. Panjang sirus 29 - 100 cm 95 - 100 cm 21 - 37 cm
25. Panjang perbungaan 40 - 70 cm 55 cm 30 - 50 cm
26. Panjang rachillae 6 - 30 cm 15 cm 8 - 22 cm
27. Lebar rachillae 0,5 cm 2,5 cm 0,5 - 1 cm
28. Bentuk buah Bulat Lonjong Lonjong
29. Panjang buah 1 cm 1,8 - 2,3 cm 2 cm
30. Lebar buah 1,2 cm 0,9 - 1,6 cm 1 - 1,3 cm
69
Lampiran 4. Matriks skoring Korthalsia spp. di Sumatera
No. Karakter Jenis
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Tinggi pohon 2 2 2 2 2 1 2 2 2
2. Diameter batang tanpa pelepah daun 2 2 2 2 2 1 2 2 1
3. Diameter batang dengan pelepah daun 1 2 2 2 2 1 1 2 2
4. Tipe okrea 1 2 1 3 1 1 1 3 2
5. Panjang okrea 1 2 2 2 2 1 1 2 1
6. Duri pada okrea 2 2 2 2 2 2 2 2 2
7. Panjang duri 1 2 1 2 1 1 1 2 1
8. Sebaran duri 1 2 1 1 1 1 1 1 1
9. Bentuk anak daun 1 2 3 1 1 1 1 1 1
10. Bentuk ujung anak daun 1 2 1 1 1 1 1 1 1
11. Bentuk tepi anak daun 1 2 1 1 1 1 1 1 1
12. Bentuk pangkal anak daun 1 2 2 1 1 1 1 1 1
13. Indumentum pada anak daun 2 2 2 2 2 2 2 2 2
14. Warna permukaan bawah daun 1 1 1 1 1 1 1 1 1
15. Posisi anak daun 1 2 2 1 2 1 1 2 2
16. Jumlah anak daun 1 2 2 1 1 1 1 1 1
17. Gagang anak daun 2 1 2 2 2 2 2 2 1
70
Lampiran 4. Lanjutan
Keterangan:
Jenis 1 : Korthalsia debilis Jenis 4 : Korthalsia hispida Jenis 7 : Korthalsia rigida
Jenis 2 : Korthalsia echinometra Jenis 5 : Korthalsia laciniosa Jenis 8 : Korthalsia robusta
Jenis 3 : Korthalsia flagellaris Jenis 6 : Korthalsia paucijuga Jenis 9 : Korthalsia rostrata
No. Karakter Jenis
1 2 3 4 5 6 7 8 9
18. Panjang anak daun 1 2 2 2 2 1 1 2 2
19. Lebar anak daun 2 2 2 2 2 1 2 2 2
20. Panjang daun 1 2 2 2 2 1 1 2 2
21. Tulang anak daun horizontal terlihat jelas 2 2 2 2 2 2 2 2 2
22. Panjang gagang daun 1 2 2 2 2 1 2 2 2
23. Panjang rakis 1 2 2 2 2 1 2 2 1
24. Panjang sirus 1 2 2 1 2 1 1 1 1
25. Panjang perbungaan 1 2 2 1 2 1 2 1 1
26. Panjang rachillae 1 2 1 2 2 1 2 1 2
27. Lebar rachillae 1 2 1 2 1 1 1 2 1
28. Bentuk buah 1 2 2 2 2 1 1 2 1
29. Panjang buah 1 2 2 2 2 1 1 2 1
30. Lebar buah 1 2 1 1 1 1 1 1 1
71
Lampiran 5. Proses analisis data NTSys pc versi 2.0
72