ANALISIS DETERMINAN STATUS GIZI BALITA DI
PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK BANTARAN SUNGAI
KELURAHAN PALEDANG
YUNITA MAGDALENA SIBARANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Determinan
Status Gizi Balita di Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan
Paledang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Yunita Magdalena Sibarani
NIM I14090061
ABSTRAK
YUNITA MAGDALENA SIBARANI. Analisis Determinan Status Gizi Balita di
Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang. Dibimbing
oleh IKEU TANZIHA.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis determinan status gizi balita
permukiman padat penduduk bantaran sungai. Desain penelitian adalah cross
sectional dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 64 subjek. Data dikumpulkan
dengan kuesioner melalui wawancara dan dianalisis secara deskriptif dan
inferensia. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara
karakteristik rumah dan pola asuh kesehatan dengan status gizi dan tidak terdapat
hubungan signifikan antara pendidikan orang tua, besar keluarga, pengeluaran,
pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan, skor morbiditas dan tingkat kecukupan
energi-protein dengan status gizi (p>0.1). Hasil uji regresi linier berganda
menunjukkan terdapat pengaruh positif nyata antara karakteristik rumah dan pola
asuh kesehatan terhadap status gizi dan tidak terdapat pengaruh antara pendidikan
orang tua, besar keluarga, pengeluaran, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan,
tingkat kecukupan energi-protein terhadap status gizi (p>0.1).
Kata kunci: bantaran sungai, padat penduduk, pola asuh, status gizi
ABSTRACT
YUNITA MAGDALENA SIBARANI. Determinant Analysis of Nutritional
Status in Under Five Child in Densely Populated Riverbanks of Kelurahan
Paledang. Supervised by IKEU TANZIHA.
This study aimed to analyze nutritional status determinant of children
under five years old in densely populated riverbank area. A cross sectional study
of 64 subjects was conducted. Data was collected by questionnaire through
interview and was analyzed by descriptive and inference. The result showed there
was significant correlation between house characteristics and health parenting
with nutritional status, but there were no significant correlation between parents’
education, length of family, outcome, nutritional knowledge of mothers, eat
parenting, morbidity score and dietary allowance of energy-protein with
nutritional status. Result of multiple linear regression analysis showed that there
was real positive effect between characteristics of house and health parenting to
nutritional status (p<0.1) and there was no effect between parents education,
length of family, outcome, nutritional knowledge of mothers, eat parenting,
energy and protein dietary allowance to nutritional status (p>0.1).
Key words: densely populated, nutritional status, parenting, riverbanks
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
YUNITA MAGDALENA SIBARANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ANALISIS DETERMINAN STATUS GIZI BALITA DI
PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK BANTARAN SUNGAI
KELURAHAN PALEDANG
uJ Skripsi: Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang
.:ill1a : Yunita Magdalena Sibarani _1 : 114090061
DisetujJi oleh
Dr Ir lkeu Tanziha, MS Pembimbing
Tanggal Lulus: 2 4 OCT 2013
/
Judul Skripsi : Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat
Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang
Nama : Yunita Magdalena Sibarani
NIM : I14090061
Disetujui oleh
Dr Ir Ikeu Tanziha, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Budi Setiawan, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Juni 2013 ini
ialah status gizi balita, dengan judul Analisis Determinan Status Gizi Balita di
Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS,
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Terima
kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS yang telah memberikan
masukan dan saran kepada penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Selain
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kecamatan Bogor Tengah dan
Kelurahan Paledang yang telah memberikan perizinan dan bantuan para kader
posyandu sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Mama dan Bapa, abang Edward Ronaldo, dan adikku
Nelly Octaviani dan Rivaldo Abednego atas dukungan moril, materil, doa, cinta
serta kasih sayangnya. Terima kasih juga untuk sahabat terbaik dan tersayang
Meirisa Rahmawati atas bantuan dalam penelitian dan dukungan serta semangat
bersama dengan Yohanes. Tidak lupa terima kasih untuk Gizi Masyarakat 46.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak
kekurangan. Namun penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi dan bermanfaat bagi semua.
Bogor, Oktober 2013
Yunita Magdalena Sibarani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Kegunaan Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 4
METODE 6
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6
Pengolahan dan Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 9
Karakteristik Contoh 11
Status Gizi 12
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh 13
Pengetahuan Gizi Ibu 20
Pola Asuh 22
Karakteristik Rumah 26
Status Kesehatan 30
Tingkat Kecukupan Zat Gizi 32
Pengaruh Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi, Pola Asuh, Skor
Morbiditas dan Tingkat Kecukupan terhadap Status Gizi 34
SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34
Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 39
RIWAYAT HIDUP 51
DAFTAR TABEL
1 Variabel, data, dan metode pengukuran 7
2 Sebaran contoh menurut usia 11
3 Sebaran contoh menurut jenis kelamin 11
4 Sebaran contoh menurut status gizi 12
5 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan status gizi 12
6 Sebaran contoh menurut kelompok usia orang tua dan status gizi 13
7 Rata-rata usia orang tua contoh menurut status gizi 14
8 Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan orang tua dan status gizi 14
9 Rata-rata lama pendidikan orang tua menurut status gizi 15
10 Sebaran contoh menurut pekerjaan orang tua dan status gizi 16
11 Sebaran contoh menurut besar keluarga dan status gizi 17
12 Rata-rata besar keluarga menurut status gizi contoh 17
13 Rata-rata alokasi pengeluaran perkapita per bulan keseluruhan contoh
terhadap makanan 18
14 Rata-rata alokasi pengeluaran bukan makanan perkapita per bulan
keseluruhan contoh 18
15 Rata-rata pengeluaran perkapita per bulan keluarga contoh menurut
status gizi 19
16 Sebaran contoh menurut kategori pengeluaran perkapita contoh dan
status gizi 19
17 Rata-rata skor pengetahuan gizi ibu menurut status gizi contoh 20
18 Sebaran contoh menurut skor pengetahuan gizi ibu dan status gizi 21
19 Sebaran contoh menurut jawaban pertanyaan mengenai pengetahuan
gizi 21
20 Rata-rata skor pola asuh makan ibu menurut status gizi 22
21 Sebaran contoh menurut jawaban pernyataan pola asuh makan contoh 23
22 Sebaran contoh menurut kategori skor pola asuh makan dan status gizi 23
23 Rata-rata skor pola asuh kesehatan ibu menurut status gizi 24
24 Sebaran contoh menurut kategori skor pola asuh kesehatan dan status
gizi 24
25 Sebaran contoh menurut jawaban pernyataan pola asuh kesehatan ibu
dan status gizi 25
26 Rata-rata skor karakteristik rumah menurut status gizi 26
27 Sebaran contoh menurut kategori skor karakteristik rumah dan status
gizi 27
28 Sebaran contoh menurut karakteristik rumah dan status gizi 27
29 Sebaran contoh menurut kejadian sakit dan status gizi 30
30 Sebaran contoh menurut jenis penyakit 31
31 Sebaran contoh menurut jenis penyakit dan status gizi 31
32 Rata-rata kecukupan zat gizi contoh menurut status gizi 32
33 Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi contoh menurut status gizi 33
DAFTAR GAMBAR
1 Gambar kerangka pikir 5
2 Peta Kecamatan Bogor Tengah 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakteristik rumah dan keadaan lokasi penelitian 39
2 Kuesioner penelitian 41
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan penduduk merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi
Indonesia sebagai negara yang berkembang. Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dengan laju pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi. Jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya tercatat
naik sekitar tiga hingga empat juta jiwa. Angka ini setara dengan jumlah kelahiran
bayi di wilayah Indonesia yang setiap harinya mencapai 10.000 bayi (Alimoeso
2012).
Jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan permukiman.
Sehingga bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan
akan perkembangan permukiman. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin
banyaknya lahan yang dijadikan permukiman penduduk. Provinsi Jawa Barat pada
tahun 2012, telah melakukan pemberian bantuan sarana dan prasarana utilitas
perumahan sebanyak 781 unit rumah, bantuan stimulan untuk pembangunan dan
perbaikan rumah swadaya sebanyak 30.587 unit, serta fasilitasi pembangunan
rusun sebanyak 5 twin block (Pemda Jabar 2012). Pemberian bantuan tersebut
menjadi bukti nyata meningkatnya perkembangan permukiman penduduk.
Namun adanya pertambahan penduduk yang cukup tinggi tidak didukung
dengan ketersediaan wilayah yang layak untuk dijadikan lahan hunian. Hal
tersebut menyebabkan banyak penduduk yang tidak mendapatkan wilayah layak
huni untuk dijadikan tempat tinggal. Permalasahan itulah yang menjadi penyebab
peningkatan lahan kumuh di Indonesia. Selain itu kemiskinan juga merupakan
salah satu penyebab terjadinya peningkatan lahan kumuh di Indonesia.
Pada bulan September 2012, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia
mencapai 28,59 juta orang (11.66%) (BPS 2012). Seperti yang diungkapkan
Keman (2005), masyarakat kecil berpenghasilan rendah tidak mampu memenuhi
persyaratan mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bahkan untuk rumah
tipe Rumah Sangat Sederhana (RSS). Sebaliknya pemerintah dan swasta
pengembang perumahan tidak dapat memenuhi kebutuhan perumahan untuk
masyarakat. Hal tersebut menimbulkan masalah sosial yang serius dan
menumbuhkan lingkungan permukiman kumuh (slum area) dengan gambaran
berhubungan erat dengan kemiskinan, kepadatan penghuninya tinggi, sanitasi
dasar perumahan yang rendah sehingga tampak jorok dan kotor yaitu tidak ada
penyediaan air besih, sampah yang menumpukdan banyaknya vektor penyakit,
terutama lalat, nyamuk dan tikus.
Permukiman kumuh adalah salah satu masalah yang tengah dihadapi
pemerintah Indonesia yang memerlukan perhatian khusus. DPR (2000)
menyatakan bahwa masalah perumahan adalah masalah yang kompleks, yang
bukan semata-mata aspek fisik membangun rumah, tetapi terkait sektor yang amat
luas dalam pengadaannya, seperti pertanahan, industri bahan bangunan,
lingkungan hidup dan aspek sosial ekonomi budaya masyarakat, dalam upaya
membangun aspek-aspek kehidupan masyarakat yang harmonis. Berdasarkan
2
pernyataan tersebut, diketahui bahwa masalah perumahan dapat berdampak pada
permasalahan lainnya, termasuk permasalah penduduk.
Permukiman yang berada disepanjang daerah bantaran sungai juga
seringkali menjadi penanda permukiman kumuh. Umumnya kriteria permukiman
yang berada dibantaran sungai termasuk dalam kriteria permukiman kumuh
seperti kepadatan penduduk tinggi, kerapatan bangunan tinggi, drainasi sempit
dan dangkal, tata letak bangunan tidak teratur, sanitasi rumah buruk, konstruksi
bangunan tidak teratur, jalan sempit dan sanitasi lingkungan buruk. Akibatnya
khalayak yang bermukim di wilayah dengan lingkungan hidup seperti ini menjadi
rentan terhadap berbagai macam penyakit (Pudjiastuti 2002).
Penduduk yang tinggal di daerah bantaran sungai, kondisi rumah tinggal
dan kebiasaan hidupnya seringkali menjadi pemicu masalah kesehatan tidak
hanya terjadi pada orang dewasa. Anak-anak termasuk balita yang tinggal
ditempat tersebut juga. Menurut kerangka konsep UNICEF dalam menanggulangi
masalah gizi, sanitasi merupakan penyebab yang mendasari di level keluarga
bahkan penyakit adalah penyebab langsung terjadinya permasalahan gizi.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai ―Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat
Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang‖.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan pokok-pokok
permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik sosial keluarga dengan status
gizi balita Kelurahan Paledang?
b. Bagaimanakah hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi
balita Kelurahan Paledang?
c. Bagaimanakah hubungan antara hubungan antara pola asuh dengan status
gizi balita Kelurahan Paledang?
d. Bagaimanakah hubungan antara hubungan antara karakteristik rumah
dengan status gizi balita Kelurahan Paledang?
e. Bagaimana hubungan antara skor morbiditas balita dengan status gizi
balita Kelurahan Paledang?
f. Bagaimana hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi
balita Kelurahan Paledang?
g. Determinan apa yang menggambarkan status gizi balita di permukiman
padat penduduk bantaran sungai Kelurahan Paledang?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis determinan status
gizi balita permukiman padat penduduk bantaran sungai di Kelurahan Paledang.
3
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :
1. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi contoh dan keluarga contoh yang
mencakup usia, jenis kelamin dan status gizi contoh serta tingkat
pendidikan, pekerjaan, pengeluaran, besar keluarga dan pengetahuan gizi
ibu.
2. Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh
dengan status gizi balita.
3. Menganalisis hubungan pola asuh yang mencakup pola asuh makan dan
kesehatan dengan status gizi balita.
4. Menganalisis hubungan karakteristik rumah mencakup kondisi rumah,
sumber air dan sarana pembuangan limbah rumah tangga.dengan status gizi
balita
5. Menganalisis hubungan skor morbiditas dengan status gizi balita.
6. Menganalisis hubungan tingkat kecukupan energi dan protein balita
terhadap status gizi balita.
7. Menganalisis pengaruh variabel sosial ekonomi, pola asuh, karakteristik
rumah, skor morbiditas dan tingkat kecukupan terhadap status gizi.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai status gizi
balita dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi untuk dapat
meningkatkan kualitas kesehatan balita. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan acuan dalam memperbaiki maupun meningkatkan penerapan determinan
pembentuk status gizi balita.
4
KERANGKA PEMIKIRAN
Masa balita adalah masa dimana pertumbuhan dan perubahan berjalan
pesat. Pada masa ini juga ketergantungan balita akan bantuan orang disekitarnya
mulai berkurang seiring dengan berkembangnya kemampuan dan pengendalian
tubuh.Pada masa ini pula terjadi perubahan pola makan seperti ketidaksukaan
terhadap makanan tertentu. Meskipun ketergantungan balita dengan lingkungan
sudah semakin berkurang, namun balita masih membutuhkan bantuan dari
lingkungan disekitarnya. Balita adalah periode transisi dari makanan bayi ke
makanan dewasa dimana dengan kondisinya yang belum mampu mengurus
dirinya sendiri sepenuhnya sehingga membutuhkan bantuan orang lain.
Ibu memegang peranan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan
balita karena pola asuh secara umum dilakukan oleh ibu. Adanya karakteristik lain
dari lingkungan sekitar dan karakteristik ibu itu sendiri, akan membentuk kualitas
balita. Hal yang dibentuk oleh pola asuh ibu tidak hanya kepribadian balita
melainkan juga konsumsi balita. Konsumsi balita akan menentukan angka
kecukupan gizi balita sesuai dengan karakteristik balita itu sendiri. Hal tersebut
akan berpengaruh pada status gizi balita. Pola asuh lainnya yang penting yang
dilakukan ibu adalah pola asuh kesehatan karena anak mempelajari kebiasaan
hidup sehat dari lingkungan disekitarnya. Pola asuh yang diterapkan akan
mempengaruhi konsumsi pangan balita dan juga status kesehatan balita.
Lingkungan tempat tinggal juga memegang peran penting karena tempat
tinggal adalah lokasi dimana balita melakukan aktivitas hariannya. Kondisi fisik
tempat tinggalnya juga sanitasi akan mempengaruhi peluang timbulnya penyakit.
Hal tersebut juga akan berpengaruh pada resiko balita terserang penyakit yang
akan berdampak pada status kesehatan balita. Status kesehatan balita akan
mempengaruhi angka kecukupan gizinya dan begitu juga sebaliknya, angka
kecukupan gizi yang dimiliki balita juga akan berpengaruh pada status kesehatan.
Dampak morbiditas pada angka kecukupan gizi balita maka akan berpengaruh
pula pada status gizi balita. Secara keseluruhan kerangka pemikiran determinan
status gizi balita dapat dilihat pada gambar 1.
5
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang diteliti
= Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
Konsumsi pangan
Lingkungan fisik dan sanitasi rumah:
Kondisi rumah
Sumber air
Sarana pembuangan limbah rumah
tangga
Status kesehatan:
- Jenis penyakit
- Frekuensi sakit
- Lamanya sakit
Karakteristik orang tua contoh:
Pendidikan
Pekerjaan
Pengeluaran
Besar keluarga
Pengetahuan gizi ibu
Tingkat Kecukupan
Gizi
Pola asuh:
Pola asuh makan
Pola asuh kesehatan
Aktivitas Fisik
Karakteristik contoh :
Usia
Jenis kelamin
Berat badan
Status gizi
6
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Desain penelitian yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah
cross-sectional study. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Paledang, Kecamatan
Bogor Tengah. Lokasi penelitian bertempat dimana permukiman penduduk berada
di aliran sungai Cisadane. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive sampling) berdasarkan pertimbangan bahwa Kecamatan Bogor Tengah
merupakan kecamatan terpadat di Kota Bogor dan Kelurahan Paledang
merupakan salah satu kelurahan dengan kepadatan yang cukup tinggi dengan
kriteria lainnya yaitu dilalui oleh sungai Cisadane.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Subjek pada penelitian ini adalah balita 24—59 bulan yang tinggal di
permukiman bantaran sungai yang berada di Kelurahan Paledang. Contoh diambil
dengan kriteria pengambilan contoh, yaitu tinggal di bantaran sungai dan bersedia
ikut dalam penelitian. Jumlah contoh yang akan dijadikan unit penelitian dihitung
dengan menggunakan cara berikut:
n = 𝑍𝑎2𝑁𝑝𝑞
𝑁−1 𝑑2+𝑍α𝑝𝑞
Keterangan :
n = jumlah sampel yang diinginkan
Zα
= 1.96
p = prevalensi status gizi balita gizi burukKota Bogor 9,3% (Dinkes 2010)
q = 0.907 (1-p)
N = populasi sebesar 256
d2 = presisi (tingkat kesalahan) sebesar 0.1
Diperoleh jumlah sampel minimal yang harus diambil adalah 30 orang
balita. Penelitian ini menggunakan 64 orang balita dengan mengambil seluruh
balita gizi kurang yang berada di lokasi penelitian yaitu sebanyak 13 orang.
Kemudian sebanyak 51 orang balita gizi normal dipilih oleh peneliti dengan
secara purposive.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer mencakup karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, dan berat badan),
data karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh (pendidikan, pekerjaan,
pengeluaran, besar keluarga dan pengetahuan gizi ibu), pola asuh (makan dan
kesehatan), status kesehatan dan konsumsi pangan contoh. Data diambil
menggunakan kuesioner melalui wawancara, untuk konsumsi pangan contoh
digunakan metode food recall 2x24 jam.
Pola asuh yang diteliti adalah pola asuh makan dan pola asuh kesehatan
yang dilakukan oleh ibu contoh terhadap balita (contoh). Pola asuh makan yang
7
ditanyakan dalam kuesioner ada sebanyak 10 poin pernyataan mencakup riwayat
pemberian ASI, cara memberikan makanan pada balita, dan cara ibu membentuk
situasi makan anak. Pola asuh kesehatan dalam kuesioner sebanyak 13 pernyataan
mencakup perilaku ibu dalam mengajarkan kebiasaan hidup sehat kepada anak
balita.Kondisi lingkungan yang dinilai sebanyak 20 pernyataan yaitu mencakup
kondisi fisik rumah, sumber air dan sarana pembuangan limbah rumah tangga.
Data status kesehatan (morbiditas) diperoleh dengan wawancara langsung
menggunakan kuesioner mengenai frekuensi sakit, lama sakit, jenis
penyakit/infeksi yang diderita contoh selama sebulan terakhir. Data tentang jenis
penyakit infeksi contoh diperoleh berdasarkan jawaban dari orang tua contoh.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian terlampir (Lampiran 2).
Data status gizi balita didapatkan dari hasil pengukuran berat badan
menurut umur dan ditentukan berdasarkan standar baku indeks WHO-NHCS
2005. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data anak balita,
profil/gambaran umum lokasi penelitian, profil kesehatan lokasi penelitian,
jumlah penduduk dan jumlah balita. Berikut ini adalah tabel mengenai jenis
variabel, data, dan metode pengukurannya.
Tabel 1 Variabel, data, dan metode pengukuran
No Variabel Responden Cara Pengumpulan Data
1
Karakteristik contoh
Jenis kelamin
Usia
Berat badan contoh
Balita
BB : pengukuran dengan
timbangan injak digital dengan
ketelitian 0.1 kg
2 Karakteristik orang tua
contoh
Orang tua
contoh
Wawancara menggunakan
kuesioner
Usia orang tua contoh
Pekerjaan orang tua
contoh
Pendapatan orang tua
contoh
Besar keluarga
Pendidikan gizi ibu contoh
Pengetahuan gizi: wawancara
menggunakan kuesioner yang
berisi 20 pertanyaan seputar gizi.
3
Pola asuh
Pola asuh makan
Pola asuh kesehatan
Orang tua
contoh
Wawancara menggunakan
kuesioner berisi 13 pernyataan
mengenai pola asuh ibu terhadap
kesehatan contoh dan 10
pernyataan mengenai kebiasaan
makan contoh
4 Status kesehatan contoh Orang tua
contoh
Wawancara menggunakan
kuesioner mengenai jenis
penyakit, lama terkena penyakit,
dan frekuensi terkena penyakit.
5 Status gizi contoh Balita (contoh)
Hasil pengukuran BB kemudian
status gizi dihitung menurut
BB/U
6
Karakteristik lingkungan
rumah contoh:
Kondisi fisik rumah
Sumber air
Pembuangan limbah RT
Orang tua
contoh dan
pengamatan
langsung
Wawancara dengan kuesioner.
8
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan diolah
dengan menggunakan Microsoft Excell 2007 dan SPSS 16.0 for Windows.
Pengolahan data meliputi beberapa tahap diantaranya pengeditan, pengodean,
pengentrian dan analisis. Uji hubungan antar variabel dalam penelitian ini
menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman. Uji pengaruh variabel untuk
mengetahui pengaruh variabel x terhadap y dilakukan dengan regresi linier
berganda metode stepwise.
Data karakteristik contoh yang meliputi umur, jenis kelamin dan konsumsi
zat gizi, serta karakteristik orang tua contoh yang mencakup tingkat pendidikan,
pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar keluarga dianalisis secara
statistik deksriptif.
Data umur orang tua kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok.
Kelompok usia menurut Papalia dan Old (1998) yang diacu dalam Yustika (2012)
dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu remaja (<20 tahun), dewasa awal (20–40
tahun), dewasa madya (41–65 tahun) dan dewasa akhir (>65 tahun).
Data karakteristik rumah, pola asuh makan dan kesehatan dihitung dengan
menghitung skor total yang didapat dari masing-masing kelompok pertanyaan.
Skoring jawaban akan dinilai dengan rentang 1–3. Skor total yang didapat dari
hasil penjumlahan kemudian digunakan untuk membuat kategori kelas
berdasarkan skor. Pengkategorian berdasarkan interval kelas data dilakukan
dengan perhitungan sebagai berikut (Slamet 1993) :
Interval kelas = nilai maksimal-nilai minimal
jumlah kelas
Data konsumsi pangan yang dikonsumsi oleh balita dihitung kandungan
energi dan protein menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan
Daftar Kandungan Gizi Makanan Jajanan (DKGJ). Perhitungan zat gizi ini
menggunakan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994) :
Kgij = (Bj/100) X Gij X (BDD/100)
Keterangan:
Kgij= Kandungan zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi
Bj = Berat bahan pangan yang dikonsumsi
Gij= Kandungan zat gizi yang dikonsumsi dalam 100 gram BDD
BDD = Bagian bahan pangan yang dapat dimakan (% BDD)
Tingkat kecukupan zat gizi dihitung dari konsumsi per hari yang
dibandingkan dengan angka kecukupan zat gizi yang telah ditetapkan pada
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004. Pengukuran
tingkat kecukupan energi dan zat gizi dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus seperti berikut :
Jumlah konsumsi energi/zat gizi
AK Energi atau Gizi yang Dianjurkan
Menurut Anggraeni (2012), konsumsi seseorang dikatakan baik apabila
memenuhi 90–110% dari kebutuhan, defisit ringan jika hanya 80–89% kebutuhan,
defisit sedang jika 70–79% kebutuhan, dan defisit berat jika kurang dari 70%
kebutuhan.
Pengetahuan gizi ibu diukur dengan memberikan 20 pertanyaan yang berupa
pilihan ganda. Jawaban yang benar diberi nilai 1 sedangkan jawaban yang salah
X 100%
9
diberi nilai 0. Jumlah jawaban yang benar dijumlah dan dikelompokkan dalam
tiga kelompok, yaitu : baik jika skor >80%, sedang jika skor berkisar antara 60–
80%, dan kurang jika skor <60% (Khomsan 2000).
Perhitungan status kesehatan responden menggunakan analisis skor
morbiditas. Skor morbiditas contoh dihitung dengan cara mengalikan waktu lama
sakit yang diderita oleh contoh dan frekuensi sakit yang dialami contoh selama
sebulan.
Definisi Operasional
Contoh adalah balita yang berusia 24-59 bulan yang tinggal di daerah bantaran
sungai.
Karakteristik rumah adalah kondisi lingkungan fisik rumah tinggal yang
mencakup kondisi rumah, sumber air dan sarana pembuangan limbah
rumah tangga.
Karakteristik contoh adalah kriteria pada contoh yang dijadikan penilaian antara
lain usia, jenis kelamin dan berat badan.
Karakteristik orang tua contoh adalah kriteria pada orang tua contoh yang
mencakup pendidikan, pekerjaan, pengeluaran per kapita per bulan dan
besar keluarga.
Pengetahuan gizi ibu adalah kemampuan ibu dalam memahami mengenai zat
gizi, baik kegunaan maupun sumbernya, serta pengaruhnya terhadap
kesehatan.
Pola asuh adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengasuh contoh baik dari segi
makan maupun kesehatan.
Konsumsi pangan adalah makanan yang dikonsumsi oleh contoh selama dua hari
pengamatan, mencakup jenis dan jumlah makanan.
Food recall adalah metode yang digunakan untuk mengetahui kuantitas makanan
yang dikonsumsi 2x24 jam menggunakan formulir food recall.
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh yang diukur menggunakan
berat badan contoh yang kemudian disesuaikan dengan usia contoh dan
kriteria penilaian didasarkan pada WHO NHCS
Skor morbiditas yaitu salah satu indikator status kesehatan yang diperoleh
dengan mengalikan frekuensi sakit dengan lamanya terkena penyakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Bogor Tengah berjarak 2 km dari pusat pemerintahan kota,
merupakan wilayah perbukitan bergelombang dengan ketinggian bervariasi antara
150 s.d. 350 m diatas permukaan laut dan dialiri oleh dua sungai besar yakni
Sungai Ciliwung ditengah kota dan Sungai Cisadane sebagai batas wilayah
dengan Kecamatan Bogor Barat. Luas kecamatan Bogor Tengah secara
keseluruhan adalah 8.13 km2, dengan kelurahan terluas yaitu Kelurahan Paledang
yaitu 1.78 km2. Penggunaan lahan di Kecamatan Bogor Tengah sebagian besar
10
yaitu perumahan/permukiman seluas 524.24 Ha, bangunan umum (kantor dan
pertokoan) seluas 15.61 Ha, pemakaman 2.95 Ha, untuk lahan pertanian 0.45 Ha
dan lain lain. Jumlah penduduk di kecamatan Kota Bogor Tengah berdasarkan
data BPS tahun 2010 sebesar 101398 jiwa dan 25738 rumah tangga. Dari total
penduduk kecamatan Kota Bogor Tengah tersebut terdapat 51296 jiwa penduduk
laki-laki dan 50102 jiwa penduduk perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar
102. Ini berarti bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan,
atau dengan kata lain setiap 102 penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk
perempuan.
Jika dilihat dari penyebaran penduduk, kelurahan Tegallega mempunyai
jumlah penduduk terbesar di kecamatan Kota Bogor Tengah yaitu sebesar 18.35%
dengan kepadatan penduduk 15127 jiwa/km2, urutan kedua adalah kelurahan
Paledang yaitu sebesar 11.36% dengan kepadatan penduduk 6472 jiwa/km2.
Sedangkan jumlah penduduk terendah adalah kelurahan Pabaton yaitu sebesar
2.97% dengan kepadatan penduduk 4773 jiwa/km2.
Kelurahan Paledang memiliki luas areal 178 Ha dengan jumlah RT
sebanyak 58 RT dan jumlah RW sebanyak 13 RW. Letak kondisi geografis
Kelurahan Paledang berada + 700 M di atas permukaan laut dengan curah hujan
rata-rata per tahun 3000 – 4000 Mm dan keadaan suhu rata-rata 30 o
C. Bagian
utara dibatasi Kelurahan Pabaton, bagian selatan dibatasi Kelurahan Gudang,
bagian barat dibatasi Kelurahan Panaragan dan bagian timur dibatasi Kelurahan
Babakan. Jumlah penduduk pada tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat 10143
jiwa dengan 2736 KK terdapat di Kelurahan Paledang. Sebanyak 5183 penduduk
berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 4960 berjenis kelamin perempuan.
Gambar 2 Peta Kecamatan Bogor Tengah
Indeks kepadatan penduduk adalah suatu indeks yang menyatakan kualitas
lingkungan suatu berdasarkan kepadatan penduduknya. Kepadatan penduduk
menjadi salah satu penentu kualitas lingkungan karena tingginya aktivitas sosial-
ekonomi penduduk ibukota provinsi akan menekan lingkungan hidup, baik
lingkungan lahan/tanah, air maupun udara. Semakin padat penduduk maka
tekanan terhadap lingkungan akan semakin besar yang akan menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan. Untuk kepadatan penduduk yang kurang dari atau
11
sama dengan 96 jiwa per hektar diberi nilai indeks 100. Nilai indeks berkisar dari
0—100. Nilai 100 menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di kota tersebut
merupakan kepadatan yang ideal (BPS 2013). Apabila dibandingkan kriteria BPS,
baik Kecamatan Bogor Tengah maupun Kelurahan Paledang memiliki indeks
kepadatan penduduk yang cukup besar. Kepadatan penduduk di lokasi tersebut
memiliki nilai yang lebih besar dari 96 jiwa/hektar. Pada Kecamatan Bogor
Tengah kepadatannya sebesar 193 jiwa/hektar dan kepadatan Kelurahan Paledang
adalah 151 jiwa/hektar.
Apabila dibandingkan dengan pemukiman kumuh, meskipun di beberapa
tempat dan beberapa kriteria di lokasi menunjukkan adanya indikasi yang hampir
sesuai dengan pemukiman kumuh, namun lokasi yang menjadi tempat penelitian
tidak sepenuhnya sesuai dengan lingkungan kumuh. Secara umum konsep
permukiman kumuh mengandung dua pengertian, yaitu; daerah slums dan daerah
squatter. Daerah slums merupakan daerah-daerah permukiman yang diakui, tetapi
karena kemiskinan yang diderita penghuninya sehingga tidak dapat membiayai
pembangunan lingkungannya. Sedangkan daerah squatter adalah permukiman
kumuh dan miskin yang diperoleh dengan cara melanggar hukum, yaitu dengan
cara menempati ruang-ruang publik terbuka yang semestinya tidak diperuntukkan
bagi permukiman dan penghunian. Squatter (hunian liar) ini biasanya menjarah
ruang-ruang terbuka perkotaan yang berbahaya, karena cenderung dibangun
dipinggir kali, dibawah jembatan, taman-taman, pinggiran rel kereta api dan di
banyak tempat berbahaya lainnya (Ismail 2000).
Karakteristik Contoh
Usia dan Jenis Kelamin
Karakteristik contoh yang diidentifikasi dalam penelitian adalah umur dan
jenis kelamin contoh. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan usia contoh
menurut bulan.
Tabel 2 Sebaran contoh menurut usia
Kelompok usia (bulan) n %
24–35 19 29.69
36–47 22 34.38
48–59 23 35.94
Total 64 100
Tabel 2 menjelaskan bahwa persentase jumlah contoh hampir sama
besarnya untuk tiap kelompok usia. Selisih jumlah contoh masing-masing
kelompok tidak terlalu besar. Namun, jumlah contoh yang terbesar adalah pada
kelompok usia 48-59 bulan. Berikut adalah sebaran contoh menurut jenis kelamin.
Tabel 3 Sebaran contoh menurut jenis kelamin
Jenis kelamin n %
Laki-laki 31 48.44
Perempuan 33 51.56
Total 64 100
12
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa sebagian besar (lebih dari separuh)
contoh yang digunakan dalam penelitian berjenis kelamin perempuan. Meskipun
lebih banyak contoh perempuan, namun selisih jumlahnya tidak terlalu besar.
Status Gizi
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana
kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi
terjamin, maka berat badan akan berkembang mengikuti pertambahan umur
(Supariasa et al. 2001). Pada penelitian ini, status gizi contoh ditentukan
berdasarkan berat badan menurut usia mengacu pada z-skor. Berikut adalah
sebaran contoh menurut status gizi
Tabel 4 Sebaran contoh menurut status gizi
Status Gizi n %
Gizi kurang 13 20.31
Gizi normal 51 79.69
Total 64 100
Rata-rata ± SD -1.09 ± 1.03
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa lebih dari separuh contoh
tergolong dalam status gizi normal sehingga persentase contoh dengan status gizi
normal lebih besar dibandingkan dengan status gizi kurang. Namun karena
penelitian ini menggunakan seluruh balita gizi kurang di lokasi penelitian, maka
apabila dibandingkan dengan keseluruhan balita yang terdapat di lokasi,
persentase balita kurang yang ada di lokasi penelitian adalah sebesar 5.10%.
Persentase gizi kurang ini lebih kecil jika dibandingkan dengan dengan persentase
status gizi kurang provinsi Jawa Barat sebesar 9.90% (Depkes 2010).
Persentase gizi kurang di lokasi penelitian ini juga memiliki nilai yang
lebih kecil dibandingkan penelitian Vinod di Nagpur. Hasil penelitian Vinod
tersebut menunjukkan hasil bahwa balita di permukiman yang cenderung kumuh
memiliki persentase balita gizi kurang yang lebih tinggi dibandingkan gizi normal
(Vinod et al. 2012). Kemudian apabila dilihat berdasarkan sebaran status gizi
balita menurut jenis kelamin, maka dijelaskan dalam tabel 5.
Tabel 5 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan status gizi
Jenis kelamin Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Laki-laki 7 53.85 24 47.06
Perempuan 6 46.15 27 52.94
Total 13 100 51 100
Contoh yang tergolong dalam status gizi kurang lebih banyak pada contoh
yang berjenis kelamin laki-laki (53.85%) dibandingkan dengan perempuan. Hasil
13
ini sesuai dengan penelitian Sab’atmaja yang menghitung prevalensi gizi kurang
di provinsi Papua, Aceh, Lampung dan Yogyakarta menunjukkan bahwa masalah
gizi yang dialami anak Indonesia lebih banyak terjadi pada laki-laki. Masalah gizi
pada balita laki-laki akan mempengaruhi daya saing kualitas sumber daya
manusia dimasa akan datang, terlebih bila masalah gizi yang sifatnya kronis dan
akut (Sab’atmaja et al. 2010).
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradhan di Nepal yang
menunjukkan hasil sebaliknya, yaitu balita perempuan mempunyai persentase
lebih besar dalam masalah gizi baik pada masalah gizi yang berupa underweight,
stunting maupun wasting (Pradhan et al. 2006). Menurut Suhardjo (1985)
menyatakan kemungkinan gizi kurang pada balita perempuan lebih tinggi
disebabkan karena adanya pola sosial kebudayaan berupa pembagian makan
dalam keluarga yang lebih mengutamakan laki-laki dibandingkan perempuan.
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh
Usia
Kelompok usia menurut Papalia dan Old (1998) dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu remaja (usia kurang dari 20 tahun), dewasa awal (usia 20-40
tahun), dewasa madya (usia 41–65 tahun) dan dewasa akhir (usia lebih dari 65
tahun).
Masa dewasa awal merupakan waktu untuk membentuk kemandirian
pribadi dan ekonomi. Masa dewasa pertengahan merupakan masa dimana
bertambahnya kepedulian terhadap badan sendiri dan meningkatnya refleksi
tentang arti hidup. Masa dewasa akhir merupakan masa penyesuaian terhadap
menurunnya kekuatan dan kesehatan, serta masa pensiun dan berkurangnya
pendapatan (Santrock 1996).
Berdasarkan kelompok usia tersebut, usia ayah dan ibu contoh
dikategorikan kemudian dibedakan berdasarkan status gizi contoh. Berikut adalah
sebaran kelompok usia orang tua contoh menurut status gizi contoh.
Tabel 6 Sebaran contoh menurut kelompok usia orang tua dan status gizi
Ayah Ibu
Kelompok usia
Gizi kurang Gizi normal
Gizi
kurang
Gizi
normal
n % n % n % n %
Remaja (< 20 tahun) 0 0 0 0 0 0 0 0
Dewasa awal (20–40 tahun) 8 61.54 29 60.42 12 92.31 45 88.24
Dewasa madya (41–65 tahun) 5 38.46 17 35.42 1 7.69 6 11.76
Dewasa akhir (> 65 tahun) 0 0 2 4.17 0 0 0 0
Total 13 100 48 100 13 100 51 100
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa pada kelompok gizi kurang
sebagian besar usia ayah maupun ibu tergolong dalam kelompok usia dewasa
awal, dan sebagian kecil lainnya tergolong dalam kelompok usia dewasa madya.
Begitu pula dengan kelompok contoh gizi normal, sebagian besar ayah dan ibu
contoh tergolong dalam kelompok usia dewasa awal. Namun terdapat perbedaan
14
antara jumlah total antara ayah dan ibu, hal tersebut disebabkan adanya beberapa
contoh yang tidak memiliki ayah. Contoh yang tidak memiliki ayah tersebut
disebabkan karena terjadinya perceraian sehingga ayah contoh tersebut tidak
dicantumkan dalam data.
Berikut adalah rata-rata usia orang tua contoh yang dibagi berdasarkan
kelompok status gizi contoh.
Tabel 7 Rata-rata usia orang tua contoh menurut status gizi
Status Gizi
Usia (rata-rata ± SD)
Ayah Ibu
Gizi kurang 38.23 ± 7.29 34.62 ± 5.85
Gizi normal 39.62 ± 9.40 33.41 ± 6.26
Total contoh 39.32 ± 8.96 33.66 ± 6.15
Rata-rata usia ayah pada kelompok gizi normal lebih besar dibandingkan
dengan kelompok gizi kurang. Namun sebaliknya, usia ibu pada kelompok gizi
kurang lebih besar dibandingkan dengan gizi normal. Akan tetapi berdasarkan
rata-rata, baik ayah maupun ibu kedua kelompok contoh berada dalam kelompok
usia yang sama yaitu dewasa madya (20-40 tahun). Berdasarkan hasil uji beda,
tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.1) pada usia ayah dan ibu kedua
kelompok contoh.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pola konsumsi. Menurut Mufidah (2012), tingkat pendidikan mempengaruhi gaya
hidup masyarakat karena karena tinggi rendahnya pendidikan masyarakat akan
mempengaruhi terhadap pola perilaku, sikap dan kebutuhan konsumsi mereka.
Selain itu, pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua
dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak
(Soetjiningsih 1995). Berikut adalah sebaran pendidikan orang tua contoh.
Tabel 8 Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan orang tua dan status gizi
Ayah Ibu
Tingkat
pendidikan
Gizi kurang Gizi normal Gizi kurang Gizi normal
n % n % n % n %
SD 3 23.08 9 18.75 5 38.46 14 27.45
SMP 2 15.38 9 18.75 3 23.08 11 21.57
SMA 8 61.54 26 54.17 5 38.46 25 49.02
PT
4 8.33
1 1.96
Total 13 100 48 100 13 100 51 100
Pada kelompok contoh gizi kurang, tingkat pendidikan ayah sebagian
besar berada pada tingkat sekolah menengah. Sementara pada ibu, perbandingan
antara tingkat sekolah dasar dengan sekolah menengah sama besarnya. Pada
kelompok contoh gizi normal, sebagian besar ayah dan ibu contoh berada pada
15
tingkat pendidikan sekolah menengah. Jika dibandingkan antara kedua kelompok
contoh, maka dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan ayah maupun ibu contoh
pada kelompok gizi normal berada dalam tingkat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok gizi normal.
Pendidikan ayah peranannya erat pada pendapatan (income) yang dihasilkan
oleh keluarga. Hasil penelitian Tarigan menunjukkan bahwa ada hubungan antara
tingkat pendidikan terhadap pendapatan meskipun ada beberapa keahlian yang
tidak memerlukan pendidikan dalam tingkatan tertentu. Namun Tarigan
menyatakan bahwa pendidikan tetap mempunya hubungan terhadap pendapatan.
Meningkatkan pendapatan adalah salah satu dari sekian banyak fungsi pendidikan
(Tarigan 2006).
Pendidikan ibu dan status gizi hubungannya lebih pada pola asuh yang
dilakukan ibu. Menurut Saputra (2012), ketika tingkat pendidikan rendah, maka
pengetahuan mereka terhadap kesehatan dan gizi menjadi rendah sehingga pola
konsumsi gizi untuk anak menjadi tidak baik. Pada penelitian yang dilakukan di
Sumatera Barat tersebut menunjukkan orang tua dengan tingkat pendidikan
rendah (SD/tidak tamat SD) memiliki risiko yang besar terhadap kualitas gizi
anak dengan probabilitas risiko gizi buruk 5.699 kali lebih besar dibandingkan
dengan orang tua denganpendidikan yang lebih tinggi, yaitu SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi (Saputra 2012).
Apabila dibandingkan antara tingkat pendidikan ibu dan ayah, maka yang
lebih berpengaruh langsung pada status gizi balita adalah tingkat pendidikan ibu
karena hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola asuh ibu pada
balita. Berikut ada rata-rata lama pendidikan ayah dan ibu contoh kedua kelompok
contoh berdasarkan tahun.
Tabel 9 Rata-rata lama pendidikan orang tua menurut status gizi
Status Gizi
Lama pendidikan dalam tahun (rata-rata ± SD)
Ayah Ibu
Gizi kurang 9.90 ± 3.80 8.70 ± 3.10
Gizi normal 10.10 ± 2.60 9.60 ± 3.00
Total contoh 9.94 ± 3.56 9.41 ± 3.03
Berdasarkan Tabel 9, maka dapat dibandingkan lama pendidikan ayah dan
ibu kedua kelompok contoh. Baik ayah maupun ibu kelompok contoh gizi normal
memiliki nilai lama pendidikan yang lebih besar dibandingkan kelompok contoh
gizi kurang. Bahkan nilai kelompok gizi normal nilainya lebih besar dibandingkan
rata-rata keseluruhan contoh. Meskipun begitu, hasil uji beda menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.1) pada tingkat pendidikan ayah dan ibu
kedua kelompok contoh.
Jika dibandingkan dengan penelitian lainnya, tingkat pendidikan di lokasi
penelitian cukup baik. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Malau
(2012) di tepian Teluk Nibung, dimana sebanyak 20% contoh tidak bersekolah.
Sebagian besar tingkat pendidikan orang tua contoh di lokasi penelitian juga
memenuhi kebijakan nasional wajib belajar 9 tahun. Kecuali pada ibu kelompok
balita gizi kurang.
Hasil uji hubungan antara lama pendidikan ibu maupun ayah dengan status
gizi contoh menunjukkan hasil bahwa lama pendidikan ibu tidak menunjukkan
16
hubungan yang signifikan (p > 0.05) terhadap status gizi. Hasil tersebut sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Maharashtra, India. Penelitian yang dilakukan
Griffith (2004) tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan
antara tingkat pendidikan ibu terhadap berat badan menurut usia. Griffith dalam
penelitian menyatakan bahwa tidak semua lokasi dalam penelitiannya memiliki
hubungan yang signifikan pada pendidikan ibu dengan status gizi.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Griffith, hasil penelitian
menunjukkan hasil sebaliknya ada pada penelitian Abuya yang dilakukan di
daerah kumuh (slum) di Afrika. Hasil penelitian Abuya menunjukkan hasil yang
signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita. Abuya, dalam
penelitiannya menemukan bahwa tingkat pendidikan ibu menjadi prediktor kuat
dalam menentukan status gizi balita (Abuya et al. 2012).
Pendidikan ayah juga tidak memiliki hubungan signifikan (p > 0.05)
dengan status gizi. Hal tersebut diduga disebabkan karena pengasuhan contoh
secara umum dilakukan oleh ibu sehingga pendidikan ayah tidak berpengaruh
pada status gizi balita contoh. Penelitian yang menunjukkan hasil yang sama
dilakukan di Medan oleh Yudi (2008).
Pekerjaan
Pekerjaan orang tua yang memadai akan menunjang tumbuh kembang
anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang
primer maupun sekunder (Soetjiningsih 1995). Berikut adalah sebaran pekerjaan
yang dimiliki oleh orang tua contoh.
Tabel 10 Sebaran contoh menurut pekerjaan orang tua dan status gizi
Pekerjaan
Ayah Ibu
Gizi normal Gizi kurang Gizi normal Gizi kurang
n % n % n % n %
PNS/ABRI/POLRI 4 8.33 1 7.69 0 0 0 0
Karyawan swasta 13 27.08 2 15.38 3 5.88 1 7.69
Wiraswasta 20 41.67 6 46.15 4 7.84 1 7.69
Buruh 11 22.92 4 30.77 1 1.96 0 0
Ibu rumah tangga 0 0 0 0.00 42 82.35 11 84.62
Lainnya 0 0 0 0 1 1.96 0 0
Total 48 100 13 100 51 100 13 100
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan
ayah contoh adalah wiraswasta, baik pada kelompok gizi normal maupun gizi
kurang. Sedangkan pekerjaan ibu didominasi oleh profesi ibu rumah tangga yang
juga memiliki pola yang sama di kedua kelompok contoh. Namun pada kelompok
gizi normal, lebih banyak ibu yang mempunyai pekerjaan diluar rumah (bukan ibu
rumah tangga) dibandingkan dengan kelompok gizi kurang. Pekerjaan lainnya
yang dimaksud dalam tabel adalah pekerjaan yang tidak menetap seperti
pengemis.
17
Besar Keluarga
Jumlah anggota keluarga biasanya dapat digunakan untuk menggambarkan
kesejahteraan suatu keluarga. Besar kecilnya dari suatu jumlah keluarga juga
dapat mempengaruhi pola konsumsi yang ada dalam keluarga (Mufidah 2012).
Menurut Hurlock (1993), kategori keluarga dibagi menjadi tiga kelompok
menurut jumlah anggota keluarganya yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7
orang) dan besar (≥ 8 orang).
Berikut adalah sebaran ukuran keluarga contoh yang dibagi menurut
kelompok status gizi contoh.
Tabel 11 Sebaran contoh menurut besar keluarga dan status gizi
Besar Keluarga
Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Kecil (≤ 4 orang) 3 23.08 19 37.25
Sedang (5-7 orang) 9 69.23 30 58.82
Besar (≥ 8 orang) 1 7.69 2 3.92
Total 13 100 51 100
Baik pada kelompok contoh status gizi normal maupun kurang, ukuran
keluarganya termasuk dalam kategori sedang. Persentase kategori keluarga kecil
lebih besar pada kelompok contoh status gizi baik dibandingkan dengan kelompok
contoh status gizi kurang. Sebaliknya, persentase keluarga besar lebih tinggi pada
kelompok status gizi kurang. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan
yang signifikan (p>0.1) pada besar keluarga kedua kelompok contoh.
Tabel 12 Rata-rata besar keluarga menurut status gizi contoh
Status Gizi Rata-rata besar keluarga
Gizi kurang 5.62 ± 2.40
Gizi normal 5.14 ± 1.30
Total contoh 5.23 ± 1.57
Rata-rata besar keluarga contoh gizi kurang memiliki nilai yang lebih
besar baik dibandingkan dengan kelompok gizi normal maupun keseluruhan
contoh. Rata-rata besar keluarga contoh memiliki nilai yang cukup besar jika
dibandingkan dengan rata-rata ukuran keluarga nasional yaitu 4 orang dan Jawa
Barat yaitu sebesar 3.8 orang (BPS 2011).
Hasil uji hubungan antara besar keluarga dengan status gizi menunjukkan
hubungan yang tidak signifikan (p>0.1), serupa dengan penelitian di Kabupaten
Tangerang yang menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara jumlah
anggota keluarga dengan status gizi anak balita. Suhendri (2009) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga tidak mempengaruhi
status gizi balita namun akan berpengaruh pada tingkat konsumsi makanan, yaitu
jumlah dan distribusi makanan dalam rumah tangga. Sehingga diduga tidak
adanya hubungan jumlah anggota rumah tangga terhadap status gizi balita karena
adanya kecenderungan hubungan tidak langsung tersebut.
18
Pengeluaran
Pendapatan digunakan untuk membiayai penggunaan barang dan jasa
ataupun kebutuhan pokok, dapat berupa makanan maupun bukan makanan.
Pembiayaan yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut termasuk
dalam pengeluaran keluarga. Pengeluaran, baik makanan maupun bukan makanan
dapat menggambarkan bagaimana keluarga contoh dalam mengalokasikan
kebutuhan rumah tangganya. Berikut adalah alokasi pengeluaran keseluruhan
contoh terhadap makanan.
Tabel 13 Rata-rata alokasi pengeluaran perkapita per bulan keseluruhan contoh
terhadap makanan
Pengeluaran berdasar jenis
pangan (perkapita per bulan) Total (Rp) %
Makanan pokok 87655 22.49
Lauk hewani 190090 48.77
Lauk nabati 27734 7.12
Sayuran 20293 5.21
Buah 21567 5.53
Lainnya 42416 10.88
Total 389755 100
Berdasarkan Tabel 13, pengeluaran pangan keluarga contoh paling besar
ada pada kelompok bahan pangan lauk hewani dan yang terendah adalah sayuran.
Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga contoh jauh lebih banyak
mengalokasikan pengeluaran untuk lauk hewani dibandingkan sayuran. Hal
tesebut bisa disebabkan karena harga pangan hewani yang memiliki harga relatif
mahal dibandingkan dengan pangan lainnya. Sama seperti penelitian Purwanitini
(2010) di Sragen yang menunjukkan bahwa umumnya pengeluaran lebih besar
pada pangan hewani karena harganya yang mahal, meskipun dikonsumsi dalam
jumlah yang relatif kecil tetap membuat nilai rata-rata pengeluarannya besar.
Adapun bahan makanan yang termasuk dalam makanan pokok dalam tabel
adalah beras, terigu, mie, bihun, roti dan umbi. Pada lauk hewani yang digunakan
adalah ikan, daging ayam dan sapi, telur dan susu. Sedangkan lauk nabati adalah
tahu, tempe dan oncom. Bahan pangan yang digolongkan sebagai kelompok
lainnya adalah minyak, gula, teh, kopi dan bumbu. Selain pengeluaran untuk
makanan, ada pula pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
bukan makanan. Berikut adalah rincian pengeluaran bukan makanan.
Tabel 14 Rata-rata alokasi pengeluaran bukan makanan perkapita per bulan
keseluruhan contoh
Jenis pengeluaran (perkapita per bulan) Total (Rp) %
Perumahan 78201 33.63
Kesehatan 17459 7.51
Pendidikan 45321 19.49
Tabungan 21566 9.27
Lainnya 70002 30.10
Total 232549 100
19
Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa rata-rata alokasi
pengeluaran non pangan keluarga contoh yang terbesar adalah untuk perumahan.
Aspek yang termasuk dalam perumahan adalah biaya untuk sewa rumah, listrik,
air maupun gas. Sedangkan yang termasuk dalam kategori lainnya adalah biaya
untuk rokok, arisan dan kredit barang, yang juga memiliki persentase yang cukup
besar, terutama untuk rokok. Sementara alokasi pengeluaran terendah adalah
untuk kesehatan seperti biaya berobat maupun membeli obat-obatan karena pada
umumnya keluarga contoh ditanggung oleh jamsostek ataupun jamkesda.
Sebagian lainnya biasa berobat di puskesmas yang biayanya relatif murah.
Pengeluaran perkapita per bulan merupakan gambaran rata-rata
pengeluaran yang dilakukan tiap individu dalam keluarga contoh selama satu
bulan. Untuk mengetahui alokasi pengeluaran perkapita per bulan, berikut adalah
rata-rata pengeluaran perkapita per bulan keluarga contoh.
Tabel 15 Rata-rata pengeluaran perkapita per bulan keluarga contoh menurut
status gizi
Rata-rata pengeluaran keluarga
(perkapita per bulan)
Gizi kurang Gizi normal
Rp % Rp %
Pengeluaran pangan 267 914 50.54 495 411 68.15
Pengeluaran non pangan 262 192 49.46 231 556 31.85
Pengeluaran total 530 106 100 726 967 100
Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa rata-rata pengeluaran perkapita
perbulan kedua kelompok contoh dialokasikan lebih besar untuk pengeluaran
makanan dibandingkan bukan makanan. Namun persentase pengeluaran pangan
pada kelompok contoh gizi normal lebih besar dibandingkan dengan kelompok
contoh gizi kurang. Apabila dilihat rata-rata pengeluaran kedua kelompok contoh,
terlihat bahwa nilainya lebih besar pada kelompok contoh gizi normal
dibandingkan dengan gizi kurang. Namun hasil uji beda menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan pada pengeluaran kedua kelompok contoh,
baik pengeluaran makanan maupun bukan makanan.Kemudian pengeluaran total
perkapita per bulan dikategorikan menjadi kelompok miskin dan tidak miskin,
sesuai dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat September 2012 yaitu
sebesar Rp. 202.104. Hasilnya ditunjukkan seperti pada Tabel 16.
Tabel 16 Sebaran contoh menurut kategori pengeluaran perkapita contoh dan
status gizi
Rata-rata pengeluaran keluarga
(perkapita per bulan)
Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Miskin (<Rp. 202.104) 0 0 3 5.88
Tidak miskin (>Rp. 202.104) 13 100 48 94.12
(Rata-rata ± stdev) 582 396 ± 325 218 713 638 ± 1145 887
Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa rata-rata pengeluaran perkapita per
bulan keluar contoh masih lebih besar dibandingkan dengan garis kemiskinan
Provinsi Jawa Barat. Hanya sebagian kecil (5.88%) contoh yang tergolong miskin.
Nilai ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin
Kota Bogor yaitu sebesar 8.66% (Pemkot Bogor).
20
Meskipun sebagian besar keluarga contoh tidak tergolong sebagai keluarga
miskin, pengeluaran makanannya memiliki proporsi yang lebih besar
dibandingkan pengeluaran bukan makanan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Munparidi (2010) yang menunjukkan hasil bahwa keluarga tidak miskin juga
memiliki proporsi pengeluaran makan yang lebih besar dibandingkan dengan
pengeluaran bukan makanan.
Hasil uji hubungan antara total pengeluaran per kapita per bulan dengan
status gizi contoh menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.1). Hasil
penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pengeluaran perkapita
keluarga contoh dengan status gizi contoh. Penelitian Glewwe di Vietnam juga
menunjukkan bahwa tidak ada korelasi nyata antara pengeluaran perkapita dengan
status gizi (Glewwe et al. 2003). Penelitian Glewwe tersebut menunjukkan hasil
bahwa pada lokasi dengan masalah gizi tertinggi justru memiliki nilai pengeluaran
yang terbesar. Glewwe menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitiannya
tersebut terdapat keraguan untuk menggunakan pengeluaran sebagai variabel yang
dapat mempengaruhi status gizi.
Pengetahuan Gizi Ibu
Peranan ibu biasanya yang paling banyak berpengaruh dalam
pembentukan kebiasaan makan anak-anak di dalam rumah karena ibulah yang
mempersiapkan makanan, mulai dari mengatur menu, berbelanja, memasak,
menyiapkan makanan serta mengajarkan tata cara makan terhadap anak-anaknya.
Pengetahuan serta kesukaan ibu terhadap jenis makanan tertentu sangat
berpengaruh terhadap hidangan-hidangan yang disajikan setiap harinya (Suhardjo
1989).
Berikut adalah rata-rata skor pengetahuan gizi yang dibedakan menurut
status gizi contoh.
Tabel 17 Rata-rata skor pengetahuan gizi ibu menurut status gizi contoh
Status Gizi Skor pengetahuan gizi ibu (rata-rata ± SD)
Gizi kurang 62.69 ± 3.01
Gizi normal 70.59 ± 4.09
Total contoh 68.98 ± 14.15
Rata-rata skor pengetahuan gizi ibu pada kelompok contoh gizi kurang
memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata kelompok
contoh gizi normal maupun rata-rata keseluruhan contoh. Hasil yang
menunjukkan skor pengetahuan gizi ibu lebih besar pada balita gizi normal sama
dengan hasil penelitian Kurniawati (2012). Akan tetapi, hasil uji beda
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada skor pengetahuan gizi
ibu kedua kelompok contoh.
Menurut Khomsan (2000) kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam
tiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan
dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan dalam bentuk
persentase. Cut off point yang biasa digunakan yaitu baik apabila skor >80%,
sedang apabila skor 60%-80% dan kurang apabila skor <60%.
21
Berikut adalah sebaran pengetahuan gizi ibu berdasarkan status gizi
contoh.
Tabel 18 Sebaran contoh menurut skor pengetahuan gizi ibu dan status gizi
Kategori skor pengetahuan gizi ibu Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Rendah 3 23.08 11 21.57
Sedang 10 76.92 29 56.86
Baik 0 0.00 11 21.57
Total 13 100 51 100
Berdasarkan Tabel 18, dapat diketahui bahwa dalam kategori skor
pengetahuan gizi rendah, persentase nilai kelompok contoh status gizi kurang
lebih besar dibandingkan dengan kelompok contoh status gizi normal. Meskipun
persentase pada kategori skor sedang lebih besar kelompok status gizi kurang,
namun tidak ada yang tergolong pada kategori skor tinggi pada kelompok
tersebut. Sementara pada kelompok status gizi normal, terdapat contoh yang skor
pengetahuan gizi ibunya termasuk dalam kategori skor tinggi. Baik kelompok
status gizi kurang maupun normal, sebagian besar termasuk dalam kategori skor
pengetahuan gizi sedang.
Untuk mengetahui alokasi jawaban ibu contoh terhadap masing-masing
pertanyaan mengenai pengetahuan gizi, berikut adalah sebaran berdasarkan
jawaban mengenai pernyataan pengetahuan gizi.
Tabel 19 Sebaran contoh menurut jawaban pertanyaan mengenai pengetahuan gizi
No Pertanyaan n %
1 Zat gizi untuk pertumbuhan anak 14 21.88
2 Makanan tambahan ASI 58 90.63
3 Buah mengandung vitamin C 26 40.63
4 Jenis makanan pendamping ASI 43 67.19
5 Usia anak diberikan makanan seperti dewasa 39 60.94
6 Berat lahir minimal 22 34.38
7 Kandungan sinar matahari pagi 24 37.50
8 Waktu yang paling baik untuk sinar matahari 61 95.31
9 Larutan untuk diare 56 87.50
10 Manfaat imunisasi 60 93.75
11 Zat gizi untuk mencegah anemia 47 73.44
12 Kelompok makanan mengandung protein hewani 63 98.44
13 Pemberian ASI 55 85.94
14 Zat gizi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh 37 57.81
15 Usia pemberian ASI 55 85.94
16 Kandungan vitamin dalam buah 60 93.75
17 Pemberian vitamin A 26 40.63
18 Kondisi bayi saat vaksinasi 62 96.88
19 Jenis imunisasi DPT 38 59.38
20 Warna pada KMS 37 57.81
22
Jika dijabarkan berdasarkan jawaban, maka pertanyaan yang paling
banyak dijawab benar oleh ibu contoh adalah pertanyaan mengenai kondisi bayi
saat vaksinasi. Sebanyak lebih dari 90% ibu contoh mengetahui mengenai kondisi
bayi saat dilakukan vaksinasi. Sebaliknya, pertanyaan yang paling banyak dijawab
dengan salah oleh ibu contoh adalah pertanyaan mengenai zat gizi untuk
pertumbuhan anak. Hanya 14 contoh dari 64 contoh yang mengetahui zat gizi
yang mendukung pertumbuhan anak.
Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa pengetahuan gizi ibu tidak
memiliki hubungan signifikan (p>0.1) dengan status gizi contoh. Hal ini diduga
karena pengetahuan gizi yang dimiliki oleh ibu tidak mempengaruhi praktek yang
dilakukan ibu dalam pengasuhan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Gabriel pada
tahun 2008. Pada penelitian Gabriel (2008) mengenai perilaku keluarga sadar gizi
dimana apabila responden tergolong baik dalam berperilaku Kadarzi merupakan
ibu memiliki kemampuan untuk mengenali serta mengatasi masalah gizi anggota
keluarganya, menunjukkan bahwa. Hasil uji statistik dalam penelitian tersebut
menunjukkan tidak ada korelasi yang nyata antara pengetahuan gizi dan perilaku
Kadarzi ibu.
Pola Asuh
Pengasuhan didefinisikan sebagai cara-cara memberi makan, merawat,
mengajar dan menuntun anak yang dilakukan oleh individu dan keluarga.
Sehingga praktek pengasuhan terdiri dari tiga hal penting, yaitu cara pemberian
makan, perawatan kesehatan anak dan stimulasi kognitif anak. Hal ini sangat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang berkualitas (UNICEF
dalam Khomsan 2010).
Pola Asuh Makan
Kebiasaan makan yang baik dimulai dirumah atas bimbingan dari orang
tua, baik itu ibu, ayah dan anggota keluarga lainnya, seperti kakak, nenek atau
pembantu. Tabel dibawah ini merupakan sebaran kategori skor pola asuh makan
berdasarkan status gizi.
Tabel 20 Rata-rata skor pola asuh makan ibu menurut status gizi
Status Gizi Skor pola asuh makan (rata-rata ± SD)
Gizi kurang 25.46 ± 3.23
Gizi normal 25.21 ± 2.94
Total contoh 25.26 ± 2.98
Skor pola asuh makan pada kelompok gizi kurang memiliki nilai yang
lebih besar dibandingkan dengan kelompok gizi normal maupun keseluruhan
contoh, serupa dengan hasil penelitian Meliahsari yang dilakukan di Kabupaten
Muna yaitu anak dengan gizi normal justru memiliki frekuensi makan yang tidak
teratur dan pemberian MP ASI sebelum waktunya (Meliahsari et al.2013). Nilai
yang lebih besar pada kelompok gizi kurang juga bisa disebabkan oleh adanya
faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti adanya penyuluhan atau
intervensi pendidikan gizi yang mungkin saja pernah dialami oleh ibu dari contoh
23
dengan status gizi kurang. Hasil penelitian Nikmawati menunjukkan bahwa pada
kelompok contoh dengan intervensi pendidikan gizi memiliki nilai yang lebih
besar pada sikap dan praktek dibandingkan dengan kelompok kontrol (Nikmawati
2009).Apabila dilihat berdasarkan jawaban ibu contoh mengenai pola asuh
makan, maka berikut adalah sebarannya.
Tabel 21 Sebaran contoh menurut jawaban pernyataan pola asuh makan contoh
Tidak Kadang Ya
Pernyataan n % n % n % Pemberian kolostrum 11 17.19 0 0.00 54 84.38 ASI ekslusif 30 46.88 0 0.00 34 53.13 Pemberian makan/minuman
selain ASI sebelum 6 bulan 21 32.81 9 14.06 34 53.13 Pemberian MPASI 3 4.69 4 6.25 57 89.06 Makan 3 kali sehari 18 28.13 7 10.94 39 60.94 Konsumsi sayuran 1 1.56 25 39.06 37 57.81 Konsumsi protein 0 0.00 0 0.00 64 100.00 Kemauan menyuapi 3 69 1 1.56 60 93.75 Keteraturan makan anak 22 34.38 10 15.63 32 50.00 Konsumsi buah 6 9.38 14 21.88 44 68.75
Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui pola asuh makan keseluruhan
contoh berdasarkan jawaban kuesioner. Jawaban yang diberikan ibu contoh dibagi
menjadi 3 pilihan jawaban tidak pernah, kadang-kadang dan selalu untuk
kemudian dilakukan skoring. Diketahui bahwa banyak dari ibu contoh yang
mengaku memberikan makanan atau minuman pada contoh sebelum usia contoh 6
bulan. Sebagian contoh juga tidak dibiasakan makan tiga kali dalam satu hari.
Selain itu, separuh dari contoh tidak makan dengan waktu yang teratur. Kemudian
data skor pola asuh makan dikategorikan berdasarkan interval kelas yang dhitung
menurut rumus Slamet (1993). Hasil pengkategorian skor pola asuh dijelaskan
pada Tabel 22.
Tabel 22 Sebaran contoh menurut kategori skor pola asuh makan dan status gizi
Kategori skor pola asuh makan Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Kurang 1 7.69 4 7.84
Sedang 8 61.54 32 62.75
Baik 4 30.77 15 29.41
Total 13 100 51 100
Tabel 22 menunjukkan perbandingan tiap kategori skor pola asuh makan
antara contoh berstatus gizi kurang dan baik. Berdasarkan persentasenya, dapat
diketahui bahwa kategori skor rendah dan tinggi lebih besar pada kelompok
contoh gizi kurang. Hanya pada kategori skor rendah yang memiliki persentase
lebih besar pada kelompok gizi normal.
Pola asuh pola asuh makan juga merupakan faktor yang memiliki
hubungan yang tidak signifikan dengan status gizi contoh. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan Masithah di Desa Mulyaharja. Penelitian
tersebut menujukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara pola asuh dan
24
status gizi. Pola asuh tidak berpengaruh terhadap status gizi namun dalam
penelitian tersebut pola asuh berhubungan terhadap tingkat kecukupan zat gizi
contoh (Masithah 2005).
Pola Asuh Kesehatan
Selain pola asuh makan, pola asuh kesehatan juga dinilai dalam penelitian
ini. Sama halnya dengan pola asuh makan, pola asuh kesehatan dinilai melalui
skor yang didapat dari pernyataan pada kuesioner. Berikut adalah rata-rata skor
pola asuh kesehatan menurut status gizi.
Tabel 23 Rata-rata skor pola asuh kesehatan ibu menurut status gizi
Status Gizi Skor pola asuh kesehatan (rata-rata ± SD)
Gizi kurang 33.40 ± 2.80
Gizi normal 34.49 ± 2.20
Total contoh 34.25 ± 2.40
Berbeda dengan pola asuh makan, skor pola asuh kesehatan mempunyai
nilai yang lebih besar pada kelompok gizi normal. Kelompok gizi normal juga
mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan rata-rata keseluruhan contoh. Hal
ini serupa dengan penelitian Lutviana yang menunjukkan pada balita gizi normal,
lebih banyak yang tergolong dalam kategori pola asuh baik (Lutviana dan
Budiono 2010).Sama halnya dengan pola asuh makan, pengkategorian skor pola
asuh kesehatan dilakukan menurut perhitungan Slamet (1993).
Berikut adalah hasil dari kategori skor pola asuh kesehatan berdasarkan
kelompok status gizi.
Tabel 24 Sebaran contoh menurut kategori skor pola asuh kesehatan dan status
gizi
Kategori skor pola asuh kesehatan Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Kurang 0 0.00 0 0.00
Sedang 3 23.08 1 1.96
Baik 10 76.92 50 98.04
Total 13 100 51 100
Tabel 24 menunjukkan perbandingan kategori skor pola asuh kesehatan
antara contoh kelompok gizi kurang dan gizi normal. Kategori skor polaasuh
kesehatan juga dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kurang, sedang dan baik.
Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa kategori skor baik lebih banyak dimiliki
oleh kelompok gizi normal. Pada kategori skor sedang, persentase kelompok gizi
kurang lebih besar dibandingkan gizi normal. Namun diantara kedua kelompok
contoh, tidak ada yang termasuk dalam kategori skor pola asuh kesehatan yang
rendah.
25
Tabel 25 Sebaran contoh menurut jawaban pernyataan pola asuh kesehatan ibu
dan status gizi
Pernyataan Pilihan Gizi Kurang Gizi Normal
Jawaban n % n %
Kebiasaan mengajak ke Posyandu Tidak pernah 0 0.00 1 1.96
Kadang 2 15.38 4 7.84
Selalu 11 84.62 46 90.20
Kebiasaan mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan
Tidak pernah 1 7.69 1 1.96
Kadang 6 46.15 13 25.49
Selalu 6 46.15 37 72.55
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan Tidak pernah 1 7.69 4 7.84
Kadang 5 38.46 9 17.65
Selalu 7 53.85 38 74.51
Kebiasaan mencuci tangan setelah buang air Tidak pernah 0 0.00 1 1.96
Kadang 1 7.69 0 0.00
Selalu 12 92.31 50 98.04
Kebiasaan menggunting kuku Tidak pernah 0 0.00 0 0.00
Kadang 1 7.69 3 5.88
Selalu 12 92.31 48 94.12
Kebiasaan mencuci mainan anak Tidak pernah 6 46.15 25 49.02
Kadang 6 46.15 20 39.22
Selalu 1 7.69 6 11.76
Kebiasaan mengeramasi anak Tidak pernah 0 0.00 5 9.80
Kadang 1 7.69 0 0.00
Selalu 12 92.31 46 90.20
Menyediakan alas kaki Tidak pernah 0 0.00 1 1.96
Kadang 8 61.54 15 29.41
Selalu 5 38.46 35 68.63
Mengingatkan gosok gigi Tidak pernah 7 53.85 25 49.02
Kadang 4 30.77 14 27.45
Selalu 2 15.38 12 23.53
Mengingatkan cuci kaki Tidak pernah 3 23.08 3 5.88
Kadang 2 15.38 8 15.69
Selalu 8 61.54 40 78.43
Membiasakan mandi dua kali sehari Tidak pernah 0 0.00 0 0.00
Kadang 0 0.00 0 0.00
Selalu 13 100.00 100 196.08
Menerima kapsul vitamin A Tidak pernah 1 7.69 1 1.96
Kadang 0 0.00 0 0.00
Selalu 12 92.31 50 98.04
Kelengkapan KMS Tidak pernah 0 0.00 5 9.80
Kadang 0 0.00 0 0.00
Selalu 13 100.00 46 90.20
Tabel 25 menunjukkan sebaran jawaban ibu contoh berdasarkan pernyataan
yang diberikan dalam kuesioner. Sama halnya dengan pola asuh makan, jawaban
yang diberikan ibu contoh dibagi menjadi 3 pilihan jawaban tidak pernah, kadang-
kadang dan selalu. Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa hanya sebagian kecil
ibu contoh yang membersihkan mainan yang digunakan oleh contoh begitu pula
dengan kebiasaan mengingatkan anak mengosok gigi sebelum tidur hampir
separuh contoh tidak pernah melakukan hal tersebut. Sebagian kecil contoh ada
yang belum teratur melakukan kebiasaan mencuci tangan (masih kadang kala
saja) begitu juga dengan kebiasaan menyediakan alas kaki bagi anak saat keluar
26
rumah. Kebiasaan lainnya sudah dilakukan dengan cukup sering oleh ibu contoh
dan sebagian besar contoh melakukan hal tersebut, terutama pada kebiasaan
mandi dua kali sehari.
Berdasarkan hasil uji hubungan, pola asuh penelitian memiliki hubungan
dengan status gizi balita (p<0.1). Pola asuh kesehatan yang diteliti dalam
penelitian ini juga mencakup kemampuan ibu dalam melakukan praktek higiene,
diantaranya seperti kebiasaan mencuci tangan, membersihkan mainan maupun
mengajarkan kebiasaan mandi atau menggosok gigi. Praktek higiene adalah salah
satu faktor yang dapat bepengaruh terhadap status anak. Menurut banyak
penelitian, ibu dengan pengetahuan gizi yang rendah tidak selalu peduli dengan
keamanan pangan yang dapat menjadi jalan untuk organisme menyebabkan
penyakit yang dapat mempengaruhi status kesehatan anak. Infeksi yang mengacu
pada kontaminasi makanan dan peralatan makan dapat menjadi salah satu atribut
terhadap fasilitas yanginadekuat dalam rumah tangga dan buruknya praktek
sanitasi dalam menyiapkan makanan, kombinasi hal ini dengan inadekuatnya
asupan makanan dapat menyebabkan malnutrisi (Akorede et al. 2013).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hugama (2011) di India
menunjukkan bahwa pada keluarga dengan distrik terbaik umumnya mempunyai
kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setiap selesai menggunakan toilet dan
sebelum makan dan hanya sebagian kecil keluarga pada distrik yang lebih buruk
melakukan kebiasaan serupa. Hasil penelitian juga menunjukkan kebiasaan
membersihkan tangan pada anak yang terkena diare seminggu sebelum survei
menunjukkan bahwa sekitar 80% anak tersebut tidak mencuci tangan mereka
setelah dari kamar mandi (Hungama 2011).
Karakteristik Rumah
Menurut Hendrik L Blum dalam Siregar et al. (2012), faktor-faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan antara lain adalah faktor lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan rumah merupakan salah
satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan
penghuninya. Dalam Tabel 26 dijelaskan kategori skor karakteristik rumah yang
dibagi berdasarkan status gizi contoh.
Tabel 26 Rata-rata skor karakteristik rumah menurut status gizi
Status Gizi Skor karakteristik rumah (rata-rata ± SD)
Gizi kurang 44.31 ± 3.99
Gizi normal 47.86 ± 4.81
Total contoh 47.14 ± 4.85
Berdasarkan Tabel 26, skor karakteristik rumah pada kelompok gizi kurang
mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan total keseluruhan contoh dan
kelompok gizi normal. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang
signifikan (p<0.1) pada skor karakteristik rumah dari kedua kelompok contoh
(gizi kurang dan gizi normal).
Menggunakan perhitungan Slamet (1993), skor karakteristik rumah
dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu kurang, sedang dan baik. Berikut adalah
sebaran kategori karakteristik rumah menurut status gizi.
27
Tabel 27 Sebaran contoh menurut kategori skor karakteristik rumah dan status
gizi
Kategori skor karakteristik rumah Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Kurang 0 0 0 0
Sedang 12 92.31 20 39.22
Baik 1 7.69 31 60.78
Total 13 100 51 100
Berdasarkan Tabel 27, dapat diketahui bahwa pada kelompok contoh gizi
kurang, skor karakteristik rumah lebih didominasi pada skor sedang. Namun pada
kelompok contoh status gizi normal, lebih banyak pada kategori skor baik.
Keadaan sanitasi yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis
penyakit, seperti diare, kecacingan, dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak
menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat gizi akan terganggu yang
menyebabkan terjadinya kekurangan gizi. Seseorang yang mengalami kekurangan
gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa
2001).
Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan
kebersihan lingkungan berpengaruh terhadap pengasuhan anak. Makin tersedia air
bersih yang cukup untuk keluarga serta semakin dekat dengan pelayanan dan
sarana kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi
(Soekirman 2000).
Tabel 28 Sebaran contoh menurut karakteristik rumah dan status gizi
Variabel Pilihan jawaban Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Jenis lantai Tanah 0 0.00 0 0.00
Kayu/bambu/tanah dan plester 0 0.00 2 3.92
Keramik/ubin/tegel/semen 13 100.00 49 96.08
Dinding Bambu/triplek kayu 0 0.00 0 0.00
Bambu/triplek/kayu dan tembok 0 0.00 3 5.88
Tembok 13 100.00 48 94.12
Atap Ijuk/daun-daunan 0 0.00 0 0.00
Seng 7 53.85 21 41.18
Genteng 6 46.15 30 58.82
Ventilasi Tidak ada 4 30.77 12 23.53
Ada, tertutup sehingga udara tidak bisa keluar
masuk 5 38.46 6 11.76
Ada, terbuka sehingga udara bisa keluar masuk 4 30.77 33 64.71
Jendela Tidak ada 1 7.69 2 3.92
Ada, hanya di beberapa ruangan 9 69.23 40 78.43
Ada, hampir di seluruh ruangan 3 23.08 9 17.65
Sinar
matahari
Tidak bisa masuk 2 15.38 4 7.84
Masuk hanya di beberapa ruangan 9 69.23 38 74.51
Masuk hampir di semua ruangan 2 15.38 9 17.65
Tempat
mandi
Sungai 0 0.00 3 5.88
Pancuran/kamar mandi umum 1 7.69 1 1.96
Kamar mandi sendiri 12 92.31 47 92.16
Kepemilikan
jamban
Tidak 3 23.08 13 25.49
Ya 10 76.92 38 74.51
28
Variabel Pilihan jawaban Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Saluran
pembuangan
limbah
Tidak 2 15.38 5 9.80
Ya 11 84.62 46 90.20
Kepemilikan
tempat
Penampungan
air limbah
Di luar pekarangan, tanpa penampungan/di
tanah/langsung ke got/sungai 13 100.00 48 94.12
Ada, penampungan terbuka di pekarangan 0 0.00 1 1.96
Ada, penampungan tertutup di pekarangan 0 0.00 2 3.92
Saluran air
limbah
Tanpa saluran 2 15.38 4 7.84
Terbuka 0 0.00 5 9.80
Tertutup 11 84.62 42 82.35
Tempat
sampah
Tidak 7 53.85 7 13.73
Ya 6 46.15 44 86.27
Septic tank
Tidak 11 84.62 32 62.75
Ya 2 15.38 19 37.25
Keberadaan
kandang
ternak
Ada (<10 m dari rumah) 1 7.69 0 0.00
Ada (≥10 m dari rumah) 0 0.00 0 0.00
Tidak ada 12 92.31 51 100.00
Luas
ruangan/orang
Kurang (<7 m2/orang) 8 61.54 16 31.37
Cukup (7-10 m2/orang) 3 23.08 19 37.25
Baik (>10 m2/orang) 2 15.38 16 31.37
Sumber air
minum
Air hujan 0 0.00 0 0.00
Air sumur 0 0.00 0 0.00
Air ledeng 13 100.00 51 100.00
Sumber air
bersih
Air hujan 0 0.00 2 3.92
Air sumur 0 0.00 0 0.00
Air ledeng 13 100.00 49 96.08
Tempat buang
air besar
Empang/kolam/selokan 3 23.08 8 15.69
Jamban pribadi tanpa septik tank 7 53.85 22 43.14
Jamban pribadi dengan septik tank 3 23.08 21 41.18
Tempat
membuang
sampah
Pekarangan/lubang terbuka/sungai 12 92.31 42 82.35
Tempat sampah tertutup/kantong 1 7.69 9 17.65
Tempah
buang air
limbah
Pekarangan/kolam 12 92.31 25 49.02
Saluran air/pembuangan/got terbuka 1 7.69 21 41.18
Saluran air/pembuangan/got tertutup 5 9.80
Tabel 28 menunjukkan karakteritik rumah yang dinilai dalam penelitian ini.
Berdasarkan kriteria diatas, dilakukan skoring dengan nilai 1-3. Data pada Tabel
28 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh memiliki lantai yang terbuat
dari keramik dan hanya sebagian kecil contoh yang masih menggunakan tanah
plester.
Sebagian besar dinding contoh juga sudah terbuat dari tembok dan hanya
sebagian kecil yang menggunakan kayu. Menurut Dirjen Cipta Karya dalam
Keman (2005), dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau
menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu
dari luar, serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Atap rumah pada
kedua kelompok contoh, memiliki proporsi yang hampir sama antara yang
menggunakan genteng dan seng.
Tidak adanya ventilasi pada kelompok gizi kurang memiliki nilai yang lebih
besar dibandingkan pada kelompok gizi normal sedangkan ventilasi terbuka lebih
besar dimiliki pada kelompok gizi normal dibandingkan gizi kurang.Ventilasi
adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari
29
suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya udara segar
dalam rumahatau ruangan amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu
ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan overcrowded maka akan
menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan. Rumah yang memenuhi
syarat ventilasi baik akan mempertahankan kelembaban yang sesuai dengan
temperatur kelembaban udara (Azwar 1990).
Sebagian besar contoh pada kedua kelompok contoh memiliki kondisi
rumah yang hanya bisa dimasuki matahari di beberapa ruangan saja. Begitu pula
dengan kepemilikan kamar mandi, sebagian besar contoh sudah memiliki kamar
mandi sendiri meskipun masih ada yang menggunakan sungai sebagai tempat
mandi.
Sebagian besar sampel juga sudah memiliki jamban dan saluran
pembuangan limbah. Meskipun begitu, sebagian besar contoh membuang air
limbahnya ke sungai. Hanya sedikit contoh yang mempunyai saluran
penampungan pembuangan limbah. Contoh umumnya membuat saluran yang
langsung berakhir di sungai. Sebagian besar saluran air limbah tersebut berbentuk
tertutup.
Pada kelompok gizi normal, kepemilikan tempat sampah lebih besar
persentasenya dibandingkan dengan kelompok gizi kurang. Begitu pula dengan
septik tank, lebih banyak contoh dari kelompok gizi normal yang memilik septik
tank. Namun secara umum masih cukup banyak contoh yang tidak mempunyai
septik tank. Sama halnya dengan air limbah, limbah buangan (feses) dibuang
langsung ke sungai.
Hanya sebagian kecil dari contoh yang memiliki kandang ternak dalam
rumah. Kandang ternak yang ada di rumah contoh umumnya adalah kandang
burung ataupun kandang ayam. Luas ruangan/orang yang dimiliki oleh contoh
dibagi menjadi kurang, cukup dan baik. Pada kelompok contoh dengan status gizi
kurang, sebagian besar termasuk dalam kategori kurang.Luas ruangan yang
dianggap baik adalah >10 m2/ orang, cukup apabila luas ruangan 7-10 m
2/orang
dan kurang apabila luar ruangan <7m2/orang. Luas bangunan rumah yang tidak
sesuai dengan jumlah anggota keluarganya akan menyebabkan overcrowded.
Rumah yang terlalu padat bisa menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit
karena kebersihan rumah yang kurang, fasilitas yang kurang memadai, penularan
penyakit yang cepat jika ada anggota keluarga yang sakit, dan privasi anggota
keluarga akan terganggu (Sukarni dalam Yustika 2012).
Semua contoh dalam penelitian menggunakan air ledeng sebagai air yang
dikonsumsi keseharian. Namun masih ada sampel yang menggunakan air sungai
sebagai air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain selain konsumsi
seperti untuk mandi maupun mencuci.
Meskipun masih ada contoh yang buang air di sungai langsung, namun
sebagian besar contoh memiliki jamban. Hanya saja jamban tersebut tidak
memiliki septic tank. Hanya sebagian contoh yang mempunyai septic tank dan
persentasenya lebih besar pada kelompok dengan status gizi normal. Tidak hanya
membuang air limbah dan limbah buangan ke sungai, sebagian besar contoh juga
membuang sampah langsung ke sungai. Gambar karakteristik rumah contoh dan
keadaan lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa karakteristik rumah memiliki
hubungan yang signifikan (p<0.1) dengan status gizi contoh. Hasil tersebut
30
menunjukkan persamaan dengan penelitian Soblia (2009) di Banjarnegara yang
menunjukkan hasil bahwa kondisi sanitasi dan lingkungan fisik mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap status gizi balita. Penelitian yang
dilakukan di Nigeria dengan meneliti Environmental Quality Index (EQI) yaitu
yang mencakup air, sanitasi, kondisi rumah dan saluran pembuangan
menunjukkan hasil yang sejalan dimana terdapat pengaruh yang signifikan antara
karakteristik rumah dengan status gizi. Dalam penelitian tersebut juga dikaitkan
hubungannya dengan kondisi perumahan yang padat. Ketika kepadatan penduduk
di suatu daerah tinggi, dapat menyebabkan adanya tekanan yang lebih besar pada
fasilitas dan pemeliharaan kualitas lingkungan hidup yang dapat menyebabkan
infeksi dan mempengaruhi terjadinya malnutrisi (Samuel et al. 2008).
Status Kesehatan
Status kesehatan contoh dinilai berdasarkan kejadian penyakit yang terjadi
selama sebulan terakhir. Berikut adalah sebaran kejadian sakit contoh menurut
status gizi.
Tabel 29 Sebaran contoh menurut kejadian sakit dan status gizi
Kejadian sakit Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Tidak pernah sakit 0 0 14 27.45
Pernah sakit 13 100 37 72.55
Total 13 100 51 100
Berdasarkan Tabel 29, dapat diketahui bahwa semua contoh yang tergolong
dalam status gizi kurang pernah mengalami sakit selama sebulan terakhir. Namun
pada kelompok gizi normal, ada contoh yang tidak mengalami kejadian sakit
selama sebulan terakhir.
Menurut Supariasa (2001), mekanisme patofisiologi penyakit infeksi dengan
malnutrisi dapat terjadi bermacam-macam, seperti penurunan asupan gizi akibat
kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, dan kebiasaan mengurangi
makanan pada saat sakit.
Penyebab langsung gizi kurang pada anak adalah makanan yang tidak
seimbang dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP tidak hanya karena kurang makan
tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA. Anak yang mendapat
makanan cukup baik tetapi sering terkena diare atau demam akhirnya dapat
menderita KEP. Sebaliknya, anak yang tidak memperoleh makanan yang cukup
dan seimbang, daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan
demikian anak mudah diserang infeksi dan kurang nafsu makan sehingga anak
kurang nafsu makan. Apabila keadaan ini terus berlangsung maka anak dapat
menjadi kurus (Soekirman 2000). Jenis penyakit yang diteliti adalah beberapa
jenis penyakit infeksi diantaranya ISPA, diare, demam berdarah dan penyakit
kulit.
Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang dialami oleh
contoh selama sebulan terakir.
31
Tabel 30 Sebaran contoh menurut jenis penyakit
Jenis penyakit n %
Panas 30 46.88
Batuk 38 59.38
Pilek 34 53.13
Bronchitis 7 11.48
Diare 5 7.81
Demam berdarah 1 1.56
Sakit kulit 7 10.94
Alergi 1 1.56
Lainnya 0 0
Berdasarkan Tabel 30, diketahui bahwa jenis penyakit yang paling banyak
diderita contoh adalah ISPA, yaitu seperti batuk, panas dan pilek. Kurang lebih
separuh contoh mengalami jenis penyakit tersebut. Bahkan ada beberapa contoh
yang mengalami ketiga penyakit tersebut disaat yang bersamaan. Hasil penelitian
ini menunjukkan hal yang sama dengan penelitian Vinod yang menyatakan bahwa
persentase penderita penyakit acute respiratory infection di daerah yang
cenderung kumuh memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan penyakit infeksi
lainnya. Jenis penyakit yang diteliti Vinod dalam penelitian tersebut selain infeksi
saluran pernafasan akut adalah diare (Vinod et al. 2012).Apabila dibagi
berdasarkan status gizinya, berikut adalah sebaran jenis penyakit.
Tabel 31 Sebaran contoh menurut jenis penyakit dan status gizi
Jenis penyakit Gizi kurang Gizi normal
n % n %
Panas 9 69.23 21 38.89
Batuk 9 69.23 29 53.70
Pilek 9 69.23 25 46.30
Bronchitis 3 23.08 2 3.70
Diare 0 0 5 9.26
Demam berdarah 0 0 1 1.85
Sakit kulit 0 0 3 5.56
Alergi 0 0 0 0
Lainnya 0 0 0 0
Terdapat pola yang sama antara kedua kelompok contoh, yaitu jenis
penyakit yang paling banyak dialami umumnya berupa batuk, pilek dan panas.
Namun persentase contoh yang mengalami bronkhitis lebih banyak pada
kelompok contoh dengan status gizi kurang. Pada kelompok gizi kurang, tidak ada
conroh yang mengalami diare, demam berdarah, sakit kulit dan alergi.
Penghitungan skor morbiditas dilakukan dengan mengalikan jumlah
frekuensi penyakit dengan lama penyakit tersebut selama sebulan. Kemudian
dilakukan uji beda terhadap skor tersebut menurut status gizi kelompok. Hasil uji
beda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada skor morbiditas (p>0.1)
kedua kelompok contoh (gizi kurang dan gizi normal).
32
Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak ada hubungan antara skor
morbiditas dengan status gizi contoh (p>0.1). Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sengupta pada tahun 2010 yang menunjukkan hubungan
tidak signifikan antara morbiditas dengan status gizi. Menurut Sengupta, ada
faktor lain yang ditemukan pada anak gizi buruk selain frekuensi infeksi seperti
pola asuh kesehatan yang berupa lengkapnya imunisasi atau peluang kecacingan
pada anak (Sengupta et al. 2010).
Namun pada penelitian ini kelengkapan tiap jenis imunisasi tidak
diperiksa. Penelitian ini tidak memeriksa setiap jenis imunisasi yang harus
didapatkan oleh contoh. Penelitian ini hanya menanyakan pada ibu contoh
mengenai apakah imunisasi yang diberikan pada anak lengkap atau tidak.
Berdasarkan hasil penelitian, keseluruhan contoh memiliki kelengkapan
imunisasi. Beberapa contoh mengaku terkadang tidak menimbang anaknya setiap
bulan, namun setiap waktunya imunisasi dan pemberian vitamin, maka akan
datang ke posyandu. Bahkan contoh yang tidak terdaftar sebagai anak peserta
posyandu pun tetap mengikuti imunisasi meskipun dilakukan di bidan. Sehingga
kelengkapan imunisasi pada penelitian ini tidak memiliki perbedaan yang
signifikan (p > 0.1) pada kedua kelompok contoh.
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi
normal atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan
satu atau lebih zat-zat gizi essensial (Almatsier 2006). Berikut adalah sebaran
konsumsi zat gizi contoh menurut status gizi.
Tabel 32 Rata-rata kecukupan zat gizi contoh menurut status gizi
Status Gizi Rata-rata kecukupan zat gizi (rata-rata ± SD)
Energi (kkal) Protein (gram)
Gizi kurang 837 ± 256 19.67 ± 7.01
Gizi normal 816 ± 253 22.83 ± 10.75
Total contoh 821 ± 249 22.19 ± 10.06
Rata-rata kecukupan energi kelompok contoh gizi kurang lebih besar
dibandingkan kelompok gizi normal. Apabila dibandingkan dengan rata-rata
keseluruhan contoh, kecukupan energi kelompok gizi kurang juga memiliki nilai
yang lebih besar. Rata-rata kecukupan protein kelompok gizi kurang memiliki
nilai yang paling kecil jika dibandingkan dengan total keseluruhan contoh dan
kelompok gizi normal. Berdasarkan hasil uji beda terhadap kecukupan energi dan
protein kedua kelompok contoh, didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan (p>0.1), baik pada kecukupan energi maupun protein kedua kelompok
contoh. Kecukupan energi maupun protein contoh dibandingkan dengan
kebutuhan zat gizinya menurut AKG 2004 untuk mendapatkan tingkat kecukupan
zat gizi contoh. Berikut adalah sebaran rata-rata tingkat kecukupan zat gizi contoh
menurut status gizi.
33
Tabel 33 Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi contoh menurut status gizi
Status Gizi Tingkat Kecukupan Zat Gizi (%)
Energi Protein
Gizi kurang 64.71 60.00
Gizi normal 70.68 77.89
Total contoh 69.46 74.17
Berdasarkan Tabel 33, dapat dilihat perbandingan tingkat kecukupan antara
kelompok contoh gizi kurang dengan gizi normal. Baik pada tingkat kecukupan
energi maupun protein, lebih tinggi pada kelompok status gizi normal
dibandingkan dengan gizi kurang. Akan tetapi tingkat kecukupan energi kedua
kelompok contoh masih terbilang rendah. Menurut Anggraeni (2012), konsumsi
seseorang dikatakan baik apabila memenuhi 90–110% dari kebutuhan, defisit
ringan jika hanya 80–89% kebutuhan, defisit sedang jika 70–79% kebutuhan, dan
defisit berat jika kurang dari 70% kebutuhan. Berdasarkan acuan tersebut, tingkat
kecukupan energi contoh dapat dikategorikan sebagai defisit sedang.
Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang
dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi
negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya. Bila terjadi
pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang
ditimbulkan pada anak-anak adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng,
kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi
(Almatsier 2006). Kekurangan energi dan protein biasanya terjadi dalam
kelompok individu beresiko sepereti anak kecil yang baru saja disapih (dihentikan
pemberian ASI-nya). Sebagai contoh, banyak negara di bagian sub Sahara, Afrika
mengalami kekurangan energi protein yang terjadi ketika anak-anak berusia 2
hingga 3 tahun baru saja dihentikan pemberian ASI-nya (Gibney 2005).
Pada penelitian ini, kecukupan dan tingkat kecukupan contoh memiliki
rata-rata yang cukup rendah. Hal tersebut mungkin disebabkan karena metode
recall yang digunakan. Pada saat penelitian, banyak dari ibu contoh yang tidak
mengetahui jenis makanan jajanan yang dibeli oleh contoh. Hal ini merupakan
salah satu kekurangan metode recall, yaitu ketepatan metode yang sangat
bergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu responden harus
mempunyai daya ingat yang baik (Supariasa 2001).
Selain itu juga, Gibney menyatakan bahwa kemampuan responden untuk
memperkirakan takaran saji juga termasuk kelemahan metode recall sehingga
mungkin berpengaruh pada hasil. Untuk menyesuaikan dengan kelemahan
responden ini mungkin metode yang lebih tepat digunakan adalah food record
yang bisa memberikan informasi yang sangat rinci tentang pola makan. Namun
metode ini menghadapi kelemahan yaitu memerlukan responden yang melek huruf
dan adanya pencatatan mempengaruhi pemilihan makanan (Gibney et al. 2005).
Berdasarkan uji hubungan, hubungan tingkat kecukupan energi dan protein
terhadap status gizi contoh yang tidak signifikan (p > 0.05) sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mustapa tahun 2013 di Gorontalo (Mustapa 2013).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara konsumsi protein dengan status gizi balita.
34
Penelitian yang menunjukkan hasil serupa ada pada penelitian Marthajaya
yang menunjukkan tidak ada hubungan antara konsumsi protein dari ikan terhadap
status gizi balita (Marthajaya 2011). Tingkat kecukupan energi juga tidak
memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi (p>0.1). Hasil penelitian
yang serupa juga ditunjukkan oleh Widiastuti tahun 2005 dimana kecukupan
energi tidak berhubungan signifikan terhadap status gizi balita.
Pada usia 12 bulan atau lebih, anak mulai mengalami masalah makan
(khususnya batita). Penelitian Masithah menunjukkan bahwa ibu anak batita
mengeluh anak mulai susah makan pada usia menginjak 1 tahun. Anak tidak mau
makan, makan dalam porsi yang sedikit, cenderung memilih makanannya, dan
sering tidak menghabiskan makanannya (Masithah 2005). Sifat inilah yang diduga
tidak mempengaruhi status gizi contoh pada penelitian, karena pola konsumsi
contoh yang cenderung sama.
Pengaruh Variabel Karateristik Sosial Ekonomi, Pola Asuh, Skor Morbiditas
dan Tingkat Kecukupan terhadap Status Gizi
Uji pengaruh variabel dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linier
berganda untuk menguji pengaruh antara variabel bebas (X) terhadap satu variabel
tetap (Y). Variabel bebas yaitu pendidikan ibu (X1), pendidikan ayah (X2), besar
keluarga (X3), pengeluaran per kapita per bulan (X4), pengetahuan gizi ibu (X5),
pola asuh kesehatan (X6), pola asuh makan (X7), karakteristik rumah (X8), skor
morbiditas (X9), tingkat kecukupan energi (X10) dan tingkat kecukupan protein
(X11). Metode uji regresi linier berganda yang digunakan adalah metode stepwise
untuk menentukan model yang digunakan dalam persamaan regresi.
Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
positif nyata antara karakteristik rumah dan pola asuh kesehatan terhadap status
gizi contoh (p<0.1). Dan dalam penelitian ini, tidak terdapat pengaruh antara
tingkat pendidikan ayah, tingkat pendidikan ibu, besar keluarga, pengeluaran
perkapita per bulan, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan, skor morbiditas dan
tingkat kecukupan energi dan protein terhadap status gizi (p>0.1).
Persamaan regresi yang didapatkan dari uji regresi linier dalam penelitian
ini adalah Y = -7.736 + 0.076X1+ 0.089 X2. Dengan Y adalah status gizi balita
dan X1 adalah karakteristik rumah serta X2 adalah pola asuh kesehatan. Besarnya
R2 sebesar 0.186 yang memberikan pengertian bahwa model tersebut hanya
menggambarkan 18.6 % terhadap status gizi balita umur 24–59 dan selebihnya
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Contoh yang digunakan dalam penelitian adalah balita dengan usia 24-59
bulan. Sebagian besar contoh termasuk dalam kelompok usia 48–59 bulan yaitu
dengan persentase 35.94%. Dari keseluruhan contoh, lebih banyak contoh berjenis
35
kelamin perempuan (51.56%). Sebanyak 20.31% contoh termasuk dalam status
gizi kurang dan 79.69% termasuk status gizi normal.
Sebanyak 60.66% ayah dan 89.06% ibu contoh berada dalam kelompok usia
dewasa awal. Tingkat pendidikan ayah (55.74%) maupun ibu (46.88%) adalah
SMA. Sebagian besar pekerjaan ayah contoh adalah sebagai wiraswasta (42.60%)
dan ibu contoh berprofesi sebagai ibu rumah tangga (82.80%). Nilai persentase
contoh dan keluarganya yang tergolong dalam kategori tidak miskin adalah
95.31% dengan rata-rata pengeluaran perkapita per bulan keluarga contoh lebih
banyak digunakan untuk pangan yaitu sebesar 65.39%. Lebih dari separuh
(60.94%) contoh tergolong dalam kelompok keluarga sedang (5–7 orang).
Sebanyak 27.45% contoh yang tidak pernah sakit selama sebulan terakhir
merupakan contoh dengan status gizi baik. Rata-rata tingkat kecukupan contoh
adalah sebesar 69.47%. Pada gizi kurang, rata-rata tingkat kecukupannya sebesar
64.71% dan pada kelompok gizi baik sebesar 70.68%. Rata-rata tingkat
kecukupan protein contoh adalah sebesar 74.17%. Rata-rata tingkat kecukupan
protein pada kelompok contoh gizi kurang 60.00% dan gizi baik 77.89%.
Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik rumah dan pola asuh
kesehatan (p<0.1) dengan status gizi. Namun tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan ibu, pendidikan ayah, besar keluarga, pengeluaran
perkapita perbulan, pengetahuan gizi ibu, pola asuh, skor morbiditas dan tingkat
kecukupan energi-protein dengan status gizi (p>0.1).
Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
positif nyata antara karakteristik rumah terhadap status gizi contoh (p<0.1). Dan
dalam penelitian ini, tidak terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan ayah,
tingkat pendidikan ibu, besar keluarga, pengeluaran per kapita per bulan,
pengetahuan gizi ibu, pola asuh, skor morbiditas dan tingkat kecukupan energi
dan protein terhadap status gizi (p>0.1).
Saran
Perlunya perhatian khusus untuk meningkatkan status gizi balita melalui
perbaikan tata lingkungan dan permukiman penduduk. Perbaikan gaya hidup dan
pola konsumsi pada balita juga diperlukan untuk meningkatkan konsumsi zat gizi
agar sesuai dengan kebutuhan. Metode yang tepat dan menyesuaikan dengan
kondisi penelitian, khususnya dalam metode pengukuran konsumsi pangan
diperlukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dalam penelitian.
Sebaiknya dilakukan pemilihan metode yang terbaik dalam melakukan
pengukuran konsumsi pangan. Selain itu, diperlukan juga penelitian lebih lanjut
mengenai faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi balita selain faktor
yang disebutkan dalam penelitian ini.
36
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan beberapa indikator utama
sosio-ekonomi Indonesia.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Profil kemiskinan di Indonesia September
2012. Berita Resmi Statistik 06/01/Th. XVI.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Indeks Kepadatan Penduduk [internet]. [diacu
2013 September 3] tersedia dari
http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=85.
Alimoeso S. 2012. Populasi Indonesia : belum seimbang. Warta Kesra 150:20
Abuya et al. 2012. Effect of mother’s education on child’s nutritional status in the
slums of Nairobi. BMC Pediatrics. 18:20.
Akorede Q dan Abiola. 2013. Assessment of nutritional status of under five
children in akure south local government, ondo state, nigeria.IJRRAS 14
(3).
Almatsier. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ersiyoma E. 2012. Perilaku hidup bersih dan sehat, pola asuh, status gizi dan
status kesehatan anak balita di wilayah program warung anak sehat (WAS)
Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Gabriel A. 2008. Perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) serta hidup bersih dan
sehat ibu kaitannya dengan status gizi dan kesehatan balita di desa
Cikarawang Bogor [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Gibney et al. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Penerbit EGC
Kedokteran.
Glewwe P, Koch S & Nguyen. 2003. The Impact of Income Growth and Provision
of Health-Care Services on Child Nutrition in Vietnam. JEL classification:
O15, I12.
Griffiths et al. 2001. A tale of two continents: a multilevel comparison of the
determinants of child nutritional status from selected African and Indian
regions. Health & Place 10: 183–199.
Hardinsyah dan Briawan D. 1994.Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Bogor: Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hurlock EB. 1993. Perkembangan Anak Jilid Dua. M Tjandrasa, M Zarkasih,
penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
Ismail. 2000. Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkampungan Kumuh
di Yogyakarta: Kasus Kelurahan Keparakan. Jakarta: Puslitbang Ekonomi
dan Pembangunan LIPI.
Hungama. 2011. Fighting Hunger and Malnutrition: Survey and Report. India :
Hugama Organization.
Keman S. 2005. Kesehatan perumahan dan permukiman. Jurnal Kesehatan
Lingkungan 2(1),: 29 -42.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. GMSK. IPB
Khomsan dan Herawati. 2010. Pola Asuh dan Tumbuh Kembang Anak di
Berbagai Provinsi dan Kabupaten. Bogor :Institut Pertanian Bogor.
37
Kurniawati. 2012. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status
gizi balita di Kelurahan Baledono, Kecamatan Purworejo, Kabupaten
Purworejo. Jurnal Akademi Kebidanan: 22–31.
Lutviana & Budiono. 2010. Prevalensi dan determinan kejadian gizi kurang pada
balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat 5 (2) : 138–144.
Malau Y. 2012. Analisis kehidupan sosial ekonomi masyarakat kawasan kumuh di
Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjung Balai. Jurnal Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah 2(1). 33–44.
Marthajaya. 2011. Hubungan asupan protein ikan dengan status gizi balita di
wilayah puskesmas Baru Ulu kecamatan Balikpapan Barat Kalimantan
Timur [skripsi]. Semarang : Universitas Diponegoro.
Masithah, Soekirman & Martianto. 2005. Hubunan pola asuh makan dan
kesehatan dengan status gizi anak batita di Desa Mulya Harja. Media Gizi
dan Keluarga 29(2) : 29–39.
Mustapa Y, Sirajuddin S & Salam A. 2013. Analisis faktor determinan kejadian
masalah gizi pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Tilote
Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo tahun 2013. Jurnal Makalah
Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Munparidi. 2010. Pengaruh pendapatan dan ukuran keluarga terhadap pola
konsumsi studi kasus : Desa Ulak Kerbau Lama Kecamatan Tanjung Raja
Kabupaten Ogan Ilir. Ilmiah 2 (3).
Meliahsari R, Bahar B & Sirajuddin S. 2013. hubungan pola asuh makan oleh ibu
bukan pekerja dengan status gizi baduta di Kecamatan Tongkuno Selatan
Kabupaten Muna. Media Gizi Masyarakat Indonesia 2(2) : 113–119.
Nikmawati et al. 2009. Intervensi Pendidikan Gizi Bagi Ibu Balita Dan Kader
Posyandu Untuk Meningkatkan PSK (Pengetahuan Sikap Dan
Keterampilan) Serta Status Gizi Balita. Jurnal Universitas Pendidikan
Indonesia. 5:15.
Papalia DE, Olds SW. 2001. Human Development, Second Edition. USA: Mc
Graw-Hill.
Pradhan A. 2010. Factor associated with nutritional status of the under five
children. Asian Journal of Medical Science. DOI: 10.3126/ajms.vlil.2927.
Pudjiastuti W. 2002. Strategi mengatasi masalah kesehatan dan lingkungan hidup
di permukiman kumuh lewat program pemasaran sosial. Makara Sosial
Humaniora 6(2).
Purwantini. 2010. Analisis Dinamika Konsumsi Pangan dan Kesejahteraan
Rumah Tangga. Prosiding Seminar Nasional Petani dan Pembangunan
Pertanian (hlm. 508-522). Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
Bogor.
Pemerintah Daerah Jawa Barat. 2012. Informasi laporan penyelenggaraan
pemerintah daerah pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2012.
Pemerintah Kota Bogor. 2012. Tekan Angka Kemiskinan, Pemerintah Kota
Kucurkan Rp 137.48 Miliar [internet]. [diacu 3 September 2013] tersedia
dari http://kotabogor.go.id/component/content/article/1-berita-
terbaru/9744-tekan-angka-kemiskinan-pemkot-kucurkan-rp13748-miliar-
Sari D. 2011 Gaya hidup, intake zat gizi dan morbiditas orang dewasa yang
berstatus gizi obes dan normal [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
38
Sab’atmaja S, Khomsan A & Tanziha I. 2010. Analisis determinan positive
deviance status gizi balita di wilayah miskin dengan prevalensi kurang gizi
rendah dan tinggi. Jurnal Gizi dan Pangan 5(2): 103 – 112.
Samuel et al. 2008. Undernutrition and household environmental quality among
urban and rural children in Nigeria. Pakistan Journal of Nutrition 7 (1):
44–49.
Santrock. 1996. Adolescence. Penerjemah:Wisnu Kristiaji dan Yati Sumiharti.
Jakarta : Erlangga.
Saputra dan Nurrizka. 2012. Faktor demografi dan resiko gizi buruk dan gizi
kurang. Jurnal Kesehatan 16:95–101.
Siddiqi et al. 2011. Malnutrition of under-five children: evidence from
Bangladesh. Asian Journal of Medical science Vol 2:113–119.
Siregar et al. 2012. Hubungan karakteristik rumah dengan kejadian penyakit
tuberkulosis paru di puskesmas simpang kiri Kota Subulussalam tahun
2012.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Suhardjo. 1985. Pangan, Gizi dan Pertanian : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Suhendri U. 2009. Faktor yang berhubungan dengan status gizi anak di bawah
lima tahun (balita) di puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang tahun 2009 [skripsi]. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Tarigan R. 2006. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan
perbandingan antara empat hasil penelitian. Jurnal Universitas Negeri
Yogyakarta. 21–27.
Vinod, Umesh, Sumit & Smita. 2012. Morbidity profile in under five children
inurban slum area of Nagpur. National Journal of Community Medicine
3(3).
Waterson et al. 2006. Paediatrics. Abingdon : Radcliffe Publishing
Soblia. 2009. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan,
morbiditas, dan hubungannya dengan status gizi anak balita pada
rumahtangga di daerah rawan pangan Banjarnegara, Jawa Tengah
[skripsi]. Bogor:Institut Pertanian Bogor.
Widiastuti. 2005. Beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di
wilayah puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas tahun 2005 [skripsi].
Semarang : Universitas Diponegoro.
Yudi. 2008. Hubungan faktor sosial budaya dengan status gizi anak usia 6–24
bulan di Kecamatan Medan Area Medan tahun 2007 [tesis]. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Yulia. 2007. Pola asuh makan dan kesehatan anak balita pada keluarga wanita
pemetik teh di PTPN VII Pangalengan [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian
Bogor
39
Yustika A. 2012. Hubungan karakteristik lingkungan fisik rumah, konsumsi
pangan dan status kesehatan terhadap status gizi siswa SD di Sukabumi
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Karakteristik rumah dan keadaan lokasi penelitian
Gambar Sungai di lokasi penelitian
Gambar Rumah salah satu contoh
Gambar Dapur salah satu contoh Gambar Proses penimbangan contoh
40
Gambar Keadaan dapur contoh
Gambar Keadaan kamar mandi contoh
Gambar Keadaan rumah contoh
Gambar Keadaan kamar contoh
41
Lampiran 2 Kuesioner penelitian
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS DETERMINAN STATUS GIZI BALITA PERMUKIMAN
PADAT PENDUDUK BANTARAN SUNGAI KELURAHAN
PALEDANG
“Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi objek penelitian dan
bersedia mengisi data berikut dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan dari
siapapun.”
Tanda tangan
(………………….…)
Sheet 1: Cover
Nama Ibu Balita : G1___________________________________________
Nama suami : G2___________________________________________
Nama balita : G3___________________________________________
Tempat Tinggal : G4___________________________________________
Nomor rumah/RT/RW :
G5___________________________________________
No. Telepon/HP : G6___________________________________________
Tanggal Pengisian : G7___________________________________________
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
42
Sheet 2: KarKel
A. KARAKTERISTIK KELUARGA
A1 A2 A3 A4 A51 A52 A6 A7 A8
No Nama Posisi
dalam
keluarga
Jenis
kelamin
Umur Pendidikan Pekerjaan Penghasilan
Tahun Bulan
(A3) Posisi dalam keluarga : (1) Suami (ayah); (2). Ibu (Istri); (3)Anak;
(4) Saudara lainnya; (5).Kakek/nenek
(A4) Jenis kelamin : (1) Laki-laki; (2) Perempuan
(A7) Pekerjaan : (0) tidak bekerja (1) Petani; (2) Pedagang;
(3) PNS/ABRI/Polisi;
(4) Karyawan swasta; (5) Wiraswasta; (6) IRT; (7) Buruh;
(8) Lainnya______
A91. PENGELUARAN PANGAN
No Bahan Pangan
Harga
satuan
(Rp) Hari Minggu Bulan Tahun
Total
Pengeluaran/
bulan
URT/
Kg/L
Rp
(G11) (G12) (G13) (G14) (G15) (G16) (G17) (G18) (G19)
1 Makanan Pokok
a. Beras
b. Terigu
c. Mie
d. Bihun /
Soun
e. Roti
f. umbi
2 Lauk pauk
a. Ikan
b. Daging
sapi
c. Daging
ayam
d. Telur
e. Susu
f. Tempe
g. Tahu
h. Oncom
i. Lainnya
3 Sayuran
4 Buah
5 Minyak goreng
43
No Bahan Pangan
Harga
satuan
(Rp) Hari Minggu Bulan Tahun
Total
Pengeluaran/
bulan
URT/
Kg/L
Rp
6 Lainnya
a. Gula
b. Teh
c. Kopi
d. Bumbu dapur
e. Lainnya
Total Pengeluaran Pangan
A92. PENGELUARAN NON PANGAN
No Bahan Non Pangan Hari Minggu Bulan* Tahun
Total
Pengeluara
n/ bulan
(A921) (A922) (A923) (A924) (A925) (A926) (A927)
Biaya bulanan RT
1 Sewa rumah
2 Listrik
3 Pulsa HP
4 Internet
5 Bahan bakar
6
Biaya pelayanan kesehatan
a. Ke dokter/puskesmas
b. Obat-obatan
7
Perlengkapan Kebersihan
a. Sikat gigi dan pasta gigi
b. Sabun mandi
c. Sampo
8 Rokok
9 Biaya Pendidikan
a. SPP
b. Uang saku
c. Buku
d. Alat tulis
e. Seragam
10 Tabungan
11 Arisan
12 Kredit
15 Lainnya………..
16
Total Pengeluaran non Pangan
44
Sheet 3 : KarBa
B. KARAKTERISTIK BALITA B1 Nama anak balita
B2 Jenis kelamin
B3 Tanggal lahir
B4 Usia anak (bulan)
B5 Anak ke
B6 Berat badan lahir
B7 Berat badan (kg)
B8 Tinggi badan (cm)`
Sheet 4 : PenGizBu
C. PENGETAHUAN GIZI IBU
1. Zat gizi untuk mendukung pertumbuhan anak-anak adalah?
a. Protein
b. Karbohidrat
c. Vitamin
d. Tidak tahu
2. Untuk mendukung pertumbuhan anak sebaiknya makanan tambahan selain ASI diberikan
setelah usia?
a. Enam bulan
b. Satu tahun
c. Delapan bulan
d. Tidak tahu
3. Buah-buahan yang paling banyak mengandung vitamin C adalah?
a. Pepaya
b. Apel
c. Jambu biji
d. Tidak tahu
4. Jenis makanan pendamping ASI apa yang sebaiknya diberikan pada anak usia 6 bulan?
a. Makanan lembek (bubur saring)
b. Nasi tim
c. Nasi
d. Tidak tahu
5. Pada usia berapa anak boleh diberikan makanan seperti orang dewasa?
a. 6 bulan
b. 1 tahun
c. 2 tahun
d. 3 tahun
6. Berapa minimal berat badan bayi lahir yang dikatakan sehat?
a. 3,5 kg
b. 2,5 kg
c. 3 kg
d. 4 kg
7. Sinar matahari pagi bermanfaat untuk menghasilkan vitamin?
a. E b. K c. D d. A
8. Sinar matahari pada waktu kapan yang dianggap baik untuk pembentukan vitamin dalam
tubuh?
a. Pagi hari (jam 08.00-10.00)
b. Siang hari (jam 11.00-13.00)
c. Sore hari (jam 15.00-17.00)
d. Malam hari (jam 19.00-21.00)
9. Bila menderita diare, sebelum ke puskesmas sebaiknya minum?
a. Air putih
b. Larutan gula
c. Larutan gula dan garam
d. sirup
10. Manfaat imunisasi adalah?
a. Menyembuhan penyakit
b. Memberi vitamin
c. Menjaga kekebalan terhadap penyakit tertentu
d. Tidak tahu
11. Supaya tidak kurang darah (anemia), sebaiknya makan makanan yang mengandung?
a. Zat kapur
b. Zat besi
c. Zat yodium
45
d. Tidak tahu
12. Kelompok bahan makanan dibawah ini yang mengandung zat gizi protein hewani adalah?
a. Kacang-kacangan
b. Daging, ikan, telur, susu
c. Bayam, jeruk, susu
d. Tidak tahu
13. ASI sebaiknya diberikan sejak?
a. Sehari setelah kelahiran
b. 2 hari setelah kelahiran
c. Segera setelah bayi dilahirkan
d. Tidak tahu
14. Manakah dari zat-zat gizi berikut yang berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan
jaringan tubuh?
a. Lemak
b. Protein
c. Karbohidrat
d. Tidak tahu
15. Sebaiknya ASI tetap diberikan kepada anak hingga umur?
a. 1 tahun
b. 2 tahun
c. 4 tahun
d. Tidak tahu
16. Jeruk adalah salah satu jenis buah yang dapat mencegah sariawan karena mengandung?
a. Vitamin A
b. Vitamin B
c. Vitamin C
d. Tidak tahu
17. Pemberian vitamin A dosis tinggi diberikan pada balita?
a. 3X setahun
b. 1X setahun
c. 2X setahun
d. Tidak tahu
18. Pada waktu diberikan suntikan vaksinasi, bayi harus dalam keadaan?
a. Sakit
b. Sehat
c. Tidur
d. Tidak tahu
19. Anak yang telah diberikan suntikan DPT dapat terhindar dari penyakit?
a. TBC
b. Tetanus
c. Tulang
d. Tidak tahu
20. Bayi yang keadaan gizinya buruk, berat badan pada KMS berada pada warna?
a. Merah
b. Kuning
c. Hijau
d. Tidak tahu
(Modifikasi kuesioner Khomsan 2000)
46
Sheet 5: PolSuhMak
D. POLA ASUH MAKAN ANAK
No Pertanyaan Jawaban Skor
Ya Tidak
1 Ibu memberikan ASI pertama yang warnanya
kekuningan (kolostrum) selama beberapa hari
setelah melahirkan
D
2
Ibu memberikan ASI saja selama 6 bulan kepada
anak.
Jawaban
Ya Kadang Tidak
D
3
Ibu memberikan makanan/minuman lain selain ASI
pada saat usia anak dibawah 6 bulan.
D
4
Ibu memberikan MP ASI untuk anak setelah 6 bulan
D
5
Anak dibiasakan makan 3 kali dalam sehari
D
6
Anak mengonsumsi sayuran sejak disapih
D
7
Anak mengonsumsi telur, tahu, tempe, daging atau
ikan pada menu makan hariannya.
D
8
Ibu membujuk anak agar mau makan/menyuapi
anak.
D
9
Anak tidak teratur makan.
D
10
Anak tidak suka mengonsumsi buah.
(Modifikasi kuesioner Ersiyoma 2012)
Sheet 6 : PolSuhHat
E. POLA ASUH KESEHATAN No Pertanyaan Jawaban Skor
Sering Kadang Tidak
Pernah
1 Ibu mengajak anak ke Posyandu
E
2
Ibu membiasakan cuci tangan dengan sabun
sebelum memberikan makanan anak.
E
3
Ibu membiasakan anak mencuci tangan sebelum
dan sesudah makan
E
4
Ibu mencuci tangan dengan sabun setelah BAB
(baik BAB anak maupun ibu)
5 Ibu menggunting kuku anak seminggu sekali
E
6
Ibu mencuci bersih mainan yang sering dipegang
oleh anak.
E
7
Ibu mengingatkan/mengeramasi anak minimal
dua kali dalam seminggu
E
8
Ibu menyediakan alas kaki untuk digunakan anak
saat keluar rumah
E
9
Ibu mengingatkan anak untuk menggosok gigi
sebelum tidur
E
10
Ibu mengingatkan anak untuk mencuci kaki
sebelum tidur
E
11
Ibu membiasakan anak untuk mandi dua kali
dalam sehari
12 Anak ibu menerima kapsul vitamin A
13 Anak ibu memiliki KMS/KIA yang terisi penuh
(Modifikasi kuesioner Ersiyoma 2012
47
Sheet 7 : KarRum
F. KARAKTERISTIK RUMAH
No. Pertanyaan Pilihan jawaban
F
1 Jenis lantai
a. Tanah
b. Kayu/bambu/tanah dan plester
c. Keramik/ubin/tegel/semen
F
2 Dinding
a. Bambu/triplek kayu
b. Bambu/triplek/kayu dan tembok
c. Tembok
F
3 Atap
a. Ijuk/daun-daunan
b. Seng
c. Genteng
F
4 Ventilasi
a. Tidak ada
b. Ada, tertutup sehingga udara tidak bisa keluar
masuk
c. Ada, terbuka sehingga udara bisa keluar masuk
F
5 Jendela
a. Tidak ada
b. Ada, hanya di beberapa ruangan
c. Ada, hampir di seluruh ruangan
F
6 Sinar matahari di pagi/sore hari
a. Tidak bisa masuk
b. Masuk hanya di beberapa ruangan
c. Masuk hampir di semua ruangan
F
7 Tempat keluarga mandi
a. Sungai
b. Pancuran/kamar mandi umum
c. Kamar mandi sendiri
F
8 Kepemilikan jamban
a. Tidak
b. Ya
F
9
Kepemilikan saluran pembuangan
limbah
a. Tidak
b. Ya
F
10
Kepemilikan tempat penampungan air
limbah dari kamar mandi/tempat cuci?
a. Di luar pekarangan, tanpa penampungan/di
tanah/langsung ke got/sungai
b. Ada, penampungan terbuka di pekarangan
c. Ada, penampungan tertutup di pekarangan
F
11
Bagaimana saluran penampungan air
limbah dari kamar mandi/tempat cuci/
dapur?
a. Tanpa saluran
b. Terbuka
c. Tertutup
F
12
Apakah rumah memiliki tempat sampah
?
a. Tidak
b. Ya
F
13 Apakah rumah memiliki septik tank ?
a. Tidak
b. Ya
F
14 Keberadaan kandang ternak
a. Ada (<10 m dari rumah)
b. Ada (≥10 m dari rumah)
c. Tidak ada
F
15 Luas ruangan per orang
a. Kurang (<7 m2/orang)
b. Cukup (7-10 m2/orang)
c. Baik (>10 m2/orang)
F
16 Sumber air minum
a. Air hujan
b. Air sumur
c. Air ledeng
F
17 Sumber air bersih untuk mencuci/mandi
a. Air hujan
b. Air sumur
c. Air ledeng
F
18
Tempat keluarga buang air besar a. Empang/kolam/selokan
b. Jamban pribadi tanpa septik tank
c. Jamban pribadi dengan septik tank
F
19
Tempat keluarga membuang sampah a. Pekarangan/lubang terbuka/sungai
b. Tempat sampah tetutup/kantong
48
No. Pertanyaan Pilihan jawaban
F
20
Tempat keluarga buang air limbah a. Pekarangan/kolam
b. Saluran air/pembuangan/got terbuka
c. Saluran air/pembuangan/got tertutup
(Modifikasi kuesioner Yustika 2012) Sheet 8:StatNak
G. STATUS KESEHATAN ANAK
1. Apakah anak ibu pernah sakit pada satu bulan terakhir?
a. Ya/Pernah (lanjut ke tabel)
b. Tidak pernah
No Gejala/penyakit Lama sakit (hari Frekuensi
sakit
PP
1-3 4-7 8-14 >14 PTG RW
a. ISPA
1. Panas
2. Batuk
3. Pilek
b. Tuberculosis
c. Diare
d. Demam berdarah
dengue
e. Sakit kulit
f. Alergi
g. Lainnya,
sebutkan………………
Keterangan
LS : lama sakit
PP : frekuensi sakit
PTG : Petugas kesehatan yang menangani pertolongan pertama
1. RS pemerintah
2. RS swasta
3. Praktek dokter
4. Puskesmas/Pustu
5. Poliklinik
6. Praktek Nakes
7. Lainnya
RW: 1. Dirawat di rumah sakit
2. Tidak dirawat di rumah sakit
(Modifikasi kuesioner Sari 2011)
49
FOOD RECALL
Waktu
Nama
Makanan
Jenis bahan
makanan
URT Gram Keterangan
50
FOOD RECALL
Waktu
Nama
Makanan
Jenis bahan
makanan
URT Gram Keterangan
51
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, puteri dari
pasangan Gunung Sibarani dan Tiarma Ida Simanungkalit. Penulis dilahirkan di
Jakarta pada tanggal 7 Juni 1991. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN
Cibuluh 1 pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan
menengah pertama di SMP Negeri 5 Bogor. Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus tahun 2009.
Penulis melanjutkan studi ke IPB pada tahun 2009 melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berhasil masuk pada Program Studi Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama kuliah, penulis aktif dalam
organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) dalam
divisi Desain dan Infokom. Penulis juga tergabung dalam Majalah Komunitas
FEMA dan menjabat sebagai wakil pimpinan redaksi pada tahun 2011. Penulis
juga ikut terlibat dalam kepanitiaan yang diselenggarakan baik oleh fakultas
maupun departemen. Penulis juga mendapat kesempatan untuk menjadi asisten
untuk mata kuliah Penilaian Status Gizi pada tahun ajaran 2012/2013.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Jatilawang,
Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah pada tahun 2012.
Penulis juga melaksanakan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Tangerang pada Februari 2013.