Download - Abses Mandibular
LAPORAN STUDI KASUS
ABSES MANDIBULA
DOSEN PEMBIMBING :
Drg. MT. Sugiharto,Sp. BM
ANGGOTA :
RM. NORMAN DHINAR VALENTATI
RISTA DIAN SARAH TULONG
YOSEFA BONO
SEKAR DITA
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PROF.DR.MOESTOPO(BERAGAMA)
2014
A. Definisi
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi kibat atau infeksi bakteri.
(www.,medicastore.com,2004 )
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejalaberupa kantong berisi nanah.
(Siregar, 2004). Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses
dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan
infeksi dari daerah leher. (Smeltzer dan Bare, 2001)
B. Abses Submandibula
Abses submandibula di defenisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang potensial
di region submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam dan terbatasnya
gerakan membuka mulut (2).
Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher dalam
terbentuk di ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari
berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang
terlibat.1,2,3 Kuman penyebab infeksi terbanyak adalah golongan Streptococcus,
Staphylococcus, kuman anaerob Bacteroides atau kuman campur.
Abses leher dalam yang lain dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses
parafaring dan angina Ludovici (Ludwig’s angina)1,3 Ruang submandibula merupakan
daerah yang paling sering terlibat penyebaran infeksi dari gigi. Penyebab lain adalah infeksi
kelenjar ludah, infeksi saluran nafas atas, trauma, benda asing, dan 20% tidak
diketahui fokus infeksinya.
Komplikasi dapat diperberat karena adanya kelainan ginjal seperti uremia dan
kelainan jantung seperti old MCI, dimana komplikasi yang diperberat dengan penyakit
penyerta dapat menyebabkan kematian.
C. Anatomi
Pada daerah leher terdapat beberapa ruangpotensial yang dibatasi oleh fasia servikal. Fasia
servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisialis dan fasia profunda. Kedua fasia ini
dipisahkan oleh m. plastima yang tipis dan meluas ke anterior leher. Muskulus platisma
sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior
untuk berinsersi di bagian inferior mandibular.
Gambar 1. Potongan Sagital Leher
Ruang potensial leher dibagi menjadi ruang yang melibatkan seluruh leher, ruang suprahioid
dan ruang infrahioid. Ruang yang melibatkan seluruh leher terdiri dari ruang retrofaring,
ruang bahaya (danger space) dan ruang prevertebra. Ruang suprahioid terdiri dari ruang
submandibula, ruang parafaring, ruang parotis, ruang peritonsil dan ruang temporalis. Ruang
infrahioid meliputi bagian anterior dari leher mulai dari kartilago tiroid sampai superior
mediastinum setinggi vertebra ke empat dekat arkus aorta.
D . Ruang Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dan submental.
Muskulus milohioid memisahkan ruang sublingual dengan ruang submental dan submaksila.
Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian lateral dan anterior, pada bagian inferior
oleh m. milohioid, di bagian superior oleh dasar mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang
hioid. Di dalam ruang sublingual terdapat kelenjer liur
sublingual beserta duktusnya
parafaring (38,4), diikuti oleh angina Ludovici (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring
(5,9%). Sakaguchi dkk,4 menemukan kasus infeksi lehercdalam sebanyak 91 kasus dari tahun
1985 sampai 1994. Rentang usia dari umur 1-81 tahun, laki-laki sebanyak 78% dan
perempuan 22%. Infeksi peritonsil paling banyak ditemukan, yaitu 72 kasus, diikuti oleh
parafaring 8 kasus, submandibula, sublingual dan submaksila 7 kasus dan retrofaring 1 kasus.
Fachruddin8 melaporkan 33 kasus abses leher dalam selama Januari 1991-Desember
1993 di bagian THT FKUI-RSCM dengan rentang usia 15-35 tahun yang terdiri dari 20 laki-
laki dan 13 perempuan.
Ruang potensial yang tersering adalah submandibula sebanyak 27 kasus, retrofaring 3
kasus dan parafaring 3 kasus. Di sub bagian laring faring FK Unand/RSUP M Djamil Padang
selama Januari 2009 sampai April 2010,
tercatat kasus abses leher dalam sebanyak 47 kasus, dengan abses submandibula menempati
urutan ke dua dengan 20 kasus dimana abses peritonsil 22 kasus, abses parafaring 5 kasus dan
abses retrofaring 2 kasus.
Gambar 2. Anatomi Ruang Submandibula
Gambar 3(3). Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital.Ket : SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS: parapharyngeal space; CS: carotid space; MS: masticatory space. SMG: submandibular gland;
GGM: genioglossus muscle; MHM: mylohyoid muscle; MM: masseter muscle; MPM: medial pterygoid muscle; LPM: lateral pterygoid muscle; TM: temporal muscle.
E. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara antara lain:
1. Bakteri masuk kebawah kuit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan
gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Lebih lanjut Siregar (2004) menjelaskan peluang terbentuknya suatu abses akan
meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Darah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sisitem kekebalan.
Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2001), abses
mandibula sering disebabkan oleh infeksi didaerah rongga mulut atau gigi. Peradangan ini
menyebabkan adanya pembengkakan didaerah submandibula yang pada perabaan sangat
keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong lidah keatas dan kebelakang
dapat menyebabkan trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan jalan napas. Bila ada
tanda-tanda sumbatan jalan napas maka jalan napas hasur segera dilakukan trakceostomi
yang dilanjutkan dengan insisi digaris tengah dan eksplorasi dilakukan secara tumpul untuk
mengeluarkan nanah. Bila tidak ada tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat segera
dilakukan eksplorasi tidak ditemukan nanah, kelainan ini disebutkan Angina ludoviva
(Selulitis submandibula). Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika dsis tinggi untuk
kuman aerob dan anaerob.
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan
otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul
diwajah.
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika
apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus mylohyoid.4 infeksi dari gigi dapat
menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara langsung melalui
pinggir myolohioid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.3
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik
kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan
adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia,
Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan
pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides,
Prevotella, maupun Fusobacterium.
E. Patofisiologi
Jika bakteri menusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeks. Sebgian
sel mati dan hancur, menigglakan rongga yang berisi jaringan dan se-sel yang terinfeksi. Sel-
sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalalm melawan infeksi, bergerak kedalam
rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel darah putih kakan mati, sel darah putih yang
mati inilah yang memebentuk nanah yang mengisis rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong jaringan
pada akhirnya tumbuh di sekliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini
merupakan mekanisme tubuh mencefah penyebaran infeksi lebih lanjut jka suat abses pecah
di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan
kulit, tergantung kepada lokasi abses.(www.medicastre.com.2004).
Pathway (Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2001)
F. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagi benjolan.
Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah,
maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di
dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses
dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai pembengkakan
di bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.
F. Pemeriksan Diagnosis
Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali.
Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya
pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menetukan
ukuran dan lokasi abses dalam bissxa dilkukan pemeriksaan rontgen,USG, CT, Scan, atau
MRI.
G. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :
1. Antibiotik (parenteral)
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji kepekaan
perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan
secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap
kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik
mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris
kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji
sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 2,4-6,13
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap
terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu lebih
dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama
untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang
10 hari. 2,4-6,13
2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi abses
(gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan
terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi
dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan
luas abses.2 Bila abses belum terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif
dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka
evakuasi abses dapat dilakukan.14
3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan trakeostomi
perlu dipertimbangkan.14
Gambar 4. Insisi abses submandibula10
4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.2
H. Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas ke
ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.3 Perluasan ini dapat secara
langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial kemudian ke
parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.6
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri
selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami
nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau
endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septicemia.
LAPORAN KASUS.
Gejala dan Anamesa
Seorang pasien laki-laki umur 57 tahun dengan berat badan 78 kg dan tinggi badan 165
cm datang ke IGD RS Polri Sukanto. Pasien tanggal 7 april 2014 pukul 19.00 WIB .
Pasien dikonsulkan oleh dokter jaga IGD ke bagian penyakit dalam dan didiagnosis
dengan abses submandibula dengan anjuran konsul ke bagian bedah mulut.
Bengkak makin lama terasa makin nyeri dan berwarna kemerahan. Keluhan
demam dirasakan sejak 5 hari yang lalu, hilang timbul. Nyeri menelan dikeluhkan sejak
5 hari yang lalu namun pasien pada saat itu masih bisa makan dan minum biasa. Susah
buka mulut sejak 3 hari yang lalu. Pasien mempunyai riwayat sakit gigi sebelumnya dan
tidak terdapat riwayat ketulangan. Pasien telah berobat ke bidan dan diberi 2 macam
obat, tetapi pasien tidak ingat nama obatnya.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis kooperatif,
tekanan darah 120/90 mmHg, suhu 36,90C, dan tidak ada sesak nafas. Dari pemeriksaan
telinga dan hidung tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan roentgen panoramic terdapat
gangren pulpa pada gigi 36 kiri bawah.
Pada pemeriksaan regio mandibula terdapat pembengkakan pada bagian anterior dan
bagian sinistra dengan perabaan panas, fluktuatif, terdapat nyeri tekan dan pembengkakan
berwarna merah, trismus 2 cm, angulus submandibula teraba.
Dari pemeriksaan laboratorium kadar haemoglobin 10.8 g/dl, leukosit 23800 /mm3,
gula darah sewaktu 103 mg/dl, ureum 105 mg/dl, didapatkan kesan leukositosis dan uremia.
Dilakukan aspirasi pada daerah yang paling fluktuatif dan didapatkan pus.
Pasien di diagnosis sebagai abses submandibula. Dari pemeriksaan Rontgen foto
cervical AP dan lateral dan TK leher didapatkan kesan sugestif abses sub mandibula kanan.
Direncanakan untuk dilakukan insisi dan eksplorasi abses dengan anastesi lokal, tapi pasien
menolak.
Gambar 5. Foto ekstra oral facial tampak depan dan samping
Gambar 6. Foto Panoramic Roentgen pada pasie
TERAPI
Pasien dirawat terapi : IVFD NaCl 0,9℅, inj ceftriaxon 2x1gr metronidazol drip
3x500mg, inj deksamethason 3x5 mg dan posisi tidur Tredelenburg. Pada tanggal 8
April 2014 didapatkan bengkak pada bagian bawah rahang makin mengecil sedikit,
sukar membuka mulut, nyeri menelan berkurang, pasien dapat makan makanan cair
dan dari pemeriksaan fisik daerah fluktuatif pada bagian abses makin banyak, angulus
submandibula masih teraba, trismus 2 cm, . Pada tanggal 9 April 2014 pasien dilakukan
tindakan operasi pada pukul 08.00 WIB pagi hari.
Laporan operasi
Pasien tidur telentang diatas meja operasi Dilakukan septik dan antiseptik di lapangan
Operasi Daerah insisi pada ± 2 jari dibawah tulang
submandibula depan disemprotkan chloretil Dilakukan insisi horizontal sepanjang 5 cm Terlihat pus keluar dari tempat insisi dan pus
dihisap dengan suction, pus ± 50 cc dikeluarkansecara maksimal
Ruang abses dieksplorasi ke superior, medial,inferior dan sedikit ke lateral denganmembebaskan jaringan ikat secara tumpul
Dilakukan eksodonsia pada gigi 36Dicuci dengan H2O2 3% yang di tambah denganbetadine
Dipasang kasa drain Operasi selesai
Laporan Post-Operatif
Hari -1 setelah operasi dilakukan.
Pada tanggal 10 April 2014, dilakukan observasi lanjut terhadap pasien, terlihat pembengkakan abses mandibular berkurang, nyeri berkurang dan sudah bias membuka mulut. Tingkat sensitifitas pasien terhadap nyeri dan sakit berkurang. Klinis pemeriksaan pada PUS sudah menghilang dan insisi sudah membaik
Gambar 7. Tampilan esktra oral pasien setelah 1 hari post operatif
Daftar Pustaka.
1. Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.
2. Novialde,Ade Asyari. Studi kasus ,- Penatalaksanaan Abses Submandibula dengan penyulit uremia dan Infark Miokadium lama. Bagian (THT-KL).FK Universitas Andalas Padang.2013
3. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007. 145-48
4. Simarmata Priscila F, Abses mandibular . Bagian (THT) Fakultas kedokteran Universitas
Riau Pekanbaru 2011