Download - 5. Bab 2 - Bab 3 - Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Lensa Kontak
Lensa kontak merupakan lensa sklera kaca berisi cairan. Lensa ini sulit
dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea dan rasa tidak
enak pada mata. Lensa kornea keras merupakan lensa kontak pertama yang benar-
benar berhasil dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata.
Pengembangan selanjutnya antara lain adalah lensa kaku yang permeable udara,
yang terbuat dari asetat butirat selulosa, silicon atau berbagai polimer plastic
hidrogel, semuanya memberikan kenyamanan yang lebih baik, tetapi risikonya
terjadi komplikasi yang lebih besar. 3
Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi
astigmatisme regular, seperti pada keratokonus. Lensa kontak lunak biasanya
digunakan untuk terapi kelainan permukaan kornea, tetapi untuk mengontrol
gejala dan bukan untuk alasan refraktif. Semua bentuk kontak lensa digunakan
untuk melakukan koreksi refraktif afakia, terutama untuk mengatasi aneiseikonia
afakia monokuler, dam koreksi mIopia tinggi, lensa ini menghasilkan kualitas
bayangan yang lebih baik daripada kacamata.3
2.2 Indikasi Penggunaan Lensa Kontak1,6
1. Indikasi Optik
Penggunaan Lensa Kontak atas indikasi optik antara lain: miopia,
hipermetropia, astigmatisma, presbiopia, aphakia, post keratoplasty dan
keratoconus. Keuntungan penggunaan lensa kontak dibandingkan dengan
kacamata adalah dapat mengoreksi astigmatisma ireguler yang tidak dapat
dikoreksi oleh kacamata baca, lensa kontak tetap mempertahankan lapangan
pandang, menghindari terjadinya aberasi perifer pada penggunaan kacamata,
hujan dan kabut tidak mengganggu penglihatan seperti pada penggunaan
kacamata biasa. Secara kosmetik penggunaan lensa kontak lebih dapat diterima
3
oleh pasien, terutama pasien wanita, daripada menggunakan kacamata baca yang
tebal pada gangguan refraksi tinggi.
2. Indikasi Terapeutik
Indikasi Terapeutik pada penggunaan lensa kontak antara lain:
a. Penyakit kornea; seperti ulkus kornea tanpa penyembuhan, keratopati bulosa,
keratitis, sindrom erosi kornea rekuren.
b. Penyakit pada iris seperti aniridia, koloboma, dan albinisme.
c. Pada glaukoma, sebagai perantara masuknya obat glaukoma.
d. Pada ambliopia, lensa kontak digunakan mencegah oklusi.
e. Lensa kontak lunak dapat digunakan pada keratoplasti dan perforasi
mikrokornea.
3. Indikasi Preventif
Indikasi preventif penggunaan lensa kontak antara lain; mencegah
simbleparon dan restorasi forniks pada luka bakar kimiawi, keratitis, dan trikiasis.
4. Indikasi Diagnostik
Indikasi diagnostik penggunaan lensa kontak antara lain; gonioskopi,
elektroretinografi, pemeriksaan fundus pada astigmatisma regular, fundus
photoghrapy, Goldmann’s 3 mirror examination.
5. Indikasi Operatif
Lensa kontak dapat digunakan pada saat operasi sebagai proteksi kornea
pada saat pembedahan
6. Indikasi Kosmetik dan Pekerjaan
Indikasi kosmetik penggunaan lensa kontak antara lain pada skar kornea
yang mengganggu penglihatan, ptosis, dan kosmetik lensa sclera pada ptisis bulbi.
Indikasi penggunaan lensa kontak untuk pekerjaan antara lain pada atlet, pilot dan
aktor.
4
2.3 Kontraindikasi Penggunaan Lensa Kontak
Kontraindikasi penggunaan lensa kontak antara lain dry eye, masalah
dengan kelopak mata seperti blefaritis, hordeolum, kalazion, entropion.
Kontraindikasi lainnya adalah konjungtivitis akut dan kronik, abrasi kornea,
hifema, paralisis nervus V, hipopion, uveitis dan iritis. Kontraindikasi yang jarang
ditemukan misalnya alergi, diabetes yang tidak terkontrol, kehamilan dan
pterigium.1 Selain itu bagi pekerja yang bekerja dengan bahan kimia juga tidak
dianjurkan menggunakan lensa kontak, meskipun sudah mengenakan peralatan
untuk proteksi mata dan wajah.7
2.4 Klasifikasi Lensa Kontak
Lensa kontak terbagi 2 jenis yaitu lensa kontak lunak dan keras/kaku, atau
lensa hidrogel dan rigid.
1. Lensa Kontak Lunak (Soft Contact Lenses)
Lensa kontak lunak yang terbuat dari hydroxymethylmethacrylate
(HEMA) atau silicon, yang dari silicon, permeabilitas terhadap oksigennya lebih
besar. Lensa hidrogel dianggap lebih nyaman dipakai daripada lensa kaku tetapi
bersifat fleksibel sehingga bentuknya menyesuaikan dengan permukaan kornea.
Astigmatisme regular dapat dikoreksi sebagian dengan memasukkan silinder ke
dalam lensa lunak, astigmatisme ireguler kurang terkoreksi. Lensa ini lebih murah
tetapi ketahanannya kurang. Komplikasi lebih sering timbul dibandingkan lensa
kaku diantaranya keratitis ulseratif, reaksi imunologik kornea terhadap deposit
pada lensa, giant papillary conjunctivitis dan lain-lain. Lensa kontak lunak terdiri
dari beberapa jenis yaitu extended wear contact lens yang diperbuat dari bahan
yang bertahan selama 2-4 minggu, daily disposable lenses yang sedikit mahal
namun mempunyai resiko untuk terkena infeksi yang rendah dan toric contact
lenses untuk mengoreksi astigmatism yang sedang, juga tersedia dalam kedua
bahan yang keras dan lunak.3,5,6
Lensa lunak torik (toric contact lenses) semakin banyak digunakan
terutama untuk mengkoreksi pasien dengan astigmatisma. Bila seorang dokter
menyarankan seorang pasien dengan astigmatisma menggunakan lensa kontak,
5
maka sangat diperlukan lensa lunak torik. Tipe lensa tergantung pada besarya
astigmatisma. Secara umum, astigmatisma lebih dari 0,75 D dapat dikoreksi
dengan lensa kontak torik.5,10
Untuk mengkoreksi astigmatisma, dapat digunakan lensa permukaan
depan torik (front toric contact lenses) atau lensa permukaan belakang torik (back
toric contact lenses).5
Lensa permukaan depan torik (front toric contact lenses) merupakan lensa
torik dengan komponen silinder yang terletak di bagian permukaan anterior lensa
kontak, sedangkan bagian permukaan lensa posteriornya lensa sferis. Lensa jenis
ini dapat dibuat dari semua jenis material tembus gas. Lensa kontak ini digunakan
untuk kelainan refraksi jenis astigmatisma dengan 1-2 dioptri. 10
Lensa permukaan belakang torik (back toric contact lenses) merupakan
lensa torik dengan komponen silinder yang terletak di bagian permukaan posterior
lensa kontak. lensa ini mempunyai dua kurva dengan kelengkungan yang berbeda.
Satu kurva dipasang sesuai dengan kurvatura kornea yang paling datar, sedangkan
kurva yang satunya lagi disesuaikan dengan jumlah astigmatisma korneanya.
Lensa kontak ini digunakan untuk kelainan refraksi jenis astigmatisma murni
dengan lebih dari 2 dioptri. 10
Gambar: Lensa Kontak Lunak
a. Keuntungan Lensa Kontak Lunak
i. Lensa lunak lebih nyaman dipakai karena lensa terletak tepat di bawah
garis kelopak mata, sehingga bila mata berkedip memungkinkan lebih
banyak oksigen untuk mencapai kornea.
6
ii. Pandangan kabur jarang terjadi
iii. Kemungkinan lepasnya lensa berkurang, karena ukuran lensa lebih besar
dan pergerakan minimal.
iv. Reaksi mata terhadap penggunaan lensa minimal, karena oksigen dapat
dengan mudah masuk bila mata berkedip.
v. Mata silau dan fotofobia tidak terjadi.
vi. Baik digunakan untuk anak-anak karena nyaman dipakai, dan
kemungkinan kecil terjadi lepasnya lensa.1
b. Pemasangan dan Pelepasan Lensa Lunak
Prosedur pemasangan dan pelepasan lensa lunak sebagai berikut:
1. Sebelum melakukan pemsangan atau pelepasan lensa sebaiknya mencuci
tangan dengan air dan sabun, lalu dikeringkan.
2. Bersihkan lensa kontak dengan larutan pencuci.
3. Letakkan lensa kontak pada ujung jari telunjuk tangan kanan, yang
sebelumnya sudah dibasahi agar lensa tidak mudah jatuh.
4. Basahi lensa kontak lagi dengan setetes cairan pembasah.
5. Jari tengah tangan kiri menahan kelopak mata atas, dan supaya mata tidah
berkedip, jari tengah tangan kanan menahan kelopak mata bawah.
6. Lensa kontak pada jari telunjuk tangan kanan diletakkan tepat di kornea.
7. Lepaskan jari telunjuk, lalu lepaskan kelopak mata bawah perlahan-lahan,
kemudian kelopak mata atas.
8. Tutup mata, lalu dengan lembut masase kelopak mata.
9. Dengan bantuan mata yang lain, fokuskan letak lensa dengan benar.
10. Ulangi prosedur yang sama pada mata berikutnya.
11. Pada saat pelepasan lensa, pandangan ke depan, jari tengah menahan
kelopak mata bawah.
12. Tarik lensa ke bagian putih mata (konjungtiva bulbi), tarik lensa dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk kemudian keluarkan. bersihkan
lensa untuk penggunaan berikutnya. 1
7
2 Lensa Kontak Keras (Hard Contact Lenses)
Lensa kontak keras adalah jenis lensa yang pertama dikeluarkan pada
tahun 1960-an. Ianya diperbuat daripada sejenis plastik yaitu polymethyl
methacrylate (PMMA) di mana sangat tahan lama namun tidak membenarkan
oksigen dari udara mancapai kornea secara terus. Apabila mata berkedip, lensa
akan tergeser sedikit sehingga oksigen menyerap pada lapisan air mata baru
mancapai kornea. Lensa kontak keras adalah kurang menyamankan dan sudah
jarang digunakan. Namun masih ada yang memakainya atas faktor harga yang
lebih murah dan tahan lama. Lensa kontak keras (hard contact lenses) juga
bersifat lebih tahan terhadap deposit dan memiliki jangka waktu pakai yang lebih
lama dari lensa kontak lunak (soft contact lenses). Lensa tipe ini juga lebih mudah
perawatannya, namun tidak senyaman lensa kontak lunak. Lensa kontak keras ini
termasuk diantaranya lensa rigid gas permeable (RGP lenses) namun ada juga
yang menyebutkan bahwa lensa RGP ini dapat disebut dengan semi soft lenses.1,8
Lensa RGP adalah lensa kaku yang dibuat dari cellulose acetate butyrate,
silicone acrylate, atau silicone yang dikombinasi dengan polymethylmetacrylate.
Keuntungannya adalah mudah ditembus oksigen sehingga memperbaiki
metabolism kornea, dan lebih nyaman sambil tetap mempertahankan sifat-sifat
optik lensa keras walaupun tidak ditoleransi semudah lensa lunak. Lensa kontak
RGP lebih aman dan nyaman berbanding lensa kontak keras biasa dan lensa
lunak. Lensa kontak ini umumnya dipakai pada siang hari (daily-wear) tetapi
dapat dipakai selama 24 jam (extended-wear) pada keadaan khusus. Lensa
permeable gas ini merupakan lensa pilihan utama untuk mengoreksi keratokonus
dan astigmatisme dan pada kondisi-kondisi yang memerlukan lensa bifokus atau
multifokus. 3,6,9
a. Teknik Pemasangan Lensa RGP
Sebelum memegang lensa kontak terlebih dahulu mencuci tangan.
8
Gambar. Teknik pemasangan Lensa RGP
1. Bersihkan lensa kontak dengan larutan pencuci.
2. Letakkan lensa kontak pada ujung jari telunjuk tangan kanan, yang
sebelumnya sudah dibasahi agar lensa tidak mudah jatuh.
3. Basahi lensa kontak lagi dengan setetes cairan pembasah.
4. Jari tengah tangan kiri menahan kelopak mata atas, dan supaya mata tidah
berkedip, jari tengah tangan kanan menahan kelopak mata bawah.
5. Lensa kontak pada jari telunjuk tangan kanan diletakkan tepat di kornea.
6. Lepaskan kelopak mata bawah perlahan-lahan, kemudian kelopak mata
atas. 1,10,11
b. Teknik Pelepasan Lensa RGP
Untuk melepaskan lensa kontak RPG disediakan sebuah karet penghisap.
Gambar. Teknik Pelepasan Lensa Kontak.
Sebelum melepas lensa kontak, tangan juga harus dicuci dahulu dan
berdiri menghadap cermin.
a. Mata melihat lurus dan berfiksasi dalam cermin.
9
b. Ujung karet penghisap dibersihkan dengan cara dicelupkan ke dalam air
bersih atau aqua.
c. Dekatkan dan tempelkan penghisap tadi ke lensa kontak yang menempel
di kornea, maka dengan sendirinya lensa kontak akan terhisap.
d. Tarik perlahan-lahan hingga keluar mata. Jangan menarik lensa dari karet
penghisap untuk melepaskannya, tetapi geserlah lensa kontak tersebut
secara perlahan-lahan.1
2.5 Komplikasi bagi Pemakai Lensa Kontak2,12
Komplikasi yang dapat terjadi pada mata akibat penggunaan lensa kontak
meliputi komplikasi berupa non-infeksi dan infeksi.
2.5.1 Komplikasi Non-infeksi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada pemakai lensa kontak
berhubungan dengan perawatan yang kurang baik terhadap lensa dan cairannya.
Komplikasi non-infeksi dapat diamati pada tabel berikut
10
11
Komplikasi potensial lain bagi pemakai lensa kontak adalah terjadinya
hipoksia, yang menginduksi perubahan pada seluruh lapisan kornea. Perubahan
ini termasuk mikrokista dan edema mikrokistik (microcystic edema / MCE),
central circular clouding (CCC), pembentukan edema korneal pseudodendritik
pembengkakan formasi kornea (pseudodendritic edematous corneal formations /
12
ECF), menurunnya mitosis, sensitivitas dan adhesi epitel, perubahan ketebalan
stroma, asidosis, dan striae, dan blebs endotel serta polymegethism. Pada sindrom
kelelahan kornea (corneal exhaustion syndrome / CES), orang yang sebelumnya
sudah lama memakai lensa kontak tiba-tiba menjadi tidak dapat mentoleransi
lensa kontak. Pannus kornea superfisial dapat dikaitkan dengan hipoksia kronis
atau pengeringan epitel 3/9 kronik (dalam kasus lensa kontak rigid). Perdarahan
intrakorneal sekunder juga dapat terjadi.
Reaksi yang terjadi pada kelopak mata seperti giant papillary
conjunctivitis (GPC) atau ptosis , pada konjungtiva adalah berbagai reaksi alergi
dan toksisitas, baik total maupun parsial, karena penggunaan lensa kontak dan
cairan untuk perawatannya. Lima komplikasi non-infeksi yang menjadi perhatian
adalah: solution reactions, hipoksia, 3/9 staining, abrasi kornea, dan GPC.
a. Solution Reactions
Mayoritas masalah terhadap produk dan cairan perawatan lensa kontak
adalah reaksi yang diperantarai oleh sel (Gell-Coombs tipe IV) terhadap bahan
pengawet.Tanda-tanda pada segmen anterior sering tidak spesifik. Reaksi
terhadap cairan tersebut dapat berupa corneal staining dengan atau tanpa infiltrat,
injeksi konjungtiva, dan/atau edema. Ketika diduga adanya reaksi tersebut,
pemakaian lensa kontak harus dihentikan, dan pengobatan yang tepat serta
pengawasan harus dimulai. Setelah reaksi sudah tidak berlangsung, dokter dapat
memberi regimen perawatan yang berbeda. Ketika tindakan demikian juga tidak
berhasil, dapat diberikan lensa kontak sekali pakai (daily disposable).
b. Hipoksia
Pada pertengahan 1970-an, semua lensa kontak kaku terbuat dari non-
oksigen-permeabel PMMA, dan lensa hidrogel awalnya memiliki transmisibilitas
oksigen yang sangat sederhana, sehingga hipoksia adalah komplikasi yang sering
terjadi.Sekarang telah jelas bahwa tekanan oksigen kornea anterior yang sekitar
100 mmHg akan menghalangi hipoksia fisiologis, meskipun berbagai studi telah
menempatkan nilai ini antara 20 dan 125 mmHg.
Sebagian besar lensa kontak gas permeabel dan hidrogel sekarang tersedia
(terutama silikon hidrogel dan lensa GP diproduksi dengan menggunakan bahan-
13
bahan dengan oksigen transmisibilitas minimal 100 Dk unit ) dan umumnya tidak
menyebabkan hipoksia kornea pada pemakaian harian (daily wear). Lensa terbuat
dari bahan-bahan yang sangat tinggi-Dk dan juga memberikan oksigenasi kornea
yang adekuat.
Apabila ditemukan tanda-tanda perubahan hipoksi korne Ketika ada bukti
yang jelas hipoksia kornea (misalnya edema epitel atau stroma, pannus kornea
yang lebih besar dari sekitar 2 mm, tidak terkait dengan 3/9 stain), perubahan
konjungtiva, atau dicurigai CES, dokter harus menyesuaikan jadwal memakai
lensa kontak atau mengubah materi atau desain lensa kontak untuk meningkatkan
ketersediaan oksigen ke permukaan kornea anterior.
c. Three O’clock and Nine O’clock StainingKemungkinan komplikasi yang paling umum pada pemaikaian lensa
kontak rigid adalah 3/9 staining. Penderita 3/9 staining derajat sedang hingga
berat layak untuk mendapatkan perhatian sehingga dapat mengurangi potensi dari
komplikasi ini untuk berlanjut ke infeksi, dellen, atau pseudopterygium
/vascularized limbal keratitis ( VLK ). Penyebab utama 3/9 staining adalah lensa
kontak rigid yang low-riding, menyebabkan penutupan kelopak yang tidak
adekuat dan terjadi pengeringan kornea yang terlokalisir.
Keadaan kelopak atau kelenjar meibom dan lapisan air mata pasien dapat
berkontribusi pada terjadinya 3/9 staining. Posisi lensa dan waktu pemakaian
harus diatur jika diperlukan . Jika semua upaya untuk memperbaiki masalah 3/9
staining tidak berhasil, dokter dapat mempertimbangkan meresepkan lensa kontak
hidrogel, apabila tidak ada kontraindikasi
d. Abrasi Kornea Abrasi epitel kornea merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada semua
pemakai lensa kontak . Untuk mendiagnosisnya, kemungkinan terjadinya infeksi
harus disingkirkan dan pemakaian lensa kontak harus dihentikan sementara.
Sebagian klinisi percaya pada pengobatan antibiotik profilaksis, sementara yang
lain lebih memilih untuk tidak memberikan antibiotik dahulu kecuali jika
dicurigai atau terbukti infeksi. Agen anti-inflamasi nonsteroid topikal mungkin
membantu dalam meringankan rasa sakit selama proses penyembuhan.
Pengawasan yang ketat dianjurkan hingga sampai defek epitel sudah tertutup.
14
Etiologi abrasi harus dipertimbangkan sebelum pasien melanjutkan memakai
lensa kontak.
e. Giant Papillary Conjunctivitis
Giant papillary conjunctivitis (GPC) adalah reaksi hipersensitivitas Gell-
Coombs tipe I. Dalam reaksi tipe I, adanya antigen mengaktifkan sel mast
konjungtiva yang telah dipresentasikan oleh imunoglobulin E (IgE). Meskipun
tidak pernah diidentifikasi, antigen GPC dipercaya terkait dengan debris biologis
yang melekat pada permukaan lensa atau, mungkin, untuk iritasi konjungtiva
mekanik dari tepi lensa kontak sendiri. Jika memungkinkan, pasien yang akan
didiagnosis dengan GPC harus terlebih dahulu menghentikan pemakaian lensa
kontak hingga gejalanya hilang dan tanda-tanda seperti adanya mukus dan
inflamasi papila konjuntiva tarsal mereda. Pasien kemudian dapat melanjutkan
pemakaian lensa kontak secara hati-hati dengan peningkatan pembersihan lensa
kontak (misalnya, lebih sering, peningkatan penggunaan enzim pembersih)
dan/atau penggantian lensa kontak yang lebih sering. Desinfeksi dengan peroksida
atau penggunaan lensa kontak sekali pakai sangat membantu bagi pemakai lensa
kontak tipe hidrogel, atau dapat juga dilakukan perubahan tipe lensa kontak yang
dipakai dari tipe hidrogel ke tipe gas permeabel atau sebaliknya. Dalam beberapa
kasus, modifikasi desain lensa kontak cukup untuk mencegah terulangnya GPC.
bagi pasien yang tidak cukup dengan pengobatan konservatif (non-medis)
pengobatan, dokter dapat memberikan agen stablisasi sel mast, NSAID,
antihistamin, dan kadang-kadang steroid (diberikan dengan hati-hati, untuk
meminimalkan risiko infeksi okular sekunder, glaukoma atau katarak.
2.5.2 Komplikasi Berupa Infeksi
Insiden keratitis mikrobial pada pemakai lensa kontak secara extended
wear adalah sekitar 20 per 10.000 orang dan 4 per 10.000 pada pengguna lensa
kontak secara daily wear. Keratitis mikrobial merupakan komplikasi yang
berhubungan dengan lensa kontak yang paling menjadi perhatian baik bagi klinisi
maupun bagi penggunanya. Gejala keratitis mikrobial diantaranya adalah nyeri
okular (pada umumnya terjadi secara tiba-tiba), fotofobia, mata merah dan adanya
sekret. Tanda klinis yang dapat dilihat termasuk adanya defek epitel/stroma pada
15
kornea yang berhubungan dengan respon inflamasi (infiltrat kornea). Keratitis
mikrobial sering diikuti reaksi pada kamera okuli anterior (termasuk hipopion
pada beberapa kasus), sekret konjungtiva, pembengkakan kelopak mata dan
injeksi konjungtiva.
Infeksi pada kornea bersifat mengancam penglihatan, namun jarang terjadi
pada pasien yang menjaga higienitas pada pemakaian lensa kontak. Penggunaan
lensa kontak hidrogel secara extended wear meningkatkan risiko terjadinya
keratitis mikrobial. Ketika mulai tampak gejala ataupun tanda infeksi dari kornea,
penggunaan lensa kontak harus sesegera mungkin dihentikan terlebih dahulu pada
kedua belah mata untuk menurunkan kemungkinan terjadi infeksi secara bilateral.
a. Infeksi Bakteri
Keratitis yang berhubungan dengan pemakaian lensa kontak biasanya
disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Pseudomonas aeruginosa, namun
dapat juga disebabkan oleh bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis. Bakteri lain juga dapat ditemukan. Infeksi bateri
pada kornea pada umumnya berhubungan dengan penggunaan lensa kontak
hidrogel atau rigid yang extended atau terus menerus, yang memiliki transmisi
oksigen terbatas. Ketidakpatuhan terhadap tata cara perawatan lensa kontak yang
benar juga merupakan faktor risiko utama terjadinya infeksi ini.
Para klinisi cenderung memberikan terapi empiris tanpa melakukan kultur
dan uji sensitivitas terhadap antibiotik, terutama pada lesi yang kecil. antibiotik
fluorokuinolon topikal diperkenalkan untuk perawatan mata pada awal 1990-an,
menggantikan beberapa antibiotik yang sering dipakai sebelumnya. Beberapa
studi menemukan bahwa penggunaan antibiotik fluorokuinolon topikal (misalnya,
Ciloxan) sebagai monoterapi cukup berhasil untuk tersangka infeksi kornea yang
disebabkan oleh bakteri, tanpa dikultur terlebih dahulu terutama pada lesi yang
relatif kecil (<2 mm), dan infeksi tidak berada di pusat serta tidak dalam. Banyak
klinisi menemukan fluorokuinolon sebagai monoterapi adalah sama efektifnya
dengan terapi kombinasi dengan antibiotik golongan aminoglikosida (misalnya
gentamisin, tobramisin, amikasin) dan sefalosporin, dan mereka percaya bahwa
hasil kultur awal tidak dibutuhkan pada kebanyakan kasus. Dengan timbulnya
16
resistensi terhadap antibiotik fluorokuinolon, beberapa klinisi telah
mempertimbangkan bentuk terapi ganda, dengan kombinasi antara golongan
fluorokuinolon dan sefalosporin.
Dewasa ini infeksi bakteri pada kornea sering diterapi dengan antibiotik
fluorokuinolon topikal generasi ketiga atau keempat sebagai monoterapi.
Diperlukan loading dose yaitu dengan satu tetes setiap 15 menit pada jam pertama
pengobatan, kemudian diikuti satu tetes tambahan setiap 1-2 jam pada saat pasien
dalam keadaan terjaga. Loading dose tidak diperlukan untuk fluoroquinolone
generasi keempat, yang karakteristik penetrasinya sangat baik.
Pengobatan pada ulkus kornea sentral harus lebih agresif. Setelah
dilakukan kultur, pengobatan topikal yang agresif harus dimulai dengan terapi
ganda yang terdiri dari aminoglikosida topikal (seperti gentamisin, tobramisin,
amikasin) untuk menyerang bakteri Gram-negatif dan sefalosporin (misalnya
cefazolin) atau vankomisin untuk bakteri Gram-positif, atau sesuai hasil uji
sensitivitasnya.
Penggunaan steroid topikal sejak dini umumnya merupakan suatu
kontraindikasi, tetapi beberapa klinisi memberikan steroid pada awal infeksi,
dengan maksud membatasi pembentukan luka dari infiltrasi stroma. Namun,
pengobatan dengan cara ini meningkatkan risiko terjadinya infeksi mikroba
(misalnya Pseudomonas sp., herpes, dan Acanthamoeba).
b. Infeksi Acanthamoeba
Pada setiap keratitis yang terkait dengan lensa kontak, dokter harus selalu
mempertimbangkan kemungkinan infeksi oleh spesies Acanthamoeba, terutama
pada kasus yang kronis, yang hasil kultur awalnya negatif dan pada pasien yang
penyakitnya tidak respon dengan terapi antibiotik. Kecurigaan klinis muncul
ketika pasien mengeluh nyeri okular yang ekstrim dan/atau riwayat terekspos
dengan cairan lensa kontak yang tidak steril, atau ketika adanya epitheliopathy
yang tidak biasa (mengingatkan pada penyakit epitel herpes) atau adanya
neuropati radial kornea perifer. Teknik kultur khusus tersedia untuk infeksi
Acanthamoeba, tetapi biopsi jaringan seringkali diperlukan. Confocal microscopy
sering membantu dalam diagnosis keratitis mikrobial oleh Acanthamoeba, namun
17
sayangnya, bahkan di Amerika pun sangat sedikit mikroskop confocal yang dapat
segera tersedia untuk dokter, sehingga kultur dan biopsi masih merupakan teknik
diagnostik yang umumnya dilakukan. Kesalahan dalam diagnosis dan terapi
infeksi Acanthamoeba ini seringkali terjadi.
Kombinasi dari empat jenis agen farmakologis telah berhasil digunakan
untuk pengobatan medis keratitis Acanthamoeba:
Antibiotik/aminoglikosida: paromomycin, neomycin
Antijamur: clotrimazole, ketoconazole, itraconazole, miconozole,
fluconazole
Antiparasit/aromatic diamidine: propamidine isetionat,
hydroxystibamidine, hexamidine di-isethionate
Biocide / cationoc antiseptic: polyhexamethylene biguanide, chlorhexidine
gluconate,povidone-iodine.
c. Infeksi Jamur
Infeksi jamur pada kornea sudah sangat jarang terjadi pada pemakai lensa
kontak. Sebagian besar kasus yang dilaporkan dalam literatur telah melibatkan
penggunaan lensa kontak bandage atau pengobatan kronis dengan steroid topikal
pada pasien yang menderita penyakit mata secara bersamaan (misalnya defek
epitel neurotropik, diabetes, trauma). Infeksi jamur seringkali mirip dengan
infeksi bakteri (termasuk mikobakterium), herpes, atau infeksi amoeba, dan
perawatannya sangat berbeda. Perawatan medis seringkali cukup sulit dan
komplikasi yang timbul dapat menyebabkan kebutuhan transplantasi kornea.
d. Infeksi Virus
Infeksi kornea oleh adenovirus dan virus herpes dapat terjadi selama
pemakaian lensa kontak. Tidak ada hubungan kausatif yang ditemukan untuk
infeksi virus tertentu. Pemakaian lensa kontak harus dihentikan selama terjadinya
infeksi virus, kecuali pemakaian tersebut termasuk dalam suatu protokol
pengobatan. Penatalaksanaan infeksi adenovirus meliputi terapi suportif, seperti
suplemen air mata dan dekongestan topikal, atau terapi steroid. Agen antivirus
yang efektif yang tersedia untuk pengobatan penyakit mata pada herpes (herpetic
eye disease). Kemungkinan infeksi Acanthamoeba juga perlu dipertimbangkan
18
pada keratitis herpetik. Perlu dipertimbangkan untuk tidak memakai lagi lensa
kontak yang telah dipakai selama infeksi virus aktif dan mengenakan lensa kontak
yang baru setelah infeksi selesai.
19
BAB III
KESIMPULAN
Lensa kontak merupakan lensa sklera kaca berisi cairan. Lensa ini sulit
dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea dan rasa tidak
enak pada mata. Lensa kornea keras merupakan lensa kontak pertama yang benar-
benar berhasil dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Indikasi
penggunaan lensa kontak pada pasien yaitu indikasi optik seperti pada
anisometropia, indikasi terapeutik pada kelainan kornea, indikasi preventif,
indikasi operatif, indikasi kosmetik dan pekerjaan, masing-masing disesuaikan
dengan kebutuhan.
Beberapa tipe lensa kontak yang dapat digunakan sebagai pilihan pada saat
ini adalah lensa kontak lunak (soft contact lenses), lensa kaku permeable gas
(rigid gas permeable lenses). Penggunaan lensa kontak harus dilakukan secara
benar, serta harus dilakukan perawatan secara reguler, sehingga dapat
menghindari komplikasi yang dapat saja timbul. Komplikasi akibat penggunaan
lensa kontak dapat berupa non-infeksi maupun infeksi. Oleh karena itu
penggunaan lensa kontak harus dengan indikasi yang benar, cara pemasangan
yang benar, dan perawatan lensa yang teratur.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Kalaiyarasan. 2004. Contact Lens Fitting. Paramedical 4(2):20-4
2. Forister JFY, Forister EF, Yeung KK, Ping Ye, Chung MY, Tsui A, Weissman BA. 2009. Prevalence of Contact Lens-Related Complications: UCLA Contact Lens Study. Eye & Contact Lens 35(4): 176-80
3. Riordan P, Whitcher JP. 2007. Vaugan and Asbury’s General Opthalmology. Jakarta: EGC. Hal 145-6
4. Sulley A. 2005. Contact Lens Fitting Today, Part 2: Soft Contact Lens Fitting. Association of Optometrics Ireland
5. American Academy of Opthalmology : Clinical Optics, Section 3. Basic Clinical Science Course, 2010-2011, page 181-95
6. Khurana AK. 2007. Comprehensive Opthalmology; Fourth Edition. New Delhi: New Age International. Page 44-46.
7. Schulte PA, Ahlers HW, Jackson LL, Malit BD, Votaw DM. 2005. Contact Lens Use in a Chemical Environment. Columbia: CDC-NIOSH
8. Johnston L. Eye Care: Contact Lens Care. SA Pharmacist’s Assistant Journal, winter 2012
9. Profesional Fitting Guide. 1994. FluoroPerm: Rigid Gas Permeable Contact Lenses for Daily Wear. Paragon Vision Sciences
10. Byrnes S, Denayer G, Edrington T. Contact Lens Clinical Pearls pocket Guide. Gas Permeable Lens Institute.
11. The Adventages and Disadvantages of Soft Contact Lense Compared to Rigid Gas permeable Lenses. 2000. Departement of Opthalmology and Visual Sciences; University of Iowa Hospitals and Clinics Health Care
12. Weissman BA, Barr JT, Harris MG, Kame RT, McMahon TT, Rah M, Secor GB, Sonsino J. 2006. Optometric Clinical Practice Guideline: Care of the Contact Lens Patient. 2nd Edition. St Louis: American Optometrist Association
21