Download - 401-1377-1-PB
Jurnal Pengajaran Fisika Sekolah Menengah ISSN 1979-4959 Vol. 1, No.3, Agustus 2009
82
Pengajaran Konduksi Termal
Menggunakan Analogi Konduksi Listrik
Neny Kurniasih, Novitrian, dan Wahyu Srigutomo
Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganeca 10 Bandung 40132
E-mail: [email protected]
Diterima Editor : 05 Juni 2009
Diputuskan Publikasi : 10 Juli 2009
Abstrak
Pemakaian analogi-analogi dapat membantu siswa dalam memahami suatu konsep yang baru dengan memakai
pengetahuan yang sudah dikenal sebelumnya. Dalam makalah ini diterapkan Model Pengajaran dengan Analogi (ADA-
Glynn). Walaupun konsep listrik dinamis yang diajarkan di sekolah menengah atas diberikan setelah konsep konduksi
termal, konsep hukum Ohm pada listrik dinamis lebih dikenal oleh para guru dan siswa daripada konsep persamaan
Newton pada konduksi termal. Dengan demikian, konsep hukum Ohm dapat dijadikan konsep analogi sedangkan konsep
persamaan Newton sebagai targetnya. Dari model tersebut dapat ditunjukkan bahwa aliran kalor/arus listrik berturut-
turut berbanding lurus dengan perbedaan suhu/potensial listrik, berbanding terbalik dengan “hambatan” termal/listrik,
dan arah alirannya dari bagian yang bersuhu/berpotensial listrik lebih tinggi ke bagian yang bersuhu/berpotensial listrik
lebih rendah. “Hambatan” termal/listrik berturut-turut berbanding lurus dengan ketebalan/panjang konduktor
termal/listrik, berbanding terbalik dengan luas penampang konduktor termal/listrik, dan memiliki tetapan kesebandingan
(kT)-1/(kL)
-1. Perbedaan muncul dalam hal dimensi dan satuan dari aliran kalor dan “hambatan” termal dengan dimensi
dan satuan dari arus dan hambatan listrik.
Kata Kunci: Pengajaran dengan Analogi (ADA-Glynn), konduksi listrik, konduksi termal.
Abstract
To help students in understanding a new concept with the aid of other well-known concept, analogies can be used. In this
paper, the Teaching-with-Analogies (TWA-Glynn) Model is applied. Despite the teaching of direct current in senior high
schools is later than that of thermal conduction, Ohm’s law concept in direct current is known better than Newton’s
equation in thermal conduction. Therefore, Ohm’s law can be considered as an analogy concept while teaching Newton’s
equation which is a target concept. From this model, it is shown that the heat flow/electric current is linearly proportional
to the temperature/electric voltage difference, inversely proportional to the thermal/electric resistance, and direct from the
part with higher temperature/electric voltage to the part with lower temperature/electric voltage, respectively. The
thermal/electric resistance is linearly proportional to the thickness/length of thermal/electric conductor, inversely
proportional to the cross section of thermal/electric conductor, and has proportionality constant (kT)-1/(kL)
-1, respectively.
The difference lies on the dimension and unit of heat flow and thermal resistance with those of electric current and
resistance.
Key words: Teaching-with-Analogies (TWA-Glynn), electric conduction, thermal conduction
1. Pendahuluan
Fisikawan atau guru fisika seringkali
menggunakan analogi pada saat berkomunikasi dengan
audiens non-fisikawan ataupun dengan para siswa untuk
menyampaikan konsep-konsep fisika yang berada di luar
jangkauan persepsi indera seperti misalnya peristiwa
tumbukan antar atom maupun tumbukan antar galaksi.
Analogi seperti ini dimaksudkan agar konsep-konsep
fisika dapat diterima dan mudah diingat. Namun
demikian, penggunaan analogi secara tepat dapat pula
menuntun kepada terbangunnya teori fisika yang
mendasar. Sebagai contoh, pada abad ke-19, Maxwell
yang kala itu sedang mengkaji elektromagnetisme secara
hati-hati memanfaatkan dan menyempurnakan hasil
pekerjaan Kelvin yang menganalogikan aliran panas
dengan aliran muatan listrik melalui pemanfaatan konsep
garis-garis medan listrik Faraday dengan memanfaatkan
mekanika klasik [1].
Pada konteks aktivitas belajar-mengajar fisika
tingkat sekolah mengah atas, penggunaan analogi lebih
banyak dimaksudkan untuk memperkuat suatu konsep
JPFSM Vol. 1, No. 3, Agustus 2009
83
fisika yang baru atau sedang dipelajari dengan
memanfaatkan konsep fisika yang lain yang sebelumnya
sudah difahami siswa. Penggunaan analogi dilakukan
terutama jika terdapat kemiripan pada proses dan urutan
penalaran termasuk perangkat operasi matematik. Karena
analogi dimaksudkan untuk ‘menjembatani’ dan
memperkuat konsep baru, maka penggunaannya tidak
menggugurkan keharusan membangun pemahaman baru
tadi berdasarkan penalaran fenomena, pemodelan, serta
uji keberlakuan model (persamaan) fisika dalam ranah
bidang fisika baru tersebut.
Muldoon [1] membagi tipe-tipe analogi fisika ke
dalam tiga kelompok besar yang dapat saling
bertumpang-tindih. Pertama, analogi superfisial (dangkal)
yang akan menyimpang bila kajiannya diperluas lebih
dalam. Tipe ini sering dilakukan pada komunikasi fisika
populer untuk awam semisal menganalogikan getaran
dawai (string) kosmik dengan dawai gitar. Kedua, tipe
yang tetap valid bila dilakukan kajian mendalam,
terutama karena adanya kemiripan fenomena baik fisis
maupun matematis yang konsisten. Contohnya adalah
peristiwa terciptanya radiasi Cerenkov ketika suatu
partikel bermuatan melewati suatu medium dengan
kecepatan yang lebih besar daripada kecepatan cahaya
pada medium tersebut dapat dianalogikan dengan
peristiwa terciptanya gelombang kejut oleh pesawat jet
yang melaju dengan kecepatan melebihi kecepatan suara.
Yang terakhir, adalah tipe analogi dengan penggunaan
perangkat matematik yang dalam sehingga tidak terlihat
lagi sebagai analogi melainkan sebagai gagasan baru
(yang lebih dikenal sebagai fenomenologi), tipe ini sering
dikembangkan oleh fisikawan untuk penulisan pada
jurnal-jurnal ilmiah yang serius dan ketat.
Pada makalah ini akan dibahas pembelajaran
konsep konduksi termal dengan memanfaatkan analogi
terhadap konduksi listrik. Penulis berpendapat bahwa
analogi ini termasuk di antara tipe pertama dan kedua,
karena meskipun memiliki kemiripan fenomena fisis yaitu
“aliran” serta perangkat operasi matematik, pendalaman
materi keduanya pada skala atomik (di luar jangkauan
makalah ini) akan menghasilkan penalaran fenomena
yang berbeda dikarenakan perbedaan sifat
kebergantungan kedua konduktivitas terhadap suhu serta
satuan yang berbeda.
2. Metode Metodologi yang digunakan mengacu kepada
Model Pengajaran dengan Analogi (ADA-Glynn) [2,3].
Ada 6 langkah yang harus dilakukan pengajar untuk
menarik atau memperoleh sebuah analogi:
a) Mengenalkan konsep target.
Dari kurikulum yang digunakan di sekolah menengah
atas atau di tahun pertama universitas, pembelajaran
konduksi termal mendahului listrik dinamis. Tetapi
konsep tentang listrik dinamis (dalam hal ini hukum
Ohm) lebih dikenal daripada konsep konduksi termal.
Karena itu, dalam Model ADA-Glynn, konsep-
konsep konduksi termal menjadi konsep-konsep
target sedangkan konsep-konsep listrik dinamis
sebagai konsep analogi.
b) Mereview atau mengulas lengkap konsep analogi.
Pelajaran listrik dinamis dimulai dari pengertian
tentang hambatan dan arus, hambatan pengganti dan
sifat arus pada rangkaian seri dan rangkaian paralel.
c) Mengidentifikasi atau mencari fitur-fitur atau atribut-
atribut relevan antara target dan analogi.
Sebagaimana ketika mempelajari listrik dinamis,
maka mempelajari konduksi termal juga dimulai
dengan membahas pengertian tentang “hambatan”
termal dan aliran kalor, “hambatan” pengganti termal
serta sifat aliran kalor untuk rangkaian seri dan
paralel. Selanjutnya seluruh fitur/atribut baik dari
konsep target dan konsep analog dikumpulkan untuk
diidentifikasi.
d) Memetakan keserupaan antara konsep-konsep
analogi dan target.
Pemetaan seluruh fitur/atribut yang diperoleh
dirangkum dalam sebuah tabel. Tabel 1
memperlihatkan cukup banyak fitur/atribut serupa
yang berarti analoginya makin baik.
e) Mengidentifikasi atau mencari keadaan pengecualian
yang mana analogi tersebut tidak bekerja.
Fitur-fitur atau atribut-atribut yang tidak serupa
dijelaskan lebih lanjut, misalkan melalui makna
fisisnya.
f) Mengambil kesimpulan-kesimpulan tentang konsep-
konsep target.
Makalah ini diakhiri dengan menuliskan kesimpulan-
kesimpulan tentang analogi konsep-konsep konduksi
termal dengan konduksi listrik.
3. Hasil-hasil Kurikulum di sekolah menengah atas
mencantumkan pembelajaran konduksi listrik dan
konduksi termal di semester 2 kelas X. Walaupun
pembelajaran konduksi termal diberikan lebih dahulu
daripada konduksi listrik, secara umum para guru dan
siswa lebih mengenal hukum Ohm dalam kelistrikan
dibandingkan dengan persamaan Newton dalam fisika
termal. Oleh karena itu, Model Pengajaran dengan
Analogi (ADA-Glynn) [2,3] dapat digunakan untuk kedua
topik pembelajaran tersebut. Konsep persamaan Newton
dapat dijadikan sebagai konsep target sedangkan konsep
hukum Ohm sebagai konsep analog.
Untuk mengenalkan konsep target akan dikaji
konduksi termal. Konduksi termal merupakan salah satu
cara untuk memindahkan energi termal (kalor) ketika dua
buah sistem yang berbeda suhunya dalam keadaan kontak
fisik, misalnya panci di atas pelat panas. Newton telah
melakukan percobaan mengenai aliran kalor secara
konduksi yang diformulasikan dalam persamaan Newton.
Tinjau dua buah sistem dalam keadaan kontak seperti
ditunjukkan oleh Gambar 1. Dalam persamaan Newton,
aliran kalor (kalor Q per satuan waktu ∆t) berbanding
lurus dengan perbedaan suhu kedua sistem, ∆T, dan
berbanding terbalik dengan “hambatan” termal kedua
sistem, RT, yang dinyatakan dalam [4]
TR
T
t
Q ∆=
∆ (1)
JPFSM Vol. 1, No. 3, Agustus 2009
84
Ttinggi Trendah
Q/∆t
Gambar 1 Aliran kalor pada batang
Sementara itu, RT berbanding lurus dengan
ketebalan konduktor termal, d, dan berbanding terbalik
dengan luas penampang konduktor termal, A, yang
ditunjukkan oleh Gambar 2 dan dinyatakan dalam [4,5]
Ak
dR
T
T = (2)
dengan kT adalah konduktivitas termal bahan konduktor
termal.
d
A
kT
Gambar 2 Batang konduktor termal
Persamaan Newton mengimplikasikan bahwa
aliran kalor terjadi dari sistem yang bersuhu lebih tinggi
ke sistem yang bersuhu lebih rendah. Aliran kalor
semakin besar jika luas penampang konduktor termal
semakin besar. Aliran kalor semakin besar jika ketebalan
konduktor termal semakin kecil. Persamaan Newton
banyak diterapkan untuk menentukan jenis dan ukuran
bahan isolator termal dalam konstruksi bangunan.
Selanjutnya akan dikaji ulang konsep hukum Ohm
sebagai konsep analog. Tinjau suatu bagian dari
rangkaian listrik seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.
Hukum Ohm menyatakan bahwa aliran muatan listrik
(muatan ∆q per satuan waktu ∆t) atau arus listrik yang
mengalir pada rangkaian berbanding lurus dengan beda
potensial listrik, ∆V, antara kedua ujung rangkaian dan
berbanding terbalik dengan hambatan listrik, RL, dalam
rangkaian seperti dituliskan dalam [4,6]
LR
V
t
qI
∆=
∆
∆= (3)
∆V
I
RL
Gambar 3 Bagian rangkaian listrik
Dari Gambar 4, RL berbanding lurus dengan
panjang konduktor listrik, l, dan berbanding terbalik
dengan luas penampang konduktor listrik, A, seperti
dinyatakan dalam [4,6]
Ak
lR
L
L = (4)
dengan kL adalah konduktivitas listrik bahan konduktor
listrik.
l
A
kL
Gambar 4 Penampang konduktor listrik
Hukum Ohm mengimplikasikan bahwa arus listrik
mengalir dari bagian yang berpotensial listrik lebih tinggi
ke bagian yang berpotensial listrik lebih rendah. Arus
listrik semakin besar jika luas penampang konduktor
listrik semakin besar. Arus listrik semakin besar jika
panjang konduktor listrik semakin kecil.
4. Diskusi Persamaan Newton dan hukum Ohm memiliki
keserupaan dalam hal mengaitkan besaran-besaran yang
terlibat di dalamnya. Aliran kalor (Q/∆t), perbedaan suhu
(∆T), dan “hambatan” termal (RT) dalam persamaan (1)
masing-masing berkorespondensi dengan arus listrik (I),
perbedaan potensial listrik (∆V), dan hambatan listrik
(RL). Perbandingan antara aliran kalor dalam persamaan
Newton dan arus listrik dalam hukum Ohm ditunjukkan
oleh Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan aliran kalor dan arus listrik
Aliran kalor Arus listrik
Berbanding lurus dengan
perbedaan suhu
Berbanding lurus dengan
perbedaan potensial
listrik
Berbanding terbalik
dengan “hambatan” termal
Berbanding terbalik
dengan hambatan listrik
Dari bagian yang bersuhu
lebih tinggi ke bagian yang
bersuhu lebih rendah
Mengalir dari bagian
yang berpotensial listrik
lebih tinggi ke bagian
yang berpotensial listrik
lebih rendah
Dari Tabel 1 tampak bahwa semua atribut serupa.
Aliran kalor/arus listrik berturut-turut berbanding lurus
dengan perbedaan suhu/potensial listrik, berbanding
terbalik dengan “hambatan” termal/listrik, dengan arah
aliran dari bagian yang bersuhu/berpotensial listrik lebih
tinggi ke bagian yang bersuhu/berpotensial listrik lebih
rendah.
Selain itu, besaran ketebalan konduktor termal (d)
dan luas penampang konduktor termal (A) dalam
persamaan (2) masing-masing memiliki keserupaan
dengan besaran panjang konduktor listrik (l) dan luas
JPFSM Vol. 1, No. 3, Agustus 2009
85
penampang konduktor listrik (A) dalam persamaan (4).
Perbandingan antara “hambatan” termal dan hambatan
listrik ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan “hambatan” termal dan hambatan
listrik
“Hambatan” termal Hambatan listrik
Berbanding lurus dengan
ketebalan konduktor termal
Berbanding lurus dengan
panjang konduktor listrik
Berbanding terbalik dengan
luas penampang konduktor
termal
Berbanding terbalik luas
penampang konduktor
listrik
Memiliki tetapan
kesebandingan (kT)-1
Memiliki tetapan
kesebandingan (kL)-1
Tabel 2 menunjukkan pula bahwa semua atribut
serupa. “Hambatan” termal/listrik berturut-turut
berbanding lurus dengan ketebalan/panjang konduktor
termal/listrik, berbanding terbalik dengan luas penampang
konduktor termal/listrik, dan memiliki tetapan
kesebandingan (kT)-1/(kL)-1.
Hal ini dapat lebih jelas lagi dengan mengkaji
rangkaian seri atau paralel yang biasa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Perbandingan rangkaian seri dan
paralel untuk dua jenis konduktor masing-masing dengan
“hambatan” termal dan hambatan listrik yang berbeda
ditunjukkan oleh Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan susunan “hambatan” termal dan
hambatan listrik
“Hambatan” termal Hambatan listrik
Q/∆t
Q/∆t
RT2RT1
RP(seri) = RT1 + RT2
I
RL1
I
RL2
RP(seri) = RL1 + RL2
Q1/∆t
RT1
RT2
Q2/∆t
2T1T
T1T
)paralel(P2
RR
RRR
+=
I1
RL1
I2
RL2
2L1L
L1L
)paralel(P2
RR
RRR
+=
Tabel 3 menjelaskan bahwa terdapat keserupaan
antara rangkaian termal dengan rangkaian listrik. Pada
rangkaian seri baik untuk “hambatan” termal maupun
untuk hambatan listrik terlihat bahwa aliran kalor/arus
listrik yang mengalir dari dinding bersuhu/berpotensial
listrik tinggi ke dinding bersuhu/berpotensial listrik
rendah adalah bernilai sama meskipun melewati dua
“hambatan” termal/listrik yang berbeda. Dan terlihat pada
rangkaian paralel bahwa aliran kalor/arus listrik yang
mengalir dari dinding bersuhu/berpotensial listrik tinggi
ke dinding bersuhu/berpotensial listrik rendah merupakan
penjumlahan dari masing-masing aliran kalor/arus listrik
pada masing-masing “hambatan” termal/listrik.
7. Kesimpulan Dengan melihat atribut-atribut yang
dibandingkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 dapat
disimpulkan bahwa konsep aliran kalor memiliki analogi
dengan konsep arus dan konsep “hambatan” termal
memiliki analogi dengan konsep hambatan listrik.
Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa dimensi dan
satuan dari aliran kalor dan “hambatan” termal berbeda
dengan dimensi dan satuan dari arus dan hambatan listrik.
8. Ucapan Terima Kasih Para penulis ingin berterima kasih kepada anggota
Kelompok Pendidikan Fisika, Program Studi Fisika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Teknologi Bandung, yang telah memberikan
inspirasi, motivasi, dan atmosfer diskusi yang konstruktif
dalam melahirkan tulisan ini.
Referensi
[1] Ciara Muldoon, Physics World, Feb. 2007, pp 16.
[2] S. M. Glynn, Conceptual bridges: Using analogies to
explain scientific concepts, The Science Teacher,
62(9), 25-27 (1995).
[3] Khairurrijal, Neny Kurniasih, Enjang Jaenal Mustopa,
dan Mikrajuddin Abdullah, ”Konsep Medan Listrik
Menggunakan Analogi Konsep Medan Gravitasi
untuk Pengajaran di Sekolah Menengah Atas”, Jurnal
Pengajaran Sekolah Menengah (2009).
[4] Setya Nurrachmandani, Fisika 1: Untuk SMA/MA
kelas X, Pusat Perbukuan, Depdiknas, 2009.
[5] R. A. Serway dan J.W. Jewett, Physics for Scientists
and Engineers, 6th ed., Thomson Brooks/Cole, 2004.
[6] D. Halliday, R. Resnick, dan J. Walker, Fundamental
of physics (extended), 8th ed., John Wiley & Sons,
Inc. 2008.