Download - 40-40-1-PB
![Page 1: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/1.jpg)
15
PELAYANAN PUBLIK DAN
KONSEP TENTANG KEPUASAN PELANGGAN
Oleh
Juni Trisnowati
(Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UNSA)
Abstraksi
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan. Salah satu konsep dasar dalam memuaskan pelanggan, minimal mengacu pada keistimewaan dan kualitas. Keistimewaan yang dimaksud terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang dapat memenuhi keinginan pelanggan sehingga pelanggan mendapatkan kepuasan Sedangkan yang dimaksud kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.
Berkaitan dengan pelayanan publik Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) menegaskan bahwa pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi-sendi kesederhanaan,, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisien, ekonomis, keadilan yang merata dan ketepatan waktu.
Kata Kunci: Pelayanan Publik, Kepuasan Pelanggan, Pelayanan Berkualitas.
Pendahuluan
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat
luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan
berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan
dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya.
Berbagai gerakan reformasi publik (public reform) yang dialami negara-negara maju
![Page 2: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/2.jpg)
16
pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya
peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Di Indonesia,
upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama dilaksanakan oleh
pemerintah, antara lain melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman
Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha.
Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk
lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan mutu pelayanan,
maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan
Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Pada
perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No.
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan
peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat
tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata
laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki
berbagai kelemahan antara lain:
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai
dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai
keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan
diabaikan sama sekali.
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
![Page 3: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/3.jpg)
17
c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.
d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya
sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih
ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan
instansi pelayanan lain yang terkait.
e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga
menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan
dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front
line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak
kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab
pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika
pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah
pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya
aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/
aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa
adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah
berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan
juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah
sistem kompensasi yang tepat.
![Page 4: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/4.jpg)
18
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi
yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat,
penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan
tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi
pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh
pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
Upaya meningkatkan kualitas pelayanan tidak hanya ditempuh melalui
keputusan-keputusan sebagaimana tersebut di atas, tetapi juga melalui peningkatan
kemampuan aparat dalam memberikan pelayanan. Upaya ini dilakukan dengan cara
memberikan berbagai materi mengenai manajemen pelayanan dalam diklat-diklat
struktural pada berbagai tingkatan.
Salah satu konsep dasar dalam memuaskan pelanggan, minimal mengacu pada
:
(1) Keistimewaan yang terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan
langsung maupun keistimewaan atraktif yang dapat memenuhi keinginan
pelanggan dan dengan demikian dapat memberikan kepuasan dalam penggunaan
produk itu.
(2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.
Acuan dari kualitas seperti dijelaskan diatas menunjukan bahwa kualitas selalu
berfokus pada kepentingan/kepuasan pelanggan (Customer Focused Quality),
sehingga dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan
diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Oleh karena itu, maka kualitas
mengacu pada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk
yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan
pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik serta didiproduksi dengan cara yang
baik dan benar.
Sejalan dengan hal terdebut diatas, maka untuk memenuhi keinginan
masyarakat (pelanggan), Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN)
![Page 5: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/5.jpg)
19
dalam keputusannya Nomor : 81/1995 menegaskan bahwa pelayanan yang berkualitas
hendaknya sesuai dengan sendi-sendi sebagai berikut :
(1) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan
secara mudah, lancar, cepat dan tidak berbelit-belit serta mudah difahami dan
dilaksanakan.
(2) Kejelasan dan kepastian, menyangkut :
• Prosedur/tata cara pelayanan umum
• Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administratif
• Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan
umum
• Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya
• Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum
• Hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun penerima pelayanan umum
berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan/ kelengkapannya, sebagai alat
untuk memastikan pemrosesan pelayanan umum
• Pejabat yang menerima keluhan pelanggan (masyarakat)
(3) Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan
keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum.
(4) Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat
penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian
biaya/tarif dan hal-hal lain yang yang berkaitan dengan proses pelayanan umum
wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh
masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
(5) Efisien, meliputi :
• Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberikan
![Page 6: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/6.jpg)
20
• Dicegah adanya pengulangan pemenuihan kelengkapan persyaratan, dalam hal
proses pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja/instansi Pemerintah lain yang terkait.
(6) Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan secara
wajar dengan memperhatikan :
• Nilai barang atau jasa pelayanan umum dengan tidak menuntut biaya yang tinggi
diluar kewajaran
• Kondisi dan kemampuan pelanggan (masyarakat) untuk membayar secara umum
• Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(7) Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan pelayanan umum harus
diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara
adil.
(8) Ketepapatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Kompetensi pelayanan prima yang diberikan oleh aparatur pemerintahan
kepada masyarakat, selain dapat dilihat dalam keputusan Menpan nomor 81/1993, juga
dipertegas dalam instruksi Presiden nomor 1/1995 tentang peningkatan kualitas aparatur
pemerintah kepada masyarakat. Oleh karena itu, kualitas pelayanan masyarakat dewasa
ini tidak dapat diabaikan lagi, bahkan hendaknya sedapat mungkin disesuaikan dengan
tuntutan era globalisasi.
Sudarsono Hardjosoekarto dalam Bisnis dan Birokrasi Nomor 3/Vol.
IV/September 1994 (p. 16) menyebutkan beberapa kategori dalam mengkaji pelayanan
prima.
Pertama, kategori berdasar yang meliputi analisa makro dan analisa mikro.
Kedua kategori yang berorientasi pada model Mc. Kinsey yang mengkaitkan upaya
pelayanan prima dengan 7 (tujuh) unsur S, yakni :
![Page 7: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/7.jpg)
21
• Strategi
• Struktur
• System
• Staff
• Skill
• Style
• Share Value
Tuntutan dibuatnya “Standar Pelayanan Prima” didasarkan pada pandangan
bahwa :
• The customer is always right
• If the customer is wrong, see rule number one
Meskipun rumusan diatas seperti sesuatu yang tidak serius, namun
mengandung konsekuensi penting yakni adanya adanya tuntutan untuk terus
memperhatikan secara serius terhadap kepentingan pelanggan dan pengembangan
pelayanan prima tetap terpusat pada manusia disamping jika dikaitkan dengan masalah
kepemimpinan sering diungkapkan bahwa “Excellence starts at the top… leadership by
example”.
Suatu pertanyaan yang muncul dari uraian diatas, yaitu apakah kita cukup
banyak pemimpin yang mampu dan mau melayani pelanggan secara prima melebihi apa
yang diperlihatkan oleh anak buahnya dalam melayani ?. Ini merupakan suatu tantangan
riil yang bukan pada ribuan karyawan, melainkan bagi sedikit pemimpin tingkat tinggi.
Prinsip-prinsip yang diuraikan oleh Sudarsono Hardjosoekarto diatas dapat diperluas
lagi sebagaimana yang dikemukakan De Vry (1994) yang mengarahkan elaborasi ini
kedalam 7 (tujuh) simple strategi for success yang kemudian dalam perjalanan waktu
disebut service model, yang meliputi :
![Page 8: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/8.jpg)
22
a. Self-esteem
b. Exceed expecctation
c. Recover
d. Vision
e. Improve
f. Care
g. Empower
Dalam konteks era desentralisasi ini, pelayanan publik seharusnya menjadi
lebih responsif terhadap kepentingan publik. Paradigma pelayanan publik berkembang
dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus
pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan (customer-driven government)
dengan ciri-ciri:
(a) lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang
memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada
masyarakat,
(b) lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat
mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah
dibangun bersama,
(c) menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu
sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas,
(d) terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil
(outcomes) sesuai dengan masukan yang digunakan,
(e) lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat,
(f) pada hal tertentu pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapat dari
masyarakat dari pelayanan yang dilaksanakan,
(g) lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan,
![Page 9: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/9.jpg)
23
(h) lebih mengutamakan desetralisasi dalam pelaksanaan pelayanan, dan
(i) menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.
Namun dilain pihak, pelayanan publik juga memiliki beberapa sifat antara lain:
(1) memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya,
(2) memiliki wide stakeholders,
(3) memiliki tujuan sosial,
(4) dituntut untuk akuntabel kepada publik,
(5) memiliki complex and debated performance indicators, serta
(6) seringkali menjadi sasaran isu politik.
Kepuasan pelanggan (masyarakat) dapat dicapai apabila aparatur pemerintah
yang terlibat langsung dalam pelayanan, dapat mengerti dan menghayati serta
berkeinginan untuk melaksanakan pelayanan prima. Untuk dapat melaksanakan
pelayanan prima, unsur aparatur seyogiyanya mengerti dan memahami apakah
kepemimpinan pelayan itu? dan siapakan pemimpin pelayan ?.
Kepemimpinan pelayan membahas realitas kekuasaan dalam kehidupan sehari-
hari, yang meliputi legitimasi, kekangan etika dan hasil yang menguntungkan yang
dapat dicapai melalui penggunaan kekuasaan yang semestinya. Larry Spears dalam
karyanya Greenleaf mengidentifikasi sepuluh ciri khas pemimpin pelayan, yakni :
(1) Mendengarkan
(2) Empati
(3) Menyembuhkan
(4) Kesadaran
(5) Bujukan atau persuasif
(6) Konseptualisasi
![Page 10: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/10.jpg)
24
(7) Kemampuan meramalkan
(8) Kemampuan melayani
(9) Komitmen terhadap pertumbuhan manusia
(10) Membangun Masyarakat
Kepemimpinan pelayan seperti yang dikemukakan diatas dapat bermakna
terhadap masyarakat pelanggannya apabila aparatur pelayan (pemerintah) sungguh-
sungguh memperhatikan beberapa dimensi atau atribut perbaikan kualitas jasa termasuk
kualitas pelayanan, yang terdiri :
a. Ketepatan waktu pelayanan
b. Akurasi pelayanan
c. Kesopanan, keramahan dalam memberikan pelayanan
d. Tanggung jawab
e. Kelengkapan
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan
g. Variasi model pelayanan
h. Pelayanan pribadi
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan
j. Atribut pendukung pelayanan lainnya
Masyarakat (pelanggan) dapat terpuaskan dari pelayanan aparatur (pemerintah)
hanya berorientasi pada kepuasan total pelanggan. Pelanggan membutuhkan komitmen
dan tindakan nyata dal;am memberikan pelayanan prima. Adapun kriteria yang
mencirikan pelayanan sekaligus membedakannya dari barang adalah :
• Pelayanan merupakan output tak berbentuk
• Pelayanan merupakan output variabel, tidak standar
• Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi
• Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan
![Page 11: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/11.jpg)
25
• Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan
• Keterampilan personil diserahkan atau diberikan secara langsung kepada pelanggan
• Pelayanan tidak dapat diproduksi secara massal
• Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan
• Perusahaan pada umumnya bersifat padat karya
• Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan
• Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif
• Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses
• Option penetapan harga adalah lebih rumit
Peningkatan kualitas pelayanan pada masyarakat dalam menghadapi era
globalisasi sangat memerlukan sebuah strategi, mulai dari strategi perancangan
pelayanan prima dalam manajemen kualitas modern hingga kepada implementasi dari
rancangan terhadap kualitas pelayanan. Untuk itu, Gaspersz, 1997 merumuskan strategi
pelayanan dengan manajemen jasa modern yang kemudian dikenal dengan strategi 7
(tujuh) P, yakni :
1. Product
2. Price
3. Place
4. Promotion
5. Phisical evidence
6. Proses desain
7. Participants
![Page 12: 40-40-1-PB](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072001/563db7c2550346aa9a8db263/html5/thumbnails/12.jpg)
26
Penutup
Pelayanan publik yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek,
yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya
manusia, dan kelembagaan
Agar pelayanan aparatur pemerintah dapat lebih memuaskan masyarakat,
selain dituntut memahami strategi 7 (tujuh) P, kriteria yang mencirikan yang pelayanan,
ciri khas dari pemimpin pelayan, model 7 (tujuh) S dari Mc Kinsey, juga semua
aparatur pelayan dituntut untuk memahami visi, misi dan standar pelayanan prima.
Kiranya kepedulian kita terhadap kualitas pelayanan pada masyarakat dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA Arasli, H.; Mehtap-Smadi, S.; dan Katircioglu, S.T. 2005. ‘Customer Service Quality in
The Greek Cypriot Banking Industry’. Managing Service Quality, Vol. 15 No. 1 Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, edisi revisi. Rineka
Cipta, Jakarta. Brysland, A.; dan Curry, A. 2001. ‘Service improvements in public services using
SERVQUAL’. Managing Service Quality, Vol. 11 No. 6. Chan, L.K.; Kao, H.P; Ng, A.; dan Wu, M.L. 1999. ‘Rating the importance of customer
needs in quality function deployment by fuzzy entropy methods’. International Journal of production Research, Vol. 37 No. 11.
Juwaheer, T.D. 2004. ‘Exploring international tourist’s perceptions of hotel operations
by using a modified SERVQUAL approach – a case study of Mauritius’. Managing Service Quality, Vol. 14 No. 5
. Kim, Y.P.; Lee, S.H.; dan Yun, D.G. 2004. ‘Integrating current and competitive service-
quality level analyses for service-quality improvement programs’. Managing Service Quality, Vol. 14 No. 4.