Download - 3. Juknis PPTM Di Puskesmas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia pada saat ini menghadapi pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (PTM). Prevalensi beberapa PTM utama meningkat, sementara penyakit menular masih tinggi, lebih diperparah lagi oleh munculnya penyakit baru dan penyakit lama yang muncul kembali. Gambar 1. dikutip dari Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control 2011l). PTM mengakibatkan 36 juta kematian di dunia antara lain: penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) 48% (17,3 juta), kanker 21% (7,5 juta), penyakit saluran pernapasan kronis 12% (4,3 juta), penyakit diabetes melitus 3% (1 juta) Gambar 2. dikutip dari Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control 2011l). Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang. Sekitar 17 juta kematian akibat penyakit kardiovaskular (penyakit jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer), 3 juta diantaranya terjadi pada usia dibawah 60 tahun.
Menurut berbagai penelitian epidemiologi, masalah penanganan PTM dan faktor risikonya justru terjadi pada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah. Kematian akibat PTM di negara-negara maju terus menurun, sebaliknya di negara-negara berkembang justru meningkat.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 10 besar penyebab kematian di Indonesia, enam diantaranya tergolong PTM. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi 15,4%, disusul Tuberkulosis 7,5%, hipertensi 6,8%, cedera 6,5%, perinatal 6,0%, diabetes melitus 5,7%, tumor 5,7%, penyakit hati 5,2%, penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit saluran nafas bawah 5,1%.
Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa, prevalensi hipertensi umur >18 tahun di Indonesia mencapai 31,7%, namun hanya 23,9% kasus saja yang terdiagnosis/minum obat. Prevalensi diabetes mellitus adalah 5,7%, sudah terdiagnosis 1,5%, sedangkan 4,2% baru terdiagnosis saat penelitian dilakukan.
WHO pada tahun 2008 memprediksikan bahwa di Indonesia, 63% (sekitar 1 juta) kematian diakibatkan oleh PTM, 9% kematian akibat cedera dan 28% akibat penyakit menular, maternal, perinatal dan malnutrisi (gambar 3. dikutip dari Non-communicable Diseases Country Profiles 2011).
Sejalan dengan perkembangan perekonomian dan layanan kesehatan di Indonesia, terjadi pula perubahan demografis - struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Perubahan ini ikut berperan terhadap pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi), penyakit menular cenderung menurun sedangkan PTM cenderung meningkat. Untuk menghadapi perubahan pola penyakit ini, diperlukan perubahan strategi pelayanan kesehatan.
WHO memperkirakan bahwa 90% penyakit diabetes tipe-2, 80% penyakit kardioserebrovaskular dan 33% penyakit kanker sebenarnya dapat dicegah dengan mengkonsumsi diet sehat, olahraga cukup dan tidak merokok. Maka, upaya prevensi dan promosi harus digalakkan dan diupayakan dapat menjangkau seluruh golongan sosial ekonomi, termasuk golongan sosial ekonomi bawah.Dewasa ini, pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat terbebani oleh peningkatan kebutuhan terhadap penanganan penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes, dan penyakit paru kronik. Upaya penambahan fasilitas di rumah sakit tersier yang disertai pengadaan alat-alat canggih memakan sebagian besar anggaran kesehatan, padahal fasilitas semacam itu hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil saja dari masyarakat. Akibatnya upaya promosi, prevensi dan deteksi dini terhadap mereka yang mempunyai faktor risiko PTM, tidak terlaksana. Langkah-langkah yang dijalankan dalam Pengendalian PTM mencakup : tujuan dan penetapan target nasional, penilaian hasil penanganan PTM, memperluas jaringan kemitraan, dan melakukan pendekatan kesehatan dalam berbagai kebijakan, memperkuat sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan di tingkat primer seperti pelayanan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), serta membentuk kapasitas nasional maupun institusional yang mampu melaksanakan program penanganan PTM.
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan perlu direvitalisasi, agar mampu memberikan kontribusi besar dalam upaya pengendalian PTM. Dibutuhkan komitmen yang tinggi dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas. Jejaring yang efektif dan efisien perlu diciptakan, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia hendaknya ditingkatkan, tersedianya standar pelayanan minimum (SPM) yang komprehensif (holistik) dan sarana/prasarana diagnostik, serta pengobatan sesuai SPM, juga didukung oleh sistem informasi yang memadai.
Puskesmas mempunyai 3 fungsi utama yaitu sebagai : 1) pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, 2) pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, 3) pusat pelayanan kesehatan primer.
Dari penjelasan fungsi puskesmas ini, jelaslah bahwa puskesmas bukan saja berperan menjalankan teknis medis, tetapi juga mengorganisasikan modal sosial yang ada di masyarakat, agar terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan secara mandiri, sehingga pelayanan yang dilaksanakan oleh puskesmas dapat memberikan hasil yang lebih baik karena mampu menjangkau masyarakat luas dengan biaya lebih rendah. Kombinasi antara teknologi mengelola PTM yang sudah tersedia dengan personil yang terlatih dan sistem rujukan yang terorganisir, memungkinkan kebanyakan kasus PTM dapat ditangani dan dikelola di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Berdasarkan hal tersebut perlu disusun petunjuk teknis PPTM sebagai acuan dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan di puskesmas 1.1 Tujuan1.1.1 Tujuan Umum :
Tersusunnya petunjuk tehnis (juknis) pelayanan pengendalian Penyakit Tidak Menular di puskesmas1.1.2 Tujuan Khusus :
a. Tersusunnya juknis promosi PTM b. Tersusunnya juknis upaya preventif PTM (deteksi dan tindak lanjut dini)
c. Tersusunnya juknis tatalaksana PTM
d. Tersusunnya juknis upaya rujukan PTM
e. Tersusunnya juknis upaya paliatif dan rehabilitatif bersumberdaya masyarakat
f. Tersusunnya juknis tatalaksana kegawatdaruratan, cedera dan tindak kekerasan. 1.2 Sasaran 1) Dinas Kesehatan Propinsi
2) Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
3) Puskesmas dan Jaringannya (Puskemas Pembantu dan Puskesmas Keliling)1.3 Kebijakan Operasional 1) Mengembangkan dan memperkuat kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko PTM berbasis masyarakat.2) Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini (skrining) faktor risiko PTM3) Meningkatkan tata kelola pelayanan PTM sesuai standar.4) Meningkatkan monitoring pelaksanaan kegiatan pengendalian PTM.5) Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan, dan kualitas peralatan deteksi dini faktor risiko PTM dengan merencanakan, menyediakan dan memanfaatkannya secara optimal.
6) Meningkatkan peran masyarakat dalam melakukan KIE yang benar tentang faktor risiko PTM7) Meningkatkan advokasi dan sosialisasi (kepada camat, lurah/kepala desa, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan, Lembaga ketahanan masyarakat desa/dewan kelurahan, Lembaga sosial masyarakat) pengendalian PTM8) Memperkuat surveilans PPTM
9) Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi pengendalian PTM
10) Merencanakan dan menyepakati pembiayaan pengendalian PTMMengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian PTM
BAB IIUPAYA PELAYANAN PPTM DI PUSKESMASPuskesmas sebagai penanggung jawab upaya kesehatan terdepan mempunyai tiga fungsi yaitu 1) sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, 2) Pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat, 3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Dalam rangka penyelenggaraan pengendalian PTM, puskesmas melakukan upaya pencegahan penyakit melalui kegiatan primer, sekunder dan tertier.Pencegahan Primer adalah segala kegiatan yang dapat menghentikan atau mengurangi faktor risiko kejadian penyakit sebelum penyakit tersebut terjadi. Pencegahan primer dapat dilaksanakan di puskesmas, melalui berbagai upaya meliputi: promosi PTM untuk meningkatkan kesadaran serta edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pengendalian PTM. Promosi PTM dapat dilaksanakan melalui berbagai upaya, contohnya : kampanye pengendalian PTM pada hari-hari besar PTM (Hari Kanker Sedunia, Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Hari Diabetes Sedunia, Pekan Keselematan di Jalan, dan lain-lain). Upaya meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan upaya pencegahan primer dengan cara melindungi dirinya dari risiko PTM contohnya : pemakaian alat pelindung diri (pemakaian helm berstandar SNI untuk mengurangi fatalitas cedera kepala saat terjadi benturan), pemakaian sarung tangan saat melakukan pemeriksaan darah, pemberian obat suntikan, dan pelaksanaan screening IVA.Kesadaran dalam pemakaian alat pelindung diri melalui pelayanan kesehatan primer, utamanya menekankan upaya-upaya pencegahan agar masyarakat tidak jatuh sakit dan masyarakat yang sehat dapat memelihara kesehatan dan kebugarannya secara optimal. Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan serta dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas.Pencegahan Sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan dini agar penyakit tersebut tidak menjadi parah. Pencegahan sekunder dapat dilaksanakan melalui skrining /uji tapis dan deteksi diniPencegahan Tertier adalah suatu kegiatan difokuskan kepada mempertahankan kualitas hidup penderita yang telah mengalami penyakit yang cukup berat yaitu dengan cara rehabilitasi dan paliatif. Pencegahan tertier merupakan upaya yang dilaksanakan pada penderita sesegera mungkin agar terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup. Pencegahan tertier dapat dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan tata laksana kasus termasuk penanganan respon cepat menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit tidak menular dapat tercegah dengan baik. Tatalaksana kasus dan respon cepat terhadap kondisi kegawatan PTM harus dapat dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Penanganan pra rujukan yang memadai menjadi tolak ukur keberhasilan setiap pelayanan kesehatan yang diberikan di fasilitas layanan kesehatan dasar terhadap kasus yang memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit.Pengendalian PTM di fokuskan terhadap faktor risiko PTM, jika sudah menderita PTM maka akan sulit disembuhkan dengan sempurna, bahkan dapat menimbulkan kecacatan dan kematian. Disamping itu, PTM memerlukan perawatan dan pengobatan yang memakan waktu cukup lama dengan biaya yang tidak sedikit.2.1 Upaya Promotif Upaya promosi kesehatan di Puskesmas dilakukan agar masyarakat mampu berprilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), upaya promosi kesehatan dilakukan melalui sosialisasi, penyuluhan, komunikasi, diseminasi-informasi dan edukasi, dengan menggunakan media promosi seminar/workshop dan melibatkan pemuka masyarakat, keluarga dan dunia usaha. Promosi kesehatan juga ditujukan dalam rangka menciptakan lingkungan yang kondusif seperti adanya kawasan tanpa rokok (KTR), sarana umum untuk melakukan aktivitas fisik, olahraga dan untuk mencegah gangguan cedera dan tindak kekerasan dilakukan promosi peningkatan perilaku sehat di jalan melalui penggunaan helm, penggunaan sabuk pengaman, dan lain-lain.Pengendalian faktor risiko PTM dilakukan melalui gaya hidup sehat seperti tidak merokok, cukup aktivitas fisik, diet sehat (gizi seimbang, rendah garam, rendah gula dan rendah lemak), tidak mengkonsumsi alkohol serta tata kelola stres. Promosi kesehatan mengajak masyarakat untuk CERDIK menuju masa muda sehat dan hari tua nikmat tanpa PTM, yang secara harfiah adalah:C : Cek kesehatan dengan deteksi dini secara rutin dan teratur
E : Enyahkan asap rokok dan polusi udara lainnya
R : Rajin aktifitas fisik, olah raga, dan seni
D : Diet sehat dengan kalori seimbang berupa rendah lemak, garam,
gula dan tinggi serat
I : Istirahat yang cukup
K : Kendalikan stress
Pemberdayaan perorangan, keluarga, dan masyarakat di komunitas melalui posbindu PTM, UKBM, Posdaya, Poslansia, dan Posyandu dimana masyarakat berkontribusi dalam peningkatan kesehatan melalui pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat dan berpartisipasi secara total dalam pencegahan dan penanganan kegawat daruratan yang sederhana. Diharapkan masyarakat dapat merubah perilakunya untuk mencapai hidup sehat. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan saat ini dilakukan melalui pembentukan dan pengembangan Desa Siaga sebagai upaya merekonstruksi atau membangun kembali berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyakarat (UKBM). Pengembangan Desa Siaga merupakan revitalisasi Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) sebagai pendekatan edukatif yang perlu dihidupkan kembali, dipertahankan, dan ditingkatkan.Posbindu PTM adalah kegiatan pembinaan terpadu untuk mengendalikan faktor risiko PTM dan merupakan bentuk kemandirian masyarakat dalam mendeteksi dan memonitor faktor risiko PTM secara rutin. Petugas puskesmas melakukan pengawasan melalui kegiatan monitoring program. Pembinaan kegiatan Posbindu PTM, dapat dilakukan melalui kemitraan organisasi profesi (PPNI, IAKMI, IDI, IBI, Forum Kota Sehat, dan lain-lain). Selain sebagai pembina dan pengawas dalam penyelenggaraan Posbindu PTM, Puskesmas juga menjadi tempat rujukan untuk kasus yang memerlukan penanganan atau tindak lanjut selain dokter keluarga dan klinik swasta. Dalam hal kasus sudah ditangani dan sudah mendapat pengobatan, puskesmas dapat mengajurkan agar kasus dimonitor melalui kegiatan posbindu PTM, selanjutnya secara berkala tetap kontrol ke Puskemas untuk mendapatkan pengobatan dan penanganan medis lainnya jika diperlukan. Peran Puskesmas dalam penyelenggaraan Posbindu PTM menurut mekanisme di bawah ini, lihat Alur -1:
Puskesmas sebagai pembina Posbindu dan rujukan Posbindu, berperan memberikan penanganan penyakit serta memberikan pendidikan kesehatan dan konseling. Pendidikan kesehatan dan konseling ini merupakan tatalaksana dini untuk pengendalian faktor risiko maupun pengendalian penyakit di posbindu maupun di puskemas Berikut ini adalah panduan dalam memberikan pendidikan kesehatan maupun konseling kepada masyarakat untuk pencegahan PTM dengan melakukan pengendalian faktor risiko (lihat Alur-2)
Bila pasien diberi resep obat, maka ajarkan: cara minum obat dirumah, jelaskan perbedaan antara obat-obatan yang harus diminum untuk jangka panjang (misalnya obat hipertensi) dan pemakaian jangka pendek menghilangkan gejala (misalnya pelega untuk mengatasi mengi) Jelaskan cara kerja tiap-tiap obat, jelaskan dosis yang digunakan untuk tiap obat dan berapa kali minum sehari, bungkus masing-masing tablet dan berikan label Periksa pemahaman pasien sebelum meninggalkan praktek anda Jelaskan pentingnya untuk menjaga kecukupan pasokan obat-obatan. Keharusan minum obat secara teratur seperti yang disarankan , meskipun tidak ada gejalaSehubungan dengan pengendalian faktor risiko merokok, alur berikut digunakan sebagai pendidikan kesehatan dan konseling untuk berhenti merokok (lihat Alur-3)
2.2 Upaya Penapisan dan Deteksi Dini
Dalam perjalanan penyakit tidak menular selain faktor risiko perilaku, faktor risiko antara atau Faktor risiko PTM bisa dikendalikan karena itu perlu dideteksi dan diintervensi secara dini agar tidak berlanjut menjadi fase akhir terjadinya Penyakit Jantung Koroner, Stroke, Diabetes Mellitus, Ginjal Kronik, Kanker, PPOK yang akan memberikan beban biaya kesehatan sangat mahal. Faktor risiko PTM ada yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat di modifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu riwayat penyakit dalam keluarga, kelahiran prematur, usia, dan jenis kelamin. Faktor risko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah : kurang aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat dan seimbang (termasuk sering mengkonsumsi makanan asin, berlemak, makanan/minuman manis), gaya hidup tidak sehat {merokok, mengkonsumsi alkohol, kurang sayur buah, berat badan lebih, dan obesitas (obesitas umum dan obesitas sentral), stress, dislipidemia (metabolism lemak yang abnormal), hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) }, dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, seperti perilaku berlalu lintas yang tidak benar. Semakin dini penyakit tidak menular ditemukan akan semakin baik dalam penatalaksanaannya dan mengurangi terjadinya komplikasi yang bersifat fatal.2.2.1. Skrining/Uji Tapis
Skrining /Uji tapis adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi faktor risiko atau penyakit pada individu dengan atau tanpa tanda dan gejala. Skrining /uji tapis bukan untuk diagnosis tetapi untuk menjaring dan menentukan apakah yang bersangkutan memiliki faktor risiko PTM atau PTM. Pada saat skrining /uji tapis ditemukan faktor risiko PTM atau PTM maka perlu follow-up yang cepat dan pengobatan yang tepat.Pelayanan skrining /uji tapis PTM di Puskesmas dilaksanakan dengan dua cara :
1) Pelayanan aktif
Dilaksanakan melaui penyaringan massal (mass screening) saat kegiatan yang melibatkan masyarakat banyak seperti seminar/ workshop, peringatan hari-hari besar nasional, keagamaan, dan lain-lain.2) Pelayanan pasif
Skrining dapat dilaksanakan secara terintergrasi misalnya melakukan pemeriksaan TB, BB, TD, LP, IMT, disertai pemeriksaan GDS, kolesterol, albuminurin, peakflow meter, IVA dan terintegrasi dengan program lain (misalnya pemeriksaan TD, GDS, dan darah rutin untuk ibu hamil saat ANC; pemeriksaan IVA dan CBE bersama pada ibu yang berusia 30-50 tahun dengan kontrol KB, dan pemeriksaan mata pada penderita DM)
Puskesmas dan jajarannya sebagai ujung tombak pelayanan dasar di komunitas, juga dapat melakukan skrining kepada masyarakat berisiko, yaitu perempuan umur 30-50 tahun dan dapat dilakukan pemeriksaan dan tatalaksana pada sekali kunjungan yang disebut Single Visite Approace ( SVA) (lihat Alur-4a) di bawah ini:
Skrining kanker payudara dapat juga dilakukan secara terintegrasi dengan leher rahim pada kelompok umur yang sama, dengan menggunakan alur di bawah ini (lihat Alur-4b)Alur 4b Skrining Pencegahan Kanker Payudara 2.2.2. Deteksi DiniMelalui kegiatan deteksi dini faktor risiko PTM diharapkan dapat dilakukan penanganannya sesegera mungkin, sehingga prevalensi faktor risiko, angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat PTM dapat diturunkan serendah mungkin. Deteksi dini faktor risiko PTM dapat mencegah dampak yang memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi, karena untuk pengobatan PTM perlu waktu yang lama dan dengan biaya mahal, misalnya miokard infark, stroke, gagal ginjal, amputasi, dan gangguan penglihatan, PPOK derajat berat.Deteksi dini PTM dilakukan terhadap faktor risiko dan dengan mengenali tanda dan gejala, seperti pada :
a. Penyakit Kanker, dapat dilaksanakan pada beberapa jenis kanker, dengan cara yang lebih mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat dasar sekalipun, yaitu: pada kanker leher rahim menggunakan metode IVA (Inspeksi Visual dengan menggunakan Asam asetat), kanker payudara (mengajarkan SADARI dan melaksanakan metode CBE=Clinical Breast Examination), dan menggunakan senter atau pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi Retinoblastoma
b. Penyakit Jantung, dengan tanda utamanya adalah adanya keluhan sakit dada yang khas disertai peningkatan enzim-enzim jantung seperti CPK-CKMB-troponin, bila positif jelas terjadi suatu penyumbatan koroner.
c. Penyakit jantung-pembuluh darah dan DM (melalui pemeriksaan kadar kolesterol dan gula darah), Obesitas (melalui pemeriksaan IMT, lingkar perut), tekanan darah Deteksi dini diabetes dan penyakit jantung-pembuluh darah dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan mengikuti alur di bawah ini (Lihat Alur-5)
d. Hipotiroid (melalui pemeriksaan TSH pada WUS, wanita hamil, dan neonatus)e. Osteoporosis adanya faktor risiko PTM, riwayat patah tulang secara tiba-tiba karena trauma ringan atau tanpa trauma, tubuh makin pendek dan bongkok, skrining dengan tes 1 menitf. Gagal Ginjal Kronik g. Thalasemia dengan adanya riwayat thalasemia dalam keluarga, sering anemia tanpa perdarahan, pemeriksaan darah tepi ditemukan anemia mikro
h. Systemic Lupus Eritematous SLE dengan periksa SLE sendiri SALURIi. PPOK dan Asma, dengan tanda utama adanya keluhan batuk/sesak, untuk PPOK usia diatas 40 tahun dengan riwayat merokok disertai gangguan pernapasan berupa batuk kronik yang berulang dan bersifat progresif disertai perubahan warna sputum, Asma dengan tanda utama sesak disertai mengi, gejala episodik, dengan riwayat alergi. PPOK dan Asma dapat dideteksi dengan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan peak flow rate meter dan dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri.
Deteksi dini PPOK dan asma secara terintegrasi dapat juga dilakukan di puskesmas dan jajarannya dengan memperhatikan alur di bawah ini (Lihat Alur-6)
j. Faktor risiko kecelakaan pada pengemudi (melalui pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah, alkohol, amphetamin) dan tindak kekerasan dalam rumah tangga (melalui pengenalan cedera tidak wajar yang mengarah pada kekerasan dan pembuatan visum).Berikut diberikan contoh alur pemeriksaan faktor risiko kecelakaan pada pengemudi dimana pelaksanaannya melibatkan lintas sektor terkait yaitu Perhubungan dan Kepolisian.Pada pengendalian faktor risiko kecelakaan dan tindak kekerasan di jalan raya dengan menggunakan alur di bawah ini (Lihat Alur-7)
Kegiatan pemeriksaan deteksi dini faktor risiko PTM, dapat dilaksanakan dengan cara aktif (memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin ke masyarakat melalui kegiatan di luar gedung /outreach activities) dan secara pasif (dengan melakukan kegiatan deteksi dini pada Masyarakat Khusus / Kelompok Khusus bahkan pada suatu event atau kegiatan tertentu dimana berkumpul banyak orang seperti rapat kerja, seminar, workshop, menunggu kunjungan masyarakat ke puskesmas.
2.3. Upaya Penatalaksanaan PTM
2.3.1 Pengendalian faktor risiko PTM terintegrasi
Faktor risiko umum common risk faktor yaitu pola konsumsi makanan yang tidak sehat (tinggi gula dan garam, tinggi lemak, dan rendah serat), kurangnya aktivitas fisik (tidak cukup dan tidak teratur), merokok dan konsumsi alkohol, jika tidak dicegah dapat memicu timbulnya faktor risiko antara yaitu hipertensi, dislipidemia, kadar gula darah tinggi, dan kegemukan/obesitas. Jika faktor risiko dapat diketahui lebih dini, maka intervensi yang tepat dapat dilakukan sehingga PTM dapat dicegah atau paling tidak mengurangi komplikasi penyakit. Berikut adalah gambaran faktor risiko penyakit dan kemungkinan penyakit tidak menular yang mungkin terjadi berdasarkan faktor risiko tersebut. (Lihat Gambar-2)Gambar- 2 Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular secara terintegrasi
Dalam menentukan diagnosis dan selanjutnya untuk tatalaksana penyakit tidak menular berdasarkan faktor risiko utama ditambah dengan keterangan mengenai keluhan dan gejala yang ada, digunakan alur berikut sebagai pengendalian faktor risiko terintegrasi (Lihat Lampiran-1 Pendekatan Faktor risiko dan gejala PTM)
2.3.2 Tatalaksana
Tatalaksana pengobatan dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan risiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional.Walaupun pengendalian PTM lebih difokuskan pada faktor risiko perilaku dan penyakit antara, namun fase akhir penyakit tetap menjadi perhatian penanggulangan. Tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efisien, yang didukung kecukupan obat, ketenagaan, sarana/prasarana, sistem rujukan, jaminan pembiayaan dan regulasi memadai, untuk menjamin akses penderita PTM dan faktor risiko terhadap tatalaksana pengobatan baik di tingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun tertier.Pengobatan yang tepat, cepat, efektif dan rasional dilakukan untuk PTM beserta faktor risikonya, yaitu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik, Kanker dan Penyakit Kronis dan penyakit degeneratif lainnya ditambah dengan gangguan cedera dan tindak kekerasan.
Tatalaksana PTM di puskesmas dapat dilaksanakan secara terintegrasi mulai saat ditemukan faktor risiko sampai pada penatalaksanaannya, merokok sebagai suatu faktor risiko bersama PTM dapat menyebabkan PTM, maka jika pasien dengan riwayat merokok/bekas perokok datang ke puskesmas dengan gejala pernapasan (Asma, PPOK,curiga kanker paru) maka dokter juga harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan apakah pasien tersebut juga memiliki penyakit jantung/kardiovaskular atau metabolik (DM) atau kemungkinan PTM yang lainnya. Denikian pula jika datang dengan riwayat merokok dengan gejala sering makan, sering minum, sering kencing, gemuk karena penyakit metabolik maka dokter juga harus memikirkan apakah pasien juga memiliki kemungkinan PTM lainnya seperti penyakit jantung, Apabila klien datang dengan riwayat merokok dengan gejala sering makan, sering minum, sering kencing, gemuk karena penyakit metabolik maka dokter juga harus memikirkan apakah pasien juga memiliki kemungkinan PTM lainnya seperti penyakit jantung, PPOK atau penyakit tidak menular lainnya (Gambar 3).Gambar 3. MEROKOK MERUPAKAN FAKTOR RISIKO BERSAMA PTM
2.3.2.1 Tatalaksana Hipertensi dan Diabetes TerintegrasiAlur tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi dipergunakan pada kondisi berikut : Usia > 40 tahun, perokok, obesitas, hipertensi, diabetes, riwayat penyakit Kardiovaskuler prematur pada orang tua/ saudara kandung, riwayat diabetes atau penyakit ginjal pada orang tua/ saudara kandung
Tatalaksana hipertensi dan diabetes dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan memperhatikan Alur-8 Tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi pencegahan serangan jantung, strok dan ginjal yang terintegrasi dengan hipertensi, diabetes dan rokok sebagai faktor risiko sebagai pendekatan awal (entery point)
Untuk menilai risiko penyakit jantung dan pembuluh darah digunakan Carta prediksi faktor risiko. carta ini memprediksi seseorang untuk menderita berisiko penyakit jantung dan pembuluh darah dan memprediksi seseorang untuk menderita penyakit jantung (infark miokard dan stroke) 10 tahun kemudian berdasarkan umur, jenis kelamin, tekanan darah, merokok, total cholesterol dan ada tidaknya Diabetes Mellitus. Carta ini dapat digunakan di 14 Sub regional WHO. Indonesia menggunakan carta sub regional B (SEAR B) seperti dibawah ini :Nama :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Umur :. . . . . .tahun
KESETARAAN KADAR CHOLESTEROL MMOL/L DENGAN mgr/dTINGKAT RISIKO MENURUT WARNA:
4 mmol/l =72 mgr/dl 5 mmol/l =90 mgr/dl 6 mmol/l = 108 mgr/dl 7 mmol/l = 126 mgr/dl 8 mmol/l =144 mgr/dl Hijau 4 kg
Kehamilan dengan kadar gula darah tinggi
Riwayat lahir dengan BB < 2,5 kg
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2)
Kurangnya aktivitas fisik
Hipertensi (> 140 /90 mmHg)
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Diet tak sehat (unhealthy diet) dengan tinggi gula, tinggi garam, dan rendah serat
PENGUKURAN FR DM
Berat Badan
Tinggi Badan
Indeks Massa Tubuh
Lingkar Perut
Tekanan Darah
Alur 5 Deteksi dini Diabetes dan Penyakit Jantung-Pembuluh Darah
Tingkat Yankes Sekunder
Tingkat Komunitas
Normal
Tingkat Yankes Primer
Edukasi perawatan kaki
Risiko
Tinggi
Inspeksi kaki setiap enam bulan
Perawatan kaki
Perawatan kaki non-ulkus
Edukasi perawatan kaki
Edukasi dan penggunaan alas kaki yang sesuai
K
U
N
J
U
N
G
A
N
P
E
R
T
A
M
A
Langkah 4.Tetapkan risiko kardiovaskuler bagi yang tidak dirujuk:
Gunakan usia, jenis kelamin, status merokok, tekanan darah sistol, diabetes
(kadar kolesterol darah bila ada)
Bila usia 50-59 tahun pilih kolom kelompok usia 50, bila 60-69 tahun pilih kolom kelompok usia 60 dst;
untuk usia < 40 tahun pilih kolom 40 tahun
Tekanan darah systole > 140 atau diastole > 90 mmHg pada subyek usia < 40 tahun
(untuk menyingkirkan hipertensi sekunder)
Diketahui menderita hipertensi, strok, TIA, DM, penyakit ginjal ( untuk penilaian bila mana diperlukan )
Angina pektoris, klaudikasio
Perburukan gagal jantung
Kenaikan tekanan darah > 140/90 mmHg ( pada DM > 130/80 mmHg) meskipun sudah
mendapat terapi dengan 2-3 obat
Proteinuria
Bila penderita terapi 8-12 minggu kadar HbA1c >7%
DM dengan infeksi berat dan/atau luka di kaki
DM yang baru saja mengalami perburukan penglihatan atau tidak dilakukan pemeriksaan mata
dalam 2 tahun terakhir.
K
U
N
J
U
N
G
A
N
P
E
R
T
A
M
A
Langkah 2.Lakukan penilaian :
Lingkar perut*
Palpasi nadi perifer
Auskultasi jantung dan paru
Tekanan darah
Gula darah puasa dan sewaktu ( DM puasa > 7 mmol/L (126 mg/dl) atau sewaktu > (200 mg/dl
Proteinuria
Lipid darah (bila dimungkinkan)
Test sensasi (rasa) pada tungkai dan nadi dorsalis pedis/tibialis pada DM
Langkah 1.Tanyakan tentang :
K
U
N
J
U
N
G
A
N
P
E
R
T
A
M
A
GUNAKAN ALUR INI PADA KONDISI :
Usia > 40 tahun, Perokok, Obesitas*, Hipertensi, Diabetes, Riwayat Penyakit Kardiovaskuler premature pada orang tua/ saudara kandung, dan Riwayat diabetes atau penyakit ginjal pada orang tua saudara kandung
Diketahui penyakit jantung, strok, TIA, diabetes, penyakit ginjal
Nyeri dada dan/atau sesak saat aktifitas, nyeri I tungkai saat jalan
Obat-obatan yang diminum pasien
Merokok saat ini (ya/tidak)
Konsumsi alkohol (ya/tidak)
Pekerjaan (duduk saja atau banyak gerak)
Berolah raga teratur minimal 30 menit sehari 5 hari
dalam seminggu (ya/tidak)
SUBYEK DENGAN DIABETES MELLITUS
Inspeksi kaki setiap bulan
SUBYEK TANPA DIABETES MELLITUS
LAKI - LAKI
PEREMPUAN
TDS
(mmHg)
Perokok
Perokok
Bukan Perokok
Bukan Perokok
Usia
(tahun)
Semua subyek dengan tekanan darah >160/100 mmHg harus diberikan obat anti hipertensi
Semua pasien dengan diagnosis diabetes dan penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung coroner, infark miokard, serangan iskemik transien/TIA, penyakit cerebrovaskuler atau penyakit vaskuler perifer), bila stabil hendaknya terus minum obat yang sudah diresepkan dan dianggap mempunyai risiko > 30%. Semua subyek dengan kadar kolesterol total > 320 mg/dl harus diberikan nasihat pola hidup sehat dan terapi statin
K
U
N
J
U
N
G
A
N
P
E
R
T
A
M
A
Risiko < 20% :
Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling faktor risiko PTM)
Bila risiko < 10% check kembali dalam waktu 12 bulan
Bila risiko 10 - < 20% check kembali tiap 3 bulan hingga target tercapai, selanjutnya tiap 6-9 bulan
Risiko 20 - < 30% :
Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling faktor risiko PTM)
Tekanan darah menetap > 140/90 mmHg (pada DM > 130/80 mmHg) pertimbangkan salah satu dosis rendah obat : Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari, Enalapril 5-20 mg perhari, Atenolol 50-100 mg perhari atau Amlodipine 5-10 mg perhari
check teratur tiap 3-6 bulan.
Langkah 5.
Obati sebagaimana
Tercantum disamping:
Risiko > 30% :
Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling)
Tekanan darah menetap = 130/90 mmHg harus diberikan salah satu dosis rendah obat : thiazide, ACE inhibitor beta-blocker atau calcium channel blocker, Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok (alur konseling FR PTM))
Tekanan darah menetap = 130/80 mmHg : pertimbangkan salah satu dosis rendah obat : Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari, Enalapril 5-20 mg perhari, Atenolol 50-100 mg perhari atau Amlodipine 5-10 mg perhari, Berikan statin (Check teratur tiap 3 bulan)
Bila risiko < 20% :
Check ulang tiap 12 bulan untuk dinilai kembali risiko kardiovaskuler Konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti merokok
K
U
N
J
U
N
G
A
N
K
E
D
U
A
Ulangi langkah 2,3,4.
Ikuti kriteria rujukan untuk semua kunjungan (sesuai langkah-3) Tatalaksana sebagai berikut
Bila risiko 20% - < 30% :
Lanjutkan seperti langkah 4 dan check ulang tiap 3 bulan
Bila risiko masih tetap > 30%
Setelah 3 6 bulan intervensi obat-obatan pada kunjungan pertama, lajutkan ketingkat berikutnya
Nasihat bagi pasien dan keluarganya:
Jangan tambahkan garam di meja makan dan hindari makanan asin, makanan cepat saji, makanan kaleng dan bumbu penyedap makanan
Ukur kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin anda secara teratur
NASIHAT KHUSUS BAGI PENDERITA DIABETES.
Bila anda dalam terapi diabetes yang dapat mengakibatkan hipoglikemik, bawalah selalu gula atau gula-gula, Bila memungkinkan periksakan mata teratur setiap tahun
Jangan berjalan tanpa alas kaki atau kaos kaki, cuci kaki dengan air hangat dan jaga agar selalu kering terutama di sela-sela jari kaki
Jangan potong atau bubuhi bahan kimia pada callus atau corns
Periksa kaki anda setiap hari dan bila bermasalah atau ada luka segera temui dokter anda Langkah tambahan untuk DM : Bila dengan diet diabetes kadar gula puasa tetap di atas normal, berikan Obat hipoglikemik oral (metformin, sulfonilurea, glinid), Titrasi metformin hingga kadar gula mencapai target yang diinginkan (dosis maksimal 2 g/hari)
Nasehatkan cara memelihara kaki: Check teratur tiap 3 bulan, bila sarana tersedia, berikan statin bagi subyek usia >40 tahun meskipun risiko kardiovaskuler rendah
Rujuk untuk pemeriksaan mata setiap dua tahun
Alur 9. KELUHAN/TANDA dan GEJALA YANG DIDUGA MENDERITA KANKER TERTENTU :
KONSULTASI INDIVIDU KE PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Batuk kronik, berdarah sedikit, nyeri dada, sesak nafas, bendungan di leher, riwayat merokok aktif atau pasif (curiga kanker paru)
Benjolan di payudara, retraks ikulit, puting susu mengeluarkan cairan / darah, payudara membesar sebelah (curiga kanker payudara)
Keputihan,pendarahan per-vaginam: pasca coital, antar-menstruasi, pasca-menopause, nyeri perut bagian bawah*(curiga kanker leher rahim)
Perubahan kebiasaan buang air besar, perdarahan rektum (kanker kolorektal)
Kesulitan dalam buang air kecil, pancaran seni tidak beraturan, rasa ingin buang air kecil terus menerus / anyang-anyang (kanker prostat)
Menilai kemungkinan Kanker
Nilai keluhan dan gejala: riwayat, intensitas, durasi, perkembangannya
Diagnosis banding: menyingkirkan infeksi * (klamidia, gonokokus), ulkus genetalia*
Mengidentifikasi faktor-faktor risiko kanker dan co-morbiditas / penyakit penyerta : kelompok usia, pengguna tembakau, dan lain-lain
Pemeriksaan klinis berfokus pada area yang bermasalah (misalnya payudara teraba nodul, leher rahim : Lesi putih , timbul ulserasi pada mulut rahim)
, prostat)
DIDUGA KUAT KANKER
DIPERKIRAKAN DAPAT DITANGANI DI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Rujuk segera ke Pelayanan Kesehatan Sekunder/RS
Obati bila memungkinkan Anjurkan kontrol
Saat Kontrol : Evaluasi keluhan/gejala, lakukan pemeriksaan klinis
Rujuk ke tingkat Pelayanan Kesehatan Sekunder bila keluhan / gejala menetap atau memburuk
Risiko
Rendah
PERLU DIINGAT BAHWA :
Jenis Kanker yang gejalanya muncul hanya pada tahap lanjut dan tidak membaik/prognosis-nya buruk:
- Lambung (penurunan berat badan, disfagia, dispepsia, nyeri perut, cepat kenyang, pencernaan terganggu, keasaman dan bersendawa, diare, berulang, sembelit, anemia defisiensi zat besi)
-Paru (batuk kronis >3 minggu, dispnea, pneumonia berulang, hemoptisis, suara serak, nyeri dada)
- Esofagus (disfagia)
- Kantong empedu/saluranempedu (ikterik)
- Ovarium (sakit perut, distensi, penurunan berat badan, asites)
- Hati (hipoglikemia, pendarahanintraperitoneal, mengangkatserumalfa-fetoprotein - diagnosis banding: kankerovarium dantestis asites, hepatomagali)
- SSP /glioblastoma ( sakit kepala, kejang, muntah pagi dini hari, epilepsi
ALUR 10
GEJALA KANKER TERTENTU YANG PROGNOSISNYA BAIK JIKA DILAKUKAN DETEKSI DINI
Tanyakan A : Dipahami oleh pasien B: dipahami oleh tenaga kesehatan profesional
SLE Derajat sedang dan berat
SLE yang mengancam jiwa
Asma /PPOK
eksaserbasi berat
Infeksi saluran napas bagian bawah
Sesuai alur tatalaksana infeksi saluran napas
Foto thorax dan sputum BTA
Sputum
Pemeriksaan lanjutan untuk TB atau Kanker paru
Edema kedua tungkai (pitting oedem) #
-Suhu > 38 C
- dengan/tanpa nyeri
-dahak berwarna
-Mengi ada/tidak sama sekali
(silent chest),
-ronki kering
APE >80%
Asma /PPOK eksaserbasi ringan
APE 50-80%Asma /PPOK eksaserbasi sedang
Curiga TBC atau kanker paru-paru jika:
Batuk > 2minggu atau sering,atau
Ada riwayatTB atau
penurunan berat badan tanpa alasan jelas
menderita HIV atau
Nyeri dada saat bernapas
Batuk darah
Jika sesak napas ringan-sedang dengan :
-Mengi atau dada rasa berat, dahak banyak
-Frekuensi napas 20-30
-Riwayat kekambuhan
-Gejala kronis
Jika sesak napas berat (sesak saat istirahat atau saat berjalan) dengan :
Frekuensi napas >30per menitGelisahMenggunakan otot bantu napas (otot leher, otot perut)APE 100.000/l, ada tidaknya sel blast, dan hitung jenis limfositer) ( 2 dari 3 kel darah tepi
RS Tipe C dan B
Darah rutin dan hitung jenis
Foto toraks AP dan lateral
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal
Sitokimia sumsum tulang
RS Tipe A
Darah rutin dan hitung jenis
Foto toraks AP dan lateral
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal
Sitokimia sumsum tulang
Imunofenotiping Sitogenetik
ANAMNESIS
Tampak bintik putih pada bagian hitam bola mata
Tampak mata seperti mata kucing
RS Tipe A
Darah lengkap
Biopsi-histopatologi
CT-scan/MRI
USG mata
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal
RS Tipe C dan B
Darah lengkap
CT-scan
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Alur 17c
DIAGNOSIS OSTEOSARCOMA PADA ANAK
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN FISIS (pemeriksaan bola mata eksternal, segmen anterior, dan funduskopi)
Leukokoria/white pupil, cats eye
Mata juling (strabismus)
Proptosis/bola mata menonjol : Tanda stadium lanjut!!
Red reflex fundus (-)
ANAMNESIS
Nyeri tulang, lebih terasa malam hari atau setelah beraktifitas
Pembengkakan, kemerahan dan teraba hangat pada daerah dimana terasa nyeri tulang
Terjadi gejala patah tulang setelah aktifitas rutin bahkan tanpa trauma
Gerakan terbatas pada bagian yang terkena kanker
Nyeri tulang belakang yang persisten
Gejala lain adalah demam, cepat lelah, berat badan turun dan pucat.
PUSKESMAS
Foto tulang yang terkena, ada kelainan ( rujuk
Laboratorium
DPL, BUN/Creat, alk phosphatase, GOT/ GPT, bilirubin,LDH.
Laboratorium
DPL, BUN/Creat, alk phosphatase, GOT/ GPT, bilirubin,LDH.
Darah rutin
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN FISIS
Pembengkakan pada tulang, lebih hangat, peningkatan vaskularisasi di kulit,
Gerakan terbatas,
Pembesaran getah bening,
Sesak nafas bila metastase ke paru
RS Tipe A
Darah rutin, LED
Laktat dehidrogenase dan alkali fosfatase
Foto tulang yang terkena dan toraks (metastase)
Biopsi-histopatologi
CT-scan tulang
RS Tipe C dan B
Darah rutin, Laju Endap Darah (LED)
Laktat dehidrogenase (LDH) dan alkali fosfatase
Foto tulang yang terkena dan toraks (metastasis)
Biopsi-histopatologi
CT-scan tulang
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
PEMERIKSAAN FISIS
Teraba benjolan di perut
Proptosis
Perdarahan di sekitar mata (hematoma periorbita)
ANAMNESIS
Benjolan di perut
Kebiruan di sekitar mata
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Alur 17e
DIAGNOSIS LIMFOMA MALIGNUM PADA ANAK
RS Tipe C dan B
Darah rutin
Fungsi hati, fungsi ginjal, feritin, LDH, aspirasi sumsum tulang
USG abdomen atau CT-Scan abdomen
Biopsi
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
RS Tipe A
Darah rutin
Fungsi hati, fungsi ginjal, Vannyl Mandelic Acid (VMA), feritin, LDH, aspirasi sumsum tulang
USG abdomen atau CT-Scan abdomen
Biopsi
Metaiodobenzylguanidine (MIBG)
Baca ulang
hasil PA & CT -SCAN
ANAMNESIS
Benjolan (>2cm) tanpa rasa nyeri dan cepat membesar, Sesak nafas, Demam, Keringat malam, Lemah, lesu, dan nafsu makan berkurang
PEMERIKSAAN FISIS
Pembengkakan kelenjar getah bening yang sulit digerakkan di leher (spesifik: supraklavikula), ketiak, pangkal paha, tanpa rasa nyeri.
Pembengkakan kelenjar tunggal atau multiple pada 1 atau beberapa tempat
Gejala sesak nafas dan sindrom vena cava superior yang disebabkan desakan massa di rongga dada/mediastinum
Obstruksi saluran pencernaan (pada limfoma di abdominal)
Sistemik: demam, keringat malam, lemah, lesu, nafsu makan berkurang (berat badan turun secara progresif)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RS Tipe A
Darah rutin, LDH
Foto: toraks dan abdomen
Biopsi
Aspirasi sumsum tulang
USG abdomen
CT-Scan
Patologi anatomi
Imunohistokimia
MRI
Alur 17g
Rujukan systemic Lupus Eritematous (SLE)
RS Tipe C dan B
Darah rutin, LDH, Foto toraks,
Foto abdomen , biopsi
Aspirasi sumsum tulang
USG abdomen
CT-Scan
Patologi anatomi
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,esophagoscopy, bronchoscopy) dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi Anatomi/immunohistokimia
Alur 17f
Systemic Lupus Eritematous (SLE)
Bila anda menjawab Ya untuk minimal empat (4) pertanyaan, ada kemungkinan anda terkena lupus. Segera konsultasikan dengan dokter puskesmas atau rumah sakit setempat.
DOKTER UMUM
PUSAT PEL. KES PRIMER
Reumatologis/Internist
SLE derajat ringan
Penegakan diagnosis
Kajian Aktivitas dan derajat penyakit
Perencanaan pengobatan
Pemantauan aktivitas penyakit secara teratur /terprogram
SLE dengan komplikasi/aktivitas meningkat
Evaluasi kaki berisiko
Alur 17h Thalasemia
ANAMNESIS
Adanya riwayat thalasemia dalam keluarga, riwayat anemia berulang tanpa pendarahan
PEMERIKSAAN FISIS:
Pucat
Infeksi berulang
Jantung berdebar-debar
Tidak nafsu makan
Ikterus
Bentuk muka mongoloid
Terdapat gangguan pertumbuhan
Perut membesar karena hepatomegali /splenomegali
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
Skrining anemia mikrositik hipokrom
Rujuk ke RS
Hindari perkawinan sesama pembawa sifat thalasemia
PPOK eksaserbasi dengan gejala: Sesak yang bertambah, produksi sputum/dahak yang bertambah, perubahan warna sputum (kuning, kehijauan atau purulen)
Asma eksaserbasi dengan gejala: meningkatnya gejala (sesak napas, batuk, mengi, rasa berat di dada,kombinasi gejala tersebut, APE menurun)
BEDAKAN ANTARA ASMA DAN PPOK
Alur 18-a
Penanganan Eksaserbasi Asma/ PPOK
Eksaserbasi Berat
Kondisi:
Sesak napas berat (sesak saat istirahat atau saat berjalan)
Frekuensi napas: >30 per menit
Gelisah
Menggunakan otot bantu napas (otot leher & perut)
APE: < 50%
Saturasi Oksigen < 90%
Berikan:
Berikan oksigen 4liter/menit (30%) melalui nasal kanul, dan dimonitor sampai dengan sat O2 diatas 90%
Pasang infuse (iv line)
Salbutamol 2,5 ug kombinasi dengan Ipratropium Bromida inhalasi solution 10-20 tetes dapat diulang setiap 20 menit (3 x dalam sejam)
Jika temperatur > 38(C dan/atau sputum yang purulen : Berikan Eritromisin (250-500 mg/6jam) atau Amoksisilin dengan asam klavulanat (250-500mg/8jam)
Nilai ulang respon terhadap pengobatan dalam sejam
RUJUK
Eksaserbasi Ringan
Kondisi:
mengi atau dada terasa berat, dahak banyak
Frekuensi napas 20-30x/menit
Riwayat kekambuhan
Gejala kronis
APE >80%
Berikan:
O2 kanula hidung
Salbutamol inhalasi , dapat diulang setiap 20 menit (3x dalam 1 jam)
Nebulisasi 2,5 ug atau alternatif IDT dengan spacer 400 ug
Jika suhu > 38 dan/atau sputum yang purulen berikan eritromisin atau amoksilin
Eksaserbasi Sedang
Kondisi:
mengi atau dada terasa berat, dahak banyak
Frekuensi napas 20-30x/menit,
menggunakan otot bantu napas
Riwayat kekambuhan
Gejala kronis
APE 50 - 80%
Berikan:
O2 kanula hidung 3-4 liter/menit monitor saturasi > 90%
Salbutamol nebulisasi 2,5ug dapat diulang setiap 20 menit (3 x dalam sejam), Dapat dikombinasi dengan ipratropium bromida inhalasi solution 10-20 tetes/ satu kali nebulisasi
Berikan kortikosteroid sistemik : injeksi (iv) 1 mg/kg BB metilprednisolon atau analognya dexamethasone 5-10mg/ kali pemberian, prednisone oral 1mg/kgBB, selama 5 hari
Jika suhu >38 dan/atau sputum yang purulen: berikan antibiotik (erythromycin, amoksilin dengan asam klavulanat)
Nilai ulang respon terhadap pengobatan dalam 1 jam
Nilai respon terhadap pengobatan
RESPON BAIK
1 jam setelah penanganan, kondisi pasien:
Stabil
Tidak sesak
APE perbaikan, frekuensi nafas berkurang (normal : 90% jika memungkinkan
Lanjutkan salbutamol inhalasi 3x dalam 1 jam
Berikan aminofilin bolus (5-6 mg/kg BB atau setengah dosis jika 12 jam sebelumnya menggunakan aminofilin),dilanjutkan dengan aminofilin drip (0,5-0,7 mg/kgbb/jam
Antibiotik (golongan kuinolon respirasi) amoksilin dengan asam klavulanat atau ofloxacin atau levofloxacin
FOLLOW UP SETELAH SEMINGGU :
Nilai gejala (sesak nafas dan mengi) dan tanda (frekuensi nafas, pemeriksaan paru, dan pulse oximetry)
Jika TIDAK ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat (lihat di atas).
Jika tidak ada respon terhadap pengobatan, RUJUK.
Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow-up (gunakan alur )
NASEHAT UNTUK PASIEN DAN KELUARGA
Rokok dan polusi udara di dalam dan luar ruang adalah risiko mayor untuk PPOK
Hal penting untuk penderita PPOK harus bdiperhatikan adalah: berhenti merokok, menghindari debu, asap rokok, dan asap apapun
Kondisikan asap dari proses memasak dapat keluar melalui jendela atau pintu
Memasak dengan menggunakan kayu atau karbon dilakukan di luar rumah
Jika memungkinkan, bangun oven dalam dapur dari batu bata dan terdapat cerobong asap yang menghantarkan asap keluar
Gunakan masker untuk proteksi pernafasan atau pada area yang berdebu dan polusi
Alur 18-b Penanganan Asma Eksaserbasi
Jika diagnosis Asma eksaserbasi sudah ditegakkan, dengan gejala : batuk,sesak, mengi, dada terasa berat yang bertambah
Penilaian awal
Riwayat dan pemeriksaan fisis (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2). pemeriksaan lain atas indikasi
Serangan Asma Ringan
Serangan Asma Mengancam Jiwa
Serangan Asma Sedang/ Berat
Pengobatan awal
Oksigenasi dengan kanul nasal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin
0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat
- Tidak ada respon dengan pengobatan bronkodilator
- Dalam kortikosteroid oral
- Tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
dalam kortikosteroid oral
RUJUK RUMAH SAKIT
Penilaian Ulang setelah 1 jam
Pem.fisis, saturasi O2 dengan pulsoxymetri
Respons buruk dalam 1 jam
Risiko tinggi distres
Pem.fisis : berat, gelisah dan kesadaran menurun
APE < 30%
Respons tidak sempurna
Risiko tinggi distres
Pem.fisis : gejala ringan sedang
APE > 50% tetapi < 70%
Saturasi O2 tidak perbaikan
Respons baik
Respons baik dan stabil dalam 60 menit
Pem.fisis normal
APE > 70% prediksi/ nilai terbaik
Saturasi O2 > 90%
Pulang
Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2
Membutuhkan kortikosteroid oral
Edukasi penderita
Memakai obat yang benar
Ikuti rencana pengobatan selanjutnya
RUJUK RS
Dirawat
Inhalasi agonis beta-2 ( anti-kolinergik
Kortikosteroid sistemik
Aminofilin drip
Terapi oksigen pertimbangkan kanul nasal
Pantau APE, Sat O2, Nadi
Gambar 9. Algoritme penatalaksanaan asma di rumah sakit
Alur 18c Kemungkinan diagnosis berdasarkan keluhan nyeri dada
Sifat nyeri: lokasi, menjalar, berat, kapan mulai dirasakan, berapa lama, apakah berhubungan dengan aktifitas, apa gejala yang mengikuti (mual, muntah, berkeringat, palpitasi, pusing)
Tanyakan
GAMBARAN SINDROMA KORONER AKUT :
Sakit hebat di daerah retrosternal
Berlangsung selama 20 menit
Dapat disertai mual, muntah, berkeringat dingin, palpitasi dan pusing
Terjadi saat beristirahat menjalar ke tangan, leher, rahang, atau perut bagian atas
Dapat dimulai saat aktivitas dan terus berlanjut saat istirahat
Perburukan dari angina stabil sebelumnya
Gambaran bukan karena nyeri akibat jantung:Lokasi sakit dapat ditunjuk dan berubah dengan perubahan posisi tubuh
Gambaran angina stabil kronik
Sakit di daerah pusat atau retrosternal
Saat aktivitas, menghilang saat istirahat
Rasa sesak, berat Waktu < 10 menit dapat menjalar ke leher, rahang, tangan atau perut bagian atas
KEMUNGKINAN PENYEBABNYA:
Pleuritis, Pericarditis, Tromboemboli paru,
Gastritis Akut, Serangan panik dan lain-lain
Manifestasi angina bisa bukan merupakan nyeri dada, namun dapat berupa manifestasi yang berbeda (sesak napas) : pada wanita, orang tua, dan pasien diabetes.
Tanyakan
RIWAYAT PENYAKIT
Pernah mengalami sakit seperti ini, dan diagnosis (jika diketahui)
Dokumen penyakit jantung, atau diagnosis medis
Riwayat serangan jantung sebelumnya, DM, Tekanan darah tinggi dan merokok
Riwayat keluarga: Penyakit jantung prematur ( 6-10 l/menit)
Periksa sirkulasi, bila a.radialis tidak teraba pasang iv line, berikan kristaloid.
Hentikan perdarahan dengan kompresi
Tindakan 2 Tanyakan pada orang yang menemani/mengenali
Tanyakan tentang riwayat trauma, konvulsi/kejang, diagnosis epilepsi, hipertensi, pengobatan untuk Diabetes, alkohol/penyalahgunaan substansi lain, penggunaan pestisida/herbisida, riwayat alergi, sengatan serangga, gigitan ular
Tindakan 3 Pemeriksaan : glukosa darah, tekanan darah, suhu, nadi
Pemeriksaan untuk :
Kelemahan satu sisi dan respon terhadap nyeri (misal : cubitan)
Kesulitan bernafas
Kejang/konvulsi
Kehamilan, kaku kuduk
Pembengkakan bibir, lidah atau kulit
Tindakan 4. Tatalaksana sesuai di bawah ini
Gigitan ular
Antivenom jika tersedia, rujuk ke RS
Suspek anafilaksis dengan TD sistolik 38 C dan/atau kaku kuduk
Protokol untuk meningitis/malaria
Keton urin +3 dan/atau Glukosa darah 250 mg/dl
Rehidrasi dengan NaCl 0.9% 500 ml - 1 liter selama 1 jam, sambil di rujuk ke RS
Paralisis
Jaga jalan nafas, rujuk ke RS
Suspek keracunan herbesida/pestisida
Jika agen diketahui, masukkan antidot jika tersedia sebelum rujuk ke RS
Gula Darah 60 mg/dl
Jika dapat minum, berikan satu sendok makan 20-30 g glukosa dicampur dengan air, atau 1 gelas jus buah, madu, minuman bergula. Jika tidak ada respon selama 15 menit, ulangi
Jika tidak sadar/tidak dapat minum, berikan 50 ml 50% glukosa i.v. Rujuk ke RS jika tidak ada respon selama 10 menit (Sebelum dirujuk jika fasilitas tersedia, dapat dilakukan pemasangan infus dextrose sambil dilakukan pemantauan GS secara ketat (tiap jam). Jika respons baik juga sebaiknya tetap dirujuk) ke RS terdekat untuk pemantauan ketat krn hipoglikemia bisa berulang
Trauma dengan TD sistolik24 jam
Tatalaksana :
Aspirin (dosis pertama : 300-500 mg, kemudian 75 -150 mg per hari)
Antihipertensif jika TD 140/95 mmHg atau lebih
Simvastatin (10-40 mg per hari)
Jika defisit neurologi hilang selama 24 jam
Rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut :
untuk CT Scan, Ultrasound untuk ateri karotis, ECG dan pemeriksaan jantung jika dibutuhkan
Alur 18f Sindrom Koroner Akut
Tindakan :
Baringkan pasien,periksa tanda vital, sekaligus dilakukan anamnesa singkat ,Pasang iv line
Tindakan : Tatalaksana :
Berikan Oksigen 2-4 liter per menit dengan nasal kanul
Aspirin tanpa salut gula (dikunyah) 160 300 mg , berikan secepatnya
Isosorbide dinitrate (ISDN) sublingual 5 mg dapat diulangi 2-3 kali selama selang waktu 10 menit (jika tidak ada kontraindikasi misalnya hipotensi)
Untuk nyeri dada hebat yang belum teratasi dengan obat-obat di atas, berikan Morphine 5-10 mg IM atau IV (jika terdapat apoteker)
Lakukan pemeriksaan EKG dan enzim troponin atau CKMB.
Tindakan ( Rujuk ke RS secepat mungkin
Alur 18g
TATALAKSANA TRAUMA (KLL, JATUH, TENGGELAM, DAN TERBAKAR)
Perorangan
Rujukan Posbindu
Rujukan Puskesmas lain yang belum mengembangkan Pelayanan PTM
Rujukan masyarakat
Puskesmas pengembangan pelayanan PTM
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Kasus dapat dita-ngani dgn tuntunan dari RS rujukan
Kasus dapat dita-ngani di Puskesmas
Kasus Tdk dpt dita-ngani di Puskesmas
Tindakan/Yankes Sesuai SPO, dgn Bimbingan dari RS Rujukan Terdekat, melalui Komunikasi Radiomedik,Tlp, atau e-Health
Dirujuk ke RS Rujukan Terdekat yang mempunyai fasilitas memadai sesuai dengan Kebutuhan /TPKB Spesialis yg datang ke Puskesmas
Tindakan/Yankes Sesuai SOP & Bimbing-an Kemandirian Klg
Hasil tindakan / Yankes di RS baik,
Pasien dikembalikan ke Puskesmas
Monev hasil Tindakan/ Yankes di Puskesmas
Pasien sembuh, Pulang, lanjutkan Rawat jalan, follow-up
Belum Sembuh, dirujuk ke RS Rujukan/TPKB Perkesmas
K
U
N
J
U
N
G
A
N
P
E
R
T
A
M
A
Ada Kelainan
Normal
Mammografi
USG
Ya
Tidak
Kosongkan ASI
Tidak
Ya
Menyusui?
Radiolog
Dokter Bedah Umum / Onkologi
Ada benjolan / kelainan lainnya ?
RUJUK
> 35 tahun
< 35 tahun
DIABETES MELITUS
ANGINA,
INFARK MIOCARD
- PPOK
- ASMA
- CURIGA KANKER PARU
METABOLIK
PERNAPASAN
OBESITAS
SERING MAKAN
SERING MINUM
SERING KENCING
HIPERTENSI
SESAK
NYERI DADA
HIPERKOLESTEROL
SAKIT KEPALA
JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
BATUK KRONIS
SESAK
PRODUKSI SPUTUM
MEROKOK
MEROKOK
Follow up setelah 1 minggu :
Nilai gejala (sesak nafas, mengi) dan tanda (frekuensi nafas, pemeriksaan paru, pulse oximetry)
Jika TIDAK ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat (lihat di atas). Jika tidak ada respon terhadap pengobatan, RUJUK.
Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow-up (gunakan alur )
Respon Buruk : Jika APE menurun, atau turun kesadaran, atau sesak nafas yang memberat : RUJUK segera
Tidak ada respon : setelah 2 jam dalam pengobatan dengan Salbutamol ( RUJUK
Sambil menunggu transport ke tempat rujukan:
Pasang oksigen (30% masker atau 204 liter/menit nasal prongs) untuk menjaga saturasi >90% jika memungkinkan
Lanjutkan Salbutamol, nebulisasi jika memungkinkan (1-2 mL Salbutamol, setiap 20 menit atau kontinyu, jika terjadi distress pernafasan berat)
Respon baik
APE meningkat, frekuensi nafas berkurang (normal : 38(C dan/atau sputum yang purulen : Berikan Eritromisin atau Amoksisilin dengan asam klavulanat
Kontrol puskesmas
Perbaikan
PPOK eksaserbasi dengan gejala : Sesak yang bertambah, produksi sputum/dahak yang bertambah,perubahan warna sputum(kuning, kehijauan atau purulen)
Pulang
Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi
Eksaserbasi Sedang (jika terdapat 2 dari 3 gejala diatas)
Dapat diberikan obat sistemik (injeksi) kemudian dilanjutkan dengan oral
Salbutamol nebulisasi 2,5ug dapat diulang setiap 20 menit (3 x dalam sejam), Dapat dikombinasi dengan ipratropium bromida inhalasi solution 10-20 tetes/ satu kali nebulisasi
Berikan kortikosteroid sistemik : injeksi (iv) 1 mg/kgBB/hari metilprednisolon atau analognya dexamethasone 5-10mg/ kali pemberian,metilpredsinolon oral 24-40mg/hari, prednisone oral 1mg/kgBB, selama 5 hari
Jika suhu >38 dan/atau sputum yang purulen: berikan antibiotik (erythromycin, amoksilin dengan asam klavulanat)
Nilai ulang respon terhadap pengobatan dam 1 jam
Eksaserbasi Berat (memiliki 3 gejala diatas)
Pasang infus (iv line)
Jika sesak nafas berat dan pulse oximetry rendah ( 38(C dan/atau sputum yang purulen : Berikan Eritromisin (250-500 mg/6jam) atau Amoksisilin dengan asam klavulanat (250-500mg/8jam)
RUJUK RS
Alur 16-e
TATALAKSANA PPOK STABIL
ASMA
PPOK
BUKAN ASMA/PPOK
Alur tatalaksana Asma/PPOK
Kemungkinan Gagal jantung
Sesuai alur gagal jantung
Curiga Kanker paru
Sesuai tatalaksana kanker paru
Rujuk
Belum mendapatkan pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi dosis rendah (budesonid 2x 200 ug)
Bronkodilator (Salbutamol), JIKA PERLU
Nilai setelah 3 bulan
Sudah mendapatkan pengontrol :
Tingkatkan dosis kortikosteroid inhalasi (budesonid) sesuai tahapan pengobatan,bila mungkin gunakan kombinasi inhalasi kortikosteroid dan agonis 2 kerja lama
Bronkodilator (Salbutamol), JIKA PERLU
Dalam pengobatan saat ini:
Lanjutkan kortikosteroid inhalasi sebagai pengontrol (budesonid) dengan dosis sesuai yang digunakan
Gunakan bronkodilator sebagai pelega (Salbutamol), JIKA PERLU
Nilai setelah 3 bulan
Koreksi tekhnik pemakaian inhaler dan pastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan
Tidak terkontrol (ACT < 19)
Terkontrol (ACT 20-25)
Tatalaksana
Nilai kontrol terhadap ASMA dengan ACT
Tanyakan :
Jika ada efak samping yang berarti
Ingin mengurangi atau menghentikan kortikosteroid inhalasi (pengontrol)
Jika diagnosis ragu-ragu
Jika Kortikosteroid inhalasi sudah mencapai 2x 400 ug/hari dan belum terkontrol ( RUJUK
Tidak pernah
(5)
1 -2 x/ bln
(4)
1 x/ mgg
(3)
2-3x/ mgg
(2)
4 x/ mgg
(1)
Tidak pernah
(5)
1-2 x/ mgg
(4)
3-6 x/ mgg
(3)
1 x/ hari (2)
>1 / hari
(1)
Tidak pernah
(5)
Jarang
(4)
Kadang-kadang
(3)
Sering
(2)
Selalu
(1)
Tanyakan :
Asma dan PPOK memiliki gejala : Batuk, sulit bernafas, rasa berat di dada, dan/atau mengi
Bedakan antara Asma dan PPOK
Lakukan CBE (Clinical Breast Examination)
Ada benjolan / kelainan lainnya ?
Ajarkan SADARI
Menanyakan apakah Ibu telah melakukan SADARI
Melakukan konseling tentang kanker payudara, faktor risiko dan pengendaliannya
Mengajak ibu - ibu dalam kelompok usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker payudara
Keterangan:
RS yang belum memiliki fasilitas mammografi, cukup dilakukan USG oleh Radiolog
Tidak
Ya
Tingkat Yankes Primer/Sekunder
Tingkat Komunitas
Alur 4a Skrining Kanker Leher rahim
** 6 bulan ke-I
*** 6 bulan ke-II
Acetowhite (+) atau
lesi prakanker
K
U
N
J
U
N
G
A
N
P
E
R
T
A
M
A
Kembali enam bulan pasca krioterapi
Ket:
* lesi > 75% meluas ke dinding vagina atau lebih dari 2mm dari diameter krioprob atau kedlm saluran diluar jangkauan krioprobe
** 6 bulan I : 6 bulan pasca krio pertama
*** 6 bulan II : 6 bulan pasca krio kedua
Rujuk
Evaluasi
-Apakah sudah bisa melakukan hubungan
- Lesi sudah sembuh
IVA (-)
Ulangi setelah lima tahun
Kembali setelah satu bulan pasca krioterapi
Tunggu 2 minggu untuk krioterapi
Langsung Krioterapi
Anjurkan untuk ulangi IVA 1 tahun yang akan datang
krioterapi
Obati
Tidak
Iya
Ada servisitis?
Ibu memilih dirujuk
Menolak
Setuju
Konseling
Sarankan Krioterapi
ya
Tidak
lesi luas*
Diulang 5thn yad
Curiga Kanker
IVA Postif
Normal/IVA negatif
Melakukan IVA
Melakukan konseling ttg kanker leher rahim, faktor risiko dan pencegahannya
Mengajak ibu - ibu usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker leher rahim
Idealnya kunjungan follow-up kedua dianjurkan dalam bulan yang sama, kemudian setiap bulan sesudahnya selama empat bulan dan evaluasi setelah satu tahun. Jika tidak memungkinkan,lakukan konseling setiap kali pasien datang untuk pemeriksaan tekanan darah.
YA
Pada tindak lanjut kunjungan
Ucapkan selamat sukses berhenti merokok dan beri semangat
Jika pasien kambuh merokok, pertimbangkan tindak lanjut lebih intensif
dan dukungan dari keluarga
Menyediakan Informasi kesehatan tentang bahaya merokok dan memberikan leaflet-leaflet terkait kepada pasien
Bantu mempersiapkan rencana berhenti merokok :
Tetapkan tanggal berhenti
Informasikan kepada keluarga dan teman
Meminta dukungan mereka
Buang jauh-jauh rokok / tembakau
Singkirkan benda-benda / artikel yang menimbulkan keinginan merokok
Mengatur kunjungan tindak lanjut*
Tidak
Ya
Apakah anda ingin berhenti merokok sekarang?
Nasihatkan untuk berhenti merokok dengan memberikan pandangan yang jernih, kuat dan individualistis.
"Tembakau meningkatkan risiko serangan jantung, strok, kanker paru, penyakit respirasi. Berhenti
merokok merupakan hal terpenting yang perlu anda lakukan untuk melindungi jantung dan kesehatan anda, stop merokok sekarang.
Ingatkan kembali bahwa merokok meningkatkan risiko penyakit jantung
TIDAK
Apakah anda merokok?
A1. Ask
(tanyakan)
A2. Advice
(nasihatkan)
A3: ASSESS
(kajian)
A4: ASSIST
(memberikan dukungan)
A5:
ARRANGE
(Mengatur)
Alur 3 Konseling Berhenti Merokok
Konseling Tata Kelola Stress
Berpikir positif, tidur yang cukup, tertawa, berolah raga, meditasi, dengarkan musik, libatkan indera tubuh, lakukan pemijatan, miliki sikap mental pemenang, bangun hubungan positif, seleksi yang kita baca, dengar dan lihat, mendekatkan diri pada sang pencipta
Taat terhadap pengobatan
Pantang alkohol harus dipertahankan:
Orang seharusnya tidak disarankan untuk mulai mengkonsumsi alkohol untuk alasan kesehatan. Laki-laki yang mengkonsumsi alkohol > 2 gelas per hari dan perempuan yang mengkonsumsi > 1 gelas per hari dan dianjurkan untuk mengurangi, Tidak lebih dari 5 hari minum per minggu.
Satu unit = setengah gelas bir (5% alkohol), 100 ml anggur (10% alkohol), 25 ml minuman 40% alkohol
Sarankan pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol bila ada risiko tambahan seperti:
Mengemudi atau mengoperasikan mesin, Hamil atau menyusui, Minum obat yang berinteraksi dengan alkohol, Menderita gangguan medis yang dapat diperburuk oleh alkohol, dan kesulitan dalam mengendalikan kebiasaan minum alkohol
BERHENTI MINUM ALKOHOL
Teratur berolah raga
Tingkatkan aktivitas fisik secara progresif untuk mencapai tingkat moderat (seperti jalan cepat), sedikitnya 30 menit per-hari ( lima hari dalam seminggu)
Kontrol berat badan dan hindari kelebihan berat badan dengan mengurangi makanan berkalori tinggi dan melakukan aktivitas fisik yang cukup
LAKUKAN AKTIFITAS FISIK SECARA TERATUR
Garam (natrium klorida) dengan cara: membatasi sampai < 6 gram (1 sendok teh) per hari, Kurangi garam saat memasak, dan membatasi makanan olahan dan cepat saji
Konsumsi Buah-buahan dan sayuran : Lima porsi (400-500 gram) buah-buahan dan sayuran per hari (satu porsi setara dengan 1 buah jeruk, apel,mangga, pisang atau 3 sendok makan sayuran dimasak
Hindari Makanan berlemak dengan cara:membatasi daging berlemak, lemak susu dan minyak goreng (< dua sendok makan perhari), ganti minyak sawit menjadi minyak kelapa dengan zaitun, kedelai, jagung, lobak atau minyak sun flower, dan ganti daging lainnya dengan ayam (tanpa kulit)
Mengkonsumsi Ikan: Makan ikan sedikitnya tiga kali per minggu, utamakan ikan berminyak seperti tuna,makarel, salmon, dan kurangi konsumsi gula, dengan anjuran konsumsi gula tidak melebihi delapan sendok teh per hari
KONSUMSI MAKANAN SEHAT
Mendorong semua bukan perokok untuk tidak mulai merokok
Menganjurkan keras semua perokok untuk berhenti merokok dan membantu upaya mereka untuk berhenti merokok
Individu yang menggunakan bentuk lain dari tembakau harus disarankan untuk berhenti
BERHENTI MEROKOK
Berhenti merokok
Makan makanan sehat
Manajemen stress
Periksa kesehatan berkala
Alur-2 Pendidikan dan Konseling Kesehatan
RUJUKAN:
RUMAH SAKIT
POSBINDU
PTM
KIE
cerdik
Cerdik
KONSELING
-Berhenti merokok
-Konsumsi makanan sehat
-Berhenti minum alcohol
-Lakukan aktifitas fisik secara teratur
-Kendalikan stres
-Taat terhadap pengobatan
TATALAKSANA DINI
-Respon cepat
-Pengobatan dini
DIAGNOSIS:
- Pemeriksaan
-Pemeriksaan Penunjang
PENYAKIT TIDAK MENULAR:
- PJK-PD
-Stok
-Diabetes Melitus
-Kanker
-PPOK dan Asma
-Gakti
-dan lain-lain
FR PTM:
-Hipertensi
-Dislipidemia
-Hiperglikemia
-Obesitas
-dan lain-lain
Hasil wawncara dan pemeriksaan
Alur-1
PENGENDALIAN PTM MULAI DARI POSBINDU PTM, PUSKESMAS, DAN RUMAH SAKIT
PUSKESMAS
Gambar 3.
Prediksi penyebab kematian tahun 2011 di Indonesia menurut WHO. Penyakit kardiovaskular 30%, kanker 13%, penyakit respirasi 7%, diabetes 3%, PTM lain 10%. Cedera 9% dan penyakit menular, maternal, perinatal dan malnutrisi 28%.
Gambar 1 : Distribusi penyebab kematian
Gambar 2 : Distribusi penyebab kematian
akibat penyakit tidak menular.
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di PuskesmasPage 11
_1397747000.xls
Perhubungan
Polisi
Kesehatan
A
R
M
A
D
A
Kendaraan/Bus
Pengemudi
Kelengkapan administrasi (SIM, STNK)
a.Pendaftaran
b.Pemeriksaan (Tekanan darah, gula darah, alkohol dan amfetamin)
c.Pencatatan
Puskesmas atau Pos Kesehatan lainnya
(rujukan)
Pemulihan kondisi pasien
Pemberian obat
Rekomendasi:
1. Layak
2. Layak dengan catatan
3. Tidak layak