Download - 2010 Sul
STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT POLA KEMITRAAN
PT. ANUGERAH TANI BERSAMA DENGAN MASYARAKAT (KASUS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN
BANYUASIN, SUMATERA SELATAN)
SULISTIANAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tugas Akhir saya yang berjudul : “Strategi dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola
Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)”
Merupakan gagasan dan hasil penelitian laporan akhir saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas Akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2010
Sulistianawati F052050065
ABSTRACT
SULISTIANAWATI. Feasibility and Strategy Development of Oil Palm Plantation Business Patterns Partnership PT.Anugerah Tani Bersama with Local People (Case of Oil Palm Plantation in Musi Banyuasin Region, South Sumatera). Supervised by H. MUSA HUBEIS as Committee Chairperson, and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO as member. Problems that become the base of oil palm development is how to find a mutually beneficial synergy between farmers and companies in the cultivation of oil palm plantation with the partnership pattern. Goal of this research is to evaluate the prospects of partnership between PT Anugerah Farmers Co (PT ATB) with ‘owner’ land farmers, to analyze the feasibility of cultivation of oil palm plantation partnership for PT ATB and farmers, and determine strategic development priorities of partnerships by the oil palm plantation partnership between PT ATB with the farmers.
Types of data used in this study the data in the form of investment costs, operating costs, and organizational management, partnership and farmers' income. The data in this study include primary and secondary data. Analysis carried out on various aspects relating to the strategy and the feasibility of developing oil palm plantations with the partnership developed, the partnership model, the analysis of plasma farmers' income, financial feasibility analysis, internal and external analysis. PT. ATB implement core-plasma partnership pattern with the farmers. Partnership core-plasma system that is applied is 60:40 partnership system. The results of the analysis indicate that the development plan of plantation and factory, in the technical assumptions and economic can be met, then the standard can be met quite feasible in all feasibility criteria. Total project investment will be recovered (PBP) in 9.87 years and net cash value (NPV) projects amounted to Rp 446.039 billion. Cash value of this project is equivalent to the internal exchange rate (IRR) of 34.15% (before interest), or 27.55% (after interest). Internal factors that became the strength of the partnership are the land, marketing, finance, credibility to access capital, government relations and public relations. While the factors that are considered to be the weaknesses are experience to build plantation, research and development, and management information system. External factors that become opportunity for partnership is local government support, availability of farmers land, banking support, and the prospects of oil palm. While the factors considered as a threat is political and security situation of the world. According to the results of QSPM analysis matrix, the prior alternative strategies is the SO (strengths and opportunities) based strategy is maximize cooperation partnerships with the potential of land owned by the community. Keywords : feasibility, internal and external factors, palm oil, strategic
development, the partnership pattern
RINGKASAN SULISTIANAWATI. Strategi Dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama Dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan). Di bawah bimbingan H. MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan HARTRISARI HARDJOMIDJOJO sebagai Anggota
Komoditas kelapa sawit merupakan primadona perdagangan ekspor Indonesia sejak dekade lalu. Minyak sawit sebagai hasil pengolahan buah kelapa sawit utama merupakan minyak nabati paling berpotensi dalam perdagangan minyak nabati dunia.
Permasalahan yang menjadi landasan pengembangan kelapa sawit adalah bagaimana menemukan sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan di dalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi prospek kemitraan antara PT Anugerah Tani Bersama (PT ATB) dengan petani ‘pemilik’ lahan, menganalisis kelayakan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan bagi PT ATB dan petani, dan menentukan prioritas stratejik pengembangan kemitraan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan antara PT ATB dengan petani.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data biaya investasi, biaya operasi, manajemen dan organisasi, pola kemitraan dan pendapatan petani. Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian adalah metode purposive sampling, yaitu memilih secara sengaja contoh yang diteliti sebagai responden. Analisis dilakukan terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan strategi dan kelayakan pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan yang dikembangkan, yaitu model kemitraan, analisis pendapatan petani plasma, analisis kelayakan finansial, analisis internal dan eksternal.
PT. ATB menerapkan pola kemitraan inti-plasma dengan petani. Melalui pola kemitraan, secara kualitatif dapat diketahui peluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang dapat dihilangkan melalui kerjasama kemitraan. Sistem kemitraan inti plasma yang diterapkan adalah sistem kemitraan 60:40. Hasil analisis menunjukkan bahwa rencana pengembangan kebun dan pabrik, dalam kondisi asumsi-asumsi teknis dan ekonomis dapat dipenuhi, maka standar cukup layak dapat dipenuhi pada semua kriteria kelayakan. Investasi total proyek akan terpulihkan (PBP) dalam waktu 9,87 tahun dan nilai tunai netto (NPV) proyek adalah sebesar Rp 446,039 miliar. Nilai tunai proyek ini setara dengan tingkat imbalan internal (IRR) sebesar 34,15 % (sebelum bunga) atau 27,55 % (setelah bunga). Secara umum hasil analisis aspek finansial, dengan asumsi-asumsi teknis dan ekonomi terpenuhi menunjukkan rencana pengembangan kebun dan pabrik sesuai kriteria kelayakan usaha dengan batas kritis relatif aman.
Berdasarkan hasil perbandingan proyeksi bagi hasil, menunjukkan bahwa pola kemitraan 60:40 yang dilaksanakan oleh PT ATB memberikan pendapatan rataan bagi petani Rp 6,629,298 per tahun hektar, sedangkan dengan pola bagi hasil 80:20 akan memberikan pendapatan Rp 3,531,028 per tahun hektar.
Faktor internal yang menjadi kekuatan bagi kemitraan adalah lahan, pemasaran, keuangan, kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintah dan hubungan masyarakat. Sedangkan faktor yang dinilai menjadi kelemahan adalah pengalaman dalam membangun kebun. Faktor eksternal yang menjadi peluang bagi kemitraan adalah dukungan pemerintah daerah, ketersediaan lahan petani, dukungan perbankan, dan prospek kelapa sawit. Sedangkan faktor yang dinilai sebagai ancaman adalah situasi politik dan keamanan dunia.
Berdasarkan hasil analisis matriks QSPM, alternatif strategi yang menjadi prioritas adalah strategi yang berbasis pada SO (strengths and opportunities). Alternatif strategi yang diusulkan adalah sebagai berikut (1) Melaksanakan kerjasama kemitraan dengan memaksimalkan potensi lahan yang dimiliki oleh masyarakat, (2) Memaksimalkan peran serta masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam pemilikan lahan perkebunan. (3) Mengembangkan pola kemitraan yang saling menguntungkan baik bagi perusahaan inti dan petani, (4) Menciptakan sinergi yang baik antara perusahaan dan petani mitra, (5) Melakukan sosialisasi yang baik dalam pelaksanaan program kemitraan kepada msyarakat, (6) Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun kebun dan pabrik kelapa sawit, dan (7) Menciptakan peluang kerjasama kemitraan dengan alternatif komoditas perkebunan yang lain.
Kata kunci : faktor internal dan eksternal, kelapa sawit, kelayakan, pola kemitraan,
strategi pengembangan
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT POLA KEMITRAAN PT. ANUGERAH TANI BERSAMA DENGAN MASYARAKAT(KASUS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI
KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN)
SULISTIANAWATI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
Judul Tugas Akhir : Strategi dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan
Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)
Nama Mahasiswa : Sulistianawati
Nomor Pokok : F052050065
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal ujian : 26 Juni 2009 Tanggal lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada hadirat Allah SWT atas segala karunia dan
anugerah yang diberikan-Nya, sehingga Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil
Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak akan selesai tanpa dukungan
dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini disampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA, sebagai ketua komisi
pembimbing atas bimbingan dan dorongannya dalam penulisan dan penyelesaian
Tugas Akhir.
2. Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, sebagai anggota komisi pembimbing atas
motivasi dan bimbingan yang telah diberikan dalam penulisan dan penyelesaian
Tugas Akhir ini.
3. Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA, sebagai penguji luar komisi dalam penyelesaian
Tugas Akhir ini.
4. Seluruh staf pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu selama kuliah
berlangsung.
5. Keluarga penulis, adik-adik yang senantiasa memberikan semangat hingga Tugas
Akhir ini selesai.
6. Suami penulis, Ir. Budi Purwanto, ME dan ananda tercinta Kenang Ina Versiggi
Subud atas segala pengorbanan yang tiada henti, baik moril dan materil, sehingga
penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Teman-teman angkatan VI Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan kepada semua pihak yang telah
membantu selesainya Tugas Akhir ini.
Akhirnya penulis berharap, semoga Tugas Akhir ini berguna dan dapat
memberikan kontribusi bagi semua pihak yang berkepentingan. Maka dari itu, saran
dan kritik membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan di
masa mendatang.
Bogor, Februari 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lumajang pada tanggal 2 Maret 1965, sebagai anak
pertama dari 5 (lima) bersaudara dari Bapak (alm.) Manilan dan Ibu (almh.) Suwarti.
Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 1989. Pada tahun 2005 penulis
diterima pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja pada PT Primakelola Agribisnis
Agroindustri sejak 2001 – sekarang.
Penulis menikah pada bulan Desember 1991 dengan Ir. Budi Purwanto, M.E
dan dikaruniai 1 (satu) orang anak bernama Kenang Ina Versiggi Subud. Sebagai
tugas akhir di Sekolah Pascasarjana, penulis melaksanakan penelitian berjudul
“Strategi dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola
Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan
Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)” di bawah bimbingan
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA dan Dr.Ir. Hartrisari Harmidjojo,
DEA.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................ ix
I. PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang............................................................................................................... 1
1.1.1. Karakteristik Komoditi ....................................................................................... 1 1.1.2. Potensi Industri Kelapa Sawit Indonesia ............................................................ 3 1.1.3. Pohon Industri ..................................................................................................... 4 1.1.4. Permasalahan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit .................................. 7
1.2. Perumusan Masalah....................................................................................................... 8 1.3. Tujuan Penelitian........................................................................................................... 8
II. LANDASAN TEORI ........................................................................................................... 9
2.1. Kerangka Teoritis Kemitraan...................................................................................... 9 2.1.1. Dasar Kebijakan................................................................................................ 10 2.1.2. Manfaat Kemitraan .......................................................................................... 10 2.1.3. Pola Kemitraan Inti Plasma dalam Perkebunan Kelapa Sawit ......................... 11
2.2 Kelayakan Investasi ................................................................................................... 13 2.2.1. Net Present Value ............................................................................................ 14 2.2.2. Payback Period ................................................................................................. 15 2.2.3.Internal Rate of Return ...................................................................................... 16 2.2.4. Net B/C ............................................................................................................ 16 2.2.5. Break Event Point ............................................................................................ 17 2.2.6. Analisis Sensitivitas .......................................................................................... 17
2.3. Strategi Perusahaan.................................................................................................... 18 2.3.1. Konsep Strategi Perusahaan ............................................................................. 18 2.3.2. Aspek Internal Perusahaan................................................................................ 19 2.3.3. Aspek Eksternal Perusahaan ............................................................................. 20
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu......................................................................................... 20 III. METODE KAJIAN .......................................................................................................... 23
3.1 Kerangka Pemikiran Kajian....................................................................................... 23 3.2. Lokasi dan Jadwal...................................................................................................... 25 3.3. Pengumpulan Data ..................................................................................................... 25
3.3.1. Jenis Data .......................................................................................................... 25 3.3.2. Teknik Pengambilan Contoh............................................................................. 26
3.4. Metode Analisis ......................................................................................................... 27 3.4.1. Analisis Prospek Kemitraan............................................................................. 27 3.4.2. Kelayakan Investasi .......................................................................................... 27 3.4.3. Analisis Matriks EFE dan IFE .......................................................................... 27 3.4.4. Analisis SWOT ................................................................................................. 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................ 33
4.1. Keadaan Umum Perusahaan ...................................................................................... 33 4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan............................................................33 4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan.................................................................................. 35
4.2. Evaluasi Rencana Kemitraan PT Anugerah Tani Bersama dan Petani..................... 35 4.2.1. Kekuatan ......................................................................................................... 36 4.2.2. Kelemahan ...................................................................................................... 38 4.2.3. Peluang ............................................................................................................ 39 4.2.4. Ancaman .......................................................................................................... 41
4.3. Analisis IFE dan EFE................................................................................................. 41 4.3.1. Faktor Lingkungan Internal .............................................................................. 42 4.3.2. Faktor Lingkungan Eksternal ........................................................................... 43
4.4. Analisis SWOT Kemitraan ....................................................................................... 43 4.5. Alternatif Usulan Strategi ......................................................................................... 46 4.6. Analisis Kelayakan Kerjasama Kemitraan ................................................................ 46
4.6.1. Analisis Kelayakan Usaha ................................................................................ 46 4.6.2. Proyeksi hasil dan pembagian........................................................................... 51
4.7. Analisis Perbandingan proyeksi hasil kemitraan ATB dengan sistem bagi hasil 80:20................................................................................................................ 57
4.8. Implikasi Manajerial................................................................................................. ............... 61
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................... 63 1. Kesimpulan ......................................................................................................................... 63 2. Saran ................................................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 65 LAMPIRAN............................................................................................................................ 67
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Luas areal perkebunan Kelapa Sawit menurut kelompok perkebunan pada
tahun 1997 – 2005......................................................................................................... 3
2. Luas perkebunan Kelapa Sawit per provinsi.................................................................. 4
3. Produk turunan CPO dan fungsinya dalam industri lain............................................... 6
4. Hasil penelitian terdahulu yang relevan....................................................................... 21
5. Jenis dan jumlah responden ......................................................................................... 26
6. Model matriks IFE dan EFE ........................................................................................ 28
7. Penentuan bobot faktor strategik dengan metode Delphi ............................................ 29
8. Penentuan rating faktor strategik dengan metode Delphi ............................................ 30
9. Matriks SWOT............................................................................................................ 31
10. QSPM.......................................................................................................................... 32
11. Dokumen dan legalitas................................................................................................ 34
12. Posisi lokasi kebun PT. ATB secara geografis dan batas fisik ................................... 34
13. Deskripsi faktor internal dan eksternal dari petani, PT ATB dan kemitraan
petani – PT ATB ......................................................................................................... 35
14.Analisis Faktor Internal................................................................................................ 42
15.Analisis Faktor Eksternal ............................................................................................. 43
16.Matriks SWOT............................................................................................................. 44
17.Analisis Matriks QSP................................................................................................... 45
18.Proyeksi produksi TBS, CPO dan PKO perusahaan inti ............................................. 47
19.Perbandingan hasil analisis sensitivitas ....................................................................... 50
20.Proyeksi hasil kemitraan antara petani dan PT ATB per tahun hektar ........................ 54
21. Proyeksi hasil bagi PT ATB melalui pengusahaan kebun dengan
kemitraan per tahun hektar (60%)............................................................................... 55
22. Proyeksi hasil bagi petani plasma melalui kerjasama kemitraan dengan PT
ATB per tahun hektar (40%)....................................................................................... 56
23.Perbandingan pola kemitraan 80:20 dan pola kemitraan 60:40 secara
umum .......................................................................................................................... 57
24.Proyeksi perbandingan hasil kemitraan inti plasma 60:40 dan bagi hasil
80:20 ........................................................................................................................... 60
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Jumlah produksi minyak nabati utama dunia dalam juta metric ton ........................... 1
2. Produksi minyak Kelapa Sawit Indonesia dari tahun 2003-2007 ................................ 2
3. Pohon industri Kelapa Sawit........................................................................................ 5
4. Mekanisme program kemitraan terpadu..................................................................... 13
5. Kerangka pemikiran kajian ........................................................................................ 24
6. Tren pertumbuhan konsumsi CPO Dunia .................................................................. 39
7. Skema pola kemitraan PT. ATB dengan masyarakat................................................. 53
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kuesioner........................................................................................................................ 68 2. Proyeksi biaya total proyek ............................................................................................ 76 3. Rencana biaya investasi kebun per hektar...................................................................... 77 4. Proyeksi pendanaan........................................................................................................ 78 5. Proyeksi produksi dan harga TBS, CPO dan PK ........................................................... 79 6. Proyeksi produksi TBS, penjualan, pendapatan dan cicilan pinjaman........................... 80 7. Proyeksi arus kas ............................................................................................................ 81 8. Proyeksi neraca............................................................................................................... 82
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1.1.1. Karakteristik Komoditi
Komoditas kelapa sawit merupakan primadona perdagangan
ekspor Indonesia sejak dekade lalu. Kelapa sawit kini menjadi tanaman
perkebunan yang penting dan selalu menjadi sorotan utama dalam
kinerja peningkatan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Minyak
sawit sebagai hasil pengolahan buah kelapa sawit utama merupakan
minyak nabati paling berpotensi dalam perdagangan minyak nabati
dunia, karena memiliki potensi pasar besar yang masih dapat
dikembangkan.
Produksi minyak sawit dunia mencapai 43,22 juta Metric Ton
(MT) atau 32,29% dari total produksi minyak nabati utama dunia pada
tahun 2008 (USDA, 2008), sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1.
Ton atau MT adalah satuan berat yang sama dengan 1.000 kg
(Wikipedia bahasa Indonesia, 2009).
Gambar 1. Jumlah produksi minyak nabati utama dunia dalam juta metric ton (USDA, 2008)
2
Hingga akhir tahun 2008, total volume produksi minyak nabati
dunia mencapai 133,87 juta MT. Produksi minyak nabati dunia masih
didominasi oleh produksi minyak kelapa sawit, dengan jumlah
produksi mencapai 43,22 juta MT dan diikuti kemudian oleh produksi
minyak kedelai 37,55 juta MT.
Produksi minyak sawit oleh perkebunan besar di Indonesia
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data Badan Pusat
Statistik (2007), produksi minyak sawit pada tahun 2007 mencapai
angka 11,81 juta ton dengan rataan pertumbuhan per tahun mencapai
28%. Produksi minyak kelapa sawit ditampilkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia dari tahun 2003-2007 (BPS, 2007)
Ekspor minyak sawit Indonesia juga terus meningkat tahun 2007
adalah 4.661 Ton dengan nilai 7.036 ribu US$ (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2009). Selain meningkatkan pendapat negara melalui
ekspor, kelapa sawit juga menjadi sumber penerimaan pajak yang
besar. Pajak bumi dan bangunan yang dapat diperoleh Rp. 26,263
miliar, dengan asumsi luas areal perkebunan kelapa sawit sekitar
5.247.171 hektar dan dengan tarif pajak Rp. 5.000 per hektar per tahun
(Darmosarkoro, 2006).
(x1000 ton)
3
1.1.2. Potensi Industri Kelapa Sawit Indonesia
Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh
tiga kelompok usaha, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Badan Usaha
Miliki Negara Negara (BUMN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS).
Ketiga pengelola perkebunan tersebut terus mengembangkan areal
perkebunan kelapa sawit melalui berbagai pola kerjasama, khususnya
kerjasama antara perkebunan rakyat dengan perkebunan besar, baik
BUMN maupun swasta melalui pola kemitraan (KKPA atau bentuk
lainnya).
Puncak kinerja bisnis kelapa sawit Indonesia dimulai pada tahun
1990. Pemerintah merencanakan pertumbuhan pasar hingga tahun
2010 untuk pasar domestik sekitar 4-6% per tahun, sedangkan
pertumbuhan pasar ekspor 8% per tahun.
Luas areal perkebunan kelapa sawit yang terbesar pada tahun
2005, adalah milik perkebunan besar swasta (PBS), yaitu 3.003.080 ha
atau sekitar 53,6% dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang
mencapai 5.597.158 ha. Di lain pihak, luas areal perkebunan kelapa
sawit milik perusahaan rakyat (PR) sebesar 1.917.037 ha atau sekitar
34,3% dan luas areal perkebunan kelapa sawit milik perkebunan besar
negara (BUMN) sebesar 677.041 ha atau sekitar 12,1% dari total luas
areal perkebunan kelapa sawit (BPS, 2007).
Tabel 1. Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut kelompok
perkebunan dari tahun 1997 – 2005
Luas Areal (Ha) Tahun PR BUMN PBS
Total (Ha) Pertumbuhan (%)
1997 824.298 443.008 1.194.521 2.461.827 - 1998 890.506 489.143 1.409.134 2.788.783 13,3 1999 1.038.289 516.447 1.617.427 3.172.163 13,7 2000 1.190.154 528.716 2.050.739 3.393.421 7,0 2001 1.206.154 541.105 2.227.078 3.974.337 17,1 2002 1.222.154 545.105 2.349.387 4.116.646 3,6 2003 1.854.394 662.803 2.766.360 5.283.557 28,4 2004 1.904.944 675.090 2.867.527 5.447.561 3,1 2005 1.917.037 677.041 3.003.080 5.597.158 2,7
Pertumbuhan rataan 11,1 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Jakarta, 2006
4
Areal tanaman kelapa sawit terluas pada tahun 2007 adalah
Provinsi Riau 1,4 juta ha (23,19%), kemudian berturut-turut Provinsi
Sumatera Utara 1,04 juta ha (17,18%), Sumatera Selatan 600 ribu ha
(9,98%), Kalimantan Tengah 467 ribu ha (7,68%) dan Jambi 448 ribu
ha (7,37%), seperti disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Luas perkebunan kelapa sawit per provinsi (dalam Ha)
Provinsi 2002 2003 2004 2005 2006 Nanggroe Aceh Darussalam
257.684 262.151 249.011 254.261 283.283
Sumatera Utara 886.612 919.680 844.882 894.911 1.044.230 Sumatera Barat 270.047 306.496 279.798 282.518 310.281 Riau 1.238.106 1.319.659 1.340.036 1.277.703 1.409.715 Jambi 429.209 456.327 372.804 403.477 448.027 Sumatera Selatan 516.928 502.481 497.933 548.678 606.667 Bengkulu 70.409 80.218 126.252 147.125 162.440 Lampung 131.362 137.721 145.542 148.535 164.786 Bangka Belitung 90.065 94.886 119.635 130.037 138.367 Riau Kepulauan - - 6.849 13.698 14.936 Jawa Barat 6.251 6.242 8.070 8.744 10.666 Banten 16.983 19.200 12.614 14.076 17.322 Kalimantan Barat 406.372 416.807 358.175 381.791 434.459 Kalimantan Tengah 221.034 241.615 401.663 434.481 467.120 Kalimantan Selatan 138.634 141.638 172.650 134.621 146.320 Kalimantan Timur 191.146 201.871 171.581 201.236 219.906 Sulawesi Tengah 47.029 43.743 48.236 48.334 53.220 Sulawesi Selatan 83.085 78.932 13.925 16.018 19.244 Sulawesi Tenggara 13.285 4.078 4.106 466 613 Sulawesi Barat - - 52.476 57.476 61.590 Papua 52.817 49.812 51.051 39.090 43.232 Irian Jaya Barat - - 11.540 16.540 18.502
Jumlah 5.067.058 5.283.557 5.288.829 5.453.816 6.074.926 Sumber : Deptan, 2008
1.1.3. Pohon Industri
Beragam produk dapat dihasilkan dari tanaman kelapa sawit.
Seluruh bagian tanaman buah sawit merupakan bagian yang memiliki
kegunaan sangat beragam, terutama untuk sumber minyak dan lemak
nabati. Berbagai produk yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit dapat
dilihat pada pohon industri kelapa sawit pada . Pengembangan industri
pengolahan produk turunan minyak sawit juga memiliki manfaat yang
sangat besar, karena dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi.
Di lain berbagai produk turunan minyak sawit (CPO), dapat
dimanfaatkan dalam berbagai industri lain, dapat dilihat pada Tabel 3.
5 Gambar 3. Pohon industri kelapa sawit (Deperin, 2006)
6
Berdasarkan Gambar 3, kelapa sawit menghasilkan minyak kelapa
sawit (Crude Palm Oil atau CPO), inti kelapa sawit (Palm Kernel Oil atau
PKO), tempurung, serat, tandan kosong dan sludge. CPO dan PKO adalah
bahan baku yang penting dalam basic oleochemicals karena fatty acid dan
fatty acid methylester diturunkan dari kedua minyak tersebut. Kedua
bahan baku tersebut merupakan sumberdaya yang cukup berlimpah dan
ramah lingkungan sehingga keberadaan keduanya sebagai stok bahan baku
oleokimia menjadi lebih penting di abad ke-21.
Tabel 3. Produk turunan CPO dan fungsinya dalam industri lain (Gelder, 2004)
No Jenis Industri / Produk Fungsi / Kegunaan CPO
1 Kulit Softening, Dressing, Polishing, Treating Agent
2 Metal Cutting Oil, Coolant, Buffing, Polishing Compound
3 Pertambangan Surface Active Agent, Oil Well Drilling
4 Karet Vulcanizing Agent, Softener, Mould-Release Agent
5 Elektronik Insulation, Special Purpose Plastic Component
6 Pelumas Biodegradable Base Oils, Hydraulic Fluids
7 Cat dan Coating Resin, Drying Oil, Protective Coating
8 Percetakan Printing Ink, Paper Coating, Photographic Printing, De-inking Surfactant
9 Plastik Stabilizer, Plasticizer, Mould-Release Agent, Lubricant, Anti-Static Agent, Antifogging Aid, Polymerization Emulsifier
10 Biofuel Metil Ester, Alkohol
11 Lilin Waxes, Polishes
12 Sabun dan Deterjen
Surfaktan
13 Health-Personal Care
Culture Media, Tabletting Aid, Sabun, Sampo, Krim, Lotion
14 Pangan Emulsifier, Confectionery, Specialty Fat, Cake, Pastry, Margarin, Es Krim
15 Pakan Ternak Suplemen Nutrisi
7
1.1.4. Permasalahan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit
Permasalahan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sering
menjadi penghambat adalah :
1. Keterbatasan adopsi teknologi pemeliharaan tanaman
(Darmosarkoro, 2006). Petani tidak memiliki kemampuan untuk
membangun kebun kelapa sawit dengan baik, disebabkan adanya
penerapan kultur teknis tidak tepat seperti penanaman,
pemeliharaan, aplikasi pupuk, manajemen panen dan kesalahan
dalam interpretasi kelas kesesuaian lahan.
2. Keterbatasan modal petani untuk membangun kebun kelapa sawit.
Biaya investasi pembangunan kelapa sawit per hektar berkisar
Rp. 34.000.000 - Rp. 40.000.000, dengan grace periode selama
empat tahun.
3. Perusahaan banyak menghadapi konflik seperti penguasaan lahan,
demonstrasi dan pencurian ketika menjalankan usahanya.
4. Konflik sosial seperti ketidakharmonisan hubungan antara pekebun,
masyarakat sekitar dan instasi terkait. Masalah-masalah sosial
tersebut dapat berlanjut menjadi masalah lainnya seperti okupasi
lahan, masalah ketersediaan lahan dan perizinan, serta tindakan
kriminal seperti penjarahan produk.
5. Persoalan ketersediaan input produksi (bibit yang baik, pupuk dan
pestisida) sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas lahan
sawit. Bibit sawit palsu hanya menghasilkan sekitar 60% dari
potensi yang dihasilkan bibit unggul (Samhadi, 2006).
8
1.2. Perumusan Masalah
Menemukan sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan
perusahaan didalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola
kemitraan, dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Bagaimana prospek kemitraan dapat dilakukan dalam kegiatan pengusahaan
perkebunan kelapa sawit ?
b. Bagaimana kelayakan usaha PT ATB dan petani pola kemitraan ?
c. Bagaimana mengidentifikasikan dan merumuskan strategi di dalam
pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan ?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Mengevaluasi prospek kemitraan antara PT Anugerah Tani Bersama (PT
ATB) dengan petani ‘pemilik’ lahan.
b. Menganalisis kelayakan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola
kemitraan bagi PT ATB dan petani.
c. Menentukan prioritas strategik pengembangan kemitraan pengusahaan
perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan antara PT ATB dengan
petani.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Kerangka Teoritis Kemitraan
Kemitraan pada dasarnya mengacu pada hubungan kerjasama antar
pengusaha yang terbentuk antara usaha kecil menengah (UKM) dengan
usaha besar. Kemitraan yang baik dilaksanakan dengan pembinaan dan
pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan,
pemasaran, permodalan, sumber daya manusia (SDM) dan teknologi.
Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan arti kata mitra adalah
teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan diartikan sebagai
hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Menurut Undang-Undang
No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, kemitraan didefinisikan sebagai
”kerjasama antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau Usaha
Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan”. Dengan rumusan seperti itu, para
pelaku bisnis berada dalam posisi yang setara, mitra sejajar sekalipun secara
ekonomis, mereka bekerja pada skala usaha yang berbeda.
Linton (1997) mendefinisikan kemitraan sebagai suatu sikap
menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu
kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya dan tiadanya kedudukan
”pembeli dan penjual” tradisional.
Hafsah (1999) mendefinisikan kemitraan sebagai suatu strategi bisnis
yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu
untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan
saling membesarkan. Seperti bisnis pada umumnya, dalam pola kemitraan,
pelaku bisnis haruslah memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami
bersama dan dianut sebagai landasan dalam menjalankan kemitraan.
10
2.1.1. Dasar Kebijakan
Pemerintah telah menetapkan landasan hukum untuk
mendukung program kemitraan. Landasan hukum tentang
kemitraan di Indonesia tertera dalam Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah, diantaranya :
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 tentang dasar
demokrasi ekonomi.
2. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1232/KMK.013/
1989 tentang penyisihan sebagian laba BUMN untuk
pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi, yang
kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri
Keuangan No. 316/KMK/.016/1994.
3. Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil
a. Pasal 11 tentang Iklim Usaha
b. Pasal 26 s/d 32 tentang Kemitraan
4. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan
a. Pasal 2 s/d 8 tentang Pola Kemitraan
b. Pasal 9 s/d 22 tentang Iklim Usaha dan Pembinaan
Kemitraan
c. Pasal 23 s/d 28 tentang Koordinasi dan Pengendalian
2.1.2. Manfaat Kemitraan
Pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem
agribisnis telah memberikan dampak positif bagi keberhasilan
pengembangan sistem agribisnis. Dampak positif tersebut
(Sumardjo dan Darmono, 2004) adalah :
1. Keterpaduan dalam sistem pembinan yang saling mengisi
antara materi pembinaan dengan kebutuhan riil petani,
meliputi permodalan sarana, teknologi, bentuk usaha
bersama atau koperasi dan pemasaran.
2. Kejelasan aturan atau kesepakatan, sehingga menumbuhkan
kepercayaan dalam hubungan kemitraan bisnis yang ada.
11
Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan
pembagian hasil harus dibuat secara adil oleh pihak-pihak
yang bermitra. Dengan demikian, tujuan, kepentingan dan
kesinambungan bisnis dari kedua pihak dapat terlaksana
dan saling menguntungkan.
3. Keterkaitan antarpelaku dalam sistem agribisnis (hulu-hilir)
yang mempunyai komitmen terhadap kesinambungan
bisnis. Komitmen ini menyangkut mutu dan kuantitas, serta
keinginan saling melestarikan hubungan dengan menjalin
kerjasama saling menguntungkan secara adil.
4. Terjadinya penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dan
berkesinambungan di sektor pertanian.
2.1.3. Pola Kemitraan Inti Plasma dalam Perkebunan Kelapa Sawit
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 dalam pasal 27
huruf (a), menjelaskan bahwa pola inti plasma adalah
”hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau usaha besar sebagai inti yang membina dan
mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya melalui
penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian
bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan
penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi
peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha”.
Program inti plasma dalam pengembangan perkebunan
kelapa sawit memerlukan keseriusan baik pihak petani selaku
plasma yang mendapat bantuan dalam upaya mengembangkan
usahanya, maupun pihak inti usaha besar atau menengah yang
mempunyai tanggungjawab sosial untuk membina dan
mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha untuk jangka
panjang.
Pola kerjasama kemitraan inti plasma dengan kepemilikan
lahan oleh petani, pada umumnya dengan pola kerjasama bagi
12
hasil (profit sharing). Petani sebagai ‘pemilik’ lahan,
menyerahkan seluruh lahan kepada perusahaan inti untuk
mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan sebagai imbalannya,
petani mendapatkan pembagian keuntungan 20% dari total
keuntungan pengusahaan kebun kelapa sawit.
Dalam perkembangannya, pola inti plasma mengalami
penyempurnaan menjadi pola kemitraan terpadu. Pola ini
melibatkan beberapa pihak, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau
usaha kecil, (2) Usaha besar atau menengah sebagai perusahaan
inti, dan (3) Bank.
Hubungan kerjasama antara kelompok petani/petani dengan
perusahaan inti, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma
dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani
merupakan plasma dan perusahaan besar sebagai inti. Kerjasama
kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan
pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan
usaha petani plasma.
Menurut Bank Indonesia (1997), pola kemitraan terpadu
memiliki prinsip-prinsip berikut :
a. Hubungan bisnis antara usaha besar dan usaha kecil yang
bermitra memiliki keterkaitan.
b. Kemitraan atas dasar hubungan bisnis yang menguntungkan.
c. Adanya unsur pembinaan dan pengembangan oleh usaha
besar dan bank untuk usaha kecil.
d. Adanya komitmen dan rasa kebersamaan antara pihak-pihak
yang bermitra.
e. Hak dan kewajiban masing-masing mitra diatur dalam Nota
Kesepakatan Bank dengan usaha besar dan usaha besar
dengan usaha kecil, atau Bank dengan usaha besar dan usaha
kecil.
13
Mekanisme Program Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme program kemitraan terpadu (Bank Indonesia, 2008)
2.2. Kelayakan Investasi
Tujuan dari prinsip pengelolaan keuangan adalah memberikan
pemahaman tentang cara perusahaan memperoleh dan mengalokasikan
dana yang dimilikinya dan memberikan pemahaman tentang menguji
kelayakan suatu investasi (keputusan investasi) untuk semua bagian dari
perusahaan, yaitu produksi, pemasaran, sumber daya manusia (SDM)
dan lainnya juga sangat terpengaruh oleh keputusan investasi ini.
Investasi merupakan penanaman modal (baik modal tetap maupun
modal tidak tetap) yang digunakan dalam proses produksi untuk
14
memperoleh keuntungan. Selain menjadi faktor yang sangat penting
bagi kontinuitas masa depan perusahaan, investasi juga dipandang
sebagai topik yang secara konseptual sulit dan kompleks.
Menurut Van Horne (2002) menyatakan bahwa keputusan
investasi merupakan keputusan terpenting dari tiga keputusan dalam
penciptaan nilai tambah bagi perusahaan, dimana dua keputusan yang
lain yaitu keputusan pembiayaan dan keputusan deviden.
Menurut Warsini (2003), semakin besar dan semakin penting
suatu usulan investasi, maka semakin tinggi prosedur administrasi dan
pihak yang mempunyai wewenang menerima atau menolak investasi
tersebut. Untuk itu perusahaan mengadakan klasifikasi proyek menurut
kategori-kategori tertentu (aspek legalitas, teknis, manajemen,
lingkungan, dan lain-lain). Semakin besar investasi yang dibutuhkan,
akan semakin terperinci analisisnya.
Setelah semua informasi yang diperlukan terkumpul, maka
investasi tersebut dapat dinilai atau dievaluasi tingkat kelayakannya.
Umar (2003) menyebutkan bahwa pada dasarnya terdapat lima metode
untuk menilai kelayakan finansial suatu investasi, yaitu : (1) Net Present
Value (NPV); (2) Payback period (PBP); (3) Internal rate of return
(IRR); (4) Net Bt/C; (5) Break Event Point (BEP). Selain itu, menurut
Gitinger (1986), suatu proyek investasi senistif bisa berubah akibat
empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan, pelaksanaan,
kenaikan biaya, dan perkiraan hasil yang akan diperoleh.
Ukuran kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup :
2.2.1. NPV
Nilai NPV adalah selisih antara nilai sekarang investasi
dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan
datang. Adapun hal yang diperhatikan dalam metode ini adalah:
(1) menentukan nilai sekarang dari investasi, (2) menentukan nilai
sekarang penerimaan kas bersih di masa mendatang, (3)
menentukan tingkat suku bunga yang relevan.
15
Apabila NPV positif berarti investasi layak untuk
dilaksanakan (diterima), sebaliknya apabila NPV negatif berarti
investasi tidak layak untuk dilaksanakan (ditolak) (Gittinger,
1986) .
∑= +
−=n
tti
CtBtNPV
0 )1(
Dimana : Bt = penerimaan kas bersih tahun ke t
Ct = biaya proyek tahun ke t
i = tingkat suku bunga
n = umur proyek
2.2.2. PBP
PBP merupakan metode yang menunjukkan berapa lama
suatu investasi dapat kembali. PBP menunjukkan perbandingan
antara initial cash investment dengan cash flownya dan hasilnya
merupakan satuan waktu. Menurut Damodaran (2001) proyek
yang mempunyai tingkat pengembalian lebih cepat dianggap
mempunyai tingkat risiko lebih rendah bila dibandingkan dengan
proyek yang mempunyai tingkat pengembalian yang lebih lama.
Apabila PBP kurang dari suatu periode yang telah
ditentukan atau lebih cepat tingkat pengembaliannya, maka
investasi itu layak dilakukan. Apabila tidak, maka investasi
tidak layak untuk dilaksanakan. Secara matematik menghitung
PBP berikut (Damodaran, 2001) :
Nilai Investasi
PBP = X 1 tahun
Kas Masuk Bersih
Metode ini relatif sederhana dalam cara perhitungannya,
namun memiliki kelemahan yaitu tidak memperhatikan aliran
kas masuk.
16
2.2.3. IRR
Metode ini menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang
dihitung dengan mencari tingkat diskonto (discount rate) yang akan
menjadikan jumlah nilai sekarang total arus kas sama dengan jumlah nilai
sekarang total biaya investasi atau tingkat diskonto yang menjadikan NPV
bernilai nol (Umar, 2003). Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto,
maka proyek layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai IRR lebih
kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan (Gray dalam Latifah, 2009).
NPV1 = Nilai NPV yang positif (Rp)
NPV2 = Nilai NPV yang negatif (Rp)
i1 = discount rate nilai NPV yang positif (%)
i2 = discount rate nilai NPV yang negatif (%)
i* = IRR (%)
2.2.4. Net B/C
Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang
positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini
menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan
biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek
layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C < 1, maka proyek tidak layak
untuk dilaksanakan (Gittinger, 1986). Angka ini menunjukkan tingkat
besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu
satuan, dinotasikan sebagai berikut :
)(* 1221
1 iiNPVNPV
NPVii −
−+=
(untuk Bt-Ct > 0)
(untuk Bt-Ct < 0) ∑
∑
=
=
+−+−
= n
ttii
n
tttt
i
BCi
CB
CBNet
0
0
)1(
)1(
17
Bt = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp)
Ct = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp)
n = umur ekonomis usaha (tahun)
i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (i = 1,2,3....n)
2.2.5. BEP
BEP atau titik pulang pokok atau titik impas adalah suatu
analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar
beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas
produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang
dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan.
Menurut Umar (2003), keadaan pulang pokok merupakan
keadaan dimana penerimaan pendapatan perusahaan adalah
sama dengan biaya yang ditanggungnya.
BEP adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam
operasionalnya tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh
keuntungan atau pada keadaan tersebut posisi keuntungan dan
kerugian sama dengan nol (Alwi, 1993). Rumus perhitungan
BEP adalah :
BEP (unit) = Biaya tetap : marjin kontribusi per unit
BEP (Rp) = Biaya tetap : {1-(biaya variabel : penjualan)
2.2.6. Analisis Sensitivitas
Analisis Sensitivitas merupakan suatu teknis analisa untuk
menguji secara sistematis apa yang akan terjadi pada penerimaan
suatu proyek apabila terjadi perubahan dengan perkiraan-
perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Menurut Gittinger
(1986), pada bidang pertanian, proyek yang sensitif dapat
dicirikan oleh empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan
pelaksanaan, kenaikan biaya dan perkiraan hasil yang akan
diperoleh. Menurut Husnan (1996), peubah-peubah yang
digunakan pada analisis sensitivitas dapat berubah dari yang
18
sudah diasumsikan dapat mempengaruhi arus kas. Peubah-
peubah tersebut, antara lain volume produksi, harga jual per unit,
biaya tetap dan biaya variabel.
2.3. Strategi Perusahaan
2.3.1. Konsep Strategi Perusahaan
Pengambilan keputusan strategik selalu berkaitan dengan misi,
tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Perencanaan strategis
dengan menganalisa faktor-faktor strategik perusahan seperti kekuatan
(strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan
ancaman (threats) yang ada pada saat ini atau disingkat SWOT.
Menurut Rangkuti (2005), analisa SWOT adalah identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities),
namun secara bersamaan bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi lingkungan
eksternal maupun internal. Identifikasi lingkungan eksternal penting
untuk memonitor, evaluasi dan pengumpulan informasi dari
lingkungan eksternal dan internal yang bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor strategi.
SWOT merupakan akronim dari Strengths (kekuatan),
Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Threats
(ancaman). Lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman,
yaitu hal-hal yang berada di luar organisasi. Lingkungan internal
terdiri dari kekuatan dan kelemahan, yaitu hal-hal yang berada dalam
lingkup organisasi mencakup struktur, budaya dan sumber daya
(Rangkuti, 2005).
Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi
yang efektif adalah memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta
19
meminimalkan kelemahan dan ancaman. Identifikasi dari SWOT
adalah :
a. Strengths (Kekuatan)
Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan
lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar yang dilayani.
Kekuatan merupakan suatu kompetensi berbeda (distinctive
competence) yang memberi perusahaan suatu keunggulan
komparatif dalam pasar. Kekuatan berkaitan dengan sumber daya
keuangan, citra, kepemimpinan, pasar, hubungan pembeli -
pemasok, dan lain-lain.
b. Weaknesses (Kelemahan)
Kelemahan merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam
sumber daya, keterampilan, dan kemampuan yang secara serius
menghalangi kinerja efektif suatu industri.
c. Opportunities (Peluang)
Peluang merupakan situasi utama yang menguntungkan dalam
lingkungan perusahaan/industri. Identifikasi dari segmen pasar,
perubahan-perubahan dalam keadaan bersaing, perubahan teknologi,
dan hubungan pembeli-pemasok menunjukan suatu peluang.
d. Threats (Ancaman)
Ancaman merupakan situasi utama yang tidak menguntungkan
dalam lingkungan suatu perusahaan. Ancaman adalah rintangan-
rintangan utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan.
Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, daya
tawar pembeli–pemasok yang meningkat, perubahan teknologi,
kebijakan baru dapat merupakan ancaman bagi keberhasilan suatu
industri.
2.3.2. Aspek Internal Perusahaan
Dalam proses pengambilan keputusan strategis suatu
perusahaan, baik yang berkaitan dengan misi ataupun tujuan
perusahaan selalu berusaha untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
20
faktor-faktor internal yang ada. Analisis faktor-faktor internal
perusahaan dilakukan berdasarkan kredibilitas mendapatkan modal,
pengalaman perusahaan dalam menangani proyek, sarana dan
prasarana yang dimiliki, hubungan perusahaan dengan pemerintah
daerah, sistem organisasi dan manajemen, visi dan misi, hubungan
masyarakat, budaya kerja perusahaan, SDM, keuangan, penelitian dan
pengembangan, dan lain-lain.
Hal-hal di atas digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
kekuatan perusahaan yang harus dimaksimalkan dan faktor-faktor
kelemahan perusahaan yang harus diatasi. Kekuatan perusahaan adalah
faktor-faktor yang mendukung penyelenggaraan program beradasarkan
unsur internal perusahaan.
2.3.3. Aspek Eksternal Perusahaan
Analisis faktor eksternal digunakan untuk mendukung rencana
strategik pengembangan perusahaan. Faktor-faktor eksternal
perusahaan dapat dianalisis berdasarkan dukungan pemerintah
setempat, dukungan perbankan, prospek komoditi, budaya masyarakat,
situasi politik dan keamanan dunia, keberadaan LSM daerah, tren
ekonomi dan perkembangan teknologi.
Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor berupa
peluang yang dapat dimanfaatkan dan faktor ancaman yang harus
dihindari. Peluang disini adalah hal-hal dari luar perusahaan yang
apabila dicermati dan dimanfaatkan dengan baik, dapat menjadi
keunggulan perusahaan.
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu tentang komoditas perkebunan (kelapa sawit,
karet) antara lain dilakukan oleh Haryadi (2004), Alamsyah (1997) Adrizal
(1995) dan Nasution (1997) dapat dilihat pada Tabel 4.
21
Tabel 4. Hasil penelitian terdahulu yang relevan
No Peneliti Judul Tujuan Metode Analisis Hasil 1 Haryadi (2004) Evaluasi Kemitraan
Petani Sawit di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Citra Sarana di Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.
a. Melihat gambaran umum responden baik itu petani mitra maupun non mitra,
b. Mengetahui dan menganalisa atribut-atribut yang menjadi prioritas bagi petani mitra dalam mengikuti program kemitraan,
c. Mengetahui dampak dari program pelaksanaan kemitraan terhadap kemajuan petani mitra,
d. Mengetahui dan menganalisa atribut-atribut yang harus diperbaiki kinerjanya.
a. Analisis Deskriptif, b. Analisis Thurstone, c. Uji Tanda, d. Gross Margin, e. Khi-kuadrat, f. Analisis Kuadran.
Pelaku kemitraan sangat mengharapkan dampak positif dari kerjasama tersebut. Bagi petani mitra, umumnya telah merasakan dampak positif dari kemitraan, yang ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan, tambahan modal, lapangan kerja baru, bertambahnya ilmu pengetahuan dan adanya kepastian pasar bagi produk yang dihasilkan.
2 Alamsyah (1997)
Membandingkan Perbedaan Pola Kemitraan dalam Pengembangan Karet Rakyat : Suatu Analisis Ekonomi Kelembagaan (Studi Kasus di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
a. Mengetahui lingkup kerjasama dan kinerja masing-masing organisasi petani, sehingga diketahui kekuatan dan kelemahannya,
b. Melihat aspek institusi (kelembagaan) dan aspek pemasaran dalam pelaksana-an kemitraan yang saling mendukung antara petani dan mitra usahanya,
c. Mempelajari dampak perbedaan kelem-bagaan kemitraan terhadap tingkat pendapatan, pengembangan usaha, dan potensi pembentukan modal petani.
Analisis deskriptif Hasil dari penelitian ini menunjukkan kemitraan utamanya menyangkut jual beli produk bahan olah karet (bokar) petani dengan bentuk dan mutu yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama, aspek kelembagaan dalam kemitraan berlangsung kondusif dan saling menguntungkan.
21
22
Lanjutan Tabel 4.
No Peneliti Judul Tujuan Metode Analisis Hasil 3 Adrizal (1995) Kajian Investasi Sistem
Penunjang Keputusan Untuk Investasi Agroindustri, Kasus Industri Bikatein di Sumatera Barat.
merekayasa model sistem penunjang keputusan yang dapat menjadi landasan pengambilan keputusan investasi dengan mempertimbangkan harmonisasi antar unsur yang terkait dalam sistem.
a. Analisis usaha ternak
b. Analisis kelayakan finansial
Data usaha ternak yang digunakan sebagai masukan model pendapatan peternak dan data usaha tani yang berguna sebagai masukan model kelayakan industri.
4 Nasution (1997) Analisis Distribusi Laba antara Perusahaan Inti Dengan Petani Plasma Dalam Proyek PIR-TRANS Sawit XYZ
a. Mengetahui distribusi laba antara perusahaan inti dan petani plasma sejak konversi dilaksanakan (tahun 1995) sampai dengan semester I/1997
b. Mengetahui terwujud tidaknya kondisi yang saling menguntungkan antara perusahaan inti dan petani plasma
a. Studi pustaka data sekunder
b. Acak Distratifikasi data primer
c. Analisis Finansial
Selama periode 2,5 tahun setelah konversi, ternyata masih terdapat banyak petani plasma yang menghasilkan penerimaan di bawah standar kebutuhan hidup minimum yang pada saat itu menurut Biro Pusat Statistik (1995) Rp. 250.000 per bulan per petani, sementara hasil penelitian menunjukkan angka penerimaan hanya Rp. 90.841,- per bulan per petani untuk luasan 2 ha per petani
22
III. METODE KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Kajian
Sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan (PT
ATB) dalam pengusahaan perkebunan merupakan faktor penting dalam usaha
pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pelaksanakan kerjasama kemitraan
antara perusahaan dan petani dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui
prospek kerjasama pola kemitraan secara umum, untuk itu dilakukan evaluasi
berdasarkan analisa deskriptif analisis SWOT terhadap masing-masing pihak.
Melalui hasil analisis tersebut dapat diketahui apakah melalui kerajasma
kemitraan akan dapat diperoleh manfaat yang lebih baik bagi petani maupun
bagi perusahaan.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis kelayakan kemitraan
melalui analisis kelayakan usaha secara umum, yang kemudian dilanjutkan
dengan menentukan proyeksi hasil yang diterima secara keseluruhan dari
hasil kerjasama kemitraan, proyeksi hasil yang diterima oleh perusahaan dan
proyeksi hasil yang akan diterima oleh petani. Untuk menilai apakah proyeksi
hasil yang diterima petani memiliki preferensi yang lebih baik, perlu
dilakukan pembandingan dengan alternatif kemitraan lain. Alternatif yang
dipilih sebagai pembanding adalah pola kemitraan bagi hasil 80:20 yang telah
lazim digunakan dalam usaha kemitraan (Alamsyah, 1997).
Tahapan selanjutnya adalah menentukan strategi-strategi
pengembangan kemitraan melalui analisis IFE dan EFE matriks kerjasama
kemitraan untuk menentukan faktor-faktor dalam SWOT. Kemudian
alternatif strategi yang dipilih ditentukan melalui penilaian prioritas alternatif
strategi dengan menggunakan matriks QSPM. Tahapan dan alur kerangka
pemikiran diilustrasikan dalam Gambar 5.
24
Gambar 5. Kerangka pemikiran kajian
Analisis SWOT PT. Anugerah Tani Bersama
(ATB)
Evaluasi Rencana Kemitraan PT ATB
Analisis Kelayakan Kemitraan
Strategi Pengembangan Kemitraan
Aspek Internal Kemitraan
Aspek Eksternal Kemitraan
Prospek Kemitraan
Analisis SWOT Petani
Kelayakan Finansial Usaha (NPV, IRR,
PI, PBP, BEP)
Proyeksi hasil bagi petani dan PT ATB
Perbandingan pola kemitraan 80:20
SWOT dan QSPM
25
3.2. Lokasi dan Jadwal
Penelitian berlokasi di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
dengan kegiatan meliputi pengumpulan data sekunder, kajian pustaka,
pengambilan data primer di lapangan, analisis data dan penulisan laporan.
Waktu pelaksanaan penelitian selama 5 (lima) bulan, dimulai Nopember
2007 sampai dengan Maret 2008.
3.3. Pengumpulan Data
3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
biaya investasi, biaya operasi, manajemen dan organisasi, pola
kemitraan dan pendapatan petani. Berdasarkan sumbernya, data
terdiri dari data primer dan data sekunder :
a. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung melalui alat
bantu kuesioner (Lampiran 1) kepada direksi, manajer dan
asisten PT Anugerah Tani Bersama (ATB), pemerintah daerah
Kabupaten Musi Banyuasin (Asisten Daerah 2, BAPPEDA dan
Dinas Perkebunan) dan petani sebagai mitra (pengurus koperasi,
manajer koperasi dan petani), dengan total responden berjumlah
55 orang. Pengumpulan data di lapangan disertai dengan
pengamatan untuk mengetahui situasi, kondisi sosial ekonomi di
sekitar penelitian dan mengetahui ketersediaan sarana prasarana
yang telah ada di lokasi penelitian.
b. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran kepustakaan
berbagai publikasi serta data statistik dari Badan Pusat Statistik
(BPS), hasil-hasil penelitian terdahulu, Direktorat Jenderal
Perkebunan, Departemen Pertanian, Pemerintah Kabupaten Musi
Banyuasin, dan lembaga lain yang terkait. Di samping itu,
dilakukan pula konfirmasi dengan berbagai pihak yang
berkepentingan dalam hal ini masyarakat, perusahaan swasta dan
pemerintah daerah.
26
3.3.2. Teknik Pengambilan Contoh
Teknik pengambilan contoh yang digunakan dalam
penelitian adalah metode purposive sampling, yaitu memilih
secara sengaja contoh yang diteliti sebagai responden. Metode ini
digunakan dengan dasar pertimbangan responden menguasai
permasalahan dan cukup mewakili aspirasi dari pihak-pihak yang
terkait.
Responden yang dipilih dari perusahaan terdiri dari
direksi, manajer dan asisten, dari pemerintah daerah Kabupaten
Musi Banyuasin terdiri dari Asisten Daerah Dua (ASDA 2),
BAPPEDA dan Dinas Perkebunan, serta dari mitra terdiri dari
pengurus koperasi, manajer koperasi dan petani. Jenis dan
jumlah responden dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis dan jumlah responden
No. Kriteria Responden Jumlah (orang)
1
Responden perusahaan
a. Direktur Utama
b. Direktur Operasional
c. Manajer
d. Asisten
1
1
1
1
2 PEMKAB
a. ASDA 2
b. BAPPEDA
c. Dinas Perkebunan
1
1
1
3 MITRA
a. Pengurus Koperasi
b. Manajer Koperasi
c. Ketua Kelompok Tani
d. Petani
8
4
18
18
JUMLAH 55
27
3.4. Metode Analisis
Analisis dilakukan terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan
strategi dan kelayakan pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan
pola kemitraan yang dikembangkan, yaitu model kemitraan, analisis
pendapatan petani plasma, analisis kelayakan finansial, analisis internal
dan eksternal.
3.4.1. Analisis Prospek Kemitraan
Analisis prospek kemitraan dilakukan dengan cara
mendiskripsikan kekuatan dan kelemahan petani plasma dan PT
ATB sebagai perusahaan inti. Melalui deskripsi tersebut, secara
kualitatif dapat diketahui peluang yang mungkin dimanfaatkan,
ancaman yang dapat dihilangkan dan kelemahan yang dapat diatasi
melalui kerjasama kemitraan.
3.4.2. Kelayakan Investasi
Ukuran kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini
mencakup : NPV, PBP, IRR, BEP, Net B/C dan analisis
sensitivitas. Peubah yang digunakan untuk melihat hasil analisis
sensitifitas adalah harga jual produk dan produktivitas yang
dihasilkan.
3.4.3. Analisis Matriks EFE dan IFE
Analisis lingkungan eksternal atau External Factor
Evaluation (EFE) digunakan untuk mengetahui faktor yang dapat
dimanfaatkan dan faktor ancaman yang harus dihindari. Analisis
EFE dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (David,
2004) :
i. Tentukan dalam kolom 1 faktor strategis eksternal yang
menjadi peluang dan ancaman dan internal yang menjadi
kekuatan dan kelemahan perusahaan
ii. Berikan bobot untuk masing-masing faktor dalam kolom 2, dari
0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Penjumlahan
dari seluruh bobot yang diberikan semua faktor harus sama
dengan 1,0.
28
iii. Berikan peringkat 1-4 untuk masing-masing faktor kunci dalam
kolom 3, tentang seberapa efektif strategi perusahaan dalam
merespon faktor tersebut, dengan memberi skala mulai dari 4
(sangat baik) hingga 1 (di bawah rataan).
iv. Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya
untuk menentukan nilai tertimbang.
v. Jumlahkan skor dari masing-masing peubah untuk menentukan
total dari skor bagi perusahaan.
Adapun bentuk matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Model matriks IFE dan EFE
Faktor Internal/Eksternal Bobot
(a) Peringkat
(b) Skor (axb)
A. Kekuatan/Peluang 1. ............. 2. ............. n ..............
Jumlah (A) B. Kelemahan/Ancaman
1. ............. 2. .............
n ..............
Jumlah (B)
Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot
berkisar antara 1,0–4,0 dengan nilai rataan 2,5. Nilai di bawah 2,5
menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah dan nilai di
atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Total nilai 4,0
menunjukkan perusahaan mampu menggunakan kekuatan yang ada
untuk mengantisipasi kelemahan dan total nilai 1,0, berarti
perusahaan tidak dapat mengantisipasi kelemahan dengan
menggunakan kekuatan yang dimilikinya.
Dalam matriks EFE, total keseluruhan nilai yang dibobot
tertinggi adalah 4,0 yang mengindikasikan bahwa perusahaan
mampu merespon peluang yang ada dan menghindari ancaman di
29
pasar industri. Nilai terendah adalah 1,0 yang menunjukkan strategi
yang dilakukan perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang atau
tidak menghindari ancaman yang ada. Setelah tersusun matriks IFE
dan EFE, dilakukan kombinasi alternatif strategi dengan
menggunakan matriks SWOT.
Penentuan bobot setiap variabel eksternal dan internal
dilakukan dengan menggunakan metode Delphi dengan selang
pembobotan mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat
penting). Total bobot yang diberikan harus berjumlah sama dengan 1
(Marimin, 2004).
Penentuan rating dilakukan terhadap semua faktor baik internal
maupun eksternal, yang kemudian hasilnya dirata-ratakan, dengan
selang penilaian 1 sampai dengan 4. Nilai yang diperoleh dari
matriks EFE mengindikasikan seberapa efektif perusahaan merespon
peluang dan ancaman, sedangkan matriks IFE mengindikasikan
seberapa besar kekuatan dan kelemahan mempengaruhi perusahaan
(David, 2004).
Tabel 7. Penentuan bobot faktor strategik dengan metode Delphi
Tingkat Kepentingan
Faktor Strategik
1 2 3 4
Jumlah Responden
Rataan Bobot
1 X Y Z a A 2 B B 3 N Jumlah R
Keterangan : 1 sampai dengan 4 adalah tingkat kepentingan faktor strategik 1 sampai dengan n adalah faktor-faktor strategik yang digunakan a = {(X*2)+(Y*3)+(Z*4)} adalah sama dengan jumlah responden
A= (a:R) x 100%
30
Tabel 8. Penentuan rating faktor strategik dengan metode Delphi
Penilaian Faktor Strategik 1 2 3 4
Total Nilai
Jumlah Responden
Bobot
1 X Y Z A q A 2 B B 3 N Jumlah R
Keterangan : 1 sampai dengan 4 adalah tingkat kepentingan faktor strategik 1 sampai dengan n adalah faktor-faktor strategik yang digunakan A = {(X*2)+(Y*3)+(Z*4)} A = (a:q)x100%
3.3.4. Analisis SWOT
Matriks SWOT merupakan alat untuk merumuskan
berbagai alternatif strategi yang diterapkan, dimana analisis ini
menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman eksternal yang
dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan
empat tipe kemungkinan alternatif strategik, yaitu strategi SO
merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang, strategi ST merupakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk menghindari/mengurangi dampak
ancaman, strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan
dengan memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan
dan strategi WT, yaitu meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi
sederhana ini mempunyai kekuatan yang sangat besar atas
rancangan suatu strategi yang berhasil. Kombinasi dari faktor
internal dan eksternal dalam Matriks SWOT dapat dilihat pada
Tabel 9 (Rangkuti, 2005).
31
Tabel 9. Matriks SWOT
Internal
Eksternal Strength (S) Weaknesses (W)
Opportunities
(O)
Strategi SO
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
Strategi WO
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
Threats (T)
Strategi ST
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi
ancaman
Strategi WT
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan untuk
menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2005.
Hasil SWOT memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi
beberapa alternatif strategi yang dapat diprioritaskan melalui analisis
matriks perencanaan strategik kuantitatif (Quantitative Strategic
Planning Matrix atau QSPM). QSPM menganalisis komponen-
komponen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman berdasarkan
empat komponen, yaitu (1) bobot, (2) nilai daya tarik, Attractiveness
Score (AS), (3) daya tarik total, Total Attractiveness Score (TAS), dan
(4) jumlah total nilai daya tarik. Dari keempat hal tersebut, dapat
disusun matriks QSPM seperti pada Tabel 10. Penentuan strategi pada
matriks ini didasarkan pada jumlah total nilai daya tarik yang
merupakan indikasi strategi paling menarik dari setiap alternatif untuk
dijadikan prioritas. Sebagai ilustrasi, semakin tinggi angka jumlah nilai
daya tarik total, maka alternatif tersebut semakin menarik untuk
diprioritaskan.
32
Tabel 10. QSPM
Alternatif Strategi
Strategi 1 Strategi 2 Faktor
Kunci Bobot
AS TAS AS TAS
Peluang
Ancaman
Kekuatan
Kelemahan
Jumlah
Total Nilai
Daya Tarik
AS : Nilai (skor) daya tarik TAS : Nilai daya tarik total
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaaan Umum Perusahaan
4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA), seluas 14.265,96
km2, memiliki banyak pusat produksi yang tersebar di beberapa tempat.
Pusat-pusat produksi tersebut banyak menghasilkan komoditi berupa
produk pertanian berupa beras, produk perkebunan utama berupa karet,
kelapa, dan kelapa sawit, dan produk bahan galian/tambang dan barang-
barang industri yang menunjang kegiatan sektor perdagangan di
Kabupaten MUBA. Luas areal perkebunan tanaman karet rakyat sebesar
160.812 ha dengan produksi 98.741 ton, sedangkan luas perkebunan
tanaman kelapa sawit rakyat sebesar 20.575 ha dengan produksi 221.408
ton (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Musi
Banyu Asin, 2008). Potensi tersebut merupakan peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi msayarakat kabupaten Musi
Banyuasin.
PT. ATB merupakan perseroan dengan kegiatan usaha bergerak di
bidang pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit. Perseroan ini
didirikan dengan akta notaris No. 35 tanggal 23 Januari 2006 di Jakarta
oleh notaris. Modal dasar perseroan berjumlah Rp 6.000.000.000,- (enam
milyar rupiah), terbagi atas 6.000 (enam ribu) saham, masing-masing
saham bernilai nominal Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Dari modal
dasar tersebut telah ditempatkan oleh para pendiri senilai total Rp
1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah).
Untuk menjamin legalitas dan kelancaran usaha serta mendapatkan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam merealisasikan rencana
investasinya, PT. ATB telah memperoleh izin-izin (Tabel 11).
34
Tabel 11. Dokumen dan legalitas
Dokumen Nomor Tanggal Izin Lokasi Perkebunan
Bupati Muba 023/KPTS/IUP/DISBUN/2006 31 Juli 2006
Izin Lokasi Bupati Muba 1683 Tahun 2006 2 Agustus 2006 Surat Keterangan Domisili
Perusahaan 87/1.824.02.II/2006 15 Februari 2006
Akte Pengesahan Dep. HAM
C-08273 HT.01.01.TH.2006
21 Maret 2006
NPWP 02.467.055.6-028.000 23 Februari 2006 Akte Notaris Rusnaldy, SH
35 23 Januari 2006
Akte Notaris Rusnaldy, SH
32 16 Januari 2006
Lokasi kebun PT. ATB berada di 5 desa yang tercakup dalam 4
Kecamatan yaitu Desa Epil (Kecamatan Lais), Desa Muara Teladan dan Desa
Bandar Jaya (Kecamatan Sekayu), Desa Tanah Abang (Kecamatan
Batanghari Leko) dan Desa Singadesa (Kecamatan Babat Toman), Kabupaten
Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Kebun ini berjarak kurang lebih
124 km dari kota Palembang sebagai Ibukota Propinsi. Posisi lokasi secara
geografis dan batas-batas fisik dari areal proyek perkebunan tersebut
disajikan pada Tabel 12. Perseroan sudah mendapatkan izin lokasi
perkebunan Kelapa Sawit dengan luas 15.000 Ha dari Bupati Musi Banyuasin
pada tanggal 2 Agustus 2006 melalui keputusan Nomor 1683 Tahun 2006.
Tabel 12. Posisi lokasi kebun PT. ATB secara geografis dan batas fisik
No Uraian Lokasi 1 Posisi geografis Bujur Timur 103° 46' - 104° 00' Lintang Selatan 02°37' - 02°56' 2 Batas-batas fisik
Utara Berbatasan dengan Talang Manunggal Hulu dan Talang Depati, serta Talang Padang Alang dan Talang Kayukawan
Selatan Berbatasan dengan Desa Bailangu, Desa Lumpatan dan Kecamatan Sekayu
Barat Berbatasan dengan Desa Simpangsari dan Desa Singadesa
Timur Berbatasan dengan Areal Pertambangan Minyak PT. Medco, Kebun Plasma PT. Musi Banyuasin Indah dan Kebun Plasma PTPN VIII, Talang Baru dan Kecamatan Sungai Lilin
35
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan PT ATB mempunyai visi terwujudnya perusahaan yang unggul dan
handal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit sebagai kawasan
agribisnis agroindustri terpadu untuk tercapainya kesejahteraan
stakeholder.
Visi tersebut dijabarkan dalam misi berikut :
a. Membangun dan mengembangkan kebun plasma dan inti melalui pola
kemitraan;
b. Mengembangkan perusahaan inti sebagai champion penghela
pertumbuhan dan pengembangan kebun, serta pemasaran dan
pengembangan hasil industri turunannya;
c. Mengembangkan industri pengolahan hasil utama maupun
sampingan, serta industri penunjang lainnya.
4.2. Evaluasi Rencana Kemitraan PT. TB dan Petani
Evaluasi rencana kemitraan antara PT. Anugerah Tani Bersama (PT.
ATB) dan petani dilakukan dengan melakukan analisis terhadap hasil SWOT
dari masing-masing pihak. Berdasarkan hasil analisis SWOT tersebut,
kemudian prospek kemitraan inti plasma antara petani dan PT. ATB dinilai
secara deskriptif.
Tabel 13. Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal dari Petani, PT. ATB dan Kemitraan Petani – PT. ATB
Faktor Petani PT. ATB Kemitraan Petani- PT. ATB
A. Internal Kekuatan (Strengths)
• Hubungan masyarakat • Lahan
• Kredibilitas mendapat akses modal
• Hubungan pemerintahan
• Keuangan • Pemasaran
• Lahan • Kredibilitas mendapat
akses modal • Hubungan masyarakat • Hubungan pemerintah • Keuangan • Pemasaran
Kelemahan (Weaknesses)
• Keuangan • Sarana dan prasarana • Produksi dan operasi • Budaya kebun petani • Pemasaran
• Pengalaman membangun kebun
• Lahan
• Pengalaman membangun kebun
36
Lanjutan Tabel 13.
Faktor Petani PT. ATB Kemitraan Petani- PT. ATB
B. Ekternal Peluang
(Opportunities) • Ketersediaan
lahan • Dukungan
pemerintah • Prospek kelapa
sawit • Komoditas
andalan daerah
• Dukungan pemerintah daerah
• Ketersediaan lahan petani
• Dukungan perbankan • Prospek kelapa sawit • Budaya kerja
(perusahaan) • Kebijakan kredit
revitalisasi • Komoditas andalan
daerah
• Dukungan pemerintah daerah
• Ketersediaan lahan petani
• Dukungan perbankan
• Prospek kelapa sawit
Ancaman (Threats)
• Tren Ekonomi • Situasi politik
dan keamanan dunia
• Keberadaan LSM Daerah
• Situasi politik dan keamanan dunia
• Situasi politik dan keamanan dunia
Prospek kemitraan antara petani dan PT. ATB dikaji berdasarkan faktor-
faktor SWOT secara deskriptif adalah :
4.2.1. Kekuatan (strengths)
a. Kredibilitas mendapat akses modal
Kredibilitas dalam mendapat akses modal menjadi solusi dalam mengatasi
permasalahan keuangan yang dirasakan oleh petani. Melalui kerjsama
kemitraan, petani tidak perlu menyediakan dana tunai untuk dapat
memiliki kebun kelapa sawit.
b. Sarana dan prasarana
Untuk menjamin legalitas dan kelancaran usaha serta mendapatkan sarana
dan prasarana yang diperlukan dalam merealisasikan rencana investasinya,
PT. ATB telah memperoleh izin-izin sebagai berikut : Izin Lokasi
Perkebunan Bupati Muba, Izin Lokasi Bupati Muba, Surat Keterangan
Domisili Perusahaan, Akte Pengesahan Dep.HAM, NPWP, Akte Notaris
Rusnaldy, SH.
c. Hubungan pemerintah
Setiap pelaksanaan usaha tentunya tidak dapat terlepas dari peran dan
dukungan pemerintah. Hubungan yang baik dengan pemerintah akan
37
membantu kelancaran perijinan dan kegiatan operasional usaha
perkebunan.
d. Organisasi dan manajemen
Pola kerjasama kemitraan inti plasma dengan kepemilikan lahan oleh
petani, pada umumnya dengan pola kerjasama bagi hasil (profit sharing).
Petani sebagai ‘pemilik’ lahan, menyerahkan seluruh lahan kepada
perusahaan inti untuk mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan sebagai
imbalannya, petani mendapatkan persetase pembagian keuntungan dari
total keuntungan pengusahaan kebun kelapa sawit.
e. Visi dan misi kemitraan
Kejelasan aturan atau kesepakatan antara PT. ATB dengan petani,
sehingga menumbuhkan kepercayaan dalam hubungan kemitraan bisnis
yang ada. Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan pembagian
hasil harus dibuat secara adil oleh pihak-pihak yang bermitra. Dengan
demikian, tujuan, kepentingan dan kesinambungan bisnis dari kedua pihak
dapat terlaksana dan saling menguntungkan.
f. Hubungan masyarakat
Hubungan masyarakat (Humas) yang baik merupakan sebuah landasan
yang diperlukan bagi petani untuk dapat maju dan berkembang. Dengan
hubungan masyarakat yang baik, maka dapat memberikan situasi kondusif
dan aman dalam melaksanakan kegiatan usaha. Humas dengan petani dan
perusahaan dapat menjadi tolok ukur respon masyarakat terhadap kegiatan
kerjasama kemitraan.
g. Budaya kerja perusahaan
Program inti plasma dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit
memerlukan keseriusan baik pihak petani selaku plasma yang mendapat
bantuan dalam upaya mengembangkan usahanya, maupun pihak inti usaha
besar atau menengah yang mempunyai tanggungjawab sosial untuk
membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha untuk
jangka panjang.
38
h. SDM
Kemitraan ini menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak
dan berkesinambungan di sektor pertanian.
i. Keuangan
Ketersediaan akses untuk mendapat modal menjadi faktor yang
mempengaruhi keuangan bagi usaha kemitraan. Melalui kerjasama
kemitraan, dapat dibuka akses untuk memperoleh kredit Kredit Koperasi
Primer untuk Anggota (KKPA).
j. Lahan
Melalui kerjasama kemitraan, faktor lahan yang sebelumnya menjadi
faktor kelemahan PT. ATB, mampu ditutupi dan menjadi salah satu faktor
kekuatan. Potensi lahan plasma yang dimiliki petani adalah 4.800 Ha.
k. Pemasaran
Pemasaran produk hasil kebun kelapa sawit dirasakan sebagai kelemahan
bagi petani. Namun dengan kerjasama kemitraan, pemasaran hasil kebun
menjadi lebih baik, karena selain lebih mudah, hasil yang dipasarkan juga
memiliki nilai tambah lebih melalui pengolahan di pabrik pengolahan
Kelapa Sawit.
4.2.2. Kelemahan
a. Pengalaman membangun kebun
Kerjasama kemitraan antara petani dan PT. ATB masih memiliki
kelemahan dalam pengalaman membangun kebun. PT. ATB memiliki latar
belakang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan
batubara, sedangkan secara demografis, masyarakat Kabupaten Musi
Banyuasin (MUBA) mayoritas memiliki latar belakang budidaya tanaman
karet (luas areal perkebunan karet rakyat 160.812 Ha dan luas areal
perkebunan kelapa sawit rakyat 20.575 Ha).
b. Penelitian dan pengembangan
Masih kurangnya penelitian dan pengembangan untuk mengatasi persoalan
ketersediaan input produksi (bibit unggul, pupuk dan pestisida) yang
selama ini menyebabkan rendahnya produktivitas sawit.
39
c. Sistem informasi manajemen
Keterbatasan sistem informasi manajemen menyebabkan petani tidak
memiliki kemampuan untuk membangun kebun kelapa sawit dengan baik,
misalnya, penerapan kultur teknis tidak tepat seperti penanaman,
pemeliharaan, aplikasi pupuk, manajemen panen dan kesalahan dalam
interpretasi kelas kesesuaian lahan.
4.2.3. Peluang
a. Dukungan pemerintah daerah
Dukungan pemerintah daerah diberikan kepada usaha perkebunan melalui
kemudahan dalam pemberian ijin dengan pelayanan satu atap.
b. Ketersediaan lahan petani
Ketersediaan lahan yang lebih luas dalam usaha perkebunan, akan dapat
meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan perusahaan. selain
itu, potensi kemungkinan terjadinya inefisiensi pabrik dapat diperkecil.
c. Dukungan perbankan
Dukungan dari pihak perbankan terkait dengan fasilitas kredit KKPA
dapat dimanfaatkan hanya melalui kerjasama kemitraan. Dengan
demikian, peluang untuk memperoleh tambahan modal usaha semakin
luas.
d. Prospek kelapa sawit
Prospek kelapa sawit dinilai masih cukup besar, hal ini dapat dilihat dari
terus meningkatnya konsumsi CPO. Konsumsi CPO dunia pada
Desember 2008 (USDA, 2008) adalah 34.805.000 MT. Tren peningkatan
konsumsi CPO dunia diperlihatkan dalam Gambar 6.
e. Penerimaan masyarakat petani
Luasnya areal perkebunan tanaman kelapa sawit rakyat merupakan
potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi
msayarakat kabupaten Musi Banyuasin.
f. Kebijakan kredit revitalisasi
Hubungan kerjasama antara kelompok petani/petani dengan perusahaan
inti, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam
40
Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani merupakan plasma dan
perusahaan besar sebagai inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan
pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma.
Gambar 6. Tren pertumbuhan konsumsi CPO Dunia (telah diolah kembali USDA, 2008)
g. Komoditas andalan daerah
Sawit merupakan salah satu komoditi andalan untuk produk perkebunan
Kabupaten Musi Banyuasin sehingga mendapatkan perhatian lebih dari
pemerintah daerah setempat.
h. Perkembangan teknologi
Perkembangan teknologi informasi semakin pesat merupakan peluang
bagi PT. ATB sehingga lebih mudah memonitor perkembangan teknologi
budidaya dan perkembangan industri sawit agar produknya dapat
disesuaikan dengan perkembangan jaman.
i. Budaya kebun petani
Pusat produksi di Kabupaten Musi Banyuasin sebagian besar
menghasilkan komoditi pertanian dan perkebunan, sehingga budaya
kebun merupakan halyang tidak asing lagi bagi masyarakat daerah
tersebut.
41
4.2.4. Ancaman
a. Tren ekonomi
Risiko tren ekonomi yang mungkin dihadapi oleh petani dapat
diminimalisir juga melalui program kemitraan, karena risiko usaha
ditanggung secara bersama-sama.
b. Perubahan kultur masyarakat
Perubahan kultur masyarakat yang menyebabkan konflik sosial seperti
ketidakharmonisan hubungan antara pekebun, masyarakat sekitar dan
instasi terkait. Masalah-masalah sosial tersebut dapat berlanjut menjadi
masalah lainnya seperti okupasi lahan, masalah ketersediaan lahan dan
perizinan, serta tindakan kriminal seperti penjarahan produk.
c. Keberadaan LSM daerah
Secara umum, ancaman-ancaman yang mungkin muncul dari kondisi
sebelum bermitra dapat diminimalisir melalui kerjasama kemitraan, yakni
keberadaan LSM daerah. Potensi ancaman dari keberadaan LSM daerah
dapat diminimalisir karena program kerjasama kemitraan merangkul pihak
masyarakat petani setempat.
d. Situasi politik dan keamanan dunia
Kondisi politik dan keamanan dunia dinilai sebagai ancaman dalam
kerjasama kemitraan. Kondisi tersebut tidak sepenuhnya dapat
dikendalikan, baik oleh perusahaan maupun oleh petani. Kemungkinan
kondisi politik dan keamanan dunia yang buruk (tidak stabil) dan isu-isu
negatif seperti rencana pemberlakuan EU Directive on Renewable Energy
and Fuel Quality (DREFQ), yaitu kebijakan baru Uni Eropa terkait dengan
penggunaan energi terbarukan yang menilai minyak sawit (CPO) sebagai
bahan baku biodiesel tidak berkualitas dan tidak ramah lingkungan pada
tahun 2010, dinilai sebagai ancaman yang perlu untuk diantisipasi.
4.3. Analisis IFE dan EFE
Analisis internal dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan
kerjasama kemitraan dan faktor kelemahan kerjasama kemitraan yang yang
harus diperbaiki. Analisis eksternal dilakukan dengan tujuan menggabungkan
42
berbagai faktor peluang yang dapat menguntungkan kerjasama kemitraan
dan faktor ancaman yang harus diwaspadai dalam pelaksanaan kerjasama
kemitraan. Hasil analisis eksternal dievaluasi dengan menggunakan matriks
EFE dan hasil analisis internal dievaluasi dengan menggunakan matriks IFE.
4.3.1. Faktor Lingkungan Internal
Hasil analisis terhadap faktor internal menunjukkan bahwa faktor
kekuatan internal yang dimiliki dalam kerjasama kemitraan ini terletak
pada lahan, pemasaran, keuangan, kredibilitas mendapat akses modal,
hubungan pemerintah dan hubungan masyarakat. Sedangkan faktor yang
dinilai menjadi kelemahan adalah pengalaman dalam membangun kebun.
Hal ini ditunjukkan dengan tingkat rating yang tinggi untuk kekuatan
berdasarkan hasil olah data kuesioner yang diberikan terhadap responden,
dan rating yang rendah untuk kelemahan. Hasil analisis matriks IFE
ditunjukkan dalam Tabel 14.
Tabel 14. Analisis Faktor Internal
No Faktor Internal Bobot (a)
Rating (b)
Skor (a x b)
Kekuatan 1 Kredibilitas mendapat akses
modal 0,070 4 0,28
2 Sarana dan prasarana 0,072 3 0,22 3 Hubungan pemerintahan 0,069 4 0,27 4 Organisasi dan manajemen 0,062 3 0,19 5 Visi dan misi kemitraan 0,065 3 0,19 6 Hubungan masyarakat 0,064 4 0,26 7 Budaya kerja perusahaan 0,060 3 0,18 8 SDM 0,065 3 0,19 9 Keuangan 0,071 4 0,29
10 Lahan 0,074 4 0,30 11 Pemasaran 0,073 4 0,29 12 Produksi dan operasi 0,074 3 0,22
Kelemahan 1 Pengalaman membangun kebun 0,072 1 0,07 2 Penelitian dan pengembangan 0,056 2 0,11 3 Sistem informasi manajemen 0,054 2 0,11
Total 1,00 3,17
43
4.3.2. Faktor Lingkungan Eksternal
Hasil analisis terhadap faktor eksternal perusahaan menunjukkan
bahwa faktor peluang eksternal yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan
adalah dukungan pemerintah daerah, ketersediaan lahan petani, dukungan
perbankan dan prospek kelapa sawit. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat
rating yang tinggi berdasarkan hasil olah data kuesioner yang diberikan
terhadap responden. Sedangkan faktor yang dinilai sebagai ancaman dan
perlu diwaspadai adalah situasi politik dan keamanan dunia. Hasil analisis
matriks EFE ditunjukkan dalam Tabel 15.
Tabel 15. Analisis Faktor Eksternal
No Faktor Eksternal Bobot (a)
Rating (b)
Skor (a x b)
Peluang 1 Dukungan pemerintah daerah 0,075 4 0,30 2 Ketersediaan lahan petani 0,085 4 0,34 3 Dukungan perbankan 0,086 4 0,34 4 Prospek kelapa sawit 0,073 4 0,29 5 Penerimaan masyarakat petani 0,078 3 0,23 6 Kebijakan kredit revitalisasi 0,086 3 0,26 7 Komoditas andalan daerah 0,067 3 0,20 8 Perkembangan teknologi 0,068 3 0,21 9 Budaya kebun petani 0,081 3 0,24
Ancaman 1 Tren ekonomi 0,069 3 0,21 2 Perubahan kultur masyarakat 0,073 2 0,15 3 Keberadaan LSM daerah 0,071 2 0,14 4 Situasi politik dan keamanan
dunia 0,088 1 0,09
Total 1,00 2,91
4.4. Analisis SWOT Kemitraan
Hasil yang diperoleh dari analisis matriks IFE dan EFE, dapat
digunakan sebagai acuan dalam menyusun strategi dengan analisis SWOT
pada umumnya dan khusus untuk hal spesifik. Faktor-faktor kekuatan dan
kelemahan yang dinilai berpengaruh besar berdasarkan matriks IFE akan
menjadi dasar dalam penyusunan analisis SW (strengths and weaknesses)
44
kemitraan. Faktor-faktor yang peluang dan ancaman yang dinilai berpengaruh
besar berdasarkan matriks EFE dapat menjadi dasar dalam penyusunan
analisis OT (opportunities and threats) kemitraan (Tabel 16).
Tabel 16. Matriks SWOT
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Peluang (O)
• Melaksanakan kerjasama kemitraan yang dapat memaksimalkan pemanfaatan potensi lahan dan sumber daya masyarakat dalam pengembangan usaha kelapa sawit
• Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun, serta mengembangkan kebun dan pabrik kelapa sawit
Ancaman (T)
• Melakukan pendekatan dan sosialisasi yang baik terhadap mitra sebagai antisipasi kemungkinan perubahan situasi eksternal
• Menciptakan peluang kerjasama kemitraan baru dengan alternatif komoditas perkebunan yang lain
Dari Hasil analisis SWOT dapat disusun alternatif strategi yang dapat
diprioritaskan melalui analisis matriks perencanaan strategik kuantitatif (QSPM)
dengan melakukan analisis berdasarkan komponen-komponen kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman.Semakin tinggi angka jumlah nilai daya tarik
total, maka alternatif strategi tersebut semakin menarik untuk diprioritaskan. Dari
hasil pengolahan matriks QSP diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel
17.
Hasil analisis matriks QSP menunjukkan bahwa alternatif strategi berbasis
pada SO (strengths and opportunities) memiliki nilai total daya tarik yang paling
tinggi, yaitu menunjukkan bahwa alternatif strategi tersebut mendapat prioritas
utama dilaksanakan, karena dinilai paling menarik untuk dilaksanakan. Faktor-
faktor utama yang mendukung strategi SO adalah kredibilitas mendapat akses
modal, hubungan pemerintahan, hubungan masyarakat, keuangan, lahan,
pemasaran, prospek kelapa sawit, dukungan perbankan, ketersediaan lahan petani
dan dukungan pemerintah daerah. Sebagai prioritas berikutnya dipilih strategi
berbasis pada ST (strengths and threats).
45
Tabel 17. Analisis Matriks QSP
Alternatif strategi 1
(SO)
Alternatif strategi2 (WO)
Alternatif strategi 3
(ST)
Alternatif strategi 4
(WT) No Faktor Kunci Bobot
AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Faktor Internal a b axb c axc d axd e Axe 1 Kredibilitas mendapat
akses modal 0,070 4 0,279 2 0,139 4 0,279 2 0,139
2 Sarana dan prasarana 0,072 2 0,144 3 0,216 2 0,144 3 0,216
3 Hubungan pemerintahan 0,069 4 0,274 3 0,206 4 0,274 3 0,206
4 Organisasi dan manajemen 0,062 3 0,185 2 0,123 2 0,123 2 0,123
5 Visi dan misi kemitraan 0,065 3 0,194 2 0,130 2 0,130 2 0,130
6 Hubungan masyarakat 0,064 4 0,256 3 0,192 4 0,256 2 0,128
7 Budaya kerja perusahaan 0,060 2 0,120 2 0,120 2 0,120 2 0,120
8 SDM 0,065 2 0,130 3 0,194 3 0,194 3 0,194
9 Keuangan 0,071 4 0,285 2 0,143 4 0,285 3 0,214
10 Lahan 0,074 4 0,296 2 0,148 4 0,296 3 0,222
11 Pemasaran 0,073 4 0,258 2 0,146 4 0,291 2 0,146
12 Produksi dan operasi 0,074 3 0,222 3 0,222 3 0,222 3 0,222 13 Pengalaman membangun
kebun 0,072 1 0,072 4 0,288 2 0,144 4 0,288
14 Penelitian dan pengembangan
0,056 2 0,112 2 0,112 1 0,056 3 0,168
15 Sistem informasi manajemen
0,054 2 0,109 1 0,054 1 0,054 2 0,109
Total 1,00 2,94 2,43 2,87 2,62
Faktor Eksternal 1 Dukungan pemerintah
daerah 0,075 4 0,301 4 0,301 2 0,150 3 0,225
2 Ketersediaan lahan petani 0,085 4 0,341 4 0,341 3 0,256 2 0,170
3 Dukungan perbankan 0,086 4 0,343 4 0,343 3 0,257 2 0,171
4 Prospek kelapa sawit 0,073 4 0,292 4 0,292 2 0,146 2 0,146
5 Penerimaan masyarakat petani
0,078 3 0,233 3 0,233 2 0,155 2 0,155
6 Kebijakan kredit revitalisasi
0,086 3 0,259 3 0,259 2 0,173 2 0,173
7 Komoditas andalan daerah 0,067 3 0,202 2 0,134 3 0,202 2 0,134
8 Perkembangan teknologi 0,068 2 0,137 3 0,205 3 0,205 3 0,205
9 Budaya kebun petani 0,081 3 0,244 3 0,244 2 0,163 3 0,244
10 Tren ekonomi 0,069 3 0,207 1 0,069 3 0,207 3 0,207
11 Perubahan kultur masyarakat
0,073 2 0,166 2 0,145 2 0,145 3 0,218
12 Keberadaan LSM daerah 0,071 2 0,141 3 0,212 3 0,212 2 0,141
13 Situasi politik dan keamanan dunia
0,088 1 0,088 2 0,175 4 0,351 4 0,351
Total 1,00 2,95 2,95 2,62 2,54
Total Nilai Daya Tarik 1,92 5,89 5,39 5,49 5,17
46
4.5. Alternatif Usulan Strategi
Berdasarkan hasil analisis SWOT dan QSPM, dapat disusun alternatif usulan
strategi dalam mengembangkan usaha kelapa sawit dengan pola kemitraan antara
PT. ATB dengan petani, maka alternatif usulan strategi tersebut adalah :
1. Melaksanakan kerjasama kemitraan dengan memaksimalkan potensi lahan yang
dimiliki oleh masyarakat,
2. Memaksimalkan peranserta masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam
pemilikan lahan perkebunan,
3. Mengembangkan pola kemitraan yang saling menguntungkan, baik bagi
perusahaan inti dan petani,
4. Menciptakan sinergi yang baik antara perusahaan dan petani mitra,
5. Melakukan sosialisasi yang baik dalam pelaksanaan program kemitraan kepada
masyarakat,
6. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman
dalam membangun kebun dan pabrik kelapa sawit.
4.6. Analisis Kelayakan Kerjasama Kemitraan
4.6.1. Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha bertujuan mengukur kelayakan usaha
melalui parameter-parameter kelayakan yang digunakan untuk
memberikan penilaian terhadap pengeluaran investasi. Berbagai asumsi
harga, sarana dan hasil produksi, serta biaya proyek per hektar, digunakan
dalam analisis tersebut. Luas areal kebun dalam analisis ini disesuaikan
dengan rencana realisasi perusahaan, yaitu 7.200 Ha kebun inti dan kebun
plasma 4.800 Ha.
Kriteria kelayakan yang dinilai mencakup NPV, PBP, IRR, PI dan
BEP. Asumsi-asumsi penghitungan yang mendasari penilaian kelayakan
investasi, antara lain luas lahan yang dibudidayakan 12.000 Ha. Asumsi
harga jual CPO Rp. 5.007/kg dengan proyeksi peningkatan per tahun
senilai dengan proyeksi tingkat inflasi Indonesia dibanding dengan tingkat
inflasi Amerika per tahun. Nilai inflasi Amerika diproyeksikan stabil pada
angka 2,5%, sedangkan tingkat inflasi Indonesia diproyeksikan 6,5% dan
47
akan mengalami penurunan setiap tahun sebesar 2,5% dari tingkat inflasi
tahun sebelumnya. Asumsi produksi TBS, CPO dan PKO disajikan dalam
Tabel 18. Proyeksi tersebut didasarkan pada standar produktivitas per usia
tanaman per hektar.
Tabel 18. Proyeksi produksi TBS, CPO dan PKO perusahaan inti
Tahun ke- Produksi TBS (ton)
Produksi CPO (ton)
Produksi Palm Kernel (ton)
0 - - - 1 - - - 2 - - - 3 - - - 4 7,000 1,540 315 5 21,000 4,620 945 6 40,500 8,910 1,823 7 65,500 14,410 2,948 8 98,400 21,648 4,428 9 123,800 27,236 5,571 10 138,200 30,404 6,219 11 152,600 33,572 6,867 12 165,000 36,300 7,425 13 175,400 38,588 7,893 14 180,800 39,776 8,136 15 183,200 40,304 8,244 16 180,200 39,644 8,109 17 175,200 38,544 7,884 18 168,800 37,136 7,596 19 163,800 36,036 7,371 20 158,800 34,936 7,146 21 149,400 32,868 6,723 22 144,400 31,768 6,498 23 135,000 29,700 6,075 24 130,000 28,600 5,850
a. Biaya Total Proyek
Biaya total proyek adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam
pembangunan kebun. Pengeluaran biaya dilakukan secara bertahap
selama lima tahun penanaman dan tiga tahun pemeliharaan tanaman
belum menghasilkan (TBM), termasuk pembangunan pabrik beserta
48
sarana dan prasarananya. Dalam periode tersebut, seluruh biaya yang
dikeluarkan diperhitungkan sebagai investasi.
Total biaya proyek yang dikeluarkan Rp. 372,789,807,828, terdiri
dari biaya proyek Rp. 242,931,881,497 dan bunga selama pembangun-
an (Interest During Construction atau IDC) Rp. 129,857,926,331
(Proyeksi biaya total produksi tedapat dalam Lampiran 2).
b. Rencana Pendanaan
Pembangunan kebun dan pabrik secara keseluruhan termasuk
kapitalisasi bunga dalam masa pembangunan (IDC) dan membutuhkan
dana Rp. 372,789,807,828. Pendanaan pembangunan pabrik dan kebun
direncanakan diperoleh dari pinjaman 65% dari total biaya proyek dan
sisanya 35% diperoleh dari modal sendiri.
c. Biaya Modal Kerja
Modal kerja diperlukan untuk modal kerja kebun dan modal kerja
pabrik. Modal kerja kebun digunakan untuk pemeliharaan tanaman
produktif, panen dan transportasi. Biaya modal kerja pabrik digunakan
untuk membeli sebagian bahan baku dari plasma, bahan penunjang,
biaya tenaga kerja pabrik dan overhead.
d. Harga Pokok Penjualan
Berdasarkan biaya modal kerja kebun dan modal kerja pabrik,
kemudian disusun harga pokok produksi dan penjualan. Harga pokok
produksi merupakan akumulasi biaya kebun dan pabrik per tahun.
Harga pokok mempertimbangkan produksi yang diestimasi terjual.
Penjualan TBS diestimasi akan menyisakan persediaan TBS untuk satu
hari, sedangkan penjualan minyak sawit mentah (CPO) dan inti sawit
PKO akan menyisakan persediaan satu bulan. Harga pokok penjualan
diperhitungkan sejak tanaman menghasilkan dan diperoleh penjualan.
e. Proyeksi Harga, Produksi, Pendapatan dan Pengembalian
Pinjaman
Penerimaan perusahaan setelah pabrik dioperasikan, akan berasal
dari penjualan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) dan inti
sawit PKO. Produksi TBS dari kebun menjadi bahan baku bagi
49
produksi CPO dan PK di pabrik. Proyeksi harga, produksi TPS serta
nilai penjualan CPO dan PK disajikan dalam Lampiran 3, sedangkan
proyeksi produksi, penjualan, pendapatan dan cicilan pinjaman
disajikan dalam Lampiran 4.
f. NPV
NPV merupakan ukuran nilai tambah bersih dalam nilai kini bagi
investasi yang akan dilakukan. NPV juga mencerminkan keuntungan
murni di atas biaya yang diinvestasikan. Nilai NPV untuk pengusahaan
perusahaan inti adalah Rp. 446.039.000.000. Hal ini berarti bahwa
pengusahaan kebun inti layak untuk dilaksanakan.
g. PBP
PBP digunakan untuk mengetahui risiko-waktu dana investasi
akan tertanam dan kemudian dapat dipulihkan. Nilai PBP sebesar 9,87
berarti bahwa investasi total pengusahaan kebun kelapa sawit akan
terpulihkan dalam waktu 9,87 tahun.
h. IRR
IRR merupakan indikator imbangan terhadap tingkat imbalan
yang disyaratkan oleh investor yang berpatokan pada suku bunga.
Nilai NPV di atas setara dengan tingkat imbalan internal 34,15%
(sebelum pajak) atau 31,34% (setelah pajak). Perbandingan terhadap
tingkat suku bunga SBI, sebagai alternatif investasi lain, yakni rata-rata
sebesar 8,04% (periode November 2007-Mei 2008 (sumber : Bank
Indonesia, 2008), menunjukkan bahwa dengan tingkat IRR 31,34%
(setelah pajak) proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.
i. Net B/C
Net B/C adalah perbandingan antara nilai sekarang dari aliran kas
masuk di masa yang akan datang. Pengusahaan perusahaan inti
memiliki nilai net B/C sebesar 2,47, yang artinya layak untuk
dilaksanakan, karena > 1.
j. BEP
BEP atau titik pulang pokok menunjukkan sejumlah pendapatan
atau unit dimana penerimaan pendapatan pengusahaan perusahaan inti
50
sama dengan biaya yang ditanggungnya. BEP dapat ditentukan dengan
satuan unit atau rupiah.
BEP unit pengusahaan perusahaan inti menunjukkan nilai 69.303
ton, yang artinya pada saat perusahaan inti menghasilkan 69.303 ton
CPO, maka perusahaan akan mencapai kondisi BEP. Kondisi BEP
tersebut juga akan dicapai pada saat pendapatan perusahaan mencapai
Rp. 606.258.214.419.
k. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan perubahan
terhadap beberapa faktor yang dinilai cukup nyata, yaitu volume
produksi dan harga jual per unit. Melalui analisis sensitivitas ini ingin
diketahui mengenai seberapa sensitif perubahan yang terjadi pada tiap-
tiap faktor kelayakan (Tabel 19).
Tabel 19. Perbandingan hasil analisis sensitivitas
Parameter
Analisis
Kelayakan
Harga CPO : Rp.
5.007/Kg 1)
Produksi rataan
TBS = 43,297 ton 2)
Harga CPO : Rp.
2.703/Kg 1)
Produksi rataan
TBS = 43,297 ton 2)
Harga CPO : Rp.
2.703/Kg 1)
Produksi rataan
TBS = 20,782 ton 2)
NPV Rp. 446.039.000.000 Rp. -29.122.000.000 Rp. -5.382.000.000
PBP 9,87 tahun 14,54 tahun 14,74 tahun
IRR (sblm pjk) 34,15% 17,37% 20,11%
IRR (stlh pjk) 31,34% 12,81% 14,66 %
PI 2,47 1,18 1,39
BEP (unit) 69.303 ton 370.877 ton 109.735 ton
BEP (Rp) Rp. 606.258.214.419 Rp 959.951.935.427 Rp. 296.613.705.000
Ket : 1) harga dasar asumsi CPO 2) produksi rataan TBS per tahun, dengan luas total tanaman 12.000
Ha
Tabel di atas menunjukkan perbandingan mengenai dampak yang
terjadi terhadap parameter kelayakan finansial sebagai akibat
perubahan harga CPO dan produksi TBS. Penurunan harga jual CPO
50% dari harga yang diasumsikan sekarang, akan menyebabkan
51
turunnya nilai NPV menjadi Rp. -29.122.000.000. Selain nilai NPV
yang negatif, lama waktu PBP bagi investasi menjadi lebih lama, yaitu
14,54 tahun. Nilai IRR turun hingga menjadi hanya 17,37% , sehingga
secara umum hasil kelayakan membuat investasi tersebut bernilai
negatif, atau tidak layak.
Penurunan jumlah produksi rataan TBS kelapa sawit sebesar 48%
dari jumlah produksi semula, menyebabkan penurunan nilai NPV
menjadi Rp. -5.382.000.000. Selain itu, jangka PBP lebih lama, yakni
menjadi 17,74 tahun. Penurunan produktivitas TBS perlu di waspadai
oleh pengelola kebun, karena akan menimbulkan potensi kerugian bagi
investor, atau tidak layak.
4.6.2. Proyeksi hasil dan pembagian
Penentuan proyeksi hasil dan pembagian yang diperoleh dari
kerjasama kemitraan antara petani dan PT ATB bertujuan untuk
memperoleh gambaran mengenai pendapatan rataan per hektar bagi petani
dan PT ATB. Asumsi yang digunakan dalam menghitung proyeksi hasil
dan pembagian adalah sesuai dengan luas lahan yang digunakan untuk
kebun inti seluas 7.200 Ha dan kebun plasma 4.800 Ha. Pendanaan usaha
yang digunakan berasal dari pinjaman 65% dan dana sendiri 35%,
sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan dalam perhitungan
proyeksi 15% per tahun.
Proyeksi hasil dan pembagian tidak mecakup pendapatan perusahaan
dari pengolahan CPO dan PKO, namun hanya dari pendapatan penjualan
TBS kelapa sawit. Pembagian biaya dan proyeksi hasil dilakukan dengan
proporsi 60% untuk perusahaan dan 40% untuk petani. Proyeksi hasil yang
akan diperoleh melalui kerjasama kemitraan antara petani dan perusahaan
disajikan dalam Tabel 20.
a. Proyeksi hasil bagi PT. ATB
Proyeksi hasil yang disajikan merupakan proyeksi hasil kebun inti
berupa penjualan TBS yang dihasilkan dari lahan seluas 7.200 Ha.
Proyeksi hasil ini dilakukan dengan memperhitungkan biaya kebun,
yaitu berupa biaya pemupukan dan biaya panen, serta pembayaran
52
cicilan pinjaman 35% dari pendapatan yang diterima dari penjualan
TBS. Proyeksi hasil bagi PT. ATB per hektar tahun disajikan dalam
Tabel 21.
b. Proyeksi hasil bagi petani plasma
Proyeksi hasil yang diterima oleh petani plasma merupakan
proyeksi hasil dari konsep kerjasama kemitraan dengan PT. ATB.
Proyeksi hasil digunakan untuk mengetahui pendapatan petani dari per
hektar lahan yang diserahkan kepada perusahaan. Luas lahan yang
diproyeksikan sebagai kebun plasma adalah 4.800 Ha. Dalam proyeksi
ini, petani dibebani dengan cicilan pinjaman 35% dari pendapatan
penjualan TBS hingga pinjaman berakhir. Proyeksi pendapatan yang
diterima oleh petani plasma per hektar tahun disajikan dalam Tabel 22.
Mekanisme pola kemitraan inti plasma 60:40 oleh PT. ATB
adalah :
1. Pola kemitraan 60:40 berada dalam satu wadah Koperasi; sebelum
pembagian hak, petani belum dapat mengetahui letak kebun masing-
masing, sebab dalam pembangunan kebun dan lahan dikonsolidasi
2. Pembagian sertifikat hak milik dilakukan setelah kredit secara
menyeluruh lunas, disaksikan oleh ahli waris dan para saksi
3. Sertifikat hak milik dibuat atas nama dan tidak dapat diperjual
belikan sebelum lunas kewajiban
4. Ikatan kemitraan diperjanjikan antara perusahaan dengan koperasi di
hadapan Notaris
5. Pengelolaan kebun sampai kredit dinyatakan lunas, dilaksanakan
oleh perusahaan inti; setelah lunas terbuka opsi bagi kedua belah
pihak untuk meneruskan atau menghentikan ikatan kemitraan
6. Selama dalam proses pelunasan kredit, petani dapat memperoleh
hasil dengan perhitungan; hasil produksi (TBS) dikurangi biaya
produksi dan operasi (sekitar 40%), dikurangi 35% untuk cicilan
kewajiban
53
Pola kemitraan inti-plasma PT. ATB dapat digambarkan dalam
skema di bawah ini (Gambar 7).
Gambar 7. Skema pola kemitraan PT. ATB dengan masyarakat
Petani
Investasi Lahan 100%
Perusahaan Kemitraan
Manajemen 100%
Bank
Pembangunan Kebun
Bagi Hak atas Tanah
60% Inti HGU
40% Plasma SHM
Koperasi
Panen
Hasil
Lunas
Pemeliharaan
Kemitraan
Berlanjut Plasma Mandiri
Opsi
35% untuk Cicilan
Pola Kemitraan 60:40
sekitar 40%
sekitar 25%
sekitar 60%
54
Tabel 20. Proyeksi hasil kemitraan antara petani dan PT. ATB per tahun per hektar
TBS Tahun
ke- Produksi (ton/Ha)
Harga (Rp/Kg) Total Pendapatan
(Rp) pokok pinjaman
(Rp) IDC (Rp)
total pinjaman (Rp)
Biaya kebun (Rp)
Pembayaran Cicilan
(Rp)
Pendapatan (Rp)
a b c = a x b d e f = (d + e) g h = 35% x (c-g) i = (c-g)-h 0 - 1,101 - 3,850,963 3,850,963 - - - 1 - 1,142 - 3,802,718 192,548 7,846,230 - - - 2 - 1,183 - 1,930,433 892,954 10,669,617 - - - 3 - 1,224 - 1,538,238 1,600,443 13,808,298 - - - 4 7 1,264 8,846,605 1,120,077 2,071,245 16,999,620 4,405,000 1,554,562 2,887,043 5 11 1,304 13,687,698 - 2,549,943 17,995,001 5,230,500 2,960,019 5,497,179 6 11 1,343 15,259,224 - - 15,034,982 5,858,050 3,290,411 6,110,763 7 13 1,381 17,871,661 - - 11,744,571 6,653,336 3,926,414 7,291,911 8 13 1,419 18,923,078 - - 7,818,157 5,568,460 4,674,116 8,680,501 9 17 1,456 24,756,703 - - 3,144,041 6,715,827 3,144,041 11,726,570
10 19 1,492 28,356,572 - - 0 7,741,722 20,614,851 11 21 1,528 32,081,436 - - 0 8,905,637 23,175,799 12 23 1,562 35,533,734 - - 0 10,171,329 25,362,405 13 24 1,595 38,681,103 - - 0 11,542,154 27,138,949 14 25 1,627 40,814,515 - - 0 12,912,515 27,902,001 15 26 1,658 42,280,302 - - 0 14,322,646 27,957,656 16 25 1,688 42,333,992 - - 0 15,624,143 26,709,850 17 24 1,716 41,902,997 - - 0 16,956,405 24,946,591 18 24 1,743 40,967,625 - - 0 18,303,942 22,663,683 19 23 1,769 40,394,900 - - 0 19,855,853 20,539,047 20 22 1,794 39,757,797 - - 0 21,535,107 18,222,690 21 21 1,817 37,847,386 - - 0 23,014,688 14,832,698 22 20 1,838 37,073,776 - - 0 24,945,496 12,128,280 23 19 1,859 35,004,629 - - 0 26,624,591 8,380,039 24 18 1,878 34,108,180 - - 0 28,838,550 5,269,630
Rataan 16,573,245
53
55
Tabel 21. Proyeksi hasil bagi PT. ATB melalui pengusahaan kebun dengan kemitraan per tahun hektar (60%)
TBS Tahun ke-
Produksi (ton/ha)
Harga (Rp/Kg)
Pendapatan Penjualan TBS
(Rp)
Pokok pinjaman (Rp)
IDC (Rp)
Total pinjaman (Rp)
Biaya kebun (Rp)
Pembayaran Cicilan
(Rp)
Pendapatan (Rp)
a b c = a x b d e f = (d + e) g h = 35% x (c-g) i = (c-g)-h 0 - 1,101 - 2,310,578 2,310,578 - - - 1 - 1,142 - 2,281,631 115,529 4,707,738 - - - 2 - 1,183 - 1,158,260 535,773 6,401,770 - - - 3 - 1,224 - 922,943 960,266 8,284,979 - - - 4 7 1,264 5,307,963 672,046 1,242,747 10,199,772 2,643,000 932,737 1,732,226 5 11 1,304 8,212,619 - 1,529,966 10,797,001 3,138,300 1,776,012 3,298,307 6 11 1,343 9,155,535 - - 9,020,989 3,514,830 1,974,247 3,666,458 7 13 1,381 10,722,997 - - 7,046,742 3,992,002 2,355,848 4,375,147 8 13 1,419 11,353,847 - - 4,690,894 3,341,076 2,804,470 5,208,301 9 17 1,456 14,854,022 - - 1,886,424 4,029,496 1,886,424 7,035,942 10 19 1,492 17,013,943 - - 0 4,645,033 0 12,368,910 11 21 1,528 19,248,861 - - 0 5,343,382 0 13,905,479 12 23 1,562 21,320,240 - - 0 6,102,797 0 15,217,443 13 24 1,595 23,208,662 - - 0 6,925,292 0 16,283,370 14 25 1,627 24,488,709 - - 0 7,747,509 0 16,741,200 15 26 1,658 25,368,181 - - 0 8,593,588 0 16,774,594 16 25 1,688 25,400,395 - - 0 9,374,486 0 16,025,910 17 24 1,716 25,141,798 - - 0 10,173,843 0 14,967,955 18 24 1,743 24,580,575 - - 0 10,982,365 0 13,598,210 19 23 1,769 24,236,940 - - 0 11,913,512 0 12,323,428 20 22 1,794 23,854,678 - - 0 12,921,064 0 10,933,614 21 21 1,817 22,708,431 - - 0 13,808,813 0 8,899,619 22 20 1,838 22,244,266 - - 0 14,967,297 0 7,276,968 23 19 1,859 21,002,778 - - 0 15,974,754 0 5,028,023 24 18 1,878 20,464,908 - - 0 17,303,130 0 3,161,778
rataan 9,943,947
54
56
Tabel 22. Proyeksi hasil bagi petani plasma melalui kerjasama kemitraan dengan PT. ATB per tahun hektar (40%)
TBS Tahun ke-
Produksi (ton/Ha) Harga (Rp/Kg)
Pendapatan (Rp)
Pokok pinjaman (Rp)
IDC (Rp)
Total pinjaman (Rp)
Biaya kebun (Rp)
Pembayaran cicilan (Rp)
Pendapatan (Rp)
a b c = a x b c d e = (c + d) f g h = (c-f)-g 0 - 1.101 - 1.540.385 1.540.385 - - - 1 - 1.142 - 1.521.087 77.019 3.138.492 - - - 2 - 1.183 - 772.173 357.182 4.267.847 - - - 3 - 1.224 - 615.295 640.177 5.523.319 - - - 4 7 1.264 3.538.642 448.031 828.498 6.799.848 1.762.000 621.825 1.154.817 5 11 1.304 5.475.079 - 1.019.977 7.198.000 2.092.200 1.184.008 2.198.872 6 11 1.343 6.103.690 - - 6.013.993 2.343.220 1.316.164 2.444.305 7 13 1.381 7.148.665 - - 4.697.828 2.661.335 1.570.566 2.916.765 8 13 1.419 7.569.231 - - 3.127.263 2.227.384 1.869.646 3.472.201 9 17 1.456 9.902.681 - - 1.257.616 2.686.331 1.257.616 4.690.628
10 19 1.492 11.342.629 - - 0 3.096.689 0 8.245.940 11 21 1.528 12.832.574 - - 0 3.562.255 0 9.270.319 12 23 1.562 14.213.493 - - 0 4.068.532 0 10.144.962 13 24 1.595 15.472.441 - - 0 4.616.862 0 10.855.580 14 25 1.627 16.325.806 - - 0 5.165.006 0 11.160.800 15 26 1.658 16.912.121 - - 0 5.729.058 0 11.183.062 16 25 1.688 16.933.597 - - 0 6.249.657 0 10.683.940 17 24 1.716 16.761.199 - - 0 6.782.562 0 9.978.636 18 24 1.743 16.387.050 - - 0 7.321.577 0 9.065.473 19 23 1.769 16.157.960 - - 0 7.942.341 0 8.215.619 20 22 1.794 15.903.119 - - 0 8.614.043 0 7.289.076 21 21 1.817 15.138.954 - - 0 9.205.875 0 5.933.079 22 20 1.838 14.829.510 - - 0 9.978.198 0 4.851.312 23 19 1.859 14.001.852 - - 0 10.649.836 0 3.352.015 24 18 1.878 13.643.272 - - 0 11.535.420 0 2.107.852
Rataan 6.629.298
55
57
4.7. Analisis Perbandingan proyeksi hasil kemitraan PT. ATB dengan sistem bagi hasil 80:20
Penilaian kelayakan kemitraaan PT. ATB juga dilakukan dengan
membandingkan proyeksi hasil pola kemitraan yang dilaksanakan dengan
pola kemitraan yang telah lazim dilakukan, yaitu pola kemitraan dengan
bagi hasil 80:20.
PT. ATB menerapkan pola kemitraan inti plasma 60:40. Dalam pola
ini, lahan yang semula adalah milik petani, diserahkan kepada perusahaan
melalui koperasi. Lahan tersebut akan dibangun menjadi areal kebun kelapa
sawit dan disertifikasi dalam dua jenis yang berbeda, yaitu Hak Guna Usaha
(HGU) dan Sertifikat hak Milik (SHM). Seluas 60% lahan akan disertifikasi
dalam bentuk HGU dan diperuntukkan bagi perusahaan inti, sedangkan 40%
sisanya akan disertifikasi dalam bentuk SHM yang diperuntukkan bagi
petani plasma. Perbedaan utama pola kemitraan 60:40 dengan pola bagi
hasil 80:20 terletak pada status kepemilikan lahan, beban kredit investasi,
dan pembagian hasil usaha.
Tabel 23. Perbandingan pola kemitraan 80:20 dan pola kemitraan 60:40 secara umum
No. Aspek Perbandingan
Pola Kemitraan 80:20 Pola Kemitraan 60:40
1 Dasar kemitraan
Bagi hasil yaitu 80% hasil
bagi Inti, 20% hasil bagi
petani
Bagi lahan 60% menjadi lahan
Inti (HGU), 40% lahan petani
(SHM). Konsekuensi bagi hasil
yang diterima 60% hasil bagi
Inti dan 40% hasil bagi petani
2 Kepemilikan lahan
Lahan asal milik petani,
dengan kemitraan 100%
HGU bagi Inti
Lahan asal milik petani, dengan
kemitraan 60% HGU bagi Inti
dan 40% SHM milik petani
3 Andil para pihak
Petani berinvestasi lahan, inti
berinvestasi finansial, SDM
dan teknologi
Petani berinvestasi lahan dan
40% pembangunan kebun, inti
berinvestasi 60% pembangunan
kebun, avalis pendanaan, SDM
dan teknologi
58
Lanjutan Tabel 23.
No. Aspek Perbandingan
Pola Kemitraan 80:20 Pola Kemitraan 60:40
4 Pengelolaan Satu manajemen oleh Inti
seterusnya
Satu manajemen oleh Inti
dengan opsi pengalihan
pengelolaan sebagian kebun
setelah kredit lunas
5 Penyerahan lahan
Petani peserta secara tertulis
menyerahkan lahannya
kepada Koperasi, selanjutnya
oleh koperasi diteruskan
kepada Perusahaan untuk
dibangun kebun kelapa sawit
Petani peserta secara tertulis
menyerahkan lahannya kepada
Koperasi, selanjutnya oleh
koperasi diteruskan kepada
Perusahaan untuk dibangun
kebun kelapa sawit
6 Beban kredit investasi pembangunan kebun
Petani peserta TIDAK
dibebani kredit investasi
pembangunan kebun
Petani peserta dibebani kredit
investasi pembangunan 40%
kebun
7 Pemilikan dan penguasaan lahan
Lahan petani tetap utuh
kecuali dipotong fasilitas
infrastruktur, tetapi dikuasai
perusahaan (HGU bagi
perusahaan)
Lahan setelah dipotong
fasilitas infrastruktur, 40%
akan dimiliki petani setelah
kredit lunas (sertifikat bagi
petani)
8 Proses kepemilikan
Tidak ada proses konversi
kepemilikan, sepanjang masa
kemitraan lahan menjadi HGU
yang dikuasai perusahaan
Proses konversi menjadi hak
milik dengan sertifikat dilaku-
kan setelah kredit investasi
pembangunan kebun lunas
9 Status lahan Lahan petani seluruhnya diubah statusnya menjadi HGU atas nama Perusahaan
Seluas 60% lahan petani diubah statusnya menjadi HGU atas nama Perusahaan, sedangkan 40% sisanya menjadi hak milik bersertifikat bagi petani
10 Pengelolaan kebun
Kebun kelapa sawit dikelola oleh perusahaan sejak pembibitan, TBM, TM sampai peremajaan kembali
Kebun kelapa sawit dikelola oleh perusahaan sejak pembibitan, TBM, TM sampai peremajaan kembali, kecuali bila petani mengambil opsi pengalihan pengelolaan setelah kredit lunas
59
Lanjutan Tabel 23.
No. Aspek
Perbandingan Pola Kemitraan 80:20 Pola Kemitraan 60:40
11 Penerimaan bagi hasil
Petani mulai memperoleh pembagian hasil 20% setelah dipotong biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS dari kebun ke pabrik pada saat tanaman di lapangan berumur 49 bulan
Petani mulai memperoleh pembagian hasil 40% setelah dipotong biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS dari kebun ke pabrik pada saat tanaman di lapangan berumur 49 bulan
12 Status lahan setelah kemitraan selesai
HGU dapat diperpanjang untuk dua kali siklus pertanaman produktif. Setelah kemitraan selesai, lahan HGU kembali menjadi milik petani
HGU dapat diperpanjang untuk dua kali siklus pertanaman produktif. Setelah kemitraan selesai, lahan HGU kembali menjadi milik petani
Petani dalam kedua pola kerjasama tersebut menanggung beban biaya
operasional, yaitu meliputi biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi
TBS sebelum menerima bagi hasil yang ditentukan. Berdasarkan hasil proyeksi
yang dilakukan, diperoleh hasil perhitungan pendapatan rataan petani dengan pola
kemitraan 60:40 lebih besar daripada pendapatan rataan petani dengan sistem bagi
hasil 80:20. Pendapatan rataan petani dengan pola kemitraan 60:40 sebesar Rp.
6,629,298 per tahun/hektar, sedangkan dengan pola bagi hasil 80:20 Rp.
3,531,028 per tahun/hektar.
60
Tabel 24. Proyeksi perbandingan hasil kemitraan inti plasma 60:40 dan bagi hasil 80:20
TBS Tahun ke-
Produksi (ton/Ha) Harga (Rp/Kg) Pendapatan
(Rp) Biaya kebun
(Rp)
Pendapatan petani inti plasma 60:40
(Rp)
Pendapatan bersih bagi hasil petani (80:20)
a B c = (a+b) d e f = (c-d) x 20% 0 - 1,101 - - - - 1 - 1,142 - - - - 2 - 1,183 - - - - 3 - 1,224 - - - - 4 7 1,264 3,538,642 1,762,000 1,154,817 888,321 5 11 1,304 5,475,079 2,092,200 2,198,872 1,691,440 6 11 1,343 6,103,690 2,343,220 2,444,305 1,880,235 7 13 1,381 7,148,665 2,661,335 2,916,765 2,243,665 8 13 1,419 7,569,231 2,227,384 3,472,201 2,670,923 9 17 1,456 9,902,681 2,686,331 4,690,628 3,608,175 10 19 1,492 11,342,629 3,096,689 8,245,940 4,122,970 11 21 1,528 12,832,574 3,562,255 9,270,319 4,635,160 12 23 1,562 14,213,493 4,068,532 10,144,962 5,072,481 13 24 1,595 15,472,441 4,616,862 10,855,580 5,427,790 14 25 1,627 16,325,806 5,165,006 11,160,800 5,580,400 15 26 1,658 16,912,121 5,729,058 11,183,062 5,591,531 16 25 1,688 16,933,597 6,249,657 10,683,940 5,341,970 17 24 1,716 16,761,199 6,782,562 9,978,636 4,989,318 18 24 1,743 16,387,050 7,321,577 9,065,473 4,532,737 19 23 1,769 16,157,960 7,942,341 8,215,619 4,107,809 20 22 1,794 15,903,119 8,614,043 7,289,076 3,644,538 21 21 1,817 15,138,954 9,205,875 5,933,079 2,966,540 22 20 1,838 14,829,510 9,978,198 4,851,312 2,425,656 23 19 1,859 14,001,852 10,649,836 3,352,015 1,676,008 24 18 1,878 13,643,272 11,535,420 2,107,852 1,053,926
rataan 6,629,298 3,531,028
59
61
4.8. Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, maka dapat
ditetapkan beberapa alternatif strategi seperti yang terlihat dalam matriks
SWOT. Dari beberapa alternatif strategi yang sudah diformulasikan, dengan
matriks QSP didapatkan prioritas strategi yang dapat diimplementasikan oleh
PT. ATB, dengan tetap mengandalkan kekuatan dan peluang yang ada, serta
mengatasi semua kelemahan dan mengantisipasi adanya ancaman yang berasal
dari lingkungan internal dan eksternal perusahaan.
Implikasi manajerial yang dapat dilakukan PT. ATB berkaitan dengan
nilai NPV yang dihasilkan, dimana memiliki nilai keuntungan murni di atas
biaya investasinya, yaitu mengerahkan sumber daya untuk mencapai
pertumbuhan dengan teknologi tertentu. Tindakan yang dapat dilakukan, antara
lain meningkatkan tingkat produksi dengan memaksimalkan potensi lahan yang
ada dengan dukungan teknologi modern.
Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai PBP
yang dihasilkan 9,87 tahun, yaitu dengan melakukan perubahan terhadap pola
kerjasama atau menciptakan bentuk kemitraan yang lebih mengikat dan saling
menguntungkan (misal dengan perjanjian kerjasama kemitraan minimal 10
tahun). Selain itu, strategi pengembangan produk dapat dilakukan dengan
diversifikasi produk atau mengembangkan produk baru yang berkaitan dengan
lini produk yang sudah ada, namun tetap memperhatikan mutu hasil produksi
dan terus ditingkatkan secara berkesinambungan.
Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai IRR
yang menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan sebesar 31,43%, yaitu
pengembangan pasar yang dimaksud adalah dengan penguasaan pasar di kota-
kota besar di Indonesia dan meningkatkan informasi pasar, serta menambah
saluran distribusi. Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain membuka pasar
baru dan menarik segmen pasar lain dengan mengembangkan produk yang unit
dan khas untuk memikat segmen lain.
Implikasi manajerial yang berkaitan dengan nilai B/C ratio yang
dihasilkan melebihi 1 yakni sebesar 2,47, dimana angka ini menunjukkan
tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu
62
satuan. Strategi yang dapat dilakukan PT. ATB berkaitan dengan hal tersebut,
yaitu dengan cara menginformasikan secara lebih jelas dan terbuka tentang
pelaksanaan program kemitraan yang telah dilaksanakan, permasalahan,
kendala dan manfaat yang dapat dihasilkan. Dapat pula dilakukan sosialisasi
kepada masyarakat dan petani oleh manajemen perusahaan agar tercipta sinergi
yang lebih baik.
Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai titik
impas (BEP) yang dihasilkan 69.303 ton atau sebesar Rp. 606.258.214.419,
yaitu perlu adanya komitmen dari manajemen perusahaan dan karyawan untuk
melaksanakan program yang telah disusun dengan baik, mengembangkan dan
memperbaiki standar kinerja, serta melatih keterampilan karyawan, agar hasil
produksi dapat maksimal dan BEP segera terpenuhi.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Prospek kerjasama kemitraan antara PT Anugerah Tani Bersama (PT
ATB) dengan petani pemilik lahan cukup baik, dengan cara
mensinergikan faktor kekuatan seperti lahan, kredibilitas mendapat
akses modal, hubungan masyarakat, hubungan pemerintah, keuangan
dan pemasaran.
b. Berdasarkan kelayakan usaha, dapat disimpulkan bahwa pengusahaan
kebun kelapa sawit dengan pola kemitraan inti plasma 60:40 layak
untuk dilaksanakan, yang dicirikan oleh nilai NPV sebesar Rp
446.039.000.000, PBP selama 9,87 tahun, IRR setelah pajak sebesar
31,34%, Net B/C sebesar 2,47, dan BEP senilai Rp. 606.258.214.419.
c. Berdasarkan hasil analisis SWOT dan QSPM ditunjukkan bahwa
prioritas strategi pengembangan kemitraan pengusahaan perkebunan
kelapa sawit dengan menerapkan strategi berbasis pada SO (strengths
and opportunities, terutama strategi yang memiliki nilai total daya
tarik paling tinggi diantara alternatif strategi yang lain, dengan factor
seperti kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintahan,
hubungan masyarakat, keuangan, lahan, pemasaran, prospek kelapa
sawit, dukungan perbankan, ketersediaan lahan petani dan dukungan
pemerintah daerah. Alternatif strategi yang dapat diberikan untuk
mengembangkan kerjasama kemitraan adalah :
1) Melaksanakan kerjasama kemitraan dengan memaksimalkan
potensi lahan yang dimiliki oleh masyarakat.
2) Mengembangkan pola kemitraan yang saling menguntungkan, baik
perusahaan inti maupun petani.
3) Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki
pengalaman dalam membangun kebun dan pabrik kelapa sawit.
64
2. Saran
Sistem pola kemitraan inti plasma 60:40, sebagaimana yang
diterapkan oleh PT ATB dan petani, perlu diperluas agar dapat membantu
meningkatkan ekonomi masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin melalui
pengembangan pola-pola kemitraan yang telah ada, seperti pola
kemitraan subkontrak, dagang umum, keagenan dan kerjasama operasional
agribisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Adrizal, 1995. Sistem Penunjang Keputusan untuk Investasi Agroindustri. Kasus Industri Bikatein di Sumatera Barat. Tesis pada Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor (Tidak dipublikasikan).
Alamsyah, I. 1997. Membandingkan Perbedaan Pola Kemitraan dalam Pengembangan Karet Rakyat : Suatu Analisis Ekonomi Kelembagaan (Studi Kasus di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)
Alwi, S, MS. 1993. Alat-alat Analisis dalam Pembelanjaan. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2007. Statistik Perkebunan, Jakarta.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Musi Banyuasin. 2008. Musi Banyuasin Dalam Angka, Musi Banyuasin.
Bank Indonesia. 1997. Pola Kemitraan Terpadu, Jakarta.
. 2008. Mekanisme Program Kemitraan Terpadu. http://www.bi.go.id/sipuk/id
Damadoran, A. 2001. Corporate Finance Theory and Practice Finance. John Wiley and Son, Inc, New York.
Darmosarkoro, W. 2006. Usaha sawit banyak tantangan. Kompas, 25 Februari 2006.
David, F. R. 2004. Manajemen Strategis : Konsep-konsep (Terjemahan). Indeks. Jakarta.
Deperin. 2006. Pohon Industri Kelapa Sawit, http://www.deperin.go.id
Departemen Pertanian (Deptan). 2008. Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Perkebunan Kelapa Sawit, Jakarta
. 2009. Volume dan Nilai Ekspor Impor Indonesia. http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/exportimport/16-Kelapa%20sawit [21 Oktober 2009]
Gelder, JW. 2004. Greasy Palms : European buyers of Indonesian Palm Oil. Friends of the Earth. Profundo, Amsterdam.
Gittinger, JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian (Terjemahan). Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Hafsah, J. 1999. Kemitraan Usaha, Konsepsi dan Strategi. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta..
Haryadi, D. 2004. Evaluasi Kemitraan Petani Sawit di Perkebunan Kelapa Sawit PT Citra Riau Sarana di Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau. Program Pascasarjana. Tesis pada Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Husnan, S. 1996. Manajemen Keuangan. BPFE, Yogyakarta.
66
Latifah, E., A. Suryani dan H. Hardjomidjojo. 2009. Analisis Kelayakan Pembiayaan Pengembangan Usaha Mebel Kayu Pada Bank Syariah (Studi Kasus : PT. ”X” di Bekasi). Jurnal MPI Vol. 4 No. 1[57-74], Februari 2009.
Linton, I. 1997. Kemitraan, Meraih Keuntungan Bersama. Haliarang Bisnis.
Marimin. 2004. Tehnik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Nasution. 1997. Analisis Distribusi Laba Antara Perusahaan Inti Dengan Petani Plasma Dalam Proyek PIR-TRANS Sawit XYZ. Tesis pada Program Pascasarjana. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis (Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21). PT. Gramedia, Jakarta.
Samhadi, SH. 2006. Ironi Sawit dan Ambisi Nomor Satu Dunia. Kompas, 25 Februari 2006.
Sumardjo, S. J., dan W.A. Darmono. 2004. Teori dan Praktik Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta.
Undang-Undang No 9 Tahun 1995. Tentang Usaha Kecil. Departemen Pertanian. 1995.
Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Teknis Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
United State Department of Agriculture (USDA). 2008. EU Directive on Renewable Energy and Fuel Quality (DREFQ), United State of America. http://www.usda.gov
Van Horne, J. C. 2002. Financial Management and Policy. Prentice Hall International, Inc, Upper Saddle River, New Jersey.
Warsini, S. 2003. Manajemen Keuangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Wikipedia Bahasa Indonesia. 2009. Ton. http://id.wikipedia.org/wiki/Ton [3 Oktober 2009].
LAMPIRAN
68
Lampiran 1. Kuesioner Kajian
Kelayakan dan Strategi Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT Anugerah Tani Bersama
IDENTITAS RESPONDEN
Nama : .....................................................................
Pekerjaan/Jabatan : .....................................................................
Alamat : .....................................................................
Kami mohon Bapak/Ibu dapat memberikan informasi secara obyektif dan benar, dengan cara mengisi kuesioner ini
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
69
PENENTUAN FAKTOR STRATEGIK INTERNAL
Faktor internal dalam kuesioner ini adalah faktor-faktor strategik yang berasal dari dalam organisasi PT. Anugerah Tani Bersama (ATB) yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pengembangan kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama. Petunjuk pengisian : a. Pemberian nilai positif (+) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi
kekuatan dalam pengembangan kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama, berikan tanda (x) di bawah tanda (+) pada tabel di bawah.
b. Pemberian nilai negatif (-) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi kelemahan dalam pengembangan kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama, berikan tanda (x) dibawah tanda (-) pada tabel di bawah.
c. Selain faktor-faktor yang disebutkan di bawah ini, masih memungkinkan untuk menambah faktor-faktor internal apa saja menurut Bapak/Ibu yang mempengaruhi pengembangan kemitraan PT.ATB, kemudian apakah faktor tersebut berupa kekuatan atau kelemahan, berikan tanda (x) di bawah tanda (+) jika kekuatan atau (-) jika kelemahan
No. Faktor Strategik Internal Kekuatan (+)
Kelemahan (-)
Keterangan
1 Kredibilitas mendapat akses modal 2 Pengalaman membangun kebun 3 Sarana dan prasarana 4 Hubungan pemerintahan 5 Organisasi dan manajemen 6 Visi dan misi kemitraan 7 Hubungan masyarakat 8 Budaya kerja perusahaan 9 SDM 10 Keuangan 11 Lahan 12 Pemasaran 13 Produksi dan operasi 14 Penelitian dan pengembangan 15 Sistem informasi manajemen
Lanjutan Lampiran 1.
70
PENENTUAN FAKTOR STRATEGIK EKSTERNAL Faktor eksternal dalam kuesioner ini adalah faktor-faktor strategik yang berasal dari luar organisasi PT. Anugerah Tani Bersama (ATB) yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pengembangan kemitraan PT. ATB. Petunjuk pengisian : a. Pemberian nilai positif (+) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi
peluang dalam pengembangan kemitraan PT. ATB, berikan tanda (x) di bawah tanda (+) pada tabel di bawah.
b. Pemberian nilai negatif (-) didasarkan apakah faktor-faktor tersebut dapat menjadi ancaman dalam pengembangan kemitraan PT. ATB, berikan tanda (x) dibawah tanda (-) pada tabel di bawah.
c. Selain faktor-faktor yang disebutkan di bawah ini, masih memungkinkan untuk menambah faktor-faktor internal apa saja menurut Bapak/Ibu yang mempengaruhi pengembangan kemitraan PT. ATB, kemudian apakah faktor tersebut berupa peluang atau ancaman, berikan tanda (x) di bawah tanda (+) jika peluang atau (-) jika ancaman
No. Faktor Strategik Eksternal Peluang (+)
Ancaman (-)
Keterangan
1 Dukungan pemerintah daerah 2 Ketersediaan lahan petani 3 Dukungan perbankan 4 Prospek kelapa sawit 5 Budaya kebun petani 6 Perubahan kultur masyarakat 7 Penerimaan masyarakat petani 8 Situasi politik dan keamanan dunia 9 Keberadaan LSM daerah 10 Kebijakan kredit revitalisasi 11 Komoditas andalan daerah 12 Tren ekonomi 13 Perkembangan teknologi
\\
Lanjutan Lampiran 1.
71
PENENTUAN BOBOT Tujuan :
Mendapatkan penilaian para responden mengenai tingkat kepentingan dari masing-masing faktor strategis baik internal maupun eksternal dalam menentukan atau mempengaruhi keberhasilan pengembangan kemitraan.
Petunjuk Umum : 1. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan melakukannya secara sekaligus
(tidak menunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban. 4. Responden berhak menambahkan atau mengurangi hal-hal yang sudah tercantum
dalam kuesioner dengan alasan yang jelas dan kuat. 5. Responden dapat saja memiliki pandangan yang berbeda, mengenai suatu faktor
didalam kuesioner ini baik dengan responden lainnya ataupun dengan peneliti. Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan yang kuat.
Petunjuk Khusus :
1. Alternatif pemberian bobot terhadap faktor-faktor strategik internal eksternal yang tersedia untuk kuesioner ini adalah :
1 = kurang menentukan atau kurang penting 2 = cukup menentukan atau cukup penting 3 = menentukan atau penting 4 = sangat menentukan atau sangat penting
pemberian bobot masing-masing faktor strategik dilakukan dengan pemberian tanda (x) pada tingkat penting (1-4) yang paling sesuai menurut responden. 2. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap
faktor-faktor strategik internal dan eksternal perusahaan.
Lanjutan Lampiran 1.
72
Bobot No Faktor Strategik Internal
1 2 3 4 1 Kredibilitas mendapat akses modal 2 Pengalaman membangun kebun 3 Sarana dan prasarana 4 Hubungan pemerintahan 5 Organisasi dan manajemen 6 Visi dan misi kemitraan 7 Hubungan masyarakat 8 Budaya kerja perusahaan 9 SDM 10 Keuangan 11 Lahan 12 Pemasaran 13 Keuangan 14 Produksi dan operasi 15 Penelitian dan pengembangan 16 Sistem informasi manajemen
Bobot No Faktor Strategik Eksternal 1 2 3 4
1 Dukungan pemerintah daerah 2 Ketersediaan lahan petani 3 Dukungan perbankan 4 Prospek kelapa sawit 5 Budaya kebun petani 6 Perubahan kultur masyarakat 7 Penerimaan masyarakat petani 8 Situasi politik dan keamanan dunia 9 Keberadaan LSM daerah 10 Kebijakan kredit revitalisasi 11 Komoditas andalan daerah 12 Tren ekonomi 13 Perkembangan teknologi
Lanjutan Lampiran 1.
73
PENENTUAN RATING Tujuan :
Mendapatkan penilaian para responden mengenai intensitas kekuatan atau kelemahan dari faktor eksternal/internal yang terpilih pada saat pengisian penentuan faktor eksternal internal sebelumnya (yaitu dengan memindahkan faktor-faktor terpilih ke format pengisian rating dan kemudian masing-masing diberi penilaian)
Petunjuk Umum : 1. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan untuk melakukannya secara
sekaligus (tidak menunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban. 4. Responden berhak menambahkan atau mengurangi hal-hal yang sudah tercantum
dalam kuesioner dengan alasan yang jelas dan kuat. 5. Responden dapat saja memiliki pandangan yang berbeda, mengenai suatu faktor
didalam kuesioner ini baik dengan responden lainnya ataupun dengan peneliti. Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan yang kuat.
Petunjuk Khusus :
1. Alternatif pemberian rating terhadap faktor-faktor strategik internal (kekuatan dan kelemahan) adalah sebagai berikut :
1 = kelemahan utama 2 = kelemahan kecil 3 = kekuatan kecil 4 = kekuatan utama Sedangkan untuk faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) pemberian ratingnya adalah sebagai berikut : 1 = Sangat lemah 2 = Lemah 3 = Kuat 4 = Sangat kuat pemberian rating masing-masing faktor strategikdilakukan dengan pemberian tanda (x pada urutan intensitasnya (1 – 4) yang paling sesuai menurut responden. 2. Penentuan rating merupakan pandangan masing-masing responden terhadap
intensitas kekuatan dan kelemahan dalam organisasi serta intensitas terhadap peluang dan ancaman yang dapat menentukan atau mempengaruhi keberhasilan kemitraan PT.ATB.
Lanjutan Lampiran 1.
74
Rating No Faktor Strategik Internal 1 2 3 4
A KEKUATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
B KELEMAHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lanjutan Lampiran 1.
75
Rating No Faktor Strategik Eksternal 1 2 3 4
A PELUANG 1 2 3 4 5 6 7 8 9
B ANCAMAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lanjutan Lampiran 1.
76
Lampiran 2. Proyeksi biaya total proyek
Tahun Biaya 2008 2009 2010 2011 2012 Total a b c d e f
Biaya Kebun Penanaman Tahun 2008 1000 Ha Area 25.764.997.583 6.236.579.700 8.064.556.500 - - 40.066.133.783 Interest During Construction (IDC) 1.288.249.879 4.993.474.074 6.952.178.660 7.995.005.460 9.194.256.278 30.423.164.352 Subtotal 27.053.247.462 11.230.053.774 15.016.735.160 7.995.005.460 9.194.256.278 70.489.298.135 Akumulasi 27.053.247.462 38.283.301.236 53.300.036.397 61.295.041.856 70.489.298.135 70.489.298.135 Penanaman Tahun 2009 1000 Ha Area 20.446.563.683 5.318.433.900 6.236.579.700 8.064.556.500 - 40.066.133.783 Interest During Construction (IDC) 1.022.328.184 4.018.098.865 5.556.300.650 7.599.429.222 8.739.343.606 26.935.500.527 Subtotal 21.468.891.867 9.336.532.765 11.792.880.350 15.663.985.722 8.739.343.606 67.001.634.310 Akumulasi 21.468.891.867 30.805.424.632 42.598.304.982 58.262.290.704 67.001.634.310 67.001.634.310 Penanaman Tahun 2010 1500 Ha Area 34.077.606.138 8.864.056.500 10.394.299.500 13.440.927.500 66.776.889.638 Interest During Construction (IDC) 1.703.880.307 6.696.831.442 9.260.501.083 12.665.715.370 30.326.928.202 Subtotal - 35.781.486.445 15.560.887.942 19.654.800.583 26.106.642.870 97.103.817.840 Akumulasi 35.781.486.445 51.342.374.387 70.997.174.970 97.103.817.840 97.103.817.840
Biaya Pabrik Pabrik pengolahan kelapa sawit 56.483.955.466 39,538,768,827 - 96,022,724,293 Interest During Construction 8,472,593,320 15,674,297,642 18,025,442,288 42,172,333,250 Subtotal - - 64,956,548,786 55,213,066,468 18,025,442,288 138,195,057,543 Akumulasi - - 64,956,548,786 120,169,615,255 138,195,057,543 138,195,057,543 TOTAL Pengeluaran Modal (Capital Expenditure) 46.211.561.266 45.632.619.738 79.649.148.166 51,151,719,527 13.440.927.500 242.931.881.497 Interest During Construction 2.310.578.063 10.715.453.246 27.677.904.072 40.529.233.407 48.624.757.543 129.857.926.331 Biaya total proyek 48.522.139.329 56.348.072.984 107.327.052.238 98.526.858.233 62.065.685.043 372.789.807.828 Akumulasi 48.522.139.329 104.870.212.314 212.197.264.552 310.724.122.785 372.789.807.828 372.789.807.828
76
77
Lampiran 3. Biaya investasi kebun per hektar TBM-0 TBM-1 TBM-2 TBM-3 Jumlah
TBM-0*) 13.631.042 - - - 13.631.042
TBM-1 - 3.545.623 - - 3.545.623
TBM-2 - - 4.157.720 - 4.157.720
TBM-3 - - - 5.376.371 5.376.371
Subtotal 13.631.042 3.545.623 4.157.720 5.376.371 26.710.756
IDC 2.044.656 2.883.198 3.939.336 5.336.692 14.203.882
Jumlah**) 15.675.699 6.428.821 8.097.056 10.713.063 40.914.638
Akumulasi 15.675.699 22.104.520 30.201.575 40.914.638 40.914.638
Catatan: *) mencakup biaya bahan tanaman dari pembibitan (awal dan utama) **) tidak mencakup biaya pengadaan lahan
77
78
Lampiran 4. Proyeksi pendanaan
2008 2009 2010 2011 2012 Total
PERKEBUNAN Jumlah Pembiayaan Perkebunan 48.522.139.329 56.348.072.984 42.370.503.452 43.313.791.765 44.040.242.755 234.594.750.285 Pinjaman Maksimum 65% 31.539.390.564 36.626.247.440 27.540.827.244 28.153.964.647 28.626.157.790 152.486.587.685 Minimum Pembiayaan Sendiri 35% 16.982.748.765 19.721.825.545 14.829.676.208 15.159.827.118 15.414.084.964 82.108.162.600 KEBUN DAN PABRIK
Investasi diluar IDC Pembiayaan Sendiri 35% 16.174.046.443 15.971.416.908 27.877.201.858 20.299.168.689 4.704.324.625 85.026.158.524 Pembiayaan Pinjaman 65% 30.037.514.823 29.661.202.830 51.771.946.308 37.698.456.137 8.736.602.875 157.905.722.973 Subtotal 46.211.561.266 45.632.619.738 79.649.148.166 57.997.624.827 13.440.927.500 242.931.881.497
IDC Pembiayaan Sendiri 35% 808.702.322 3.750.408.636 9.687.266.425 14.185.231.692 17.018.665.140 45.450.274.216 Pembiayaan Pinjaman 65% 1.501.875.741 6.965.044.610 17.990.637.647 26.344.001.714 31.606.092.403 84.407.652.115 Subtotal 2.310.578.063 10.715.453.246 27.677.904.072 40.529.233.407 48.624.757.543 129.857.926.331
Jumlah Pembiayaan yang dibutuhkan Pembiayaan Sendiri 35% 16.982.748.765 19.721.825.545 37.564.468.283 34.484.400.382 21.722.989.765 130.476.432.740 Pembiayaan Pinjaman 65% 31.539.390.564 36.626.247.440 69.762.583.955 64.042.457.852 40.342.695.278 242.313.375.088 Jumlah 100% 48.522.139.329 56.348.072.984 107.327.052.238 98.526.858.233 62.065.685.043 372.789.807.828
Modal 48.522.139.329 104.870.212.314 212.197.264.552 310.724.122.785 372.789.807.828 372.789.807.828
78
79
Lampiran 5. Proyeksi produksi dan harga TBS, CPO dan PK
TBS CPO PK Produksi Harga Nilai Produksi Harga Nilai Produksi Harga Nilai ton Rp/Kg juta Rp Ton Rp/Kg juta Rp ton Rp/Kg juta Rp
2009 - 1.142 - - 5.397 - - 2.968 - 2010 - 1.183 - - 5.591 - - 3.075 - 2011 - 1.224 - - 5.783 - - 3.181 - 2012 10.500 1.264 13.270 2.310 5.974 13.799 473 3.285 1.552 2013 31.500 1.304 41.063 6.930 6.162 42.700 1.418 3.389 4.804 2014 62.500 1.343 83.926 13.750 6.347 87.271 2.813 3.491 9.818 2015 103.500 1.381 142.973 22.770 6.529 148.672 4.658 3.591 16.726 2016 160.000 1.419 227.077 35.200 6.708 236.127 7.200 3.689 26.564 2017 204.000 1.456 297.080 44.880 6.883 308.921 9.180 3.786 34.754 2018 228.000 1.492 340.279 50.160 7.054 353.841 10.260 3.880 39.807 2019 252.000 1.528 384.977 55.440 7.221 400.321 11.340 3.971 45.036 2020 273.000 1.562 426.405 60.060 7.383 443.399 12.285 4.060 49.882 2021 291.000 1.595 464.173 64.020 7.539 482.673 13.095 4.147 54.301 2022 301.000 1.627 489.774 66.220 7.691 509.295 13.545 4.230 57.296 2023 306.000 1.658 507.364 67.320 7.837 527.585 13.770 4.310 59.353 2024 301.000 1.688 508.008 66.220 7.977 528.255 13.545 4.387 59.429 2025 293.000 1.716 502.836 64.460 8.112 522.877 13.185 4.461 58.824 2026 282.000 1.743 491.612 62.040 8.240 511.205 12.690 4.532 57.511 2027 274.000 1.769 484.739 60.280 8.362 504.058 12.330 4.599 56.707 2028 266.000 1.794 477.094 58.520 8.478 496.108 11.970 4.663 55.812 2029 250.000 1.817 454.169 55.000 8.587 472.270 11.250 4.723 53.130 2030 242.000 1.838 444.885 53.240 8.689 462.617 10.890 4.779 52.044 2031 226.000 1.859 420.056 49.720 8.785 436.797 10.170 4.832 49.140 2032 218.000 1.878 409.298 47.960 8.874 425.611 9.810 4.881 47.881
79
80
Lampiran 6. Proyeksi produksi TBS, penjualan, pendapatan dan cicilan pinjaman
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Produksi TBS (ton) 10.500 31.500 62.500 103.500 160.000 204.000 228.000 252.000 273.000 291.000 301.000 306.000
Harga TBS per Kg (Rp) 1.264 1.304 1.343 1.381 1.419 1.456 1.492 1.528 1.562 1.595 1.627 1.658
Penj. (juta Rp) 13.270 41.063 83.926 142.973 227.077 297.080 340.279 384.977 426.405 464.173 489.774 507.364
HPP (juta Rp) 6.608 15.692 32.219 53.227 66.822 80.590 92.901 106.868 122.056 138.506 154.950 171.872
Keunt. Ops (juta Rp) 6.662 25.372 51.706 89.747 160.255 216.491 247.378 278.110 304.349 325.667 334.824 335.492
Keunt. Kotor sblm peny. 50% 62% 62% 63% 71% 73% 73% 72% 71% 70% 68% 66%
Repayment 35% (juta Rp) 14.372 29.374 50.041 79.477 103.978 119.098 134.742 149.242 162.461 171.421 177.577
Pend. Bersih (juta Rp) 6.662 11.000 22.332 39.706 80.778 112.512 128.281 143.368 155.107 163.207 163.403 157.915
Pend. Bersih per Ha (thsds Rp) 4.164 6.875 13.958 24.816 50.487 70.320 80.175 89.605 96.942 102.004 102.127 98.697
PEMBAYARAN PINJAMAN
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Pinj. (juta Rp) 242.313 264.288 274.558 265.701 226.079 156.012 60.317 (65.378) - - -
Bunga 15% (juta Rp) 36.347 39.643 41.184 39.855 33.912 23.402 9.047 (9.807) - - -
Repayments (juta Rp) 14.372 29.374 50.041 79.477 103.978 119.098 134.742 (75.185) - - -
Pinj. Bersih (juta Rp) 227.941 234.914 224.517 186.224 122.101 36.915 (74.425) - - - -
Sisa Pinj. (juta Rp) 242.313 264.288 274.558 265.701 226.079 156.012 60.317 (65.378) - - - -
80
81
Lampiran 7. Proyeksi arus kas
Pendapatan Biaya Non-Opersi Aktiitas Pembayaran Cash Flow Cash Balance
Penjualan Kebun Panen OCF Peng. Modal IDC Pinajaman Pend. Sendiri Beban Bunga Pendptn Bunga Pembayaran Pajak Pembiayaan Net CF Opening Closing Int. Income 2%
65% 242.932 129.858 242.313 130.476 213.583 678.706 455.897 1.668.445
2008 - - - - 46.212 2.311 31.539 16.983 - - - - 0 0 - 0 - 2009 - - - - 45.633 10.715 36.626 19.722 - - - - (0) (0) 0 0 0 2010 - - - - 79.649 27.678 69.763 37.564 - 261 - - (261) (261) 0 (261) 0 2011 - - - - 57.998 40.529 64.042 34.484 - 819 - - (819) (819) (261) (1.080) (5) 2012 15.351 5.558 1.050 8.744 13.441 48.625 40.343 21.723 - 1.646 - - (1.646) 7.097 (1.080) 6.018 (22) 2013 47.503 12.227 3.465 31.812 - - - 36.347 2.827 14.372 - (53.546) (21.734) 6.018 (15.716) 120 2014 97.089 24.657 7.563 64.869 39.643 3.232 29.374 3.675 (75.924) (11.055) (15.716) (26.771) (314) 2015 165.397 39.451 13.776 112.170 41.184 3.933 50.041 17.613 (112.771) (600) (26.771) (27.371) (535) 2016 262.692 43.396 23.426 195.870 39.855 4.902 79.477 43.413 (167.647) 28.224 (27.371) 852 (547) 2017 343.674 47.736 32.854 263.084 33.912 6.460 103.978 65.827 (210.177) 52.908 852 53.760 17 2018 393.648 52.509 40.392 300.747 23.402 8.454 119.098 80.877 (231.831) 68.916 53.760 122.676 1.075 2019 445.357 57.760 49.108 338.489 9.047 10.639 134.742 97.162 (251.590) 86.899 122.676 209.576 2.454 2020 493.282 63.536 58.520 371.226 (9.807) 12.983 (75.185) 113.342 (41.334) 329.892 209.576 539.467 4.192 2021 536.974 69.890 68.616 398.468 - 19.904 - 120.649 (140.554) 257.914 539.467 797.382 10.789 2022 566.590 76.879 78.072 411.640 - 25.859 - 126.387 (152.246) 259.394 797.382 1.056.776 15.948 2023 586.938 84.566 87.305 415.067 - 32.081 - 129.282 (161.363) 253.704 1.056.776 1.310.479 21.136 2024 587.684 93.023 94.467 400.194 - 38.438 - 126.727 (165.166) 235.028 1.310.479 1.545.508 26.210 2025 581.701 102.325 101.152 378.224 - 44.677 - 122.008 (166.684) 211.540 1.545.508 1.757.047 30.910 2026 568.716 112.558 107.089 349.068 - 50.694 - 115.066 (165.761) 183.308 1.757.047 1.940.355 35.141 2027 560.765 123.814 114.457 322.495 - 56.388 - 108.802 (165.191) 157.304 1.940.355 2.097.659 38.807 2028 551.921 136.195 122.226 293.499 - 61.790 - 101.724 (163.514) 129.985 2.097.659 2.227.644 41.953 2029 525.400 149.814 126.362 249.224 - 66.861 - 89.963 (156.824) 92.400 2.227.644 2.320.044 44.553 2030 514.661 164.796 134.550 215.315 - 71.384 - 81.147 (152.531) 62.784 2.320.044 2.382.828 46.401 2031 485.937 181.276 138.220 166.442 75.495 67.718 (143.213) 2032 473.492 199.403 146.659 127.430 78.979 57.060 (136.039)
81
82
Lampiran 8. Proyeksi neraca
Aset Kewajiban Tahun
Kas Aset Tetap Akumulasi Peny. Aset tetap bersih Total Aset Pinjaman Pend. sendiri
Peningkatan bunga Ekuitas Total
Kwjbn -
2009 13.026 91.844 - 91.844 104.870 68.166 36.705 - 36.705 104.870
2010 40.964 171.493 - 171.493 212.458 137.928 74.269 261 74.530 212.458 2011 82.313 229.491 - 229.491 311.804 201.971 108.753 1.080 109.833 311.804
2012 141.328 242.932 (16.208) 226.724 368.051 242.313 130.476 (4.739) 125.738 368.051 2013 161.594 242.932 (32.417) 210.515 372.109 264.288 130.476 (22.655) 107.821 372.109
2014 196.646 242.932 (48.625) 194.307 390.953 274.558 130.476 (14.081) 116.396 390.953 2015 245.096 242.932 (64.833) 178.099 423.194 265.701 130.476 27.018 157.494 423.194 2016 322.978 242.932 (81.041) 161.891 484.869 226.079 130.476 128.314 258.790 484.869
2017 422.717 242.932 (97.250) 145.682 568.399 156.012 130.476 281.910 412.387 568.399 2018 531.943 242.932 (113.458) 129.474 661.417 60.317 130.476 470.624 601.101 661.417
2019 649.168 242.932 (129.666) 113.266 762.434 (65.378) 130.476 697.335 827.812 762.434 2020 995.219 242.932 (145.874) 97.058 1.092.277 - 130.476 961.801 1.092.277 1.092.277 2021 1.292.943 242.932 (162.083) 80.849 1.373.792 - 130.476 1.243.316 1.373.792 1.373.792
2022 1.604.054 242.932 (178.291) 64.641 1.668.695 - 130.476 1.538.219 1.668.695 1.668.695 2023 1.921.920 242.932 (194.499) 48.433 1.970.353 - 130.476 1.839.877 1.970.353 1.970.353
2024 2.233.825 242.932 (210.707) 32.225 2.266.050 - 130.476 2.135.573 2.266.050 2.266.050 2025 2.534.718 242.932 (226.916) 16.016 2.550.734 - 130.476 2.420.258 2.550.734 2.550.734
2026 2.819.414 242.932 (243.124) (192) 2.819.222 - 130.476 2.688.746 2.819.222 2.819.222 2027 3.089.495 242.932 (259.332) (16.400) 3.073.095 - 130.476 2.942.618 3.073.095 3.073.095 2028 3.343.060 242.932 (275.540) (32.608) 3.310.451 - 130.476 3.179.975 3.310.451 3.310.451
2029 3.569.182 242.932 (291.749) (48.817) 3.520.365 - 130.476 3.389.889 3.520.365 3.520.365 2030 3.774.733 242.932 (307.957) (65.025) 3.709.708 - 130.476 3.579.232 3.709.708 3.709.708
2031 3.948.951 242.932 (324.165) (81.233) 3.867.718 - 130.476 3.737.242 3.867.718 3.867.718 2032 4.098.300 242.932 (340.373) (97.441) 4.000.858 - 130.476 3.870.382 4.000.858 4.000.858
82