Download - 2. Artikel Muhid

Transcript
Page 1: 2. Artikel Muhid

1

HUBUNGAN ANTARA SELF-CONTROL DAN SELF-EFFICACY

DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU PROKRASTINASI

AKADEMIK MAHASISWA

Oleh:

Abdul Muhid

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah ada hubungan antara

self control, dan self efficacy dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi

akademik. Dengan pendekatan kuantitatif-korelatif, metode penelitian ini akan

diperoleh signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian ini

membuktikan kembali teori yang menyatakan bahwa faktor-faktor kepribadian

seperti self control dan self efficacy sangat berperan untuk menghindari terjadinya

perilaku prokrastinasi akademik. Sebab semakin baik self control dan self efficacy

seorang mahasiswa maka semakin rendah kemungkinan seorang mahasiswa untuk

berperilaku prokrastinasi akademik, sebaliknya semakin rendah self control dan

self efficacy seorang mahasiswa maka semakin besar kemungkinan seorang

mahasiswa untuk berperilaku prokrastinasi akademik.

Kata Kunci: self control, self efficacy, dan prokrastinasi akademik.

A. Pendahuluan

Menurut Ferrari (1991), prokrastinasi akademik banyak berakibat

negatif, dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang terbuang sia-sia.

Tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila diselesaikan hasilnya menjadi

tidak maksimal. Penundaan juga bisa mengakibatkan seseorang kehilangan

kesempatan dan peluang yang datang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan

bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah yang menimpa sebagian

besar anggota masyarakat secara luas, dan pelajar pada lingkungan yang lebih

kecil, seperti sebagian pelajar di sana. Sekitar 25 % sampai dengan 75 % dari

pelajar melaporkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam

lingkup akademis mereka (Ferrari, Keane, Wolf, & Beck, 1998).

Berbagai hasil penelitian menemukan aspek-aspek pada diri individu

yang mempengaruhi seseorang untuk mempunyai suatu kecenderungan

perilaku prokrastinasi, antara lain, rendahnya kontrol diri (self control) (Green,

Staf Pengajar Program Studi Psikologi IAIN Sunan Ampel Surabaya

Page 2: 2. Artikel Muhid

2

dalam Tuckman, 1991), self consciuous, rendahnya self esteem, self efficacy,

dan kecemasan sosial (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995). Setiap individu

memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan

perilaku, yaitu kontrol diri (self control). Menurut Goldfried & Marbaum

(dalam Lazarus, 1976), kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk

menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang

dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Sebagai salah satu sifat

kepribadian, kontrol diri satu individu dengan individu lain tidaklah sama.

Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggidan ada individu yang

memiliki kontrol diri yang rendah. Individu yang memiliki kontrol diri yang

tinggi mampu mengubah kejadian dan menjadi agen utama dalam

mengarahkan dan mengatur perilaku utama yang emmbawa kepada

konsekuensi positif. Sebagai mahasiswa yang tugas utamanya adalah

belajar/kuliah, bila mempunyai kontrol diri yang tinggi, mereka akan mampu

memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku. Mereka mampu

menginterpretasikan stimulus yang dihadapi, mempertimbangkan

konsekuensinya sehingga mampu memilih tindakan dan melakukannya

dengan meminimalkan akibat yang tidak diinginkan. Mereka mampu

mengatur stimulus sehingga dapat menyesuaikan perilakunya kepada hal-hal

yang lebih menunjang perkuliahannnya.

Individu yang kontrol dirinya rendah tidak mampu mengarahkan dan

mengatur perilakunya, sehingga diasumsikan, seorang mahasiswa yang

dengan kontrol diri yang rendah akan berperilaku, lebih bertindak kepada hal-

hal yang lebih menyenangkan dirinya misalnya melakukan aktivitas sia-sia

seperti jalan-jalan ke Mall, nongkrong tanpa batas waktu, begadang

semalaman, dan juga aktiviats-aktivitas lain yang tidak bermanfaat dan

membuang-buang waktu, bahkan mahasiswa cenderung menunda-nunda tugas

yang seharusnyalah ia kerjakan terlebih dahulu. Dengan kontrol diri yang

rendah, meraka tidak mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku.

Mereka tidak mempu menginterpretasikan stimulus yang dihadapi, tidak

Page 3: 2. Artikel Muhid

3

mampu mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga

tidak mampu memilih tindakan yang tepat.

Secara umum orang yang mempunyai kontrol diri yang tinggi akan

menggunakan waktu yang sesuai dan mengarah pada perilaku yang lebih

utama, yaitu belajar/kuliah, sedangkan orang yang mempunyai kontrol diri

rendah tidak mampu mengatur dan mengarahkan perilakunya, sehingga akan

lebih mementingkan sesuatu yang lebih menyenangkan, dan diasumsikan

banyak menunda-nunda (prokrastinasi).

Bandura (1993) menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang

harus membuat keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa

lama menghadapi kesulitan-kesulitan. Teori belajar sosial (social learning

theory) menyatakan bahwa permulaan dan pengaturan transaksi dengan

lingkungan, sebagian ditentukan oleh penilaian self efficacy. Orang cenderung

menghindari situasi-situasi yang diyakini melampaui keyakinan

kemampuannya, tetapi dengan penuh keyakinan mengambil dan melakukan

kegiatan yang diperkirakan dapat diatasi. Self efficacy menyebabkan

keterlibatan aktif dalam kegiatan, mendorong perkembangan kompetensi.

Sebaliknya, self efficacy yang mengarahkan individu untuk menghindari

lingkungan dan kegiatan, memperlambat perkembangan potensi dan

melindungi persepsi diri yang negatif dari perubahan yang membangun.

Bandura (dalam Schunk, 1990) mendefinisikan self efficacy sebagai

pertimbangan seseorang terhadap kemampuannya mengorganisasikan dan

melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai performansi

tertentu. Self efficacy juga didefinisikan sebagai suatu pendapat atau

keyakinan yang dimiliki oleh seseoarng mengenai kemampuannya dalam

menampilkan suatu bentuk perilaku dan hal ini berhubungan dengan situasi

yang dihadapi oleh seseorang tersebut dan menempatkanya sebagai elemen

kognitif dalam pembelajaran sosial.

Efficacy seseorang sangat menentukan seberapa besar usaha yang

dikeluarkan dan seberapa individu bertahan dalam menghadapi rintangan dan

pengalaman yang menyakitkan. Semakin kuat persepsi self efficacy semakin

Page 4: 2. Artikel Muhid

4

giat dan tekun usaha-usahanya. Ketika menghadapi kesulitan, individu

mempunyai keraguan yang besar tentang kemampuannya akan mengurangi

usaha-usahanya atau menyerah sama sekali. Sedangkan mereka yang

mempunyai perasaan efficacy yang kuat menggunakan usaha yang lebih besar

untuk mengatasi tantangan (Bandura, Reese, & Adams, 1982). Dengan kata

lain, usaha manusia untuk mencapai sesuatu dan untuk mewujudkan

keberadaan diri yang positif, memerlukan perasaan keunggulan pribadi (sense

of personal efficacy) yang optimis. Hal ini dikarenakan oleh realitas sosial

yang biasanya penuh dengan kesulitan sehingga orang harus memiliki

perasaan keunggulan pribadi yang kuat untuk mempertahankan usaha yang

teguh dalam menghadapi kesulitan dan rintangan, maka di sinilah peranan

keyakinan diri diperhitungkan (Katarina, 1993). Persepsi efficacy yang lemah

merupakan hambatan internal menuju kemajuan dan menghalangi kemampuan

untuk mengatasi hambatan eksternal secara efektif. Self efficacy yang rendah

dapat menghalangi usaha meskipun individu memiliki ketrampilan dan

menyebabakna mudah putus asa (Newstrom & Davis, 1989).

Bandura (1993) menyatakan bahwa self efficacy menunjuk kepada

keyakinan akan kemampuannya untuk menggerakkan motivasi, sumber-

sumber kognitif dan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk menghadapi

tuntutan situasi. Sementara itu menurut Kanfer (dalam Mitchell, Hopper,

Daniels, Falvy, & James, 1994), self efficacy menunjuk kepada pertimbangan

kognitif yang kompleks tentang kemampuannya di masa mendatang yang

diperlukan untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut Kanfer menjelaskan bahwa

efficacy mencerminkan pemahaman individu tentang performansi tersebut dan

intensinya untuk alokasi usaha. Meskipun sangat tergantung kepada

kemampuan (ability), dan kemampuan (capability), definisi efficacy juga

mencerminkan prediksi tentang seberapa keras individu akan berusaha dan

integrasi kedua faktor tersebut.

Semua definisi self efficacy tersebut menunjuk pada keyakinan

individu bahwa dirinya mampu melakukan tugas tertentu atau keyakinan dapat

melakukan sesuatu dalam situasi tertentu dengan berhasil. Atau dapat pula

Page 5: 2. Artikel Muhid

5

dikatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan individu bahwa mereka dapat

mengatasi dan menyelesaikan suatu tugas yang mungkin dapat membuat

mereka malu atau gagal atau sukses. Dengan demikian dapat dilihat bahwa

self efficacy tidak sama dengan pengharapan akan hasil (outcome expectation),

self efficacy ialah pengharapan keunggulan atau penguasaan diri (personal

matery expectation). Sedangkan pengharapan hasil adalah pertimbangan

tentang kemungkinan konsekuensi yang akan dihasilkan oleh perilaku

(Bandura, 1993). Individu mungkin mengetahui kalau tindakanya akan

menghasilkan akibat tertentu, namun tidak yakin terhadap kemampuannya

melakukan tindakan tersebut (Nelson Jones, dalam Lee, & Bobko, 1994).

Dengan demikian mahasiswa yang memiliki self efficacy yang tinggi,

ia akan selalu mencoba melakukan berbagai tindakan dan siap menghadapi

kesulitan-kesulitan, hal ini diasumsikan bagi mahasiswa yang dalam setiap

perkuliahannya dibabankan tugas-tugas yang memerlukan banyak energi dan

seringkali menyita perhatian yang cukup serius, dan seringkali mengalami

berbagai kesulitan untuk menyelesaikan tugasnya, maka efficacy mahasiswa

sangat menentukan seberapa besar usaha yang dikeluarkan dan seberapa ia

bertahan dalam menghadapi rintangan dan pengalaman yang menyakitkan

dalam tugas-tugas perkuliahan. Semakin kuat persepsi self efficacy mahasiswa

maka semakin giat dan tekun usaha-usahanya. Ketika menghadapi kesulitan,

mahasiswa mempunyai keraguan yang besar tentang kemampuannya akan

mengurangi usaha-usahanya atau menyerah sama sekali. Sedangkan mereka

yang mempunyai perasaan efficacy yang kuat menggunakan usaha yang lebih

besar untuk mengatasi tantangan dan menyelesaikan tugas-tugasnya.

Berdasarkan hal tersebut timbul pertanyaan apakah ada hubungan

antara self control, dan self efficacy dengan kecenderungan perilaku

prokrastinasi akademik? apakah terdapat hubungan antara self control dengan

kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik? Dan apakah ada hubungan

antara self efficacy dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik?.

Dalam penelitian ini akan menguji hipotesis sebagai berikut:

Page 6: 2. Artikel Muhid

6

Hipotesis Mayor: ”Ada hubungan antara self control, dan self efficacy dengan

kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik”. Hipotesis Minor 1: ”Ada

hubungan antara self control dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi

akademik”. Hipotesis Minor 2: ”Ada hubungan antara self efficacy dengan

kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik”.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan

penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka)

yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2005). Dengan pendekatan

kuantitatif-korelatif, penelitian ini akan diperoleh signifikansi hubungan antar

variabel yang diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas

Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya yang sampai saat penelitian dilakukan

masih aktif belajar dan terdaftar sebagai mahasiswa yang tersebar pada 4

jurusan dan 3 program studi. Adapun tabel populasi mahasiswa Fakultas

Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya adalah sebagai berikut:

Tabel 1:

Data Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tahun Akademik 2007/2008

No. Jurusan/Prodi L P Jumlah

1. KPI 109 141 250

2. PMI 59 66 125

3. BPI 33 78 111

4. MD 67 67 134

5. Sosiologi 62 44 106

6. Komunikasi 115 136 251

7. Psikologi 60 190 250

Total 505 722 1227 (Sumber: Bag. Akademik & Kemahasiswaaan Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya)

Berdasarkan pertimbangan karakteristik dari populasi penelitian, maka

penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel berstrata proporsional

(proportional stratified sampling). Dari populasi penelitian yang berjumlah

1.227 orang subjek ditetapkan untuk diambil 20% sebagai sampel. Dengan

Page 7: 2. Artikel Muhid

7

megambil sampel secara random 20% subjek dari setiap subkelompok sebagai

sampel maka distribusi subjek sampel adalah sebagai berikut:

Tabel 2:

Distribusi Sampel Berstrata Proporsional dari Populasi

Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya

No. Jurusan/Prodi L P Jumlah

1. KPI 22 28 50

2. PMI 12 13 25

3. BPI 7 15 22

4. MD 13 14 27

5. Sosiologi 12 9 21

6. Komunikasi 23 27 50

7. Psikologi 12 38 50

Total 101 144 245 (Data: Sampel hasil random 20% subjek dari populasi mahaiswa Fak. Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya)

Proporsi subjek sampel penelitian yang diambil dari 20% dari masing-

masing strata maka dapat diperoleh n=245 sebagai sampel penelitian yang

berarti juga 20% dari seluruh populasi yang ada (n=1227). Subjek sebanyak

245 orang inilah yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian.

Untuk mengungkap fakta mengenai variabel-variabel dalam penelitian

ini, maka penulis menggunakan Skala Prokrastinasi Akademik, Skala Self

Control, dan Skala Self Efficacy.

Untuk menguji hipotesis penilitian, maka digunakan teknik Analisis

Regressi atau Anareg. Analisis regressi bertugas untuk mencari korelasi antara

sebuah variabel bebas X, disebut juga prediktor, atau lebih, dengan sebuah

variabel terikat Y, disebut juga kriterium (Hadi, 2000). Karena jumlah variabel

bebas X lebih dari satu maka digunakan teknik analisis data Regressi Linear

Berganda (Multiple Linear Regression) (Hadi, 2000).

Perhitungan analisis data dengan menggunakan teknik analisis regressi

(anareg) dalam penelitian ini menggunakan Seri Program Statistik Versi 2000

(SPS-2000) program analisis regresi umum, edisi Sutrisno Hadi dan Yuni

Pamardiningsih, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Page 8: 2. Artikel Muhid

8

C. Hasil Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah ada hubungan

antara self control, dan self efficacy dengan prokrastinasi akademik. Untuk

membuktikan hipotesis penelitian digunakan analisis data Regressi Linear

Berganda (Multiple Linear Regression) program analisis regresi umum, yang

hasilnya adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis Minor 1:

Ada hubungan antara self control dengan kecenderungan perilaku

prokrastinasi akademik.

Dari data matriks interkorelasi, bahwa variabel self control (X1) dengan

variabel prokrastinasi akademik (Y), diperoleh harga korelasi sebagai

berikut:

rxy = -0,640

P = 0,000

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara self control dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara self

control dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik diterima.

2. Hipotesis Minor 2:

Ada hubungan antara self efficacy dengan kecenderungan perilaku

prokrastinasi akademik.

Dari data matriks interkorelasi, bahwa variabel self efficecy (X2) dengan

variabel prokrastinasi akademik (Y), diperoleh harga korelasi sebagai

berikut:

rxy = -0,633

P = 0,000

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara self efficecy dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi

akademik. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan

antara self efficacy dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik

diterima.

Page 9: 2. Artikel Muhid

9

3. Hipotesis Mayor :

Ada hubungan antara self control, dan self efficacy dengan kecenderungan

perilaku prokrastinasi akademik.

Dari hasil analisis regresi umum diperoleh harga korelasi R (r y-ŷ) atau

coefficient of multiple correlation) sebesar = 0,644 sehingga koefisien

determinan (R²) sebesar = 0,414, db regresei sebesar = 2, dan db residunya

sebesar = 242 , nilai F sebesar = 85,542, sehingga nilai peluang galat alpha

(p)-nya sebesar = 0,000.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara self

control, dan self efficacy dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi

akademik. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara self control, dan self efficacy dengan kecenderungan

perilaku prokrastinasi akademik diterima.

Dari uji analisis data Regressi Linear Berganda (Multiple Linear

Regression) program analisis regresi umum diperoleh susunan persamaan

garis regresi (garis bestfit atau least squares) dengan rumus sebagai berikut:

Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + ... + bm Xm + z (GB est)

Y = 1 X1 + 2 X2 + ... + 2 X2 + z (GB est)

Y = 141,184000 - 0,288799 X1 - 0,561901 X2 + 18,711

Sedangkan nilai harga sumbangan efektif (SE) masing-masing variabel

bebas; variabel self control (X1) dan variabel self efficacy (X2) terhadap

variabel prokrastinasi akademik (Y) diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Variabel self control (X1) Sumbangan Efektifnya = 14,315%

2. Variabel self efficacy (X2) Sumbangan Efektifnya = 27,101%

3. Sumbangan Efektif total kedua variable bebas tersebut = 41,416%

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel self efficacy lebih

berpengaruh terhadap variabel prokrastinasi akademik dibanding dengan

variabel self control.

Secara umum pada prinsipnya hasil penelitian ini menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara variabel self control dan variabel self efficacy

dengan variable kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik.

Page 10: 2. Artikel Muhid

10

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa perilaku prokrastinasi

akademik mahasiswa sangat banyak ditentukan oleh variabel-variabel

kepribadian seperti variabel self control dan variabel self efficacy. Hal ini

menguatkan kembali pada berbagai hasil penelitian terdahulu yang

menemukan aspek-aspek pada diri individu yang mempengaruhi seseorang

untuk mempunyai suatu kecenderungan perilaku prokrastinasi, antara lain,

rendahnya kontrol diri (self control), self consciuous, rendahnya self esteem,

self efficacy, dan kecemasan sosial.

Sebagaimana harapan dari sebuah institusi pendidikan, out put

pendidikan diharapkan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas

agar mereka dapat bersaing dalam era sekarang ini dan mendatang. Mahasiswa

yang saat ini sedang menempuh studi di bangku kuliah merupakan calon

kompetitor yang akan menghadapi tingkat persaingan yang tinggi, namun

bilamana perilaku prokrastinasi akademik sering dilakukan, akan dapat

menjadi masalah tersendiri bagi mereka, sehingga dapat pula dikatakan bahwa

tingkat kedisiplinan mereka rendah, dan juga dapat diangap sebagai salah satu

indikator bahwa mahasiswa yang seperti ini masih belum bisa diharapkan

menjadi sumber daya manusia seperti yang diharapkan. Demikian itu,

prokrastinasi akademik pada mereka dapat dikatakan sebagai suatu masalah.

Dikatakan juga bahwa tingkat prokastinasi akademik seseorang akan

meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang (Solomon &

Rothblum, dalam Ferrari, Keane, S., Wolf, & Beck, 1998). Jika mahasiswa

sudah sering melakukan perilaku prokrastinasi akademik, maka ini menjadi

masalah yang sangat perlu mendapat perhatian secara serius.

Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu

mengatur dan mengarahkan perilaku, yaitu kontrol diri (self control). Menurut

Goldfried & Marbaum (dalam Lazarus, 1976), kontrol diri diartikan sebagai

kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan

bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Sebagai

salah satu sifat kepribadian, kontrol diri satu individu dengan individu lain

Page 11: 2. Artikel Muhid

11

tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggidan ada

individu yang memiliki kontrol diri yang rendah. Individu yang memiliki

kontrol diri yang tinggi mampu mengubah kejadian dan menjadi agen utama

dalam mengarahkan dan mengatur perilaku utama yang emmbawa kepada

konsekuensi positif. Sebagai mahasiswa yang tugas utamanya adalah

belajar/kuliah, bila mempunyai kontrol diri yang tinggi, mereka akan mampu

memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku. Mereka mampu

menginterpretasikan stimulus yang dihadapi, mempertimbangkan

konsekuensinya sehingga mampu memilih tindakan dan melakukannya

dengan meminimalkan akibat yang tidak diinginkan. Mereka mampu

mengatur stimulus sehingga dapat menyesuaikan perilakunya kepada hal-hal

yang lebih menunjang perkuliahannnya.

Individu yang kontrol dirinya rendah tidak mampu mengarahkan dan

mengatur perilakunya, sehingga diasumsikan, seorang mahasiswa yang

dengan kontrol diri yang rendah akan berperilaku, lebih bertindak kepada hal-

hal yang lebih menyenangkan dirinya misalnya melakukan aktivitas sia-sia

seperti jalan-jalan ke Mall, nongkrong tanpa batas waktu, begadang

semalaman, dan juga aktiviats-aktivitas lain yang tidak bermanfaat dan

membuang-buang waktu, bahkan mahasiswa cenderung menunda-nunda tugas

yang seharusnyalah ia kerjakan terlebih dahulu. Dengan kontrol diri yang

rendah, meraka tidak mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku.

Mereka tidak mempu menginterpretasikan stimulus yang dihadapi, tidak

mampu mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga

tidak mampu memilih tindakan yang tepat.

Secara umum orang yang mempunyai kontrol diri yang tinggi akan

menggunakan waktu yang sesuai dan mengarah pada perilaku yang lebih

utama, yaitu belajar/kuliah, sedangkan orang yang mempunyai kontrol diri

rendah tidak mampu mengatur dan mengarahkan perilakunya, sehingga akan

lebih memintingkan sesuatu yang lebih menyenangkan, dan diasumsikan

banyak menunda-nunda (prokrastinasi).

Page 12: 2. Artikel Muhid

12

Bandura menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang harus

membuat keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa lama

menghadapi kesulitan-kesulitan. Teori belajar sosial (social learning theory)

menyatakan bahwa permulaan dan pengaturan transaksi dengan lingkungan,

sebagian ditentukan oleh penilaian self efficacy. Orang cenderung menghindari

situasi-situasi yang diyakini melampaui keyakinan kemampuannya, tetapi

dengan penuh keyakinan mengambil dan melakukan kegiatan yang

diperkirakan dapat diatasi. Self efficacy menyebabkan keterlibatan aktif dalam

kegiatan, mendorong perkembangan kompetensi. Sebaliknya, self efficacy

yang mengarahkan individu untuk menghindari lingkungan dan kegiatan,

memperlambat perkembangan potensi dan melindungi persepsi diri yang

negatif dari perubahan yang membangun (Bandura, 1993).

Efficacy seseorang sangat menentukan seberapa besar usaha yang

dikeluarkan dan seberapa individu bertahan dalam menghadapi rintangan dan

pengalaman yang menyakitkan. Semakin kuat persepsi self efficacy semakin

giat dan tekun usaha-usahanya. Ketika menghadapi kesulitan, individu

mempunyai keraguan yang besar tentang kemampuannya akan mengurangi

usaha-usahanya atau menyerah sama sekali. Sedangkan mereka yang

mempunyai perasaan efficacy yang kuat menggunakan usaha yang lebih besar

untuk mengatasi tantangan (Bandura, Reese, & Adams, 1982). Dengan kata

lain, usaha manusia untuk mencapai sesuatu dan untuk mewujudkan

keberadaan diri yang positif, memerlukan perasaan keunggulan pribadi (sense

of personal efficacy) yang optimis. Hal ini dikarenakan oleh realitas sosial

yang biasanya penuh dengan kesulitan sehingga orang harus memiliki

perasaan keunggulan pribadi yang kuat untuk mempertahankan usaha yang

teguh dalam menghadapi kesulitan dan rintangan, maka di sinilah peranan

keyakinan diri diperhitungkan. Persepsi efficacy yang lemah merupakan

hambatan internal menuju kemajuan dan menghalangi kemampuan untuk

mengatasi hambatan eksternal secara efektif. Self efficacy yang rendah dapat

menghalangi usaha meskipun individu memiliki ketrampilan dan

menyebabkan mudah putus asa (Newstrom, & Davis 1989).

Page 13: 2. Artikel Muhid

13

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang

memiliki self efficacy yang tinggi, ia akan selalu mencoba melakukan berbagai

tindakan dan siap menghadapi kesulitan-kesulitan, hal ini diasumsikan bagi

mahasiswa yang dalam setiap perkuliahannya dibabankan tugas-tugas yang

memerlukan banyak energi dan seringkali menyita perhatian yang cukup

serius, dan seringkali mengalami berbagai kesulitan untuk menyelesaikan

tugasnya, maka efficacy mahasiswa sangat menentukan seberapa besar usaha

yang dikeluarkan dan seberapa ia bertahan dalam menghadapi rintangan dan

pengalaman yang menyakitkan dalam tugas-tugas perkuliahan. Semakin kuat

persepsi self efficacy mahasiswa maka semakin giat dan tekun usaha-

usahanya. Ketika menghadapi kesulitan, mahasiswa mempunyai keraguan

yang besar tentang kemampuannya akan mengurangi usaha-usahanya atau

menyerah sama sekali. Sedangkan mereka yang mempunyai perasaan efficacy

yang kuat menggunakan usaha yang lebih besar untuk mengatasi tantangan

dan menyelesaikan tugas-tugasnya.

E. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, membuktikan hipotesis yang diajukan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara self control dan self efficacy

dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa. Dalam hal

ini terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self control dan self

efficacy dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa.

Artinya semakin tinggi self control mahasiswa, maka semakin rendah

kecenderungan mahasiswa untuk melakukan perilaku prokrastinasi akademik.

Sebaliknya semakin rendah self control mahasiswa, maka semakin tinggi

kecenderungan mahasiswa untuk melakukan perilaku prokrastinasi akademik.

Begitu juga berarti semakin tinggi self efficacy mahasiswa, maka semakin

rendah kecenderungan mahasiswa untuk melakukan perilaku prokrastinasi

akademik. Dan sebaliknya semakin rendah self efficacy mahasiswa, maka

semakin tinggi kecenderungan mahasiswa untuk melakukan perilaku

prokrastinasi akademik.

Page 14: 2. Artikel Muhid

14

DAFTAR PUSTAKA

Ana, B., & Yuen, L.M. (1983), Procrastination: Why Yo Do It, What to Do

About It Reading, MA: Addision Publication. Co.

Azwar, S. (2005), Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bandura, A., (1993), Perceived Self Efficacy in Cognitive Development and

Functioning, American Psychologist, 28 (2), page.117-148.

Bandura, (1986), Bandura, Reese L., & Adams N.E. (1982), Microanalysis of

Action and Fear Arousal as a Function of Different Levels of Perceived

Self Efficacy, Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 43.

No. 1 page. 5-21.

Bandura, A., (1989), Human Agency in Social Cognitive Theory, American

Pscychologist, 44 (9), page.1175-1184.

Dyah Katarina, (1993), Korelasi antara Self Efficacy dengan Kinerja Tugas

Karyawan Bagian Pengelasan di Divisi G.E. PT. PAL Indonesia

Surabaya, Skripsi, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Hal. 38.

Ferrari JR, (1991), Self Handicaping by Procrastinator: Profecting Self Esteem,

Social Esteem or Both?, Journal of Research in Personality, 25, 254-

261.

Ferrari, J. R., Keane, S., Wolf, R., & Beck, B. L. (1998), The antecedents and

consequences of academic excuse-making: examining individual

differences in procrastination. Research in Higher Education, 39, 199-

215.

Gist, (1989). Self Efficacy: Implication for Organizational Behavior and

Human Resources Management, Organizational Behavior: Reading

and Exercise 8th Edition, Newstrom, J.W. & Davis, K. (ed), Singapore:

Mc Graw-Hill Book Company..

Hadi, S. (2000), Manual Seri Program Statistik (SPS) Paket Midi, Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada.

Lazarus, R.S. (1976), Patterns of Adjusment. Tokyo: Mc Graw Hill, Kogakhusa.

Lee, C. & Bobko P. (1994), Self Efficacy Beliefs: Comparasion of Five Measures,

Journal of Applied Psychology, Vol. 79. no. 6, page. 819-825.

Page 15: 2. Artikel Muhid

15

Mitchell, T.R., Hopper, H., Daniels, D., Falvy, J.G., & James, L. R., (1994),

Predicting self Efficacy and Performance During Skill Acquistion,

Journal of applied Pscychology, Vol. 79, No. 4, page. 506-507.

Schunk, (1990), Introduction to the Section on Motivation and Efficacy, Journal

of Educational Psychology, 82 (1), page.3-6.

Schunk, D.H., (1991), Self Efficacy and Academic Motivation, Educational

Pscychologist, 26 (3&4), page. 207-231.

Shell, D.F., Murphy, C.C., & Bruning, R.H., (1989), Self Efficacy and Outcome

Expectency Mechanisme in Reading and Writing Acheivement, Journal

of Educational Pscychology, 8 (1), page .91-100.

Tuckman, B. W. (1991), The development and concurrent validity of the

Procrastination Scale. Educational and Psychological Measurement, 51,

1991, 473-480.


Top Related