Download - 1.Lp Halusinasi

Transcript
Page 1: 1.Lp Halusinasi

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI : HALUSINASI

Oleh :

INDRA DWI LESTARI

070114B030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES NGUDI WALUYO

UNGARAN

2015

Page 2: 1.Lp Halusinasi

HALUSINASI

I. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra (Isaacs,

2002). Sedangkan menurut Direja (2011) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia

dalam membedakan rangasanga internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Kien

memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang

nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang

berbicara.

Menurut Maramis (2005) halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi

dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca

indra tanpa ada rangsangan dari luar.

Menurut Stuart (2007) halusinasi adalah kesan respon dan pengalaman sensori yang

salah (Stuart, 2007). Beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpukan bahwa halusinasi

adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau

rangsangan yang nyata.. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah

terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang

terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata oleh pasien.

II. Jenis

Jenis halusinasi terbagi dalam:

Jenis Halusinasi Prosentase Karakteristik

Pendengaran (auditorik) 70 % Mendengar suara-suara atau kebisingan,

paling sering suara orang. Suara berbentuk

kebisingan yang kurang jelas sampai kata-

kata yang jelas berbicara tentang klien bahkan

sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang

atau lebih tentang orang yang mengalami

halusinasi.

Penglihatan (Visual) 20 % Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,

gambar geometris, gambar kartun, bayangan

yang rumit atau kompleks, bayangan bisa

menyenangkan atau menakutkan seperti

Page 3: 1.Lp Halusinasi

melihat monster.

Penghidu (olfactory) Membaui bau-bauan tertenru seperti bau

darah, urine atau feces. Umumnya bau-bauan

yang tidak menyenangkan.

Pengecapan (gustatory) Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,

urine atau feces.

Perabaan (tactile) Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa

stimulus yang jelas, Rasa tersetrum listrik

yang datang dari tanah, benda mati atau orang

lain.

Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah

di vena atau arteri, pencernaan makanan atau

pembentukan urine.

Kinesthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri

tanpa bergerak

III. Tanda Dan Gejala

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku

dengan pandangan mata pada satu arah tertentu tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-

tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati

sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang

dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi:

1. Tahap 1 : Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi

merupakan suatu kesenangan

Gejala klinis:

a. Data Subjektif

1) Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.

2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.

3) Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika

kecemasan dikontrol).

b. Data Objektif

Page 4: 1.Lp Halusinasi

1) Menyeriangai, tersenyum sendiri/tertawa tidak sesuai

2) Menggerakkan bibir tanpa bicara/tanpa suara

3) Gerakan mata cepat

4) Bicara lambat

5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

2. Tahap 2 : Menyalahkan, tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan

rasa antipasti/ bersifat menjijikkan

Gejala klinis:

a. Data Subjektif

1) Pengalaman sensori menakutkan

2) Mulai merasa kehilangan kontrol

3) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut

4) Menarik diri dari orang lain

5) Non Psikotik

b. Data Objektif

1) Cemas, peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah

2) Konsentrasi menurun, rentang perhatian menyempit

3) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita

3. Tahap 3 : Mengontrol tingkat kecemasan berat pengalaman sensori tidak dapat ditolak

lagi (halusinasi bersifat mengendalikan)

Gejala klinis:

a. Data Subjektif

1) Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.

2) Isi halusinasi menjadi antraktif

3) Kesepian bila sensori berakhir

4) Psikotik

b. Data Objektif

1) Cenderung mengikuti halusinasi

2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain

3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah

4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

4. Tahap 4 : Menguasai tingkat kecemasan panik secara umum diatur dan dipengaruhi oleh

waham (halusinasi bersifat menaklukkan).

Gejala klinis:

Page 5: 1.Lp Halusinasi

a. Data Subjektif

1) Pengalaman sensori menjadi ancaman

2) Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika tidak

diintervensi)

3) Psikotik

b. Data Objektif

1) Perilaku panik

2) Pasien mengikuti halusinasi

3) Tidak mampu mengendalikan diri

4) Tindakan kekerasan, agitasi menarik diri atau ketakutan

5) Tidak mampu mengikuti perintah nyata dan perintah yang kompleks

6) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

7) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

IV. Penyebab

Faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

A. Faktor Predisposisi

1. Genetic

Setelah diketahui secara genetik bahwa halusinasi di turunkan melalui kromoson-

kromoson namun demikian yang beberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai

sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen halusinasi ada kromozom no 6

dengan kontribusi genetik tambahan no 4, 8, 15, dan 22 (Dan Carpenter, 2002) anak kembar

identik memiliki kemungkinan mengalami halusinasi sebesar 50% jika salah satunya

mengalami halusinasi sementara dizigote peluangnya sebesar 15%, orang anak yang salah

satunya orang tua yang mengalami halusinasi, sementara bila kedua orang tuanya halusinasi

maka peluangnya mencapai 35% (Rasmun,2001).

2. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon

neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-

penelitian yang berikut

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam

perkembangan halusinasi. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan

dengan perilaku psikotik.

Page 6: 1.Lp Halusinasi

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan

masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya halusinasi.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi

yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan halusinasi kronis,

ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil

(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-

mortem).

3. Neuraotransmiter

Halusinasi juga di sebabkan adanya kehidupan seimbang neurotransmitter dopamine

berlebihan tidak seimbang dengan kadar serolonine

4. Abnormal perkembangan saraf

5. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi

psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi

realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

6. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,

konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi

disertai stres.

B. Faktor Prespitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan

yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007). faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

1. Biologis (mekanisme penghantar listrik yang abnormal)

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi

serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk

diinterpretasikan.

2. Stres Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk

menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3. Sumber Koping (proses pengolahan informasi yang berlebih)

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresor.

Page 7: 1.Lp Halusinasi

V. Rentang Respon

Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda rentang

respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien

yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus

berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan,

penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca

indera walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon

individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan

stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi

yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,

rentang respon tersebut sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir / delusi

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten dg pengalaman Reaksi emosi atau Sulit berespon emosi

Prilaku sesuai Prilaku aneh/tidak biasa Prilaku disorganisasi

Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi social

Fase - Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami oleh klien bila berada intensitasnya dan keparahan (Stuart &

Laraia membagi halusinasi klien mengendalikan dirinya semakin berat fase halusinasinya.

Klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan halusinasinya :

Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien

FASE 1 : Comforting

ansietas sebagai halusinasi menyenangkan

Klien mengalami perasaan seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut mencoba untuk befokus pada pikiran menyengkan untuk meredakan ansietas individu mengenal bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensor berada dalam kondisi kesadaran jika ansietas dapat ditangani psikotik

Tersenyum dan tertawa tidak sesuai menggerekan bibir tanpa suara mengegerkan mata yang cepat dan respon verbal yang lambat jika Sedang asik sendiri meningkat tanda-tanda sarat otonomi

FASE II : Complementing

ansietas berat halusinasi memberatkan

Pengalaman sensasi menjijikan dan menakutkan,klien mulai lepas kendali dan mungkan mencba untuk mengambil

Ansietas seperti peningkatan denyut jantung pernafasan dan tekanan darah, rentang

Page 8: 1.Lp Halusinasi

jaraknya dengan sumber yang dipersepsikan klien mengkin mengalami diperlukan / pengamalan sensori dan menarik diri dari orang lain, psikotik ringan

perhatian menyempit asik dengan penglaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita

FASE III : Controling

ansietas berat

pengalamn sensorsi

menjadi berkuasa

Klen berhenti menghentikan perlawanan terhadap alusinasi dan menyerah pada halusnasinya menjadi menarik, klien mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasinya berhenti psikotik

Kemampuan dikendalikan halusinasi akan lebih ditakuti, kerusakan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik / menit adanya tanda-tanda fisik ansietas berat berkeringat, tremor, tidak mampu memahami peraturan.

FASE IV : Conquering panik

Umumnya menjadi lezat dalam

halusinasinya

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi berakhir dari beberapa jam / hari jika intervensi terapeutif psikoti berat.

Perilaku tremor akibat panik, potensi kuat suicida / nomicide aktifitas merefleksikan halusinasi perilaku isi, seperti kekerasan, agitas menarik diri katafonici, tidak mampu merespon terhadap pemerintah, yang komplek tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

VI. Akibat

Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,

orang lain dan lingkungan. Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan

pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :

1. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam

2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

3. Tak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.

4. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan)

5. Wajah tegang, merah

6. Mondar-mandir

7. Mata melotot rahang mengatup

8. Tangan mengepal

Page 9: 1.Lp Halusinasi

9. Keluar keringat banyak

10. Mata merah dan ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung

11. Bicara, senyum dan tersenyum sendiri.

12. Menarik diri dan menghindari orang lain.

13. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.

14. Takut.

VII. Psikopatologi

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (Core Problem)

Isolasi sosial : Menarik diri

Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah

VIII. Diagnosa Keperawatan

Halusinasi

IX. Intervensi Keperawatan

1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan

halusinasi

a. Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.

b. Tujuan khusus

1) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada

kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,

mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan

perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

INTERVENSI RASIO

Page 10: 1.Lp Halusinasi

Bina hubungan saling percaya dengan :

1. Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non

verbal.

2. Perkenalkan diri dengan sopan.

3. Tanyakan  nama  lengkap  klien  dan  nama  panggilan 

yang  disukai klien.

4. Jelaskan tujuan pertemuan.

5. Jujur dan menepati janji.

6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

7. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

klien

Hubungan saling percaya

merupakan dasar untuk

memperlancar hubungan

interaksi selanjutnya.

2) TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi

Kriteria evaluasi :

a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi.

b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.  

INTERVENSI RASIO

1. Adakan kontak sering dan singkat secara

bertahap.

2. Observasi  tingkah  laku  klien  terkait  dengan

halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa

stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan

seolah-olah ada teman bicara.

3. Bantu klien mengenal halusinasinya dengan

cara :

a. Jika menemukan klien yang sedang

halusinasi tanyakan apakah ada suara yang

di dengar.

b. Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang

dikatakan.

Kontak sering dan singkat selain

upaya membina hubungan saling

percaya juga dapat memutuskan

halusinasinya

Mengenal perilaku pada saat

halusinasi timbul memudahkan

perawat dalam melakukan

intervensi

Mengenal halusinasi

memungkinkan klien untuk

menghindari faktor timbulnya

halusinasi.

Page 11: 1.Lp Halusinasi

c. Katakan bahwa perawat percaya klien

mendengar suara itu, namun perawat sendiri

tidak mendengarnya (dengan nada sahabat

tanpa menuduh/menghakimi).

d. Katakan pada klien bahwa ada juga klien

lain yang sama seperti dia.

e. Katakan bahwa perawat akan membantu

klien.

4. Diskusikan dengan klien tentang

a. Situasi yang menimbulkan/tidak

menimbulkan halusinasi.

b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi

(pagi, siang, sore dan malam atau jika

sendiri, jengkel, sedih)

5. Diskusikan dengan klien apa yang  dirasakan 

jika  terjadi  halusinasi (marah, takut, sedih,

tenang) beri kesempatan mengungkapkan

perasaan.

Dengan mengetahui waktu, isi dan

frekuensi munculnya halusinasi

mempermudah tindakan

keperawatan yang akan dilakukan

perawat.

Mengidentifikasi pengaruh

halusinasi pada klien

3) TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.

Kriteria evaluasi :

a) Klien   dapat   menyebutkan  tindakan   yang   biasanya     dilakukan untuk

mengendalikan halusinasinya.

b) Klien dapat menyebutkan cara baru.

c) Klien  dapat  memilih  cara  mengatasi  halusinasi  seperti  yang telah

didiskusikan dengan klien.

d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan

halusinasi.

e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.

INTERVENSI RASIO

1. Identifikasi  bersama  klien  tindakan   yang  

dilakukan  jika    terjadi halusinasi (tidur, marah,

menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)

2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien,

Upaya untuk memutus siklus

halusinasi sehingga halusinasi tidak

berlanjut.

Page 12: 1.Lp Halusinasi

jika bermanfaat beri pujian.

3. Diskusikan cara untuk memutus/ mengontrol

timbulnya halusinasi :

a. Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada

saat halusinasi muncul.

b. Menemui orang lain atau perawat, teman atau

anggota keluarga yang lain untuk bercakap-

cakap atau mengatakan halusinasi yang

didengar.

c. Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi

tidak sempat muncul.

d. Meminta keluarga/teman/perawat, jika

tampak bicara sendiri.

4. Bantu   klien   memilih   cara   dan   melatih  

cara   untuk  memutus halusinasi secara bertahap,

misalnya dengan :

a. Melakukan ibadah.

b. Membersihkan rumah dan alat-alat rumah

tangga.

c. Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat

(pengajian, gotong royong).

d. Mengikuti kegiatan olah raga di kampung

(jika masih muda).

e. Mencari teman untuk ngobrol.

5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang

telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian

jika berhasil.

6. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas

kelompok, orientasi realita dan stimulasi

persepsi.

Reinforcement dapat mneingkatkan

harga diri klien.

Memberikan alternatif pilihan

untuk mengontrol halusinasi.

Memotivasi dapat meningkatkan

keinginan klien untuk mencoba

memilih salah satu cara untuk

mengendalikan halusinasi dan

dapat meningkatkan harga diri

klien.

Memberi kesempatan kepada klien

untuk mencoba cara yang telah

dipilih.

Stimulasi persepsi dapat

mengurangi perubahan interprestasi

realitas akibat halusinasi.

Page 13: 1.Lp Halusinasi

4) TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol     halusinasinya.

Kriteria evaluasi :

a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.

b) Keluarga  dapat  menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk

mengendalikan halusinasi.

INTERVENSI RASIO

1. Membina  hubungan  saling  percaya  dengan  

menyebutkan   nama, tujuan pertemuan dengan

sopan dan ramah.

2. Anjurkan klien menceritakan halusinasinya

kepada keluarga. Untuk mendapatkan bantuan

keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

3. Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung

tenang :

a. Pengertian halusinasi

b. Gejala halusinasi yang dialami klien.

c. Cara yang dapat dilakukan klien dan

keluarga untuk memutus halusinasi.

d. Cara merawat anggota keluarga yang

berhalusinasi di rumah, misalnya : beri

kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan

bersama, bepergian bersama.

e. Beri informasi waktu follow up atau kapan

perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak

terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang

lain dan lingkungan.

Hubungan saling percaya

merupakan dasar untuk

memperlancar hubungan interaksi

selanjutnya.

Mengetahui pengetahuan keluarga

tentang halusinasi dan menambah

pengetahuan keluarga cara merawat

anggota keluarga yang mempunyai

masalah halusinasi.

Menambah pemahaman klien

tentang halusinasi yang dirasakan

Page 14: 1.Lp Halusinasi

5) TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

Kriteria evaluasi :

a) Klien  dan  keluarga  dapat  menyebutkan  manfaat,  dosis  dan   efek samping

obat.

b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.

c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.

d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.

e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.

INTERVENSI RASIO

1. Diskusikan  dengan  klien  dan  keluarga

tentang dosis dan frekuensi serta manfaat

minum obat.

2. Anjurkan  klien  minta  sendiri  obat  pada 

perawat  dan  merasakan manfaatnya.

3. Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter

tentang mafaat dan efek samping obat yang

dirasakan.

4. Diskusikan akibat berhenti minum obat

tanpa konsultasi dengan dokter.

5. Bantu klien menggunakan obat dengan

prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat,

benar waktunya, benar caranya, benar

pasiennya).

Dengan menyebutkan dosis,

frekuensi dan manfaat obat

diharapkan klien melaksanakan

program pengobatan.

Menilai kemampuan klien dalam

pengobatannya sendiri.

Dengan mengetahui efek samping

klien akan tahu apa yang harus

dilakukan setelah minum obat.

Program pengobatan dapat berjalan

dengan lancar.

Rasional : Dengan mengetahui

prinsip penggunaan obat, maka

kemandirian klien untuk

pengobatan dapat ditingkatkan

secara bertahap. 

Page 15: 1.Lp Halusinasi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri.

Edisi 7. Jakarta : EGC

Direja, 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika

Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :

Momedia

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah

Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima

Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri.

Edisi 3. Jakarta. EGC


Top Related